Bencana Jabar Utara Hingga Selatan.
Pikiran Rakyat
o Selasa
4
20
o Mar
5
21
0
6
OApr
Rabu
~
22
OMei
0
8
23
0
Kamis
9
OJun
24
10
25
OJul
. Sabtu0 Minggu
Jumat
11
12
13
27
26
0 Ags OSep
14
28
OOkt
15
29
8Nov
16
30
ODes
Bencana
Jabar
Utara
- -~
~~.
--
Hingga Selatan
dibiarkan "menganggur" dan dikuasai kalangan berduit. Laban
itu dijadikan ajang spekulasi
yang berpotensi merugikan
banyak pihak, dalam memenuhi
kebutuhan pembangunan.
Pada masa lalu, sepanjang
pantai utara Jawa Barat merupakan hutan mangrove berawarawa dan sejak zaman Mataram
hingga saat ini, disulap menjadi
hamparan pesawahan yang dikenal sebagai sawah~ranca. Sejak
itu, teIjadi perubahan ekosistem
di utara Jawa Barat. Hutan rawa
Oleh KUSNAKAADIMIHARDJA
J
AWA Barat tempo dulu
dikenal sebagai daerah
hutan rimba yang ganas,
tidak bersahabat, termasukjenis
hutan hujan tropis yang berbukit-bukit coram. Di daerah utara
dan tengah terdapat banyak
rawa atau ranca, tanahnya tidak
subur, tingkat erosinya tinggi. Di
daerah selatan tanahnya labil,
mudah longsor,juga merupakan
sumber gempa berpusat di Samudra Hindia, yang selalu mengancam stabilitas lingkungan
alam dan penduduk di Jawa
Barat.
Erosi dan longsor di berbagai
daerah di Jawa Barat disebabkan
oleh pergerakan tanah, karena
labil serta dipicu oleh teIjadinya
hujan terlalu tinggi, juga adanya
potensi gempa yang menjadi
Iangganan penduduk hingga saat
ini.
Dari beI:bagai dokumen bencana alam yang pernah teIjadi
dan bersumber pada pergerakan
tanah di Indonesja, ternyata 410
peristiwa yang teIjadi sejak
1994-1998, sekitar 230 peristiwa
itu teIjadi di Jawa Barat ("PR",
22/12/2000-8-9).
Potensi
pergerakan tanah itu teIjadi di
Kabupaten Garut, Bandung,
Sukabumi, Sumedang, Tasikmalaya, Cianjur, Kuningan, Majalengka, dan Subang. Wilayah
tersebut harus menjadi perhatian semua pihak, khususnya
para perencana dan pembuat
kebijakan, karena wilayah tersebut tetap saja dieksploitasi seearn intensif atas nama pembangunan.
Karakteristik lingkungan
Agaknya, wawasan kita dalam
memahami karakteristik lingkungan masih belum memuas-
mangroveyangsemula~
kan. Tampak dari program-pnr
gram pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan penduduk, yang muncul
malah
kesenjangan
kayamiskin. Gagasannya melaksanakan ekonomi kerakyatan,
yang teIjadi, justru kapitaIismeekonomi yang boros sumber
daya alamoDegradasi moral dan
kerusakan lingkungan alam
pun, tidak bisa dihindarkan lagi.
Dalam upaya memelihara stabilitas ekosistem dan sosial sistem
Jawa Barat, perubahan cara
pandang para perencana dan
pelaksana program-program
pembangunan mutlak diperlukan. Program-program pemberdayaan perIu lebih menekankan pada wawasan yang
berbasis konservasi, untuk
menghindari bencana alamo
Ancaman yang menghadang
Jawa Barat saat ini dan esok, selain penduduk yang melimpah
karena urbanisasi, juga eksploitasi lahan berIebihan. Di sisi
llan, ada "lahan tidur" yang
Kliping
---
Humos
Unpod
-
sebagai penampung air musim
hujan dan saat air laut pasang,
sekarang menjadi hamparan sawah beririgasi. Pada saat gelombang laut menghantam pantai
tanpa penyangga lagi,yang teJ.jadi adalah abrasi pantai di beberapa daerah, yang menenggelamkan lahan permukiman penduduk.
