MATA UANG KERAJAAN MATARAM KUNO
MATA UANG KERAJAAN MATARAM KUNO
Dosen Pengampu: Dr. Asyari Hasan S.H.I., M.Ag.
(Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi
Moneter)
Disusun Oleh :
Mudzakkir Mubarok (11160860000027)
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
Mata Uang Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno terletak di jawa tengah yang biasa disebut bumi
Mataram, daerah ini dikelilingi oleh pegunungan dan gunung-gunung, seperti gunung
tangkuban perahu, gunung sindoro, gunung sumbing, gunung merapi, gunung
merbabu, gunung lawu, dan pegunungan sewu, daerah ini juga dialiri oleh banyak
sungai, seperti sungai bogowonto, sungai progo, sungai elo dan sungai bengawan
solo. Pusat Kerajaan Mataram Kuno pada awal berdirinya terletak di daerah Mataram
yang sekarang menjadi Yogyakarta. Kerajaan Mataram Kuno telah berdiri dan
berkembang sejak abad ke-7.
Kerajaan Mataram Kuno merupakan kerajaan yang bercorak agraris. Tercatat
terdapat 3 Wangsa (dinasti) yang pernah menguasai Kerjaan Mataram Kuno yaitu
Wangsa Sanjaya, Wangsa Syailendra dan Wangsa Isana. Wangsa Sanjaya merupakan
pemuluk agama Hindu beraliran Syiwa sedangkan Wangsa Syailendra merupakan
pengikut agama Budah, Wangsa Isana sendiri merupakan Wangsa baru yang didirikan
oleh Mpu Sindok.
Berdasarkan prasasti Canggal, Mataram Kuno mula-mula diperintah oleh Raja
Sanna. Sanna kemudian digantikan oleh keponakannya, Sanjaya. Sanjaya adalah anak
sanaha, saudara perempuan Raja Sanna (sanna tidak memilki keturunan). Sanjaya
memerintah dengan bijaksana sehingga rakyatnya hidup dengan makmur, aman dan
tenteram. Hal ini terlihat dari prasati Canggal yang menyebutkan bahwa tanah jawa
kaya akan padi dan emas.
Setelah Sanjaya, Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh Panangkaran. Dari
prasasti Balitung diketahui bahwa Panangkaran bergelar Syailendra Sri Maharaja
Dyah Pancapana Raka i Panangkaran. Sepeninggal Panangkaran, Kerjaan Mataram
Kuno terpecah menjadi dua, Mataram bercorak hindu dan Mataram bercorak budha.
Wilayah Mataram hindu meliputi jawa tengah bagian utara, yang diperintah oleh
Wangsa Sanjaya, sedangkan wilayah Mataram budha meliputi jawa tengah bagian
selatan, yang diperintah oleh Wangsa Syailendra. Perpecahan di Mataram Kuno ini
tidak berlangsung lama, melalui perkawinan politik antara Rakai Pikatan dari Wangsa
Sanjaya dengan Pramodhawardhani dari Wangsa Syailendra akhirnya Mataram dapat
dipersatukan kembali. Pada masa pemerintahan Pikatan-Pramodhawardhani, wilayah
Mataram berkembang luas, meliputi jawa tengah dan jawa timur. Kemudian Pada
masa kekuasaan Raja Rakai Wawa banyak terjadi kekacauan di wilayah-wilayah yang
berada pada bawah kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno sementara itu ancaman dari
penjajah luar terus mengintainya. Menjadi semakin buruknya keadaan setelah sang
raja meninggal akibat adanya perebutan kekuasaan di dalam istana. Akhirnya, Raja
Wawa digantikan dengan Mpu Sindok. Pada masa pemerintahan Mpu Sindok, pusat
pemerintahan Mataram dipindahkan ke jawa timur. Di sana Mpo Sindok mendirikan
Wangsa baru yaitu Wangsa Isana.
Dibidang ekonomi, Menurut prasasti Purworejo, disebutkan bahwa saat Raja
Belitung berkuasa, ia mendirikan pusat perdagangan yang bertujuan untuk
mengembangkan sektor pertanian dan perdagangan. Kerajaan Mataram Kuno rakyatrakyatnya hidupnya bergantung pada hasil pertanian. Hal ini disebabkan karena
terdapat banyak sungai yang cocok untuk kegiatan pertanian dan bercocok tanam.
