APLIKASI COMMON REFLECTION SURFACE (CRS) PADA DATA SEISMIK 2D MULTICHANNEL DI PERAIRAN UTARA PAPUA.

(1)

Bayu Yudiana, 2014

Aplikasi Common Reflection Surface (CRS) pada Data Seismik 2D Multichannel di Perairan Utara

APLIKASI COMMON REFLECTION SURFACE (CRS)

PADA DATA SEISMIK 2D MULTICHANNEL

DI PERAIRAN UTARA PAPUA

SKRIPSI

Disusun untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Jurusan Pendidikan Fisika

Oleh Bayu Yudiana

0803128

PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

Bayu Yudiana, 2014

Aplikasi Common Reflection Surface (CRS) pada Data Seismik 2D Multichannel di Perairan Utara

APLIKASI COMMON REFLECTION SURFACE (CRS)

PADA DATA SEISMIK 2D MULTICHANNEL

DI PERAIRAN UTARA PAPUA

Oleh Bayu Yudiana

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Bayu Yudiana 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

Bayu Yudiana, 2014


(4)

Bayu Yudiana, 2014

Aplikasi Common Reflection Surface (CRS) pada Data Seismik 2D Multichannel

di Perairan Utara Papua

Nama : Bayu Yudiana

Pembimbing : 1. Tumpal Bernhard Nainggolan, S.T., M.T. 2. Nanang Dwi Ardi, S.Si, M.T.

Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Perairan utara Papua merupakan bagian dari Samudera Pasifik atau secara lebih spesifik merupakan bagian dari Laut Caroline. Wilayah Perairan Utara Papua menjadi salah satu tempat yang berpotensi menghasilkan sumber daya alam yang melimpah. Pengolahan data yang umum saat ini mulai bergeser ke arah metode pre-stack time maupun pre-stack depth imaging. Tetapi, stacking masih merupakan tahapan yang penting dalam pengolahan data seismik, karena penampang stack merupakan interpretasi awal dari gambaran bawah permukaan. Penampang stacking memiliki peranan penting karena merupakan penampang awal yang dapat diinterpretasi sebelum dilakukan proses migrasi. Salah satu metode stack yang mampu memberikan hasil yang baik adalah metoda Common Reflection Surface (CRS). Metode CRS mengasumsikan bahwa reflektor terdiri dari banyaknya segmen permukaan refleksi yang memiliki panjang yang sama dengan lebar zona Fresnel pada kedalaman. Metode CRS menggunakan stacking operator yang tepat untuk reflektor yang terekam pada data pre-stack lebih baik dari pada data konvensional. Stacking operator CRS terdiri dari 3 parameter yaitu α RNIP, RN. Untuk mendapatkan hasil

penampang CRS yang baik dilakukan uji apperture dip. Operator CRS yang terbaik menggunakan 50 m dengan apperture dip sebesar 250 m. Hasil dari metode CRS

stack mampu memberikan penggambaran bawah permukaan yang lebih baik dalam hal kemenerusan dan ketajaman reflektor dari pada stack konvensional, hal ini terlihat pada CDP 3000 – CDP 3500. Hasil dari metode CRS stack dapat bermanfaat sebagai sumber data awal untuk menentukan potensi sumber daya alam yang ada di bawah permukaan Perairan Utara Papua.


(5)

ii

Bayu Yudiana, 2014

ABSTRACT

Applications Common Reflection Surface (CRS) on Multichannel 2D Seismic Data in North Papua Marine

Exclusive Economic Zone (EEZ) in the marine north of Papua is part of the Pacific Ocean, specifically in the Caroline Sea. Marine territory of northern Papua is one places which potentially produce abundant natural resources. General data processing are now starting to shift toward a method of pre-stack time and pre-stack depth imaging. But stacking is still an important stage in seismic data processing, because the cross section of the stack is the initial interpretation of the subsurface picture. Stacking cross section has an important role as an initial cross-section which can be interpreted before the migration process. One method of stack which is able to give a good result is a Common of Reflection Surface method (CRS) stack. CRS stack method assumes that the reflector consists of many segments of the surface reflection, which has a length same as width of the Fresnel zone at depth. CRS-Stack method using the appropriate stacking operator for reflectors recorded in the data pre-stack is better than conventional data. CRS stacking operator consists of three parameters: α, RNIP, RN. To get the good result for cross section of CRS apperture dip test

conducted. The best CRS operator is use 50 m with a dip of 250 m apperture. The results of CRS stack method is able to provide a depiction of the subsurface better in terms of sharpness continuity and reflector of the conventional stack. It can be seen in the CDP 3000 - CDP 3500. The results of the CRS stack method can be useful as an initial data source to determine the potential of the natural resources that exist in the subsurface marine of Papua North.


