PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP PADA MATERI PESAWAT SEDERHANA.

(1)

PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP PADA

MATERI PESAWAT SEDERHANA

SKRIPSI

(diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Indonesia)

OLEH

Asep Nurudin

1005285

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

SMP pada Materi Pesawat

Sederhana

Oleh Asep Nurudin

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Asep Nurudin 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

ASEP NURUDIN

PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP PADA MATERI PESAWAT SEDERHANA

Disetujui dan disahkan oleh pembimbing : Pembimbing I

Dr. Setiya Utari, M.Si.

NIP. 196707251992032002

Pembimbing II

Arif Hidayat, S.Pd., M. Si. NIP. 198007162008011008

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Fisika

Dr. Ida Kaniawati, M.Si. NIP. 196807031992032001


(4)

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Indentifikasi Masalah Penelitian ... 4

C. Rumusan Masalah Penelitian ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

F. Struktur Organisasi ... 6

BAB II LEVELS OF INQUIRY DAN KETERKAITANNYA DENGAN PRESTASI BELAJAR ... 8

A. Inkuiri ... 8

B. Levels of inquiry ... 9

C. Prestasi Belajar ... 11

1. Knowing ... 12

2. Applying ... 12

3. Reasoning ... 13

D. Kerangka Pemikiran ... 14

BAB III METODE PENELITIAN ... 17

A. Populasi dan Sampel ... 17

B. Desain Penelitian ... 17


(5)

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

D. Variabel Penelitian ... 20

E. Definisi Operasional ... 20

F. Instrumen Penelitian ... 20

1. Tes Tulis ... 20

2. Transkrip Video Pembelajaran ... 21

G. Pengujian Instrumen ... 21

1. Uji Validitas ... 21

2. Uji Reliabilitas ... 22

3. Daya Pembeda ... 23

4. Tingkat kesukaran ... 23

H. Hasil Pengujian Instrumen ... 24

I. Analisis Data Penelitian ... 24

1. Effect size ... 24

2. Transkip video ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

A. Hasil Penelitian ... 26

1. Prestasi Belajar ... 26

2. Keterlaksanaan Penerapan Levels of inquiry ... 31

B. Diskusi dan Pembahasan ... 38

1. Peningkatan Achievement Siswa Secara Keseluruhan Setelah Diterapkan Levels of inquiry ... 38

2. Peningkatan Subdomain dan Aspek Kognitif Prestasi Belajar Setelah Diterapkan Levels of inquiry ... 39

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 58

A. Simpulan ... 58

B. Saran ... 58


(6)

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

Penerapan Levels of Inquiry untuk Meningkatkan Pretasi Belajar Siswa pada Materi Pesawat Sederhana

Oleh : Asep Nurudin

1005285 Dosen Pembimbing : Dr. Setiya Utari, M.Si.,

Arif Hidayat, M.Si.,

Prestasi siswa-siswi indonesia dalam materi pelajaran IPA masih relatif rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil ulangan IPA dan survey TIMSS. Rendahnya prestasi tersebut menunjukkan siswa-siswi Indonesia masih belum terlatih dalam mengetahui, menerapkan, dan menalar suatu materi. Kemampuan mengetahui, menerapkan, dan menalar tersebut termasuk dalam domain kognitif prestasi. Salah satu cara yang dinilai dapat meningkatkan domain kognitif prestasi adalah menerapkan levels of inquiry dalam pembelajaran. Dengan menerapkan empat dari enam tahap levels of inquiry dan dengan menganalisis hasil menggunakan effect size, peneliti dapat meningkatkan ketiga subdomain kognitif tersebut dengan skala sedang. Penelitian menggunakan desain one group pretest-posttest pada 22 responden dalam menerapkan levels of inquiry. Penelitian ini juga menggunakan transkip video yang merupakan catatan percakapan dan aktivitas dalam kelas untuk menganalisis lebih dalam mengenai keterlaksanaan proses penerapan levels of inquiry di dalam kelas.

Kata kunci: levels of inquiry, prestasi belajar Abstract

Indonesian student science achievement is still grouped in low. Thats can be seen on daily examination and TIMSS survey result. The achievement low shows Indonesian students still aren’t trained for knowing, applying, and reasoning. knowing, applying, and reasoning skill are cognitive domain achievement. One of way for increase cognitive domain of achevement is implementing levels of inquiry. By implementing four of six levels of levels of inquiry and by analyzing result by effect size, researcher can increase three cognitive subdomain in middle scale. This reasearch uses one group pretest-posttest on twenty respondens in


(7)

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

implementing levels of inquiry. This reaserch also uses learning video transcript that notes of conversation and activity on class to analyze deeply implementing levels of inquiry on the class.


(8)

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Prestasi belajar meliputi keterampilan dalam knowing, applying dan reasoning (Mullis & Martin, 2013). Prestasi belajar ini merupakan suatu hal yang penting, selain sebagai gambaran ketercapaian kurikulum, juga sebagai penentu masa depan anak didik. Namun, hasil observasi hasil observasi menunjukkan pembejalaran untuk melatihkan knowing, applying, dan reasoning kurang terlatihkan. Hal tersebut menimbulkan rendahnya prestasi siswa-siswa yang dilihat dari nilai ulangan harian, khususnya pada matapelajaran IPA.

Sejalan dengan hal di atas, salah satu survey internasional, yakni Trend in International Mathematics and Science Study menggambarkan rendahnya prestasi siswa-siswa indonesia. Dari 4 periode yang telah diikuti Indonesia dalam survey TIMSS, Indonesia selalu berada di bawah rata-rata internasional, bahkan dengan negara tetangga sekalipun.

Tabel 1.1 Skor TIMSS Indonesia selama 4 periode Tahun Skor

indonesia

Rata-rata skor internasional

1999 435 488

2003 420 474

2007 427 500

2011 406 500

Rendahnya skor TIMSS tersebut, menggambarkan rendahnya kemampuan siswa-siswa indonesia dalam knowing, applying dan reasoning yang masuk dalam


(9)

2

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

kemampuan berpikir tingkat tinggi (Shadiq, 2007) yang memang kurang terlatihkan dalam pembelajaran.

Untuk mengatasi masalah tersebut, proses pembelajaran yang mengandalkan ceramah harus direvisi. Pembelajaran tersebut harus sesuai dengan standar isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berbunyi:

“Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah

serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup”.

(Kemendikbud, 2006)

Sejalan dengan standar isi KTSP tersebut, Kurikulum 2013 yang merupakan revisi KTSP mewajibkan pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah dengan 5M (mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan). Guru wajib melaksanakan pembelajaran yang tidak hanya melatihkan pengetahuan faktual yang berupa fakta, melainkan juga harus melatihkan pengetahuan prosedural termasuk di dalamnya keterampilan-keterampilan proses.

Penerapan inkuiri atau pendekatan ilmiah ternyata sulit dilakukan. Siswa yang biasa belajar dengan metode ceramah mengalami kesulitan dalam menghadapi beberapa pertanyaan dan prosedur pada kegiatan inkuiri sehingga membuat guru terpakasa mengambil kendali pembelajaran dan memberitahu prosedur. Siswa enggan berpikir kreatif, khawatir salah dan lain-lain. Oleh karena itu, penerapan inkuiri sebaiknya tidak dilaksakan secara langsung. pembelajaran inkuiri harus diterapkan secara bertahap berdasarkan kemampuan siswa. semakin besar kemampuan siswa semakin sedikit kontrol guru dalam pembelajaran.

Wenning (2005) dalam jurnalnya menyebutkan salah satu cara yang dapat digunakan untuk membelajarkan inkuiri. Penerapan inkuiri menurut Wenning (2005) sebaiknya diterapkan berdasarkan pergeseran kemampuan intelektual siswa dan lokus kontrol di kelas. Saat kemampuan siswa masih rendah, guru


(10)

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

memegang kontrol yang besar dalam pembelajaran. Ketika kemampuan siswa semakin meningkat, andil guru dalam pemegang kontrol semakin berkurang seiring dengan peningkatan tersebut. Cara yang diutarakan Wenning tersebut terangkum dalam levels of inquiry (Wenning C. J., 2005).

Levels of inquiry sengaja dikembangkan untuk mempermudah guru dalam mengajarkan sains menggunakan inkuiri melalui beberapa tahapan atau proses yang tepat disesuaikan dengan kemampuan berpikir siswa. Levels of inquiry memiliki enam tahap, yakni Discovery learning, Interactive demonstration, inquiry lesson, Inquiry lab, Real World Application, dan Hypotethical Inquiry. keenam tahap tersebut diterapkan berdasarkan pergeseran kemampuan intelektual siswa dan pihak pengontrol dalam pembelajaran. Semakin tinggi tahapan atau level inkuirinya, semakin minim bimbingan yang diberikan guru dan semakin besar kontrol siswa dalam pembelajaran. Levels of inquiry membelajarkan inkuiri dari tahapan yang paling sederhana ke tahapan yang paling kompleks sehingga cocok untuk diterapkan di Indonesia yang jarang menggunakan levels of inquiry. Levels of inquiry belum diterapkan secara luas di Indonesia. Baru terdapat beberapa penelitian levels of inquiry di Indonesia. Penelitian tersebut di antaranya Erlina Megawati (2013) telah menerapkan levels of inquiry untuk meningkatkan kemampuan berpikir logis siswa SMA pada materi kalor. Penelitian hal yang sama juga dilakukan oleh Gebiwatri (2013), beliau menambahkan hasil belajar sebagai variabel yang beliau tingkatkan. Satu penelitian yang peneliti temukan mengenai penerapan levels of inquiry di SMP, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Noviana (2011), beliau menerapkan model levels of inquiry untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dan keterampilan proses sains siswa pada materi optik.

Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, levels of inquiry diterapkan secara terpisah. Level-level dalam levels of inquiry diterapkan pada pertemuan yang berbeda bahkan tema mata pelajaran yang berbeda pula. Padahal, setelah menganalisis proses pembelajaran berdasarkan standar proses dan tahapan levels


(11)

4

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

of inquiry ditemukan bahwa terdapat kesesuaian antara dua hal tersebut yang memungkinkan levels of inquiry diterapkan dalam satu kali pertemuan dalam pembelajaran.

Tabel 1.2 Matriks hubungan levels of inquiry dengan tahapan pembelajaran

Tahapan KTSP Tahapan K-13 Tahapan Levels of

inquiry

Konflik kognitif Mengamati Discovery learning

Menanya Interactive

demonstration Inquiry lesson

Eksplorasi Mencoba Inquiry lab

Elaborasi Mengasosiasi

Konfirmasi Mengkomunikasikan

Untuk itu, peneliti bermaksud meneliti penerapan levels of inquiry untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dengan menerapkan semua level dari levels of inquiry dalam satu pertemuan.

Adapun untuk materi, pesawat sederhana adalah materi yang daya serapnya yang paling rendah berdasarkan hasil analisis Ujian Nasional IPA-SMP (Kemendikbud, 2012). Besar serapan materi pesawat sederhana adalah 56,81 di tingkat Nasional dan 55,31 di tingkat propinsi Jawa Barat. Kompetensi dasar untuk materi ini adalah “melakukan percobaan” yang sarat dengan inquiry. Sehingga materi ini dinilai cocok untuk menjadi objek terapan levels of inquiry.

Berdasarkan uraian di atas, judul penelitian ini adalah Penerapan Levels of

Inquiry untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa pada Materi Pesawat Sederhana.


(12)

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan uraian di atas, diidentifikasi beberapa masalah di bawah ini:  prestasi siswa-siswi indonesia pada mata pelajaran IPA masih rendah;  rendahnya prestasi tersebut disebabkan pembelajaran masih kurang

melatihkan kemampuan applying dan reasoning;

 daya serap materi pesawat sederhana merupakan yang paling rendah pada hasil ujian nasional tahun 2012;

penerapan levels of inquiry dinilai mampu meningkatkan kemampuan applying dan reasoning siswa;

penerapan levels of inquiry dinilai mampu meningkatkan prestasi belajar siswa;

level of inquiry dapat diterapkan dalam satu kali pertemuan.

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penelitian ini dapat dibatasi agar menjadi lebih terarah. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

prestasi belajar yang dimaksud harus mencakup kemampuan knowing, applying dan reasoning yang sesuai dengan pengertian prestasi menurut Mullis (Mullis & Martin, 2013) dalam 2015 TIMSS Assessment Framework;

semua tahapan levels of inquiry diterapkan dalam satu kali pertemuan dan pada materi pesawat sederhana.

C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan masalah di atas, peneliti merumuskan

Bagaimana penerapan metode levels of inquiry dapat meningkatkan kemampuan prestasi belajar IPA siswa SMP dalam materi pesawat sederhana ?

Dari rumusan masalah di atas, dijabarkan beberapa pertanyaan penelitian di bawah ini:


(13)

6

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

1. Bagaimana penerapan levels of inquiry untuk meningkatkan prestasi belajar dalam subdomain knowing ?

2. Bagaimana penerapan levels of inquiry untuk meningkatkan prestasi belajar dalam subdomain applying ?

3. Bagaimana penerapan levels of inquiry untuk meningkatkan prestasi belajar dalam subdomain reasoning ?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah untuk:

1. Menerapkan metode levels of inquiry dalam pembelajaran pada materi pesawat sederhana;

2. Meningkatkan prestasi belajar yang mencakup kemampuan mengenal, mendeskripsikan, applying dan reasoning melalui penerapan levels of inquiry;

3. Memperoleh gambaran peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkan levels of inquiry;

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diantaranya:

1. Menemukan cara menerapkan levels of inquiry dalam pembelajaran; 2. Memberikan gambaran kepada para guru mengenai penerapan

pendekatan ilmiah mengenai penerapan pendekatan ilmiah dengan menggunakan levels of inquiry yang dikembangkan oleh wenning (2005).

F. Struktur Organisasi

Skripsi terdiri dari 4 bab. Bab I merupakan pendahuluan dari penelitian yang dilakukan. Dalam bab I diuraikan masalah-masalah yang ditemukan baik di lapangan berdasarkan data survey dan studi pendahuluan serta penyelesaiannya.


(14)

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Di dalamnya juga diuraikan tujuan dan manfaat penelitian yang telah dilakukan peneliti.

Bab 2 menjelaskan dasar teori levels of inquiry yang menjadi solusi dari masalah yang diuraikan dalam bab 1. Pada bab 2 juga dijelaskan definisi prestasi serta keterkaitannya dengan levels of inquiry. Bab 3, menjelasakan cara yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian. Sampel, desain, metode, instrumen, cara pengambilan data serta cara analisisnya dijelaskan pada bab 3.

Bab 4 berisi hasil dari penelitian yang telah dilakukan. Bab 4 menguraikan data prestasi belajar siswa sebelum dan sesudah penerapan levels of inquiry. pembahasan mengenai data yang telah diperoleh juga diuraikan pada bab ini. Di akhir tulisan, penulis memberikan kesimpulan berdasarkan data dan pembahasannya serta memberikan saran berdasarkan penelitian yang telah dilakukan.


(15)

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu BAB III

METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Populasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah siswa SMP di Wilayah kabupaten Bandung dan sekitarnya. Dari populasi dipilih satu SMP yang belum mengajarkan materi pesawat sederhana. Kemudian, dari SMP tersebut dipilih satu kelas pada jam pertama agar tidak mengganggu kelas lain saat peneliti mempersiapkan alat praktikum, video dan set ruangan.

B. Desain Penelitian

Karena penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai penerapan levels of inquiry dalam pembelajaran, maka diperlukan kelompok yang diberi perlakuan dan dites dengan pretest dan posttest untuk melihat efek dari penerapan tersebut. Desain yang cocok untuk penelitian ini adalah one group pretest-posttest design.

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Pretest Treatment Posttest

X X Z

(Arikunto, 2006, hal. 85)

C. Prosedur Penelitian

Secara garis besar, prosedur penelitian ini dilakukan dalam empat tahap sebagai berikut:


(16)

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

a. Studi pendahuluan yang meliputi studi data statistika dan studi lapangan untuk mengidentifikasi masalah

b. Studi literatur untuk menemukan solusi pemecahan masalah

c. Membuat instrumen penelitian, berupa isntrumen tes, RPP dan LKS. d. Uji Instrumen yang telah dibuat pada tim ahli. Instrumen yang kurang

baik menurut tim ahli direvisi kemudian diuji pada sampel di luar sampel penelitian. Instrumen yang kurang baik berdasarkan hasil uji di lapangan direvisi kembali sebelum digunakan.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

a. Memberikan tes awal kepada objek penelitian.

b. Melaksanakan pembelajaran fisika dengan pendekatan levels of inquiry. c. Mengambil video selama proses treatment.

d. Memberikan tes akhir kepada objek penelitian. 3. Tahap Pengelolaan dan Analisis Data

a. Membuat transkipp video pembelajaran. b. Mengolah data hasil pretest dan posttest.

c. Menghitung effect size berdasarkan data pretest dan posttest d. Menganalisis data untuk menarik kesimpulan.

4. Tahap Penarikan Kesimpulan

Setelah data diolah dan dianalisis, kemudian dilakukan penarikan kesimpulan. Langkah-langkah di atas dapat dirangkum menjadi bagan alur (flow chart) di bawah ini.


(17)

19

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu Gambar 3.1 Bagan Alur Penelitian

Studi pendahuluan

Data statistik

Observasi Lapangan Studi

litaratur

Judgment ahli Revisi

Uji Instrumen

Revisi

Pretest Penerapan Posttest

Levels of inquiry

Effect size Keterlaksanaan

Analisis

Kesimpulan

Tidak sesuai sesuai

Tidak signifikan signifikan

Membuat Instrumen


(18)

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu D. Variabel Penelitian

Berdasarkan judul penelitian, terdapat dua variabel dalam penelitian ini. Variabel pertama adalah penerapan levels of inquiry. Variabel kedua adalah prestasi belajar. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penerapan levels of inquiry. Sedangkan variabel terikatnya adalah prestasi belajar siswa.

