PENERAPAN MODE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUANPENERAPAN MODEL PENGAJARAN PENGALAMAN-LANGSUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMAHAMI DAN MEMERAGAKAN DRAMA: Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SD di Kota Ternate.

(1)

vii

Halaman PENGESAHAN

PERNYATAAN i

KATA PENGANTAR ii

UCAPAN TERIMA KASIH iii

ABSTRAK v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR GRAFIK xi

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Penelitian 1

B. Rumusan Masalah Penelitian 10

C. Tujuan Penelitian 10

D. Manfaat Penelitian 11

E. Metode Penelitian 16

F. Lokasi dan Subjek Penelitian 18

BAB II PENGAJARAN DRAMA DAN MODEL PENGAJARAN PENGALAMAN-LANGSUNG 27

A. Pengajaran Drama 30

1. Ihwal Drama 31

2. Drama Anak-Anak 45

3. Pembelajaran Drama di SD 48

B. Teori tentang Model Pengajaran Pengalaman-Langsung pada Pengajaran Drama 49

1. Teori Model Pengajaran Pengalaman-Langsung (DEL) 55

2. Teori Metode Drill dalam Model Pengajaran Pengalaman-Langsung 58

3. Pengajaran Drama menggunakan model Pengajaran Pengalaman -Langsung 60

C. Kemampuan Memahami dan Memeragakan Drama 63

1. Kemampuan Memahami Drama 63

2. Kemampuan Memeragakan Drama 63


(2)

vii

B. Alur Penelitian 69

C. Tempat dan Objek Penelitian 71

D. Definisi Operasional Penelitian 71

E. Teknik Pengumpulan Data 76

F. Teknik Analisis Data 82

1. Uji Validitas 82

2. Uji Reliabilitas 84

3. Uji Hipotesis 85

4. Kriteria Observasi Aktivitas Guru/Siswa 88

G. Tahap-tahap Penelitian 89

BAB IV KEMAMPUAN MEMAHAMI DAN MEMERAGAKAN DRAMA 90

A. Hasil Penelitian 90

1. Gambaran Proses Pembelajaran Drama 92

2. Gambaran Kemampuan Penguasaan Drama Sebelum dan Setelah Penerapan Model Pengajaran-Langsung 107

3. Gambaran Kemampuan Memahami Drama Sebelum dan Setelah Penerapan Model Pengajaran Pengalaman-Langsung 110

4. Gambaran Kemampuan Memeragakan Drama Sebelum dan Setelah Penerapan Model Pengajaran Pengalaman-Langsung 118

5. Efektifitas Penerapan Model Pengajaran Pengalaman-Langsung Untuk Meningkatkan Kemampuan Penguasaan Drama 124

6. Observasi Aktivitas Guru 127

7. Observasi Aktivitas Siswa 130

B. Pembahasan Hasil Penelitian 132

1. Kemampuan Penguasaan Drama melalui Penerapan Model Pengajaran Pengalaman-Langsung 133

2. Kemampuan Memahami Drama melalui Penerapan Model Pengajaran Pengalaman-Langsung 134

3. Kemampuan Memeragakan Drama melalui Penerapan Model Pengajaran Pengalaman-Langsung 141

4. Efektifitas Penerapan Model Pengajaran Pengalaman-Langsung Untuk Meningkatkan Kemampuan Penguasaan Drama 145

5. Aktifitas Guru dalam Proses Pengajaran Pengalaman-Langsung 150

6. Aktifitas Siswa dalam Proses Pengajaran Pengalaman-Langsung 154

7. Wawancara dan Tanggapan-tanggapan terhadap Penerapan Model Pengajaran Pengalaman-Langsung 165


(3)

vii

B. Saran-saran 170 DAFTAR PUSTAKA 173 LAMPIRAN 177


(4)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan sebuah fenomena antropologis yang usianya hampir setua dengan sejarah manusia itu sendiri. Nicolo Machiavelli (dalam Koesoemo A, 2007:52) memahami pendidikan dalam kerangka proses penyempurnaan diri manusia secara terus menerus. Ini terjadi karena manusia secara kodrati memiliki kekurangan dan ketidaklengkapan. Pendidikan melengkapi ketidaksempurnaan dalam kodrat alamiah.

Dalam kaitannya dengan perkembangan kehidupan dan kebudayaan manusia, Trianto (2010:4) berpendapat, bahwa:

Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan.

Dalam upaya memenuhi kebutuhan akan kekurangan dan

ketidaklengkapan itu serta konsekwensi dinamika kehidupan manusia berbudaya, pendidikan hendaknya terus dikembangkan dengan memperhatikan kebutuhan manusia, selalu terhubung dengan perkembangan ilmu dan teknologi, tak tertinggal dari konsekwensi dan tuntutan budaya, serta dapat diwujudkan dalam bentuk-bentuknya yang nyata dan tertanggung jawab. Pelaksanaan pendidikan tanpa memperhatikan kebutuhan manusia dan perkembangan kehidupan akan


(5)

ditinggalkan masyarakatnya. Kebutuhan manusia itu sangat berkaitan dengan standar pendidikan yang memperhatikan output, bukan hanya input dan proses. Perhatian pada output diharapkan menghasilkan siswa yang memiliki standar kompetensi dimana seorang lulusan sekolah memiliki sejumlah hasil kegiatan yang dapat didemonstrasikan atau ditunjukkan dalam bentuk nyata dan praktis sebagai penerapan pengetahuan dan keterampilan yang telah dipelajarinya.

Fokus pendidikan yang hanya mengarah pada input dan proses dipandang kurang dinamis, kurang efisien, dan mengarah pada stagnasi pedagogik. Dalam hal ini kendali pendidikan diwujudkan oleh pemerintah terhadap input dan proses berupa standardisasi kurikulum nasional, buku, alat, pelatihan guru, sarana dan fasilitas sekolah yang harus berlangsung di dalam sistem. Fokus pendidikan pada input dan proses terkesan sebagai usaha memenuhi syarat-syarat pelaksanaan pendidikan secara administratif belaka.

Mencermati kenyataan tersebut, berikut dikemukakan pandangan Mulyasa (2008:24) dibawah ini.

Semua komponen input dan proses, dari hulu sampai hilir, mulai dokumen kurikulum, pelatihan guru, sampai lembar kerja peserta didik, harus diubah. Hal tersebut telah mengakibatkan system pendidikan cenderung tidak efisien dan sulit beradaptasi dengan perkembangan masyarakat. Tantangan masyarakat dalam millennium ketiga antara lain akselerasi teknologi dan sains, tren politik, kekuatan ekonomi, tren sosial budaya modern, perubahan peta pengetahuan, dan era post-modern, yang berbagai perubahan pendidikan. Jika sistem pendidikan konvensional terus dipertahankan, tanpa memperlaus orientasi pada output atau standar kompetensi pendidikan, maka berbagai perubahan yang ingin dilakukan sulit diwujudkan.

Pendidikan konvensional yang menitik beratkan pada input dalam bentuk praktis transformasi pengetahuan dalam proses pembelajaran saja, perlu dikaji lagi


(6)

dengan mempertimbangkan kompetensi lulusan seperti apakah yang dibutuhkan oleh masyarakat dan dituntut oleh perkembangan. Pertimbangan kompetensi lulusan dimaksud memberikan arah pada input dan proses, sehingga input dan proses akan berdayaguna menyediakan dan mempersiapkan konten dan kualitas output yang sesuai kebutuhan masyarakat dan memehuhi permintaan maupun persaingan pasar kerja. Kompetensi dimaksud harus bermakna sebagai apa yang diharapkan dapat diketahui, dimiliki, disikapi atau dilakukan lulusan dalam setiap tingkat atau jenjang pendidikan sekaligus menggambarkan kemajuan atau kemampuan yang dapat dicapai atau dimiliki siswa secara bertahap dan berkelanjutan. Kemajuan atau kemampuan itu juga menjadi kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten secara terus-menerus dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar dalam bertindak.

Bila diterjemahkan ke dalam pelaksanaan pembelajaran secara nyata di sekolah, maka gaya dan pola pembelajaran yang terkesan sekedar menyelesaikan materi dan menjejalkan sejumlah perlengkapan materi pembelajaran harus lebih diarahkan pada pembelajaran yang menghasilkan lulusan dengan sejumlah kemampuan praktis dan relevan dengan kebutuhan dan permintaan tersebut. Hal mana tentu saja tidak dapat diperoleh melalui pembelajaran yang sekedar teoretis dan pengetahuan abstrak belaka. Pengetahuan yang dimiliki harus dapat mewujud pada perbuatan nyata.

Untuk itu dibutuhkan gagasan dan pendekatan inovatif yang sengaja diusahakan guna meningkatkan kemampuan pendidikan itu.


(7)

Pendidikan sebagai suatu usaha pengembangan diri dan potensi manusia merupakan suatu konsep abstrak. Maka pendidikan perlu direalisasikan hingga mewujud secara praktis dalam bentuknya yang nyata. Secara praktis pendidikan perlu dilaksanakan dalam suatu sistem yang menggunakan dan melibatkan berbagai komponen dan syarat tertentu. Sekait dengan hal itu, secara praktis pendidikan (terutama pendidikan formal) tidak dapat terlepas dari tindakan atau kegiatan-kegiatan pembelajaran atau pengajaran. Pembelajaran atau pengajaran yang merupakan kegiatan integral dengan aktivitas pendidikan, harusnya memiliki suatu sistem pembelajaran atau pengajaran. Sistem pembelajaran menurut Hamalik (dalam Sanjaya, 2009:6) adalah suatu kombinasi terorganisasi yang meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan.

Unsur prosedur yang disebutkan di atas menunjukkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam proses pembelajaran misalnya strategi dan metode pembelajaran, jadwal pembelajaran, pelaksanaan evaluasi dan lain sebagainya (Sanjaya, 2007:6). Dick dan Carey (1985) menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa. Strategi dalam konteks pengajaran menurut Gagne (dalam Iskandarwassid dan Sunendar, 2008:3) adalah kemampuan internal seseorang untuk berpikir, memecahkan masalah dan mengambil keputusan. Siswa akan berpikir lebih tajam, menganalisis, memecahkan masalah dan mengambil keputusan. Sedangkan Oxford (dalam Iskandarwassid dan Sunendar, 2008: 6) mendefinisikan strategi


(8)

belajar sebagai tingkah laku atau tindakan yang dipakai oleh pembelajar agar pembelajaran bahasa lebih berhasil, terarah, dan menyenangkan. Tingkah laku atau tindakan pembelajar seperti yang disebutkan, menunjukkan suatu aktivitas belajar yang dapat diamati. Dengan demikian, dari batasan ini dapat ditegaskan, bahwa aspek keterampilan berbicara pada pengajaran Bahasa Indonesia melalui drama harus dapat diamati, sejalan dengan metode penelitian nanti. Hal ini bukanlah berarti batasan tersebut tidak mencakup aspek kognitif yang tidak teramati. Selanjutnya kegiatan pembelajaran tak lepas dari model pembelajaran.