(6)

Bayu Yudiana, 2014

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 ... L atar Belakang Masalah ... 1

1.2 ... R umusan Masalah ... 3

1.3 ... B atasan Masalah ... 3

1.4 ... T ujuan ... 3

1.5 ... M etode Penelitian ... 4

1.6 ... M anfaat Penelitian... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akuisisi Data Seismik ... 5

2.1.1 ... P eraratan Akuisisi Seismik 2D ... 6


(7)

ii

Bayu Yudiana, 2014

2.1.2 ... P

eralatan Seismik Multichannel ... 7

2.2 Metode Konvensional ... 14

2.2.1 ... Co mmon Midpoint (CMP) Stack ... 15

2.2.2 ... K oreksi Normal Moveout (NMO) ... 16

2.2.3 ... A nalisis Kecepatan ... 19

2.2.4 ... St acking ... 22

2.3 Common Reflection Surface (CRS) ... 23

2.3.1 CRS Stacking Surface ... 25

2.3.2 Proyeksi Zona Fresnel ... 29

2.4 Noise ... 31

2.5 Kondisi Geologi Kawasan Lepas Pantai Utara Papua ... 32

2.5.1 ... G eologi Regional ... 32

2.5.2 ... L empeng Caroline ... 34

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 ... L okasi Akuisisi Data Seismik ... 42

3.2 ... D iagram Alir ... 43

3.3 ... D ata Lapangan ... 45


(8)

iii

Bayu Yudiana, 2014

3.4 ... P

re-processing ... 46

3.4.1 Input Data ... 46

3.4.2 Geometry Setting ... 47

3.4.3 Editing... 50

3.4.4 Dekonvolusi ... 51

3.5 ... V elocity Analyisis ... 52

3.6 ... K oreksi Dip Move Out (DMO) ... 54

3.7 ... S tacking... 55

3.8 ... C RS ... 56

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 ... A nalisis Raw Data ... 59

4.2 ... A nalisis Geometry ... 60

4.3 ... A utocorrelation ... 61

4.4 ... A nalisis Predictive Deconvolution ... 63

4.5 ... A nalisis Kecepatan ... 64

4.6 ... P enampang Stack Konvensional dan CRS ... 65

4.7 ... I nterpretasi Geologi... 68


(9)

iv

Bayu Yudiana, 2014

5.1 Kesimpulan ... 71 5.2 Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 73


(10)

v

Bayu Yudiana, 2014

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : ... I

lustrasi survei seismik laut dengan sumber berupa air gun ... 5 Gambar 2.2 : ... E chosounder SyQuest Bathy 2010 ... 6 Gambar 2.3 : ... K

onfigurasi Airgun selama survei seismik ... 7 Gambar 2.4 : ... A

irgun yang digunakan di Kapal Riset Geomarin III ... 8 Gambar 2.5 : ... L

ayar Gun Controller (kiri) dan layar DigiCourse (kanan) ... 8 Gambar 2.6 : ... K

onfigurasi Array Gun dan Streamer yang dipergunakan selama kegiatan survei seismik multichannel ... 11 Gambar 2.7 : ... Str eamer ... 11 Gambar 2.8 : ... Di

gibird ... 11 Gambar 2.9 : ... Se

rcel Seal Recording System yang digunakan selama survei... 13 Gambar 2.10 : ... Sc

reenshot dari menu utama Recording System pada layar monitor HCI ... 14 Gambar 2.11 : ... M

onitoring kualitas data perekaman data seismik oleh eSQCPro . 14 Gambar 2.12 : ... Ge


(11)

vi

Bayu Yudiana, 2014

Gambar 2.13 : ... Ge ometri CMP gather yang memiliki dip ... 18 Gambar 2.14 : ... Pl

ot spektrum kecepatan ... 21 Gambar 2.15 : ... Ilu

strasi analisis kecepatan menggunakan metode semblance ... 22 Gambar 2.16 : ... Pr

oses stacking ... 23 Gambar 2.17 : ... O

perator Stacking dari NMO/DMO stack (Hubral, 1999), NMO/DMO stack surface (hijau) dan CO reflection-time surface (biru) ... 24 Gambar 2.18 : ... Cu

rvature gelombang normal (hijau) dan Curvature gelombang NIP (merah) ... 26 Gambar 2.19 : ... Pe

rmukaan operator stacking dari CRS stack, CRS stack surface (hijau) dan CO reflection time surface (biru) ... 27 Gambar 2.20 : ... Zo

na Fresnel ... 30 Gambar 2.21 : ... M

ultiple yang kemungkinan terjadi ... 31 Gambar 2.22 : ... Ru pa bumi dasarlaut dari lempeng Caroline dicirikan oleh cekungan, tinggian, punggungan dan palung laut ... 33 Gambar 2.23 : ... K

onvergensi miring antara tepian utara lempeng Australia dengan beberapa lempeng mikro membentuk palung New Guinea dan patahan geser seperti sesar Sorong ... 34 Gambar 2.24 : ... Li


(12)

vii

Bayu Yudiana, 2014

Gambar 2.25 : ... Pr ofil seismik refleksi Kompleks Ayu dan Cekungan Caroline Barat ... 37 Gambar 2.26 : ... Pr

ofil sismik refleksi melalui Tinggian Eauripik... 37 Gambar 2.27 : ... Li

ntasan seismik refleksi Daeyang Cruise 2001 di Kompleks Ayu 38 Gambar 2.28 : ... Li

ntasan seismik refleksi Line 4 pada sisi barat Kompleks Ayu .. 39 Gambar 2.29 : ... Li

ntasan sesimik refleksi Line 13 melalui sumbu pemekaran Kompleks Ayu ... 39 Gambar 2.30 : ... Lo

kasi pengukuran seismik di PC-01 sampai PC-04 selama KR05-15Cruise ... 40 Gambar 2.31 : ...

