Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token Arends Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran IPS Terpadu (Quasi Eksperimen di SMPN 87 Jakarta)
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
TIME TOKEN ARENDS UNTUK MENINGKATKAN HASIL
BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPS TERPADU
(Quasi Eksperimen di SMPN 87 Jakarta) Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Disusun oleh: Febriani Herlina NIM: 1111015000090
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2015
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
vi
Program Studi Pendidikan Geografi, Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan metode
Kooperatif Tipe Time Token Arends terhadap hasil belajar IPS Siswa kelas VII.5 dan
VII.6 di SMPN 87 Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Februari-Mei
2015. Metode penelitian yang digunakan adalah metode quasi eksperimen tipe
Nonequivalent Control Group Design. Populasinya adalah seluruh siswa kelas VII
SMPN 87 Jakarta. Dengan menggunakan purpose sampling, sampel yang terpilih
yaitu kelas VII.5 & VII.6.
Instrument penelitian yang digunakan adalah tes hasil belajar berupa 20 soal berbentuk pilihan ganda, observasi dan wawancara. Teknik analisis data yang dilakukan untuk pengujian hipotesis adalah SPSS Versi 20. Pengujian dilakukan dengan uji hipotesis menggunakan uji statistisk non parametrik teknik Uji Man
Withney-U dan berdasarkan hasil perhitungan diperoleh perhitungan posttest kelas
kontrol dan eksperimen yakni posttest di dapat Asymp Sig (2-tailed) < 0,05
(,000<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak dan Hₐ diterima maka rata-rata
hasil belajar IPS siswa pada kelas eksperimen berbeda dengan rata-rata hasil belajar IPS siswa pada kelas control dan dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
penggunaan metode pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token Arends terhadap hasil
belajar IPS siswa.
Dari perhitungan tersebut dapat digambarkan bahwa pembelajaran
menggunakan model pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token Arends dapat
meningkatkan hasil belajar IPS dibandingkan kelas kontrol yang menggunakan model
konvensional. Sehingga bagi guru IPS perlu menerapkan model Kooperatif Tipe Time
Token Arends.
(8)
vii
Time Token Arends To Improve Student Results in Learning Integrated IPS (Quasi Experiments in SMPN87 Jakarta)", Thesis Studies Geography Education, Department of Social Sciences, Faculty of Science Tarbiyah and Teaching, University of Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.
This study aims to determine the effect of the use of methods Cooperative Type Time Token Arends on learning outcomes IPS graders VII.5 and VII.6 in SMPN 87 Jakarta. The research was conducted in the month from February to May 2015. The method used is the quasi-experimental method Nonequivalent type Control Group Design. The population is all seventh grade students of SMPN 87 Jakarta. By using purposive sampling, sample chosen that class VII.5 and VII.6.
Research instrument used was a test of learning outcomes in the form of 20 multiple choice questions, observations and interviews. Data analysis was conducted to test the hypothesis SPSS Version 20. Then proceed to test the hypothesis using a non-parametric test techniques statistisk Man Whitney-U test, and based on the calculations, the calculation and experimental posttest control group in the posttest can Asymp Sig (2-tailed) <0.05 (, 000 <0.05) , This indicates that the H0 is rejected and Hₐ accepted then the average results of social studies students in the experimental class different from the average of the results of social studies students in the control class, and it can be concluded that there are significant use of teaching methods Cooperative Type Time Token Arends on learning outcomes IPS students.
From these calculationscan be described that learning using cooperative learning model type Time Token Arends IPS can improve learning outcomes than the control class that uses the conventional model. So for a social studies teacher needs to implement cooperative model of Type Time Token Arends.
(9)
iv
kehendak-Nya lah skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, seorang tauladan sempurna yang patut dicontoh oleh ummatnya.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu dari syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis tidak akan bertambah tanpa bimbingan,pengarahan, dan dukungan dari berbagai pihak, yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A selaku Dekan FITK.
3. Ketua Jurusan Pendidikan IPS Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd yang tak
pernah lelah ataupun bosan meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan motivasi agar penulis menjadi pribadi yang berbekal pendidikan yang baik.
4. Sekretaris Jurusan Pendidikan IPS Bapak Syaripulloh, M.Si yang sudah
meluangkan waktunya untuk membimbing dan memotivasi penulis.
5. Bapak Andri Noor Ardiansyah, M.Si pembimbing yang penuh dengan
kesabaran dan perhatian yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikirannya untuk membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini selesai dengan baik. Semoga Bapak dan keluarga senantiasa selalu berada dalam lindungan Allah SWT. Aamiin.
6. Ibu Annisa Windarti, M.Sc selaku Dosen Pembimbing Akademik, yang
(10)
v
8. Ibu Hj. Neneng Junaesih, S.Pd selaku Kepala SMPN 87 Jakarta yang
telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di sekolah yang Beliau pimpin serta terimakasih atas segala wejangan dan motivasi yang Beliau berikan.
9. Bapak Hadis, S.Pd selaku guru mata pelajaran IPS yang telah
membimbing dan memberikan nasihat selama penelitian.
10.Orang tua tercinta atas motivasi yang luar biasa: Ibu Hj. Mardiyah dan
Bapak H. Nisan terkasih yang tak henti-henti memanjatkan doa yang disertai cucuran air mata kepada-Nya untuk anaknya agar selalu mendapat ridho-Nya di setiap langkah perjuangan menempuh kesuksesan dunia dan akhirat. Terimakasih untuk cinta dan doa tulus mu disetiap langkah ku. Selesainya skripsi ini adalah bukti persembahan ananda untuk kalian.
11.Kakak tersayang diantaranya (Alm. Masanih), Samsiah, Neneng Hasanah,
Nanang, Dedi Efendi, dan Didi Marhadi. Terimakasih atas doa dan motivasi dari kalian yang tak terhingga.
12.Sahabat Tersayang diantaranya Fajriyatul Azizah, Ria Liniarti, Nur Alfi
Lail, Nia Firiyani, Gaun Rifani, Dewi Anzani, Nurin Hanifati Amalia, Dian Permatasari, Nur Hayani, Fuji Hastuti, Vina Viniati, dan Nur Ariyani. Terimakasih atas kobaran semangat untuk terus maju bersama-sama meyelesaikan skripsi ini dalam rangka meneruskan pendidikan.
13.Terima kasih untuk Nurul Hidayanti dan saudara kembar Eva dan Evi
Nurlaeli atas semangatnya untuk bersama-sama menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu.
14.Rekan-rekan seperjuangan Geografi 2011.
Jakarta, September 2015 Penulis
(11)
viii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Pembatasan Masalah... 6
D. Perumusan Masalah ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 6
F. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Teoritis ... 8
1. Hakikat Belajar dan Pembelajaran ... 8
a. Pengertian Belajar ... 8
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 11
c. Pengertian Pembelajaran……….. 14
2. Hakikat Hasil Belajar ... 16
B. Model Pembelajaran Kooperatif... 17
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ... 17
2. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif ... 18
(12)
ix
2. Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial ... 27
3. Karakteristik Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial .... 28
D. Penelitian yang Relevan ... 29
E. Kerangka Berpikir ... . 32
F. Hipotesis Penelitian. ... 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34
B. Metode dan Desain Penelitian ... 34
C. Populasi dan Sampel Penelitian... 37
D. Peran dan Posisi Peneliti ... 37
E. Data dan Sumber Data ... 38
F. Instrumen Tes ... 39
G. Teknik Pemeriksaan Kepercayaan Study ... 44
H. Taraf Kesukaran ... 46
I. Uji Daya Pembeda ... 47
J. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis ... 48
K. Hipotesis Statistik ... 52
BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Sekolah ... 53
B. Hasil Penelitian ... 58
C. Analisis Data danUji Hipotesis Analysis ... 66
D. Pembahasan ... 72
(13)
x
B. Saran ... 79 DAFTAR PUSTAKA ... 81 LAMPIRAN
(14)
xi
Tabel 3.2 Desain Penelitian... 36
Tabel 3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 38
Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrument Soal Pretest dan Posttest ... 39
Tabel 3.5 Lembar Observasi Siswa Kelas Eksperimen ... 41
Tabel 3.6 Kisi-kisi Pedoman Wawancara..………. 43
Tabel 3.7 Kriteria Daya Pembeda ... 47
Tabel 4.1 Identitas Sekolah………... 53
Tabel 4.2 Data Rombongan Belajardan Guru SMPN 87 Jakarta ... 54
Tabel 4.3 Data Siswa dalam tiga Tahun Terakhir ... 56
Tabel 4.4 Sarana dan Prasarana SMPN 87 Jakarta ... 56
Tabel 4.5 Hasil Uji Validitas Instrumen..………. .. 58
Tabel 4.6 Distribusi data Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen ... 59
Tabel 4.7 Distribusi data Pretest dan Posttest Kelas Kontrol ... 61
Tabel 4.8Kategori Nilai N Gain Kelas Kontrol dan Eksperimen………… 65
Tabel 4.9 Perbandingan Hasil Mean Pretest dan Posttest……….. 66
Tabel 4.10 Uji Normalitas Pretest Kelas Eksperimen ... 67
Tabel 4.11 Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen ... 67
Tabel 4.12 Uji Normalitas Pretes Kelas Kontrol ... 68
Tabel 4.13 Uji Normalitas Posttest Kelas Kontrol... 68
Tabel 4.14 Data Homogenitas Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 69
Tabel 4.15 Data Homogenitas Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 70
(15)
xii
Arends dengan hasil belajar siswa. ... 33
(16)
xiii
Lampiran 2 RPP Kelas Kontrol ... 104
Lampiran 3 Kisi-kisi Instrumen Soal ... 111
Lampiran 4 Soal Pretes dan Posttest ... 113
Lampiran 5 Kunci Jawaban Soal Pretest dan Posttest ... 118
Lampiran 6 Hasil Nilai Pretest dan Posttest ... 119
Lampiran 7 Observasi Siswa Kelas Eksperimen ... 123
Lampiran 8 Observasi Siswa Kelas Kontrol ... 126
Lampiran 9 Aktivitas Mengajar Kelas Eksperimen ... 128
Lampiran 10 Aktivitas Mengajar Kelas Kontrol ... 130
Lampiran 11 Wawancara Siswa Pra Penelitian ... 132
Lampiran 12 Wawancara Siswa Setelah Tindakan... 136
Lampiran 13 Wawancara Guru ... 139
Lampiran 14 Uji N-Gain Kelas Eksperimen... 141
Lampiran 15 Uji N-Gain Kelas Kontrol ... 143
Lampiran 16 Normalitas Pretest Kelas Eksperimen ... 145
Lampiran 17 Normalitas Posttest Kelas Eksperimen ... 146
Lampiran 18 Normalitas Pretest Kelas Kontrol ... 147
Lampiran 19 Normalitas Posttest Kelas Kontrol ... 148
Lampiran 20 Homogenitas Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 149
Lampiran 21 Homogenitas Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 150
Lampiran 22 Uji Hipotesis Mann-Whitney U ... 151
(17)
1
Dalam rangka menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, maka sekolah sebagai lembaga penyelenggaraan pendidikan formal merupakan komponen penting dalam mempersiapkan generasi anak bangsa untuk mampu menghadapi kompetisi secara global di dalam aktifitas masyarakat.
