Pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana pers "Kajian dalam hukum pidana Islam"

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TINDAK PIDANA PERS
"KAJIAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM"

"

Universilas Islam Negeri

SYARIF HIDAYATULLA H JAKAHTA

Olch:

KHUSNUL ANWAR
NIM: ャosヲLG|ゥa

Qエ セXY@

"--·'"

セ@ セ@

Mセ@


..... BGLNセ@

: ••Lセ@
....... '("l".·····f·.?l1.
' ...........
ot>1...--- v
:
No. lnduk :
セ NZMsj@
klasifikasi : .......................................
I

1- Pセ@

エLセゥB セG\ セャ\GNM@

エイNZ |エU Z ᄋF セ ゥセエNォ[rwuZ

エゥQᆬn


GQᄋセサs@

Q セ@ r:-- . @セ .
!.

, )

..

\ : '>/

•.

..

:

Alhamdulillah segala Puji dan Pttja serta syukur kehadirat Allah SWT,
Pe nu Iis panjatkan atas segala rah mat, karunia, kekuatan serta kesabaran yang

diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Tugas akhir yang
be1juclul

"PERTANGGUNGJA WABAN

PIDANA:

DALAM

TINDAK

PIDANA PERS" (KAJIAN HUKUM PIDANA ISLAM).

Terwujudnya tulisan dalarn bentuk skripsi ini , tcn tunya tidak lcpas clari
bantuan clan birnb ingan dari berbaga i pihak, rasa lerima kasih penulis ucapka n
kepada:
I.

Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., M.A., M.M., selaku
Dekan Fakultas Syari'ah aan Hukum Universitas Islam Negeri (U IN)

Syari f H idayatu llah Jaka rta.

2.

Bpk Dr. Asmaw i, MAg., clan lbu Sri Hidayati., M.Ag selaku Ketua
Program Studi Jinayah Siyasah clan Sekretaris Program Studi Jinayah
Siyasah Fakullas Syari'ah clan Hukum Universitas Islam Negeri (U IN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.

Bpk Dr. Asmawi, MAg. selaku Ketua Program Studi Jinayah Siyasah
sekaligus selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, dengan

penuh kesabaran dan motifasi yang tinggi, se11a telah meluangkan waktu,
tenaga, pikiran, dan perhatiannya selama membimbing penulis.
4.

Terima kasih penulis juga kepada seluruh segenap closen FSl-1 yang telah
bercengkrama dengan penulis lewat diskusiya yang sangat bermanfaat, dan

dengan penuh kesabaran membimbing penulis selama perkuliahan.

5.

Terima kasih pula kepada pengurus perpustakaan FSH dan Perpustakaan
Utarna, dengan menyediakan beberapa buku s.ehingga penulis diberi
kemudahan dalam penyelesaian skripsi penulis. Seluruh karyawan dan
karyawati FSH yang telah memberikan pelayanan yang baik bagi penu lis
dalam masa perkuliahan.

6.

Ibunda I-Ij. Sholehah, Hj. Fatimah clan Ayahancla I-I. Kurni terc in ta, kakakkakaku tersayang (Teh Ernah, Teh Liah, Kang Yani, dan Kang lpul) dan
adik-adikku tersayang, (Faqi h Al m, Fathatun, Abung, Udoh, Fitri, lip, dan
rvliftah) keponakanku yang imut (Fa iq dan Arul) serta seluruh keluarga
terci nta yang telah memberikan doa, dukungan baik moril maupun rnateril
yang tak terhingga dalam menyelasaikan skripsi ini.

7.


Teman-tcman seperjuangan PI (Vidana Islam 2005) ku: Asharyanto, Toso,
Sunendi, Adi, Jin, Wiwit, Rina, Dewi, Laila, Lai li, lfadah, Asep, Sayidi,
.Jeje, Deni, Raijak, Usep, Nasori, Yayah, Indah, Trezal, Yazid, Uchi, Zaki,
Rojak, Malik, Pipit, clan Siti Nafisah.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa

penulisan skripsi inl rnasih jauh dari sernpurna dan tidak lepas dari kesalahan dan
kekurangan, hal ini karena keterbatasan kemampuan clan pengetahuan yang
ii

dimiliki. Walaupun demikian penulis berharap asil tulisan ini dapat bermanfaat
bagi pembaca dan perkembangan ilrnu pengetahuan.
Jakarta,

8 Desernber 2009 M
21Dzulb.ijjah14301-1
Penulis

Khusnul Anwar


iii

DAFTARISI
Hal am an

l(A'I'A PENGANTAR ........... .................................. ..... ............................... .... .
DAFTAll ISi .............................. ......................... ·........................ .......... ...... ......
BABI

IV

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................... .