Dalam mengajarkan atau menyajikan suatu materi (pokok bahasan) tertentu harus dipilih model pengajaran atau model pembelajaran yang paling sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu pemilihan suatu model pengajaran harus didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu. Pertimbangan-pertimbangan itu, misalnya tujuan pembelajaran, materi pelajaran, tingkat perkembangan kognitif siswa, lingkungan belajar dan sarana atau fasilitas yang tersedia, sehingga memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Untuk melaksanakan pembelajaran drama dengan memusatkan perhatian pada peningkatan kemampuan memahami drama dan memeragakan drama diterapkan model pengajaran pengalaman-langsung atau direct experience learning (DEL). DEL dipilih dengan mempertimbangkan bahwa penguasaan drama dapat dilakukan melalui latihan-latihan, mempraktikkan informasi yang disampaikan guru, mempertunjukkan keterampilan-keterampilan tertentu, demonstrasi, juga membangun interaksi langsung antar siswa peserta latihan


(9)

dengan pelatih (guru) dan antara sesama peserta (siswa) dalam situasi pengajaran. Pengajaran langsung dapat berbentuk demonstrasi, pelatihan atau praktik dan kerja kelompok, karena itu pengajaran langsung menggunakan metode drill.

Bentuk-bentuk pengajaran seperti itu memberikan sejumlah pengalaman langsung, nyata dan praktis terhadap siswa sehingga diharapkan pengetahuan dan keterampilan drama dapat ditransformasikan pada siswa tidak dalam bentuk teoretis akan tetatpi dapat dialami, diketahui, dirasakan dan dapat dipraktikkan dalam bentuk perbuatan yang dapat diamati.

Tujuan pengajaran pengalaman-langsung (DEL) akan sesuai dengan tujuan pengajaran drama. Model pengajaran pengalaman-langsung (DEL) mempunyai tujuan deklaratif dan prosedural. Tujuan pengajaran pengalaman-langsung adalah siswa dapat menguasai pengetahuan deklaratif yang dapat diungkapkan dengan kata-kata sebagai pengetahuan tentang sesuatu, sedangkan pengetahuan prosedural merupakan pengetahuan tentang cara melakukan sesuatu.

Pengetahuan deklaratif siswa pada pengajaran drama adalah kemampuan siswa dalam menyampaikan isi dan ungkapan dalam bentuk tuturan, kata-kata secara lisan, yang merupakan kemampuan memahami. Pengetahuan prosedural yang dapat dilakukan siswa adalah kemampuan atau keterampilan berlakon (acting), memeragakan ungkapan, menunjukkan melalui air muka sesuai rasa pengahayatan (ekspresi), lagu kalimat dalam bertutur (intonasi) maupun bahasa tubuh (gestural). Hal ini berkaitan dengan kemampuan memeragakan.

Dalam menerapkan model pembelajaran atau model pengajaran digunakan metode atau prosedur tetentu. Penerapan model pengajaran pengalaman-langsung


(10)

(DEL) pada pelajaran drama digunakan metode atau teknik latihan drill karena pengajaran drama, akan berbasis pada aspek pelajaran keterampilan yang sangat dominan, agar tumbuh keterampilan yang otomatis (automaticity skill).

Melalui penggunaan metode ini, diharapkan kelak siswa memiliki keterampilan motorik/gerak seperti melafalkan kata-kata, mempergunakan alat (property), terampil membangun interaksi dalam dialog drama, terampil menggunakan anggota tubuh atau memeragakan sebagai bagian dari kemampuan berbahasa juga mengembangkan kecakapan intelek dalam mengomunikasikan pikiran secara langsung dan nyata.

Dalam penerapan model pengajaran pengalaman-langsung ini dengan metode drill, pengajaran harus difokuskan pada sasaran-sasaran pembelajaran. Dalam hal ini guru memiliki tanggung jawab penting untuk memeragakan (modeling), menjelaskan (explaining), atau mengajukan pertanyaan (questioning). Dalam pelajaran-pelajaran yang berbasis pada keterampilan-keterampilan (skills-based lesson), siswa mempraktikkan suatu keterampilan dengan tujuan mengembangkan automaticity; sedangkan dalam pelajaran-pelajaran yang berorientasi pada konten (content-oriented lesson), guru menggunakan questioning untuk memastikan bahwa siswa benar-benar dapat memahami isi pembelajaran.

Salah satu tujuan pembelajaran drama di SD, sebagai bagian apresiasi sastra, secara umum adalah untuk menanamkan sikap apresiatif siswa terhadap sastra (Indonesia), sehingga diharapkan anak dapat menikmati, memahami, menanggapi dan mewujudkan karya sastra seperti membaca puisi, menulis cerita atau pun


(11)

memainkan atau memeragakan drama, sesuai kurikulum yang dicantumkan dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar.

Di samping itu, kegiatan seperti pengajaran atau pun latihan drama, baca puisi, kesenian, olah raga, maupun kepramukaan sangat dibutuhkan sekolah guna memenuhi kebutuhan perkembangan bakat, kemampuan dan minat siswa sebagai bagian dari pengembangan diri dan kreativitas siswa. Kenyataan yang dihadapi adalah kondisi (ruang belajar, fasilitas dan situasi) dan kesiapan sekolah menyediakan tenaga guru pelaksana yang jauh dari memadai merupakan kendala dalam memenuhinya. Hal ini disadari penting bukan sekedar sebagai suatu kebutuhan klasik saja, akan tetapi dengan pemenuhan-pemenuhan kebutuhan tenaga guru, penciptaan kondisi dan ketersediaan sarana, diharapkan suatu proses pembelajaran dapat “diorkestrasi” layaknya sebagai suatu simponi dalam pertunjukan musik, dengan memberdayakan seluruh potensi dan lingkungan belajar yang ada, sehingga proses belajar menjadi suatu yang menyenangkan dan bukan sebagai sesuatu yang memberatkan. Hal mana dilakukan melalui beberapa langkah seperti 1) optimalkan minat pada diri sendiri, 2) bertanggung jawab pada diri sendiri, sehingga akan memulai mengupayakan segalanya terlaksana, 3) menghargai segala tugas yang telah selesai (Howard Gardner dalam DePorter 2002, lihat Sa’ud 2009:130).

Pembelajaran drama sebagai bentuk apresiasi sastra siswa kelas V SD Islamiyah 4 dan SD Kalumata 2 Kota Ternate kini dapat dijelaskan berikut ini.

Dalam standar kompetensi pelajaran Bahasa Indonesia kelas V semester 2, pada keterampilan berbicara, disebutkan: mengungkapkan pikiran dan perasaan


(12)

secara lisan dalam berdiskusi dan bermain drama. Kemudian pada kompetensi dasar butir 6.2, disebutkan, memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi dan ekspresi yang tepat. Dengan menelaah standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut, tergambar bahwa pengajaran drama bagi siswa SD kelas V harus dapat dilaksanakan dalam bentuk interaktif antar siswa (pemeran) secara praktis dan nyata, oleh guru sehingga pengajaran bukan sekedar transformasi pengetahuan secara teoritis yang abstrak saja, akan tetapi bentuk dan hasil pengajaran drama haruslah terlihat dalam bentuk lakon hidup dalam praktiknya. Hal ini diperlukan karena lakon yang dimaksudkan dalam penerapan model ini harus dapat diperagakan agar dapat diamati.

Tuntutan standar kompetensi dan kompetensi dasar seperti itu memang sangat sulit dilaksanakan oleh guru pada sekolah sasaran penelitian ini, karena pengajaran Bahasa Indonesia yang dilakukan hanya sampai pada pengetahuan teoretis saja.

Pengajaran drama, tidak dapat dilaksanakan secara optimal. Pada kenyataannya, kegiatan bermain drama pada siswa belum pernah dilaksanakan sebagai bagian dari pembelajaran di SD Islamiyah 4 maupun SD Kalumata 2 Kota Ternate. Hal ini lebih disebabkan oleh minimnya kemampuan guru yang profesional di bidang ini. Walau pun demikian, pihak sekolah sangat mengharapkan agar kegiatan drama dapat dilaksanakan di sekolahnya, sebagai bentuk apresiasi sastra oleh siswanya, sebagai bagian dari pembelajaran Bahasa Indonesia, pengembangan diri siswa, maupun sebagai kegiatan ekstra kurikuler siswa.


(13)

B. Rumusan Masalah Penelitian

Dengan mendasarkan pemikiran pada kenyataan di atas, masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut, apakah penerapan model pengajaran pengalaman-langsung efektif meningkatkan kemampuan memahami dan memeragakan drama siswa kelas V SD Islamiyah 4 dan Siswa kelas V SD Kalumata 2 Kota Ternate?

Jabaran dari rumusan masalah tersebut adalah:

a. Bagaimanakah gambaran umum pelaksanaan pengajaran drama bagi siswa kelas V SD Islamiyah 4 dan SD Kalumata 2 Kota Ternate sebelum penerapan model pengajaran pengalaman-langsung?

b. Apakah model pengajaran pengalaman-langsung dapat meningkatkan

kemampuan memahami drama siswa kelas V SD Islamiyah 4 dan siswa kelas V SD Kalumata 2 Kota Ternate?

c. Apakah model pengajaran pengalaman-langsung dapat meningkatkan

kemampuan memeragakan drama siswa kelas V SD Islamiyah 4 dan siswa kleas V SD Kalumata 2 Kota Ternate?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah menemukan bentuk penerapan model pengajaran pengalaman-langsung (direct experience learning) pada pembelajaran drama terhadap kemampuan memahami dan memeragakan drama, agar model ini dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran drama bagi siswa sekolah dasar di Kota Ternate. Keberhasilan penerapan model pengajaran pengalaman-langsung dalam


(14)

penelitian ini akan menjadi suatu masukan bagi sekolah dan guru-guru dalam pembelajaran drama di kelas V sekolah dasar, bahkan bagi kepentingan pembelajaran umumnya.

Sedangkan tujuan khususnya adalah :

1. Mengetahui bagaimana kemampuan memahami dan memeragakan drama sebagai sikap apresiatif sastra pada siswa kelas V saat ini.

2. Mengimplementasikan model pembelajaran pengalaman langsung, dengan menggunakan metode drill pada pengajaran drama.

3. Mendeskripsikan dan menganalisa kemampuan pemahaman dan peragaan drama pada siswa sebagai sikap apresiatif sastra siswa melalui penerapan model pengajaran pengalaman-langsung.

4. Menyusun model pengajaran drama berdasarkan model pengajaran pengalaman-langsung yang kelak dapat dimanfaatkan oleh guru.

F. Manfaat Penelitian.

Manfaat penelitian ini diharapkan akan menjadi sumbangan positif baik bagi siswa, guru, sekolah orang tua, maupun pihak-pihak lain yang terkait dan berkepentingan pada bidang-bidang pendidikan, pembelajaran bahasa atau sastra Indonesia khususnya pengajaran drama, juga pembelajaran drama yang menggunakan model pengajaran pengalaman-langsung. Hal ini dipandang perlu mengingat fakta yang ditemukan pada beberapa sekolah dasar di Kota Ternate, pembelajaran Bahasa Indonesia pada bagian drama belum dapat diterapkan secara bervariasi dan optimal.


