"Wawacan", Antara Priangan dan Mataram.

[(OMPAS
o Senin o Selasa
123
17

---

18

o Jan

19

0

Peb

4~

20


o Mar

21

0

Rabu

o Kamis
8
23

22

i) Apr 0 Mei

8Jun

9


0

Jumat

10
24

11
25

0

Jul

26

0

Ags


.

o

Sabtu
12
13
27
28
OSep

Minggu

14

OOkt

15
29
ONov


16
30

31

ODes

-~
Wacanatentang glokalitas(global-lokal)sejatlnyabukanbarang
anyar.Khususnyadalamkebudayaan,halitutelahlamadirintiskaruhunSunda.Salahsatu caratepat untukmembuktikannyaadalah
dengan menelaahkaryasastra,terutama sastradalambangunan
wawacan.
OLEH NENENG RATNA SUMINAR

G
.

lokalitas wawacan ditandai
dengan penggunaan media


tulisnya.Bilabaheulanaskah

Sunda menggunakan media
daluang, lontar, janur, tinta
gentur, dan peso pangot, media dalam
wawacanantaralainkertas dan tintaeropa. lni menandakan modernitas di ranah
Sunda sudah lama berkembang.
Lahir dan berkembangnya sastra wawacandalam khazanah kebudayaan Sunda tak lepas dari pelbagai kebudayaan,
khususnya kebudayaan Jawa dan Islam.
Sebab, wawacanlahir ketika Sunda (Friangan) dijaj3h Kesultanan Mataram Oslam).
Pada zamannya, sekitar abad ke-19,
para bupati Sunda tidak hanya seba atau
memberikan upeti pada Mataram. Selain
menunaikan kewajibannya, para menak
Sundajuga mempelajari perihal kejawaan. Lantas, aneka kebudayaan di tanah
Mataram itu diadopsi, diadaptasi, atau
diadumaniskeun dengan kebudayaan
Sunda. Dalam bidang bahasa dan sastra,
misalnya, salah satunya mewujud dalam

bentuk sastra wawacandan undak usuk
basaSunda.
Wawacanberasal dari kata wacaatau
baca. Secara umum arti wawacanadalah
cerita sastra Sunda yang terpola dalam
bangunan pupuh (puisi beraturan yang
terdiri dari guru lagu,guru wilangan,pada, dan padalisan). Selain wawacan,pupuh digunakan pula dalam seni dangding
danguguritan.
Berbeda denganguguritan, penggunaan pupuhdalam wawacanamat beragam.
Muhun, wawacanmah tidak terpaku pada pupuh sekar ageung (kinanti, sinom,
asmarandana, dangdanggula). Hampir
semuajenis pl1puhdapat ditemui dalam

KI iping

Humos

cerita wawacan. Dalam Wawacan Panji
Wulung karya RH Muhammad Musa,
misalnya, untuk menggambarkan lalakon Paji Wulung, Musa tidak hanya

memanfaatkan pupuh sekar ageung.
Berdasarkan kebutuhan karakter dan
suasana dalam tiap bagian kisahnya,Musa pun memberdayakan pelbagai pupuh
lain. Di samping pupuh sekar ageung,
dalam WawacanPanji Wulungdapatjuga kita temui pupuh pangkur, mijil, durma, magatru, pucung, dan maskumambang.
Aksara gundil
Adapun pengaruh Islam, ihwal pertama yang dapat dijadikan alasan adalah
penggunaan aksara pegon.Aksara pegon
adalah aksara Arab yang telah meng,alamiproses sundanisasi untuk menuliskan teks bahasa Sunda. Aksara ini kerap
juga disebut aksara gundil atauArab gundul.
Menurut ProfDr Edi SEkadjati (alm),
jumlah naskah Sunda yang menggunakan aksara pegon lebih banyak daripada
yang menggunakan aksara lain. Hal ini
dapat dimengerti. Sebab,selain para menak, salah satu unsur masyarakat Sunda
yang mengembangkan tradisi tulis adalah kalangan pesantren, santri, dan
ajengan.
Malah, menurut Dr Kalsum, aksara
pegon umumnya digunakan dalam naskah jenis wawacan. Wawacan, menurut
dia, merupakan awalperkembangan karya sastra Sunda naratif tertulis, yang sebelumnya telah lahir karya-karya sastra
tertulis yang secara khusus mengemas

ajaran. Begitu juga pada perkembangan
wawacan,lahir pula karya wawacanyang
secara khusus mengemas ajaran.