E. Definisi Operasional

1. Levels of inquiry diterapkan satu kali dalam pembelajaran. tahap levels of inquiry yang diterapkan hanya sampai inquiry lab. Keterlakasanaan levels of inquiry dilihat dari transkip video pembelajaran yang dianalisis secara secara kuantitatif maupun kualitatif.

2. Prestasi belajar diukur dengan menggunakan tes berdasarkan domain kognitif yang telah dipaparkan dalam bab 2. Prestasi belajar dalam penelitian ini berupa hasil pretest dan posttest yang kemudian peningkatannya dilihat dari nilai effect size-nya (Dunst, Hamby, & Trivette, 2004). Prestasi belajar dikatakan meningkat tinggi ketika effect size-nya lebih besar sama dengan 0,7 (Salkind, 2007, hal. 303). Prestasi belajar dikatakan meningkat sedang ketika effect size-nya antara 0,5 – 0,7. Prestasi belajar dikatakan meningkat rendah ketika effect size-nya antara 0,2 – 0,5. Prestasi belajar dikatakan tidak meningkat ketika effect size-nya di bawah 0,2.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat untuk mengukur variabel-varibale penelitian juga sebagai data untuk memperkuat dan bukti validitas penelitian. Instrumen penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:


(19)

21

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Tes tulis berupa soal isian yang berikan pada awal sebelum treatment diberikan sebagai pretest dan pada akhir treatment sebagai posttest. Tes tulis ini berfungsi sebagai alat ukur prestasi belajar IPA siswa sebelum dan sesudah pemberian treatment. Sebelum diberikan, tes tulis ini melalui beberapa tahap validasi. Pertama, tes tulis melalui judgment dari ahli fisika yang dalam hal ini adalah dosen jurusan pendidikan fisika universitas pendidikan indonesia. Kedua, soal ini direvisi kembali hingga setiap butir soal memperoleh judgment positif dari ahli. Ketiga, soal divalidasi dengan melakukan uji coba pada beberapa sampel. Soal yang layak digunakan, digunakan dalam dalam penelitian, yang patut dibuang, tidak digunakan dalam penelitian ini. pengolahan uji instrumen dapat dilihat pada lampiran 1.1.

2. Transkrip Video Pembelajaran

Transkip video pembelajaran merupakan enskripsi dialog terjadi selama pembelajaran. enskripsi tersebut diperoleh melalui video recorder atau sejenisnya. Video ini memuat gambaran interaksi antara guru, siswa dan lingkungan. Video digunakan untuk menganalisis karakteristik domain kognitif yang dilatihkan selama proses pembelajaran dan mengetahui cara belajar siswa. Hasil video ini juga dapat digunakan untuk memperkuat analisis peneliti.

G. Pengujian Instrumen 1. Uji Validitas

Uji instrumen dilakukan untuk mengetahui validitas serta reliabilitas instrumen penelitian yang menjadi salah satu tolak ukur validitas penelitian. Instrumen yang diuji dalam hal ini adalah instrumen yang berupa tes, yakni instrumen tes prestasi belajar. Sebelum diberikan kepada objek penelitian, instrumen yang telah dijudgment oleh ahli. Selanjutnya, diuji coba kepada beberapa sampel yang dalam hal ini adalah siswa yang telah mempelajari pesawat sederhana pada pembelajaran sebelumnya. Setelah diuji coba pada sampel, soal tersebut dianalisis validitasnya dengan menggunakan rumus korelasi Pearson Product Moment (Arikunto, 2012,


(20)

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

hal. 88) dengan menggunakan bantuan microsoft excel dengan formula PEARSON(array1;array2). Rumus yang digunakan adalah:

Dengan:

r = koefisien korelasi x = skor tiap butir soal y = skor total

= nilai rata-rata skor tiap item = nilai rata-rata total skor

Selanjutnya, nilai r yang diperoleh dibandingkan dengan tabel harga kritik r product moment sehingga dapat diketahui valid atau tidaknya soal tersebut. Jika harga r hitung lebih besar dari r tabel, maka korelasi dikatakan signifikan atau soal dinyatakan valid (Arikunto, 2012, hal. 89).

2. Uji Reliabilitas

Setelah diuji validitasnya, soal tersebut kemudian diuji reliabilitasnya. Karena instrumen tes yang digunakan tidak bersifat dikotomi (tidak dapat dibelah), maka rumus yang digunakan untuk menghitung reliabilitas instrumen adalah KR-20 (Arikunto, 2012, hal. 115):

= reliabilitas tes

p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah

= − 1 � � 2


(21)

23

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

= banyaknya item = standar deviasi dari tes

Nilai r11 yang diperoleh kemudian diintepretasi berkonsultasi pada tabel r product moment pada uji validitas (Arikunto, 2012, hal. 125).

3. Daya Pembeda

Daya pembeda merupakan kemampuan soal untuk dapat membedakan siswa yang bisa dengan siswa yang tidak bisa. Untuk menghitung daya pembeda, siswa diurutkan berdasarkan skor tes yang diperoleh. Dari urutan tersebut, siswa yang memperoleh peringkat 1 sampai setengah jumlah siswa dinyatakan sebagai kelompok atas dan siswa yang memperoleh di bawahnya sebagai kelompok bawah. Daya pembeda dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

= −

= Daya Pembeda

= total skor 27% pertama siswa kelompok atas = total skor 27% pertama siswa kelompok atas = jumlah siswa pada ditambah

Nilai daya pembeda yang diperoleh kemudian diklasifikasikan menjadi 4 tingkat yakni

Tabel 3.2 Klasifikasi Daya Pembeda

Daya Pembeda Klasifikasi

0,00 – 0,20 Jelak

0,21 – 0,40 Cukup

0,41 – 0,70 Baik

0,71 – 1,00 Sangat baik

(Arikunto, 2012, hal. 232)


(22)

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau terlalu sulit. Indeks kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal. Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 (sukar) sampai 1,00 (mudah). Rumus mencari indeks kesukaran adalah:

=

keterangan :

P : indeks kesukaran

B : banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul JS : jumlah seluruh siswa peserta tes

Tabel 3.3 Klasifikasi Tingkat Kesukaran

Indeks kesukaran Kategori

0,00 – 0,30 Sukar

0,3 1– 0,70 Sedang

0,71 – 1,00 Mudah

(Arikunto, 2012, hal. 223)

H. Hasil Pengujian Instrumen

Setelah dilakukan pengujian instrumen, instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 22 soal dengan 19 pilihan ganda dan 3 uraian. Adapun keterangan mengenai validitas instrumen tertera dalam lampiran skripsi ini.

I. Analisis Data Penelitian 1. Effect size

Effect size merupakan ukuran kuat lemahya hubungan sebuah variabel bebas dan variabel terikat (Dunst, Hamby, & Trivette, 2004, hal. 1). Yang dimaksud hubungan dalam penelitian ini adalah kuat lemahnya peningkatan prestasi belajar. Kuat lemahnya peningkatan prestasi belajar tersebut mengambarkan besar


(23)

25

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

kecilnya kontribusi penerapan metode dalam meningkatkan prestasi. Effect size dihutunga menggunakan rumus Cohen (Dunst, Hamby, & Trivette, 2004, hal. 6) sebagai berikut.

= − √ 2 2

Dengan

M = rata-rata skor tes

SD = Standar deviasi skor tes

Nilai effect size d yang diperoleh kemudian diintepretasi dengan menggunakan kriteria Cohen di bawah ini.

Tabel 3.4 Intepretasi Effect size Effect size Intepretasi

d < 0,2 Tidak ada kontribusi 0,2 < d < 0,5 Kecil

0,5 < d < 0,7 Sedang

d > 0,7 Besar

(Salkind, 2007, hal. 304) Effect size juga bisa digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Sehingga, dalam penelitian ini, effect size digunakan untuk menilai penigkatan dari prestasi belajar. Prestasi belajar dikatakan meningkat jika effect size-nya lebih bdari 0,2 dengan intepretasi seperti pada tabel di atas.

2. Transkip video

Transkip video pembelajaran dibuat dari percakapan antara guru dan siswa dengan mencantumkan keterangan aktivitas yang dilakukan keduanya. Percakapan tersebut digunakan untuk mengidentifikasi penerapan levels of


(24)

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

inquiry. Selain itu, transkip video pembelajaran juga digunakan untuk mengetahui cara belajar siswa dengan memperhatikan respon yang siswa berikan.


(25)

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pada bagian ini dipaparkan hasil penelitian berupa peningkatan prestasi belajar, keterlaksanaan levels of inquiry, dan pembahasan mengenai hasil tersebut. Hasil prestasi belajar yang dipaparkan meliputi peningkatan secara keseluruhan, kemudian diurai dalam peningkatan persubdomain dan peraspek kognitif.

1. Prestasi Belajar

a. Peningkatan Prestasi Belajar secara Keseluruhan

Peningkatan prestasi belajar diukur dengan menggunakan instrumen tes kemudian dianalisis menggunakan effect size melalui nilai pretest-posttest. Berikut adalah data hasil pretest-posttest.