(15)

a. Bagi siswa, penerapan model pengajaran pengalaman-langsung dengan menggunakan metode drill, dapat meningkatkan peranserta siswa dalam interaksi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran, memberikan motivasi, minat dan sikap apresiatif siswa terhadap karya sastra khususnya drama. Keterlibatan siswa dalam pengajaran drama melalui model dan metode ini merupakan fenomena menggembirakan di mana siswa dapat belajar menggunakan semua aspek kepribadian yang berkaitan dengan pendidikan dan pembelajaran, yaitu aspek-aspek kognitif untuk memahami dan merasa (afektif), dapat menunjukkan melalui tindakan dan perbuatan dalam suatu peragaan drama yang menyentuh aspek kognitif. Dalam situasi ini siswa tidak berada dalam keadaan pasif, akan tetapi lebih aktif dan menunjukkan eksistensi dirinya. Antusias dan partisipasi siswa dalam berbagai keperluan mempersiapkan, memproses dan mengisi kegiatan pengajaran drama dalam model dan metode yang diterapkan ini menunjukkan perubahan perilaku belajar yang bergairah, termotivasi dan menyenangkan yang dapat dilakukan. Di samping itu pengajaran drama akan menjadi bekal bagi pengembangan diri siswa kelak, terutama bagi mereka yang berminat dan berbakat dalam bidang ini, hal ini sangat diperlukan, karena belajar tentu saja tidak hanya melahirkan siswa yang berkemampuan secara kognitif saja, akan tetapi meliputi seluruh aspek kepribadian dalam belajarnya. Pada perkembangan kehidupan yang sangat cepat ini siswa yang belajar hanya untuk kepentingan kognitif saja akan


(16)

tertinggal tanpa keterampilan, tak mampu menerapkan pengetahuan, pada gilirannya mengalami kemunduran.

b. Kondisi pembelajaran yang masih konvensional akan menjadi hambatan bagi perkembangan peserta didik dalam perubahan kehidupan saat ini, karena itu dibutuhkan inovasi pembelajaran agar guru dapat memiliki kapasitas memadai dalam mengikuti perubahan itu. Tentu saja guru perlu memiliki sejumlah informasi penting terkait pembelajaran. Bagi guru mata pelajaran Bahasa Indonesia dan guru pembina pengembangan diri siswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat mendorong proses pembelajaran yang lebih variatif dan profesional, demi menunjang keberhasilan pembelajaran, menambah keterampilan dalam menggunakan metode mengajar yang bervariasi. Keterampilan yang bervariasi bagi guru itu diharapkan akan memberikan dorongan positif bagi perluasan wawasan, perubahan pendekatan, model, strategi pembelajaran dan evaluasi internal, maupun pengembangan minat dan bakat siswa. Hasil penelitian ini dapat menambah alternatif metode bagi kegiatan pembelajaran, baik pada mata pelajaran Bahasa Indonesia maupun pada mata pelajaran lain yang dimungkinkan. Hal ini sangat dibutuhkan demi penerapan metode mengajar bervariasi tersebut. c. Bagi sekolah, hasil penelitian ini memberikan masukan positif dalam

melengkapi model pembelajaran (yang akan diterapkan secara praktis) yang akan diperlukan demi kepentingan-kepentingan tertentu, baik pembelajaran sastra, apresiasi sastra, sebagai contoh dan tolok ukur proses pembelajaran model pengajaran langsung, bahan pengembangan kurikulum sesuai


(17)

kebutuhan khusus sekolah, sehingga dapat dilakukan evaluasi demi perbaikan di masa akan datang. Hasil penelitian dapat dijadikan acuan awal guna melihat kelebihan maupun kekurangan pelaksanaan pembelajaran, agar sekolah dapat memperbaiki metode, teknik dan proses pembelajaran drama. d. Bagi pihak-pihak lain yang membutuhkan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu informasi atau data awal bagi pemenuhan kebutuhan tertentu terutama berkaitan dengan pembelajaran dan drama. Kenyataannya, pembelajaran Bahasa Indonesia bidang sastra, pokok bahasan drama sangat minim, kurang memadai pelaksanaannya, kekurangan tenaga pengajar drama yang belum dapat diatasi, sehingga apresiasi bidang kesastraan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia sampai saat ini belum memuaskan, merupakan temuan penelitian ini, memberi informasi tentang kondisi sebenarnya pada proses dan hasil pembelajaran sastra, karenanya, hasil penelitian ini merupakan masukan bagi perencanaan, implementasi dan evaluasi pengajaran yang sangat dibutuhkan. Selain itu, kenyataan ini diharapkan pula dapat memunculkan langkah-langkah berbagai pihak baik di sekolah, maupun para pihak yang lebih berwenang pada jajaran pendidikan dasar, dalam menumbuhkan sikap apresiasi anak terhadap sastra, sebagaimana pengajaran drama yang dilakukan pada penelitian ini.

e. Kenyataan selama penelitian, keterampilan guru dalam membina pengajaran drama untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia sesuai yang dibutuhkan oleh sekolah tidak tersedia secara memadai. Dari sekolah-sekolah yang sempat dikunjungi sebagai perbandingan, tidak ditemukan adanya guru-guru yang


(18)

memenuhi kebutuhan ini. Guru-guru lebih cenderung mengajarkan Bahasa Indonesia pada materi-materi dengan pokok bahasan bukan drama, atau sastra pada umumnya. Pengajaran sastra lebih banyak dilaksanakan pada materi-materi teoritis, seperti pengertian, pengertian puisi, prosa atau drama. Pengertian tentang alur, tokoh, setting yang kesemuanya merupakan unsur-unsur intrinsik yang teoretis. Sementara pembelajaran secara praktis belum memadai. Padahal pembelajaran sastra atau yang berkaitan dengan sastra hendaknya dapat dilakukan oleh siswa secara praktis dalam wujud perbuatan nyata, yang dapat dirasakan siswa, demi mengembangkan kemampuan berbagai aspek kepribadiannya. Diakui Endraswara (2003: 189), bahwa sampai saat ini memang pengajaran sastra kita masih berhenti pada hal-hal mekanik. Artinya, pembelajaran sastra tidak langsung berhubungan dengan karya sastra atau proses bersastra. Pada kenyataannya pengajaran sastra yang sekedar teoretis kurang diminati. Pembelajaran materi sastra di kelas hendaknya dapat dilakukan dalam bentuk perbuatan sehingga kemampuan anak dapat diamati sebagai tindakan pengembangan minat, bakat serta kemampuan-kemampuan profesional di masa depannya. f. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan bahan-bahan

pertimbangan bagi berbagai pihak agar dapat memberikan perhatiannya ke arah ini. Informasi ini dapat menjadi masukan bagi perencanaan, intervensi implementasi maupun evaluasi. Sudah tentu hasil penelitian ini tidak sekedar sebagai informasi, akan tetapi menyuguhkan kenyataan yang sebenarnya bagi kalangan pendidikan terutama di Kota Ternate.


(19)

E. Metode Penelitian

Rancangan penelitian, prosedur penelitian, instrument penelitian dan pengolahan data hasil penelitian dari penelitian ini disajikan berikut ini.

1. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian merupakan rancang bangun penelitian, dijelaskan Kerlinger (2003:484) adalah rencana dan struktur penyelidikan yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti akan dapat memperoleh jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan penelitiannya. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu (quasi), dengan desain one group pretest-posttest. Menurut McMillan & Schumacher (1989: 312), rancangan ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Rancangan one group pretest-posttest

Group pretest Treatment Posttest

O1 X O2 O1 = Tes awal (pretest) sebelum adanya perlakuan

O2 = Tes akhir (posttest) setelah adanya treatment atau perlakuan X = Perlakuan menggunakan model pengajaran pengalaman-langsung 2. Prosedur Penelitian

Tahap I, pelaksanaan pretest dengan menggunakan instrumen tes objektif pilihan ganda untuk tes kemampuan memahami drama, mengemukakan materi-materi tentang tokoh, karakter, tema, amanat, alur, latar dan ekspresi secara teoretis; tes perbuatan guna memeroleh gambaran tentang tingkat kemampuan memeragakan drama. Memeragakan drama dalam tes ini


(20)

dititikberatkan pada dialog-dialog dengan aspek lafal, intonasi dan ekspresi yang diperagakan dalam suatu interaksi dialog.

Tahap II, pelaksanaan pengajaran Bahasa Indonesia pada standar kompetensi dan kompetensi dasar tentang memainkan drama dengan lafal, intonasi dan ekspresi dengan menggunakan model pengajaran pengalaman-langsung, melalui metode drill.

Tahap III, pelaksanaan posttest dengan menggunakan tes objektif pilihan ganda, dan tes perbuatan yang dapat diamati. Selain itu dilakukan serangkaian wawancara terhadap pihak-pihak yang memiliki keterlibatan dengan pelaksanaan pengajaran dalam penelitian ini, seperti guru kelas, kepala sekolah, dan ketua komite sekolah sejauh yang dapat dilakukan.

3. Instrumen penelitian.

Penelitian ini tertuju pada kemampuan memahami drama dan kemampuan memeragakan drama. Kemampuan memahami drama akan lebih tertuju pada aspek kognitif, sedangkan kemampuan memeragakan akan dilihat pada aspek psikomotorik. Aspek afektif, dapat terlihat dalam gejala yang ditunjukkan secara motorik maupun kognitif setelah pengajaran. Di samping itu dibutuhkan tanggapan pihak lain atas proses pengajaran dengan model pengajaran pengalaman-langsung. Dengan dasar tersebut, instrumen yang digunakan adalah:

Tes objektif : Pretest, posttest guna mengetahui kemampuan memahami.

Tes perbuatan : Tes terhadap kemampuan memeragakan drama. Wawancara : Terhadap guru, kepala sekolah dan Komite Sekolah.


(21)

4. Pengolahan Data

a. Menentukan skor rata-rata standar deviasi pada pretest dan posttest.

b. Analisis normalitas dan homogenitas serta melakukan uji normalitas apabila diperlukan

c. Analisis hasil tes perbuatan, untuk mengetahui kemampuan memeragakan drama, sebagai hasil nyata suatu kemampuan praktis.

d. Analisis hasil wawancara. Hasil wawancara atau tanggapan pihak yang terkait dengan sekolah akan memberikan penjelasan tentang kondisi siswa, sekolah, keadaan SDM guru maupun hal-hal lain yang terkait langsung dengan pembelajaran tentang penerapan model dan metode yang tengah diteliti.

H. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada dua sekolah dasar di Kota Ternate, yakni SD Islamiyah 4 Kota Ternate dan SD Kalumata 2 Kota Ternate. Kedua sekolah sama-sama berada di Kota Ternate, namun terpisah cukup jauh. SD Islamiyah 4 berada di Kecamatan Ternate Tengah, sedangkan SD Kalumata 2 terletak agak ke selatan kota yaitu di Kecamatan Ternate Selatan. Kedua sekolah berjarak cukup jauh sehingga dapat memperkecil kemungkinan terjadi hubungan antar responden yang dapat mengakibatkan penyimpangan pada hasil penelitian.

a. SD Islamiyah 4 Kota Ternate

SD Islamiyah 4 Kota Ternate beralamat di jalan Boesoeiri, kelurahan Gamalama, Kecamatan Ternate Tengah, Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara. Sekolah ini terletak di pusat kota, pada lokasi dengan tingkat keramaian cukup


(22)

tinggi sejak pagi hingga sore hari, yakni lokasi pertokoan dan pusat perbelanjaan warga kota.