Sejak lama hutan rawa mangrove yang memenuhi pantai
utara itu rusak. Padahal, selain
tempat pemijahan ikan dan
udang, mangrove juga merupakan tempat persembunyian
dan pertumbuhan ikan yang
bernilai ekonomi tinggi. Batang
dan pohonnya dapat digunakan
sebagai kayo bakar, bahan arang,
bahan bangunan, bahan dasar
pewarna, bahan obat, pupuk hijau, dan sejumlah kebutuhan
lain untuk menopang kehidupan
manusia setempat.
Agaknya, abrasi di pantai
utara selain gelombang yang
tinggi, juga dipercepat oleh terjadinya pengerukan pasir yang
terus berlangsung dan pengembangan tambak-tambak ikan
serta udang yang berlebihan, se-
bagaimana teIjadi di daerah
JKarawang.
- Ternyata,
- hal itu-ber-
2009
31
dampak pada kernsakan hutan
mangrove yang lebih hebat lagi.
Sekitar 4.274 ha hutan mangrove direhabilitasi di Jawa (Dirjen RLPS Dephut, 1999), di
mana kerusakan mencapai sekitar 300.000 ha (Kusuma, 1998).
Selanjutnya, semangat membangun daerab selatan yang di"
pandang banyak kalangan sebagai wilayah terisolasi, agaknya
harus dilakukan secara ekstra
hati-hati. Sebab, lahannya labil-pemerintah kolonial dulu-menjadikannya sebagai daerah
perkebunan yang eksploitasi lahannya tidak terlalu berlebihan.
Pada masa pemerintahan kolonial dulu, di sekitar wilayah
Kabupaten Sukabwni penduduk
tidak diizinkan mendirikan rumah bertingkat dengan konstruksi beton dan batao Penduduk membangun rumah yang
disebut "setengah bata" dengan
konstruksi bambu, selanjutnya
boleh dilapisi semen dan pasir,
sehingga tampak seperti bangunan bertembok. Konstruksi rumah semacam itu merupakan
bentuk rumah tahan gempa pada masa itu. Demikian pula di
J{abupaten Bandung termasuk
di Kota Bandung, bangunan
rumah tidak boleh lebih dari
dua tingkat. ltu sebagai upaya
mengurangi korban manusia
dalam menghadapi bencana
alamo
Dari segi potensi alamnya,
memang daerah selatan menjadi incaran banyak kalangan. Di
wilayah selatan Sukabwni, Cianjur, Bandung, Garut, dan Tasikmalaya, tersimpan
potensi
logam emas, selain ada juga
yang mengandung batu mulia,
pasir besi, dan mangan. Apabila daerah-daerah itu akan diekploitasi, pendekatannya haru~
tetap konservasi. Selain itu, pemerintah harns mampu mencegah penambangan liar, yang
memperparah
teIjadinya
kerusakan lingkungan serta
membahayakan kehidupan.
Di daerah selatan, sesungguhnya dulu Belanda sudah merencanakan pembangunan jalan
kereta api, bukan jalan raya sebagaimana dilaksanakan saat
ini. Pertimbangannya, mungkin
pembangunannya tidak mengeksploitasi lahan terlalu berlebihan, sehingga tidak mengganggu stabilitas lahan yang labil itu.
Olehkarena itu, baik wilayah
utara maupun selatan, keberadaan lingkungan alamnya sudah lampu merah, sehingga rehabilitasi kedua wilayah tersebut
harns segera dilaksanakan. Di
pantai utara, rehabilitasi lingkungan alam melalui penghutanan kembali dengan man-.
grove. Dalam pelaksanaannya,
harus mempertimbangkan keberadaan para penambak. Demikian pula pada penanganan
daerah selatan, sebaiknya dipertahankan keberadaan perkebunan bahkan dapat dikembangkan
dengan tanaman kelapa.
Dalam merehabilitasi lingkungan alam dan sosial, agar menyinergikan sumber pendapatan
komunitas pantai di utara dan
komunitas tani di selatan, dengan pendekatan konservasi
pantai dan lahan. Pendekatan
tersebut mendesak dilaksanakan, melalui proses sosialisasi
dan penyuluhan. Keberhasilan
aktivitas tersebut dapat dinilai
sebagai modal sosial dari asuransi sosial masa depan masyarakat itu sendiri. ***
Penulis, Guru Besar FISIP
Unpad.
o Selasa
4
20
o Mar
5
21
0
6
OApr
Rabu
~
22
OMei
0
8
23
0
Kamis
9
OJun
24
10
25
OJul
. Sabtu0 Minggu
Jumat
11
12
13
27
26
0 Ags OSep
14
28
OOkt
15
29
8Nov
16
30
ODes
Bencana
Jabar
Utara
- -~
~~.