Yang diperjual belikan pertama-tama hasil bumi, semisal beras, sirih pinang, buahbuahan, dan buah mengkudu. Juga hasil produk buatan rumah tangga, seperti alat
perkakas dari tembaga dan besi, pakaian, keranjang, paying, dan barang-barang
anyaman, arang, gula, dan kapur sirih. Juga dengan binatang ternak seperti
sapi,kerbau, kambing, itik, dan ayam juga telurnya di perjual belikan. Bahkan
perdagangan ini sampai ke luar negeri. Hal ini terbukti dari ditemukannya barangbarang keramik dari Vietnam dan China.
Kemudian pada prasasti Wonogiri, menceritakan tentang kelancaran lalulintas
di Sungai Bengawan Solo yang merupakan kunci untuk membuka hubungan dengan
dunia luar dan mengembangkan sektor perekonomian. Perkembangan ekonomi
seluruhnya bertujuan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Kerajaan Mataram
Kuno. Usaha perdagangan mulai mendapat perhatian juga ketika Raja Balitung
bertahta. Raja memerintahkan guna membuat pusat-pusat perdagangan dan penduduk
disekitar pinggiran aliran sungai bengawan solo diperintahkan guna menjamin
kelancaran arus pada lalu lintas perdagangan pada aliran sungai tersebut. Sebagai rasa
terimakasihnya, penduduk desa di sekitar aliran sungai tersebut terbebas dari
pungutan pajak. Lancarya pengangkutan perdagangan lewat sungai tersebut dengan
otomatis akan menigkatkan kesejahteraan dan perekonomian rakyat Mataram Kuno.
Dunia perekonomian mengalami perkembangan dari yang semulanya sistem
barter hingga sistem nilai tukar uang.
Pada saat Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh Wangsa Syailendra pada
tahun 850 M barulah mulai memakai koin-koin emas dan perak sebagai alat tukarnya.
Koin-koin ini mempunyai tiga satua yang berbeda, yaitu MA atau masa memiliki
berat 2,4 gram, atak memiliki berat 1,2 gram nilainya setara dengan ½ MA atau
masa, kupang memiliki berat 0,6 gram nilainya setara dengan ½ atak. Sedangkan
koin perak Masa mempunyai diameter antara 9-10 mm. Pada bagian muka dicetak
huruf Devanagari “MA” (singkatan dari Masa) dan di bagian belakangnya terdapat
incuse dengan pola “Bunga Cendana”.
Koin ini dijadikan sebagai alat tukar terhadap barang yang kemudian beredar
di jawa tengah sampai ke jawa timur bahkan koin ini dijadikan sebagai alat tukar
kegiatan ekspor impor, kegiatan ekspor impor ini sering dilakukan oleh rakyat bumi
Mataram dengan rakyat China.
Laporam Perjalanan
Saya berangkat ke Bank Indonesia pada tanggal 28 maret 2018. Saya
berangkat ke Bank Indonesia menggunakan trans Jakarta bersama teman-teman saya,
sebelum kami berangkat kami makan nasi padang yang ada di pesanggrahan samping
UIN, setelah itu kami menunggu trans Jakarta di halte UIN, sekitaran pukul 11.30
WIB kami mulai menaiki trans Jakarta tersebut dan kami sempat transit di halte
Tosari dan akhirnya kami berhenti di halte BI sekitar pukul 13.00 WIB.
Sesampainya di Bank Indonesia kami langsung mencari musolah untuk
melakukan sholat dzuhur, setelah itu kami mulai memasuki perpustakaan Bank
Indonesia dan langsung membuat kopi, setelah menikmati kopi kami mulai mencari
referensi atau buku-buku mengenai mata uang pada zaman kerajaan. Kemudian buku
yang kami dapat kami foto, fotocopy dan kami baca-baca, setelah itu kami melakukan
sesi foto untuk bukti bahwa kami telah ke Bank Indonesia. Kemudian kami mulai
meninggalkan perpustakaan Bank Indonesia lalu menuju ke majid yang berada di
komplek Bank Indonesia untuk melakukan sholat ashar, kemudian kami pulang
sekitar pukul 17.20 sampai di halte UIN sekitar pukul 18.30.
