UPACARA TINGKAPAN DALAM TRADISI JAWA, TINJAUAN DISKRIPSI PADA MASYARAKAT JAWA DESA SIPAKU AREA, ASAHAN, SUMATERA UTARA.

(1)

UPACARA TINGKAPAN DALAM TRADISI JAWA

TINJAUAN DISKRIPSI PADA MASYARAKAT JAWA DESA SIPAKU

AREA,ASAHAN, SUMATERA UTARA

T E S I S

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Science

Program Studi Antropologi Sosial

Oleh : SULITO NIM : 8106152018

PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI SOSIAL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

v ABSTRAK

SULITO, Upacara Tingkapan Dalam Tradisi Jawa, Tinjauan Diskripsi Pada Masyarakat Jawa Desa Sipaku Area, Asahan, Sumatera Utara. Tesis. Program Studi Antropologi Sosial. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan, 2014.

Upacara Tingkapan masih berjalan di Desa Sipaku Area. Masyarakat berupaya menerapkan budaya Jawa dalam kehidupan sehari-hari, hal ini di kenal dengan “Njawani”. Masyarakat yang mayoritas adalah Suku Jawa sehingga kebudayaan dan Jawa masih kental dan kuat dalam kehidupan masyarakat Sipaku Area. Masyarakat percaya bahwa bila Upacara Tingkapan ini tidak dilaksanakan, maka akan mengakibatkan gangguan terhadap keselamatan ibu dan bayinya yang ada dalam kandungan. Keyakinan bahwa tanpa adanya upacara tersebut, anak di ibaratkan bagai seekor kerbau yang tidak di persiapkan kelahirannya melewati masa yang sangat krisis.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan mencoba menerapkan etnografi fotografi. Peneliti mencoba melakukan penelitian atas dokumen-dokumen cetak, visual dan audio visual, serta melakukan reviuw terhadap berbagai literatur, melakukan wawancara-wawancara dan observasi lapangan. Data yang dikumpulkan di kontrol, dikategorikan, serta di evaluasi perkembangannya. Dari data lapangan tersebut, kemudian di analisis dengan membandingkan data satu sama lain. Kemudian dari data yang telah dikategorikan tersebut, penulis menarik kesimpulan.

Penelitian ini menemukan bahwa beragam peralatan, bahan-bahan, serta prosesi Upacara Tingkapan ternyata memiliki makna simbolik tersendiri yang sangat dalam maknanya dalam kehidupan kosmologi Suku Jawa. Meskipun berkembang pro kontra di masyarakat, terkait sinkretisme dan sebutan bid’ah terhadap Upacara Tingkapan, namun kegiatan ini masih lestari dengan dengan beberapa adaptasi khususnya menyederhanakan upacara sehingga meminimalisir pembiayaan. Penelitian ini merekomendasikan upaya pelestarian bisa melibatkan tokoh masyarakat lebih luas sehingga makna simbolik bisa di transfer, menguatkan budaya tutur sebagai transfer nilai dan pengetahuan terhadap budaya serta mempraktekkan larangan taboo bagi pasangan yang akan segera memiliki anak juga menjadi penting dalam rangka menjaga tindakan, moral dan akhlak dalam kesehariannya yang nantinya dapat di teruskan kepada anak yang di kandung. Kesimpulan : Semakin sering di laksanakan Upacara Tingkapan maka akan memperkuat praktek budaya ini didalam masyarakat. Makna simbolik yang terkandung dalam upacara ini antara lain berupa kesederhanaan, kebahagiaan lahir batin, kesempurnaan hidup, kesucian batin, pengakuan adanya kekuatan yang lebih tinggi, serta kerendahan hati dan kebijaksanaan.


(6)

vi ABSTRACT

SULITO, Tingkeban of Ceremony In Javanese tradition, Overview Description In the Java community of Sipaku Area Village, Asahan, North Sumatra. Thesis. Social Anthropology of Studies Program. Postgraduate School of the State University of Medan, 2014.

Tingkeban of ceremony is still running in the village Sipaku Area. Javanese culture, people should try to apply in their daily lives, it is known by”Njawani”. The majority of people who are of Javanese culture and Java that is still strong and powerful in people's lives Sipaku Area. People believe that if Tingkapan ceremony is not implemented, it will result in disruption to the safety of mother and baby in the womb. The belief that the absence of the ceremony, children deifying like a buffalo that is not prepared very birth through a period of crisis. This study used qualitative methods to try applying ethnographic photography. Researchers try to do research on documents printed, visual and audio-visual equipment, and perform reviuw against a variety of literature, conducting interviews and field observations. Data collected at the controls, categorized, as well as in the evaluation of its development. From the field data, and then analyzed by comparing the data with each other. Then from the data that has been considered, the authors draw conclusions.

This study found that a variety of equipment, materials, as well as the procession ceremony Tingkapan proved to have its own symbolic meaning very deep meaning in the life of Javanese cosmology. Although developing pros and cons in the community, related to syncretism and heresy against Tingkapan Ceremony designations, but this activity is still preserved with the adaptations in particular simplifies the ceremony so as to minimize financing.

The study recommends preservation efforts could involve public figures more widely so that the symbolic meaning can be transferred, strengthen the oral tradition as transfer value and knowledge of the culture and practice the prohibition taboo for a couple who would soon have a child also becomes important in order to maintain the action, morals, and ethics in their daily life that can later be forwarded to the child at birth.

Conclusion: The more often carried Tingkapan of Ceremony will strengthen the

cultural practices in society. The symbolic meaning contained in these ceremonies which include simplicity, inner and outer happiness, perfection of life, inner purity, the recognition of the existence of a higher power, as well as humility and wisdom.


(7)

vii

KATA PENGANTAR

Penelitian ini berangkat dari keinginan untuk menemukan latar belakang pelaksanaan Upacara Tingkapan di Desa Sipaku Area, Asahan. Keinginan untuk mendokumentasikan mengapa Tingkapan masih bertahan hingga saat ini.

Penghargaan yang sangat dalam kepada seluruh masyarakat Desa Sipaku Area khususnya pasangan yang bersedia Upacara Tingkapannya di observasi dan di dokumentasikan. Juga kepada para sepuh dan guru yang telah di wawancarai oleh peneliti.