Ketebalan sedimen penutup accoustic basement maksimum di PC-03 sebesar 0.9TWT ... 40 Gambar 2.32 : ... Ke tebalan sedimen penutup menjuh dari palung sebesar 0.5TWT di PC-04 ... 41 Gambar 3.1 : ... Pe

ta Lintasan Akuisisi Seismik ... 42 Gambar 3.2 : ... M

orfologi Dasar Laut Daerah Survei Seismik ... 43 Gambar 3.3 : ... Di

agram Alir Penelitian ... 44 Gambar 3.4 : ... Fl

ow Input Data ... 46 Gambar 3.5 : ... Pa


(13)

viii

Bayu Yudiana, 2014

Gambar 3.6 : ... Pa nel Jendela Menu Auto 2D Marine Geometry... 48 Gambar 3.7 : ... Pa

nel Jendela Geometry Setup ... 49 Gambar 3.8 : ... St

acking Chart hasil geometry setting ... 49 Gambar 3.9 : ... Pi

cking Top-mute pada FFID 5039... 50 Gambar 3.10 : ... Au tocorrelation pada FFID 5038 ... 51 Gambar 3.11 : ... Fl

ow Dekonvolusi ... 52 Gambar 3.12 : ... Pa

rameter Predictive Dekonvolusi ... 52 Gambar 3.13 : ... Fl

ow Velocity Analysis ... 53 Gambar 3.14 : ... Pi

cking Velocity Analysis pada CDP 2551 ... 54 Gambar 3.15 : ... Fl

ow DMO ... 55 Gambar 3.16 : ... Fl

ow Stacking ... 56 Gambar 3.17 : ... Fl

ow CRS ZO Search ... 57 Gambar 3.18 : ... Fl

ow Parameter 2D CRS ZO Search ... 57 Gambar 3.19 : ... Fl

ow CRS Precompute ... 58 Gambar 3.20 : ... Fl


(14)

ix

Bayu Yudiana, 2014

Gambar 3.21 : ... Pa rameter 2D CRS Stack ... 58 Gambar 4.1 : ... Ra

w Data FFID 5040-5041 ... 59 Gambar 4.2 : ... Pe

nampang Hasil Geometry ... 60 Gambar 4.3 : ... Pe

nampang Hasil Top-mute ... 61 Gambar 4.4 : ... Ta

mpilan Autocorrelation ... 62 Gambar 4.5 : ... Ta

mpilan Predictive Deconvolution ... 63 Gambar 4.6 : ... Se

mblance analisis kecepatan pada CDP 2551 ... 64 Gambar 4.7 : ... Pe

nampang Stack Konvensional ... 65 Gambar 4.8 : ... Pe

nampang CRS Stack ... 66 Gambar 4.9 : ... Pe

nampang Stack Konvensional CDP 3000-3500 ... 68 Gambar 4.10 : ... Pe

nampang CRS Stack CDP 3000-3500 ... 68 Gambar 4.11 : ... Int


(15)

x


(16)

xi

Bayu Yudiana, 2014

DAFTAR TABEL


(17)

xii

Bayu Yudiana, 2014

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Peta Lintasan Akuisisi Seismik ... 76 Lampiran 2 : Tahapan Prosessing ... 77 Lampiran 3 : Uji Aperture Dip dan Operator CRS ... 86


(18)

Bayu Yudiana, 2014

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia, yang 2/3 wilayahnya merupakan wilayah lautan. Dengan cakupan wilayah laut yang begitu luasnya, maka Indonesia pun memiliki sumber daya alam yang melimpah baik di darat maupun di laut. Namun sebagai negara maritim, Indonesia dinilai belum mampu mendayagunakan sumber daya laut secara optimal. Oleh karena itu, eksplorasi sumber daya alam di laut sangat banyak dilakukan di laut. Salah satu wilayah Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam di laut adalah Perairan Utara Papua.

Wilayah perairan Utara Papua merupakan kawasan batas laut dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Perairan utara Papua. ZEE di Perairan utara Papua merupakan bagian dari Samudera Pasifik atau secara lebih spesifik merupakan bagian dari Laut Caroline. Wilayah Perairan Utara Papua menjadi salah satu tempat yang berpotensi menghasilkan sumber daya alam yang cukup melimpah, Selama ini eksplorasi minyak dan gas bumi masih terpusat di kawasan barat Indonesia. Padahal Kawasan Timur Indonesia menyimpan potensi migas yang besar, namun masih belum dieksplorasi.