Gambar 4.1 Hasil Pretest-Posttest Prestasi

Dari data di atas, tergambar bahwa prestasi belajar meningkat sebesar 7, 114%. Melalui pengolahan data dengan mneggunakan effect size, diperoleh effect size sebesar 0,549 yang masuk dalam kategori sedang. Besar effect size tersebut

42,095

49,209

38 40 42 44 46 48 50

% pretest % posttest

persenta

se

ha

sil t

es


(26)

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

menunjukkan bahwa levels of inquiry dapat meningkatkan prestasi belajar dalam kategori sedang.

b. Peningkatan Prestasi Belajar Persubdomain Kognitif

Di atas telah dipaparkan peningkatan prestasi belajar secara keseluruhan. Berikut adalah pemaparan hasil prestasi belajar yang diurai dalam tiga subdomain kognitifnya.

Gambar 4.2 Persentase Prestasi

Dari diagram di atas dapat terlihat bahwa hasil posttest prestasi naik. Subdomain knowing naik sebesar 12,987 %, subdomain applying 4,545% dan subdomain reasoning 4,546%. Melalui perhitungan statistika diperoleh effect size untuk masing-masing subdomain kognitif tersebut dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4.1 Effect size persubdomain kognitif

Subdomain Kognitif Effect size Intepretasi

Knowing 0,757 Tinggi

Applying 0,3 Rendah

Reasoning 0,235 Rendah

Dari data di atas dapat dijelaskan bahwa, levels of inquiry dapat meningkatkan semua subdomain kognitif prestasi yang meliputi knowing, applying, dan reasoning. Levels of inquiry dapat meningkatkan subdomain knowing dengan

51,948

42,208

34,343 64,935

46,753

38,889

0 10 20 30 40 50 60 70

knowing applying reasoning

persenta

se

ha

sil t

es

Subdomain Kognitif

% pretest % posttest


(27)

28

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

kategori tinggi, meningkatkan subdomain applying dan reasoning dengan kategori rendah.

c. Peningkatan Prestasi Belajar Tiap Aspek

Di atas telah dipaparkan gambaran peningkatan prestasi belajar secara keseluruhan dan tiap subdomainnya. Berikut akan dipaparkan gambaran peningkatan prestasi belajar tiap aspeknya.

1) Peningkatan Aspek Prestasi Belajar dalam Subdomain Knowing

Subdomain knowing memiliki dua aspek, yakni aspek recognize dan describe. Berikut adalah gambaran peningkatan aspek prestasi belajar dalam subdomain knowing.

Gambar 4.3 Prestasi Belajar Subdomain Knowing

Diagram di atas menunjukkan bahwa setiap aspek dalam subdomain knowing meningkat. Aspek recognize meningkat sebesar 8% dan aspek describe sebesar 20%. Adapun untuk effect size-nya dapat dilihat dari tabel berikut.

Tabel 4.2 Effect size Aspek Knowing

Aspek Knowing Effect size Intepretasi

56,818

45,455

64,773 65,152

0 10 20 30 40 50 60 70

recognize describe

per

sent

a

se

ha

sil

bel

a

ja

r

aspek knowing

% pretest % posttest


(28)

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Recognize 0,336 Rendah

Describe 0,781 Tinggi

Dari data di atas, terlihat bahwa levels of inquiry dapat meningkatkan aspek prestasi belajar pada subdomain knowing. Levels of inquiry dapat meningkatkan aspek recognize dengan kategori rendah dan dapat meningkatkan aspek describe dengan kategori tinggi.

2) Peningkatan Aspek Prestasi Belajar dalam Subdomain Applying

Subdomain applying memiliki dua aspek, yakni aspek classify dan interpret information. Berikut adalah gambaran peningkatan aspek prestasi belajar dalam subdomain applying.

Gambar 4.4 Pretasi Belajar Subdomain Applying

Diagram di atas menunjukkan semua aspek dalam subdomain applying meningkat. Aspek mengklasifikasi meningkat sebesar 9% dan aspek mengintepretasi informasi meningkat sebesar 6%. Adapun untuk effect size-nya dapat dilihat dari tabel di bawah ini.

Tabel 4.3 Effect size Aspek Applying

Aspek Applying Effect size Intepretasi

46,591

36,364 65,152

42,424

0 10 20 30 40 50 60 70

clasiify interpret information

persenta

se

ha

sil t

es

aspek applying

% pretest % posttest


(29)

30

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Clasiify 0,231 Rendah

Interpret information 0,222 Rendah

3) Peningkatan Aspek Prestasi Belajar dalam Subdomain Reasoning

Subdomain reasoning memiliki empat aspek, yakni aspek predict, design investigation, analyze dan draw conclusion. Berikut adalah gambaran peningkatan hasil tes prestasi belajar dalam subdomain reasoning.

Gambar 4.5 Prestasi Belajar Subdomain Reasoning

Diagram di atas menunjukkan bahwa setiap aspek dalam subdomain reasoning meningkat. Aspek memprediksi meningkat sebesar 7%, aspek mendesain penyelidikan meningkat sebesar 2%, aspek menganalisis meningkat sebesar 5% dan aspek menarik kesimpulan meningkat sebesar 2%. Adapun untuk effect size-nya dapat dilihat di tabel berikut.

Tabel 4.4 Effect size Subdomain Reasoning

Aspek Reasoning Effect size Intepretasi

Predict 0.286 Rendah

Design investigation 0.14 Tidak meningkat

Analyze 0.126 Tidak meningkat

Draw conclusion 0.055 Tidak meningkat

39,394

4,545

45,455 45,455 46,97

6,818

50 47,727

0 10 20 30 40 50 60

predict design investigation

analyze draw conclusion

persenta

se

ha

sil t

es

aspek reasoning

% pretest % posttest


(30)

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Dari data di atas, dapat terlihat bahwa dari empat aspek reasoning, hanya satu yang meningkat setelah diterapkan levels of inquiry. Aspek yang meningkat adalah aspek predict dengan penigkatan dalam kategori rendah. Sedangkan, aspek yang tidak meningkat adalah aspek design investigation, analyze, dan draw conclusion.

2. Keterlaksanaan Penerapan Levels of inquiry

Levels of inquiry diterapkan dalam tiga pertemuan dengan semua level diterapkan pada setiap pertemuan. Materi yang diajarkan berturut-turut adalah katrol, bidang miring dan tuas. Urutan materi dipilih berdasarkan kompleksitas muatan yang terkandung dalam materi yang diajarkan setiap pertemuan. Penerapan levels of inquiry dalam pembelajaran dapat dilihat dari transkip video yang telah dilampirkan bersama karya tulis ini. keterlaksanaan levels of inquiry dilihat dari aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran. Aktivitas tersebut dapat dilihat dari transkip video pembelajaran. Berikut adalah persentase keterlaksanaan levels of inquiry secara keseluruhan.

Gambar 4.6 Keterlaksanaan Levels of inquiry

Secara keseluruhan, tahapan-tahapan levels of inquiry terlaksana. Namun, terlihat bahwa pembelajaran masih didominasi oleh guru. Terdapat beberapa aktivitas

81% 80% 81% 76%

60%

74%

0% 20% 40% 60% 80% 100%

pertemuan 1 pertemuan 2 pertemuan 3

persenta

se

k

et

er

la

k

sa

na

a

n

levels of inquiry

aktivitas guru aktivitas siswa


(31)

32

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

siswa yang tidak terlaksana terutama pada pertemuan kedua. Uraian lebih jelas mengenai bagaimana levels of inquiry tersebut diterapkan, diuraikan dalam penjelasan berikut.

a. Pertemuan pertama

Pertemuan pertama dilaksanakan pada: Waktu Pelaksanaan : Senin, 7 April 2014 Tempat Pelaksanaan : kelas 8C

Materi : katrol

Persentase keterlaksanaan aktivitas guru dan siswa dalam penerapan levels of inquiry dapat dilihat dari gambar di bawah ini.

Gambar 4.7 Keterlaksanaan Levels of inquiry pada pertemuan pertama

Dari data di atas, terlihat bahwa pada discovery learning, terdapat kendala dalam applying inquiry lesson. Hal tersebut ditandai dengan minimnya aktivitas siswa pada tahap inquiry lesson. Berikut adalah penjelasan penerapan levels of inquiry. - Discovery learning

Pada tahap discovery learning, aktivitas siswa lebih banyak daipada guru. Hal ini megindikasikan bahwa siswa aktif dalam mengikuti pembelajaran pada tahap ini. Pada tahap ini, guru bertanya mengenai pengetahuan siswa mengenai katrol. dari hasi percakapan, siswa sudah mengenal katrol dan knowing fungsi secara khusus. Namun, siswa belum knowing fungsi katrol sebagai pengubah arah gaya. Terdapat

80% 100% 67% 100% 80% 100% 33% 67% 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120% discovery learning interactive demonstration

inquiry lesson inquiry lab

persenta se k et er la k sa na a n

levels of inquiry

aktivitas guru aktivitas siswa


(32)

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

kekeliruan guru pada tahap ini. Kekeliruan tersebut adalah menyebutkan langsung istilah keuntungan mekanik. Guru terlalu terburu-buru memberitahukan konsep dibalik demonstrasi sebelumnya. kesalahan ini menyebabkan kemampuan menarik kesimpulan kurang terlatihkan dengan baik.lebih jelasnya mengenai discovery learning yang diterapkan dapat dilihat dari transkip video pembelajaran katrol pada lampiran 2.