Rasa penghargaan yang terdalam kepada Bapak Prof. Dr. Usman Pelly, MA selaku komisi pembimbing 1 yang banyak memberikan bimbingan dan arahan serta masukan yang penting dalam penyempurnaan penulisan tesis ini hingga selesai. Juga rasa hormat kepada Ibu Dr. Pujiati, M.Soc selaku komisi pembimbing 2 dan sebagai dosen yang banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam penyempurnaan penulisan tesis ini. Kepada Bapak Dr. Phil Ichwan Azhari dan Bapak Dr. Hidayat, keduanya sebagai Ketua Program dan Sekretaris Program Studi Antropologi Sosial yang telah memberikan fasilitas akademik dan administrasi selama mengikuti perkuliahan.

Juga rasa hormat yang dalam kepada Bapak Prof. Dr. BA Simanjuntak, dosen akademik yang telah memberikan nasehat-nasehat dan ilmunya. Kepada seluruh dosen pengajar di Pascasarjana, terimakasih saya karena telah membuka cakrawala ilmu ke Antropologian yang memang baru saya kenal dan fahami selama perkuliahan.

Kepada Kepala Desa Sipaku Area, Kecamatan Simpang Empat – Asahan, yang telah memberikan banyak bantuan selama proses penelitian lapangan. Balitbang Provinsi Sumatera Utara, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Asahan dan Camat Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Asahan yang telah memberikan bantuan administratif.

Terakhir, hormat dan terimakasih kepada almarhum kedua orang tua saya, Almarhum Bapak Yatin dan Ibunda Almarhum Wasinah yang telah memberikan nafkah lahir batin, membesarkan dan mendidik saya sejak kecil. Kepada Ibunda mertua Marhaini br Tarigan yag memberikan semangat dorongan dan do’anya. Kepada seluruh keluarga, teristimewa kepada istri saya Sahira, S.Pd dan anak-anak, Kartika Utami dan Fadliansyah, atas doa dan dorongan yang tidak henti-hentinya sehingga kuliah dan tesis ini dapat selesai dengan baik.


(8)

viii

Penulis menyadari bahwa penulisan terkait Upacara Tingkapan ini masih banyak keterbatasan, maka penulis terbuka terhadap masukan-masukan yang membangun dan mungkin dapat ditindak lanjuti didalam penelitian berikutnya. Semoga tesis ini bermanfaat bagi banyak pihak yang terkait dengan Budaya Jawa, khususnya bagi masyarakat Desa Sipaku Area serta Pemerintah Daerah Kabupaten Asahan dalam melestarikan budayanya.

Terimakasih.

Medan, 20 Februari 2014 Penulis,

Sulito


(9)

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...

iii

ABSTRAK...

v

KATA PENGANTAR...

vii

DAFTAR ISI...

ix

DAFTAR TABEL...

xi

DAFTAR GAMBAR...

xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

BAB I. PENDAHULUAN...

1

1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Identifikasi Masalah... 4

1.3. Rumusan Masalah... 5

1.4. Tujuan Penelitian... 5

1.5. Manfaat Penelitian... 6

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN TEORITIS...

8

2.1. Kajian Pustaka ... 8

2.2. Konsep Kebudayaan... 9

2.3. Ritual Kebudayaan... 10

2.4. Tujuan Upacara ... 13

2.5. Teori Simbolisme... 14

2.6. Aspek Nilai Dalam Upacara Tingkapan... 19

2.6.1. Aspek Nilai... 19

2.6.2. Nilai Antropologi... 20

2.6.2.1. Nilai Religi Dalam Upacara Tingkapan... 20

2.7. Kerangka Berfikir... 20

BAB III. METODE PENELITIAN...

26

3.1. Jenis Penelitian... 26

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian... 27

3.3. Latar Penelitian... 27

3.4. Subyek Penelitian... 28

3.5. Tekhnik Pengumpulan Data... 29

3.5.1. Tahap Pengumpulan Data... 29

3.5.2. Tekhnik Analisi Data... 30

BAB IV. DATA LAPANGAN : UPACARA TINGKAPAN

DALAM TRADISI JAWA DI DESA SIPAKU AREA...

32

4.1. SELAYANG PANDANG KABUPATEN ASAHAN ....………... 32

4.1.1. Gambaran Umum Kabupaten Asahan... 32

4.1.2. Asal Usul Etnis Jawa di Kabupaten Asahan... 35


(10)

x

4.1.3.1. Sistem Kekerabatan Desa Sipaku Area... 39

4.1.3.2. Pendidikan Di Desa Sipaku Area... 42

4.1.3.3. Mata Pencaharian... 43

4.1.3.4. Kehidupan Beragama... 44

4.2. UPACARA TINGKAPAN DALAM TRADISI JAWA... 46

4.2.1. Latar Belakang Munculnya Upacara Tingkapan Di Desa Sipaku Area... 46

4.2.1.1. Tingkapan Dalam Latar Tradisi Jawa... 47

4.2.1.2. Kebudayaan Jawa... 54

4.2.1.3. Agama dan Kepercayaan Masyarakat Jawa... 55

4.2.2. Alat-Alat dan waktu Upacara Tingkapan... 59

4.2.2.1. Makna Simbolik Bahan Benda-Benda Artefak... 61

4.2.3. Pelaksanaan Upacara Tingkapan dan Makna Simbolik Dalam Upacara... 64

4.2.4. Aspek Pendidikan dan Nilai religi pada Upacara Tingkapan... 73

4.2.4.1. Aspek Pendidikan... 73

4.2.4.2. Nilai Religi Pada Upacara Tingkapan... 74

4.2.4.3. Nilai Religi Pada Upacara Tingkapan di Desa Sipaku Area... 77

4.2.4.4. Tingkapan Dalam Masyarakat jawa di Desa Sipaku Area... 79

4.2.4.5. Tingkapan Dalam Pandangan Muhammadiyah... 81

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI………..

83

5.1. Kesimpulan Faktual…... 83

5.2. Kesimpulan Teoritis... 84

5.3. Rekomendasi…………... 86

DAFTAR PUSTAKA

88


(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Kabupaten Asahan Berdasarkan Agama 34

Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Desa Sipaku Area Berdasarkan Suku Bangsa 39

Tabel 4.3. Pemilikan Rumah oleh Masyarakat 41

Tabel 4.4. Jumlah Penduduk Desa Sipaku Area Berdasarkan Pendidikan 42

Tabel 4.5. Mata Pencaharian Pokok 43


(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Photo SL 4.1 Photo Kabupaten Asahan. Sumber : BPS Kab. Asahan. 33

Photo SL 4.2 Kain 7 warna bunga telur dan kelapa gading, Sumber: Dokumentasi Penelitian.