Pada dasarnya manusia hidup di dunia ini memerlukan pendidikan. Pendidikan itu merupakan suatu keharusan, karena dengan pendidikan manusia akan memiliki kemampuan dan kepribadian yang berkembang. Pendidikan adalah suatu hal yang tidak dapat dielakkan oleh manusia, suatu perbuatan yang tidak boleh tidak terjadi karena pendidikan itu membimbing generasi muda untuk mencapai suatu generasi yang lebih baik. Namun kenyataannya, pendidikan di Indonesia masih tertinggal jauh oleh negara-negara lain. Salah satu permasalahannya adalah rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.
Banyak permasalahan yang terjadi pada pendidikan di Indonesia, dimulai dari lemahnya para guru dalam menggali potensi siswa, kurangnya kesejahteraan guru, dan kurangnya fasilitas yang memadai. Para guru seringkali memaksakan kehendaknya tanpa pernah melihat kebutuhan, minat, dan bakat yang dimiliki siswanya. Kelemahan pendidik di Indonesia adalah mereka tidak pernah mencari permasalahan dan potensi yang dimiliki oleh siswanya. Pendidikan itu seharusnya memperhatikan kebutuhan siswanya bukan memaksakan sesuatu yang siswa kurang nyaman untuk menuntut ilmu. Menuntut ilmu dengan cara dipaksakan akan membuat siswa tertekan dan
(18)
kurangnya ruang untuk siswa berpikir kreatif dalam mengekspesikan bakat dan kemampuannya. Karena pada dasarnya siswa memiliki cara berpikir yang berbeda-beda.
Selain kurang kreatifnya para pendidik dalam membimbing siswa, kurikulum di Indonesia masih jauh tertinggal karena kurikulum saat ini hanya didasarkan pengetahuan pemerintah saja tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat. Kurikulum dibuat di Jakarta sehingga kurikulum hanya terpusat di daerah sekitar kota Jakarta dan kota besar lainnya. Tidak memperhatikan kondisi di daerah terpencil.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) atau Badan Program Pembangunan (PBB) yang diluncurkan di New York, Jum’at (15/11/2013), indeks pembangunan
pendidikan atau Education Development Index (EDI) berdasarkan data tahun
2013 adalah 0,603. Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke-108 dari 187
negara di dunia. EDI dikatakan tinggi jika mencapai 0,910 – 1. Kategori
medium berada di atas 0,67, sedangkan kategori rendah di bawah 0,67.1
Banyak masalah – masalah kurikulum dan pembelajaran yang dialami
di Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, diantaranya yaitu pengembangan kurikulum yang ditingkatkan sesuai tuntutan zaman. Peningkatan mutu berbasis sekolah, proyek peningkatan mutu guru, pengembangan media pembelajaran atau alat media pembelajaran yang sudah difasilitasi pemerintah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Model pembelajaran atau metode pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran. Pembelajaran adalah proses yang terjadi yang membuat seseorang atau sejumlah orang, yaitu peserta didik melakukan
1
United Nations Development Programme, “Education Development Index, “ artikel diakses
(19)
proses belajar sesuai dengan rencana pengajaran yang telah diprogramkan.2 Tetapi banyak sekolah yang tidak menggunakan model pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran sehingga proses pembelajaran tidak berjalan dengan baik yang berdampak pada prestasi belajar siswa.
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial. Dalam pelajaran IPS di tingkat Sekolah Menengah Pertama guru harus dapat menyampaikan pelajaran dengan baik karena materi pelajaran IPS cukup luas. Guru harus menyelesaikan ketuntasan belajar siswa, sehingga perlu perencanaan pembelajaran dengan menggunakan media, alat peraga yang menunjang untuk belajar dan metode yang sesuai dengan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran guru juga harus mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dengan memberikan stimulus sehingga membangkitkan semangat siswa untuk belajar IPS .
Metode yang tidak tepat digunakan akan menjadi penghalang kelancaran jalannya proses belajar mengajar sehingga banyak tenaga dan waktu yang terbuang sia-sia. Oleh karena itu, seorang guru IPS dituntut untuk menerapkan metode yang efektif sehingga benar-benar dapat membangkitkan minat belajar peserta didik sehingga tujuan yang hendak dicapai dapat terpenuhi. Maka seorang guru harus mempunyai wawasan luas terhadap ilmu pengetahuan yang berkembang pada saat ini dan mampu menempatkan kedudukannya sebagai tenaga professional sesuai dengan tuntutan masyarakat yang makin berkembang. Untuk dapat menciptakan pembelajaran yang efektif dan efisien guru harus mempunyai kemampuan tertentu, adapun kemampuan yang harus dimiliki oleh guru yaitu kemampuan menguasai bahan ajar, mengelola kelas serta dapat menempatkan metode-metode yang tepat pada
saat proses belajar mengajar berlangsung di kelas.3
2
Rasyad Aminuddin, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Uhamka Press, 2003), Cet 4, h. 14.
3
(20)
Seperti halnya dengan pemberian materi pembelajaran IPS di kelas, bukan hanya menggunakan metode yang monoton tetapi pembelajaran IPS juga dapat memakai dengan berbagai macam metode. Pemilihan suatu metode perlu memperhatikan suatu materi yang disampaikan oleh guru kepada peserta didiknya, dari tujuan pembelajaran, waktu yang tersedia, dan banyaknya peserta didik yang diikut sertakan dalam hal-hal yang berkaitan dengan proses belajar mengajar. Dan dari pemilihan suatu metode pembelajaranlah minat peserta didik untuk belajar akan semakin terpacu lagi.
Hal serupa juga dialami oleh siswa kelas VII SMP Negeri 87 Jakarta dimana siswa kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran. Pada saat guru menjelaskan materi masih banyak siswa yang mengobrol dengan teman sebangkunya terutama siswa yang duduk di belakang. Hal ini dikarenakan pada saat guru selesai menjelaskan materi dan guru memberikan waktu untuk siswa bertanya, siswa tidak ada yang bertanya. Namun sebaliknya pada saat guru memberikan pertanyaan kepada siswa, tidak ada siswa yang dapat menjawab pertanyaan guru. Terbukti dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di SMPN 87 Jakarta, dari 3 kelas (VII.4, VII.5, VII.6) ada
sekitar 80,3% siswa yang memperoleh nilai IPS berkisar antara 47 – 60.4
Sementara nilai IPS mencapai standar ketuntasan yakni 70.5 Hal ini juga
ditunjukkan dengan hasil wawancara kepada 10 siswa pada tanggal Senin, 2 Maret 2015 pukul 10.10 WIB, diperoleh data yang menyatakan bahwa siswa sendiri beranggapan bahwa pelajaran IPS itu kurang menarik karena mereka mengaku bahwa pelajaran IPS selalu menekankan siswa untuk menghapal dan selalu mendengarkan guru berbicara.
Berdasarkan permasalahan yang terjadi di kelas VII SMP Negeri 87 Jakarta, penulis beranggapan perlu adanya model pembelajaran yang tepat
4
Hasil daftar nilai ulangan harian tengah semester siswa (UTS) kelas VII.4, VII.5, VII.6 semester ganjil Tahun Pelajaran 2014/2015.