- interactive demonstrasion

Pada tahap interactive demonstration, semua kegiatan terlaksana tetapi masih ada beberapa catatan dalam penerapan tahap interactive demonstration. Pada tahap ini, guru memulai dengan memperkenalkan dynamometer sebagai alat ukur gaya. Lalu, siswa diminta untuk memprediksi besar gaya kuasa yang dibutuhkan untuk mengengangkat beban dengan menggunakan katrol tunggal serta menghitung keuntungan mekaniknya. Dari hasil percobaan, siswa dituntun untuk menyimpulkan bahwa keuntungan mekanik pesawat sederhana itu tetap untuk pesawat sederhana yang sama.

Pada tahap pembuatan prediksi, sebagian siswa berpendapat bahwa gaya kuasa yang diperlukan untuk menarik benda dengan menggunakan katrol tunggal lebih besar dari beban. Padahal, mereka semua sepakat bahwa katrol merupakan salah satu pesawat sederhana yang bisa meringankan pekerjaan manusia. Siswa juga masih belum memahami cara menghitung keuntungan mekanik dari data beban dan gaya kuasa. Sehingga, guru harus mengulas dan mempertegas kembali bahwa keuntungan mekanik adalah besar gaya kuasa dibagi berat. Lebih jelasnya mengenai interactive demonstration yang diterapkan dapat dilihat dari transkip video pembelajaran katrol pada lampiran 2.

- Inquiry lesson

Pada inquiry lesson, terlihat guru lebih mendominasi aktivitas. Pada tahapan ini, guru meminta siswa untuk menyebutkan hal-hal yang dapat mempengaruhi keuntungan mekanik katrol dan cara mengujinya. guru juga memperkenalkan istilah variabel bebas dan variabel terikat. Respon siswa pada tahap ini tidak


(33)

34

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

sebagus respon siswa pada tahap-tahap sebelumnya. siswa kebingungan ketika ditanya mengenai faktor yang kira-kira dapat mempengaruhi keuntungan mekanik katrol apalagi cara pengujiannya. Pada tahap ini guru melakukan bimbingan intensif pada 3 kelompok yang sama sekali tidak bisa membuat prediksi dan cara pengujiannya. Lebih jelasnya mengenai inquiry lesson yang diterapkan dapat dilihat dari transkip video pembelajaran katrol pada lampiran 2.

- Inquiry lab

Pada tahap ini siswa melakukan eksperimen dalam tahap ini. percobaan yang dilakukan adalah membuktikan prediksi yang dibuat pada tahap inquiry lesson dan mengimplelmentasikan cara pengujian yang telah dibuat. Pada tahap ini juga siswa dituntun untuk menyimpulkan hasil percobaan yang menjawab prediksi. Lebih jelasnya mengenai inquiry lab yang diterapkan dapat dilihat dari transkip video pembelajaran katrol pada lampiran 2.

b. Pertemuan kedua

Pada pertemuan kedua, bel sekolah terlambat berbunyi dan siswa terlambat masuk. Sehingga pembelajaran berlangsung lebih singkat daripada hari sebelumnya. Materi yang diajarkan pada hari kedua adalah materi bidang miring. Berikut adalah ringkasan pembelajaran yang dilaksanakan oleh peneliti. Pertemuan kedua dilaksanakan pada:

Waktu Pelaksanaan : Selasa, 8 April 2014 Tempat Pelaksanaan : kelas 8C

Materi : bidang miring


(34)

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Gambar 4.8 Keterlaksanaan Levels of inquiry pada pertemuan kedua

Berbeda dengan pertemuan sebelumnya, aktivitas siswa dalam tahap ini menurun. Semua aktivitas siswa di bawah 70% kecuali inquiry lesson. Beberapa catatan penurunan gambaran penurunan aktivitas siswa tersebut dijabarkan dalam gambaran penerapan levels of inquiry berikut.

- Discovery learning

Pada tahap ini, guru menggali pengetahuan siswa mengenai bidang miring. dan ternyata siswa telah mengatahui bidang miring dan menyebutkan contoh-contoh bidang miring (lihat transkip video pembelajaran 2, G4 – G10). Selain itu, guru juga membantu siswa untuk menemukan bahwa semakin curam bidang miring semakin kecil keuntungan mekaniknya. Di akhir tahap discovery learning, guru terlalu terburu-buru memberikan kesimpulan sebelum memberikan kesempaan pada siswa untuk memberikan kesimpulannya terlebih dahlu. Lebih jelasnya mengenai discovery learning yang diterapkan dapat dilihat dari transkip video pembelajaran bidang miring pada lampiran 2.

Keterlaksanaan tahap ini lebih didominaso oleh guru. Terlihat bahwa persentase keterlaksanaan aktivitas guru lebih besar daripada keterlaksanaan aktivias siswa. Hal ini menyebabkan domain prestasi yang seharusnya dilatihkan daam tahap ini belum terlatihkan secara optimal.

- Interactive demonstration 100%

67%

88%

100%

67% 67%

83% 67% 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120% discovery learning interactive demonstration

inquiry lesson inquiry lab

persenta se k et er la k sa na a n

levels of inquiry

aktivitas guru aktivitas siswa


(35)

36

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Sama seperti pertemuan sebelumnya, guru membuktikan bahwa keuntungan mekanik pesawat sederhana selalu tetap meskipun bebannya ditambah. Di akhir tahap ini juga guru terlalu terburu-buru memberikan kesimpulan demonstrasi sebelum memberikan kesempatan pada siswa untuk memberikan kesimpulannya. Lebih jelasnya mengenai interactive demonstration yang diterapkan dapat dilihat dari transkip video pembelajaran bidang pada lampiran 2. Keterlaksanaan aktivitas guru dan siswa hanya setengah dari yang direncanakan. Hal ini disebabkan waktu masuk yang “mulur” dari jadwal yang telah ditetapkan oleh sekolah.

- Inquiry lesson

Pada tahap ini guru tidak meminta siswa untuk menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan mekanik bidang miring. pada tahap ini, guru menyediakan 3 bidang miring yang memiliki perbedaan dalam panjang dan tingginya. Guru dibantu siswa melakukan pengukuran keuntungan mekanik ketiga bidang miring tersebut, lalu dari data keuntungan mekanik, siswa diminta menyebutkan hubungan panjang, tinggi dan keuntungan mekanik bidang miring. kemudian guru meminta siswa untuk menganalisis dimensi untuk memprediksi persamaan matematika keuntungan mekanik bidang miring. Pada tahap ini, siswa tidak mengalami kesulitan saat ditanya operasi matematika yang memungkinkan dalam keuntungan mekanik bidang miring. Namun, siswa masih belum bisa cara menentukan panjang dibagi tinggi atau tinggi dibagi panjang. Siswa juga bingung ketika ditanya bagaimana cara membuktikan rumusan keuntungan yang telah dibuat. Lebih jelasnya mengenai inquiry lesson yang diterapkan dapat dilihat dari transkip video pembelajaran bidang miring pada lampiran 2.

- Inquiry lab

Sama seperti pada pertemuan pertama, pada tahap ini siswa bereksperimen membuktikan prediksi rumusan keuntungan mekanik bidang miring dan mengimplementasikan cara pengujiannya. Pada tahap ini siswa tidak sempat menunjukkan hasil percobaannya karena masalah waktu. Lebih jelasnya mengenai


(36)

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

inquiry lab yang diterapkan dapat dilihat dari transkip video pembelajaran bidang miring pada lampiran 2.

c. Pertemuan ketiga

Pada pertemuan ketiga, materi yang diajarkan adalah materi tuas. Pertemuan ketiga dilaksanakan pada:

Waktu Pelaksanaan : Senin, 14 April 2014 Tempat Pelaksanaan : kelas 8C

Materi : tuas

Keterlaksanaan levels of inquiry pada pertemuan tiga dapat dilihat dari gambar di bawah ini.

Gambar 4.9 Keterlaksanaan levels of inquiry pada pertemuan ketiga

- Discovery learning

Pada tahap ini guru dengan dibantu salah seorang siswa melakukan demonstrasi untuk menemukan bahwa pesawat sederhana tidak hanya mengurangi gaya kuasa yang dibutuhkan, tetapi terdapat pesawat sederhana yang memperbesar gaya kuasa yang dibutuhkan. Di akhir tahap ini, guru tidak meminta siswa menyimpulkan sehingga kemampuan siswa untuk mengklasifikasi dan menyimpulkan tidak terlatihkan. Lebih jelasnya mengenai discovery learning yang diterapkan dapat dilihat dari transkip video pembelajaran tuas pada lampiran 2.

