EKSTRAKSI ALKALOID DALAM DAUN TAPAK DARA.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.I Tinjauan Secara Umum II.1.1 Tapak Dara
Gambar 2.1 Bunga tapak dara
Tapak dara adalah tanaman tahunan yang berasal dari Madagaskar, namun telah menyebar ke berbagai daerah tropika lainnya. Nama ilmiahnya
Catharanthus roseus (L.) Don. Di Indonesia tumbuhan hias pekarangan ini dikenal dengan bermacam-macam nama, seperti sindapor (Sulawesi),
kembang tembaga (bahasa Sunda), dan kembang tapak dårå (bahasa Jawa). Orang Malaysia mengenalnya pula sebagai kemunting cina, pokok rumput jalang, pokok kembang sari cina, atau pokok ros pantai. Di Filipina ia dikenal sebagai tsitsirika, di Vietnam sebagai hoa hai dang, di Cina dikenal sebagai
chang chun hua, di Inggris sebagai rose periwinkle, dan di Belanda sebagai
(2)
Tabel 2.1 Klasifikasi bunga tapak dara
Kerajaan Plantae (tumbuhan)
Divisi Magnoliophyta (berbunga)
Kelas Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)
Ordo Gentianales
Famili Apocynaceae
Genus Catharanthus
Spesies C. roseus
Kandungan Kimia
Herba tapak dara mengandung alkaloid diantaranya vinkaleukoblastin (vinblastin), leurokristin (vinkristin), leurosin, vinkadiolin, leurosidin, dan katarantin (Dalimartha, 1999). Sedangkan pada akar tapak dara mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, dan tanin (Dalimartha, 1999). Kulit akarnya mengandung 2 % resin fenolik dan 3 % d-kamfor. Selain alkaloid daunnya menghasilkan resin (oleoresin), sejumlah kecil minyak atsiri. Kandungan terbesar yang biasa ditemukan adalah senyawa alkaloid pada daun yaitu vinkristin (C46H56N4O10) dan vinblastin (C46H58N4O9) (Sutarno dan Radjiman
1999).
Habitat
Tapak dara tumbuh di tempat yang berpasir tapi juga dapat tumbuh di pinggir sungai, vegetasi savanna dan tempat kering, di hutan. Tapak dara merupakan tanaman yang memiliki toleransi tinggi terhadap garam sehingga
(3)
sebagian besar ditemukan di dekat laut tapi seringkali ditemukan hingga 1500 m di atas permukaan laut. Tapak dara dapat hidup di lingkungan yang tidak terlalu panas.
Morfologi Tanaman
Tapak dara berupa terna atau semak, menahun, tumbuh tegak, tinggi mencapai 120 cm, banyak bercabang. Batang bulat, bagian pangkal berkayu, berambut halus, warnanya merah tengguli (Dalimartha, 1999). Bunga tunggal, keluar dari ujung tangkai dan ketiak daun dengan lima helai mahkota bunga, entuknya seperti terompet, berwarna putih, ungu, merah muda atau putih dengan warna merah ditengahnya, tabung mahkota bunga sepanjang 22-30 mm (Wijayakusuma, 2000). Buahnya buah bumbung berbulu, menggantung, berisi banyak biji berwarna hitam. Perbanyakan dengan biji, stek batang, atau akar (Dalimartha, 1999).
Cantik dan bermanfaat
Tanaman yang termasuk dalam famili Apocynaceae ini merupakan jenis tumbuhan dengan berbagai kandungan kimia. Menurut Winarto, ahli tanaman obat dari Kebun Obat Karyasari, terdapat lebih dari 70 macam alkaloid pada seluruh bagian tanaman tapak dara. Bahkan di dalam tanaman tapak dara pun terdapat alkaloid antikanker, yaitu komponen aktif vinblastine dan leurocristine (vincristine).
Hanya saja, dijelaskan oleh Endah Lasmadiwati, ahli tanaman obat dari Taman Sringanis, Bogor, tapak dara sedikit bersifat toksik. Semua bagian
(4)
tanaman tapak dara bisa digunakan untuk membuat ramuan obat. Jenis bunga yang biasa digunakan adalah bunga putih karena sifatnya yang lebih dingin atau yin.
Tapak dara yang berbunga merah jarang dimanfaatkan. Namun, bunga merahnya biasa digunakan untuk menghentikan perdarahan. Inilah beberapa ramuan tapak dara menurut Winarto dan Endah Lasmadiwati, yang berkhasiat mengatasi beberapa penyakit seperti :
Obat Diabetes
Lima lembar daun tapak dara diseduh dengan satu gelas air mendidih. Diamkan hingga dingin, kemudian diminum.
Obat Hipertensi
Daun tapak dara kering sebanyak 6-15 gram direbus. Setelah dingin, diminum.
Obat Bisul atau Bengkak
Tumbuk hingga halus satu genggam daun tapak dara. Tempelkan pada bagian yang bengkak atau bisul. ( Winarto dan Endah Lasmadiwati )
(5)
II.1.2 Senyawa Alkaloid
Dalam dunia medis dan kimia organik, istilah alkaloid telah lama menjadi bagian penting dan tak terpisahkan dalam penelitian yang telah dilakukan selama ini, baik untuk mencari senyawa alkaloid baru ataupun untuk penelusuran bioaktifitas. Senyawa alkaloid merupakan senyawa organik terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Secara organoleptik, daun-daunan yang berasa sepat dan pahit, biasanya teridentifikasi mengandung alkaloid. Selain daun-daunan, senyawa alkaloid dapat ditemukan pada akar, biji, ranting, dan kulit kayu. Bahwa hampir semua alkaloid di alam mempunyai keaktifan biologis dan memberikan efek fisiologis tertentu pada mahluk hidup. Sehingga tidaklah mengherankan jika manusia dari dulu sampai sekarang selalu mencari obat-obatan dari berbagai ekstrak tumbuhan. Fungsi alkaloid sendiri dalam tumbuhan sejauh ini belum diketahui secara pasti, beberapa ahli pernah mengungkapkan bahwa alkaloid diperkirakan sebagai pelindung tumbuhan dari serangan hama dan penyakit, pengatur tumbuh, atau sebagai basa mineral untuk mempertahankan keseimbangan ion. Alkaloid secara umum mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen yang bersifat basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Kebanyakan alkaloid berbentuk padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Alkaloid dapat juga berbentuk amorf atau cairan. Dewasa ini telah ribuan senyawa alkaloid yang
(6)
ditemukan dan dengan berbagai variasi struktur yang unik, mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit ( Sinly Evan Putra, 1999 ).