SD Islamiyah 4 Kota Ternate adalah lembaga pendidikan dasar berciri pendidikan Islam yang berdiri sejak tahun 1972. Sekolah ini bernaung di bawah Yayasan Pendidikan Islam Ternate (YPI). Yayasan lokal yang mengelola pendidikan pada jenjang sekolah dasar, dan pendidikan menengah.

SD Islamiyah adalah sekolah dasar pertama di bawah naungan YPI, yang sudah dikenal masyarakat Ternate sejak tahun 1959. Sejak tahun 1972, SD Islamiyah berubah nama menjadi SD Islamiyah 4 sebagaimana sekarang. Sarana fisik sekolah adalah bangunan sekolah berlantai dua.

Subjek penelitian adalah siswa kelas V berjumlah 20 siswa diambil secara acak dari jumlah 47 orang, laki-laki dan perempuan, sebagai sampel dari populasi yang dimiliki. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono,2010:118).

Adapu rincian keadaan siswa kelas V SD Islamiyah 4 dapat dilihat dalam daftar sebagai berikut:

Jenis Kelamin Banyak siswa Keterangan

Laki-laki 21 siswa

Perempuan 26 siswa

Jumlah 47 siswa 99 % aktif

Data: Laporan Bulanan SD Islamiyah 4 Kota Ternate

Dua pertimbangan menentukan lokasi penelitian dilakukan pada sekolah ini ialah, yang pertama sekolah ini berada di tengah-tengah keramaian kota dengan siswa yang rata-rata berasal dari kelas menengah dan dibesarkan di kota, seluruh siswa beragama Islam. Latar belakang kelurga ini memberikan warna


(23)

tertentu dalam sikap dan cara menghadapi penerapan model yang membutuhkan aktifitas praktis siswa. Yang kedua, terkait dengan pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia; selama ini pembelajaran drama pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah ini hanya dilakukan dengan membaca saja. Selain itu, pengajaran dengan model pengajaran pengalaman-langsung melalui metode drill yang penuh latihan-latihan dapat memberikan masukan bagi guru agar dapat memiliki strategi pengajaran yang lebih bervariasi. Variasi pengajaran yang dapat dilakukan guru diharapkan akan lebih menggairahkan belajar siswa. Pertimbangan

ketiga, SD Islamiyah membutuhkan intervensi pelaksanaan program

pengembangan diri siswa. Kepala sekolah memandang pembelajaran drama dapat dimasukkan sebagai bagian dari program pengembangan dir siswa, sehingga siswa diberikan lebih banyak pilihan dalam pengembangan diri sesuai minat dan bakat mereka, karena itu kami diberikan melakukan penelitian pada setiap hari Jum’at atau pada hari lain yang dibutuhkan.,

b. SD Kalumata 2.

Lokasi penelitian kedua adalah SD Kalumata 2 Kota Ternate, NPSN 10.127.600.252, NSS 60200850; secara fisik sekolah ini berdiri permanen, dibangun sejak tahun 2007, dengan 6 ruang belajar, kantor kepala sekolah, ruang guru, perpustakaan, wc dan kamar mandi. Sekolah ini terletak di Selatan Kota Ternate, di lokasi gusuran bukit pasir, tepat pada sedikit ketinggian, berjarak cukup jauh dari SD Islamiyah Kota Ternate. SD Kalumata 2 Kota Ternate berlamat di kelurahan Kalumata Puncak, Kecamatan Ternate Selatan, Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara.


(24)

SD Kalumata 2 berada di kawasan pemukiman baru yang relatif tenang dan bersih, yang merupakan hunian dari masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah, yang belum banyak dipadati penduduk. Situasi lingkungan dan kelas ekonomi tersebut turut memberikan dampak baik bagi proses pembelajaran maupun hasil pembelajaran sebagaimana yang terlihat selama penelitian berlangsung.

Perilaku beberapa siswa yang meminta perhatian lebih, atau terkadang menunjukkan sikap superioritas-nya paling tidak menunjukkan indikator dari mana siswa tersebut berasal. Secara psikologis lingkungan masyarakat dan situasi rumah tangga mempengaruhi sikapnya, sehingga tampak dalam interaksi kelas selama pembelajaran berlangsung.

Sekolah ini berputar hanya pada pagi hari saja. SD Inpres Kalumata 2 lebih leluasa. SD Kalumata 2 dapat menggunakan seluruh sarana dan fasilitas belajarnya tanpa terganggu atau segera meninggalkan sarana dan fasilitas belajarnya karena harus digantikan oleh siswa sekolah berikutnya.

Tenaga Guru dan Tenaga kependidikan 21 orang, terdiri atas :

a. PNS : laki-laki 1 orang, perempuan 14 orang

b. Non PNS/PTT : perempuan 5 orang

c. Penjaga sekolah : laki-laki 1 orang

Daftar Rombongan Belajar dan Jumlah Siswa SD Inpres Kalumata 2. Kelas

Jumlah

I II III IV V VI

JS RB JS RB JS RB JS RB JS RB JS RB JS RB

50 1 49 1 39 1 46 1 48 1 41 1 284 6


(25)

Jumlah Siswa kelas V SD Inpres Kalumata 2 sebagai berikut:

Jenis Kelamin Banyak siswa Keterangan

Laki-laki 23 siswa

Perempuan 25 siswa

Jumlah 48 siswa 99 % aktif

Data: Profile SD Inpres kalumata 2, 2010/2011 Dari jumlah tersebut, sampel yang digunakan sebanyak 20 orang saja, mewakili seluruh jumlah siswa yang ada, yang diambil secara acak.

SD Inpres Kalumata 2 dijadikan lokasi penelitian, dengan pertimbangan dua hal yang tak jauh berbeda dari SD Islamiyah 4, yakni pertimbangan sosial dan pertimbangan edukatif. Pertimbangan sosial dilihat dari lingkungan sekolah ini agak ke selatan kota, input siswa berasal dari lingkungan masyarakat di sekitar sekolah, Tingkat kehidupan sosial ekonomi mereka bevariasi antara kelas menengah dan menengah ke bawah. Seperti dijelaskan Djena Jumati, kepala sekolah (Wawancara, Sabtu, 23 Juli 2011), beberapa siswa kerap digunakan tenaganya, membantu orang tua yang bekerja pada lokasi penggusuran tanah di sekitar sekolah, demi membantu ekonomi keluarga. Tenaga dan waktu mereka yang terkuras di tempat pekerjaan seperti itu mempengaruhi sikap dan waktu belajar mereka di rumah.

Pertimbangan edukatif terkait pembelajaran, didasarkan pada kenyataan, bahwa pembelajaran Bahasa Indonesai pada pengajaran drama belum dapat dilakukan secara maksimal. Guru kelas hanya sekedar membaca tanpa strategi lain yang bervariasi. Proses pembelajaran yang monoton ini sudah tentu berdampak pada gairah dan tingkat apresiasi siswa terhadap bidang sastra yang kurang menggembirakan, padahal sastra sangat penting pada perkembangan psikologis


(26)

siswa. Tegasnya, dibutuhkan inovasi yang memberikan perubahan kondisional. Inovasi (innovation) merupakan jawaban atas kondisi nyata yang demikian mapan, kaku, dan tradisional yang mungkin saja sudah tidak relevan dengan suatu tuntutan perubahan masyarakat pada zamannya. Inovasi hadir sebagai hal baru demi pemenuhan kebutuhan yang lebih bersifat alternative constructive (pilihan-pilihan perbaikan).

Dengan menerapkan model pengajaran penmgalaman-langsung pada penelitian terhadap pembelajaran drama dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia ini, diharapkan model pengajaran pengalaman-langsung dapat diterima, dipelajari dan dikembangkan oleh guru, sebagai tindak perubahan guna pelaksanaan pembelajaran yang variatif. Pembelajaran yang lebih variatif itu dapat diterima sebagai ekspektasi ke depan agar dalam input dan proses terjadi perubahan sehingga output pembelajaran bukanlah suatu perulangan produk yang sama dari tahun ke tahun, akan tetapi lahir suatu out yang semakin dinamis dan berkemajuan. Seperti diketahui, kebanyakan perubahan bukanlah fenomena secara kebetulan, tetapi merupakan hasil dari suatu tindakan-tindakan terencana, dalam hal ini dibutuhkan perubahan-

perubahan pada input dan proses pembelajaran, sehingga mempengaruhi dan menghasilkan perubahan pada output pembelajaran pula.

Menghadapi realitas proses pelaksanaan pembelajaran drama pada mata pelajaran Bahasa Indonesia yang lebih cenderung teoretis, tentu saja perubahan yang diinginkan akan berhadapan dengan sejumlah tantangan dan terutama kebutuhan-kebutuhan pembelajaran dengan model pengajaran


(27)

pengalaman-langsung yang diterapkan, mengingat sangat minimnya kemampuan penguasaan model dan metode yang dibutuhkan. Oleh karena itu, dibutuhkan sikap dan strategi yang dikaitkan dengan kebutuhan guru dalam praktik penerapan model ini. Disadari, bahwa perubahan dapat paling baik diperkenalkan tidak melalui perencanaan yang terpusat, tetapi setelah mempelajari kebutuhan-kebutuhan pelaksana pembelajaran, dalam hal ini para guru Bahasa Indonesia yang menjadi ujung tombak pembelajaran Bahasa Indonesia, pada materi drama.

Tawaran perubahan harus mengetahui kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan oleh para guru dan mengadaptasikan model pengajaran pengalaman-langsung kepada mereka. Dalam hal ini peneliti tidak harus melepaskan perannya untuk mengembangkan dan membentuk kebutuhan-kebutuhan tersebut, sehingga dapat menguntungkan guru pelaksana atau guru kelas dalam jangka panjang. Pemantauan terhadap proses pelaksanaan pembelajaran oleh guru juga merupakan salah satu bagian yang diamati dalam penelitian ini guna mengetahui tingkat kemampuan penerapan dan pelaksanaan pembelajaran di kelas.

Tentu saja penerapan model pengajaran pengalaman-langsung hendaknya tidak hanya diterapkan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia saja, akan tetapi dapat dimanfaatkan pula pada mata pelajaran lainnya, dalam kondisi yang memungkinkan, karena inti proses mengajar adalah pengaturan lingkungan dimana siswa dapat berinteraksi dan belajar bagaimana untuk belajar. Model mengajar adalah deskripsi lingkungan belajar sehingga penerapan model pengajaran pengalaman-langsung pada mata pelajaran lain, selain Bahasa Indonesia sangat dimungkinkan dengan mempertimbangkan kesesuaian tujuan


(28)

pembelajaran, proses pembelajaran, materi pembelajaran, lingkungan ruang, kondisi dan tingkat perkembangan siswa serta sarana yang tersedia.

Pembelajaran pengalaman langsung diproses dalam empat tahap pembelajaran yang saling mengiringi tahap demi tahap, yakni tahap pengalaman konkrit, refleksi, pembentukan konsep abstrak, dan melakukan eksperimen konkrit. Pada mata pelajaran yang dilakukan di dalam laboratorium, pengamatan alam di luar kelas, pembelajaran yang menitik beratkan pada praktik fisik yang melalui suatu prosedur latihan dan pengetahuan deklaratif, dan demonstrasi menggunakan media atau model, dapat dilaksanakan menggunakan model ini.

