HUBUNGAN ANTARA BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DENGAN ASFIKSIA NEONATORUM Hubungan Antara Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)dengan Asfiksia Neonatorum.

HUBUNGAN ANTARA BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)
DENGAN ASFIKSIA NEONATORUM

NASKAH PUBLIKASI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran

Disusun Oleh :
SEPTIAN DWI SAPUTRO
J 50008 0045

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015

HUBUNGAN ANTARA BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)
DENGAN ASFIKSIA NEONATORUM
Septian Dwi Saputro, Yusuf Alam Romadhon, Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta
ABSTRAK
Septian Dwi Saputro. J500080045, 2014. Hubungan Antara Berat Badan Lahir

Rendah (BBLR) Dengan Asfiksia Neonatorum. Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Latar Belakang: Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak
risiko mengalami permasalahan pada sistem tubuh, karena kondisi tubuh yang
tidak stabil. Kematian perinatal pada bayi BBLR adalah 8 kali lebih besar dari
bayi normal. Faktor janin/ bayi baru lahir yang dapat menyebabkan asfiksia
adalah prematur, berat badan lahir rendah, IUGR (intra uteri growth retardation),
gemelli, tali pusat menumbung, kelainan kongenital, dan lain-lain.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara berat badan lahir rendah dengan asfiksia
neonatorum.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian survey analitik dengan
pendekatan case control. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi
asfiksia di RS Dr. Moewardi Surakarta pada tahun 2011 sejumlah 127 bayi.
Sampel sejumlah 98 orang, berdasarkan proporsi kejadian yaitu kelompok kasus
(Asfiksia) = 127 bayi dan kelompok kontrol (tidak Asfiksia) = 2 x kasus = 196
bayi. Pengumpulan data menggunakan rekam medis, sedangkan analisis data
menggunakan chi square.
Hasil Penelitian: Sebagian besar bayi merupakan bayi tidak asfiksia dan berat
badan lahir cukup (BBLC) yaitu sejumlah 178 bayi (60,5%), sedangkan sebagian
kecil merupakan bayi tidak asfiksia dan berat badan lahir rendah (BBLR) yaitu

sejumlah 18 bayi (6,1%). Nilai OR pada penelitian ini adalah 4,111, hal ini berarti
bahwa bayi dengan berat badan lahir rendah memiliki resiko terjadi asfiksia 4 kali
lipat dibandingkan dengan bayi dengan berat badan lahir cukup.
Kesimpulan: Terdapat hubungan berat badan lahir rendah dengan asfiksia
neonatorum di RS Dr. Moewardi Surakarta tahun 2011 dengan berat badan lahir
rendah memiliki resiko terjadi asfiksia 4 kali lipat dibandingkan dengan bayi
dengan berat badan lahir cukup.
Kata Kunci: Bayi, Berat Badan Lahir, Asfiksia Neonaturum

CORRELATION BETWEEN LOW BIRTH WEIGHT AND ASPHYXIA
NEONATORUM
Septian Dwi Saputro, Yusuf Alam Romadhon, Faculty of Medicine,
Muhammadiyah University of Surakarta
ABSTRACT
Septian Dwi Saputro. J500080045, 2014. Correlation Between Low Birth
Weight and Asphyxia Neonatorum. Faculty of Medicine. Muhammadiyah
University of Surakarta
Background: Infant with low birth weight suffers from many risks of body
system problems because of unstable body condition. Perinatal mortality of infant
with low birth weight is eight times greater than normal infant. Factors caused a

newborn to have asphyxia are premature birth, low birth weight, IUGR (intra uteri
growth retardation), gemelli, bulging placenta, congenital conditions and so forth.
Purpose: The research is conducted in order to know correlation between low
birth weight and asphyxia neonotarum.
Method: The research is analytical-survey one with case control approach.
Population of the research is all asphyxia infants of Dr. Moewardi General
Hospital of 2011 amounting to 127 individuals. Sample is 98 infants based on
incident proportion, namely case group (asphyxia) = 127 individuals and control
group (non-asphyxia) = 2 x cases = 196 individuals. Data is collected by using
medical record, while data chi-square is used to analysis the data.
Results: Most infants were nonasphyxia individuals and with normal birth weight
(178 individulas or 60.5%), whereas small proportion of the sample was
nonasphyxia infants with low level birth weight (18 individuals or 6.1%). OR
value of the research was 4.111 meaning that infants with low birth weight have
risk of 4 times greater than those with normal birth weight.
Conclusion: There is correlation between low birth weight and asphyxia
nenotatorum in Dr. Moewardi General Hospital Surakarta of 2011 in which
infants with low birth weight have risk of asphyxia of 4 times greater than those
with normal birth weight.
Key words: Infant, birth weight, asphyxia neonatorum