Tabel 2.2 Beberapa contoh senyawa alkaloid
Senyawa Alkaloid Aktivitas Biologi
Nikotin Stimulan pada syaraf otonom
Morfin Analgesik
Kodein Analgesik, obat batuk
Atropin Obat tetes mata
Skopolamin Sedatif menjelang operasi
Kokain Analgesik
Piperin Antifeedant (bioinsektisida)
Quinin Obat malaria
Vinkristin Obat kanker
Ergotamin Analgesik pada migraine
Reserpin Pengobatan simptomatis disfungsi ereksi
Mitraginin Analgesik dan antitusif
Vinblastin Anti neoplastik, obat kanker
(7)
II.1.3 Heksane (CH3(CH2)4CH3)
Heksana adalah sebuah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus kimia C6H14 (isomer utama n-heksana memiliki rumus CH3(CH2)4CH3). Awalan
heks- merujuk pada enam karbon atom yang terdapat pada heksana dan akhiran -ana berasal dari alkana, yang merujuk pada ikatan tunggal yang menghubungkan atom-atom karbon tersebut. Seluruh isomer heksana amat tidak reaktif, dan sering digunakan sebagai pelarut organik yang inert. Heksana juga terdapat pada bensin dan lem sepatu, kulit dan tekstil. Dalam keadaan standar senyawa ini merupakan cairan tak berwarna yang tidak larut dalam air (http://id.wikipedia.org/wiki/Heksana).
Tabel 2.3 Sifat-sifat heksane :
Rumus kimia C6H14
Massa molar 86.18 g mol−1
Penampilan Cairan tidak berwarna
Densitas 0.6548 g/mL
Titik didih 69 °C (342 K)
Kelarutan dalam air 13 mg/L at 20°C[
Viskositas 0.294 cP
(8)
Tujuan Menggunakan Heksana
Heksana merupakan pelarut yang dapat membebasankan lemak dari daun tapak dara karena adanya lemak - lemak akan mengganggu proses pencarian alkaloid. Heksana sangat cocok untuk mengekstraksi senyawa yang memiliki kepolaran rendah seperti minyak yang terdapat dalam tapak dara karena bunga tapak dara mengandung minyak atsiri (Dalimartha, 2001).
II.1.4 Etanol (C2H5OH)
Etanol disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya. Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar.
(9)
Kegunaan Etanol
Etanol dan alkohol membentuk larutan azeotrop. Karena itu pemurnian etanol yang mengandung air dengan cara penyulingan biasa hanya mampu menghasilkan etanol dengan kemurnian 96%. Etanol murni (absolut) dihasilkan pertama kali pada tahun 1796 oleh Johan Tobias Lowitz yaitu dengan cara menyaring alkohol hasil distilasi melalui arang. Lavoisier menggambarkan bahwa etanol adalah senyawa yang terbentuk dari karbon, hidrogen dan oksigen. Pada tahun 1808 Saussure berhasil menentukan rumus kimia etanol. Lima puluh tahun kemudian (1858), Coupermempublikasikan rumus kimia etanol. Dengan demikian etanol adalah salah satu senyawa kimia yang pertama kali ditemukan rumus kimianya.
Etanol pertama kali dibuat secara sintetik pada tahun 1826 secara terpisah oleh Henry Hennel dari Britania Raya dan S.G. Sérullas dari Perancis. Pada tahun 1828, Michael Faraday berhasil membuat etanol dari hidrasi etilenayang dikatalisis oleh asam. Proses ini mirip dengan proses sintesis etanol industri modern. Etanol telah digunakan sebagai bahan bakar lampu di Amerika Serikat sejak tahun 1840, namun pajak yang dikenakan pada alkohol industri semasa Perang Saudara Amerika membuat penggunaannya tidak ekonomis. Pajak ini dihapuskan pada tahun 1906, dan sejak tahun 1908 otomobil Ford Model T telah dapat dijalankan menggunakan etanol (http://id.wikipedia.org/wiki/Etanol).
(10)
Tabel 2.4 Sifat-sifat etanol
Rumus molekul C2H5OH
Massa molar 46,07 g/mol
Penampilan Cairan tak berwarna
Densitas 0,789 g/cm3
Titik lebur −114,3 C
Titik didih 78,4 C
Kelarutan dalam air Tercampur penuh
Keasaman (pKa) 15,9
Viskositas 1,200 cP (20 °C)
Momen dipol 1,69 D (gas)
Tujuan Menggunakan Etanol
Etanol merupakan pelarut organik yang biasa digunakan dalam mengekstraksi senyawa alkaloid dari berbagai tumbuhan. Selain itu, etanol lebih ramah lingkungan daripada metanol. Penggunaan etanol 96% lebih baik digunakan agar kapang dan kuman sulit tumbuh. (http://irwanfarmasi.blogspot.com/2010/04/ekstraksi-menggunakan-proses-infudasi.html)
(11)
II.1.5 Asam sitrat (C6H8O7)
Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun dan buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan). Senyawa ini merupakan bahan pengawet yang baik dan alami, selain digunakan sebagai penambah rasa masam pada makanan dan minuman ringan. Rumus kimia asam sitrat adalah C6H8O7. Struktur asam ini tercermin pada nama IUPAC-nya, asam
2-hidroksi-1,2,3-propanatrikarboksilat.
Sifat Fisika dan Kimia
Keasaman asam sitrat didapatkan dari tiga gugus karboksil COOH yang dapat melepas proton dalam larutan. Jika hal ini terjadi, ion yang dihasilkan adalah ion sitrat. Sitrat sangat baik digunakan dalam larutan penyangga untuk mengendalikan pH larutan. Ion sitrat dapat bereaksi dengan banyak ion logam membentuk garam sitrat. Selain itu, sitrat dapat mengikat ion-ion logam dengan pengkelatan, sehingga digunakan sebagai pengawet dan penghilang kesadahan air.