--
Hingga Selatan
dibiarkan "menganggur" dan dikuasai kalangan berduit. Laban
itu dijadikan ajang spekulasi
yang berpotensi merugikan
banyak pihak, dalam memenuhi
kebutuhan pembangunan.
Pada masa lalu, sepanjang
pantai utara Jawa Barat merupakan hutan mangrove berawarawa dan sejak zaman Mataram
hingga saat ini, disulap menjadi
hamparan pesawahan yang dikenal sebagai sawah~ranca. Sejak
itu, teIjadi perubahan ekosistem
di utara Jawa Barat. Hutan rawa
Oleh KUSNAKAADIMIHARDJA
J
AWA Barat tempo dulu
dikenal sebagai daerah
hutan rimba yang ganas,
tidak bersahabat, termasukjenis
hutan hujan tropis yang berbukit-bukit coram. Di daerah utara
dan tengah terdapat banyak
rawa atau ranca, tanahnya tidak
subur, tingkat erosinya tinggi. Di
daerah selatan tanahnya labil,
mudah longsor,juga merupakan
sumber gempa berpusat di Samudra Hindia, yang selalu mengancam stabilitas lingkungan
alam dan penduduk di Jawa
Barat.
Erosi dan longsor di berbagai
daerah di Jawa Barat disebabkan
oleh pergerakan tanah, karena
labil serta dipicu oleh teIjadinya
hujan terlalu tinggi, juga adanya
potensi gempa yang menjadi
Iangganan penduduk hingga saat
ini.
Dari beI:bagai dokumen bencana alam yang pernah teIjadi
dan bersumber pada pergerakan
tanah di Indonesja, ternyata 410
peristiwa yang teIjadi sejak
1994-1998, sekitar 230 peristiwa
itu teIjadi di Jawa Barat ("PR",
22/12/2000-8-9).
Potensi
pergerakan tanah itu teIjadi di
Kabupaten Garut, Bandung,
Sukabumi, Sumedang, Tasikmalaya, Cianjur, Kuningan, Majalengka, dan Subang. Wilayah
tersebut harus menjadi perhatian semua pihak, khususnya
para perencana dan pembuat
kebijakan, karena wilayah tersebut tetap saja dieksploitasi seearn intensif atas nama pembangunan.
Karakteristik lingkungan
Agaknya, wawasan kita dalam
memahami karakteristik lingkungan masih belum memuas-
mangroveyangsemula~
kan. Tampak dari program-pnr
gram pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan penduduk, yang muncul
malah
kesenjangan
kayamiskin. Gagasannya melaksanakan ekonomi kerakyatan,
yang teIjadi, justru kapitaIismeekonomi yang boros sumber
daya alamoDegradasi moral dan
kerusakan lingkungan alam
pun, tidak bisa dihindarkan lagi.
Dalam upaya memelihara stabilitas ekosistem dan sosial sistem
Jawa Barat, perubahan cara
pandang para perencana dan
pelaksana program-program
pembangunan mutlak diperlukan. Program-program pemberdayaan perIu lebih menekankan pada wawasan yang
berbasis konservasi, untuk
menghindari bencana alamo
Ancaman yang menghadang
Jawa Barat saat ini dan esok, selain penduduk yang melimpah
karena urbanisasi, juga eksploitasi lahan berIebihan. Di sisi
llan, ada "lahan tidur" yang
Kliping
---
Humos
Unpod
-
sebagai penampung air musim
hujan dan saat air laut pasang,
sekarang menjadi hamparan sawah beririgasi. Pada saat gelombang laut menghantam pantai
tanpa penyangga lagi,yang teJ.jadi adalah abrasi pantai di beberapa daerah, yang menenggelamkan lahan permukiman penduduk.