5
Hasil observasi dan wawancara dengan Bapak Hadis, S.Pd selaku guru IPS kelas VII.4 – VII.6 SMPN 87 Jakarta pada tanggal 2 Maret 2015.
(21)
untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dalam proses pembelajaran. Salah satu strategi yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan dalam
pembelajaran IPS adalah metode pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token
Arends.
Pada dasarnya metode pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token
Arends, sangat membantu guru IPS untuk mengajarkan keterampilan sosial kepada peserta didiknya, karena dalam penerapan metode pembelajaran
Kooperatif Tipe Time Token Arends memberikan gambaran kepada peserta
didik, agar mereka memilki keterampilan sosial khususnya dalam hal mengemukakan pendapat mereka di depan kelas saat ada diskusi kelompok dan sesi tanya jawab. Dengan demikian peserta didik dapat saling berbagi pengetahuan kepada sesama teman.
Adanya metode pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token Arends ini
dapat melatih peserta didik dalam hal saling berinteraksi antar peserta didik untuk bekerjasama dalam memberikan pendapat dan pengetahuan satu sama
lain. Selain itu metode pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token Arends
dapat menumbuhkan rasa keberanian berpikir kritis serta berani untuk mengemukakan pendapatnya dengan baik di depan kelas.
Oleh karena itu dengan adanya penerapan metode pembelajaran
Kooperatif Tipe Time Token Arends guru dapat dijadikan suatu alternatif
dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang optimal dan efektif. Hal ini dikarenakan dalam proses belajar mengajar diperlukan teknik atau cara belajar yang tepat karena ini merupakan suatu hal yang sangat penting dan sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran peserta didik.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka
peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Time Token Arends untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran IPS Terpadu (Quasi Eksperimen di SMPN 87 Jakarta)” .
(22)
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, beberapa masalah diidentifikasikan, sebagai berikut:
1. Pada proses pembelajaran, guru kurang melakukan metode
pembelajaran yang menarik, hal ini menyebabkan pembelajaran berlangsung secara monoton dan mengakibatkan siswa menjadi jenuh.
2. Selama proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, belum
terlihatnya keaktifan belajar siswa.
3. Rendahnya hasil belajar siswa pada pelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial, hal ini dibuktikan dengan 80,3% siswa yang masih dibawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM).
C. Pembatasan Masalah
Dari pernyataan yang timbul dalam identifikasi masalah dan agar peneltian ini mencapai tujuan yang diharapkan, maka dalam penelitian ini,
peneliti membatasi masalah ini pada: “Rendahnya hasil belajar siswa pada
mata pelajaran IPS di SMPN 87 Jakarta.”
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang ada, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Bagaimanakah pengaruh penggunaan metode
Kooperatif Tipe Time Token Arendsterhadap hasil belajar IPS siswa?”
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
(23)
pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token Arends terhadap hasil belajar IPS
siswa.”
F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan akan membawa manfaat bagi setiap masyarakat pendidikan, diantaranya:
1. Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi terhadap metode yang tepat untuk digunakan dalam proses pembelajaran, khususnya dalam meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
2. Praktis
a. Bagi peneliti, sebagai pengalaman dan wawasan baru dalam
membahas masalah yang berkaitan dengan pembelajaran Kooperatif
Tipe Time Token Arends.
b. Bagi guru, dapat mengembangkan kreatifitas guru dalam menerapkan
strategi pembelajaran dan dapat meningkatkan pemahaman belajar siswa untuk mencapai hasil belajar yang maksimal.
c. Bagi sekolah yang diteliti agar dapat memberikan wacana baru tentang
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yang dinginkan oleh para siswanya. Memberikan masukan pada sekolah dalam menghasilkan guru-guru yang kreatif.
d. Bagi Universitas, Memberikan masukan dalam penyusunan program
penelitian di perguruan tinggi. Memberikan motivasi pada mahasiswa lain agar melakukan penelitian dengan metode yang lebih baik. Memberikan kontribusi hasil penelitian yang relevan terhadap mahasiswa-mahasiswa lain yang akan melakuan penelitian
(24)
8
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Deskripsi Teoritis
1. Hakikat Belajar dan Pembelajaran a. Pengertian Belajar
Menurut Kolb dan Malcolm Tight belajar adalah proses
pengetahuan dikreasi melalui transformasi pengalaman.1 Belajar
adalah kebutuhan dalam kehidupan manusia, sama pentingnya seperti bekerja dan berteman. Seperti dikemukakan oleh David Kolb maka belajar adalah cara adaptasi utama manusia, jika kita tidak belajar maka tidak bisa bertahan hidup, dan kita tentu saja tidak akan berhasil baik. Belajar itu kompleks dan meliputi berbagai aspek kehidupan.
Sementara menurut Jarvis belajar adalah: (1) ada tidaknya perubahan perilaku permanen sebagai hasil dari pengalaman; (2) perubahan relatif sering terjadi yang merupakan hasil dari praktek pembelajaran; (3) proses di mana pengetahuan di gali melalui transformasi pengalaman; (4) proses transformasi pengalaman yang
menghasilkan pengetahuan, skill, attitude; (5) mengingat informasi.2
Menurut Skinner, “Belajar adalah suatu perilaku. Pada saat
orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun. Dalam belajar ditemukan adanya hal berikut: (1) kesempatan terjadinya peristiwa yang
1
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), cet.2, h. 178.
2 Ibid.
(25)
menimbulkan respons pebelajar; (2) respons si pebelajar, dan; (5)
konsekuensi yang bersifat menguatkan respons tersebut.”3
Sedangkan menurut Gagne belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar merupakan kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari (i) stimulasi yang berasal dari
lingkungan, dan (ii) proses kognitif yang dilakukan oleh pebelajar.4
Dengan demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru.
Gagne berpendapat bahwa dalam belajar terdiri dari tiga tahap yang meliputi sembilan fase. Tahapan itu sebagai berikut: (i) persiapan untuk belajar, (ii) pemerolehan dan unjuk perbuatan (performansi), dan (iii) alih belajar. Pada tahap persiapan dilakukan tindakan mengarahkan perhatian, pengharapan dan mendapatkan kembali informasi. Pada tahap pemerolehan dan performansi digunakan untuk persepsi selektif, sandi semantik, pembangkitan
kembali dan respons, serta penguatan.5 Tahap alih belajar meliputi
pengisyaratan untuk membangkitkan, dan pemberlakuan secara umum. Adanya tahap dan fase belajar tersebut mempermudah guru untuk melakukan pembelajaran.
Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian. Dalam konteks
3
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), cet 5, h. 9.
4
Ibid,. h.10.
5
(26)
menjadi tahu atau proses memperoleh pengetahuan, kontak manusia
dengan alam diistilahkan dengan pengalaman (experience).
Pengalaman yang terjadi berulang kali melahirkan pengetahuan, (knowledge), atau a body of knowledge.
Menurut Witherington menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respon yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan. Sependapat dengan Witherington, Crow
menyatakan bahwa, “Belajar merupakan diperolehnya kebiasaan
-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru.”6
Kemudian,W.S.Wingkel menyatakan bahwa “Belajar adalah
suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan
dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap.”7
Belajar adalah proses yang aktif, sehingga apabila siswa tidak dilibatkan dalam berbagai kegiatan belajar sebagai respons siswa terhadap stimulus guru, tidak mungkin siswa dapat mencapai hasil belajar yang dikehendaki. Keterlibatan siswa atau respon siswa terhadap stimulus guru bisa meliputi berbagai bentuk seperti perhatian, proses internal terhadap informasi, tindakan nyata dalam bentuk partisipasi kegiatan belajar seperti memecahkan masalah,
memecahkan tugas-tugas yang diberikan guru dan lain-lain.8
6
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Konsep Dasar. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), cet. 2, h. 11.
7
Ibid,. h.14.
8
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004) Cet. 2, h. 215.