Pada temperatur kamar, asam sitrat berbentuk serbuk kristal berwarna putih. Serbuk kristal tersebut dapat berupa bentuk anhydrous (bebas air), atau bentuk monohidrat yang mengandung satu molekul air untuk setiap molekul asam sitrat. Bentuk anhydrous asam sitrat mengkristal dalam air panas, sedangkan bentuk monohidrat didapatkan dari kristalisasi asam sitrat dalam air dingin. Bentuk monohidrat tersebut dapat diubah menjadi bentuk anhydrous dengan pemanasan di atas 74 °C. Secara kimia, asam sitrat bersifat
(12)
seperti asam karboksilat lainnya. Jika dipanaskan di atas 175 °C, asam sitrat terurai dengan melepaskan karbon dioksida dan air.
Tabel 2.5 Sifat-sifat asam sitrat :
Rumus kimia C6H8O7
Titik lebur 426 K (153 °C)
Temperatur penguraian termal 448 K (175 °C)
Densitas 1,665 ×103 kg/m3
Keamanan Menimbulkan iritasi kulit dan mata
Sifat asam-basa 3,15 (pKa1)
4,77 (pKa2)
6,4 (pKa3)
II.1.6 Amonium Hidroksida (NH4OH)
Amonium Hidroksida adalah larutan gas amoniak (NH3) dalam air,
berbau khas menusuk hidung H3. Biasanya senyawa ini didapati berupa gas
dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Walaupun amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, amonia sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan. Administrasi Keselamatan dan Kesehatan Pekerjaan Amerika Serikat memberikan batas 15 menit bagi kontak dengan amonia dalam gas berkonsentrasi 35 ppm volum, atau 8 jam untuk 25 ppm volum. Kontak dengan gas amonia berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan bahkan kematian. Sekalipun amonia di AS diatur sebagai gas tak mudah terbakar, amonia masih
(13)
digolongkan sebagai bahan beracun jika terhirup, dan pengangkutan amonia berjumlah lebih besar dari 3.500 galon (13,248 L) harus disertai surat izin.
Amonia yang digunakan secara komersial dinamakan amonia anhidrat. Istilah ini menunjukkan tidak adanya air pada bahan tersebut. Karena amonia mendidih di suhu -33 °C, cairan amonia harus disimpan dalam tekanan tinggi atau temperatur amat rendah. Walaupun begitu, kalor penguapannya amat tinggi sehingga dapat ditangani dengan tabung reaksi biasa di dalam sungkup asap. "Amonia rumah" atau amonium hidroksida adalah larutan NH3 dalam
air. Konsentrasi larutan tersebut diukur dalam satuan baumé. Produk larutan komersial amonia berkonsentrasi tinggi biasanya memiliki konsentrasi 26 derajat baumé (sekitar 30 persen berat amonia pada 15.5 °C). Amonia yang berada di rumah biasanya memiliki konsentrasi 5 hingga 10 persen berat amonia. Amonia umumnya bersifat basa (pKb=4.75), namun dapat juga bertindak sebagai asam yang amat lemah (pKa=9.25). http://id.wikipedia.org/wiki/Amonia
Tabel 2.6 Sifat-sifat Amonium Hidroksida :
Rumus molekul NH4OH
Massa molar 17.0306 g/mol
Penampilan Gas tak berwarna berbau tajam
Massa jenis and fase 0.6942 g/L, gas.
Kelarutan dalam air 89.9 g/100 ml pada 0 °C
Titik lebur -77.73 °C (195.42 K)
Titik didih -33.34 °C (239.81 K)
Keasaman (pKa) 9.25
(14)
II.1.7 Kloroform (CHCl3)
Kloroform adalah nama umum untuk triklorometana (CHCl3). Kloroform
disebut juga haloform disebabkan karena brom dan klor juga bereaksi dengan metal keton, yang menghasilkan masing-masing bromoform (CHBr3) dan
kloroform (CHCl3). Hal ini disebut CHX3 atau haloform, maka reaksi ini
sering disebut reaksi haloform. Pembuatan kloroform :
1. Pengfoto kloran metana 2. Menurut reaksi haloform :
Zat + halogen + basa (halogen+basa=atau hipoklorit) CHCl3
Syarat untuk zat ini yaitu yang mempunyai atau pada oksidasi menghasilkan gugus CH3COO (asetil) yang terikat pada atom H atau C.
Reaksi haloform ini berlangsung dalam tiga tingkat :
1. Oksidasi (bila perlu) 2. Substitusi
3. Penguraian oleh basa
Kegunaan Kloroform
1. Sebagai pelarut
Kloroform adalah pelarut yang umum di laboratorium karena relatif tidak reaktif, miscible dengan cairan organik yang paling, dan nyaman volatile. Kloroform digunakan sebagai pelarut dalam farmasi industri dan untuk memproduksi pewarna dan pestisida . Kloroform adalah pelarut yang
(15)
efektif untuk alkaloid dalam bentuk basis mereka dan dengan demikian bahan tanaman biasanya diekstraksi dengan kloroform untuk diproses farmasi.