62

Photo KC 4.3 Kelapa gading cengkir bergambar Rama dan Shinta, sumber http: // komunikan.Com

64

Photo SL 4.4 Pasangan Tingkapan Nizar dan Yatno, waktu

siraman/mandi, Sumber: Dokumentasi Penelitian.

65

Photo SL 4.5 Pasangan Tingkapan Uci dan Ahmad, waktu

siraman/mandi, Sumber: Dokumentasi Penelitian.

65

Photo SL 4.6 Pasangan Tingkapan Nizar dan Yatno,waktu

siraman/mandi, Sumber: Dokumentasi Penelitian.

66

Photo SL 4.7 Pasangan Tingkapan Nizar waktu brojolan, Sumber: Dokumentasi Penelitian.

67

Photo SL 4.8 Upacara ganti busana. Sumber: Dokumentasi Penelitian. 68

Photo SL 4.9 Calon ayah membelah kelapa gading, Sumber:

Dokumentasi Penelitian.

69

Photo SL 4.10 Photo kelapa gading terbelah. Sumber : Dokumentasi Penelitian

69

Photo SL 4.11 Prosesi siraman pada tingkapan Nizar dan Yatno dimulai. Sumber : Dokumentasi Penelitian.

70

Photo SL 4.12 Air mandi siraman yang diisi kembang setaman. Sumber : Dokumentasi Penelitian.

70

Photo SL 4.13 Prosesi siraman pada tingkapan Uci dan Ahmad. Sumber : Dokumentasi Penelitian.

70

Photo SL 4.14 Kelapa gading yang di belah dua bermakna simbolik. Sumber : Dokumentasi Penelitian.

71

Photo SL 4.15 Jajan pasar untuk kenduri pada acara tingkapan. Sumber : Dokumentasi Penelitian.

71


(13)

xiii : Dokumentasi Penelitian.

Photo SL 4.17 Sesajen tumpeng untuk kenduri pada acara tingkapan. Sumber : Dokumentasi Penelitian.

72

Photo SL 4.18 Bubur 7 warna untuk kenduri pada acara tingkapan. Sumber : Dokumentasi Penelitian.

72

Photo SL 4.19 Peneliti bersama informan Mbah Sulastri, 60 Tahun, 13 Oktober 2013. Sumber : Dokumentasi Penelitian.


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Informan 91


(15)

Page | 1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Penulis merasa tertarik untuk meneliti mengenai Upacara Tingkapan karena upacara ini masih tetap berlangsung hingga kini meskipun perkembangan budaya semakin canggih. Disamping itu, ketertarikan ini juga dilatari semangat sebagai upaya mendokumentasikan Upacara Tingkapan, agar nantinya tersedia referensi yang konprehensip mengenai salah satu ritus budaya ini. Kedekatan peneliti sebagai suku Jawa juga memudahkan peneliti untuk masuk ke wilayah riset sehingga memudahkan proses penelitian tesis ini.

Asal mula upacara “Tingkapan” disebabkan karena manusia merasa bahwa terdapat peralihan dalam kehidupan individualnya1. Merujuk pada Danandjaya (1985 : 19), dalam lingkaran kehidupan (life cycle) manusia terdapat beberapa tingkat dalam kehidupannya, yaitu kelahiran, masa kanak-kanak, masa akil baliq, masa dewasa, perkawinan, dan kematian. Peralihan dari satu tingkat kehidupan, ketingkat kehidupan selanjutnya, dianggab tahap yang penuh bahaya atau masa krisis.

Betapapun bahagianya hidup manusia, ia harus selalu ingat akan kemungkinan-kemungkinan timbulnya krisis dalam hidupnya. Krisis-krisis itu terutama berupa bencana-bencana, sakit dan maut. Bencana-bencana tersebut tidak dapat dikuasainya dengan segala kepandaian, kekuasaan atau kekayaan harta benda yang mungkin dimilikinya. Dalam menghadapi masa krisis serupa itu manusia butuh

1 Tingkapan di kenal sebagai upacara tujuh bulanan kehamilan pada masyarakat etnis Jawa. Lazimnya tingkapan di laksanakan pada kehamilan anak pertama pada pasangan muda.


(16)

Page | 2 melakukan perbuatan untuk memperteguh imannya dan menguatkan dirinya. Upacara-upacaara keagamaan biasanya di gunakan untuk mensucikan dan mendamaikan hati makhluk-mahkluk ghaib perlu dilakukan. Danandjaya (1985, 19) menyebutkan sebagai upacara-upacara lingkatan hidup.

Di samping adanya masa krisis dalam kehidupan manusia sebenarnya upacara itu dilakukan karena manusia mempunyai emosi keagamaan. Adanya emosi keagamaan maka rangkaian Upacara Tingkapan menjadi kramat. Meskipun upacara-upacara lingkaran hidup bersifat universal, namun tidak semua saat peralihan tersebut sama pentingnya disemua masyarakat. Misalnya pada masyarakat adat Bali Aga di Trunyan dimana semua upacara dalam setiap tahapan lingakaran kehidupan menjadi penting.

Biasanya, upacara tersebut di kaitkan dengana hal-hal yang ghaib. Maka kemudian segala hal yang mempunyai kaitan dengan upacara tersebut menjadi keramat. Pada Upacara Tingkapan, misalnya tempat dan saat Upacara Tingkapan dilakukan, benda serta orang-orang yang bersangkutan dengan rangkaian upacara menjadi keramat, menjadi sakral. Upacara Tingkapan timbul disebabkan oleh kelompok keagamaan yang berada di dalam kraton dan masyarakat pada umumnya selalu melestarikan religi antara lain upacara daur hidup sehingga upacara-upacara daur hidup sampai sekarang dan masih dilaksanakan. Didalam semua kebudayaan mengenal beragam ritus atau upacara dalam menandai masa peralihan antara satu tahapan lingkaran hidup ke tahapan lingkaran hidup berikutnya.

Dapat dikatakan bahwa penyelenggaraan rangkaian Upacara Tingkapan dimaksudkan agar embrio yang ada di dalam kandungan dan ibu yang mengandung


(17)

Page | 3 senantiasa memperoleh keselamatan. Di samping itu ada motivasi yang mendorong dilakukan penyelenggaraan Upacara Tingkapan. Namun motivasi itu adalah aspek tradisi kepercayaan lama dan aspek solidaritas primordial. Aspek tradisi kepercayaan lama dimaksudkan karena orang Jawa sangat yakin bahwa Upacara Tingkapan sebagai sarana mutlak untuk menghindarkan ibu dan anak yang ada dalam kandungan dari mala petaka yang ditimbulkan oleh berbagai macam makhluk beberapa pantangan atau pamali. Pelanggaran terhadap pantangan yang dilakukan oleh ibu dan

suaminya akan mengakibatkan cacat bagi si bayi.