(27)
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses mencari dan mengetahui apa yang tidak mereka ketahui menjadi tahu. Belajar merupakan perubahan tingkah laku seorang individu karena sebuah pengalaman, melalui pengalaman tersebut menghasilkan sebuah pengetahuan, kemampuan, dan informasi.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar 1. Faktor-faktor internal belajar
Dari dimensi siswa, masalah-masalah belajar yang dapat muncul sebelum kegiatan belajar dapat berhubungan dengan karakteristik/ciri siswa, baik berkenaan dengan minat, kecakapan maupun pengalaman-pengalaman. Selama proses belajar, masalah belajar seringkali berkaitan dengan sikap terhadap belajar, motivasi, konsentrasi, pengolahan pesan pembelajaran, menyimpan pesan, menggali kembali pesan yang telah tersimpan, unjuk hasil belajar. Beberapa faktor internal yang mempengaruhi proses belajar siswa:
a. Ciri khas/karakteristik siswa;
b. Sikap terhadap belajar;
c. Motivasi belajar;
d. Konsentrasi belajar;
e. Mengolah bahan belajar;
f. Menggali hasil belajar;
g. Rasa percaya diri.9
9
(28)
2. Faktor-faktor eksternal belajar
Keberhasilan belajar siswa di samping ditentukan oleh faktor-faktor internal juga dipengaruhi oleh faktor-faktor-faktor-faktor eksternal. Faktor eksternal adalah segala faktor yang ada di luar diri siswa yang memberikan pengaruh terhadap aktivitas dan hasil belajar yang dicapai siswa. Tidak sedikit siswa yang memilki hasil belajar yang relative rendah, akan tetapi karena guru mampu merencanakan kegiatan belajar dengan baik, menggunakan pendekatan dan strategi pembelajaran yang tepat, serta menerapkan pendekatan-pendekatan bimbingan belajar yang sesuai dengan kondisi siswa, dan mampu merubah hasil belajar siswa yang rendah menjadi lebih baik. Faktor-faktor ekstern yang mempengaruhi hasil belajar siswa antara lain:10
a. Faktor guru
Dalam ruang lingkup tugasnya, guru dituntut untuk memiliki sejumlah keterampilan terkait dengan tugas-tugas yang dilaksanakannya. Faktor pertama adalah karena cepatnya perkembangan dan perubahan yang terjadi saat ini terutama perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi. Guru-guru juga harus mengembangkan strategi pembelajaran yang tidak hanya menyampaikan informasi, melainkan juga mendorong para siswa untuk belajar secara bebas dalam batas-batas yang ditentukan sebagai anggota kelompok. Factor kedua adalah terjadinya perubahan pandangan di dalam masyarakat yang
memiliki implikasi pada upaya-upaya pengembangan
pendekatan terhaap siswa. Faktor ketiga adalah perkembangan
10
(29)
teknologi baru yang mampu menyajikan berbagai informasi yang lebih cepat dan menarik.
b. Lingkungan sosial (termasuk teman sebaya)
Sebagai makhluk social maka setiap siswa tidak mungkin melepaskan dirinya dari interaksi dengan lingkungan, terutama teman-teman sebaya di sekolah. Sekolah merupakan sistem social di mana setiap orang yang ada di dalamnya terikat oleh norma-norma dan aturan-aturan sekolah yang disepakati sebagai pedoman untuk mewujudkan ketertiban pada lembaga pendidikan tersebut. di samping pendidikan formal sekolah, para siswa biasanya juga memiliki norma-norma dan aturan-aturan yang lebih spesifik sebagai suatu konsensus bersama untuk ditaati oleh anggota kelompok masing-masing.
Lingkungan sosial dapat memberikan pengaruh positif dan dapat pula memberikan pengaruh negatif terhadap siswa. Tidak sedikit siswa yang mengalami peningkatan hasil belajar karena pengaruh teman sebaya yang mampu memberikan motivasi kepadanya untuk belajar. Demikian pula banyak siswa yang mengalami perubahan sikap karena teman-teman sekolah memilki sikap positif yang dapat ia tiru dalam pergaulan atau interaksi sehari-hari.
c. Kurikulum sekolah
Dalam rangkaian proses pembelajaran di sekolah, kurikulum merupakan panduan yang dijadikan guru sebagai kerangka acuan untuk mengembangkan proses pembelajaran.
(30)
Seluruh aktivitas pembelajaran, pemilihan materi pembelajaran, menentukan pendekatan dan strategi/metode, memilih dan menentukan media pembelajaran, menentukan teknik evaluasi, kesemuanya harus berpedoman pada kurikulum.
c. Pengertian Pembelajaran
Menurut Wenger, “Pembelajaran bukanlah aktivitas, sesuatu yang dilakukan oleh seseorang ketika ia tidak melakukan aktivitas yang lain. Pembelajaran juga bukanlah sesuatu yang berhenti dilakukan oleh seseorang. Lebih dari itu, pembelajaran bisa terjadi di mana saja dan pada level yang berbeda-beda, secara individual, kolektif, ataupun sosial.”11
Sedangkan menurut Dewey, semua pengetahuan, pemikiran, dan pembelajaran dapat muncul melalui pengalaman. Seorang individu dapat bekerja, tetapi agar ia bisa belajar, ia harus berefleksi terhadap apa yang dikerjakan. Tindakan pembelajaran melibatkan baik komponen sensorik atau eksperiental maupun komponen mental atau kognitif.12
Pembelajaran adalah proses yang terjadi yang membuat seseorang atau sejumlah orang, yaitu peserta didik melakukan proses
belajar sesuai dengan rencana pengajaran yang telah diprogramkan.13
Unsur kesengajaan melalui perencanaan oleh pihak guru merupakan ciri utama pembelajaran. Upaya pembelajaran yang berporos kepada pihak guru, dilaksanakan secara sistematis yaitu dilakukan dengan
11
Miftahul Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), Cet. 5, h. 2.
12
Ibid., h. 39.
13
Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Uhamka Press, 2003), cet. 4, h. 14.
(31)
langkah-langkah teratur dan terarah secara sistematik yaitu secara utuh dengan memperhatikan berbagai aspek.
Fungsi pembelajaran mencakup pengelolaan belajar, dan sumber-sumber belajar yang masing-masing mempunyai komponen sebagai berikut :
1. Komponen pengelolaan belajar terdiri dari :
a. Membangkitkan minat belajar peserta didik.
b.Mengemukakan tujuan belajar dan kriteria keberhasilan belajar.
c. Mentransformasikan materi pengajaran
d.Memberitahukan tugas-tugas yang harus dikerjakan peserta didik.
e. Membimbing dan melatih peserta didik.
f. Menjaga ketertiban kelas atau penguasaan kelas. g. Melakukan evaluasi terhadap pekerjaan peserta didik. h. Memberikan umpan balik kepada peserta didik.
i. Membetulkan kesalahan yang diperbuat oleh peserta didik. 2. Sumber-sumber belajar terdiri dari komponen berikut :
a. Merumuskan tujuan belajar. b. Kriteria keberhasilan.
c. Metodologi pengajaran yang digunakan. d. Materi dan media pengajaran yang digunakan.
e. Petunjuk, tugas, latihan dan tes (pre test dan post test).
f. Lingkungan atau suasana belajar.14
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran adalah proses belajar mengajar dimana peserta didik belajar sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan oleh sekolah.
14
(32)
Pembelajaran merupakan rekonstruksi dari pengalaman masa lalu yang berpengaruh terhadap perilaku dan kapasitas seseorang atau kelompok.
2. Hakikat Hasil Belajar
Hakikat belajar merupakan tujuan akhir dilaksanakannya kegiatan pembelajaran di sekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan yang positif yang kemudian disebut dengan proses belajar. Akhir dari proses belajar adalah perolehan suatu hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Semua hasil belajar tersebut merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar.
Dalam proses belajar terjadi proses berpikir yang melibatkan mental, proses berpikir, dan keterampilan sehingga timbul suatu pemahaman dan penguasaan materi yang diberikan. Maka dengan adanya suatu pemahaman dan penguasaan materi yang didapat siswa dalam proses belajar mengajar maka siswa memahami apa yang sebelumnya ia tidak ketahui. Perubahan inilah yang disebut hasil belajar.
Dalam hubungannya dengan usaha belajar, prestasi berarti hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar pada kurun waktu tertentu. Prestasi belajar siswa mampu memperlihatkan perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan / pengalaman dalam bidang keterampilan, nilai, dan sikap.
Menurut Dimyati dan Mudjiono dengan berakhirnya suatu proses belajar, maka siswa memperoleh suatu hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak belajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar. Hasil belajar untuk sebagian adalah berkat tindak guru, suatu
(33)
pencapaian tujuan pengajaran.Pada bagian lain, merupakan peningkatan kemampuan mental siswa.15
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil usaha yang telah dicapai oleh seseorang setelah melakukan kegiatan belajar dalam kurun waktu tertentu. Seseorang dapat dikatakan berhasil apabila ia melakukan sesuatu, dan ia mendapatkannya dengan hasil yang memuaskan. Siswa dapat dikatakan berhasil apabila ia mendapatkan prestasi yang bagus disekolahnya, tentu prestasi yang bagus itu dilakukan melalui usaha yaitu belajar.
B. Model Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Menurut Made Wena,”Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran kelompok yang memiliki aturan-aturan tertentu. Dalam pembelajaran kooperatif siswa pandai mengajar siswa yang kurang pandai tanpa rasa dirugikan. Siswa kurang pandai dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan karena banyak teman yang membantu dan memotivasinya.”16
Pada hakikatnya cooperative learning sama dengan kerja
kelompok. Oleh karena itu, banyak guru yang mengatakan tidak ada
sesuatu yang aneh dalam cooperative learning karena mereka telah
beranggapan telah biasa melakukan pembelajaran cooperative
learning dalam bentuk belajar kelompok. Dalam pembelajaran ini akan tercipta sebuah interaksi yang lebih luas, yaitu interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa, siswa dengan
siswa, dan siswa dengan guru (multi way traffic communication).
15
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1999), Cet.I, h. 13.
16
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), cet.2, h. 189.
(34)
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang
bersifat heterogen.17
Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran berkelompok yang memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri dengan cara berdiskusi dengan temannya.
Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.
2. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Menurut Rusman, pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif memilki karakteristik atau ciri-ciri sebagai berikut:18
1. Pembelajaran secara tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
2. Didasarkan pada manajemen kooperatif
17
Rusman, Model-Model Pembelajaran (Jakarta: Rajawali Pers , 2013),cet.6, h. 202.