Unpod

2009-----

----

Hindu, ketika dipindahkan dalam bangunan wawacan,oleh Martanagara disesuaikan dengan latar dan karakter
Sunda. Malah tersurat dan tersirat pula
ajaran Islam.
Budaya masa lalu

KARTlKA

Berkaitan dengan ajaran, berdasarkan
disertasi Dr Kalsum, ajaran dalam WBR
tidak melulu mengandung cerita mite.

WBR pun menyajikan pengetahuan tentang kekayaan budaya masa lalu, antara
lain nama-nama pepohonon, bunga-bungaan, ikan laut, makanan, kesenian, lagu,batu permata, hiasan raja, hiasan istana, senjata, dan aturan berperang.
Selain membaca langsung naskah wawacan, menikmati dan mengkaji kandungan wawacanbisajuga dilakukan dengan cara ngabandungan (menyimak)
sekelompok orang yang sedang mengadakan pertunjukan seni wawacan.Kesenian tersebut dikenal dengan istilah
seni beluk.
Pagelaran seni beluk berlangsung setelah Isya hingga menjelang Subuh. Sebanyak 4-5 seniman secara bergiliran
melagukan tiap bagian pupuh sesuai dengan karakter pupuhnya. Orang yang

Selain media hiburan, ajaran yang terkandung dalam wawacanpun amat bera- membaca cerita wawacan (ngilo) disebut
gam dan hingga kini masih relevan dite- juru mamaos ataujuru ilo. Seni beluk tirapkan dalam kehidupan keseharian. Se- dak menggunakan waditra atau alat mubab, wawacan merupakan pertemuan
sik.Seni ini biasanya ditanggap dalam sepelbagaikebudayaan.
lamatan bayi, syukuran panen, atau syuDalam pengamatan akademisi Yuyus kuran khitanan.
Namun sayang, seperti seni pantun
Suherman, cerita wawacandi antaranya
bersumber dari Islam dan Jawa (Wawa- yang (hampir) tinggal kenangan, nasib
can Amir Hamjah, WawacanRengganis, seni beluk pun kian menunduk. Muhun,
Wawacan Mintaraga), India (Wawacan keberadaannya amat mengkhawatirkan.
Batara Rama, Wawacan Ekalaya Palas- Sekarang amat jarang keluarga Sunda
tra, Wawacan Luluhur Pandawa), pan- menampilkan pertunjukan senibeluk.
Padahal, dengan menampilkan seni

tun (WawacanLutung Kasarung, Wawacan Ciung Wanara, WawacanMunding- beluk dalam pelbagai momen, bukan
laya), babad (Wawacan Babad Cirebon, berarti kita ketinggalan zaman. Justru
Wawacan Babad Sumedang, Wawacan dengan menyimak seni beluk atau membaca dan menelaah naskah wawacankita
BabadDipati Imbanagara).
Meskipun bersumber dari pelbagai akan lebih tabu tentang kekayaan kearifkebudayaan; bahasa, aura, dan ajaran an warisan karuhun Sunda. Hal itu bisa
yang terkandung dalam wawacan menjadi rujukan guna menatap masa
umumnyaamat nyunda. Contohnyaada- yang akan datang.
NENENGRATNASUMINAR
lah Wawacan Batara Rama (WBR). WaAlumnusJurusan
wacan karya RAAMartanagara ini, meski
sumber utamanya dari India kuno yang
IlmuAdministrasi NegaraFISIP
nyata-nyata mengandung semangat
UniversitasPadjadjaran