Rangkaian Upacara Tingkapan yang dianggap penting adalah upacara siraman. Untuk menemukan ajaran etikanya / filosofinya akan terlihat dari makna simbol-simbol yang terdapat dalam alat-alat yang dipergunakan. Seorang ibu harus suci, tidak boleh ternoda, karena itu harus dibersihkan dengan mandi (siraman) keramas. Air bunga, air yang berasal dari tujuh sumber atau diberi aneka bunga-bungaan yang harum bunga. Dalam kosmologi Jawa, hal ini melambangkam tujuh sumber lambang dari : hidup, kekuatan, penglihatan, pendengaran, perkataan, perbuatan dan kemauan.

Upacara Tingkapan dapat diartikan sebagai pitulungan, yamg memiliki maksud bahwa tujuan dilaksanakannya upacara adalah untuk memohon pertolongan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar nantinya dalam proses kelahiran diberi kelancaran serta keselamatan. Waktu pelaksanaan upacara adat Tingkapan/ dianjurkan pada hari Rebo Wage ‘Rabu Wage’ atau Setu Wage ‘Sabtu Wage’ dalam bulan ketujuh umur kandungan. Hal ini dimasudkan agar sesuai dengan istilah Metu age atau ‘lekas keluar’.


(18)

Page | 4

Masyarakat desa Sipaku Area masih percaya apabila tidak melaksanakan Upacara Tingkapan / akan mengakibatkan adanya gangguan terhadap keselamatan ibu dan bayi yang ada dalam kandungan. Selain itu masyarakat beranggapan jika melahirkan anak tanpa mengadakan atau melakukan Upacara Tingkapan/ sama halnya dengan

“ngebokake” anak, artinya menyamakan anak dengan seekor kerbau. Adanya kepercayaan itu maka masyarakat Desa Sipaku Area sampai saat ini masih melaksanakan Upacara Tingkapan.

1.2. IDENTIFIKASI MASALAH

Upacara Tingkapan merupakan salah satu bentuk upacara adat dalam lingkaran hidup (life cycle) pada etnis Jawa. Upacara tersebut sampai saat ini masih tetap dilaksanakan untuk ibu yang sedang mengandung tujuh bulan anak pertamanya.

Upacara Tingkapan terdiri atas serangkaian kegiatan inti yang meliputi : Selamatan upacara mandi (siraman) dan upacara berganti pakaian tujuh kali. Rangkaian kegiatan tersebut sebenarnya merupakan rangkaian simbol yang mengandung nilai nilai etik yaitu : kesederhanaan, kebahagiaan lahir batin, kesempurnaan hidup, kesucian batin, pengakuan adanya kekuatan yang lebih tinggi, kerendahan hati dan kebijaksanaan.

Nilai-nilai etik yang terkandung dalam lambang-lambang aneka macam benda dan rangkaian upacara tersebut memberi arti, penuntun serta pembimbing rohani agar manusia dalam setiap perbuatannya selalu bersifat susila bermoral. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengajukan penelitian mengenai prosesi Upacara Tingkapan dalam tradisi Jawa pada masyarakat Desa Sipaku Area Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Asahan, Sumatera Utara.


(19)

Page | 5 1.3. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang permasalahan dan identifikasi masalah di atas maka dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana latar belakang munculnya Upacara Tingkapan di Desa Sipaku Area Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Asahan ?

2. Apa saja alat-alat yang digunakan dalam Upacara Tingkapan ?

3. Bagaimana Upacara Tingkapan di Desa Sipaku Area Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Asahan ?

4. Bagaimana aspek pendidikan nilai religi yang terkandung pada Upacara Tingkapan ?

1.4. TUJUAN PENELITIAN

Setiap manusia dalam melaksanakan perbuatan pastinya mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Begitu pula pada saat mengadakan Upacara Tingkapan juga mempunyai tujuan yang dilihat berdasarkan latar belakang, identifikasi, pembatasan dan rumusan masalah di atas, sekaligus juga untuk bingkai agar penelitian ini terfokus, maka dirumuskan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan latar belakang munculnya upacara Tingkapan di Desa Sipaku Area Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Asahan.

2. Untuk menggambarkan alat-alat yang digunakan pada Upcara Tingkapan. 3. Untuk mendeskripsikan Upacara Tingkapan di Desa Sipaku Area Kecamatan


(20)

Page | 6 4. Untuk mendekripsikan aspek pendidikan nilai religi yang terkandung dalam

Upacara Tingkapan.

1.5. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat atau kegunaan penelitian yang dapat penulis ambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Manfaat atau kegunaan teoritis

1. Memberi masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan Antropologi dari segi konsep, teori, yang berkembang berkaitan dengan Upacara Tingkapan. 2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman untuk kegiatan

penelitian berikutnya yang sejenis.

b. Manfaat atau Kegunaan Praktis

1. Menyebarluaskan informasi mengenai pentingnya Upacara Tingkapan ditinjau dari aspek pendidikan nilai religi.

2. Sebagai pendidik, maka peneliti dapat mentransformasikan kepada peserta didik pada khususnya maupun masyarakat pada umumnya.


(21)

Page | 83

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1. KESIMPULAN FAKTUAL

1. Upacara Tingkapan di Desa Sipaku Area diartikan sebagai pitulungan, yang

memiliki maksud bahwa tujuan dilaksanakannya upacara adalah untuk memohon pertolongan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar nantinya dalam proses kelahiran diberi kelancaran serta keselamatan. Waktu pelaksanaan upacara adat Tingkapan dianjurkan pada hari Rebo Wage ‘Rabu Wage’ atau Setu Wage ‘Sabtu Wage’ dalam bulan ketujuh umur kandungan. Hal ini dimasudkan agar sesuai dengan

istilah Metu age ‘lekas keluar’. Masyarakat Desa Sipaku Area masih percaya

apabila tidak melaksanakan Upacara Tingkapan / akan mengakibatkan adanya gangguan terhadap keselamatan ibu dan bayi yang ada dalam kandungan.

2. Selain itu masyarakat beranggapan jika melahirkan anak tanpa mengadakan atau

melakukan Upacara Tingkapan / sama halnya dengan “ngebokake” anak, artinya

menyamakan anak dengan seekor kerbau. Adanya kepercayaan itu maka masyarakat Desa Sipaku Area sampai saat ini masih melaksanakan Upacara Tingkapan.