Adaptasi penerapan pengajaran pengalaman-langsung pada suatu mata pelajaran digambarkan di bawah ini.

Gambar 1.1

Penerapan Model Pengajaran Pengalaman-Langsung pada Mata Pelajaran

Manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan model ini antara lain, meningkatka kesadaran akan harga diri, kemampuan, dan rasa percaya diri, bekerja dengan bebas, meningkatkan kemampuan berkomunikasi, menumbuhkan

MODEL PENGAJARAN PENGALAMAN-LANGSUNG MATERI PEMBELAJARAN PRAKTIK DAN PROSEDURAL ADAPTASI: - Tujuan - Materi - Lingkungan - Tingkat perkemba-ngan Siswa - Sarana PENERAPAN MPPL: - Kegiatan dan

pengalaman langsung - Pengamatan dan

refleksi

- Pemahaman konsep - Pragmatis dan


(29)

dan meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, menumbuhkan rasa saling percaya sesam teman dalam suatu kelompok kerja sama, meningkatkan semangat kerjasama, menumbuhkan dan meningktakan komitmen dan tanggung jawab, saling memberi dan menerima antar teman dan mengembangkan ketangkasan, kemampuan fisik dan koordinasi.

Paling tidak memperkenalkan suatu model untuk memperkaya daya ajar seorang guru agar tidak memperlakukan proses pembelajaran dengan model-model yang monoton, akan lebih memungkinkan siswa terbebaskan dari penjara situasi belajar yang jenuh. Model pembelajaran hendaknya lebih menempatkan siswa sebagai manusia pada faktor pelaku pembelajaran agar lebih kreatif, aktif dan sedapat mungkin inovatif. Hal ini perlu disadari mengingat manusia adalah makhluk Tuhan yang mulia bukan sekedar gelas kosong yang sesukanya dapat diisi. Tegasnya manusia bukan benda mati sehingga pelaksanaan pembelajaran harus berorientasi pada manusia sebagai khalifah ciptaan Tuhan.


(30)

67

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi memberikan panduan atau petunjuk-petunjuk atas pelaksanaan penelitian ini. Metodologi dibutuhkan karena metodologi adalah proses, prinsip, dan prosedur yang digunakan untuk mendekati problem dan mencari jawaban (Bogdan dan Taylor 1975:1), Hal ini berarti, metodologi adalah suatu pendekatan umum yang digunakan dalam membahas topik penelitian. Bogdan dan Taylor (dalam Mulyana, 2008:145) menjelaskan, metodologi dipengaruhi atau berdasarkan perspektif teoretis yang digunakan untuk melakukan penelitian. Penelitian ini ditujukan pada kemampuan memahami dan memeragakan drama. Kemampuan tersebut akan mencakup tiga aspek kepribadian anak yang berkaitan dengan aktivitas dan hasil belajar serta perubahan perilaku, yakni aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor (Bloom dan kawan-kawan, dalam Hanafiah dan Suhana, 2010:20). Di samping itu, beberapa petunjuk praktis bermain drama menurut Rendra (2007) menjadi landasan teori sebagai acuan kemampuan praktis memeragakan drama.

Selanjutnya, uraian tentang metodologi penelitian diuraikan berikut ini. A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini akan mengamati aktivitas apresiasi sastra siswa dalam bentuk pemahaman dan kemampuan memeragakan drama guna memperoleh sejumlah data dan informasi tentang keadaan pembelajaran drama khususnya tentang kemampuan memahami dan kemampuan memeragakan drama.


(31)

Penelitian ini menerapkan eksperimen yang dengan sengaja menciptakan suatu situasi demi kepentingan penelitian. Situasi dimaksud sebagaimana dikemukakan Milan dan Schumacher (2000: 51) berikut ini.

situasi yang biasa dipakai untuk menerapkan penelitian quasi eksperimen meliputi beberapa kelas atau sekolah yang dapat digunakan untuk menentukan akibat dari materi kurikulum atau metoda pengajaran. Kelas tersebut “utuh”, diorganisir untuk tujuan pengajaran.Kelas tersebut tidak ditandai secara acak dan dengan guru yang berbeda. Bagaimanapun juga, hal ini mungkin untuk memberikan perlakuan eksperimen terhadap beberapa kelas dan memperlakukan kelas lain sebagai kontrol.

Eksperimen adalah observasi di bawah kondisi terkontrol (artificial condition) dimana kondisi tersebut dibuat dan diatur oleh peneliti sendiri (Nazir 2009:63). Penelitian ini juga mengamati pengaruh-pengaruh dari variable bebas terhadap variable lain yang timbul sebagai akibat perlakuan terhadap objek dalam kondisi yang terkontrol (lihat, Fraenkel et. al.,1999).

Penelitian eksperimen boleh menggunakan beberapa kelas atau sekolah sebagai kelas ekperimen. Penelitian ini, menggunakan dua kelas (sama-sama kelas V) pada SD Islamiyah 4 dan SD Kalumata 2, yang digunakan untuk memperoleh hasil atas perlakuan (treatmen) yang menerapkan model pengajaran pengalaman-langsung. Hasil yang ingin diperoleh dari penerapan model ini adalah tingkat kemampuan siswa dalam memahami drama dan memeragakan drama.

Penelitian ini dilakukan dengan teknik tes objektif menggunakan soal-soal tes pilihan ganda, tes tindakan (perbuatan) yang dapat diamati dan wawancara. Perlakuan terhadap objek penelitian akan dilakukan terhadap kelompok eksperimen. Kepada kelompok siswa yang akan diteliti dilakukan perlakuan yang sama secara bergantian.


(32)

Bentuk tes dan sasaran hasil yang ingin diperoleh terlihat dalam tabel ini. Tabel 3.1

Bentuk Tes dan Sasaran Hasil

No. Bentuk Tes Sasaran Hasil Tes

1 Tes Objektif

(penyajian soal-soal)

Kemampuan Memahami Drama secara teoretis

2 Tes Tindakan

(Observasi)

Kemampuan Memeragakan Drama secara praktis

Metode eksperimen dalam penelitian ini adalah metode pre-experimental design dengan one-group pretest-posttestt design, dengan metode ini hasil perlakuan lebih akurat karena dapat membandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan (Sugiyono, 2008:74). Metode ini digunakan untuk menguji hipotesis dengan membandingkan data sebelum dan sesudah treatemen. Adapun desain eksperimen dengan one-group pretest-posttestt design digambarkan sebagai berikut:

X Keterangan:

01 = Kondisi sebelum perlakuan (Pretestt) 02 = Kondisi sesudah perlakuan (Posttest) X = Perlakuan

(Sugiyono, 2008:75) B. Alur Penelitian

Alur penelitian ini dimulai dengan studi pendahuluan, perumusan masalah, pemberian perlakuan hingga penyelesaiannya dengan kesimpuan dan saran-saran.

0

2

0

1


(33)

Gambar 3.1 Alur Penelitian

Studi Pendahuluan (Observasi Awal)

Identifikasi masalah Rumusan masalah

Studi Pustaka: Model Pembelajaran Pengalaman Langsung, Kemampuan Memahami dan Memeragakan Drama

Penyusunan Instrumen:

a.Pedoman tes kemampuan memahami drama siswa, b.Pedoman observasi kemampuan memeragakan drama siswa

Penyusunan Rencana Model Pembelajaran Bukan Pengalaman Langsung (DEL)dalampengajaran Drama bagi siswa kelas V SD

Penyusunan Rencana

Model Pengajaran Pengalaman-Langsung/Direct Experience

Learning dalam pengajaran

Drama bagi Siswa kelas V SD Validasi, Uji Coba, dan Revisi

Pretest

SD Islamiyah 4

SD Kalumata

2

Posttest

Pengolahan dan Analisis Data

Pembahasan

Kesimpulan Saran-saran


(34)

C. Tempat dan Objek Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada dua sekolah yaitu, SD Islamiyah 4 Kota Ternate dan SD Kalumata 2 Kota Ternate.

Objek penelitian dari kedua sekolah ini adalah siswa kelas V. Kepada kedua objek penelitian ini akan sama-sama diberlakukan pretest maupun posttest. Kelompok siswa kelas V pada kedua sekolah dipilih dengan asumsi, bahwa kedua kelompok pada kelas ini sama-sama memiliki kemampuan setara, dengan pertimbangan kedua kelompok sama-sama berada pada kelas V atau disebut sebagai kelas tinggi atau kelas atas di sekolah dasar. Selain itu, kelas V dipilih sesuai ketentuan kurikulum 2006, pada materi pelajaran Bahasa Indonesia bagi siswa kelas V semester 2 dalam keterampilan berbicara yang mengarahkan pengajarannya pada memainkan drama.

D. Definisi Operasional

1. Model Pengajaran Pengalaman-Langsung

Model pengajaran pengalaman-langsung yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah serangkaian kegiatan pengajaran nyata yang langsung dapat dialami siswa. Dalam pengalaman langsung ini, siswa terlibat di dalamnya dalam berbagai tindakan atau perbuatan nyata, ikut berperanserta dalam proses pengajaran, merasakan akibat tindakan-tindakannya, perilakunya selama proses pengajaran berlangsung. Di dalamnya dilakukan serangkaian pengalaman pengajaran drama. Pengalaman dimaksud dialami secara praktis oleh siswa. Karena siswa terlibat, berperanserta, merasakan, menyaksikan secara nyata, dan memikirkan tindakan atau perbuatannya, maka pengajaran pengalaman-langsung


(35)

ini menyentuh ranah psikologi dan fisik, yakni kognitif, afektif dan psikomotorik. Pengalaman dalam pengajaran pengalaman-langsung ini tidak berjalan tanpa arah, akan tetapi terproses dalam aktivitas-aktivitas latihan yang metodik. Seperti diketahui, dalam prinsip belajar, bahwa proses belajar adalah kompleks tetapi terorganisir, dimana dibutuhkan bimbingan orang lain, untuk kepentingan ini digunakan metode drill dalam pengajaran melalui latihan-latihan drama dimaksud. Metode drill digunakan agar siswa memiliki sejumlah keterampilan motorik, mengembangkan kecakapan intelek, memiliki kemampuan relasi kondisional. Melalui metode drill, siswa melakukan kegiatan-kegiatan latihan drama agar mereka memiliki sejumlah keterampilan memeragakan drama, sekaligus diharapkan mereka akan memeroleh kemampuan memahami drama.

Model pengajaran pengalaman-langsung melalui penggunaan metode drill lebih dititikberatkan pada aspek-aspek kegiatan praktis yang langsung dilakukan oleh siswa sehingga siswa memeroleh pengalaman tertentu. Pengalaman dimaksud merupakan sarana mencapai tujuan-tujuan pengajaran, dalam hal ini mencapai kemampuan memahami drama dan sejumlah kemampuan praktis memeragakan drama. Pemahaman yang diperoleh melalui suatu pengalaman latihan akan lebih dalam berkesan dan lebih lama melekat dalam kesadaran siswa. Pengetahuan dari pengalaman itu dilalui secara nyata, dikuasai, dirasakan dan tersimpan secara lebih hidup dibandingkan penyajian pengajaran yang disajikan secara verbal dan abstrak tanpa pengalaman praktis. Pengalaman memeragakan drama memberikan pengalaman-pengalaman yang disadari dan difikirkan,


(36)

dirasakan secara psikologis, dan dilakukan dengan fisik sehingga pengalaman-pengalaman itu menyentuh aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik.