2. Sebagai reagen dalam sintesis organik
Sebagai reagen , kloroform berfungsi sebagai sumber CCL diklorokarbena 2 kelompok. Ia bereaksi dengan air natrium hidroksida biasanya dalam kehadiran katalis transfer fase untuk menghasilkan diklorokarbena , CCL 2. Reagen ini efek orto-Formilasi dari diaktifkan cincin aromatik seperti fenol , memproduksi aril aldehida dalam reaksi yang dikenal sebagai Tiemann-reaksi Reimer . Atau yang karbena bisa terperangkap oleh alkena membentuk siklopropana derivatif. Di samping Kharasch kloroform membentuk radikal bebas CHCl 2 selain alkena. 3. Sebagai obat bius
Kloroform yang pernah menjadi populer anestesi ; uap yang menekan pada sistem saraf pusat dari pasien, yang memungkinkan dokter melakukan berbagai prosedur lain yang menyakitkan. Pada 1847, di Edinburgh dokter kandungan James Young Simpson kloroform digunakan pertama untuk anestesi umum selama persalinan . Penggunaan kloroform selama operasi berkembang pesat setelahnya di Eropa. Di Amerika Serikat, kloroform mulai menggantikan eter sebagai obat bius pada awal abad ke-20, namun ia dengan cepat ditinggalkan untuk eter atas penemuan toksisitasnya, terutama kecenderungan untuk menyebabkan fatal aritmia jantung analog dengan apa yang sekarang
(16)
disebut " 's sniffer kematian mendadak ". Neraswara,2009 “Kloroform” http://kisahfathe.blogspot.com/2009/02/kloroform.html
Tabel 2.7 Sifat-sifat kloroform :
Rumus molekul CHCl3
Massa molar 119.38 g/mol
Penampilan Tidak berwarna
Densitas 1.48 g/cm3
Titik lebur -63.5 °C
Titik didih 61.2 °C
Kelarutan dalam air 0.8 g/100 ml pada 20 °C
II.1.8 Eter ( C4H10O )
Dietil eter, yang juga dikenal sebagai eter dan etoksi etana, adalah cairan mudah terbakar yang jernih, tak berwarna, dan bertitik didih rendah serta berbau khas. Anggota paling umum dari kelompok campuran kimiawi yang secara umum dikenal sebagai eter ini merupakan sebuah isomernya butanol. Berformula CH3-CH2-O-CH2-CH3, dietil eter digunakan sebagai pelarut biasa
dan telah digunakan sebagai anestesi umum. Eter dapat dilarutkan dengan menghemat di dalam air (6.9 g/100 mL).
Penggunaan
Dietil eter merupakan sebuah pelarut laboratorium yang umum dan memiliki kelarutan terbatas di dalam air, sehingga sering digunakan untuk ekstrasi cair-cair. Karena kurang rapat bila dibandingkan dengan air, lapisan eter biasanya berada paling atas. Sebagai salah satu pelarut umum untuk reaksi Grignard, dan untuk sebagian besar reaksi yang lain melibatkan berbagai reagen organologam. Dietil eter sangat penting sebagai salah satu pelarut dalam produksi plastik selulosa sebagai selulosa asetat. Dietil eter memiliki angka setana yang tinggi, 85 sampai 96.
(17)
Tabel 2.8 Sifat-sifat dietil eter :
II.1.9 Tinjaun Berdasarkan Pengendapan
Beberapa pengendapan digunakan untuk memisah-misahkan jenis alkaloid. Reagen sering didasarkan pada kesanggupan alkaloid untuk bergabung dengan logam yang memiliki berat atom tinggi seperti merkuri, bismut, tungsten, atau jood. Reagen yang sering digunakan untuk mengidentifikasi senyawa alkaloid yaitu reagen Dragendorff, reagen Mayer, reagen Wagner, reagen Bouchardat, dan reagen HNO3.
Reagen Dragendorff mengandung kalium iodida dan bismut nitrat dalam asam klorida pekat yang akan memberikan endapan warna merah bata.
Reagen Mayer mengandung merkuri klorida dan kalium Iodida yang akan memberikan endapan warna putih.
Reagen Bouchardat mirip dengan reagen Wagner dan mengandung kalium Iodida dan jood. Kedua reagen ini akan memberikan endapan warna coklat untuk senyawa alkaloid.
Rumus molekul C4H10O
Massa molar 74.12 g/mol
Penampilan
jernih, cairan tak berwarna
Densitas 0.7134 g/cm³, cair
Titik lebur −116.3 °C (156.85 K)
Titik didih 34.6 °C (307.75 K)
Kelarutan dalam
air 6.9 g/100 ml (20 °C)
(18)
Adanya senyawa alkaloid pada tumbuhan dapat juga diuji dengan HNO3 pekat. Reagen ini akan memberikan warna larutan menjadi
merah. (http://www.scribd.com/doc/49575733/23/Pembuatan-Larutan-Pereaksi)
Tabel 2.8 Reagen warna dan pengendapan untuk senyawa alkaloid
Pereaksi Warna
Larutan Endapan
Warna
1. HNO3 pekat Merah -
Pengendapan 1. Dragendorff 2. Wagner 3. Mayer 4. Bouchardat
- - - -
Merah bata Coklat Putih Coklat
II.2 Landasan Teori
Ekstraksi adalah untuk pengambilan semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Secara umum, terdapat empat situasi dalam menentukan tujuan ekstraksi:
1. Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari organisme. Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat di
(19)
ikuti dan dibuat modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses atau menyesuaikan dengan kebutuhan pemakai.
2. Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu, misalnya alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia sebetulnya dari senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui. Dalam situasi seperti ini, metode umum yang dapat digunakan untuk senyawa kimia yang diminati dapat diperoleh dari pustaka. Hal ini diikuti dengan uji kimia atau kromatografik yang sesuai untuk kelompok senyawa kimia tertentu
Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel. Ada empat faktor penting yang harus diperhatikan dalam operasi ekstraksi :
1. Ukuran partikel
Ukuran partikel mempengaruhi kecepatan ekstraksi. Semakin kecil ukuran partikel maka semakin besar luas permukaan dan akan terjadi kontak antara padatan dan cairan. Semakin besar partikel, maka cairan yang akan mendifusi akan memerlukan waktu yang relative lama. Dari penjelasan tersebut daun tapak dara terlebih dahulu dipotong kecil – kecil dengan
(20)
ukuran + 0,5 s/d 1 cm lalu di oven dan di gerus hingga menjadi serbuk agar terjadi kontak secara tepat.
2. Faktor pengaduk
Semakin cepat laju putaran pengaduk partikel akan semakin terdistribusi dalam permukaan kontak akan lebih luas terhadap pelarut. Semakin lama waktu pengadukan berarti difusi dapat berlangsung terus dan lama pengadukan harus dibatasi pada harga optimum agar dapat optimum agar konsumsi energi tak terlalu besar.