3. Alat-alat yang digunakan untuk Upacara Tingkapan yaitu : a) Gubuk Siraman

(termasuk gentong 2 buah, bunga, gayung), b) Kelapa gading sebanyak dua buah yang sudah diukir Rama-Shinta, c) Telur ayam kampung, d) Kain batik 7 buah, e) Kain putih kira-kira 3-4 meter, f) Ikan mas sepasang (jantan-betina), g) Golok untuk belah kelapa, h) Duit-duitan untuk jual-beli rujak, i) Souvenir untuk yang


(22)

Page | 84

melakukan siraman (pensil, handuk, cermin, sisir, benang, jarum, sabun) ada 7 macam, bisa dikemas di keranjang dan dibungkus plastik kado, j) Souvenir untuk yang datang ke acara pengajian adalah buku pengajiannya.

4. Tata cara pelaksanaan Upacara Tingkapan melalui Rangkaian a) Sungkeman, b)

Siraman atau mandi, c) Memasukkan telur ayam kampong kedalam kain sarung (brojolan), d) Ganti busana, e) Memutus lilitan janur, f) Memecahkan periuk dan gayung dari tempurung, g) Upacara minum jamu sorongan, h) Upacara nyolong endhog/telur.

5. Aspek pendidikan nilai religi dalam Upacara Tingkapan yaitu merupakan tradisi

yang masih dipatuhi serta tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat Jawa pada prinsipnya merupakan siklus dan selalu mengikuti dalam kehidupan mereka, sejak seseorang belum lahir (di alam kandungan), lahir (di alam fana), dan meninggal (menuju alam baka). Unsur-unsur nilai religi yaitu nilai-nilai

keselamatan dimanaupacara tradisi Jawa yang diperuntukkan bagi manusia sejak

dalam alam kandungan hingga meninggal itu sering disebut upacara selamatan. Upacara selamatan yang diperuntukkan bagi manusia yang belum lahir tersebut,

seperti: kehamilan bulan ke tiga (neloni), kehamilan bulan ke empat (ngapati), dan

kehamilan bulan ke tujuh (tingkepan).

5.2. KESIMPULAN TEORITIS Peneliti menyimpulkan beberapa hal :

1. Kendatipun tidak semua masyarakat Jawa yang berdiam di Desa Sipaku Area


(23)

Page | 85

Tingkapan secara menyeluruh, namun mereka senantiasa mempertahankan tradisi

Upacara Tingkapan untuk tetap dilaksanakan pada saat memasuki usia tujuh bulan

di dalam kandungan.

2. Secara ekonomi, upacara ini sangat adaptif dengan ekonomi komunitas karena bisa

dilaksanakan dengan tatacara yang sederhana. Upacara Tingkapan di desa ini

umumnya selalu nampak disetiap dusun jika bertepatan ada wanita yang memasuki

usia kehamilan tujuh bulan kehamilan pertama, dan Upacara Tingkapan

dilaksanakan sebagaimana aturan yang sudah ada sesuai dengan adat tradisi Jawa.

3. Peneliti setuju dengan Herbert Blumer (1995) yang menyatakan bahwa interaksi

simbolik antara manusia, menyebabkan reaksi atas tindakan orang lain. Upacara

Tingkapan, masih berjalan di Sipaku Area karena berfungsi secara simbolik

terhadap pelestarian budaya Jawa dikarenakan kesederhanaan tatacaranya dan juga makna-makna yang dapat dipahami dan dipertahankan dalam kehidupan, misalnya fungsi simboliknya sebagai pembentuk moral, nilai partisipatif masyarakat dan juga menciptakan suasana interaksi simbolik diantara keluarga dengan masyarakat sekitar, sehingga bisa menjadi sesuatu yang lestari.

4. Sementara secara konseptual, simpulan ini dapat dijelaskan bahwa Upacara

Tingkapan merupakan suatu indikator dari sekian banyak upacara dalam adat Jawa

yang dapat lestari, sehingga upacara ini menjadi bagian yang bertahan dalam nilai-nilai budaya (Jawa). Semakin sering masyarakat melaksanakan berbagai tradisi dalam adat Jawa, semakin kuat pula pertahanan nilai-nilai budayanya. Dari

serangkaian masing-masing makna yang dapat digali dalam Upacara Tingkapan,


(24)

Page | 86

5. Praktek Upacara Tingkapan mengajarkan nilai-nilai simbolik berupa

kesederhanaan, kebahagiaan lahir batin, kesempurnaan hidup, kesucian batin, pengakuan adanya kekuatan yang lebih tinggi, serta kerendahan hati dan kebijaksanaan.

6. Praktek Upacara Tingkapan ini menunjukkan bahwa praktek sinkretisme masih

sangat kuat pada masyarakat Jawa di Desa Sipaku Area. Meski begitu, kegiatan ritus ini masih tetap bisa berjalan karena masyarakat yang berbeda faham, lebih mengedepankan penghargaan terhadap jiran atau tetangganya yang menyelenggarakan Upacara Tingkapan tersebut, ketimbang mempertentangkan praktek-praktek tersebut.

5.3. REKOMENDASI

1. Dalam melaksanakan Upacara Tingkapan di Desa Sipaku Area diharapkan

partisipasi aktif dari masyarakat dan tokoh-tokoh masyarakat untuk memberikan motivasi kepada keluarga penyelenggara, sehingga tercipta hubungan yang harmonis dalam proses interaksi simboliknya. Interaksi itu akan menjadi lebih intens pada saat terjadi komunikasi dua arah diantara tokoh (masyarakat) dengan

keluarga yang ingin memahami hakikat dari Upacara Tingkapan dalam kehidupan

sehari-hari.

2. Sangat penting mengembangkan budaya tutur terkait transfer pengetahuan makna

simbolik dari Upacara Tingkapan karena terjadi pergeseran dalam pemahaman

makna terhadap upacara ini. Hal ini penting untuk tetap melestarikan Upacara


(25)

Page | 87

upacara tersebut dengan tidak mengurangi atau menambahkan secara berlebihan

pada masing-masing acara dalam Upacara Tingkapan.

3. Menjaga supaya larangan-larangan atau taboo yang dianjurkan oleh para orang

tuanya tetap dilangsungkan, bahkan masih banyak taboo lainnya yang dapat

dijadikan suatu syarat khusus untuk masa kehamilan seorang wanita. Begitupun

taboo untuk si suami menjaga bagaimana supaya larangan-larangan atau taboo

yang dianjurkan oleh para orang tuanya tetap dilangsungkan. Beragam taboo yang

ada berlaku bagi suami dan istri adalah dalam rangka menjaga tindakan, moral dan akhlak dalam kesehariannya yang nantinya dapat di teruskan kepada anak yang di kandung.