Wilayah Perairan Papua diperkirakan memiliki cadangan minyak dan gas bumi akan tetapi belum dieksplorasi, karena terkendala infrastruktur dan


(19)

2

Bayu Yudiana, 2014

kondisi lokasi yang sangat sulit. Kawasan Timur Indonesia memiliki lebih banyak kandungan gas dan minyak, karena kawasan tersebut memiliki banyak bebatuan tua. Kendala utama yang dihadapi di Kawasan Timur Indonesia yaitu, masih minimnya infrastruktur dan topografi daerah. Rata-rata lokasi minyak dan gas bumi, berada di pegunungan atau laut dalam, sehingga membutuhkan infrastruktur dan teknologi tinggi.

Salah satu metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui struktur permukaan bawah laut yaitu metode seismik refleksi multichannel. Metode seismik refleksi multichannel dapat memberikan citra bawah permukaan yang semirip mungkin dengan keadaan geologi sebenarnya. Terdapat tiga tahapan dalam metode seismik diantaranya, acquisition, processing, dan interpretation. Dari ketiga tahapan tersebut, tahap processing atau seismic data processing

(pengolahan data seismik) merupakan tahap yang sangat berpengaruh. Karena pada tahapan ini data yang direkam pada field tape (hasil dari akuisisi seismik

multichannel baik untuk data darat, data zona transisi, maupun data laut) akan diproses sehingga menghasilkan suatu penampang seismik yang merepresentasikan struktur lapisan bawah permukaan bumi.

Pengolahan data yang umum saat ini mulai bergeser ke arah metode

pre-stack time maupun pre-stack depth imaging. Namum stacking masih merupakan tahapan yang penting dalam pengolahan data seismik, karena penampang stack merupakan interpretasi awal dari gambaran bawah permukaan. Satu dari metode baru yang dikembangkan untuk memperbaiki metode stacking


(20)

3

Bayu Yudiana, 2014

merupakan pengembangan dari metoda konvensional CMP stack gather dengan menggunakan pendekatan yang berbeda, yaitu dengan menambahkan beberapa parameter yang berhubungan dengan bentuk reflektor bawah permukaan dan untuk mendapatkan kecepatan stacking yang paling tepat untuk dapat dipakai dalam proses pre-stack selanjutnya.

I.2 Rumusan Masalah

Bagaimana penampang seismik bawah permukaan 2D pada Perairan Utara Papua melalui pengolahan data seismik stack konvensional dan metode CRS?

I.3 Batasan Masalah

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperlihatkan kemampuan metode CRS untuk menghasilkan penampang seismik yang lebih baik daripada metoda stack konvensional pada Perairan Utara Papua. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini yaitu pengolahan metode CRS dilakukan pada data yang sudah mengalami pre-processing.

I.4 Tujuan

1. Melakukan proses data seismik dengan menggunakan stack konvensional dan metode CRS sehingga menghasilkan penampang seismik bawah Perairan Utara Papua yang berkualitas baik.

2. Membuktikan bahwa metode CRS mampu memberikan pencitraan yang lebih baik dibandingkan dengan metoda stack konvensional.


(21)

4

Bayu Yudiana, 2014

3. Memperoleh informasi geologi dari hasil penampang seismik bawah permukaan Perairan Utara Papua yang akan membantu proses interpretasi untuk mengetahui potensi sumber daya alam di Perairan Utara Papua.

I.5 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan deskriptif analitik pada pemrosesan data seismik 2D multichannel dengan menggunakan software ProMAX 2D dan menggunakan metode studi literatur dari beberapa kajian pustaka ilmiah (jurnal ilmiah, artikel ilmiah, dan literasi ilmiah). Akuisisi data seismik dilakukan oleh lembaga penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) di Perairan Utara Papua.

I.6 Manfaat Penelitian

Hasil penampang seismik bawah permukaan 2D dari metode CRS dapat bermanfaat sebagai sumber data awal untuk menentukan potensi sumber daya alam yang ada di bawah permukaan Perairan Utara Papua.


(22)

Bayu Yudiana, 2014

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Akuisisi Data Seismik

Akuisisi data seismik dilaksanakan pada bulan April 2013 dengan menggunakan Kapal Riset Geomarin III di kawasan batas laut dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Perairan Utara Papua yang merupakan bagian dari Samudera Pasifik atau secara lebih spesifik merupakan bagian dari Laut Caroline. Akusisi data seismik dilakukan sebanyak 5 lintasan, sedangkan yang peneliti gunakan untuk pengolahan data seismik adalah lintasan JYPR-3.2 (lintasan 3 sekuen 2). Berikut adalah gambar lintasan seismik :

Gambar 3.1 Peta Lintasan Akuisisi Seismik JYPR-3.2


(23)

43

Bayu Yudiana, 2014

Gambar 3.2 Morfologi Dasar Laut Daerah Survei Seismik

3.2 Diagram Alir

Pada bab ini membahas pelaksanaan penelitian mulai dari tahap awal pengolahan data hingga diperoleh data yang siap untuk dianalisis. Pengolahan data seismik menggunakan software ProMax 2D. Software ProMax merupakan salah satu software untuk mengolah data seismik yang diproduksi oleh Landmark Halliburton Ltd.

