Dilema Pembangunan Jabar Selatan.

I(OMf~4S
8
4

123
17

.J)
-

18
Jan

19

0..~.Peb

Selasa
5
6


20

21

o Mar

OApr

o Rabu
7
22
8Mei

o Kamis 0 Jumat o Sabtu 0 Minggu
8
23

9

OJun


10
24

;!5

~

'11
26

C Jul 0 Ags

27

13

o Sep

28


0

14

Okt

.._~-

29

0

15

30

Nov

0


16

31

Des

Dilema
--

Pembangunan Jabar Selatan
Oleh

DEDE

MARIANA

P

embangunan Jawa Baratselatan sudah dibicarakan

lebih kurang 30 tahun, tetapi hingga saat ini belum
ada kemajuan berarti yangmanfaatnya dapatdirasakan secarasignifikan oleh warga di wilayah tersebut Setelah Banten menjadi provinsi, yang dimaksud wilayah Jabar
selatan mencakup Kabupaten Ciamis, Tasikmalaya, Garut,
sebagian Bandung, Cianjur, dan Sukabumi
Beberapa sebab tertinggalnya
Jabar selatan daripada wilayah tengah dan utara, antara lain, yaitu
pertama, faktor kondisi alam yang
didominasi pegunungan dan rawan bencana alam sehingga memerlukan perlakuan khusus dan
teknologi yang tepat dalam mengembangkan wilayah ini. Maka,
untuk membangunnyadiperlukan
biaya cukup tinggi, terutama untuk membangun infrastruktur sepertijalan danjembatan. Padahal,
belajar dari sejarah, pemerintah
kolonial Belanda di wilayah ini hanya mengembangkan perkebunan-perkebunan besar dan relatif
sedikit mendirikan bangunan fisik.
Kedua, kebijakan yang tidak
berpihak ke wilayah selatan Jabar,
baik kebijakan nasional maupun
provinsi. Misalnya, saat Kabupaten Sukabumi dan Garut dinyatakan sebagai dua kabupaten tertinggal di Jabar oleh Kementerian
Daerah Tertinggal,kebijakan tidak
diikuti oleh insentif dan disinsentif bagi pemerintah kabupaten,

yang berimplikasi memotivasi pemerintah dan masyarakat di kedua
kabupaten itu untuk berinisiatif
menjadi daerah yang keluar dari
ketertinggalan.
Pemerintah tampaknya berhenti di pembuatan kategorisasi
daerah. tertinggal dan daerah maju. Ini tanpa tindak lanjut kebijakan yangberorientasi
memfasilitasi
----

pemerintah kabupaten dan masyarakat setempat untuk berusaha
menjadi lebih maju secara mandiri
dengan memanfaatkan potensi
sumber daya yang dimiliki ataupun sumber daya yang didatangkan.
Kebijakan tata ruang dan wilayah Provinsi Jabar yang menempatkan Jabar selatan sebagaibagian wilayahyang diharapkan dapat
memberikan kontribusi besar bagi
terwujudnya 45 persen kawasan
lindung tidak diikuti dengan kebijakan yang berisi rangsangan insentif dan disinsentif bagi pemerintah kabupaten di wilayah selatan. Tidak ada insentif yang menjadi faktor penarik yang mampu
menjaga dan menciptakan kawasan lindung. Misalnya, dalam bentuk penyediaan kegiatan alih profesi bagi masyarakat yang semula
menggarap lahan-Iahan eks perkebunan dan lahan telantar lainnya
dengan kegiatan yang lebih produktif tanpa merusak lingkungan

fisiksetempat.
Demikian pula, tidak ada disinsentif berupa sanksi bagi kabupaten di selatan yang tidak mampu
menjaga kelestarian kawasan lindung.Bagikabupaten yangdengan
mudah mengeluarkan izinpenambangan pasir besi yang berlebihan
dan mengancam kerusakan lingkungan, misalnya,Gubernur sebagai wakil pemerintah semestinya
dapat melakukan pembataIan izin

KIi~in9
----

Humos

Unpod

LUHUR

tersebut.
Bahkan pada periode pemerintahan yang lalu, sempat dicanangkan kawasan pembangunan
Cipamatuh sebagaisentra penggemukan dan pembibitan ternak sapi yang meliputi Garut selatan.
Meski sudah menyerap dana