4. Dibutuhkan penelitian tindak lanjut untuk dapat lebih menggali makna simbolik

dari Upacara Tingkapan. Masih diperlukan berbagai referensi dari berbagai bahan

acuan untuk mengembangkan makna demi makna, sehingga makna yang ada

dibalik Upacara Tingkapan dapat terungkap secara jelas dan lugas. Termasuk

dalam konteks ini adalah memperoleh narasumber-narasumber yang sedikit banyak mempunyai pengetahuan tentang adat dan kebudayaan Jawa dengan kapabilitas yang dapat terukur dan baik. Satu makna yang terdapat dibalik sebuah simbol bisa diterjemahkan kedalam beberapa versi, karena dibutuhkan beberapa narasumber untuk mengungkap beberapa makna pula.


(26)

Page | 88 DAFTAR RUJUKAN

Al Barry, M.Dahlan Yakub. 2001. Kamus Sosiologi Antropologi, Surabaya, Indah. Arifin, Mt. 2006. Keris Jawa, Jakarta, Hajied Pustaka.

Asep, Nata. 1990. Aspek Ritual Dalam Pembuatan Gamelan, Jurnal Masyarakat Musikologi, Surakarta,Yayasan MMI

Badan Pusat Statistik Asahan, 2010. Asahan Dalam Angka 2010. Asahan, BPS Kab.Asahan.

Barth, Herbert.1969. Symbolic Interactionism:Perspectice and Method Englewood Cliffs NJ : Prentice-Hall,Inc.

Bohannan, Paul (ed).1988. High Pints In Antropology, New York.

B.Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta, Grafindo Persada.

Cassirer, Ernst. 1981. Manusia dan Kebudayaan : Sebuah Esay Tentang Manusia. Jakarta, Gramedia.

Charon, M , Joel . 1979, Symbolic Interactionism : An Introduction , An Interpertation, An Integration, Englewood Cliff N.J: Prentic-Hall.Inc. Crammers, A 1997. Antara Alam dan Mitos. Flores NTT, Nusa Indah.

Danandjaja, J. 1988, Antropologi Psikologi Teori Metode dan Sejarah Perkembangannya, Jakarta, Grafindo Persada.

Danandjaja, J. 1986. Folklore Indonesia, Jakarta, Pustaka Grafitri.

Danandjaja, J. 1986. Folklor Jepang dilihat dari Kacamata Indonesia, Jakarta, Grafitri

Dhavamony, M. 1995. Fenomelogi Agama, Yogyakarta, Kanisius.

Endrawara, Suwardi. 2003. Budi Pekerti Dalam Budaya Jawa, Yogyakarta, Hanindita.

Fiske, John. 1990. Cultural and Commucation Studies, Bandung, Jalasutra.


(27)

Page | 89 Mahasin. Jakarta, Pustaka Jaya.

Geertz, C. 1973. The Interpretation of Culture, New York, Basic Book. Geertz, C. 1992. Tafsir Kebudayaan, Yoyakarta, Kanisius.

Geertz, C. 1992. Kebudayaan dan Agama, Yogyakarta, Kanisius Geertz, H. 1985. Keluarga Jawa (terj), Jakarta, Grafiti Pers.

Hadikusuma, Hilman. 1993. Antropolog Agama, Bandung, Citra Aditya Bakti. Haryanto , S.1995. Bayang - Bayang Adhiluhung : Filsafat , Simbolis dan Mistik

Dalam Wayang, Semarang, Dahara Prize.

Herusanoto, Budiono. 2005. Simbolisme Dalam Budaya Jawa, Yogyakarta, Hanindita.

Jean Marc De Grave, 2000. Transmisi Pengetahuan dan Nilai Budaya Masyarakat Indonesia Ditinjau Dari Ajaran Kanuragan Jawa, Jurnal Antropologi Indonesia,Vol XXI-No.61, Januari-April.

Koesing, Roger,M.1999. Antropologi Budaya Suatu Perspektif Kontemporer Jilid I Jakarta, Erlangga.

Koentjaraningrat.1971. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta, Djambatan. Koentjaraningrat. 1980. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta, Universitas Indonesia. Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta Balai Pustaka.

Koentjaraningrat, 1977. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta, Gramedia. Niels, Mulder.1985. Pribadi dan Masyarakat di Jawa, Jakarta, Sinar Harapan.

Ninuk P. Kleden , 1999. Metode Pemahaman Bagi Peneltian Antropologi, Jurnal Antropologi Indonesia,Vol.XXIII-No.60.September-Desember.

Pelly,Usman.1985. Integrasi Masyarakat Indonesia:Peluang danTantangan. Ujung Pandang Kertas, Kerja Pada Seminar Nasional Ikatan Sosiologi Indonesia. Pada Sekolah Pembauran yang Berlatar Keagamaan dan Umum, Laporan Penelitian, Jakarta, Dirjen Dikti Departemen P & K.

Pelly,Usman &Asih Menanti.1995. Teori - Teori Sosial Budaya, Jakarta, Proyek Pembinaan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan Dirjen Dikti Departemen P&K.


(28)

Page | 90 Prawiroatmojo, S.1985. Bau Sastra Jawa-Indonesia, Jakarta, Gunung Agung.

Ritzer, George and J.Goodmen, Douglas. 2004. Teori Sosiologi Modern, Jakarta, Prenada Media.

Roice, Anya Paterson.1982. Ethnic Identity Strategies of Diversity. Bloomington, Indiana University Press.

Sastro Utomo, Sutrisno. 2002. Upacara Daur Hidup Adat Jawa. Semarang, Effhar. Spradley , James P dan David Me . Curdy . 1975 . Antropology : The Cultural

Perspective, New York, John Wiley & Sons,Inc.

Suparlan , Parsudi. 1972. Antropologi Untuk Indonesia : Membangun Martabat Manusia.Yogyakarta, Gajah Mada Perss.

Suseno, Franz Magnis. 1991. Etika Jawa, Jakarta, Gramedia.

Sentanoe Kertonegoro, 2002. Mencari Jati Diri Kebudayaan, Jurnal Kebudayaan Kebenaran,Yogyakarta,Vol.2-Agustus 2002.