- Interactive demonstration 100%

71% 80%

100% 100%

67% 67%

100% 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120% discovery learning interactive demonstration

inquiry lesson inquiry lab

persenta se k et er la k sa na a n

levels of inquiry

aktivitas guru aktivitas siswa


(37)

38

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Pada tahap ini guru mengulang konsep yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya yakni keuntungan mekanik tetap meskipun beban ditambah. Diakhir tahap ini demonstrasi yang dilakukan guru mengalami kekeliruan. Hasil percobaan tidak membuktikan adanya keuntungan mekanik tetap meskipun beban ditambah. Lebih jelasnya mengenai interactive demonstration yang diterapkan dapat dilihat dari transkip video pembelajaran tuas) pada lampiran 2.

- Inquiry lesson

Pada tahap ini guru membimbing siswa untuk bisa menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi keunutngan mekanik dan membuat persamaan matematika keuntungan mekanik tuas. Pada pertemuan ketiga, menambahkan cara untuk menganalisis dimensi meskipun hasil pengajaran belum bisa membuat siswa mengerti. Lebih jelasnya mengenai inquiry lesson yang diterapkan dapat dilihat dari transkip video pembelajaran tuas pada lampiran 2.

- Inquiry lab

Pada tahap inquiry lab, siswa melakukan eksperimen untuk membuktikan prediksi yang mereka buat. Setelah selesai bereksperimen siswa diminta menyimpulkan hasil diskusi sebagai jawaban prediksi yang telah dibuat. Cara yang diajarkan guru dengan memberi angka yang tetap pada Lk kemudian angka Lb diperbesar sedikit demi sedikit disertai dengan melihat perubahan keuntungan mekaniknya. Penjelasan yang diberikan guru ternyata belum bisa diterima oleh siswa sepenuhnya. Hal tersebut dapat dilihat dari prediksi yang dibuat kelompok. tiga dari lima kelompok yang ada, memprediksi bahwa keuntungan mekanik tuas adalah Lb/Lk. Padahal, 4 dari 5 kelompok tersebut mengatakan bahwa semakin besar lengan kuasa semakin besar keuntungan mekanik tuas. Lebih jelasnya mengenai inquiry lab yang diterapkan dapat dilihat dari transkip video pembelajaran tuas pada lampiran 2.


(38)

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Pada bagian ini akan dijelaskan hubungan levels of inquiry dengan peningkatan prestasi belajar yang telah dipaparkan sebelumnya. dalam menganalisis hubungan levels of inquiry dengan peningkatan prestasi belajar, penulis menjadikan tabel 2.5 menjadi acuan. Tabel tersebut dipersingkat menjadi tabel berikut.

Selanjutnya dengan melihat hasil dan keterlaksanaan levels of inquiry, penulis memaparkan beberapa analisis penulis mengenai hubungan sebab akibat dari penerapan levels of inquiry terhadap peningkatan prestasi belajar.

Adapun pembahasan mengenai penerapan levels of inquiry dalam meningkatkan subdomain kognitif diuraikan di bawah ini.

1. Peningkatan Achievement Siswa Secara Keseluruhan Setelah Diterapkan Levels of inquiry

Prestasi belajar merupakan capaian indikator-indikator pembelajaran yang telah disusun berdasarkan aspek domain kognitif. Berdasarkan hasil penelitian di atas, levels of inquiry dapat meningkatkan prestasi belajar secara keseluruhan dengan effect size 0,54 yang masuk dalam kategri sedang.

Temuan ini senada dengan yang telah dikemukakan pemerintah dalam standar isi KTSP

“Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup”. (Kemendikbud, 2006)

Kemampuan berpikir dalam hal ini adalah prestasi belajar yang diukur berdasarkan domain kognitif. Hal serupa sejalan dengan ungkapan Wenning (2011, hlm.17) bahwa

the levels of inquiry is an approach to instruction that systematically promotes

the development of intellectual and scientific process skills by addressing inquiry


(39)

40

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Levels of inquiry merupakan sebuah pendekatan instruksi yang mendorong perkembangan intelektual dan keterampilan proses sains secara sistematis dengan menempatkan inkiri dalam kebiasaan yang sistematik dan komprehensif.

2. Peningkatan Subdomain dan Aspek Kognitif Prestasi Belajar Setelah Diterapkan Levels of inquiry

Telah dipaparkan sebelumnya bahwa prestasi belajar diukur berdasarkan tiga subdomain kognitif, yakni knowing, applying, dan reasoning. Subdomain kognitif tersebut terdiri dari berbagai aspek, yakni aspek recognize dan mendeskripsikan untuk subdomain knowing, aspek mengklasifikasi dan mengintepretasi informasi untuk subdomain applying, aspek memprediksi, mendesain penyelidikan, menganalisis, dan menarik kesimpulan untuk subdomain reasoning. Dalam bagian ini akan dipaparkan peran levels of inquiry dalam meningkatkan masing-masing prestasi belajar secara detail.

Besar effect size dari subdomain kognitif berturut-turut knowing dengan kategri tinggi, kemudian applying dengan kategori rendah, dan reasoning dengan kategori rendah. Dari effect size tersebut jelas bahwa levels of inquiry yang diterapkan efektif untuk meningkatkan subdomain knowing dibandingkan subdomain yang lain. Kelemahan-kelemahan yang ditemukan yang menjadi penyebabnya rendahnya subdomain applying dan reasoning dipaparkan dalam penjelasan di bawah ini.

a. Knowing

Kemampuan knowing meliputi kemampuan mengenali dan mendeskripsikan. Kemampuan ini dilatih dalam tahap discovery learning dan inquiry lesson (lihat tabel 4.7). Subdomain knowing terdiri dari dua aspek, yakni aspek describe dan recognize. Dari kedua aspek tersebut, aspek describe yang paling memberikan kontribusi paling besar dalam meningkatkan subdomain knowing. Penjelasan lebih detail dipaparkan di bawah ini.


(40)

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Mengenali merupakan aspek yang menggali kemampuan siswa dalam mengidentifikasi jenis pesawat sederhana, termasuk membedakan pesawat sederhana yang termasuk tuas, bidang miring atau katrol berdasarkan ciri dan prinsip kerja. Dalam pelaksanaan pembelajaran, aspek recognize masih masuk dalam apersepsi pembelajaran. effect size aspek recognize masuk dalam kategori rendah.

Aspek recognize ini dilatihkan pada tahap discovery learning. Dengan melihat gambar 4.7, 4.8, dan 4.9, keterlaksanaan tahap discovery learning tidak terlalu buruk kecuali pada pertemuan pertama. Pada pertemuan kedua, aktivitas guru hanya 67% yang terlaksana. Begitu pula aktivitas siswa termasuk buruk dengan keterlaksanaan 60%. Untuk dapat knowing lebih dalam mengenai penyebab rendahnya aspek recognize, penulis menggunakan analisis didaktik dengan melihat transkip video pembelajaran pada lampiran 2.

Dengan melihat transkip pada lampiran 2. Ditemukan bahwa siswa telah mengenal beberapa pesawat sederhana beserta contoh dan fungsinya. Berikut kutipan transkip video pembelajaran pada pertemuan satu yang menunjukkan bahwa siswa sudah mengenal katrol dan fungsinya.

Tabel 4.5 Transkip video pembelajaran

Percakapan Analisis

G1 : ada yang tau ini alat apa ? S2 : katrol

Siswa sudah mengenal katrol G3 : katrol fungsinya untuk apa ?

S4 : buat ngangkut air S5 : buat ngangkut adukan

Siswa sudah mengatahui contoh penggunaan katrol dalam kehidupan sehari-hari

(transkip pembelajaran katrol – video 1) Hal serupa ditemukan pada kutipan transkip di bawah ini.

Tabel 4.6 Transkip video pembelajaran


(41)

42

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

G10 : kenapa pakai katrol ? S11 : biar gampang, pa G12 : ya, supaya lebih mudah S13 : supaya lebih ringan

G14 : karena katrol ini memudahkan pekerjaan kita, makanya katrol ini merupakan salah satu pesawat ...

S15 : sederhana

Siswa mengenal istilah pesawat sederhana yang meringankan pekerjaan

(transkip pembelajaran katrol – video 1) Dari kutipan transkip di atas, nampak bahwa siswa sudah knowing istilah katrol dan fungsinya. Hal serupa ditemukan pada pertemuan-pertemuan selanjutnya. Seperti yang tertera dalam kutipan transkip di bawah ini.

Tabel 4.7 Transkip video pembelajaran

Percakapan Analisis

G4 : sekarang adalagi satu pesawat sederhana yang fungsinya sama seperti itu. Bendanya ada di depan kalian. Yang kalian lihat di sini, pesawat sederhana apa ?

S5 : bidang miring

Bidang miring bukan sesuatu yang asing bagi siswa.

G6 : coba, siapa yang pernah menggunakan bidang miring ?

S7 : kalau naikin motor pake kayu G8 : iya, kalau naikin motor ya pakai kayu. Contoh bidang miring, ada lagi ? S9 : naik tangga.

Siswa juga telah mengenal contoh penerapan bidang miring dalam kehidupan sehari-hari.

(transkip video pembelajaran 2 – video 1)

Pada pertemuan ketiga, guru memberi tahu siswa nama pesawat sederhana yang ada di depan kelas. Tapi pada percakapan selanjutnya, guru menggali pengetahuan awal siswa mengenai tuas. Dan ternyata, ditemukan bahwa siswa juga telah mengenal tuas bahkan beserta komponen-komponen tuas (kuasa, tumpu dan beban).