Dosen Pengampu: Dr. Asyari Hasan S.H.I., M.Ag.
(Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi
Moneter)
Disusun Oleh :
Mudzakkir Mubarok (11160860000027)
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
Mata Uang Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno terletak di jawa tengah yang biasa disebut bumi
Mataram, daerah ini dikelilingi oleh pegunungan dan gunung-gunung, seperti gunung
tangkuban perahu, gunung sindoro, gunung sumbing, gunung merapi, gunung
merbabu, gunung lawu, dan pegunungan sewu, daerah ini juga dialiri oleh banyak
sungai, seperti sungai bogowonto, sungai progo, sungai elo dan sungai bengawan
solo. Pusat Kerajaan Mataram Kuno pada awal berdirinya terletak di daerah Mataram
yang sekarang menjadi Yogyakarta. Kerajaan Mataram Kuno telah berdiri dan
berkembang sejak abad ke-7.
Kerajaan Mataram Kuno merupakan kerajaan yang bercorak agraris. Tercatat
terdapat 3 Wangsa (dinasti) yang pernah menguasai Kerjaan Mataram Kuno yaitu
Wangsa Sanjaya, Wangsa Syailendra dan Wangsa Isana. Wangsa Sanjaya merupakan
pemuluk agama Hindu beraliran Syiwa sedangkan Wangsa Syailendra merupakan
pengikut agama Budah, Wangsa Isana sendiri merupakan Wangsa baru yang didirikan
oleh Mpu Sindok.
Berdasarkan prasasti Canggal, Mataram Kuno mula-mula diperintah oleh Raja
Sanna. Sanna kemudian digantikan oleh keponakannya, Sanjaya. Sanjaya adalah anak
sanaha, saudara perempuan Raja Sanna (sanna tidak memilki keturunan). Sanjaya
memerintah dengan bijaksana sehingga rakyatnya hidup dengan makmur, aman dan
tenteram. Hal ini terlihat dari prasati Canggal yang menyebutkan bahwa tanah jawa
kaya akan padi dan emas.
Setelah Sanjaya, Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh Panangkaran. Dari
prasasti Balitung diketahui bahwa Panangkaran bergelar Syailendra Sri Maharaja
Dyah Pancapana Raka i Panangkaran. Sepeninggal Panangkaran, Kerjaan Mataram
Kuno terpecah menjadi dua, Mataram bercorak hindu dan Mataram bercorak budha.
Wilayah Mataram hindu meliputi jawa tengah bagian utara, yang diperintah oleh
Wangsa Sanjaya, sedangkan wilayah Mataram budha meliputi jawa tengah bagian
selatan, yang diperintah oleh Wangsa Syailendra. Perpecahan di Mataram Kuno ini
tidak berlangsung lama, melalui perkawinan politik antara Rakai Pikatan dari Wangsa
Sanjaya dengan Pramodhawardhani dari Wangsa Syailendra akhirnya Mataram dapat
dipersatukan kembali. Pada masa pemerintahan Pikatan-Pramodhawardhani, wilayah
Mataram berkembang luas, meliputi jawa tengah dan jawa timur. Kemudian Pada
masa kekuasaan Raja Rakai Wawa banyak terjadi kekacauan di wilayah-wilayah yang
berada pada bawah kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno sementara itu ancaman dari
penjajah luar terus mengintainya. Menjadi semakin buruknya keadaan setelah sang
raja meninggal akibat adanya perebutan kekuasaan di dalam istana. Akhirnya, Raja
Wawa digantikan dengan Mpu Sindok. Pada masa pemerintahan Mpu Sindok, pusat
pemerintahan Mataram dipindahkan ke jawa timur. Di sana Mpo Sindok mendirikan
Wangsa baru yaitu Wangsa Isana.
Dibidang ekonomi, Menurut prasasti Purworejo, disebutkan bahwa saat Raja
Belitung berkuasa, ia mendirikan pusat perdagangan yang bertujuan untuk
mengembangkan sektor pertanian dan perdagangan. Kerajaan Mataram Kuno rakyatrakyatnya hidupnya bergantung pada hasil pertanian. Hal ini disebabkan karena
terdapat banyak sungai yang cocok untuk kegiatan pertanian dan bercocok tanam.