BAB II

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...... .. ..... .. ..... ... . ... .. .. ..

14


C. Tujuan dan Manfaat Penelitian........... .. ... ........................

15

D. Metode Penelitian............... .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..

17

PEJ TANGGUNGJA\VABAN

PIDANA

DALAM

DOKTRI N

1-IllKOM PIDANA

BAB III


A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana............ ..................

22

B. Kemampuan Bertanggung Jawab Secara Pidana.. .. .. . . . .. .. . . . ....

25

C. Unsur Kesalahan dalam Pertanggungjawaban Pidana........ ......

32

PERTANGGUNGJA WABAN

PIDANA

DALAM

DOKTRIN


HUKUM PIDANA ISLAM
A. Pengertian Pertanggungj awaban Pi,d ana. .. .. . .. .. . .. .. ... .. ..........

39

B. Kemampuan Bertanggung Jawab Secara Pidana... .. . . . . . . . . . . . . . .. .

44

C. Unsur Kesa lahan dalam Pertangguhgj awaban Pidana... . . . . . . .. . . . .

52

lV

BAB IV

PERTANGGUNGJA,VABAN PIDANA DALAM TINDAK PIDANA
PERS MENURUT DOKTRIN HUKUM PIDANA ISLAM
A. Tindak Pidana Pers dalam Doktrin Hukum Pidana Islam.... .. .. ...


58

B. Kemampuan Bertanggung Jawab Subyek Tindak Pidana Pers
dalam Doktrin Hukum Pidana Islam...................................

65

C. Unsur Kesalahan Pe11anggungjawaban Pidana Subyek
Tinclak Pidana Pers Menurut Doktrin Hukum Pidana Islam........

BAB V

70

PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................... .. . . . . .. . .. .

87

B. Saran..... .. ........ ................ .............. ..... ...... ................

89

DAFTAR PUST AKA

v

BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalab
Permasalahan pers merupakan sebuah masala11 yang sangat menarik
untuk dijadikan pembahasan. Kemerdekaan se11a kebebasan pers j uga
merupakan perjuangan demokrasi yang panjang, penuh dengan darah dan
1

keringat. Adapun pasal 28F yang merupakan basil dari Amandemen II UUD
1945, sebagai acuan payung hukum secara konstitusional, sehingga kebebasan
pers sendiri sesuatu yang mesti dipertahankan dalam menjalankan nilai-nilai
demokrasi.
Sebagaimana dirumuskan dalan1 pasal (2) UU No. 40 talrnn 1999
tentang Pers, mengartikan kebebasan pers;
Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang
berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supennasi hukum.
Alasan hak asasi manusia juga, merupakan hal yang sama clan diatur
dalam Undang-undang No. 39 taJmn 1999 tentang HAM yang mulai berlaku
pada tanggal 23 September 1999. Telah diatur pada pasal 14 ayat (1):

1

UU Dasar 1945 yang berbunyi: "Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
inforrnasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk
rnencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi
dengan menggunakan segalajenis saluran yang tersedia".

Bahwa setiap orang berhak mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya.
Kemudian diatur juga dalam ayat (2), bahwa:
Setiap orang berhak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan infom1asi dengan menggunakan segala
jenis sa:rana yang tersedia.2
Maka hal ini membuktikan bahwa kebebasan untuk berkomunikasi,
memperoleh, serta menyampaikan informasi temiasuk dalam hak asasi
manus1a.
Pengertian media massa (mass med;a) terdiri dari dua kata yaitu:
"media" dan "massa". Penjelasan berikut ini lebih merupakan pemahaman arti
kata dalam masyarakat, bukan dari sisi etimologis, karena penge1iian media
dari waktu ke waktu terus berkembang sesuai dengan perkembangan
teknologi, sosial, politik, dan persepsi masyarakat terhadap media.3
Oemar Seno Aji membagi dua penge1iian pers, yaitu pengertian pers
dalam arti sempit dan pengertian pers dalam a1ii luas. Pers dalam arti sempit
biasanya diartikan sebagai surat kabar, majalah, dan lainnya yang termasuk
dalam arti media cetak. 4 Sedangkan pers dalam arti luas selain media cetak
mencakup juga radio, televisi, film, dan lain sebagainya yang tennasuk dalam
media elektronik.