Simbol-Simbol di Keraton Surakarata ,http/www.kompas.com/utama/news/ 0501 / 06/ 104651.htm.


(1)

Page | 85 Tingkapan secara menyeluruh, namun mereka senantiasa mempertahankan tradisi Upacara Tingkapan untuk tetap dilaksanakan pada saat memasuki usia tujuh bulan di dalam kandungan.

2. Secara ekonomi, upacara ini sangat adaptif dengan ekonomi komunitas karena bisa dilaksanakan dengan tatacara yang sederhana. Upacara Tingkapan di desa ini umumnya selalu nampak disetiap dusun jika bertepatan ada wanita yang memasuki usia kehamilan tujuh bulan kehamilan pertama, dan Upacara Tingkapan dilaksanakan sebagaimana aturan yang sudah ada sesuai dengan adat tradisi Jawa. 3. Peneliti setuju dengan Herbert Blumer (1995) yang menyatakan bahwa interaksi

simbolik antara manusia, menyebabkan reaksi atas tindakan orang lain. Upacara Tingkapan, masih berjalan di Sipaku Area karena berfungsi secara simbolik terhadap pelestarian budaya Jawa dikarenakan kesederhanaan tatacaranya dan juga makna-makna yang dapat dipahami dan dipertahankan dalam kehidupan, misalnya fungsi simboliknya sebagai pembentuk moral, nilai partisipatif masyarakat dan juga menciptakan suasana interaksi simbolik diantara keluarga dengan masyarakat sekitar, sehingga bisa menjadi sesuatu yang lestari.

4. Sementara secara konseptual, simpulan ini dapat dijelaskan bahwa Upacara Tingkapan merupakan suatu indikator dari sekian banyak upacara dalam adat Jawa yang dapat lestari, sehingga upacara ini menjadi bagian yang bertahan dalam nilai-nilai budaya (Jawa). Semakin sering masyarakat melaksanakan berbagai tradisi dalam adat Jawa, semakin kuat pula pertahanan nilai-nilai budayanya. Dari serangkaian masing-masing makna yang dapat digali dalam Upacara Tingkapan, tidak terdapat kebiasaan yang menyerupai dengan adat etnis lainnya.


(2)

Page | 86 5. Praktek Upacara Tingkapan mengajarkan nilai-nilai simbolik berupa

kesederhanaan, kebahagiaan lahir batin, kesempurnaan hidup, kesucian batin, pengakuan adanya kekuatan yang lebih tinggi, serta kerendahan hati dan kebijaksanaan.

6. Praktek Upacara Tingkapan ini menunjukkan bahwa praktek sinkretisme masih sangat kuat pada masyarakat Jawa di Desa Sipaku Area. Meski begitu, kegiatan ritus ini masih tetap bisa berjalan karena masyarakat yang berbeda faham, lebih mengedepankan penghargaan terhadap jiran atau tetangganya yang menyelenggarakan Upacara Tingkapan tersebut, ketimbang mempertentangkan praktek-praktek tersebut.

5.3. REKOMENDASI

1. Dalam melaksanakan Upacara Tingkapan di Desa Sipaku Area diharapkan partisipasi aktif dari masyarakat dan tokoh-tokoh masyarakat untuk memberikan motivasi kepada keluarga penyelenggara, sehingga tercipta hubungan yang harmonis dalam proses interaksi simboliknya. Interaksi itu akan menjadi lebih intens pada saat terjadi komunikasi dua arah diantara tokoh (masyarakat) dengan keluarga yang ingin memahami hakikat dari Upacara Tingkapan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Sangat penting mengembangkan budaya tutur terkait transfer pengetahuan makna simbolik dari Upacara Tingkapan karena terjadi pergeseran dalam pemahaman makna terhadap upacara ini. Hal ini penting untuk tetap melestarikan Upacara Tingkapan dalam tradisi budaya Jawa, sekaligus mempertahankan keaslian


(3)

Page | 87 upacara tersebut dengan tidak mengurangi atau menambahkan secara berlebihan pada masing-masing acara dalam Upacara Tingkapan.

3. Menjaga supaya larangan-larangan atau taboo yang dianjurkan oleh para orang tuanya tetap dilangsungkan, bahkan masih banyak taboo lainnya yang dapat dijadikan suatu syarat khusus untuk masa kehamilan seorang wanita. Begitupun taboo untuk si suami menjaga bagaimana supaya larangan-larangan atau taboo yang dianjurkan oleh para orang tuanya tetap dilangsungkan. Beragam taboo yang ada berlaku bagi suami dan istri adalah dalam rangka menjaga tindakan, moral dan akhlak dalam kesehariannya yang nantinya dapat di teruskan kepada anak yang di kandung.

4. Dibutuhkan penelitian tindak lanjut untuk dapat lebih menggali makna simbolik dari Upacara Tingkapan. Masih diperlukan berbagai referensi dari berbagai bahan acuan untuk mengembangkan makna demi makna, sehingga makna yang ada dibalik Upacara Tingkapan dapat terungkap secara jelas dan lugas. Termasuk dalam konteks ini adalah memperoleh narasumber-narasumber yang sedikit banyak mempunyai pengetahuan tentang adat dan kebudayaan Jawa dengan kapabilitas yang dapat terukur dan baik. Satu makna yang terdapat dibalik sebuah simbol bisa diterjemahkan kedalam beberapa versi, karena dibutuhkan beberapa narasumber untuk mengungkap beberapa makna pula.


(4)

Page | 88

DAFTAR RUJUKAN

Al Barry, M.Dahlan Yakub. 2001. Kamus Sosiologi Antropologi, Surabaya, Indah. Arifin, Mt. 2006. Keris Jawa, Jakarta, Hajied Pustaka.

Asep, Nata. 1990. Aspek Ritual Dalam Pembuatan Gamelan, Jurnal Masyarakat Musikologi, Surakarta,Yayasan MMI

Badan Pusat Statistik Asahan, 2010. Asahan Dalam Angka 2010. Asahan, BPS Kab.Asahan.

Barth, Herbert.1969. Symbolic Interactionism:Perspectice and Method Englewood Cliffs NJ : Prentice-Hall,Inc.

Bohannan, Paul (ed).1988. High Pints In Antropology, New York.

B.Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta, Grafindo Persada.

Cassirer, Ernst. 1981. Manusia dan Kebudayaan : Sebuah Esay Tentang Manusia. Jakarta, Gramedia.

Charon, M , Joel . 1979, Symbolic Interactionism : An Introduction , An Interpertation, An Integration, Englewood Cliff N.J: Prentic-Hall.Inc. Crammers, A 1997. Antara Alam dan Mitos. Flores NTT, Nusa Indah.