PENDAHULUAN
Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko
mengalami permasalahan pada sistem tubuh, karena kondisi tubuh yang tidak
stabil. Kematian perinatal pada bayi BBLR adalah 8 kali lebih besar dari bayi
normal. Prognosis bayi dengan BBLR akan lebih buruk bila berat badan semakin
rendah. Kematian sering disebabkan karena komplikasi neonatal seperti asfiksia,
aspirasi, penumonia, perdarahan intra kranial, hipoglikemia. Apabila bayi mampu
bertahan hidup dapat terjadi kerusakan saraf, gangguan bicara dan tingkat
kecerdasan yang rendah. Prognosis ini juga tergantung dari keadaan sosial
ekonomi, pendidikan orang tua, perawatan selama kehamilan, persalinan dan
postnatal, pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, makanan, pencegahan infeksi
dan lain-lain (Proverawati & Ismawati, 2010).
Di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada
tahun pertama kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada bulan pertama.
Dua pertiga dari yang meninggal pada bulan pertama meninggal pada minggu
pertama. Dua pertiga dari yang meninggal pada minggu pertama, meninggal pada
hari pertama. Penyebab utama kematian pada minggu pertama kehidupan adalah
komplikasi kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis dan komplikasi berat
lahir rendah. Kurang lebih 99% kematian ini terjadi di negara berkembang dan

sebagian besar kematian ini dapat dicegah dengan pengenalan dini dan
pengobatan yang tepat (Proverawati & Ismawati, 2010).
Diperkirakan sekitar 23% seluruh angka kematian neonatus di seluruh dunia
disebabkan oleh asfiksia neonatorum, dengan proporsi lahir mati yang lebih besar.
Laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/ WHO)
menyebutkan bahwa sejak tahun 2000-2003 asfiksia menempati urutan ke-6, yaitu
sebanyak 8%, sebagai penyebab kematian anak di seluruh dunia setelah
pneumonia, malaria, sepsis neonatorum dan kelahiran prematur. Diperkirakan 1
juta anak yang bertahan setelah mengalami asfiksia saat lahir kini hidup dengan
morbiditas jangka panjang seperti cerebral palsy, retardasi mental dan gangguan
belajar. Menurut hasil riset kesehatan dasar tahun 2007, tiga penyebab utama
kematian perinatal di Indonesia adalah gangguan pernapasan atau respiratory
disorders (35,9%), prematuritas (32,4%) dan sepsis neonatorum (12.0%) (Sofyan,
2010).
Indonesia masih harus berjuang keras untuk memperbaiki indikator
pembangunan kesehatan, khususnya tingkat kematian bayi, karena tren angka
kematian bayi selama empat tahun terakhir belum menurun. Rata-rata angka
kematian bayi pada periode 2003-2007 relatif stagnan di kisaran 34 per 1.000
kelahiran. Dari total angka kematian bayi yang masih sangat tinggi itu, sekitar 8090 persen dapat dicegah dengan teknologi sederhana yang tersedia di tingkat
Puskesmas dan jaringannya (Sofyan, 2010).

Setiap janin akan mengalami hipoksia relatif pada saat segera setelah lahir
dan bayi akan berusaha beradaptasi, sehingga bayi mulai bernafas dan menangis.
Asfiksia merupakan kelanjutan dari hipoksia ibu dan janin intrauterine yang
disebabkan oleh banyak faktor. Faktor ibu yang dapat menyebabkan terjadinya
asfiksia neonaturum adalah hipoksia ibu, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih

dari 35 tahun, gravida lebih dari 4, sosial ekonomi rendah, penyakit pembuluh
darah yang dapat mengganggu pertukaran dan pengangkutan oksigen (hipertensi,
hipotensi), gangguan kontraksi uterus dan lain-lain (Muslihatun, 2010).
Faktor plasenta juga dapat menyebabkan terjadinya asfiksia, diantaranya
adalah placenta yang tipis, placenta tidak menempel sempurna, solusio placenta,
placenta presia dan lain-lain. Faktor janin/ bayi baru lahir yang dapat
menyebabkan asfiksia adalah prematur, berat badan lahir rendah, IUGR (intra
uteri growth retardation), gemelli, tali pusat menumbung, kelainan kongenital, dan
lain-lain. Faktor persalinan juga dapat menyebabkan terjadinya asfiksia yaitu
partus lama dan partus dengan tindakan (Muslihatun, 2010).
Hasil studi pendahuluan di RS Dr. Moewardi Surakarta pada minggu kedua
bulan September 2011 dengan mempelajari data rekam medis menunjukkan
jumlah persalinan selama tahun 2010 adalah 1394 bayi. Jumlah bayi yang lahir
dengan asfiksia adalah 190 bayi, sedangkan bayi dengan BBLR sejumlah 374 dan

bayi yang mengalami BBLR dan asfiksia sejumlah 50 bayi. Berdasarkan latar
belakang diatas, menunjukan bahwa angka kejadian bayi BBLR masih cukup
tinggi dan dapat meningkatkan resiko terjadinya asfiksia. Kejadian BBLR dan
asfiksia dapat dicegah sedini mungkin, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang hubungan antara berat badan lahir rendah dengan asfiksia
neonatorum.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain penelitian survey analitik yaitu penelitian yang
mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan case control dimana suatu
penelitian yang membandingkan antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol
untuk mengetahui proporsi kejadian berdasarkan riwayat ada tidaknya papaparan
(Hidayat, 2010).
Populasi dalam penelitian ini adalah bayi asfiksia di RS Dr. Moewardi
Surakarta pada tahun 2011 sejumlah 127 bayi. Sampel sejumlah 98 orang,
berdasarkan proporsi kejadian yaitu kelompok kasus (Asfiksia) = 127 bayi dan
kelompok kontrol (tidak Asfiksia) = 2 x kasus = 196 bayi.
Alat pengumpulan data yang digunakan adalah lembar rekapitulasi dari
rekam medis untuk memperoleh data tentang berat badan lahir rendah dan asfiksia
neonaturum.

Langkah-langkah pengolahan data menurut Fajar dkk (2009), adalah sebagai
berikut :
a. Editing
Memeriksa kembali apakah semua data yang dibutuhkan telah masuk dalam
lembar rekapitulasi data tentang berat badan lahir rendah dan asfiksia neonaturum,
jika belum lengkap maka dilengkapi terlebih dahulu.
b. Coding
Merubah data dalam kode tertentu, agar lebih ringkas memasukan dalam
program komputer. Penelitian ini memasukan data berat badan lahir rendah
dengan kode A dan asfiksia neonaturum dengan kode B.

c. Entering
Pengolahan data dengan bantuan program statistik komputer, maka peneliti
memasukan data satu persatu dalam file. Pada penelitian ini peneliti menggunakan
bantuan program statistik komputer yaitu SPSS 16 for windows.
d. Tabulating
Pengolahan data yang bertujuan untuk membuat tabel-tabel yang dapat
memberikan gambaran statistik.
Pada penelitian ini hubungan antara berat badan lahir rendah dengan
asfiksia neonatorum dianalisis dengan menggunakan Chi-Square.

HASIL PENELITIAN
1.
a.

Analisis Univariat
Distribusi frekuensi kejadian asfiksia
Asfiksia
Asfiksia
Tidak asfiksia
Total

F

%

98
196
294

33,3

66,7
100,0

Tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah kasus asfiksia yang digunakan dalam
penelitian ini sebanyak 98 bayi (33,3%) dan kontrol yang tidak asfiksia sebanyak 196
bayi (66,7%).
b. Distribusi Frekuensi Berat Badan Bayi Baru Lahir
Berat Badan Bayi
F
Baru Lahir
BBLR
55
BBLC
239
Total
294

%
18,7
81,3

100,0

Tabel diatas menunjukkan bahwa dari jumlah bayi yang diteliti dengan berat badan
lahir rendah sebanyak 55 bayi (18,7%) dan berat badan lahir cukup sebanyak 239
bayi (81,3%).
2.