G2 : bebannya mana ? S3 : itu

G4 : itu teh mana ?


(42)

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

G6 : 1, 2, 3 (sambil menunjuk titik-titik tuas; 1 = kuasa; 2 = penumpu; 3 =

beban) bebannya mana ? S7 : 3

G8 : titik kuasanya di mana ?

S9 : 1

(transkip video pembelajaran 3 – video 1)

Berdasarkan penjalasan di atas, dapat disimpulkan hal-hal yang menjadi penyebab rendahnya aspek recognize ini adalah sebagai berikut.

1. Siswa sudah mengetahui istilah pesawat sederhana sehingga rasa ingiin tahu siswa tidak muncul

2. Guru mengajarkan masing-masing pesawat sederhana secara terpisah, siswa tidak diminta mengidentifikasi pesawat sederhana berdasarkan fungsi dan cara kerjanya.

Untuk itu, sebaiknya guru menumbuhkan rasa ingin tahu dapat dilakukan dengan berbagai cara. Arnone (2003) menyebutkan beberapa strategi untuk meningkatkan rasa ingin tahu. Strategi tersebut diantaranya eksplorasi dan konflik konseptual. Selain itu, sebaiknya guru memberikan membawa beberapa pesawat sederhana yang tidak sejenis, kemudian siswa diminta mengidentifikasi katrol, tuas, atau bidang miring dengan melihat cara kerjanya.

2) Describe

Sedangkan describe merupakan aspek yang menggali kemampuan siswa dalam mendeskripsikan keuntungan mekanik pesawat sederhana, mengidentifikasi pesawat sederhana yang memiliki keuntungan mekanik lebih besar, lebih kecil atau sama dengan pesawat sederhana yang lain. Effect size aspek describe masuk dalam kategori tinggi.


(43)

44

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Pada tabel 4-7, mendeskripsikan dilatihkan pada tahap inquiry lesson. Namun, penulis menemukan bahwa pembelajaran yang mendukung aspek ini di semua tahapan dalam levels of inquiry dengan pembelajaran benuansa keuntungan mekanik. Mulai dari discovery learning, guru mengenalkan keuntungan mekanik, selanjutnya interactive demonstration guru membuktikan bahwa keuntungan mekanik bersifat konstan. Kemudian, inquiry lesson, siswa memprediksi faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan mekanik serta cara pengujiannya. Pada inquiry lab, siswa melakukan eksperimen untuk membuktikan prediksi yang telah dibuat pada tahap inquiry lesson. Berikut merupakan kutipan transkip pembelajaran yang membahas tentang keuntungan mekanik.

Tabel 4.8 Kutipan transkip video pembelajaran

Percakapan Analisis

Discovery learning G61 : Lebih ringan yang mana ? yang

tadi atau yang sekarang ? S62 : Yang barusan

G63 : lebih ringan yang barusan atau yang pertama ?

S64 : lebih ringan yang barusan, yang kedua

Siswa telah melakukan percobaan dan

menemukan bahwa menggunakan

katrol ganda dapat beban terasa lebih ringan

G65 : kata Ryan, kalau kita pakai dua katrol, atau katrol majemuk itu terasa lebih ringan.

G66 : percaya? S67 : percaya

G68 : kalau kita menggunakan katrol ganda itu lebih ringan, berarti kita mendapat keuntungan ya ... keuntungan

guru memperkenalkan keuntungan mekanik dari hasil percobaan

Tabel 4.9 Kutipan transkip video pembelajaran (lanjutan)

Percakapan Analisis

yang kita peroleh itu kita sebut dengan keuntungan mekanik

Interactive demonstration G111 : kalau bebannya 0,5, gaya

kuasanya, gaya yang kita butuhkannya


(44)

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

0,5 juga, berarti berapa keuntungan mekaniknya ?

S112 : 1

Inquiry lesson G35 : sekarang, saya kasih pertanyaan

lagi, menurut kalian, apa sih yang mempengaruhi keuntungan katrol ?

Guru bertanya hal yang mempengaruhi keuntungan mekanik katrol

Terlapas dari baik buruknya respon siswa, pengetahuan keuntungan mekanik pesawat sederhana dapat diajarkan melalui penerapan metode levels of inquiry. hal tersebut menyebabkan effect size aspek describe (describe) masuk dalam kategori besar.

b. Applying

Subdomain applying menggali kemampuan siswa dalam menggunakan pengetahuan yang siswa miliki. Effect size subdomain applying masuk dalam kategori rendah. Kemampuan ini dilatih dalam tahap discovery learning dan inquiry lesson (lihat tabel 4.7). Subdomain applying terdiri dari dua aspek, yakni aspek classify dan intrpret information. Kedua aspek tersebut sama-sama memiliki effect size yang rendah. Pembahasan mengenai penyebab rendahnya effect size subdomain dan kedua aspek tersebut dipaparkan dalam penjelasan berikut.

1) Mengklasifikasi (Classify)

Aspek classify berkaitan dengan kemampuan siswa dalam mengidentifikasi perbedaan dan kesamaan suatu pesawat sederhana. Aspek mengklasfikasi dilatihkan pada tahap discovery learning. Effect size aspek ini masuk dalam kategori rendah. Aspek classify banyak diterapkan di pembelajaran hari ke tiga,


(45)

46

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

yakni materi tuas. Dalam pembelajaran, pertama siswa dikenalkan terlebih dahulu istilah kuasa, beban dan tumpu. Siswa dibimbing untuk bisa mengidentifikasi kuasa, tumpu dan beban. Setelah itu baru siswa dilatih untuk mengelompokkan jenis-jenis tuas berdasarkan letak titik tumpu, kuasa, dan beban.

Siswa sudah bisa membedakan antara kuasa, beban, dan penumpu. Berikut merupakan kutipan transkip video pembelajarannya.

G1 : ini salah satu contoh tuas G2 : bebannya mana ?

S3 : itu

G4 : itu teh mana ?

S5 : itu (sambil menunjuk)

G6 : 1, 2, 3 (sambil menunjuk titik-titik tuas; 1 = kuasa; 2 = penumpu; 3 = beban) bebannya mana ?

S7 : 3

G8 : titik kuasanya di mana ?

S9 : 1

(transkip video pembelajaran 3 – video 1) Namun, siswa sempat bingung ketika diberi pertanyaan mengenai penggolongan tuas. Siswa bisa mengelompokkan tuas ketika guru mencontohkan sebelumnya. kebingungan siswa itu teridentifikasi dengan jawaban ragu yang diberikan oleh siswa.

(guru mengambil tang)

G63 : tadi ada tuas jenis 1, 2, 3. Ini tuas jenis ke berapa ? G64 : berapa kelompk 1?

S65 : 2

G66 : kelompok 2 ? S67 : 2 (ragu)

G68 : ini (kelompok 3) ? S69 : 2 (ragu)

G70 : ini (kelompok 4) ? S71 : 2 (ragu)

G72 : ini (kelompok 5) ? S73 : 1 (yakin dan kompak)


(46)

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

(semua kelompok menyebutkan bahwa tang meruapakan tuas jenis 2 kecuali kelompok 5)

(transkip pembelajaran 3 – video 1) Berdasarkan kutipan transkip di atas, konsep tuas secara umum sudah diterima, tetapi konsep jenis-jenis tuas belum dipahami sepenuhnya oleh siswa. Terlihat dari kutipan transkip di atas, 4 dari 5 kelompok belum memahami konsep jenis-jenis tuas.

Namun, pada langkah pembelajaran selanjutnya, respon siswa dalam pembelajaran cukup bagus. Pertanyaan-pertanyaan guru dapat dijawab dengan baik oleh siswa. siswa secara umum dapat membedakan mana yang disebut kuasa, tumpu, dan beban. Siswa juga mampu mengelompokkan mana yang termasuk tuas golongan 2, atau golongan 3.

S81 : 1

G82 : sekarang kalau troli, (guru menuju gambar troli pada papan tulis) G83 : 1, 2, 3 (1 = tumpu; 2 = beban; 3 = kuasa)

G84 : coba ini namanya apa (menunjuk nomor 3) ? S85 : kuasa

G86 : yang ini ? (menunjuk nomor 2) S87 : beban

G88 : kalau yang ini ? (menunjuk nomor 1) S89 : tumpu

G90 : berarti tuas jenis ke berapa ? S91 : 2

G92 : sekarang pinset

G93 : ini apa ? kuasa, tumpu, atau beban ? S94 : beban

G95 : ini ? S96 : kuasa G97 : ini ? S98 : tumpu

G99 : berarti tuas jenis ke berapa ? S100 : 3

(transkip pembelajaran 3 – video 1) Pengklasifikasian yang diajarkan guru di atas, hanya sebatas pada letak penumpu, kuasa, dan beban pada tuas. Sedangkan, pengklasifikasian pesawat sederhana


(47)

48

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

berdasarkan jenis pesawat sederhanya seperti benda ke dalam tuas, bidang miring, dan katrol. Pengklasifikasian tersebut sangat dipengaruhi oleh aspek recognize (recognize). Sehingga, rendahnya effect size pada aspek recognize, tentu akan berdampak pada rendahnya effect size pada aspek ini.