18
(35)
a. Fungsi manajemen sebagai perencanaan pelaksanaan
b. Fungsi manajemen sebagai organisasi
c. Fungsi organisasi sebagai kontrol
3. Kemauan untuk bekerja sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh
keberhasilan secara kelompok, oleh karenanya prinsip
kebersamaan atau kerja sama yang baik, pembelajaran tidak akan mencapai hasil yang optimal.
4. Keterampilan bekerja sama
Kemauan bekerja sama itu dipraktikkan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah diterapkan.
Berdasarkan uraian di atas, di dalam belajar kooperatif terdapat empat unsur penting, untuk terciptanya pembelajaran yang efektif jika salah satu unsur tersebut tidak terpenuhi maka pembelajaran belum tercapai.
3. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Menurut Johnson & Johnson ,“Tujuan pokok belajar kooperatif
adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Karena siswa bekerja dalam suatu team, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan di antara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan
(36)
keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah.”19
Kemudian Zamroni menyatakan bahwa,” Manfaat penerapan
belajar kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual. Di samping itu, belajar kooperatif dapat mengembangkan solidaritas sosial di kalangan siswa.”20
Menurut Sharan menyatakan bahwa, “Pembelajaran dengan sistem pengelompokan dapat menyebabkan berpindahnya motivasi dari tataran eksternal pada tataran internal. Dengan kata lain, ketika siswa bekerja sama dalam menyelesaikan sebuah tugas, mereka akan tertarik pada materi pembelajaran tersebut karena menyadari kepentingannya sebagai siswa terhadap materi tersebut.”21
Masing-masing model memiliki dasar pemikiran atau dasar filosofis yang berbeda dan memiliki tujuan yang berbeda untuk dicapai melalui penciptaannya. Akan tetapi, masing-masing model memiliki banyak prosedur dan strategi spesifik yang sama, seperti kebutuhan untuk memotivasi siswa, menetapkan ekspektasi, atau
membicarakan tentang berbagai hal.22
Sesuai dengan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran kooperatif adalah untuk meningkatkan hasil belajar akademik, menerima keberagaman masing-masing siswa, dan dapat mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan ini
19
Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), Cet. 4, h. 57.
20 Ibid. 21
Bruce Joyce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun, Model-model Pengajaran, Terj. dari
Models of Teaching oleh Achmad Fawaid dan Ateilla Mirza, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), Cet. 2, h. 309.
22
Richard I Arends, Belajar untuk Mengajar, Terj. dari Learning To Teach oleh Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 25.
(37)
sangat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa melakukan organisasi yang saling bergantung sama lain. Jadi diharapkan dengan menggunakan metode Kooperatif
tipe Time Token Arends ini siswa mampu lebih aktif dalam berdiskusi
maupun saat sesi tanya jawab.
4. Prinsip Pembelajaran Kooperatif
Terdapat lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif (cooperative learning), yaitu:
1. Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence)
yaitu dalam pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan saling ketergantungan. Inilah hakikat ketergantungan positif, artinya tugas kelompok tidak mungkin tidak bisa diselesaikan manakala ada anggota yang tak bisa menyelesaikan tugasnya dan semua ini memerlukan kerja sama yang baik dari masing-masing anggota kelompok. Anggota kelompok yang mempunyai kemampuan lebih diharapkan mau dan mampu membantu temannya untuk menyelesaikan tugasnya.
2. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability)
Yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut.
(38)
3. Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction) Yaitu, memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain.
4. Partisipasi dan komunikasi (participation communication)
Yaitu melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.
5. Evaluasi proses kelompok
Yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.23
Tabel 2.1
Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase Tingkah Laku Guru
Fase-1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua
tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Fase-2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi
kepada siswa dengan jalan
demonstrasi atau lewat bahan
23
(39)
bacaan. Fase-3
Mengorganisasikan
siswa ke dalam
kelompok kooperatif
Guru menjelaskan kepada siswa
bagaimana cara membentuk
kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Fase-4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat
mereka mengerjakan tugas
mereka. Fase-5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar
tentang materi yang telah
dipelajari atau masing-masing
kelompok mempresentasikan
hasil kerjanya. Fase-6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun
hasil belajar individu dan
kelompok.
5. Metode Time Token Arends
Menurut Arends strategi pembelajaran Time token merupakan salah
satu contoh kecil dari penerapan pembelajaran yang demokratis di sekolah, proses pembelajaran yang demokratis adalah proses yang menempatkan siswa sebagai subyek. Mereka harus mengalami sebuah perubahan kearah yang lebih positif. Dari yang tidak bisa menjadi bisa, dari tidak paham menjadi paham, dari tidak tau menjadi tahu. Dalam proses pembelajaran, aktivitas siswa menjadi titik perhatian utama.
(40)
Dengan kata lain mereka selalu dilibatkan secara aktif, model ini digunakan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan sosial agar
siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali.24
Pesan yang diterima siswa dari guru melalui informasi biasanya dalam bentuk stimulus. Stimulus tersebut dapat berbentuk verbal/bahasa, visual, auditif, taktik, dan lain-lain. Ada dua cara yang membantu siswa agar pesan tersebut mudah diterima. Cara pertama perlu adanya pengulangan sehingga membantu siswa dalam memperkuat pemahamannya. Cara kedua adalah siswa menyebutkan kembali pesan yang disampaikan guru kepadanya. Cara pertama dilakukan oleh guru sedangkan cara kedua menjadi tugas siswa melalui pertanyaan yang disampaikan guru kepada
siswa.25
Dalam pelaksanaan pembelajaran Time Token Arends ada beberapa
langkah-langkah, sebagai berikut :
1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar.
2) Guru mengkondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi
klasikal.
3) Guru memberi tugas pada siswa.
4) Guru memberi sejumlah kupon berbicara dengan waktu ± 30
detik per kupon pada tiap siswa.
5) Guru meminta siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu
sebelum berbicara atau memberi komentar. Satu kupon untuk satu kesempatan berbicara. Siswa dapat tampil lagi setelah bergiliran dengan siswa lainnya. Siswa yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi. Siswa yang masih memegang
24
Miftahul Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), Cet. 5, h. 239.
25
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), Cet. 2, h. 214.
(41)
kupon harus bicara sampai semua kuponnya habis. Demikian seterusnya hingga semua anak berbicara.
6) Guru memberi sejumlah nilai berdasarkan waktu yang
digunakan tiap siswa dalam berbicara.26
a. Kelebihan Model Time Token Arends :
- Mendorong siswa untuk meningkatkan inisiatif dan
partisipasinya.
- Siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali
- Siswa menjadi aktif dalam kegiatan pembelajaran
- Meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi
- Melatih siswa untuk mengungkapkan pendapatnya
b. Kekurangan Model Time Token Arends :
- Hanya dapat digunakan untuk mata pelajaran tertentu saja
- Tidak bisa digunakan pada kelas yang jumlah siswanya banyak
- Memerlukan banyak waktu untuk persiapkan dan dalam proses
pembelajaran, karena semua siswa harus berbicara satu persatu sesuai jumlah kupon yang dimilikinya.
- Siswa yang aktif tidak bisa mendominasi dalam kegiatan
pembelajaran.
C. Hakikat Pendidikan IPS
1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial
Menurut Sumaatmadja, pelajaran IPS berkenaan dengan kehidupan manusia yang melibatkan segala tingkah laku dan kebutuhannya. IPS berkenaan dengan cara manusia menggunakan usaha memenuhi
26
(42)
kebutuhan materilnya, memenuhi kebutuhan budayanya, kebutuhan kejiwaannya, pemanfaatan sumber daya yang ada di permukaan bumi,
mengatur kesejahteraan dan pemerintahannya, dan lain sebagainya.27
Sedangkan menurut Djahiri dan Ma’mun IPS merupakan ilmu pengetahuan yang memadukan sejumlah konsep pilihan dari cabang-cabang ilmu sosial dan ilmu lainnya serta kemudian diolah berdasarkan prinsip pendidikan dan didaktik untuk dijadikan program pengajaran pada
tingkat persekolahan.28
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial (sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya). IPS atau studi sosial merupakan bagian dari kurikulum sosial yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial: sosiologi, sejarah, geografi,
ekonomi, politik, antropologi, filsafat, psikologi sosial.29
IPS sebagai ilmu pengetahuan baru mulai diketengahkan dalam Kurikulum Sekolah tahun 1975 (SMP-SMA) dan tahun (SPG). Mata pelajaran ini berperan memfungsionalkan dan merealisasikan ilmu-ilmu sosial yang bersifat teoritik ke dalam dunia kehidupan nyata di
masyarakat.30 Oleh karena substansi materinya, IPS mengintegrasikan dan
mengorganisasikannya secara pedagogik dari berbagai ilmu sosial yang diperuntukkan untuk pembelajaran di tingkat persekolahan, sehingga
27
Rudy Gunawan, Pendidikan IPS : Filosofi, Konsep, dan Aplikasi, (Bandung: Alfabeta, 2013), Cet. 2, h. 106.
28 Ibid. 29
Trianto,Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), cet.2, h. 171.
30
Sapriya, Dadang Sundawa, dan Iim Siti Masyitoh, Pembelajaran dan Evaluasi Hasil Belajar IPS, (Bandung: UPI PRESS, 2006), h. 3.