Yang diperjual belikan pertama-tama hasil bumi, semisal beras, sirih pinang, buahbuahan, dan buah mengkudu. Juga hasil produk buatan rumah tangga, seperti alat
perkakas dari tembaga dan besi, pakaian, keranjang, paying, dan barang-barang
anyaman, arang, gula, dan kapur sirih. Juga dengan binatang ternak seperti
sapi,kerbau, kambing, itik, dan ayam juga telurnya di perjual belikan. Bahkan
perdagangan ini sampai ke luar negeri. Hal ini terbukti dari ditemukannya barangbarang keramik dari Vietnam dan China.
Kemudian pada prasasti Wonogiri, menceritakan tentang kelancaran lalulintas
di Sungai Bengawan Solo yang merupakan kunci untuk membuka hubungan dengan
dunia luar dan mengembangkan sektor perekonomian. Perkembangan ekonomi
seluruhnya bertujuan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Kerajaan Mataram
Kuno. Usaha perdagangan mulai mendapat perhatian juga ketika Raja Balitung
bertahta. Raja memerintahkan guna membuat pusat-pusat perdagangan dan penduduk
disekitar pinggiran aliran sungai bengawan solo diperintahkan guna menjamin
kelancaran arus pada lalu lintas perdagangan pada aliran sungai tersebut. Sebagai rasa
terimakasihnya, penduduk desa di sekitar aliran sungai tersebut terbebas dari
pungutan pajak. Lancarya pengangkutan perdagangan lewat sungai tersebut dengan
otomatis akan menigkatkan kesejahteraan dan perekonomian rakyat Mataram Kuno.
Dunia perekonomian mengalami perkembangan dari yang semulanya sistem
barter hingga sistem nilai tukar uang.
Pada saat Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh Wangsa Syailendra pada
tahun 850 M barulah mulai memakai koin-koin emas dan perak sebagai alat tukarnya.
Koin-koin ini mempunyai tiga satua yang berbeda, yaitu MA atau masa memiliki
berat 2,4 gram, atak memiliki berat 1,2 gram nilainya setara dengan ½ MA atau
masa, kupang memiliki berat 0,6 gram nilainya setara dengan ½ atak. Sedangkan
koin perak Masa mempunyai diameter antara 9-10 mm. Pada bagian muka dicetak
huruf Devanagari “MA” (singkatan dari Masa) dan di bagian belakangnya terdapat
incuse dengan pola “Bunga Cendana”.
Koin ini dijadikan sebagai alat tukar terhadap barang yang kemudian beredar
di jawa tengah sampai ke jawa timur bahkan koin ini dijadikan sebagai alat tukar
kegiatan ekspor impor, kegiatan ekspor impor ini sering dilakukan oleh rakyat bumi
Mataram dengan rakyat China.
Laporam Perjalanan
Saya berangkat ke Bank Indonesia pada tanggal 28 maret 2018. Saya
berangkat ke Bank Indonesia menggunakan trans Jakarta bersama teman-teman saya,
sebelum kami berangkat kami makan nasi padang yang ada di pesanggrahan samping
UIN, setelah itu kami menunggu trans Jakarta di halte UIN, sekitaran pukul 11.30
WIB kami mulai menaiki trans Jakarta tersebut dan kami sempat transit di halte
Tosari dan akhirnya kami berhenti di halte BI sekitar pukul 13.00 WIB.
Sesampainya di Bank Indonesia kami langsung mencari musolah untuk
melakukan sholat dzuhur, setelah itu kami mulai memasuki perpustakaan Bank
Indonesia dan langsung membuat kopi, setelah menikmati kopi kami mulai mencari
referensi atau buku-buku mengenai mata uang pada zaman kerajaan. Kemudian buku
yang kami dapat kami foto, fotocopy dan kami baca-baca, setelah itu kami melakukan
sesi foto untuk bukti bahwa kami telah ke Bank Indonesia. Kemudian kami mulai
meninggalkan perpustakaan Bank Indonesia lalu menuju ke majid yang berada di
komplek Bank Indonesia untuk melakukan sholat ashar, kemudian kami pulang
sekitar pukul 17.20 sampai di halte UIN sekitar pukul 18.30.