2) Mengintepretasi Informasi (Interpret information)

Aspek mengintepretasi meliputi kemampuan siswa dalam mengintepretasi informasi khususnya grafik dan tabel. Aspek ini banyak dilatihkan dalam kegiatan interactive demonstration. Data beban dan gaya kuasa diintepretasi dalam keuntungan mekanik, dan sifat keuntungan mekanik. Berikut merupakan kutipan transkip pembelajaran yang memungkinkan dilatihkannya aspek interpret information.

Dalam pembelajaran, siswa masih memperoleh kesulitan dalam melakukan pembagian antara w (beban) dan F (gaya) untuk memperoleh keuntungan mekanik (lihat tulisan yang dicetak tebal).

G101 : tadi bebannya terbaca berapa newton ? S102 : 0,5

G103 : ternyata gaya yang kita butuhkan diukur pakai neraca pegas, berapa newton ?

S104 : 0,5

G105 : berarti keuntungan mekaniknya berapa dong ?

S106 : nol, ... S107 : 2,5

(transkip pembelajaran katrol , video 1) G40 : tadi kata tuti, ternyata gaya kuasa yang kita butuhkan untuk menarik beban ke atas 0,3

(siswa ribut dan guru menenangkan)

G41 : ternyata gaya yang kita butuhkan untuk menarik si katrol (katrol sebagai beban) ini ke atas, tadi 0,3

(guru menuliskannya di papan tulis)

G42 : berarti dapet keuntungan mekanik ga kita ? S43 : dapat

G44 : berapa ? S45 : 2


(1)

56

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Kelompok 4 Lk/Lb Kelompok 5 Lk/Lb

(transkip pembelajaran tuas, video 2) Analisis yang diajarkan guru pada tahap inquiry lesson juga ternyata tidak membantu. Untuk mengatasi masalah tersebut, saran yang tertera di inquiry lesson dapat menjadi salah satu upaya yang bisa dilakukan.

4) Menarik kesimpulan (Draw Conclusion)

Aspek menarik kesimpulan meliputi kemampuan siswa untuk melihat kecenderungan data dan membuat kesimpulan dari data tersebut. Aspek menarik kesimpulan dilatihkan pada tahap discovery learning. Effect size aspek aspek menarik kesimpulan menunjukkan bahwa levels of inquiry tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan skor tes, atau dengan kata lain, levels of inquiry tidak dapat meningkatkan aspek ini.

Melihat keterlaksanaan discovery learning, pelaksanaan discovery learning khususnya siswa tidak ada yang mencapai 100% selain di pertemuan 3. Itu berarti siswa terdapat aktivitas siswa yang terlewat dalam tahapan tersebut. Aktvitas yang terlewat tersebut adalah aktivitas menyimpulkan. Berikut kutipan transkip video pembelajarannya.

Tabel 4.14 Kutipantranskip video pebelajaran

Percakapan Analisis

G65 : kata Ryan, kalau kita pakai dua

katrol, atau katrol majemuk itu terasa lebih ringan.

G66 : percaya?

S67 : percaya

Guru menyebutkan data berupa ringan-berat mengangkat beban dengan menggunakan katrol

G68 : kalau kita menggunakan katrol

ganda itu lebih ringan, berarti kita mendapat keuntungan ya ... keuntungan yang kita peroleh itu kita sebut dengan keuntungan mekanik

Guru menyebutkan bahwa siswa memperoleh keuntungan dan keuntungan tersebut disebut keuntungan mekanik.


(2)

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Hal serupa ditemukan pada pertemuan ketiga, berikut kutipan transkip video pembelajarannya.

(seorang siswa maju ke depan kelas) S53 : lebih berat

G54 : kalau lebih berat, berarti gaya kuasanya lebih besar atau lebih kecil ? berarti

kita dapat keuntungan ga ? S55 : engga

G56 : ada pesawat sederhana yang memperkecil gaya; ada pesawat sederhana

yang membuat gayanya lebih besar.

Tulisan yang dicetak tebal seharusnya tidak diungkapkan oleh guru, melainkan oleh siswa. seperti yang diungkapkan oleh Wenning (2010, hal. 14) bahwa prinsip

discovery learning adalah pendekatan “Eureka, I have found it”. Jika guru terlalu terburu-buru seperti yang tertera pada transkip, kemampuan menyimpulkan tidak bisa dilatihkan oleh siswa, dan discovery learning menjadi kurang memberikan hasil yang baik. Untuk itu, sebaiknya siswa guru lebih memperhatikan cara mengajar dalam memberikan ruang bagi siswa untuk menarik kesimpulan.

Pada tahap inquiry lab, siswa juga diminta untuk memberikan kesimpulan setelah memperoleh dan menganalisis data. Tapi, karena pembelajaran pada aspek menganalisis kurang terlatihkan, siswa tidak dapat memberikan kesimpulan dengan baik. Berikut adalah kesimpulan yang dibuat siswa.


(3)

58

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu Gambar 4.10 Kesimpulan siswa dalam LKS

Berdasarkan data di atas, selain teknik dalam membawakan discovery learning, aspek draw conclusion juga dipengaruhi oleh kemampuan siswa dalam mengintepretasi (interpret information) dan menganalisis. Untuk itu, meningkatkan level aspek domain kognitif di bawah aspek menarik kesimpulan merupakan hal yang penting.


(4)

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

1. DAFTAR PUSTAKA

Adiputra, Y. (2012). Penerapan Model Guided Inquiry dalam Pembelajaran Induksi Magnet untuk Meningkatkan Keterampilan Akademik dan Prestasi Belajar Siswa. Universitas Pendidikan Indonesia, Pendidikan Fisika. Bandung: tidak dipubilkasikan.

Arikunto, S. (2012). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Dunst, C. J., Hamby, D. W., & Trivette, C. M. (2004, November). Guidelines for

Calculating Effect sizes. Centerscope, 3(1), 1-10.

Gebiwetri, T. (2013). Penerapan Levels of inquiry untuk Knowing Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Logis Siswa SMA pada Pembelajaran Fisika. Universitas Pendidikan Indonesia, Pendidikan Fisika. Bandung: tidak dipublikasikan.

Kemendikbud. (2012). Serapan Nilai SMP. Dipetik Desember 22, 2013, dari

Litbang Kemendikbud:

http://118.98.234.22/sekretariat/hasilun/index.php/serapan_smp

Martin, M. O., Mullis, I. V., & Foy, P. (2008). TIMSS 2007 International Science report. Chestnut Hill: TIMSS & PIRLS International Study Center.

Martin, M. O., Mullis, I. V., Foy, P., & Stanco, G. M. (2012). TIMSS 2011 International Result in Science. Chestnut Hill: TIMSS & PIRLS International Study Center.

Martin, M. O., Mullis, I. V., Gonzalez, E. D., Gregory, K. D., Smith, T. A., Chrostowski, J. S., et al. (2000). TIMSS 1999 International Science Report. Chessnut Hill: Boston Collage.


(5)

60

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Martin, M. O., Mullis, I. V., Gonzalez, E. J., & Chrostowski, S. J. (2004). TIMSS 2003 International Science Report. Chestnut Hill: TIMSS & PIRLS International Study Center.

Megawati, E. (2013). Profil Kemampuan Inkuiri dan Kemampuan Berpikir Logis Siswa dalam Penerapan Levels of inquiry pada Pembelajaran Fisika. Universitas Pendidikan Indonesia, Pendidikan Fisika. Bandung: tidak dipublikasikan.

Mullis, I. V., & Martin, M. O. (2013). TIMSS 2015 Assessment Framework. Chestnutt Hill: TIMSS & PIRLS International Study Center.

Noviana, M. I. (2011). Penerapan Model Inkuiri Laboratorium Terbimbing pada Pembelajaran Fisika dalam Menigkatkan Prestasi Belajar dan. Universitas Pendidikan Indonesia, Pendidikan Fisika. Bandung: tidak dipublikasikan.

Rofiah, E., Aminah, S., & Ekawati, Y. E. (2013). Penyusunan Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika pada Siswa SMP. Jurnal Pendidikan Fisika, 17-22.

Salkind, N. J. (2007). Encyclopedia of Measurement and Statistics. Sage Publication.

Shadiq, F. (2007). Laporan Hasil Seminar dan Lokakarya Pembelajaran Matematika. P4TK (PPPG) (hal. 1-7). Yogyakarta: P4TK.

Wenning, C. J. (2005). Levels of inquiry: Hierarchies of pedagogical practices and inquiry processes. Journal Physics Teacher Education Online, 3-12. Wenning, C. J. (2010). Levels of inquiry: Using inquiry spectrum learning

sequences to teach science. Journal Physics Teacher Education Online, 5(3), 11-20.


(6)

Asep Nurudin, 2014

Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Pada Materi Pesawat Sederhana

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Wenning, C. J. (2011). Experimental inquiry in introductory physics courses. JPTEO, 6(2), 2-8.