3. Temperatur
Pada banyak kasus, kelarutan material akan diekstraksi akan meningkat dengan temperatur dan akan menambah kecepatan ekstraksi. Untuk mendapatkan hasil yang optimal suhu pada proses pengadukan di jaga. 4. Pelarut
Pemilihan pelarut yang baik adalah pelarut yang sesuai dengan viskositas yang cukup rendah agar sirkulasinya bebas. Umumnya pelarut murni akan digunakan meskipun dalam operasi ekstraksi konsentrasi dari solute akan meningkat dan kecepatan reaksi akan melambat, karena gradien konsentrasi akan hilang dan cairan akan semakin viskos pada umumnya (Coulson, 1955: 721). Di dalam penelitian ini digunakan dua macam pelaut yaitu heksana dan etanol. Heksana merupakan pelarut non polar sehingga pembebasan lemak dari daun tapak dara menggunakan pelarut heksana sangat penting karena adanya lemak - lemak akan mengganggu proses pencarian alkaloid. Heksana sangat cocok untuk mengekstraksi senyawa yang memiliki
(21)
kepolaran rendah seperti minyak yang terdapat dalam tapak dara karena bunga tapak dara mengandung minyak atsiri (Dalimartha, 2001). Etanol merupakan pelarut organik yang biasa digunakan dalam mengekstraksi
senyawa alkaloid dari berbagai tumbuhan.
(http://irwanfarmasi.blogspot.com/2010/04/ekstraksi-menggunakan-proses-infudasi.html)
II.2.1 Proses Ekstraksi
Proses pengambilan alkaloid dari daun tapak dara ada dua tahap :
1. Serbuk kering daun tapak dara + CH3(CH2)4CH3 larutan minyak daun
tapak dara + heksane
2. Serbuk tahap pertama + C2H5OH larutan alkaloid daun tapak dara +
etanol
Proses ekstraksinya adalah serbuk kering daun tapak dara dilarutkan pada pelarut CH3(CH2)4CH3. Kemudian pelarut menembus pori – pori dari
padatan dengan bantuan pengadukan untuk mengambil zat terlarut kemudian dipisahkan dengan cara filtrat dibuang dan residu di oven hingga kering. Residu yang sudah dikeringkan diekstraksi lagi dengan etanol untuk mendapatkan alkaloid yang terdapat di dalam daun tapak dara.
II.2.2 Uji Alkaloid Dengan Pengendapan
Uji alkaloid dengan pengendapan melalui beberapa tahap :
1. Ekstrak etanol + C6H8O7 larutan asam sitrat (mencapai pH 3-4)
2. Larutan asam sitrat + Bi (NO3)3.5H2O +3KI endapan coklat
(22)
3. Larutan asam + C4H10O larutan asam + eter
4. Larutan asam tahap ketiga + NH4OH larutan basa (mencapai pH 8-9)
5. Larutan basa + CHCl3 larutan basa + kloroform
6. Larutan basa tahap kelima + Bi (NO3)3.5H2O +3KI endapan coklat
kemerahan + larutan basa
Proses pemeriksaan alkaloid dengan reaksi pengendapan adalah ekstrak etanol ditambahkan asam sitrat 5% hingga pH larutan mencapai pH 3-4. Penambahan larutan asam diulangi beberapa kali sampai larutan tersebut memberikan hasil negatif terhadap reagen penguji alkaloid. Disaring lalu residu dibuang dan larutan asam yang diperoleh dikocok dengan eter beberapa kali hingga fraksi eter yang terakhir tidak berwarna. Selanjutnya larutan asam dibasakan dengan amonium hidroksida pekat hingga pH larutan mencapai pH 8-9. Larutan basa yang diperoleh dikocok dengan kloroform sampai tidak berwarna. Kemudian ditambah reagen dragendorff 5 ml sampai menghasilkan endapan coklat kemerahan.
II.3Hipotesis
Pengambilan alkaloid dari daun tapak dara dapat dilakukan melalui proses ekstraksi dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu penggunaan pelarut yang tepat.
(23)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Bahan yang Digunakan
Penelitian ini menggunakan bahan baku daun tapak dara yang di ambil di Magetan, Jawa Timur. Etanol, heksana, kalium iodida, bismut subnitrat, aquades, kertas saring, asam sitrat, eter, amonium hidroksida, kloroform dibeli dari PT. BRATACO Surabaya.
III.2 Alat yang Digunakan
Peralatan yang digunakan terdiri atas alat utama dan alat penunjang alat utama yaitu seperangkat alat ekstraksi (pengaduk, motor pengaduk , statif,
tangki ekstraksi). Sedangkan penunjang oven waterbath, neraca digital, ayakan, erlenmeyer, pipet tetes, spatula, gelas ukur, labu ukur, kertas saring, thermometer, beaker glass.
III.3 Variabel Yang Digunakan
Variabel Tetap :
1. Volume pelarut : 150 ml
2. Ukuran ayakan : 100 mesh
3. Berat bahan : 25 gram
4. Suhu ekstraksi : 60 - 78 0C
(24)
Variabel Peubah :
1. * Waktu ekstraksi heksane (jam) : 1 ; 1,5 ; 2 ; 2,5 ; 3 * Waktu ekstraksi etanol (jam) : 1 ; 1,5 ; 2 ; 2,5 ; 3
2. Kecepatan pengadukan (rpm) : 100 ; 125 ; 150 ; 175 ; 200
III.4 Prosedur Penelitian
Proses penelitian yang dijalankan adalah sebagai berikut :
1. Persiapan Bahan
Daun tapak dara dibersihkan dari kotoran – kotoran dan di cuci himgga bersih. Dikeringkan dengan menggunakan oven hingga suhu 100
0
C untuk menghilangkan kadar airnya. Lalu di tumbuk hingga halus.
2. Jalannya Proses Ekstraksi
Daun Tapak dara yang sudah halus di timbang sesuai dengan berat pada variabel yang di tetapkan, kemudian masukkan ke dalam beaker glass dan di tambahkan pelarut heksana. Di ekstraksi untuk menghilangkan lemak pada daun, di lakukan beberapa kali hingga lemak di perkirakan habis. Ekstrak heksana yang di dapat di sisihkan, kemudian serbuknya di keringkan sampai bebas heksana lalu di ekstraksi dengan etanol 96 %. Tahap ini di lakukan beberapa kali hingga semua senyawa yang terkandung dalam daun tapak dara telah tertarik semua. Filtrat dikumpulkan kemudian diuapkan hingga terbebas dari pelarut.