(43)
melalui Pembelajaran IPS diharapkan siswa mampu membawa dirinya secara dewasa dan bijak dalam kehidupan nyata, melalui pembelajaran IPS diharapkan siswa tidak hanya mampu menguasai teori-teori kehidupan di dalam masyarakat tapi mampu menjalani kehidupan nyata di masyarakat sebagai insan sosial.
Adapun ruang lingkup penyusunan model pembelajaran IPS Terpadu antara lain mencakup hal-hal berikut: pemetaan kompetensi yang dapat dipadukan dari masing-masing Kompetensi Dasar yang sudah ditetapkan pada Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk IPS tingkat SMP/MTs; pengembangan strategi model pembelajarn IPS Terpadu pada tingkat SMP/MTs; pengembangan penilaian model pembelajaran IPS Terpadu pada tingkat SMP/MTs; pengembangan contoh model rencana pembelajarn IPS Terpadu pada tingkat SMP/MTs untuk kelas VII, VIII, dan XI.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa IPS adalah mata pelajaran yang didalamnya terdapat konsep-konsep ilmu sosial seperti ekonomi, geografi, sosiologi dan ilmu lainnya yang berfungsi untuk merealisasikan ilmunya ke dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial
Tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial antara lain sebagai berikut:
1. Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau
lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat.
2. Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu
menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.
(44)
3. Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.
4. Memotivasi seseorang untuk bertindak berdasarkan moral.
5. Fasilitator di dalam suatu lingkungan yang terbuka dan tidak
bersifat menghakimi.31
Menurut Nursid Sumaatmaja, “Tujuan IPS adalah membina anak didik menjadi warga Negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya serta bagi masyarakat dan Negara.”32
Sedangkan Oemar Hamalik menyatakan bahwa tujuan Pendidikan IPS berorientasi pada tingkah laku para siswa, yaitu (1) pengetahuan dan pemahaman, (2) sikap hidup belajar, (3) nilai-nilai sosial dan sikap, (4) keterampilan.”33
Jadi, pada dasarnya tujuan dari pendidikan IPS adalah agar siswa memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat melalui pemahaman nilai-nilai sosial. Siswa mampu memecahkan masalah-masalah sosial dan menjadi fasilitator di lingkungannya.
3. Karakteristik Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
Karakteristik mata pelajaran IPS di SMP/MTs memiliki beberapa karakteristik antara lain sebagai berikut:
1. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur
geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan, sosiologi, bahkan juga bidang humaniora, pendidikan, dan agama.
31
Trianto, op. cit., h. 176.
32
Rudy Gunawan, Pendidikan IPS : Filosofi, Konsep, dan Aplikasi, (Bandung: Alfabeta, 2013), Cet. 2, h. 18.
33 Ibid.
(45)
2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS berasal dari struktur keilmuan geografi, sejarah, ekonomi dan sosiologi yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu.
3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS juga menyangkut
berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner.
4. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat menyangkut
peristiwa dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan, adaptasi dan pengelolaan lingkungan, struktur, proses dan masalah sosial serta upaya-upaya perjuangan hidup agar survive seperti pemenuhan kebutuhan, kekuasaan,
keadilan dan jaminan keamanan.34
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa IPS merupakan integrasi dari berbagai macam ilmu-ilmu sosial seperti Sosiologi, Geografi, Sejarah dan Ekonomi yang membahas tentang fenomena-fenomena sosial dan segala bentuk hubungan manusia dengan manusia serta manusia dengan lingkungannya.
D. Penelitian yang Relevan
Sebagai bahan penguat penelitian tentang penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Time Token Arends untuk meningkatkan hasil
belajar siswa, penulis mengutip beberapa penelitian yang relevan, antara lain: 1. Dalam skripsi yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu
Pengetahuan Sosial Melalui Pendekatan Kooperatif Teknik Time
Token”. Penelitian Tindakan Kelas di SMP Negeri 216 Jakarta. Yang disusun oleh Denna Ariadiputra Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial,
34
(46)
dari Universitas Negeri Jakarta, 2009. Subjek penelitian dilakukan pada siswa kelas IX-6 SMP Negeri 216 Jakarta dengan jumlah siswa 38 orang, yang terdiri dari 20 orang siswa, dan 18 orang siswi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar IPS dapat ditingkatkan melalui pendekatan Kooperatif teknik Time Token. Nilai rata-rata pada setiap siklus telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah yaitu 75. Peningkatan hasil belajar siswa dapat terlihat dari meningkatnya nilai rata-rata yaitu siklus pertama 79,72; siklus kedua 80; dan siklus ketiga adalah 85,14. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPS melalui pendekatan Kooperatif teknik Time Token mampu membangkitkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga
berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar IPS siswa.35
2. Dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Model
Pembelajaran Cooperative Tipe Time Token Arends Terhadap Hasil
Belajar Geografi Siswa SMAN 1 Sukatani Kabupaten Bekasi”. Yang disusun oleh Salamah Debe Jayanti Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu
Sosial, Universitas Negeri Jakarta, 2013. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan model pembelajaran cooperative tipe time token arends dapat meningkatkan hasil belajar geografi khususnya pada materi antroposfer dibandingkan kelas kontrol yang menggunakan model konvensional. Teknik analisa data yang dilakukan untuk pengujian hipotesis adalah SPSS 16.0. Berdasarkan uji normalitas, diketahui bahwa data pada kelas kontrol dan eksperimen terdistribusi normal karena sig > alpha (0,05) sedangkan uji homogenitas didapatkan hasil bahwa sig > alpha (0,05)
35
Denna Ariadiputra, ”Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial Melalui Pendekatan Kooperatif Teknik Time Token. Penelitian Tindakan Kelas di SMP Negeri 216 Jakarta”, Skripsi pada Universitas Negeri Jakarta, Jakarta, 2009, tidak dipublikasikan.
(47)
yang berarti data pre-test dan post-test memiliki varian yang bersifat homogen. Kemudian dilanjutkan dengan uji hipotesis menggunakan
uji t dengan menggunakan Idependent Sampel t-Test. Dari uji tersebut
didapatkan hasil bahwa nilai sig ( 2-tailed) < (0,05) berarti H₀ ditolak
sehingga dapat dikatakan terdapatnya perbedaan antara penggunaan
model pembelajaran cooperative tipe time token arends dengan
pembelajaran konvensional. Pengujian selisih nilai post-test dan nilai
pre-test kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan Idependent Sampel
t-Test, didapatkan hasil bahwa sig(2-tailed) 0,000 < 0,05 maka H₀
ditolak dan Hₐ diterima (ada pengaruh antara perlakuan kelas
eksperimen dengan penggunaan model pembelajaran cooperative tipe
time token arends sehingga terdapat perbedaan rata-rata kemampuan
antara kelas kontrol dan kelas eksperimen).36
3. Dalam skripsi yang berjudul “Pembelajaran Cooperative Tipe Time
Token Arends 1998 dalam Pembelajaran Sejarah di SMA Negeri 4
Jakarta.” Yang disusun oleh Anggi Septiani, Jurusan Pendidikan
Sejarah, Universitas Negeri Jakarta, 2011. Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan diterapkannya model Pembelajaran Cooperative Tipe Time Token Arends 1998 di SMA Negeri 4 Jakarta, membuat peserta didik lebih aktif, kritis, berani dalam mengeluarkan pendapat, dan saling memotivasi dalam belajar. Hal ini terlihat dari peserta didik yang aktif dalam proses pembelajaran, aktif tanya jawab, sehingga terjadi interaksi yang baik, yaitu baik antara peserta didik dengan guru, peserta didik dengan peserta didik yang lainnya. Model
penelitian yang digunakan yaitu model deskriptif dengan
36
Salamah Debe Jayanti, “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Cooperative Tipe Time Token Arends (TTA) Terhadap Hasil Belajar Geografi Siswa SMA Negeri 1 Sukatani Kabupaten Bekasi”, Skripsi pada Universitas Negeri Jakarta. Jakarta, 2013, tidak dipublikasikan.
(48)
menggunakan pendekatan kualitatif. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan tidak terlibat, wawancara, dan dokumentasi. Penelitian ini dilakukan dengan beberapa proses seperti pengamatan di lapangan serta pengumpulan data mengenai penggunaan model Pembelajaran Cooperative Tipe Time Token Arends 1998 dalam pembelajaran sejarah di SMA Negeri 4 Jakarta. Dengan demikian dapat ditarik
kesimpulan bahwa model pembelajaran Cooperative Tipe Time Token
Arends 1998 dalam Pembelajaran Sejarah di SMA Negeri 4 Jakarta, hampir diterapkan sepenuhnya oleh guru, selain itu juga guru memvariasikan model pembelajaran cooperative dengan metode penugasan seperti pemberian soal, peserta didik untuk membuat
rangkuman tentang materi yang telah dibahas.37
E. Kerangka Berpikir
Keberhasilan siswa dalam belajar sangat didukung oleh
kemampuannya dalam memahami dan menguasai konsep dari materi yang dipelajari. Begitu pula dalam pembelajaran IPS, keberhasilan siswa sangat dipengaruhi oleh kemampuan siswa dalam menguasai konsep pembelajaran IPS, penerapan suatu strategi atau metode dalam pembelajaran IPS merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan kemampuan siswa, guru dituntut untuk dapat mengkondisikan kelas sehingga kegiatan belajar mengajar dapat tercipta dengan baik. Selain itu penggunaan metode dan media pembelajaran yang tepat sangat diperlukan sehingga apa yang menjadi tujuan dalam pembelajaran IPS dapat tercapai dengan baik.