Tahapan awal pengolahan data dimulai dengan melakukan input data ke dalam software ProMax. Data yang dimasukkan berupa SEG-D yang dikonversi menjadi format data SEG-Y. Format data SEG-D merupakan data lapangan yang langsung diterima dari receiver. SEG-Y merupakan format data seismik yang dikeluarkan oleh Society of Exploration Geophysicicts (SEG).


(24)

44

Bayu Yudiana, 2014

Tahapan selanjutnya merupakan tahapan yang penting pada pengolahan data yaitu proses Geometri, Editing, dan Dekonvolusi, tahapan ini merupakan tahapan pre-processing. Tahapan processing meliputi analisis kecepatan, stacking, dan CRS. Selanjutnya akan dianalisis perbedaan penampang hasil stacking dengan penampang hasil metode CRS.


(25)

45

Bayu Yudiana, 2014

Gambar 3.3 Diagram Alir Penelitian

3.3 Data Lapangan

Penulis melakukan pengolahan data seismik pada lintasan 3.2 dengan nama lintasan JYPR-3.2, raw data yang diolah mulai dari FFID 5038 sampai dengan FFID 11474. Di bawah ini merupakan parameter akuisisi pada lintasan JYPR-3.2.

Tabel 3.1 Parameter Akuisisi pada lintasan JYPR-3.2

Konfigurasi Off-end

Source Interval 37,5 m Group Interval 12,5 m

Jumlah Source 6437

Jumlah Channel 48

Min. Offset 250 m

Max. Offset 837,5 m

CDP Interval 6,25 m

Fold Maksimum 8

Panjang Lintasan 241350 m Line Azimuth 2710


(26)

46

Bayu Yudiana, 2014

3.4 Pre-processing

3.4.1 Input Data

Input data lapangan seismik harus sesuai dengan format pita lapangan (field tape). Dalam hal ini field tape masih berada dalam format multiplex, format

multiplex merupakan penggabungan hasil refleksi gelombang berdasarkan urutan sampling waktu pada saat perekaman data seismik. Data lapangan dengan format

multiplex harus mengalami perubahan ke dalam demultiplex untuk mengubah hasil rekaman data berdasarkan urutan trace-trace dalam masing-masing shot gather. Data lapangan yang telah di-demultiplex dalam penulisan ini selanjutnya disebut sebagai raw data. Berikut flow dari proses demultiplex dalam program ProMAX 2D:

Gambar 3.4 Flow Input Data

Dalam pengolahan data kali ini data awal berupa data SEG-D yang dikonversi menjadi format SEG-Y. Data dengan format SEG-Y menjadi input


(27)

47

Bayu Yudiana, 2014

dalm proses demultiplex, output demultiplex berupa raw data yang nantinya menjadi input untuk proses geometry.

3.4.2 Geometry Setting

Tahapan geometry berfungsi untuk mengkoreksi geometry agar sesuai dengan kondisi di lapangan saat pengambilan data.

Gambar 3.5. Panel Jendela 2D Marine Geometry

Menu file berfungsi untuk memanggil data yang akan diolah. Data yang diambil merupkan data geometri, yaitu JYPR-3.2. Menu setup dan Auto-2D berfungsi untuk menspesifikasikan konfigurasi global dan informasi operasional yang digunakan dalam ProMAX 2D. Aplikasi dari menu setup meliputi (Jusri, 2004) :

a). Assign Midpoints Method

Pada parameter ini disediakan pilihan metode binning yang akan digunakan. Masukan yang diberikan dalam parameter ini mempengaruhi pilihan-pilihan yang disediakan oleh menu lainnya. Dalam pengolahan berikut, metode yang digunakan adalah Matching pattern number in the SIN and PAT spreadsheet.


(28)

48

Bayu Yudiana, 2014

Parameter ini berisi input nominal receiver interval yang digunakan di lapangan. Receiver interval yang digunakan adalah 12,5 meter.

c). Nominal source station interval

Parameter ini berisi input nominal shot interval yang digunakan di lapangan. Shot interval yang digunakan adalah 37.5 meter.

d). Nominal sail line azimuth

Parameter ini berisi input nominal azimuth yang diukur sepanjang arah lintasan ke arah bertambahnya nomor receiver station atau source station, searah jarum jam dari arah arah utara, dalam satuan derajat (°).

e). Nominal Source Depth

Parameter ini berisi input kedalaman dari sumber energi. Kedalaman sumber diukur dari permukaan perairan.

f). Nominal Receiver Depth

Parameter ini berisi input kedalaman dari sumber penerima. Kedalaman penerima diukur dari permukaan perairan.


(29)

49

Bayu Yudiana, 2014

Gambar 3.6 Panel Jendela Menu Auto 2D Marine Geometry


(30)

50

Bayu Yudiana, 2014

Gambar 3.8Stacking Chart hasil geometry setting

3.4.3 Editing

Pada pengolahan data seismik multichannel,trace- trace seismik yang terekam sepanjang lintasan penelitian tidak semuanya merupakan data tetapi terdapat data noise. Trace-trace yang memiliki noise dihilangkan sedemikian rupa dalam proses editing untuk mendapatkan data yang berkualitas sebelum dilakukan tahap selanjutnya, yakni dekonvolusi. Serangkaian proses dalam editing dilakukan secara sistematis yang akan berdampak pada hasil akhir penampang seismik nantinya. Proses editing yang dilakukan adalah top-mute, dan Autocorrelation. Hasil dari top-mute dan Autocorrelation digunakan dalam proses dekonvolusi.