(25)
3. Pemeriksaan Alkaloid Dengan Reaksi Pengendapan
Ekstrak etanol dimasukkan kedalam beaker glass, sambil diaduk ditambahkan asam sitrat 5% hingga pH larutan mencapai pH 3-4. Larutan asam ditambahkan reagen dragendroff penguji alkaloid. Larutan asam yang diperoleh dikocok dengan eter hingga tidak berwarna.
Selanjutnya larutan asam dibasakan dengan amonium hidroksida pekat hingga pH larutan mencapai pH 8-9. Larutan basa yang diperoleh ditambahkan kloroform kemudian ditambahkan reagen dragendroff penguji alkaloid sebanyak 5 ml.
4. Pembuatan Pereaksi Dragendorff
Larutan pereaksi dragendorff di buat terlebih dahulu. Sebanyak 8 gram KI dilarutkan dalam 20 ml aquades. 0,85 gram bismut subnitrat dilarutkan dalam 40 ml aquades, kemudian kedua larutan ini dicampurkan dan diencerkan sampai volumenya 100 ml.
(26)
III.5 Blok Diagram
Proses Ekstraksi
Di ayak dengan ukuran 100 mesh
Analisa bahan Saring Dikeringkan Saring ` Diuapkan untuk menghilangkan etanol Daun tapak dara
Dikeringkan dengan oven
Diekstraksi dengan heksana Dibersihkan dan dicuci
Residu Ekstrak heksana
Di tumbuk hingga halus
Residu Ekstrak etanol Diekstraksi dengan etanol 96 %
Kecepatan pengadukan (rpm): 100 ; 125 ; 150 ; 175 ; 200 Waktu ekstraksi (jam) : 1 ; 1,5 ; 2 ; 2,5 ; 3
Filtrat dibuang
Residu dibuang
Kecepatan pengadukan (rpm): 100 ; 125 ; 150 ; 175 ; 200 Waktu ekstraksi (jam) : 1 ; 1,5 ; 2 ; 2,5 ; 3
Filtrat Di analisis
(27)
Pemeriksaan Alkaloid Dengan Pengendapan
+ Asam sitrat 5% (pH 3-4)
Larutan asam ditambah reagen dragendorff sampai coklat kemerahan
Saring
Dikocok dengan eter hingga larutan tidak berwarna
+ Amonium hidroksida (pH 8-9)
Ditambahkan kloroform sampai tidak berwarna Kemudian ditambah reagen dragendorff 5 ml sampai menghasilkan endapan coklat kemerahan
Gambar 3.1 Blok diagram proses identifikasi alkaloid dalam daun tapak dara Residu
Larutan Asam
Ekstrak etanol
Residu dibuang
(28)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
IV.1 Hasil Analisis Bahan Baku
Berdasarkan uji Balai Penelitian dan Konsultasi Industri (BPKI) Surabaya - Jawa Timur, pada analisa bahan baku yaitu daun tapak dara yang sudah ditumbuk hingga halus dengan berat 25 gram diperoleh komposisi untuk masing-masing zat reduktor dengan acuan metode Spektrofotometer sebagai berikut:
Tabel 4.1 Analisis bahan baku
No Parameter Hasil Satuan
1 Minyak Atsiri 0,46 %
(29)
IV.2 Hasil Penelitian
Data hasil penelitian yang diperoleh dari penelitian ekstraksi dari daun tapak dara dengan menggunakan perbandingan waktu ekstraksi etanol 1 ; 1,5 ; 2 ; 2,5 ; 3 (jam) dengan kecepatan pengadukan 100; 125; 150; 175; 200 (rpm) adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2 Pengaruh perbandingan waktu ekstraksi dan kecepatan pengadukan terhadap kadar alkaloid dalam daun tapak dara
Waktu Ekstraksi Kecepatan Pengadukan Kadar Alkaloid Pereaksi Dragendorff Etanol (jam) (rpm) (%) (Warna Endapan)
100 13,61 Coklat kemerahan
125 13,86 Coklat kemerahan
1 150 14,12 Coklat kemerahan
175 14,54 Coklat kemerahan
200 14,86 Coklat kemerahan
100 15,21 Coklat kemerahan
125 15,43 Coklat kemerahan
1,5 150 15,75 Coklat kemerahan
175 16,03 Coklat kemerahan
200 16,37 Coklat kemerahan
100 16,66 Coklat kemerahan
125 16,83 Coklat kemerahan
2 150 17,14 Coklat kemerahan
175 17,47 Coklat kemerahan
200 17,67 Coklat kemerahan
100 18,66 Coklat kemerahan
125 18,91 Coklat kemerahan
2,5 150 19,27 Coklat kemerahan
175 19,42 Coklat kemerahan
200 19,73 Coklat kemerahan
100 18,37 Coklat kemerahan
125 18,58 Coklat kemerahan
3 150 18,89 Coklat kemerahan
175 19,11 Coklat kemerahan
(30)
IV.3 Pembahasan
Grafik 4.1 Hubungan antara kadar alkaloid dengan waktu ekstraksi
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa waktu ekstraksi sangat menentukan kadar alkaloid. Dari grafik dapat dilihat bahwa ekstraksi semakin lama dan semakin cepat pengadukannya semakin bertambah kadar alkaloidnya dapat dilihat pada waktu ekstraksi selama 1 sampai 2,5 jam. Hal ini terjadi karena semakin lama waktu ekstraksi maka kontak antara pelarut dengan bahan yang diekstraksi semakin baik, maka kontak antara solute dan solven akan semakin lama sehingga proses akan dapat berjalan baik. Semakin cepat laju putaran pengaduk partikel akan semakin terdistribusi dalam permukaan kontak akan lebih luas terhadap pelarut. Meskipun kenaikan grafik diatas tidak terlalu curam tetapi kadar yang diperoleh semakin lama semakin besar. Kondisi terbaik terjadi pada waktu ekstraksi selama 2,5 jam dengan kecepatan pengadukan 200 rpm diperoleh alkaloid sebesar 19,73 %. Pada waktu ekstraksi (heksane dan etanol) selama
(31)
3 jam terjadi penurunan, hal ini disebabkan karena terlalu lama solute di ekstraksi maka kandungan alkaloid yang didapat semakin berkurang.