Analisis Bivariat
a. Tabulasi silang berat badan bayi baru lahir dengan asfiksia neonaturum
Berat Badan bayi
Asfiksia
Baru Lahir
Total
BBLR
BBLC
Count
37
61
98
% within Asfiksia
37,8
62,2
100,0
Asfiksia
% within BBL
67,3
25,5
33,3
% of total
12,6
20,7
33,3

Tidak asfiksia

Total

Count
% within Asfiksia
% within BBL
% of total
Count
% within Asfiksia
% within BBL
% of total

18
9,2
32,7
6,1
55
18,7
100,0
18,7

178
90,8
74,5
60,5
239
81,3
100,0
81,3

196
100,0
66,7
66,7
394
100,0
100,0
100,0

Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar bayi merupakan bayi
tidak asfiksia dan berat badan lahir cukup (BBLC) yaitu sejumlah 178 bayi
(60,5%), sedangkan sebagian kecil merupakan bayi tidak asfiksia dan berat
badan lahir rendah (BBLR) yaitu sejumlah 18 bayi (6,1%).
b. Hubungan Antara Berat Badan Lahir Rendah Dengan Asfiksia Neonaturum
Asfiksia
Variabel
Χ²
OR
ρ
CI
Berat badan
35,070
4,111
0,000
99%
lahir rendah
Tabel diatas menunjukkan bahwa nilai χ² adalah 35,070, odds ratio
4,111, ρ value 0,000 dan confiden interval 99%
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar bayi merupakan
bayi tidak asfiksia dan berat badan lahir cukup (BBLC) yaitu sejumlah 178 bayi
(60,5%), sedangkan sebagian kecil merupakan bayi tidak asfiksia dan berat badan
lahir rendah (BBLR) yaitu sejumlah 18 bayi (6,1%). Hasil tersebut memberikan
gambaran distribusi dari kejadian asfiksia pada bayi baru lahir, yaitu bahwa jumlah
bayi yang asfiksia sebagian besar pada bayi dengan berat badan lahir rendah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai χ² adalah 35,070 dan ρ value 0,000 hal ini
menunjukkan bahwa hipotesis diterima yaitu ada hubungan antara berat badan lahir
rendah dengan asfiksia neonatorum dengan tingkat kepercayaan 99%. Hasil tersebut
sesuai pendapat dari Muslihatun (2010) yang menyatakan bahwa faktor janin/ bayi
baru lahir yang dapat menyebabkan asfiksia adalah prematur, berat badan lahir
rendah, IUGR (intra uteri growth retardation), gemelli, tali pusat menumbung,
kelainan kongenital, dan lain-lain.
Hasil penelitian ini mendukung teori dari Proverawati dan Ismawati (2010) yaitu
pada berat badan lahir rendah dapat mengalami risiko jangka pendek, diantaranya
adalah asfiksia. Bayi dengan berat badan lahir rendah baik yang kurang, cukup atau
lebih bulan dapat mengalami gangguan pada proses adaptasi pernafasan waktu lahir
sehingga dapat mengalami asfiksia neonatorum.
Nilai OR pada penelitian ini adalah 4,111, hal ini berarti bahwa bayi dengan berat
badan lahir rendah memiliki resiko terjadi asfiksia 4 kali lipat dibandingkan dengan
bayi dengan berat badan lahir cukup. Hal ini sesuai dengan pendapat dari
Proverawati & Ismawati (2010) yang menyatakan bahwa bayi berat dengan badan

lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko mengalami permasalahan pada sistem
tubuh, karena kondisi tubuh yang tidak stabil. Kematian perinatal pada bayi BBLR
adalah 8 kali lebih besar dari bayi normal. Prognosis bayi dengan BBLR akan lebih
buruk bila berat badan semakin rendah. Kematian sering disebabkan karena
komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi, penumonia, perdarahan intra kranial,
hipoglikemia. Apabila bayi mampu bertahan hidup dapat terjadi kerusakan saraf,
gangguan bicara dan tingkat kecerdasan yang rendah. Prognosis ini juga tergantung
dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua, perawatan selama kehamilan,
persalinan dan postnatal, pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, makanan,
pencegahan infeksi dan lain-lain.
Dampak dari BBLR salah satunya adalah asfiksia pada bayi yang dapat berdampak
jangka pendek dan jangka panjang bagi kesehatan bayi sehingga sebaiknya tenaga
kesehatan mampu melakukan deteksi dini terhadap berat badan bayi sejak dalam
kandungan.
Bayi dengan berat badan lahir rendah menimbulkan berbagai masalah kesehatan,
diantaranya adalah kesulitan bernafas, asfiksia,aspirasi dan pneumonia. Masalah
kesehatan tersebut disebabkan karena :
1. Defisiensi surfaktan paru
2. Koordinasi yang belum sempurna antara refleks batuk, refleks menghisap dan
refleks menelan
3. Thoraks dapat menekuk dan otot pembantu respirasi yang lemah
4. Pernafasan yang periodik dan apnea
Hal ini diperburuk oleh pada bayi prematur (lahir sebelum usia gestasi mencapai 37
minggu) dan prognosis akan menjadi lebih buruk bila berat badan semakin rendah
(Proverawati dan Ismawati, 2010).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian hubungan berat badan lahir rendah dengan asfiksia
neonatorum di RS Dr. Moewardi Surakarta tahun 2011 dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Jumlah kasus asfiksia yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 98 bayi
(33,3%) dan kontrol yang tidak asfiksia sebanyak 196 bayi (66,7%).
2. Jumlah bayi yang diteliti dengan berat badan lahir rendah sebanyak 55 bayi
(18,7%) dan berat badan lahir cukup sebanyak 239 bayi (81,3%).
3. Sebagian besar bayi merupakan bayi tidak asfiksia dan berat badan lahir cukup
(BBLC) yaitu sejumlah 178 bayi (60,5%), sedangkan sebagian kecil merupakan
bayi tidak asfiksia dan berat badan lahir rendah (BBLR) yaitu sejumlah 18 bayi
(6,1%).
4. Nilai χ² adalah 35,070, odds ratio 4,111, ρ value 0,000 dan tingkat kepercayaan
99%, yang artinya terdapat hubungan berat badan lahir rendah dengan asfiksia
neonatorum di RS Dr. Moewardi Surakarta tahun 2011 dengan berat badan lahir
rendah memiliki resiko terjadi asfiksia 4 kali lipat dibandingkan dengan bayi
dengan berat badan lahir cukup.

SARAN
1.

Bagi Rumah Sakit
Rumah sakit dapat meningkatkan pelayanan khususnya bagi ibu hamil untuk
mencegah terjadinya bayi lahir dengan berat badan lahir rendah dan melakukan
penanganan yang efektif terhadap bayi dengan berat badan lahir rendah dan atau
asfiksia.
2.

Bagi Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan dapat menghasilkan lulusan tenaga kesehatan yang
kompeten dalam menangani bayi dengan berat badan lahir rendah dan asfiksia untuk
mencegah terjadinya resiko jangka pendek dan jangka panjang.
3. Bagi peneliti berikutnya
Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan penelitian lain yang mengkaji lebih luas
tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap berat badan lahir rendah dan bayi
asfiksia.
DAFTAR PUSTAKA
Arief dan Kristyanasari, Weni. 2009. Neonatus & Asuhan Keperawatan Anak.
Yogyakarta : Nuha Medika
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Azwar, Saifudin. 2009. Metode Penelitian. Pustaka Pelajar, Jogjakarta.
Dahlan, Sopiyudin. 2010. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta :
Salemba Medika
Fajar dkk. 2009. Statistika untuk Praktisi Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu
Ikatan bidan Indonesia. 2006. 50 Tahun IBI Bidan Menyongsong Masa Depan.
Jakarta : Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia
Machfoedz, Ircham dkk. 2005. Teknik Membuat Alat Ukur Penelitian Bidang
Kesehatan, Keperawatan, dan Kebidanan. Jogjakarta: Fitramaya.
Machfoedz, Ircham dkk. 2005. Metodologi Penelitian. Jogjakarta: Fitramaya.
Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta :
Fitramaya
Murti, Bhisma. 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif di Bidang Kesehatan. Jogjakarta: Gadjah Mada university Press.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. . Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Notoatmojo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Proverawati, Atikah & Ismawati, Cahyo. 2010. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah).
Sadari. Yogyakarta : Nuha Medika
Purwanto. 2007. Instrumen Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jogjakarta: Pustaka
Pelajar.
Riskesdas Jateng. 2007. Laporan Propinsi Jawa Tengah. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia
Sofyan. 2010. Manfaat ASI Ekslusif. http://www.gizi.net/. Akses tanggal 08 Januari
2011
Saifuddin, Abdul Bari. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo
Saryono. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jogjakarta : Mitra Cendekia
Suyanto dan Salamah. 2009. Riset Kebidanan, Metodologi & Aplikasi. Jogjakarta :
Mitra Cendekia.
Subekti, Nike Budhi. 2005. Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran, EGC.