2. Pengajaran Drama

a. Drama yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah tulisan lakon (sastra) yang dimainkan dan dapat ditonton orang baik teman-teman siswa di sekolah maupun di depan publik yang lebih luas, menggunakan naskah berisi dialog, sebagai jenis sastra yang ditulis untuk kepentingan seni pertunjukan.

b. Pengajaran drama merupakan pengajaran yang dilakukan melalui praktik atau latihan bermain drama sebagai salah satu seni pertunjukan, menggunakan naskah yang ditulis untuk kepentingan pertunjukan drama di panggung. Pengajaran drama ini didasarkan pada pelajaran Bahasa Indonesia.

3. Kemampuan Memahami Drama

Memahami merupakan terjemahan dari istilah understanding yang diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi yang dipelajari. Memahami merupakan salah satu indikator manifestasi inteligensi. Pemahaman dapat difahami sebagai pemahaman fungsional dan pemahaman relasional. Pemahaman fungsional, yaitu dapat mengaitkan sesuatu dengan hal lainnya secara benar dan menyadari proses yang dilakukan. Dalam konteks interaksi verbal pada situasi dialog, kemampuan pemahaman fungsional akan membantu siswa dalam mengucapkan kata dan menuturkan kalimat dengan lafal, intonasi dan ekspresi yang tepat. Pemahaman relasional, yaitu dapat mengaitkan sesuatu dengan hal lainnya secara benar dan menyadari proses yang dilakukan. Dalam interaksi di luar situasi berperan, siswa dapat menggunakannya secara relasional dalam


(37)

interaksi wicara, dimana dia dapat mengaitkan sejumlah dialog yang telah dikuasainya dengan situasi yang dihadapi. Di samping itu, pemahaman secara praktis siswa dari pengajaran drama yang dapat diamati dari perilaku mereka, ditunjukkan dalam bentuk-bentuk seperti menyimpulkan pesan drama, mengomentari drama, membandingkan pemeranan tokoh-tokoh dalam drama, menghubungkan perilaku dan pemeranan tokoh-tokoh dalam drama, menafsirkan tema drama, banyak bertanya tentang drama, bertepuk tangan, mengacungkan jempol atau memuji serta berbagai perilaku lainnya yang cukup banyak.

Kemampuan memahami drama dalam penelitian ini adalah pemahaman teoretis tentang pengertian drama, tokoh, karakter, tema, amanat, alur, dan latar maupun unsur-unsur praktis melakon drama yang lebih berkaitan dengan salah satu keterampilan berbahasa yakni, keterampilan berbicara seperti lafal, intonasi, dan ekspresi serta unsur lainnya.

4. Kemampuan Memeragakan Drama

Memeragakan berarti memperlihatkan atau menunjukkan dengan mengunakan raga atau tubuh. Memeragakan menggunakan raga tubuh sendiri untuk menunjukkan sesuatu. Memeragakan drama secara praktis diartikan menunjukkan gerak atau perbuatan drama dengan menggunakan tubuh sendiri. Jadi raga atau tubuh digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi secara dramatik. Melakon merupakan rangkaian aktivitas menggunakan tubuh, suara dan air muka yang sesuai untuk menunjukkan maksud tertentu yang berkaitan dengan drama.

Kemampuan memeragakan drama dimaksudkan sebagai perwujudan praktis melakon, atau bermain drama, ditunjukkan secara praktis akan unsur-unsur


(38)

drama, seperti lafal, intonasi, dan ekspresi, gestur (bahasa tubuh), akting, bloking serta unsur lainnya. Wujud praktis tersebut merupakan unsur-unsur pendukung perwujudan lakon drama yang perlu dikuasai pemain, dalam arti mampu menunjukkan atau memperlihatkan dengan menggunakan ucapan dan suara (lafal dan intonasi), dan air muka (ekspresi) sedemikian rupa sehingga dapat dimengerti penonton.

Kemampuan memeragakan, berarti kemampuan gerak motoris (motorical abilities) sebagai salah satu kecakapan dasar khusus yang ditunjukkan dengan unsure-unsur praktisnya. Pada penelitian ini unsur-unsur praktis yang akan diteliti adalah lafal, intonasi dan ekspresi saja, sesuai kompetensi dasar pada aspek keterampilan berbicara. Aspek-aspek keterampilan dimaksud yang dapat diamati, pada kemampuan melafalkan kata atau kalimat dalam dialog. Pada kemampuan intonasi, antara lain, mengucapkan kalimat sesuai tinggi rendah alunan, mengucapkan kalimat sesuai tekanan keras-lunak, cepat-lambat yang tepat, potongan kalimat yang tepat, potongan suku kata diucapkan dengan tepat. Pada ekspresi dalam dialog, dapat ditunjukkan dengan berbicara dengan air muka sesuai arti kata, berbicara dengan air muka sesuai maksud pembicaraan, menunjukkan kesungguhan, tampak sedih ketika berbicara, ekspresi senang, ekspresi kebanggaan, serta bentuk-bentuk lainnya. Kemampuan memeragakan hendaknya tampak dalam berbagai perbuatan nyata, baik dalam dialog maupun berakting, sehingga dapat diamati, sebagai perbuatan-perbuatan yang lahir dari sesuatu yang diketahui (kognitif), kenyataan yang dirasakan (afektif) dan tindakan yang dapat dilakukan (psikomotorik).


(39)

D. Teknik Pengumpulan Data

Kemampuan memahami dan memeragakan drama yang akan diteliti terpusat pada sejumlah pengetahuan teoretis dan kemampuan praktis dalam penguasaan drama. Pengetahuan teoretis dimaksud antara lain, yang berkaitan dengan penguasaan drama seperti pengertian drama, unsur-unsur drama seperti tokoh, karakter, tema, amanat, alur, latar, isi cerita, juga kemampuan memeragakan drama berkaitan dengan aspek lafal, intonasi, dan ekspresi yang dijalani siswa dalam pengajaran drama dengan menerapkan model DEL (pengajaran pengalaman-langsung). Jadi kemampuan yang menjadi sasaran penelitian ini tertuju pada aspek pengetahuan dan perbuatan siswa tentang drama.

Dari pertimbangan ini maka teknik pengumpulan data dilakukan dengan : 4.1. Studi pustaka; data-data teoritis dikumpulkan dengan menelaah berbagai

referensi sebagai landasan berfikir dan argumen dalam melakukan penelitian. Studi pustakan dilakukan terhadap dua kelompok sumber, yakni sumber-sumber tentang pembelajaran pada umumnya seperti model dan metode yang terkait dengan dunia pendidikan, sumber-sumber tentang pembelajaran yang terkait dengan pengajaran Bahasa Indonesia khususnya pada aspek keterampilan berbicara dengan lafal, intonasi dan ekspresi yang dimainkan dalam drama. Sumber berikutnya adalah sumber tentang sastra utamanya tentang drama, baik pengetahuan teoritis maupun petunjuk praktis yang dapat diaplikasikan.

4.2. Tes objektif; data-data langsung diperoleh melalui tes, baik tes awal maupun tes akhir. Tes objektif dilakukan demi mengetahui seberapa besar


(40)

kemampuan tingkat memahami isi drama. Tes ini dilakukan dengan mengajukan sejumlah soal pilihan ganda yang menyangkut para tokoh penting, watak tokoh, tema, alur cerita, latar cerita, amanat atau pesan-pesan cerita, kejadian-kejadian penting hingga akhir cerita. Tes juga mengajukan teknik-teknik praktis memeragakan seperti teknik muncul dan bergerak, dengan yang beralasan, baik alasan kewajaran maupun alasan kejiwaan (lihat, Rendra,2008:23), menggunakan keras lembutnya suara, tekanan suara dan suara khas pemeran. Lagu kalimat dalam dialog dan raut wajah pemeran pun perlu dijawab secara teoretis sebagai bagian dari pemahaman drama yang perlu dikuasai. Dalam hal ini tes objektif hanya menghasilkan sejumlah jawaban teoretis yang dipahami siswa akan drama yang dikuasai. 4.3. Tes perbuatan; dengan pengambilan data melalui observasi (pengamatan)

terhadap subjek penelitian. Tes perbuatan yang diobservasi tertuju pada perbuatan siswa dalam melakonkan atau memeragakan drama.Kenyataan yang diamati ini merupakan suatu situasi sosial, peristiwa dimana terjadi suatu interaksi dialog dramatik. Dari sisi ini, data tes akan lebih cenderung pada data penelitian kualitatif. Locke, Spirduso dan Silverman (dalam Creswell, 2002:155), mengemukakan, tujuan penelitian kualitatif adalah untuk memahami situasi sosial, peristiwa, peran, kelompok atau interaksi tertentu. Dalam hal ini peneliti berusaha memahami fenomena interaksi sosial dalam dialog-dialog dramatik antar siswa yang menjelaskan tingkat kemampuan memeragakan drama secara praktis, yang hanya dapat diobservasi. Alwasilah (2009:211) mengemukakan, bahwa observasi


(41)

penelitian adalah pengamatan sistematis dan terencana yang diniati untuk perolehan data yang terkontrol validitias dan realibilitasnya. Observasi menurut Riduwan (2010:30), yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan. Apabila objek penelitian bersifat perilaku dan tindakan manusia, fenomena alam (kejadian-kejadian yang terdapat di alam sekitar), proses kerja, dan penggunaan responden kecil. Observasi digunakan dalam pengumpulan data interaktif (Millan dan Schumacher, 1990). Interaksi yang dapat terlihat dalam pengajaran ini adalah interkasi antar siswa dalam dialog-dialog drama. Teknik mengumpulkan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila respoden yang diamati tidak terlalu besar (Sugiyono, 2010:2003). Umar (2004:31) menjelaskan, teknik ini menuntut adanya pengamatan dari si peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek penelitiannya. Instrumen yang dipakai dapat berupa lembar pengamatan, panduan pengamatan dan lainnya.

Pada proses penelitian, pengamatan juga dilakukan pada saat pertunjukan singkat berlangsung. Pertunjukan singkat ini hanya dimainkan dari bagian yang sengaja dipilih, sebagai kebutuhan tes perbuatan yang dapat diamati. Dalam tes perbuatan, siswa memeragakan dialog tertentu dari drama yang dipelajarinya, kemudian dilakukan penilaian kemampuan sebagai data, dilakukan melalui observasi, dengan pengamatan-pengamatan langsung pada proses selama pengajaran yang menggunakan latihan-latihan.


(42)

Observasi menjadi penting karena tes ini tidak dapat dinilai secara tertulis, tetapi dengan menggunakan lembar panduan observasi peneliti memberikan nilai kemampuan memeragakan drama.

Tes perbuatan yang diamati akan menghasilkan data kualitatif dan penafsiran data kuatitatif secara kualitatif. Creswell (2010) menjelaskan, pengambilan sampel secara sengaja, pengumpulan data terbuka, analisis teks atau gambar, penyajian informasi dalam bentuk gambar dan tabel, serta interpretasi pribadi atas temuan-temuan, semuanya mencerminkan prosedur-prosedur kualitatif. Pada tes perbuatan ini sampelnya adalah siswa kelas V, data terbuka dalam hal ini terkait dengan pandangan beberapa pihak yang berinteraksi dalam proses penerapan model pengajaran pengalaman-langsung untuk penelitian pembelajaran pengalaman pengalaman-langsung ini.