Berdasarkan dari tabel diatas juga terlihat bahwa reagen Dragendroff memberikan hasil yang positif pada alkaloid dengan memberikan endapan warna cokelat kemerahan dan hasil yang di peroleh dari penelitian terdahulu menggunakan reagen Mayer memberikan endapan warna putih (Topan Waskito, 1999) dan Ita Mustikawati, 2005 menggunakan reagen Wagner memberikan endapan warna cokelat.
(32)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa kadar alkaloid tertinggi diperoleh pada waktu ekstraksi selama 2,5 jam dengan kecepatan pengadukan 200 rpm sebesar 19,73 %.
V.2 Saran
Bagi peneliti yang akan mengembangkan penelitian ini dapat mencoba menggunakan pelarut lain untuk mengekstraksi alkaloid dari daun tapak dara dan dapat mencoba menggunakan pereaksi selain pereaksi Dragendorff.
(33)
DAFTAR PUSTAKA
Bhattacharyya, S.S., Mandal, S.K., 2008, In Vitro Studies Demonstrate Anti- cancer Activity of an Alkaloid of a Plant (Gelsemiun sempervirens), Experimental Biology and Medicine, 233(12):1591-601.
Coulson, 1955: 721, http://himapet.multiply.com/journa, di akses 27 Desember 2011
Dalimartha, 1999. etd.eprints.ums.ac.id/1542/, di akses 27 Desember 2011 Dalimartha, 2001. http://etd.eprints.ums.ac.id/10900/3/BAB_I.pdf, di akses 27
Desember 2011
Hariana, 2006. http://etd.eprints.ums.ac.id32811K100040026.pdf, di akses 27 Desember 2011
Leonindita, P. D., 2009, Formulasi Tablet Ekstrak Herba Tapak Dara (Catharantus roseus (L) G. Don) Dengan Bahan Pengikat Gelatin Dan Gom Arab Pada Berbagai Konsentrasi. http://www.scribd.com/doc/49575733/23/Pembuatan-Larutan-Pereaksi, di akses 27 Desember 2011
Lenny, 2006, Senyawa Flavanoida, Fenilpropanida dan Alkaloida, Karya Ilmiah Departemen Kimia Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara. repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1842/1/06003489.pdf, di akses 24 Februari 2012
Mustikawati, Ita., 2006. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Golongan Alkaloid dari Daun Gendarussa Vulgaris Nees, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Surabaya
Padmanabha, B. V., Chandrashekar, M., 2006, Pattern of Accumulation of Camphotechin, an Anti – cancer Alkaloid in Nothapodytes nimmoniana Graham., Current Science, 90(1):95-100. eprints.undip.ac.id/25181/1/indah.pdf, di akses 27 Desember 2011
Perry, R.H., 1999,” Chemical Engineering Handbook”, 7th Edition,Mc-Graw- Hill Book,Kogakusha,Itd,Tokyo.
(34)
Putra, Sinly Evan.” Alkaloid : Senyawa Organik Terbanyak di Alam”, http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/biokimia/alkaloid_
senyawa_organik_ terbanyak_di_alam/,di akses 28 Desember 2011
Srivastava, S.K., Khan, M., Khanuja, S.P.S., 2005, Process for Isolation of Anticancer Agent Camptothecin from Nothapodytes foetida, US patent no 6893668.
Sutarno dan Radjiman, 1999. http://mamaraihand.blogspot.com/2009/07/kanker-payudara-dapat-disembuhkan.html, di akses 28 Desember 2011
Waskito, Topan, 1999. Isolasi dan Uji Aktivitas Alkaloid dari Daun Tapak Dara (Catharantous Roseus) Var Albus, Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Diponegoro, Semarang
Wijayakusuma, 2000. etd.eprints.ums.ac.id/1542/, di akses 27 Desember 2011 Winarto dan Endah Lasmadiwati.”Khasiat Tanaman Obat Tapak Dara, Tapak
KudadanTapakLiman”.http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Khasi at%20Tanaman%20Obat%20Tapak%20Dara,%20Tapak%20Kuda%20dan %20Tapak%20Liman&&nomorurut_artikel=175, di akses 28 Desember 2011
Saputera, Yoky Edy.” Spektrofotometri. http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_analisis/spektrofotometri/, di akses 28 Desember 2011
Zhou, D., Zhao, K., Ping, W., Jun, L., 2005, Study on Mutagensis of Protoplast from Taxol-Producing Fungus Nodulisporium sylviforme, The Journal of American Science, 1 (1): 62.
(35)
APPENDIKS
Pembuatan Asam Sitrat 5 % dengan volume 100 ml
% W = W
1x 100 %
W
1+ W
25 % = W
1x 100 %
W
1+ 100 gr
0,05 (W1 + 100) = W1
0,05 W1 + 5 = W1
5 = W1– 0,05 W1
5 = 0,95 W1
5 = W1
0,95
W1 = 5,26 gr
W2 = ml x gr
ml
W2 = 100 ml x 1,06 gr
ml W2 = 100 gr
Reagen Dragendorff
Sebanyak 8 gram KI dilarutkan dalam 20 mL aquades. 0,85 gram bismut subnitrat dilarutkan dalam 40 mL aquades, kemudian kedua larutan ini dicampurkan dan diencerkan sampai volumenya 100 mL, kemudian disimpan dalam botol berwarna gelap. Reaksi yang terjadi :
(36)
LAMPIRAN
Proses kegiatan selama penelitian 1. Persiapan Bahan
* Daun tapak dara yang * Kemudian dioven * Setelah di oven
telah dibersihkan ditumbuk hingga halus 2. Jalannya Proses Ekstraksi
* Di ekstraksi dengan * Disaring, residu di oven * Ketika selesai di oven n-heksana
* Di ekstraksi dengan * Disaring, filtrat di simpan Etanol
(37)
3. Pemeriksaan Alkaloid Dengan Reaksi Pengendapan
* Ekstak etanol * Lalu ditambahkan * Disaring, filtrat ditambahkan asam sitrat reagen Dragendroff disimpan
* Dikocok dengan eter * Larutan basa dikocok Dengan reagen dragendroff Pembuatan Pereaksi Dragendorff
(1)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa kadar alkaloid tertinggi diperoleh pada waktu ekstraksi selama 2,5 jam dengan kecepatan pengadukan 200 rpm sebesar 19,73 %.