Top-mute

Muting bertujuan untuk memotong bagian yang tidak diinginkan yaitu sinyal seismik yang dianggap bukan sinyal refleksi primer. Jenis muting yang


(31)

51

Bayu Yudiana, 2014

digunakan pada pengolahan ini adalah top mute. Top mute berfungsi untuk menghilangkan noise direct wave.

Gambar 3.9Picking Top-mute pada FFID 5039

Autocorrelation

Proses autocorrelation merupakan proses untuk mengkoreksi kemungkinan

multiple yang ada pada data hasil rekaman seismik. Autocorrelation dilakukan dengan menentukan panjang operator (operator length) yang nantinya akan digunakan sebagai input parameter pada predictive deconvolution.


(32)

52

Bayu Yudiana, 2014

Gambar 3.10Autocorrelation pada FFID 5038

3.4.4 Dekonvolusi

Dekonvolusi merupakan suatu proses pengolahan data seismik yang bertujuan untuk meningkatkan resolusi vertikal dengan cara mengkompres

wavelet seismik agar wavelet seismik yang terekam menjadi tajam dan tinggi kembali. Selain meningkatkan resolusi vertikal, dekonvolusi juga dapat mengurangi efek multiple yang mengganggu interpretasi data seismik serta memperbaiki bentuk wavelet yang kompleks akibat pengaruh noise.

118 ms 118 ms


(33)

53

Bayu Yudiana, 2014

Gambar 3.11 Flow Dekonvolusi

Gambar 3.12 Parameter Predictive Dekonvolusi

3.5 Velocity Analysis

Pada pengolahan data ini, velocity analyisis menggunakan metode penggambaran amplitude (semblance velocity), yang merupakan plot kesamaan sinyal pada bidang velocity versus two way zero offset time (TWT). Hasilnya diplot dalam format kontur dengan warna pada penampang semblance. Kecepatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kecepatan Root Mean Square (VRMS), yaitu kecepatan total dari sistem perlapisan horizontal dalam bentuk akar kuadrat. Velocity analyisis menggunakan metode mengukur-kesamaan atau metode semblance. Metode ini menampilkan penampang semblance dan CDP

gather secara bersamaan.

Picking kecepatan dimulai pada kecepatan 1500 m/s karena V(RMS)

dasar laut di lapisan tersebut diperkirakan sebesar 1500 m/s. Picking harus mengalami pertambahan nilai kecepatan seiring dengan pertambahan TWT (Two Way Traveltime). Sehingga memungkinkan picking pada nilai kecepatan multiple


(34)

54

Bayu Yudiana, 2014

dapat dihindari. Selain itu, picking yang dilakukan harus memperhatikan CDP gather. Idealnya CDP gather akan menjadi datar setelah di-apply NMO apabila

picking kecepatan yang dilakukan tepat.

Gambar 3.13 Flow Velocity Analysis


(35)

55

Bayu Yudiana, 2014

3.6 Koreksi Dip Move Out (DMO)

Koreksi dip move out dilakukan pada data ini untuk mengatasi masalah picking fungsi kecepatan yang disebabkan oleh reflektor miring. Untuk kasus reflektor miring, koreksi NMO belum menghasilkan zero offset trace. Oleh karena itu dengan menggunakan koreksi dip move out, fungsi kecepatan yang diperoleh akan menghasilkan zero offset trace yang tidak terpengaruh oleh kemiringan reflektor dan kualitas data stack yang dihasilkan akan semakin bagus. Input DMO menggunakan hasil dari dekonvolusi dengan menggunakan parameter hasil velocity analysis.

Gambar 3.15 Flow DMO

3.7 Stacking

Setelah proses dekonvolusi dan DMO, maka dilakukan stacking pada data, Stacking merupakan proses penjumlahan trace-trace seismik dalam satu CDP setelah koreksi NMO yang bertujuan untuk mempertinggi signal to noise


(36)

56

Bayu Yudiana, 2014

ratio (S/N), karena sinyal yang koheren akan saling memperkuat dan noise yang inkoheren akan saling menghilangkan. Selain itu stacking juga mengurangi noise

yang bersifat koheren.

Stack dapat dilakukan berdasarkan common depth point (CDP),

common offset atau common shot point tergantung dari tujuan dari stack itu sendiri. Biasanya proses stack dilakukan berdasarkan CDP dimana trace-trace

yang tergabung pada satu CDP disuperposisikan dan telah dikoreksi NMO. Koreksi NMO dilakukan untuk menghilangkan efek jarak offset yang berbeda-beda dari tiap receiver dalam format CDP.