Tes awal (pretest) dilakukan guna menilai sampai dimana siswa-siswa telah menguasai kemampuan-kemampuan yang tercantum dalam fokus penelitian ini, yaitu kemampuan memahami dan kemampuan memeragakan drama sebelum penerapan model pengajaran pengalaman-langsung.

Hasil tes awal sebagaimana dijelaskan Roestiyah (2008:117) berfaedah sebagai bahan perbandingan dengan hasil tes akhir (posttest) setelah mereka selesai mengikuti program pengajaran tertentu. Bagi setiap murid perlu diberi tanda jawaban-jawaban yang benar dan salah juga angka-angka. Di samping tes awal dilakukan pula tes akhir (posttest) yang diberikan setelah siswa mengikuti program pengajaran dengan menerapkan model


(43)

pengajaran pengalaman-langsung, yang berfungsi untuk menilai perubahan kemampuan siswa atas penguasaan materi setelah program pengajaran. Tes akhir identik dengan tes yang diberikan pada tes awal, namun materi tes tidak boleh berulang. Identik dalam hal ini adalah kesetaraan tingkat kesulitan antara tes awal dan tes akhir dan lingkup materi tes yang sama, bukan soal tes yang sama persis.

Tes tersebut menggunakan tes prestasi (achievement test) yang digunakan untuk mengukur pencapaian seseorang setelah mempelajari sesuatu (Riduwan, 2010:31). Dalam penelitian ini tes terhadap kemampuan memahami dilakukan melalui objektif tes dengan sejumlah soal pilihan ganda (PG), sedangkan tes kemampuan memeragakan dilakukan melalui tes perbuatan yang dapat diamati.

Gambar 3.2

Pelaksanaan Tes Awal dan Tes akhir terhadap Penerapan DEL.

4.4. Wawancara. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan apabila peneliti menginginkan hal-hal yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit ( lihat, Sugiyono,2010:194). Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya (Riduwan,2010:29). Wawancara sebagai suatu bentuk informasi adalah bentuk komunikasi yang melibatkan pihak yang

Tes akhir Penerapan Model DEL

pada pengajaran Drama Tes awal


(44)

ingin memperoleh informasi dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu (lihat, Mulyana, 2008:180). Wawancara juga merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang lain. Pelaksanaannya dapat dilakukan secara langsung berhadapan dengan yang diwawancarai, tetapi dapat juga secara tidak langsung seperti memberikan daftar pertanyaan untuk dijawab pada kesempatan lain (Umar, 2004:51). Dengan demikian, wawancara dapat di fahami sebagai teknik pengumpulan data dengan menggunakan sejumlah pertanyaan tertentu sesuai tujuan, untuk memeroleh data langsung dari responden.

Secara garis besar wawancara terdiri atas wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Wawancara terstruktur seperti dijelaskan Mulyana (2008:180), sering disebut wawancara baku (standardized interview) sedangkan wawancara tak terstruktur sering juga disebut wawancara mendalam, wawancara intensif, wawancara kualitatif dan wawancara terbuka (openended intervieuw). Riduwan (2010:29-30), membagi wawancara atas wawancara terpimpin, wawancara bebas dan wawancara bebas terpimpin. Dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan instrument penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan (Sugiyono, 2010:194-195).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan wawancara (lihat Mulyana, 2008:181-186), antara lain, 1) wawancara dilakukan dalam situasi informal, 2) responden wawancara dipilih berdasarkan tujuan penelitian (purposive sampling), 3) wawancara dapat dilakukan dengan bahasa daerah agar


(45)

responden dapat lebih terbuka, 4) cara bertanya berbeda, menghadapi responden yang berbeda jabatan, status sosial dan kalangan responden, meskipun isi pertanyaan tetap sama, 5) pemikiran subjek (responden) disesuaikan dengan tujuan penelitian, 6) gunakan alat rekam dengan izin responden, menyalin hasil wawancara ke dalam bentuk tulisan, dan memilah-milahnya berdasarkan kategori yang relevan dengan model, hipotesis, atau kerangka teori yang digunakan, 7) gunakan pertanyaan netral saat memancing jawaban responden.

Data-data secara komprehensif, diperoleh dari kedua sasaran penelitian atas perlakuan yang sama. Dengan perlakuan yang sama pada kedua objek secara bergantian, maka tingkat keefektifan model pengajaran ini dapat dipastikan. F. Teknik Analisis Data

1. Uji Validitas

Untuk menguji validitas konstruk, yang pertama digunakan pendapat dari dua orang ahli (judgment experts), yang ahli di bidang yang diteliti. Para ahli diminta pendapatnya tentang instrument yang telah disusun. Berikutnya diteruskan dengan uji coba instrument. Pada penelitian ini, uji validitas dilakukan dengan tahapan sebagai berikut.

1) Menghitung koefisien korelasi product moment/ r hitung (rxy ), dengan menggunakan rumus di bawah ini.

{

}{

}

∑ ∑

− − − = 2 2 2 2 XY Y) ( Y N X) ( X N Y) X)( ( XY N r (Arikunto, 2006) Keterangan:


(46)

X = Item soal yang dicari validitasnya Y = Skor total yang diperoleh sampel 2) Proses pengambilan keputusan

Pengambilan keputusan didasarkan pada kriteria berikut.

• Jika r hitung positif, dan r hitung ≥ 0,3, maka butir soal valid • Jika r hitung negatif, dan r hitung < 0,3, maka butir soal tidak valid Menurut Masrun (dalam Sugiyono, 2007 : 188-189), item yang dipilih (valid) adalah yang memiliki tingkat korelasi ≥ 0,3. Jadi, semakin tinggi validitas suatu alat ukur, maka alat ukur tersebut semakin mengenai sasarannya atau semakin menunjukkan apa yang seharusnya diukur.

Tabel 3.2

Hasil Rekapitulasi Uji Validitas Data Kemampuan Memahami Drama No Soal r Hitung r Tabel Kriteria

1 0.43 0.30 Valid

2 0.35 0.30 Valid

3 -0.11 0.30 Invalid

4 0.46 0.30 Valid

5 0.57 0.30 Valid

6 0.59 0.30 Valid

7 0.56 0.30 Valid

8 0.55 0.30 Valid

9 0.34 0.30 Valid

10 0.59 0.30 Valid

11 0.41 0.30 Valid

12 0.49 0.30 Valid

13 0.40 0.30 Valid

14 0.35 0.30 Valid

15 0.53 0.30 Valid

16 0.38 0.30 Valid

17 0.10 0.30 Invalid

18 0.38 0.30 Valid

19 0.33 0.30 Valid


(47)

(

)

N N X X

= 2 2 2

σ

Dari rekapitulasi di atas diperoleh hasil bahwa dari 20 item pernyataan kemampuan memahami drama siswa ternyata terdapat beberapa item soal yang tidak valid. Item-item soal yang tidak valid itu adalah soal nomor 3, 17 dan 20 dengan tingkat korelasi r Hitung -0,11, 0,10 dan 0,15. Pada penelitian di lapangan ketiga item ini tidak digunakan.

2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian derajat konsistensi (keajegan) instrument pengumpul data. Uji reliabilitas ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat ketetapan setiap item yang digunakan.

Pengujian reliabilitas menggunakan rumus Cronbach’s Alpha (α) melalui tahapan sebagai berikut.

Pertama, menghitung nilai reliabilitas atau r hitung (r11) dengan menggunakan rumus berikut.

2

11 1 2

1 i t n r n σ σ     =  −  −  

Keterangan : 11

r = Reliabilitas tes yang dicari =

2

i

σ Jumlah varians skor tiap-tiap item

2

t

σ = Varians total n = banyaknya soal

Kedua, mencari varians semua item menggunakan rumus berikut.


(48)

Keterangan : X

= Jumlah Skor

2

X

= jumlah kuadrat skor

N = banyaknya sampel

Titik tolok ukur koefisien reliabilitas digunakan pedoman koefisien korelasi dari Sugiyono (1999:149) yang disajikan pada tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3 Pedoman Interpretasi

Koefesien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 - 0,799 0,80 – 1,000

Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tingi

Proses pengujian reliabilitas dilakukan menggunakan bantuan perangkat lunak MS Excel 2010. Hasil pengujian didapatkan berikut ini.

Tabel 3.4

Hasil Uji Reliabilitas Instrumen

Instrumen Nilai

Reliabilitas Kriteria

Kemampuan Memahami Drama 0,7598 Tinggi

Merujuk pada pedoman koefisien korelasi dari Sugiyono (1999:149), dapat ditarik kesimpulan bahwa reliabilitas instrumen pengungkap kemampuan memahami drama berada pada kategori tinggi. Artinya, instrumen tersebut memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi.

3 Uji Hipotesis

Efektifitas penerapan model pengajaran pengalaman-langsung merupakan salah satu hal yang dibutuhkan penelitian ini. Dalam menjawab pertanyaan


(49)

penelitian tentang efektivitas model pengajaran pengalaman-langsung untuk meningkatkan kemampuan penguasaan drama dilakukan/digunakan teknik Uji t berpasangan (paired sample t test) melalui analisis data penguasaan drama sebelum dan setelah mengikuti penerapan model (perlakuan).

Uji ini dilakukan dengan cara membandingkan data pretest dan posttest. Teknik uji ini ditujukan untuk memperoleh fakta empirik tentang efektivitas model pengajaran pengalaman-langsung dilihat dari perubahan kemampuan penguasaan anak yang diberi perlakuan. Teknik pengujian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan Predictive Analyticssoftware ( PASW Statistics 18) atau IBMSPSS versi 18.0. Adapun tahapan-tahapan uji t berpasangan (paired sample t test), yaitu sebagai berikut.

a. Perumusan Hipotesis H0 : µ posttestt = µ pretestt

Kedua rata-rata populasi adalah identik (rata rata populasi data pretestt dan data posttest kelompok eksperimen adalah tidak berbeda secara nyata).

H1 : µ posttestt> µ pretestt

Kedua rata-rata populasi tidak identik ( rata-rata populasi data pretestt dan data posttest kelompok eksperimen berbeda secara nyata).

b. Dasar pengambilan keputusan

Pengambilan keputusan dilakukan dengan dua cara, yaitu membandingkan nilai t hitung dengan t table atau dengan membandingkan nilai probabilitas yang diperoleh dengan α=0,05.


(50)

Jika pengambilan keputusan berdasarkan nilai t hitung maka kriterianya adalah terima H0 jika – t 1- ½α< t hitung < t 1- ½α, dimana t 1- ½αdidapat dari daftar tabel t dengan dk = ( n – 1) dan peluang 1- ½α. Untuk harga-harga t lainnya H0 ditolak.

Jika pengambilan keputusannya berdasarkan angka probabilitas (nilai p) maka kriterinya seperti dibawah ini.

Jika nilai p < 0,05, maka H0 ditolak dan Jika nilai p > 0,05, maka H0 diterima. c. Mencari t hitung

Tahapan mencari t hitung adalah sebagai berikut.