V.2 Saran
Bagi peneliti yang akan mengembangkan penelitian ini dapat mencoba menggunakan pelarut lain untuk mengekstraksi alkaloid dari daun tapak dara dan dapat mencoba menggunakan pereaksi selain pereaksi Dragendorff.
(2)
DAFTAR PUSTAKA
Bhattacharyya, S.S., Mandal, S.K., 2008, In Vitro Studies Demonstrate Anti- cancer Activity of an Alkaloid of a Plant (Gelsemiun sempervirens), Experimental Biology and Medicine, 233(12):1591-601.
Coulson, 1955: 721, http://himapet.multiply.com/journa, di akses 27 Desember 2011
Dalimartha, 1999. etd.eprints.ums.ac.id/1542/, di akses 27 Desember 2011 Dalimartha, 2001. http://etd.eprints.ums.ac.id/10900/3/BAB_I.pdf, di akses 27
Desember 2011
Hariana, 2006. http://etd.eprints.ums.ac.id32811K100040026.pdf, di akses 27 Desember 2011
Leonindita, P. D., 2009, Formulasi Tablet Ekstrak Herba Tapak Dara (Catharantus roseus (L) G. Don) Dengan Bahan Pengikat Gelatin Dan Gom Arab Pada Berbagai Konsentrasi. http://www.scribd.com/doc/49575733/23/Pembuatan-Larutan-Pereaksi, di akses 27 Desember 2011
Lenny, 2006, Senyawa Flavanoida, Fenilpropanida dan Alkaloida, Karya Ilmiah Departemen Kimia Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara. repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1842/1/06003489.pdf, di akses 24 Februari 2012
Mustikawati, Ita., 2006. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Golongan Alkaloid dari Daun Gendarussa Vulgaris Nees, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Surabaya
Padmanabha, B. V., Chandrashekar, M., 2006, Pattern of Accumulation of Camphotechin, an Anti – cancer Alkaloid in Nothapodytes nimmoniana Graham., Current Science, 90(1):95-100. eprints.undip.ac.id/25181/1/indah.pdf, di akses 27 Desember 2011
Perry, R.H., 1999,”Chemical Engineering Handbook”, 7th Edition,Mc-Graw- Hill Book,Kogakusha,Itd,Tokyo.
(3)
Putra, Sinly Evan.” Alkaloid : Senyawa Organik Terbanyak di Alam”, http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/biokimia/alkaloid_
senyawa_organik_ terbanyak_di_alam/,di akses 28 Desember 2011
Srivastava, S.K., Khan, M., Khanuja, S.P.S., 2005, Process for Isolation of Anticancer Agent Camptothecin from Nothapodytes foetida, US patent no 6893668.
Sutarno dan Radjiman, 1999. http://mamaraihand.blogspot.com/2009/07/kanker-payudara-dapat-disembuhkan.html, di akses 28 Desember 2011
Waskito, Topan, 1999. Isolasi dan Uji Aktivitas Alkaloid dari Daun Tapak Dara (Catharantous Roseus) Var Albus, Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Diponegoro, Semarang
Wijayakusuma, 2000. etd.eprints.ums.ac.id/1542/, di akses 27 Desember 2011 Winarto dan Endah Lasmadiwati.”Khasiat Tanaman Obat Tapak Dara, Tapak
KudadanTapakLiman”.http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Khasi at%20Tanaman%20Obat%20Tapak%20Dara,%20Tapak%20Kuda%20dan %20Tapak%20Liman&&nomorurut_artikel=175, di akses 28 Desember 2011
Saputera, Yoky Edy.” Spektrofotometri. http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_analisis/spektrofotometri/, di akses 28 Desember 2011
Zhou, D., Zhao, K., Ping, W., Jun, L., 2005, Study on Mutagensis of Protoplast from Taxol-Producing Fungus Nodulisporium sylviforme, The Journal of American Science, 1 (1): 62.
(4)
APPENDIKS
Pembuatan Asam Sitrat 5 % dengan volume 100 ml
% W = W
1x 100 %
W
1+ W
25 % = W
1x 100 %
W1 + 100 gr
0,05 (W1 + 100) = W1
0,05 W1 + 5 = W1
5 = W1– 0,05 W1
5 = 0,95 W1
5 = W1
0,95
W1 = 5,26 gr W2 = ml x gr
ml
W2 = 100 ml x 1,06 gr
ml W2 = 100 gr
Reagen Dragendorff
Sebanyak 8 gram KI dilarutkan dalam 20 mL aquades. 0,85 gram bismut subnitrat dilarutkan dalam 40 mL aquades, kemudian kedua larutan ini dicampurkan dan diencerkan sampai volumenya 100 mL, kemudian disimpan dalam botol berwarna gelap. Reaksi yang terjadi :
(5)
LAMPIRAN
Proses kegiatan selama penelitian 1. Persiapan Bahan
* Daun tapak dara yang * Kemudian dioven * Setelah di oven
telah dibersihkan ditumbuk hingga halus 2. Jalannya Proses Ekstraksi
* Di ekstraksi dengan * Disaring, residu di oven * Ketika selesai di oven n-heksana
* Di ekstraksi dengan * Disaring, filtrat di simpan Etanol
(6)
3. Pemeriksaan Alkaloid Dengan Reaksi Pengendapan
* Ekstak etanol * Lalu ditambahkan * Disaring, filtrat ditambahkan asam sitrat reagen Dragendroff disimpan
* Dikocok dengan eter * Larutan basa dikocok Dengan reagen dragendroff Pembuatan Pereaksi Dragendorff