2

UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

3

Hari Wiryawan, Dasar-dasar Hukum Media (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.54.

4

Oemar Seno Aji, Massa Media dan Hukum (Jakarta: Erlangga, ] 977), h.13.

Pers menurut pasal 1 No (1) No. 40 tahun 1999 tentang Pers,
mengartikan sebagai berikut:
Pers adalah lembaga sosial dan wa.I.1ana komunikasi massa yang
mencari, memperoleh,
melaksanakan kegiatan jumalistik ュセャゥーオエ@
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik
dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan
grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunkan media
cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Pers harus mempertahankan fungsinya sehingga hams berjalan pada
relnya, yaitu dengan cara berpegang pada prinsip-prinsip profesionalisme dan
idealisme. Dengan profesionalisme dimaksudkan, sebagai keahlian agar pers
dapat meliput suatu peristiwa secara akurat, tepat, da.n berimbang. Dengan
idealisme dimaksudkan juga, agar peristiwa yang telah diliput selalu
berorientasi pada nilai-nilai yang menunjang kebersamaan seperti kejujuran,
kebenaran, keadilan, dan demokrasi. 5
Kalau pers tidak professional, maka kebebasan pers bisa berkembang
menj adi anarki. Karena liputannya tentang suatu peristiwa bisa keliru clan
rnenjadi fitnah bagi pihak-pihak yang terkait, sehingga akan mendorong
timbulnya pertentangan dan kekisruhan dalam masyarakat. Lebih-lebih bila
pers tidak memiliki idealisme karena tidak peduli pada kejujuran dan
kebenaran, tapi hanya mencari sensasionalisme, seperti media massa yang

5

Sudirman Tabba, Jurnalistik Baru (Ciputat: Kalam Indonesia, 2005), Cet ke-1, h.310.

memuat gambar porno agar medianya laku di jual. Jadi, hanya semata-mata
berorientasi pada komersialisme. 6
Teori reportase pers menj elaskan, pers hanya sekedar mengadakan
suatu: "obyektive weergave" (gambaran objketif) dan mengadakan sikap

"relater" (menceritakan), serta bersikap "releverend'' (mengulangi kembali),
ia tidak usah "recenserend'' (sifat resensi) adalah semacam gambaran kritis,
mengadakan opini dan mengadakan komentar, yang semestinya hams
menunggu sehingga putusan dijatuhkan oleh hakim. 7
Tindakan pemberedelan sebuah stasiun televisi atau media, yang
dilakukan oleh masyarakat, golongan te11entu, dan lain sebagainya berarti
telah mematikan karya intelektual seorang jurnalistik 21tau wai1awan bahkan
bisa juga mematikan perusahaan pers. Sehingga perlu adanya pengajuan ke
pengadilan.
Setelah melihat beberapa pengertian pers di atas dan beberapa
pe1masalahan yang ada, berarti harus ada sebuah penyelesaian yang cepat dan
cennat. Dengan adanya permasalahan yang tertera di atas, seorang insan pers
i

bukan saja sebagai publik figur yang diagungkan dan lepas dari jeratan
hukum. Undang-undang Pers telah mengatur beberapa tindak pidana dan hal
6

Ibid., h.310-311 .

7

Herlani, "Kebebasan Pers dan Asas Parduga Tak Ber,salah dalam Pemberitaan Perspektif
Hukum Positif dan Hukum Islam," (Skripsi SI Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006), h.48.

tersebut sebagai acuan untulc melakukan tuntutan hukum kepada para insan
pers serta masyarakat yang rnelakukan tindak pidana pers.
Adapun tindak pidana pers menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang
Pers, terdapat pada beberapa pasal, diantaranya.ialah pasal 4 ayat (2) dan (3),
pasal 5 ayat (1) dan (2), pasal 13, pasal 9 ayat (2) dan pasal 12. Pasal-pasal
tersebut berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4 ayat (2) : terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran,
pembredelan, atau pelanggaTan penyiaran.
Pasal 4 ayat (3) : untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional
mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan
dan informasi.
Pasal 5 ayat (1) : pers nasional berkewajiban memberikan peristiwa
dan opini dengan menghormati norma-nomm agama dan rasa
kesusilaan masyarakat se1ia asas praduga tak bersalah.
Pasal 5 ayat (2): pers wajib melayani hakjawab

セ@

Pasal 13 : perusahaan iklan dilarang memuat ildan:
a. Yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan
atau mengganggu kerukunan hidup antar umat beragama,
serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat.
b. Minuman keras, narkotika, psikotrapika, dan zat adiktif
lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
c. Peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.
Pasal 9 ayat (2) : setiap perusahaan pers harus berbentulc badan hukum
Pasal 12 : perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat, dan
penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan;
khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan.