1. Menghitung selisih (d), yaitu data pretestt – data posttest 2. Menghitung total d, lalu mencari mean d

3. Menghitung d – (d rata-rata), kemudian mengkuadratkan selisih tersebut, dan menghitung total kuadrat selisih tersebut.

4. Mencari Sd2 , dengan rumus :

Sd2 =

(

n 1

)

x

[

total(d drata rata)2

]

1

− −

5. Mencari t hitung dengan rumus

n Sd/

d tHitung =

Di mana : d = rata-rata d Sd = standar deviasi n = banyaknya data


(51)

4 Kriteria Observasi Aktivitas Guru/Siswa

Aktivitas guru dan siswa merupakan salah satu cerminan akan proses perlakuan yang tengah berlangsung. Aktivitas guru berupa pelaksanaan pembelajaran, seperti membuka pembelajaran, hingga menutupnya. Aktivitas siswa seperti mempersiapkan diri, hingga menyimpulkan materi. Langkah-langkah menentukan kriteria observasi ini, diuraikan di bawah ini.

1. Menentukan Skor maksimal ideal yang diperoleh sampel: Skor maksimal ideal = jumlah soal x skor tertinggi

Keseluruhan = 40 x 4 = 160

Aspek = 4 x 4 = 16

2. Menentukan Skor terendah ideal yang diperoleh sampel: Skor minimal ideal = jumlah soal x skor terendah

Keseluruhan = 40 x 1 =40

Aspek = 4 x 1 = 4

3. Mencari rentang skor ideal yang diperoleh sampel:

Rentang skor = Skor maksimal ideal – skor minimal ideal Keseluruhan = 160 – 40 = 120

Aspek = 16 – 4 = 12

4. Mencari interval skor:

Interval skor = Rentang skor / 4 Keseluruhan = 120/4 = 30

Aspek = 12/4 = 3

Dari langkah langkah di atas, kemudian didapat kriteria berikut. Tabel 3.5

Kriteria Gambaran Umum Variabel

No Variabel Kriteria Rentang

1 Observasi aktivitas guru/siswa

Sangat Baik 131 – 160


(1)

yang memenuhi kebutuhan meskipun dalam standar minimal. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada pokok bahasan drama, guru hanya menyampaikannya secara lisan, kemudian murid-murid hanya sekedar membacakannya, dengan naskah yang cenderung diulang-ulang, tanpa variasi dan pendekatan metodologis yang minim, akibatnya amanat dan isi kompetensi dasar dan standar kompetensi yang diharapkan tidak tercapai. Inilah salah satu problema yang dihadapi sekolah selama ini, sehingga pembelajaran Bahasa Indonesia pada SK dan KD tidak dapat terlaksana. Dibutuhkan para pekerja seni drama yang dapat dilibatkan dalam program sekolah. Untuk maksud ini sekolah dapat melakukan kerjasama dengan kelompok atau lembaga berkompeten seperti sanggar seni yang ada. Pihak Sekolah akan menangani kebutuhan-kebutuhan pembelajaran, sedangkan pihak sanggar seni bertugas melayani latihan-latihan teknis drama. Kerjasama ini dapat diarahkan untuk memenuhi kepentingan pembelajaran Bahasa Indonesia, pembelajaran kesenian, aktivitas pengembangan diri siswa serta kepentingan sekolah lainnya. Pada SD Inpres Kalumata 2 kerja sama ini diusulkan oleh ketua Komite Sekolah, agar dapat bekerjasama dengan Teater Anak Bangsa (anggota Federasi Teater Indonesia) di Ternate, yang telah cukup lama bekerja di bidang ini dan cukup dikenal di Ternate.

2. Guru-guru perlu membekali diri dengan model-model dan metode pembelajaran yang cukup, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan gembira dan lebih bervariasi penerapannya. Dewasa ini, dibutuhkan model-model pembelajaran yang melibatkan siswa berpartisipasi dalam


(2)

172

proses pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman-pengalaman langsung dan nyata, agar siswa dapat menyerap berbagai pengetahuan secara nyata dan komprehensif melalui pembelajaran dengan model dan metode yang bervariasi. Guru yang memiliki kemampuan menerapkan model dan metode yang lebih bervariasi akan lebih mudah mengatasi situasi pembelajaran yang monoton, kaku, lamban, membosankan dan kurang partisipatif menjadi kelas yang dinamis, gembira, kreatif, menyenangkan dan berkesan. Kelas seperti itu akan memudahkan penanganan guru dan menimbulkan motivasi bagi belajar siswa ke arah kelas dan proses pembelajaran yang berdayaguna dan berhasilguna.


(3)

173

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar.2009. Pokoknya Kulalitatif. Jakarta: Pustaka Jaya.

Bogdan, Robert, dan Steven J. Taylor.1975. Introduction to Qualitative Research Methodes: A Phenomenological Approach to the Sosial Sciences. New York: John Wiley & Sons.

BSNP, 2006. Kurikulum 2006, Peraturan Menteri Pendidikan Nsional Republik Indonesia, Nomor 22 Tahun 2006. Jakarta:Media Makmur Maju Mandiri. Cahyani, Isah dan Hodijah.2007. Kemampuan Berbahasa Indonesia di Sekolah

Dasar. Bandung:UPI Press.

Creswell, John W. 2002. Research Design. Desain Penelitian, Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta: KIK Press.

Creswell, John W. 2010. Research Design, Qualitative, Quantitative and Mixed Methods Aproaches.Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Chernyshefsky, N.G.2005. Hubungan Estetik Seni dengan Realitas. Bandung:Ultimus

DePorter, Bobbi dan Mike Hernacki, 2007. Quantum Learning, Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung:Kaifa

Dewan Redaksi Ensiklopedi Sastra Indonesia, 2007. Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung:Titian Ilmu.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Guru & Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Suatu Pendekatan Teoretis Psikologis. Jakarta: Rineka Cipta.

Dyer, Laura. 2009. Meningkatkan kemampuan Bicara Anak. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer

El Saptaria, Rikrik. 2006. Panduan Praktis Akting untuk Film dan Teater. Bandung: Rekayasa Sains.

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra, Epistemologi, Model, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: FBS Universitas Negeri Yogyakarta. Hanafiah, Nanang dan Cucu Suhana, 2010. Konsep Strategi Pembelajaran.


(4)

174

Iskandarwassid dan Dadang Sunendar.2008. Strategi Pembelajaran Bahasa: Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia dan Remaja Rosdakarya.

Jacobsen, David A. dkk. 2009. Methods for Teaching. Metode-Metode Pengajaran Meningkatkan belajar siswa TK – SMA. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jensen, Eric dan LeAnn Nickelsen, 2011. Deeper Learning, 7 Strategi Luar Biasa untuk Pembelajaran yang Mendalam dan Tak Terlupakan. Jakarta:Indeks.

Joyce, Bruce dkk. 2009. Model-Model Pengajaran. Yoyakarta: Pustaka Pelajar. Kaniki.htm http://www.kaniki.com/experiential.html, 6 April 2011

Kerlinger, Fred N. 2003. Asas-Asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta:Gajah Mada University Press.

Koesoemo A, Doni. 2007. Pendidikan Karakter. Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta:Gramedia.

Komala, Lukiati.2009. Ilmu Komunikasi Perspektif, Proses, dan Konteks. Bandung:Widya Padjadjaran.

Kurniawan, Heru.2009. Sastra Anak dalam Kajian Strukturalisme, Sosiologi, Semiotika, hingga Penulisan Kreatif. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Mulyana, Deddy. 2007. Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Rosdakarya. Mulyana, Deddy. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu

Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya. Bandung:Rosdakarya

Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat. 2000. Komunikasi Antar Budaya, Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. Bandung: Rosdakarya.

Mulyasa, E.2008. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: Rosdakarya.

Munthe, Bermawi.2009. Desain Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Insani Madani.

Mustafa, Bacharudin.2008. Dari Literasi Dini ke Literasi Teknologi. Jakarta: Yayasan CREST.


(5)

Ormrod, Jeanne Ellis.2009. Psikologi Pendidikan, Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang. Jakarta: Erlangga.

Pradopo, Rahmat Djoko.2002. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Philips, Sarah.2004. Drama With Children. Oxford: Oxford University Press. Purwanto, N., dan Alim, D. 1997. Metodologi Pengajaran Bahasa Indonesia di

Sekolah Dasar. Jakarta: Rosda Jaya

Rafiek, M. 2010. Teori Sastra Kajian: Kajian Teori dan Praktik. Bandung: Rafika Aditama

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Rendra. 2007. Seni Drama untuk Remaja. Jakarta: Burungmerak Press.

Riduwan, 2010. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung:Alfabeta.

Robinson, Sarita. dkk. 1972.Encyclopedia International. New York:Grolier Roestiyah. NK. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta

Rosdiana, et al. 2008. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada

Sanjaya, Wina. 2007. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta:Kencana

Sa’ud, Udin Syaefudin. 2009. Inovasi Pendidikan.Bandung:Alfabeta

Silberman, Mel. 2010. 101 Cara Pelatihan dan Pembelajaran Aktif. Jakarta:Indeks.

Slavin, Robert E. 2011. Psikologi Pendidikan, Teori dan Praktik. Jakarta:Indeks. Sugihastuti, 2002. Teori dan Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Pendekatan Kuantitatif,


(6)

176

Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:Rosdakarya.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif.Jakarta: Prenada

Umar, Husein.2004. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta:Grafindo Persada.

Waluyo, Herman J.2002. Apesiasi Puisi untuk Pelajar dan Mahasiswa. Jakarta: Gramedia.

Waluyo, Herman J. 2011. Drama, Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: Hanindita

Wessels, Charlin. 2000. Drama. Oxford: Oxford University Press. Wijaya, Putu.2007. Teater.Jakarta: Lembaga Pendidikan Seni Nusantara. Wiyanto, Asul. 2002. Terampil Bermain Drama.Jakarta: Gramedia.


Dokumen yang terkait

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token Arends Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran IPS Terpadu (Quasi Eksperimen di SMPN 87 Jakarta)

0 8 204

PENERAPAN METODE SQ3R UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMAHAMI ISI BACAAN PADA SISWA PENERAPAN METODE SQ3R UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMAHAMI ISI BACAAN PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 01 GIRIWONDO KECAMATAN JUMAPOLO KABUPATEN KARANGANYAR.

0 0 16

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA IPS DI SD.

0 2 13

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SINEKTIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP.

1 3 41

PENERAPAN MODEL PENGAJARAN PENGALAMAN-LANGSUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMAHAMI DAN MEMERAGAKAN DRAMA:Kuasi Eksperimen terhadap Siswa kelas V SD di Kota Ternate.

1 2 62

Penerapan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Memahami Perkalian Bilangan

0 0 9

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII

0 0 6

APLIKASI PEMBELAJARAN MODEL BERMAIN UNTUK MENINGKATKAN KESEGARAN JASMANI (Penelitian Quasi pada Siswa Kelas V SD Negeri Plumbungan 1 Kabupaten Sragen Tahun Pelajaran 20092010)

0 1 90

Penerapan Model Pengajaran Berdasarkan Masalah untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri 40 Pekanbaru

0 0 13

PENERAPAN MODEL PENGAJARAN BERDASARKAN MASALAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD NEGERI 044 DURI TIMUR KECAMATAN MANDAU

0 0 13