Sejak lama hutan rawa mangrove yang memenuhi pantai
utara itu rusak. Padahal, selain
tempat pemijahan ikan dan
udang, mangrove juga merupakan tempat persembunyian
dan pertumbuhan ikan yang
bernilai ekonomi tinggi. Batang
dan pohonnya dapat digunakan
sebagai kayo bakar, bahan arang,
bahan bangunan, bahan dasar
pewarna, bahan obat, pupuk hijau, dan sejumlah kebutuhan
lain untuk menopang kehidupan
manusia setempat.
Agaknya, abrasi di pantai
utara selain gelombang yang
tinggi, juga dipercepat oleh terjadinya pengerukan pasir yang
terus berlangsung dan pengembangan tambak-tambak ikan
serta udang yang berlebihan, se-
bagaimana teIjadi di daerah
JKarawang.
- Ternyata,
- hal itu-ber-
2009
31
dampak pada kernsakan hutan
mangrove yang lebih hebat lagi.
Sekitar 4.274 ha hutan mangrove direhabilitasi di Jawa (Dirjen RLPS Dephut, 1999), di
mana kerusakan mencapai sekitar 300.000 ha (Kusuma, 1998).
Selanjutnya, semangat membangun daerab selatan yang di"
pandang banyak kalangan sebagai wilayah terisolasi, agaknya
harus dilakukan secara ekstra
hati-hati. Sebab, lahannya labil-pemerintah kolonial dulu-menjadikannya sebagai daerah
perkebunan yang eksploitasi lahannya tidak terlalu berlebihan.
Pada masa pemerintahan kolonial dulu, di sekitar wilayah
Kabupaten Sukabwni penduduk
tidak diizinkan mendirikan rumah bertingkat dengan konstruksi beton dan batao Penduduk membangun rumah yang
disebut "setengah bata" dengan
konstruksi bambu, selanjutnya
boleh dilapisi semen dan pasir,
sehingga tampak seperti bangunan bertembok. Konstruksi rumah semacam itu merupakan
bentuk rumah tahan gempa pada masa itu. Demikian pula di
J{abupaten Bandung termasuk
di Kota Bandung, bangunan
rumah tidak boleh lebih dari
dua tingkat. ltu sebagai upaya
mengurangi korban manusia
dalam menghadapi bencana
alamo
Dari segi potensi alamnya,
memang daerah selatan menjadi incaran banyak kalangan. Di
wilayah selatan Sukabwni, Cianjur, Bandung, Garut, dan Tasikmalaya, tersimpan
potensi
logam emas, selain ada juga
yang mengandung batu mulia,
pasir besi, dan mangan. Apabila daerah-daerah itu akan diekploitasi, pendekatannya haru~
tetap konservasi. Selain itu, pemerintah harns mampu mencegah penambangan liar, yang
memperparah
teIjadinya
kerusakan lingkungan serta
membahayakan kehidupan.
Di daerah selatan, sesungguhnya dulu Belanda sudah merencanakan pembangunan jalan
kereta api, bukan jalan raya sebagaimana dilaksanakan saat
ini. Pertimbangannya, mungkin
pembangunannya tidak mengeksploitasi lahan terlalu berlebihan, sehingga tidak mengganggu stabilitas lahan yang labil itu.
Olehkarena itu, baik wilayah
utara maupun selatan, keberadaan lingkungan alamnya sudah lampu merah, sehingga rehabilitasi kedua wilayah tersebut
harns segera dilaksanakan. Di
pantai utara, rehabilitasi lingkungan alam melalui penghutanan kembali dengan man-.
grove. Dalam pelaksanaannya,
harus mempertimbangkan keberadaan para penambak. Demikian pula pada penanganan
daerah selatan, sebaiknya dipertahankan keberadaan perkebunan bahkan dapat dikembangkan
dengan tanaman kelapa.
Dalam merehabilitasi lingkungan alam dan sosial, agar menyinergikan sumber pendapatan
komunitas pantai di utara dan
komunitas tani di selatan, dengan pendekatan konservasi
pantai dan lahan. Pendekatan
tersebut mendesak dilaksanakan, melalui proses sosialisasi
dan penyuluhan. Keberhasilan
aktivitas tersebut dapat dinilai
sebagai modal sosial dari asuransi sosial masa depan masyarakat itu sendiri. ***
Penulis, Guru Besar FISIP
Unpad.