Setelah diatumya beberapa delik pers yang tertuang dalam UU No. 40
tahun 1999 tentang Pers. Maka para pelaku kejahatan pers dapat ditindak
sebagaimana mestinya dan perlu adanya pertanggungjawaban yang dilakukan
oleh pembuat tindak pidana pers.
Pertanggungjawaban pidana adalah pertanggungjawaban seseorang
terhadap

tindak

pidana

yang

dilakukannya.

Tegasnya,

yang

dipertanggungjawabkan orang itu adalah tindak pidana yang dilakukannya.
Dengan demikian, terjadinya pertanggungjawaban pidana karena telah ada
tindak

pidana

yang

pertanggungjawaban

telah
berarti

dilakukan

seseorang. 8

berkewajiban

Dalam

menanggung

arti

dan

lain,

memikul

tanggungjawab atas sesuatu perbuatan atau kejadian. 9
Setelah
menimbulkan

mengetahui
sebuah

pengertian

pertanyaan.

pertanggungjawaban

maka

seseorang

dapat

Kapan.kah

dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang dilakukannya ? J.E. Jonkers
berpendapat bahwa pertanggungjawaban pidana mempakan sendi daripada
penge1iian kesalahan yang luas. Dikutip oleh Adam Chazawi yang
menyebutkan ada 3 syarat mengenai pertanggupgjawaban pidana, yaitu:

8

Chairul Buda, Dari Tiada Pidana tanpa Kesa/aha11 Menuju Kepada 'Tiada Pertanggung
jawaban Pidana tanpa Kesalahan' ( Tinjauan kritis terhadap i teori pemisahan tindak pidana dan
pertanggungjawaban pidana) (Jakarta: Kencana Persada Media, 2006), h.68.
9

Soesilo Prajogo, Kamus Hukum (Jnternasiona/ dan Indonesia) (t.t.,: Wacana Intelektual,
2007), h.378.

a. Kemungkinan untuk

menentukan kehendaknya terhadap

suatu

perbuatan;
b.Mengetahui maksud yang sesungguhnya daripada perbuatan itu;
c.Keinsyafon bahwa hal itu dilarang dalam masyarakat (J.E.Jonkers
1987: 107). 10
Pertanggungjawaban (pidana) juga menjurus kepada pemidanaan
petindak, jika pembuat telah melakukan suatu tindak pidana serta memenuhi
unsur-tmsurnya, yang telah ditentukan dalam UU (Perundang-undangan).11
Dalam ha! ini Undang-undang Pers, menjadi acuan untuk memenuhi unsurunsur serta tindak pidana apa saja yang terdapat didalamnya.
Pertanggungjawaban dalam hukum pidana atau disebut juga kriminal
responsibility artinya: "Orang yang telah melakukan suatu tindak pidana

disitu

belum

bera1ti

ia

harus

dipidana,

karena

rn

harus

mempertanggungjawabkan atas perbuatannya yang telah dilakukannya.

10

Adam Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana "Ste/set iPidana, Tindak Pidana, Teori-teori
Pemidanaan dan Batas berlakunya Hukum Pidana (Jakarta: Raja Grafindo, 2002), h.147-148.
11

E.Y Kanter dan S.R Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya
(Jaka1ta: Storia Grafika, 2002), h.249.

"Mempertanggungjawabkan atas sesuatu perbuatan berarti untuk
menentukan pelaku salah atau tidak. 12
Pada sisi lain, arrest tersebut juga mengukuhkan suatu asas hukum
yang dikenal dengan asas "Tiada pidana tanpa kesala:ban" (geen straffzonder

schuld beginsel). Pertanggungjawaban pidana ditentukan berdasarkan
kesalahan pembuat (liability based on fault), clan bukan hanya dengan
dipenuhinya seluruh unsur tindak pidana. Dengan demikian, kesalahan
ditempatkan sebagai faktor penentu pertanggungjawaban pidana dan tidak
hanya dipandang sekedar unsur mental dalam tindak pidana. 13
Kesalahan pertama-tama ialah dicari hubungan batin antara orang
yang melakukan perbuatan itu sendiri dengan perbuatan yang dilakukan. Oleh
karena itu kesalahan merupakan suatu: ''pengertian psychologish" dengan
demikian orang beranggapan bahwa kesalahan dalam hak pidana adalah sama
dengan kesengajaan dalarn kealpaan, yang bera1ii ada hubungan batin antara
orang yang melakukan perbuatan dengan perbuatannya. 14