Menurut Arends strategi pembelajaran Time Token merupakan salah
satu contoh kecil dari penerapan pembelajaran yang demokratis di sekolah,
37
Anggi Septiani, “Pembelajaran Cooperative Tipe Time Token Arends 1998 dalam
Pembelajaran Sejarah di SMA Negeri 4 Jakarta”, Skripsi pada Universitas Negeri Jakarta. Jakarta,
(49)
pembelajaran yang demokratis adalah proses yang menempatkan siswa sebagai subyek. Dari yang tidak bisa menjadi bisa, dari tidak paham menjadi paham, dari tidak tahu menjadi tahu. Dalam proses pembelajaran, aktivitas siswa menjadi titik perhatian utama. Metode pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token Arends dianggap sebagai metode yang cukup efektif dan sesuai yang diharapkan oleh peneliti.
Dalam pembelajaran IPS diperlukan metode-metode yang mampu mengaktifkan siswa sehingga pembelajaran IPS tidak monoton dan pasif di
kelas. Dalam tipe Time Token Arends tidak hanya siswa yang pintar yang ikut
bicara, tetapi setiap siswa dapat mendapatkan nomor undian sehingga siswa tersebut dapat mendapatkan nomor undian sehingga siswa tersebut dapat mengeluarkan pendapatnya dan mereka saling bekerja sama dalam
kelompoknya. Penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe Time Token
Arends diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa, tercipta suasana yang kondusif saat proses pembelajaran, sehingga siswa belajar dengan baik dan hasil belajar siswa meningkat.
Peneliti berusaha mencari solusi terhadap masalah tersebut yaitu
melalui penggunaan model Kooperatif Tipe Time Token Arends agar dapat
memberikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa SMPN 87 Jakarta.
F. Hipotesis Penelitian
Adapun yang menjadi hipotesis statistik dalam penelitian ini adalah:
Ha : Terdapat pengaruh penggunaan metode Kooperatif Tipe Time Token
Arends terhadap hasil belajar siswa atau Ha :
Ho : Tidak ada pengaruh dalam penggunaan metode Kooperatif Tipe Time
Token Arends terhadap hasil belajar siswa atau Ho :
(50)
34 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 87 Jakarta yang berlokasi di Jl. Pondok Pinang Raya Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Penelitian dilaksanakan pada saat mata pelajaran IPS. Proses penelitian dilakukan secara bertahap mulai dari perencanaan dan persiapan instrument, uji coba instrument penelitian yang dilanjutkan dengan pengumpulan data lapangan sebagai kegiatan inti penelitian, rentang waktu yang dibutuhkan secara keseluruhan adalah :
Tabel 3.1 Waktu dan Jadwal Penelitian
Kegiatan Penelitian Okt Feb Mar April Mei Juni
Study pendahuluan √
Penyusunan proposal √ √
Penyusunan instrument penelitian
√
Pelaksanaan penelitian √
Mengelola dan
Menganalisis Data
√
Menyusun Laporan
Penelitian
√
B. Metode dan Desain Penelitian
Menurut Sugiyono dalam bukunya ”metode penelitian merupakan cara
ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikannya suatu pengetahuan tertentu sehingga dalam
(51)
gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan
mengantisipasi masalah yang ada dalam sebuah penelitian.”1
Sedangkan menurut Gay, “metode penelitian eksperimental merupakan satu-satunya metode penelitian yang dapat menguji secara benar hipotesis menyangkut hubungan kausal (sebab akibat).”2
Metode penelitian dapat dibedakan serta diklasifikasikan berdasarkan tujuan dan tingkat kealamiahan obyek yang diteliti. Berdasarkan tingkat kealamiahan metode penelitian dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu
metode eksperimen, survey, dan naturalistik.3
Metode penelitian eksperimen ialah metode penelitian yang bertujuan
untuk mencari pengaruh yang timbul akibat dari treatment dan perlakuan
tertentu. Oleh karenanya metode penelitian eksperimen sering dianggap tidak alami atau natural. Sebuah metode penelitian yang bersifat natural biasanya digunakan untuk meneliti sebuah penelitian yang mengambil tempat alamiah, serta peneliti tidak memberikan perlakuan atau treatment tertentu. Dalam metode penelitian naturalistik peneliti mengumpulkan data bersifat emik atau berdasarkan pandangan dari sumber data, bukan pandangan peneliti sendiri.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian Quasi
Experimental Design yaitu metode yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan secara penuh terhadap variable dan kondisi eksperimen.
Dalam penelitian ini, peneliti mempunyai dua variabel, yaitu:
1. Variabel bebas adalah perlakuan pada kelas eksperimen. Yaitu metode
Time Token Arends.
2. Variabel terikat adalah hasil belajar IPS siswa.
1
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2012), h.6
2
Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan :Kuantitatif &Kualitatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h.63
3
(52)
Peneliti menggunakan dua kelas sebagai obyek penelitiannya. Kelas tersebut mendapat perlakuan dalam penelitian eksperimen ini. Sebelum mendapat perlakuan, kelas eksperimen harus mendapatkan pengukuran awal
terlebih dahulu atau pretest terkait dengan hasil belajar siswa. Kemudian kelas
eksperimen satu (Eı) diberi perlakuan (X), perlakuan tersebut ialah penerapan
metode kooperatif tipe TimeToken Arends dalam pembelajaran IPS di kelas.
Setelah diberi perlakuan, kelas eksperimen satu (Eı) diberi tes berupa
posttest. Kemudian dilihat apakah ada perubahan rata-rata hasil belajar dari
pretest atau tes sebelum diberi perlakuan dengan posttest atau tes sesudah
diberi perlakuan.
Dalam penelitian ini menggunakan model penelitian eksperimen Nonequivalent Control Group Design. Desain ini hampir sama dengan pretest-posttest control group design, hanya pada desain ini kelompok
eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random.4
Tabel 3.2 Desain Penelitian
Kelompok Pengukuran
(Pretest)
Perlakuan (Treatment)
Pengukuran (Posttest)
Eksperimen Oı Xı O
Kontrol O X O
Keterangan
Oı : Pretest pada kelompok eksperimen
O : Pretest pada kelompok kontrol
Xı : Perlakuan pada kelas eksperimen
X : Perlakuan pada kelas kontrol
O :Posttest pada kelas eksperimen
O : Posttest pada kelas kontrol
4
(53)
C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi
“Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek / subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.”5 Populasi yang digunakan dalam penelitian yang saya lakukan ialah kelas VII SMP N 87 Jakarta, yang terdiri dari kelas VII 4, VII 5, VII 6. Sedangkan sampel yang dijadikan objek dalam penelitian ini ialah kelas VII 5 & VII 6.
2. Sampel
“Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.”6
Sampel diambil dengan menggunakan teknik
sampling atau teknik pengambilan sampel purposive sampling. Hal ini
dikarenakan pada penelitian ini peneliti membutuhkan kelas yang memiliki masalah dalam hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPS. Dan setelah dilakukan penelitian serta observasi di kelas VII 6, dari 36 siswa terdapat 31 orang siswa yang masih memiliki nilai di bawah KKM, yaitu 70. Hal ini menunjukkan tingkat kemampuan siswa rendah, dimana hanya 15% siswa yang mampu memiliki nilai di atas KKM. Dan dapat disimpulkan, kelas VII 6 merupakan kelompok kelas memiliki tingkat hasil belajar yang cukup rendah.
D. Peran dan Posisi Peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti berkolaborasi dengan guru IPS SMPN 87 Jakarta. Peneliti bertindak sebagai guru. Selain mengajarkan materi peneliti
5
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011), Cet 13, h. 80.
6
(54)
juga membuat dan merancang rencana pembelajaran serta mengevaluasi jalannya kegiatan belajar mengajar (KBM).
E. Data dan Sumber Data
Sumber data yang diperoleh dari siswa kelas VII 6 dan data yang diperoleh berupa situasi dan suasana kelas saat proses pembelajaran berlangsung dan peningkatan pemahaman belajar siswa setelah mengikuti
proses pembelajaran dengan menggunakan Metode Time Token Arends.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.3
Teknik Pengumpulan Data
No. Jenis Data Sumber
Data Teknik Pengumpula n Data Instrument Penelitian
1 Hasil belajar siswa
sebelum dan sesudah
dilakukan perlakuan
dengan metode
pembelajaran Kooperatif
Tipe Time Token Arends
Siswa Tes Tes berupa
butir soal
pilihan ganda
2 Pengamatan proses
pembelajaran pada saat KBM Siswa dan Guru Mengamati melalui lembar observasi Lembar observasi aktivitas siswa (butir
pertanyaan)
3 Pengumpulan data awal
tentang hasil belajar
siswa
Dokumen data hasil nilai Ulangan Tengah Semester
Menganalisis dokumen data hasil Ulangan Tengah
Semester
Dokumen data
hasil nilai
Ulangan Tengah Semester
4 Pengumpulan data awal
tentang persepsi terhadap pelajaran IPS dan metode
Siswa Wawancara Pengajuan
(55)
Kooperatif Tipe Time
Token Arends yang
dilaksanakan dalam
proses KBM
F. Instrumen Tes
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis yaitu:
1. Instrument Tes
Tes tertulis ini berupa tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest). Tes awal adalah tes yang dilaksanakan sebelum bahan pelajaran diberikan kepada peserta didik, karena itu butir-butir soalnya dibuat yang mudah-mudah. Sedangkan tes akhir (posttest) adalah bahan-bahan pelajaran yang tergolong penting, yang telah diajarkan kepada para peserta didik dan biasanya naskah tes akhir ini dibuat sama dengan naskah tes awal.