APBD Jabar yang cukup besar,
program tersebut akhirnya gagal.
Belum

tuntas

Ketiga,pembangunan jalan lintas selatan. Jabar yang menghubungkan Ciamis,Tasikmalaya,Garut, Cianjur, dan Sukabumi, dengan sejumlahjemba~ yang melintasi beberapa sungai besar yang
mengalir ke Samudra Hindia hampir 30 tahun ini belum tuntas. lni
karena hanya didanai APBDJabar
dan jalan itu tanpa status. Karena
itu, apabila beritikad mengembangkan Jabar selatan dan menghilangkankemiskinan di wilayah
ini,pemerintah mau tidak mau harus menetapkan status jalan lintas
selatan ini sebagai jalan nasional
yang didanaiAPBN.
Para wakil rakyat, baik anggota
DPR dan DPD maupun Pemprov
Jabar harus dapat meyakinkan pemerintah bahwa membangun Jabar selatan merupakan langkah
strategis untuk menyelamatkan
perekonomian nasional. Ini mengingat
yang

~ besarnya
-- potensi
... dimi-

2009
--

tiki Jabar selatan, baik kekayaan
laut, perkebunan, maupun energi
panas bumi.
Dilema bagi pemerintah dan
Pemprov Jabar dalam pengembangan wilayah Jabar selatan, antara lain, pertama, saat ini sebagian besar lahan telah dimiliki pemodal dari kota-kota besar.Apabila aksesjalan dibuka, tidak mustahi! rakyat setempat, dengan tingkat pendidikan yang relatif rendab, hanya akan menjadi pekeIja
kasar bagi industri dan jasa yang
kemungkinan akan berkembang
di wilayahJabar selatan setelah dibukanyajalan lintas selatan.
Kedua, apabila tidak diikuti dengan regulasi-regulasi yang tepat,
tidak mustahil wilayah Jabar selatan yang semula merupakan kawasan nonbudidaya atau budidaya
yang sifatnya terbatas akan cepat
mengalami kerusakan.
Karena itu, sebagai alternatif

solusi,pertama, perlu disusun suatu regulasiyang komprehensif mengenai rencana pengembangan
Jabar selatan yang bersifat multipemangku kepentingan. Artinya,
melibatkan pihak, seperti pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, pelaku usaha, dan masyarakat (civilsocje~.
Kedua,setelah ada kejelasan regulasi, perlu disusun suatu rencana induk pengembangan Jabar selatan yang akan mengikat dan
menjadi acuan pemangku kepentingan dalam mengimplementasikan program dan kegiatan di wilayah Jabar selatan. Dalam konteks
ini, harus ada kejelasan siapa mengeIjakan apa dari para pemangku
kepentingan tersebut dalam kurun waktu yang sudah ditentukan.
lni disertai dengan target capaian
kineIja sehingga memudahkan
untukevaluasi.
Ketiga, karena pengembangan

- --

dilakukan dengan melibatkan
multipemangku kepentingan, idealnya dibentuk suatu badan pengelola (board of management)
yang diberi kewenangan (otoritas)
penuh untuk memimpin dan
menggerakkan berbagai sumber
daya di dalam pengembangan Jabar selatan. Badan ini lebih kurang

seperti Badan Otorita Batam pada
masalalu.
Pemerintah, Pemprov Jabar,

. pemerintah

kabupaten

di Jabar

selatan, perwakilan pelaku usaha,
dan perwakilan masyarakat bertindak selaku komisi pengarah bagi badan pengelola kawasan Jabar
selatan.
Mobillsasi dana
Karena pengembangan kawasan memerlukan dana yang relatif
besar, diperlukan upaya penghimpunan dana untuk membiayai
program dan kegiatanyang berasal
dari APBN,APBD provinsijkabupaten, ataupun pihak swasta dan
masyarakat, baik dalam maupun
luar negeri. Mobilisasi dana dan
pengaturan penggunaannya hendaknya dibuatkan regulasi tersendiri yang disusun secara transparan dan akuntabeL Pelaksanaannya menjadi tugas dari badan pengelolakawasanJabarselatan.
",
Wilayah Jabar selatan dengan
potensi yang relatifbesardan kaya,
apabila mampu dikembangkan secara terencana disertai dengan regulasi yang tepat, tidak mustahil
akan dapat memberi manfaatyang
optimal bagi perekonomian nasional, wilayah, warga setempat, dan
pemerintah kabupaten. Semoga.
DEDE MARIANA
Kepala Pusat Penelitian
Kebijakan Publik dim
Pengembangan Wilayah
LPPM Unpad; DosenFISIPdan
Pascas;njana Unpad

-

--