12

Suharto, Hukum Pidana Materil " Unsur-unsw1 Obyektif Sebagai Dasar Dakwaan"
(Jakarta: Sinar Grafika, 2002), h. l 06.
13

Chairul Huda, Dari Tiada Pidana tanpa Kesalahan Menuju Kepada 'Tiada Pertanggung
jawaban Pidana tanpa Kesalahmi' (f'injauan kritis terhadap teori p emisahan tindak pidana dan
pertanggung jawaban pidana) (Jakarta: Kencana Persada Media, 2006), h.4.
14

Suharto, Hukum Pidana Materil, h.107.

Kesalahan dapat diketahui dengan memenuhi dua unsur dalam
melakukan tindak pidana yaitu:
1. Adanya keadaan Psychologis (batin)

2. Adanya hubungan yang tertentu antara keadaan batin tersebut dengan
perbuatan yang dilakukan sehingga menimbulkan celaan tadi. 15
UU

No.

40

1999

tentang

Pers,

tidak

memiliki

pertanggungjawaban secara wate1fall seperti UU No. 11 tahun 1966. Karena
UU Pers saat ini menganut dua subyek tindak pidana yaitu individu dan
korporasi, yang terdapat pada pasal 18 ayat (2) dan (3) dan pasal 18 ayat (1 ).
Pengertian subyek hukum tindak pidana dapat meliputi dua hal, yaitu
siapa yang melakukan tindak pidana (si pembuat) dan siapa yang dapat
dipertanggungjawabkan. Sehubungan dengan pertanggungj awaban badan
hukum. Ada bermacam-macam cara perumusan yang dilakukan oleh pembuat
UU, yaitu:
a) Ada yang merumuskan bahwa yang dapat melakukan tindak pidana dan
yang dapat dipertanggungjawabkan adalah orang; pemmusan ini dianut
olehKUHP

IS

Ibid., h. l 08.

b) Ada yang merumuskan bahwa yang dapat melakukan tindak pidana dan
yang dapat dipertanggungjawabkan adalah orang dan atau persarikatan,
akan tetapi yang dapat dipertanggungjawabkan hanyalah orang, dalam
persarikatan yang melakukan, yang dapat dipertanggungjawabkan adalah
anggota pengurus.
c) Ada yang mernmuskan bahwa yang dapat melakukan tindak pidana dan
yang dapat dipertanggungjawabak.an adalah orang dan atau persarik.atan itu
sendiri seperti UU Tindak Pidana Ekonomi;
Kasus pembredelan yang terjadi terhadap beberapa media massa,
suclah seharusnya ditanggapi clan menjadikannya sebuah tindak pidana pers
karena UU Pers sendiri telah mengatur didalamnya. 16 Oleh karena itu kasus
pembredelan menjadi satu bukti pelanggaran clan kejahatan pers.
Delik pers adalah delik yang terdapat dalam KUHP tetapi tidak
merupakan delik yang berdiri sendiri. Menurut para ahli lmkum, delik pers
adalah setiap pengumuman dan atau penyebarluasan pikiran melalui
pencrbitan pers. Adapun unsur-unsur yang bisa masuk dalam delik pers

16

A. Muis, "Kontroversi hukum Pers". Artikel diakses pada 10 November 2008 dari
http://www.library.ohiou.edu/indopubs/199 5/07/04/08.htm I

tersebut ialah: 17adanya barang cetak, adanya perbuatan yang dapat dipidana,
dan adanya publikasi.
Menurut Luwarso (2003 :2-3), terdapat dua unsur yang harus dipenuhi
jika seorang wartawan dapat dimintai pertanggungjawaban dan ditm1tut secara
hukum, yaitu:
1. Apakah wartawan yang bersangkutan mengetahui sebelumnya isi berita

dan tulisan yang dimaksud.
2. Apakah wartawan yang bersangkutan sadar sepenuhnya bahwa tulisan yang
dimuatnya dapat dipidana.
Pengertian pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana Islam,
berarti manusia harus bertanggung jawab atas akibat dari perbuatan haram
yang dilakukannya ketika ia memiliki kebebasan berkehendak (tidak dipaksa)
dan mengetahui arti serta akibat perbuatan tersebut. Jadi pertanggungjawaban
pidana dalam hukum pidana Islam terdiri atas tiga dasar:
1. Perbuatan haram yang dilakukan pelaku.
2. Si pelaku memiliki pilihan (tidak dipaksa); dan

17

Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia (Menu/is Berita dan Feature Panduan Praktis
Jurnalistik Profesional) (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), h.232 .