Gambar 3.16 Flow Stacking

3.8 CRS

Terdapat 3 langkah untuk mendapatkan penampang CRS yang optimal, diantaranya :


(37)

57

Bayu Yudiana, 2014

Dalam flow CRS ZO search dapat diperoleh dip berupa α dan RN dari

muka gelombang ZO section yang muncul. Parameter dip yang telah ditentukan kemudian dipakai kedalam input CRS precompute Sebagai input ZO search parameter dibutuhkan aperture dip, waktu tempuh, dan kecepatan permukaan. Aperture dip merupakan radius dari zona Fresnel untuk mendapatkan semblance. Sedangkan kecepatan awal diperlukan untuk mendapatkan nilai maksimum dip.

Gambar 3.17 Flow CRS ZO Search

Gambar 3.18 Flow Parameter 2D CRS ZO Search

2. CRS Precompute

CRS precompute dipakai untuk mengkomputasi panel semblance, gather


(38)

58

Bayu Yudiana, 2014

Gather diperoleh menggunakan kecepatan frekuensi yang diperoleh dari kecepatan NMO untuk mengaplikasikan CRS moveout untuk tiap trace

dan mengaplikasikan inverse NMO untuk tiap offset bin. Dengan menggunakan CRS precompute, range semblance dapat diperbesar sehingga semua trace dalam data pre-stack dapat dipakai.

Gambar 3.19 Flow CRS Precompute

3. CRS Stack

CRS stack menggunakan parameter dip dan kecepatan hasil CRS precompute untuk menghasilkan penampang stack atau gather dengan S/N yang lebih baik.


(39)

59

Bayu Yudiana, 2014


(40)

Bayu Yudiana, 2014

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

I.1 Kesimpulan

1. Telah dilakukan proses stack konvensional dan CRS Stack

menggunakan perangkat lunak ProMAX 2D sehingga dihasilkan penampang seismik bawah permukaan Perairan Utara Papua yang berkualitas baik. Hal tersebut dilakukan menggunakan proses tope-mute yang mampu menghilangkan swell noise, direct wave dan

autocorrelation yang dapat menghilangkan shot period multiple

sehingga terlihat penampang permukaan bawah laut dengan jelas. 2. Penampang seismik yang dihasilkan dengan menggunakan metode

CRS lebih baik daripada yang dihasilkan dengan menggunakan stack

konvensional, hal ini ditunjukan pada kemenerusan reflektor pada CDP 3000-3500.

3. Dari hasil interpretasi geologi menunjukan adanya Sedimen Neogen,

Eauripik Rise (Oligocene), Oceanic Ridge dan Basement (Oceanic Crust) yang terlihat jelas dari hasil pengolahan data seismik.

I.2 Saran

Untuk menghasilkan penampang CRS stack yang lebih baik, diperlukan pengolahan data lebih lanjut. CRS Stack juga memperkuat multiple


(41)

72

Bayu Yudiana, 2014

sehingga diperlukan metoda lain, seperti SRME dan Transformasi Radon untuk menghilangkan multiple.


(42)

Bayu Yudiana, 2014

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A. 2007. Ensiklopedia Seismik Online.

http://ensiklopediseismik.blogspot.com/ [Diunduh : 7 Januari 2013]

Anggraeni, P. (2008). Metode Zero Offset Common Reflection Surface : Aplikasi Pada Data Sintetik dan Data Real. ITB, Bandung.

Cervený, V., (2001), Seismic Ray Theory, Cambridge University Press.

Desviyanti, R. (2013). Aplikasi Metode SRME untuk Penekanan Multiple pada Data Seismik 2D Marine di Perairan Utara Papua. UPI, Bandung.

Hubral, P. and Krey, T., (1980), Interval velocities from seismic re_ection traveltime measurements, Soc. Expl. Geophys.

Jäger, R. (1999). The Common Reflection Surface Stack - Theory and

Application. Master’s thesis, Universit¨at Karlsruhe.

Mann, J., Schiecher, J., Hertweck, T. (2007). CRS Stacking – A Simplified Explanation. London: EAGE 69th Conference & Technical Exhibition. Perroud, H., Hubral, P., and H¨ocht, G. (1999). Common-reflection-point stacking

in laterally inhomogeneous media. Geophys. Prosp., 47(1):1–19.

Priyono, A. (2006). Metoda Seismik I. Diktat Kuliah pada Program Studi Geofisika FIKTM ITB.


(43)

74

Bayu Yudiana, 2014

Purwanto, C. (2013). Laporan Akhir Penelitian Landas Kontinen Indonesia.

Bandung: Puslitbang Geologi Kelautan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan.

Syafran, A. (2007). Migrasi Penampang Seismik Refleksi 2D Multichanel Cekungan Gorontalo Menggunakan ProMax. UPI, Bandung.

Taufiqurrahman. (2009). Pengolahan Data Seismik Menggunakan Metode Zero Offset-Common Reflection Surface Stack. ITB, Bandung.

Telford, W.M., Geldart, L.P dan Sheriff, R.E. (1990). Applied Geophysics. Second Edition. Cambridge: Cambridge University Press.

Tristiyoherni, W. 2010. Analisa Pre-Stack Time Migration (PSTM) Data Seismik 2D Pada Lintasan ITS Cekungan Jawa Barat Utara. Intitut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.