Danandjaja, J. 1988, Antropologi Psikologi Teori Metode dan Sejarah Perkembangannya, Jakarta, Grafindo Persada.

Danandjaja, J. 1986. Folklore Indonesia, Jakarta, Pustaka Grafitri.

Danandjaja, J. 1986. Folklor Jepang dilihat dari Kacamata Indonesia, Jakarta, Grafitri

Dhavamony, M. 1995. Fenomelogi Agama, Yogyakarta, Kanisius.

Endrawara, Suwardi. 2003. Budi Pekerti Dalam Budaya Jawa, Yogyakarta, Hanindita.

Fiske, John. 1990. Cultural and Commucation Studies, Bandung, Jalasutra.


(5)

Page | 89

Mahasin. Jakarta, Pustaka Jaya.

Geertz, C. 1973. The Interpretation of Culture, New York, Basic Book. Geertz, C. 1992. Tafsir Kebudayaan, Yoyakarta, Kanisius.

Geertz, C. 1992. Kebudayaan dan Agama, Yogyakarta, Kanisius Geertz, H. 1985. Keluarga Jawa (terj), Jakarta, Grafiti Pers.

Hadikusuma, Hilman. 1993. Antropolog Agama, Bandung, Citra Aditya Bakti. Haryanto , S.1995. Bayang - Bayang Adhiluhung : Filsafat , Simbolis dan Mistik

Dalam Wayang, Semarang, Dahara Prize.

Herusanoto, Budiono. 2005. Simbolisme Dalam Budaya Jawa, Yogyakarta, Hanindita.

Jean Marc De Grave, 2000. Transmisi Pengetahuan dan Nilai Budaya Masyarakat Indonesia Ditinjau Dari Ajaran Kanuragan Jawa, Jurnal Antropologi Indonesia,Vol XXI-No.61, Januari-April.

Koesing, Roger,M.1999. Antropologi Budaya Suatu Perspektif Kontemporer Jilid I Jakarta, Erlangga.

Koentjaraningrat.1971. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta, Djambatan. Koentjaraningrat. 1980. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta, Universitas Indonesia. Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta Balai Pustaka.

Koentjaraningrat, 1977. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta, Gramedia. Niels, Mulder.1985. Pribadi dan Masyarakat di Jawa, Jakarta, Sinar Harapan.

Ninuk P. Kleden , 1999. Metode Pemahaman Bagi Peneltian Antropologi, Jurnal Antropologi Indonesia,Vol.XXIII-No.60.September-Desember.

Pelly,Usman.1985. Integrasi Masyarakat Indonesia:Peluang danTantangan. Ujung Pandang Kertas, Kerja Pada Seminar Nasional Ikatan Sosiologi Indonesia. Pada Sekolah Pembauran yang Berlatar Keagamaan dan Umum, Laporan Penelitian, Jakarta, Dirjen Dikti Departemen P & K.

Pelly,Usman &Asih Menanti.1995. Teori - Teori Sosial Budaya, Jakarta, Proyek Pembinaan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan Dirjen Dikti Departemen P&K.


(6)

Page | 90

Prawiroatmojo, S.1985. Bau Sastra Jawa-Indonesia, Jakarta, Gunung Agung.

Ritzer, George and J.Goodmen, Douglas. 2004. Teori Sosiologi Modern, Jakarta, Prenada Media.

Roice, Anya Paterson.1982. Ethnic Identity Strategies of Diversity. Bloomington, Indiana University Press.

Sastro Utomo, Sutrisno. 2002. Upacara Daur Hidup Adat Jawa. Semarang, Effhar. Spradley , James P dan David Me . Curdy . 1975 . Antropology : The Cultural

Perspective, New York, John Wiley & Sons,Inc.

Suparlan , Parsudi. 1972. Antropologi Untuk Indonesia : Membangun Martabat Manusia.Yogyakarta, Gajah Mada Perss.

Suseno, Franz Magnis. 1991. Etika Jawa, Jakarta, Gramedia.

Sentanoe Kertonegoro, 2002. Mencari Jati Diri Kebudayaan, Jurnal Kebudayaan Kebenaran,Yogyakarta,Vol.2-Agustus 2002.

Simbol-Simbol di Keraton Surakarata ,http/www.kompas.com/utama/news/ 0501 / 06/ 104651.htm.


Dokumen yang terkait

Makna Simbolik Upacara Pernikahan Adat Jawa Di Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan

8 102 65

PERSEPSI MASYARAKAT KECAMATANSIMPANG EMPAT TERHADAP PERISTIWA FRONT SIPAKU AREA 10 AGUSTUS 1947 DIKABUPATEN ASAHAN.

1 12 23

ADAPTASI ORANG JAWA; STUDI PERUBAHAN UPACARA PANGGIH DALAM PERKAWINAN JAWA DI KELURAHAN DADIMULYO KISARAN BARAT KABUPATEN ASAHAN.

0 3 28

NILAI PENDIDIKAN RELIGI PADA UPACARA SELAPANAN DALAM TRADISI ADAT JAWA Nilai Pendidikan Religi Pada Upacara Selapanan Dalam Tradisi Adat Jawa (Studi Kasus di Desa Talang Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten).

0 1 15

NILAI PENDIDIKAN RELIGI PADA UPACARA SELAPANAN DALAM TRADISI ADAT JAWA Nilai Pendidikan Religi Pada Upacara Selapanan Dalam Tradisi Adat Jawa (Studi Kasus di Desa Talang Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten).

0 1 14

TRADISI UPACARA KEMATIAN : SUATU STUDI ANTROPOLOGIS PADA MASYARAKAT JAWA DI TEBING TINGGI.

0 0 48

ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGI PADA UPACARA MITONI DALAM TRADISI ADAT JAWA ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGI PADA UPACARA MITONI DALAM TRADISI ADAT JAWA (Studi Kasus di Desa Kacangan Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali).

0 0 16

TRADISI UPACARA MANE’E PADA MASYARAKAT PESISIR PULAU TALAUD SULAWESI UTARA.

10 38 213

MAKNA SIMBOLIS TRADISI UPACARA PEMBERIAN NAMA ORANG JAWA SEBAGAI SUMBER NILAI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA PADA MASYARAKAT NELAYAN DI KABUPATEN CILACAP (Sebuah Tinjauan Semiotika).

0 0 19

5. Tradisi dan Budaya Masyarakat Jawa dalam Perspektif Islam

0 0 13