3. Si pelaku memiliki pengetahuan (idrak) 18
Obyek pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana Islam adalah
yang masih hidup, sedangkan yang sudah meninggal tidak mungkin menjadi
obyek karena tiga dasar tersebut tidak terdapat pada clirinya. Hukum Islam
menjadikan

「。、ョセ@

hukum ini memiliki hak dan ta§..arnif (melakukan

tindakan hukum), tetapi hukum pidana Islam tidak menjadikan badan hukum
tersebut sebagai obyek pertanggungjawaban pidana. 19
Seperti kasus menuduh seseorang dengan kejadian atau sifat yang
diharamkan,

seseorang

tersebut

harus

bisa

membuktikan

kebenaran

tuduhannya. Jika seseorang tersebut tidak bisa membuktikan tuduhan tersebut
maka seseorang tersebut telah melakukan fitnah, sehingga akan dikenakan
ta 'zfr. Begitupula dengan pers, jika tidak bisa membuktikan pemberitaannya,

maka akan dikenakan ta 'zfr dalam doktrin hukum pidana Islam.
Orang yang menyakiti orang lain dapat dikategorikan maksyat dan
perbuatannya tidak bisa dimaafkan. Karena hukum [slam mengharamkan
umatnya untuk menyakiti orang lain. 20 Adapun menyakiti orang lain juga,
tidak diatur dalam sebuah jarimah hudud dan jarimah

アゥᄃN。セ@

18

melainkan

"Qazaf' dalarn Alie Yafie, dkk, ed., Ensiklopedi Pidana Islam, Vol.5 (Jakati a: PT.
Kharisma Ilmu, 2007), h.66.
19

Ibid., h.67.

20

"Qadzaf' dalam Alie Yafie, dkk, ed., Ensiklopedi Pidana Islam, h.17-18.

memasuki wilayah jarimah ta 'zfr, sehingga hukumam1ya diserahk:an kepada
penguasa ataupun hakim yang bertugas memeriksa.
Pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana Islam harus disertai
dengan maksud melawan hukum (qa§.d isyan), yang beraiii melakukan
perbuatan yang dilarang atau meninggalkai1 hal-hal yang diperintah oleh syak
setelah diketahui bahwa syar'i mewajibkan atau melarang hal-hal tersebut.
Ta'zfr merupakan salah satu 'uqubah, berupa memberi pengajaran

H セiL@

al-Ta'dfb), dan syara' tidak menentukan jenis hukuman untuk tiap-

tiap jarimah la 'zfr, tetapi hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, dari
yang seringan-ringannya sampai scberat-beratnya. Dalam hal ini, hakim diberi
kebebasan untuk memilih hukuman-hukuman mana yang sesuai dengan
macamjarimah ta'zfr serta keadaan si pembuatnyajuga.

21

Upaya ijtihad dilakukan dengan cara melihat adanya maqashid alsyarf' ah atau lebih di kenal dengan maksud disyari'atkannya syara' dengan

menjaga lima hal yakni, hiftu al-dfn, hift_u al-nafs, hift..u al-' aql, hifg_u al-nasl,
dan hift..u al-ma/. Kelima perkara tersebut akan.dianaJisa bagaimana kaitannya
dengan masalah pertanggungjawaban tindak pidana pers, sehingga bisa
dijatuhkan 'uqubah ta 'zfr.

21Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam (Jaka1ia: Bulan Bintang, 2005), h.8.

Dari latar belakang masalah ini, penulis mengangkat permasalahan
yang kemudian di beri judul "PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

dalam TINDAK PIDANA PERS" (Kajian Hukum Pidana Islam). Karena
Pers sudah melampaui batas-batas kewajaran atau kebablasan pers, dan
masyarakat melakukan sewenang-wenang terhadap perusahaan pers, sehingga
perlu adanya pertanggungjawaban tinclak pidana pers dan menimbulkan efek
jera kepada insan pers dan masyarakat yang tidak mengindahkan UU Pers.
Hal ini sangat menarik untuk dibahas dan diangkat sebagai judul skripsi.