Yilmaz, O. (1987). Seismic Data Analysis. Tulsa: Society of Exploration Geophysicist.

Yilmaz, O. (2001), Seismic Data Analysis Volume 1, Tulsa: Society of Exploration Geophysics.


(1)

Bayu Yudiana, 2014

Aplikasi Common Reflection Surface (CRS) pada Data Seismik 2D Multichannel di Perairan Utara Papua

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gather diperoleh menggunakan kecepatan frekuensi yang diperoleh dari kecepatan NMO untuk mengaplikasikan CRS moveout untuk tiap trace dan mengaplikasikan inverse NMO untuk tiap offset bin. Dengan menggunakan CRS precompute, range semblance dapat diperbesar sehingga semua trace dalam data pre-stack dapat dipakai.

Gambar 3.19 Flow CRS Precompute

3. CRS Stack

CRS stack menggunakan parameter dip dan kecepatan hasil CRS precompute untuk menghasilkan penampang stack atau gather dengan S/N yang lebih baik.


(2)

59


(3)

Bayu Yudiana, 2014

Aplikasi Common Reflection Surface (CRS) pada Data Seismik 2D Multichannel di Perairan Utara Papua

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

I.1 Kesimpulan

1. Telah dilakukan proses stack konvensional dan CRS Stack menggunakan perangkat lunak ProMAX 2D sehingga dihasilkan penampang seismik bawah permukaan Perairan Utara Papua yang berkualitas baik. Hal tersebut dilakukan menggunakan proses tope-mute yang mampu menghilangkan swell noise, direct wave dan autocorrelation yang dapat menghilangkan shot period multiple sehingga terlihat penampang permukaan bawah laut dengan jelas. 2. Penampang seismik yang dihasilkan dengan menggunakan metode

CRS lebih baik daripada yang dihasilkan dengan menggunakan stack konvensional, hal ini ditunjukan pada kemenerusan reflektor pada CDP 3000-3500.

3. Dari hasil interpretasi geologi menunjukan adanya Sedimen Neogen, Eauripik Rise (Oligocene), Oceanic Ridge dan Basement (Oceanic Crust) yang terlihat jelas dari hasil pengolahan data seismik.

I.2 Saran

Untuk menghasilkan penampang CRS stack yang lebih baik, diperlukan pengolahan data lebih lanjut. CRS Stack juga memperkuat multiple


(4)

72

sehingga diperlukan metoda lain, seperti SRME dan Transformasi Radon untuk menghilangkan multiple.


(5)

Bayu Yudiana, 2014

Aplikasi Common Reflection Surface (CRS) pada Data Seismik 2D Multichannel di Perairan Utara Papua

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A. 2007. Ensiklopedia Seismik Online.

http://ensiklopediseismik.blogspot.com/ [Diunduh : 7 Januari 2013]

Anggraeni, P. (2008). Metode Zero Offset Common Reflection Surface : Aplikasi Pada Data Sintetik dan Data Real. ITB, Bandung.

Cervený, V., (2001), Seismic Ray Theory, Cambridge University Press.

Desviyanti, R. (2013). Aplikasi Metode SRME untuk Penekanan Multiple pada Data Seismik 2D Marine di Perairan Utara Papua. UPI, Bandung.

Hubral, P. and Krey, T., (1980), Interval velocities from seismic re_ection traveltime measurements, Soc. Expl. Geophys.

Jäger, R. (1999). The Common Reflection Surface Stack - Theory and Application. Master’s thesis, Universit¨at Karlsruhe.

Mann, J., Schiecher, J., Hertweck, T. (2007). CRS Stacking – A Simplified Explanation. London: EAGE 69th Conference & Technical Exhibition. Perroud, H., Hubral, P., and H¨ocht, G. (1999). Common-reflection-point stacking

in laterally inhomogeneous media. Geophys. Prosp., 47(1):1–19.

Priyono, A. (2006). Metoda Seismik I. Diktat Kuliah pada Program Studi Geofisika FIKTM ITB.


(6)

74

Purwanto, C. (2013). Laporan Akhir Penelitian Landas Kontinen Indonesia. Bandung: Puslitbang Geologi Kelautan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan.

Syafran, A. (2007). Migrasi Penampang Seismik Refleksi 2D Multichanel Cekungan Gorontalo Menggunakan ProMax. UPI, Bandung.

Taufiqurrahman. (2009). Pengolahan Data Seismik Menggunakan Metode Zero Offset-Common Reflection Surface Stack. ITB, Bandung.

Telford, W.M., Geldart, L.P dan Sheriff, R.E. (1990). Applied Geophysics. Second Edition. Cambridge: Cambridge University Press.

Tristiyoherni, W. 2010. Analisa Pre-Stack Time Migration (PSTM) Data Seismik 2D Pada Lintasan ITS Cekungan Jawa Barat Utara. Intitut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.

Yilmaz, O. (1987). Seismic Data Analysis. Tulsa: Society of Exploration Geophysicist.

Yilmaz, O. (2001), Seismic Data Analysis Volume 1, Tulsa: Society of Exploration Geophysics.