B. P embatasan clan Perumusan Masalah
Agar pembahasan dalam masalah ini terara h dan terfokus maka
penulis akan memberikan pembatasan masalah, tetapi sebelumnya penulis
mengidentifikasi sejumlah masalah yang harus dijawab/diteliti, antara lain:
1. Bagaimanakah gambaran kemampuan untuk be1tanggungjawab secara
pidana?
2. Bagaimanakah unsur kesalahan dalam pe1ianggungjawaban tindak
pidana ?
3. Bagaimanakah kemampuan seseorang untuk be1tanggungjawab dalam
tindak pidana pers menurut doktrin huk:um pidana Islam ?

4. Bagaimanakah unsur kesalahan dalam pertanggungjawaban tindak
pidana pers menurut doktrin hukum pidana Islam ?
5. Bagaimanakah penjatuhan pidana terhadap delik pers menurut doktrin
hukum pidana Islam ?
Dengan mengacu kepada identifikasi masalah di atas, penelitian ini
menjadikan masalah yang terakhir sebagai fokus rnasalahnya, bagaimanakah
pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana pers rnenurut doktrin hukurn
pidana Islam?
Dari pokok masalah di atas dapat diuraikan menjadi dua sub-masalah,
yaitu:
1. Bagairnanakah kemampuan seseorang untuk be1ianggung jawab dalam

tindak pidana pers menurut doktrin hukum pidana Islam ?
2. Bagaimanakah unsur kesalahan dalam pertanggungjawaban tindak
pidana pers menurnt doktrin hukum pidana Islam ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1. Menjelaskan pandangan hukum pidap.a Islam tentang kemarnpuan
untuk bertanggung jawab dalan1 tindak pidana pers.

2. Menjelaskan pandangan hukum pidana Islam tentang unsur kesalahan
dalam tindak pidana pers.
Adapun manfaat dari penelitian m1 dapat dikemukakan sebagai
berikut:
a) Hasil penelitian ini diharapkan memberi kontribusi terhadap
pengembangan pemikiran huk:um pidana Islam.
b) Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai nilai penting bagi para
mahasiswa Islam untuk menelaah kemampuan bertanggungjawab
dalam tindak pidana pers menurut doktrin hulCum pidana Islam.
c) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
bagi para akademisi untuk menentukan unsur kesalahan dalam
tindak pidana pers menurut doktrin hukum pidana Islam.
Basil penelitian ini diharapkan dapat memperngaruhi materi
dalam UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, sehingga memenuhi
rasa keadilan dalam kehidupan masyarakat dan bemegara.

D. Mctode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif2 2, yakni penelitian yang
data-datanya diungkapkan melalui kata-kata n01ma atau aturan-aturan dengan
kata lain penelitian yang memanfaatkan data lCualitatif.
Penelitian hukum nonnatif-doktriner, yakni penelitian yang mengkaji
asas-asas dan norma-norma suatu sistem hukum. Penulis mencoba menelaah
dan meninjau aspek-aspek hukum yang berkenaan dengan permasalahan ini.23
Penelitian deskriptif, yakni menjelaskan suatu variabel penelitian
dengan menggambarkan masalah, mengumpulkan, menyusun dan menyeleksi
data sehingga dapat diambil kesimpulannya.

1. Su mber Data
Adapun sumber data yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah:
a. Sumber data hukum prnner adalah bahanMbahan hukum yang
mengikat, dan terdiri dari: Al-Qur'an dan Sunnah, Undang-undang
Dasar 1945, UU No. 40 Talrnn 1999 tentang Pers, UU No. 39 tahun
1999 tentang HAM, yurispudensi, 「。ィセョ@

22

h.6.

23

hukum, dan lain-lain.

Lexi J Moleong, Penelitian Kua/it atif (Bandung: Rei,naja Rosda Karya, 2005), Cet. Ke-21,

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Norma/if (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persad a, 2004), Cet. Ke-8, h.13.

b. Sumber data hukum sekunder adalab baban hukum sekunder yang
memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, misalnya
RUU, RPP, basil penelitian dan basil karya ilmiab da.ri kalangan
hukum. 24

2. Telmik Pengumpulan Data
Studi dokumenter (documentary study)25 . Yalau dengan menelaah
buku dan bahan tertulis lainnya yang relevan dengan penelitian ini.
Adapun studi dokumenter ini merupakan metode tunggal yang
dipergunakan dalam penelitian hukum nom1atif. Bahan dokumen ini dapat
merupakan bahan primer ataupun bahan

ウ・ォオョ、イセN@

dimana kedua bahan

tersebut mempunyai karakteristik dan jenis-jenis yang berlainan. 26
Dilakukan dengan cara mengkaji dan menelaah buku maupun
pemndang-undangan yang berkaitan denganjudul sk.ripsi.

3. Tcknik Analisa Data
Dalan1 menganalisis data, diterapkan telmik analisis isi secara
kualitatif, karena menggunakan data kualit!itif. Dengan teknik ini penulis
24

Barn bang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2003), h.112-114.
25

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek (t.t.,: Sinar Grafika, 1996), h.18

26

Ibid.. h.50-51.

berusaha untuk mengkualifikasikan bahan-bahan yang telah diperoleh dan
disusun, kemudian melakukan interpretasi dan formulasi. Yang mana,
penulis menggambarkan obyek pembahasan dengan apa adanya untuk
kemudian dicermati secara mendalam.

4. Teknik Pcnulisan
Teknik penulisan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan dengan
ketentuan yang berlaku di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, penulis
merujuk pada buku pedoman skripsi yang di susun oleh Tim Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

E. Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian m1 terdiri dari lima bab, yang perinciannya
sebagai berikut:

Bab Pertama, pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode
penelitian dan sistematika penulisan.

Bab Kedua, dalam bab ini penulis akan menyajikan kerangka
konseptual berupa pertanggungjawaban pidana dalam doktrin hukum pidana,
yang mana akan membahas pengertian pe1ianggungjawaban pidana menurut

doktrin hukum pidana terdahulu secara komprehensif. Setelah memahami
pengertiannya, maka berlanjut kepada kemampuan bertanggung jawab secara
pidana dan akhimya memahami unsur kesalahan dalam pertanggungjawaban
pidana.

Bab J(etiga, untuk bab ini penulis akan menyajikan data-data
p enelitian berupa pertanggungjawaban pidana dalam doktrin hukum pidana
Islam. Berisi data pengertian pertanggungjawaban dalam pidana Islam,
kemampuan bertanggung jawab secarn pidana dalam pidana Islam, dan data
terakhir melihat unsur kesalahan dalam pe1ianggungjawaban pidana menurut
doktrin pidana Islam. Adapun dalam pidana Islan1 sistematikanya yaitu,
penge1iian pertanggungjawaban pidana, kemampuan bertanggung jawab
secara pidana Islam. Dan unsur kesalahan dalam pertanggungjawaban pidana
Jslan1.

Bab J(eempat, penulis menganalisa beberapa data yang ada dengan
pembahasan pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana pers menurut
doktrin hukum pidana Islam, yang menganalisa tindak piana pers dalam
doktrin

hukum

pidana Islam,

setelah

itu

menganalisa kemampuan

bertanggung jawab subyek tindak pidana pers dalam doktrin hukum pidana
Islam, dan yang menjadi penentu dalam 。ョャゥウセ@

ini ialah unsur kesalahan bagi

subyek tindak pidana pers dalam pertanggungj;awaban pidana menurnt doktrin
hukum pidana Islam. Adapun sistematikanya yaitu, tindak pidana pers dalam

doktrin hukum pidana Islam, kemampuan be1tanggung jawab subyek tindak
pidana pers

dalam

doktrin

hukum

pidana Islam,

unsur kesalahan

pertanggungjawaban pidana subyek tindak •pidana pers menurnt doktrin
hukum pidana Islam.

Bab Kelima, setelah memetakan kerangka konseptual dan melihat data
yang ada dan menganalisanya, pada bab ini penulis menguraikan tentang
kesimpulan yang diperoleh peneliti setelah menemukan pembuktian atas
pokok masalah yang ada serta memberikan saran-saran.

BAB II
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM DOKTRIN HUKUM
PIDANA
A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana
Pe1tanggungjawaban pidana menjurus kepada pemidanaan petindak,
jika telah melakukan suatu tindak pidana dan memenu.hi unsur-unsumya yang
tel ah

ditentukan

Undang-undang,

dalam

seseorang

akan

dipertanggungjawabkan pidananya atas tindakan-tindakan tersebut apabila
tindakan tersebut bersifat melawan hukum. 1
Pe1tanggungjawaban pidana dalam istilah asmg disebut dengan

teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada
pemidanaan petindak dengan mal