Tabel 3.4
Kisi-kisi Instrument Soal Pretest dan Posttest Kelas Semester : VII/Genap
Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial
KD Materi Pokok Indikator Soal Butir Soal
1. Mendeskripsikan perkembangan, masyarakat, kebudayaan, dan pemerintahan pada masa Kolonial
a. Proses
masuknya bangsa-bangsa Eropa ke Indonesia
a. Menguraikan proses masuknya bangsa-bangsa Eropa ke Indonesia
3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 20
(56)
Eropa b. Cara-cara yang digunakan bangsa Eropa untuk mencapai tujuannya
b. Mengidentifikasi cara-cara yang digunakan bangsa Eropa untuk mencapai tujuannya
1, 2, 10, 12, 18
c. Reaksi Bangsa Indonesia terhadap Bangsa Eropa; perlawanan terhadap Portugis, Spanyol dan VOC.
c. Mengidentifikasi reaksi bangsa Indonesia terhadap bangsa Eropa 11, 19 d. Mendeskripsikan perkembangan masyarakat, kebudayaan dan pemerintahan pada masa kolonial Eropa. d. Mendeskripsikan perkembangan kehidupan masyarakat, kebudayaan, dan pemerintahan pada masa kolonial Eropa
14, 15, 16
e. Membedakan perbedaan kehidupan pemerintahan sebelum dan sesudah masa kolonial Eropa 13, 17
(57)
2. Instrument Non Tes
Dalam instrument non tes yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Lembar observasi
Observasi merupakan alat pengumpulan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung.
Kegiatan tersebut bisa berkenaan dengan cara siswa belajar.7 Lembar
observasi proses kegiatan belajar mengajar yaitu untuk mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai aktivitas belajar siswa, aktivitas guru dan proses pembelajaran dengan menggunakan metode
pembelajaran kooperatif tipe Time Token Arends.
Tabel 3.5
LEMBAR OBSERVASI SISWA KELAS EKSPERIMEN
No Kegiatan Penilaian Keterangan
Kegiatan Awal Pembelajaran 5 4 3 2 1
1. Siswa mendengarkan penjelasan tentang kompetensi yang harus dicapai
Kegiatan Inti Pembelajaran
1. Siswa mengikuti proses belajar
mengajar dengan baik
2.
Siswa antusias dan aktif bertanya jika ada materi yang tidak diketahui
3. Siswa tertib dalam pembagian nomor kupon untuk menjawab pertanyaan.
7
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 207.
(58)
4. Siswa berani dalam menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru
5. Siswa yang lain memperhatikan
dengan penuh perhatian.
6.
Siswa aktif menjawab pertanyaan dengan tepat sesuai dengan waktu yang diberikan
Kegiatan Penutup
1. Siswa memberikan kesimpulan terhadap materi pembelajaran
2. Siswa mendengarkan penjelasan guru (refleksi)
Keterangan :
Beri tanda check list (√ ) pada nilai angka sesuai dengan hasil
pengamatan.
Penilaian Keterangan Pemaparan
5 Sangat Baik Intensitas ketertiban dan keaktifan
siswa sangat baik.
4 Baik Intensitas ketertiban dan keaktifan
siswa baik.
3 Sedang/Cukup Intensitas ketertiban dan keaktifan
(59)
2 Kurang Intensitas ketertiban dan keaktifan siswa kurang baik.
1 Sangat Kurang Intensitas ketertiban dan keaktifan
siswa sangat kurang.
b. Catatan Lapangan
Catatan lapangan digunakan untuk mengamati seluruh kegiatan dalam proses pembelajaran berlangsung. Berbagai hasil pengamatan tentang aspek pembelajaran di kelas, suasana kelas, pengelolaan kelas, interaksi guru dengan siswa dan aspek lainnya yang perlu dicatat.
c. Lembar Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui percakapan dan tanya jawab baik langsung maupun
tidak langsung dengan responden untuk mencapai tujuan tertentu.8
Wawancara tindakan dilakukan untuk mengetahui pengaruh
penggunaan Kooperatif Tipe Time Token Arends terhadap siswa.
Wawancara dilakukan kepada guru mata pelajaran dan siswa. Tabel 3.6
Kisi-kisi Pedoman Wawancara
Variabel No Aspek yang ditanyakan
Pembelajaran dengan
Metode Time Token
Arends
1 Bagaimana menurut pendapatmu tentang
pembelajaran yang telah diikuti ?
2 Apakah kalian senang belajar dengan
menggunakan Metode Pembelajaran
8
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan(Pendekatan Kuntitatif dan R&D), (Bandung: ALFABETA, 2010), h. 233.
(60)
Kooperatif tipe Time Token Arends ?
3 Apakah kalian merasa lebih aktif dan
berani dalam menjawab pertanyaan maupun mengemukakan pendapat ?
4 Apakah belajar dengan penerapan
Metode Pembelajaran Kooperatif tipe Time Token Arends membuatmu lebih mudah dalam memahami materi IPS ?
5 Apakah hasil belajarmu meningkat
setelah belajar dengan menerapkan
Metode Time Token Arends ?
6 Apa saran kalian terhadap pembelajaran
IPS Sejarah di kelas untuk kedepannya ?
G. Uji Coba Instrumen
Sebelum tes tersebut dijadikan sebagai instrument penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji coba kepada responden, yaitu orang-orang diluar sampel (subjek) yang telah ditetapkan. Tes uji coba tersebut dimaksudkan untuk mengetahui apakah instrument tersebut dapat memenuhi syarat validitas dan reabilitasnya atau tidak.
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrument. Suatu instrument yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrument
yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah.9
9
(61)
Mencari validitas dengan menggunakan rumus korelasi product moment yaitu:
= √ ] ] Keterangan:
: Angka indeks korelasi “r” product moment
: Number of Cases
: Jumlah hasil perkalian antara skor X dan skor Y
: Jumlah seluruh skor X
: Jumlah seluruh skor Y
Valid atau tidaknya butir soal dapat diketahui dengan
membandingkan dengan product moment dengan α = 0,05.
2. Uji Reabilitas
Reliabilitas adalah suatu instrument dapat dipercaya untuk digunakan
sebagai alat pengumpul data karena instrument tersebut sudah baik.10
Analisis reabilitas dilakukan untuk mengetahui apakah soal yang disusun dapat memberikan hasil yang tepat atau tidak. Hal ini berarti apabila soal dikenakan untuk sejumlah subjek yang sama dalam waktu tertentu, maka hasil akan tetap sama. Uji reliabilitas untuk soal penilaian ganda dilakukan menggunakan rumus Alpha Cronbach yaitu:
r11 = Keterangan :
= reliabilitas instrument
= banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
= jumlah varians skor tiap-tiap item
= varians total
10
(62)
Kriteria koefisien reabilitas adalah sebagai berikut:11
= 0,91 – 1,00 = sangat tinggi
= 0,71 – 0,90 = tinggi
= 0,41 – 0,70 = cukup
= 0,21 – 0,40 = rendah
= < 0,21 = sangat rendah
H. Taraf Kesukaran
Tingkat kesukaran (difficulty level) suatu butir soal didefinisikan
sebagai proporsi atau presentase subjek yang menjawab butir tes tertentu
dengan benar. 12 Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah
atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai
semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauan.13
Taraf kesukaran dihitung menggunakan rumus14 :
P =
P : Indeks kesukaran soal
B : Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar
JS : Jumlah seluruh siswa peserta tes
Kriteria indeks kesukaran:
0.00 – 0.15 = sangat sukar
0.15 – 0.30 = sukar
0.31 – 0.70 = Sedang
0.71 – 0.85 = mudah
11
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003) h. 102.
12
Harun Rasyid dan Mansur, Penilaian Hasil Belajar, (Bandung: Wacana Prima, 2009), h. 239.
13
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan , ( Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 207.
14
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
BIODATA PENULIS
Febriani Herlina, lahir di Jakarta 31 Januari 1993. Alamat rumah di Jalan Peta Barat, Rawalele Rt 007 / Rw 010 Blok A, Kalideres Jakarta Barat 11840. Anak bungsu dari 7 bersaudara. Mengawali jenjang pendidikan di TK Nurun Najah dan melanjutkan SDN Kalideres 05 Pagi lulus tahun 2005, setelah selesai melanjutkan ke SMPN 225 Jakarta lulus tahun 2008. Di tingkat SMP penulis aktif dalam kegiatan Pramuka dan Rohis. Kemudian penulis melanjutkan ke jenjang SMA di SMAN 95 Jakarta lulus tahun 2011. Di tingkat SMA penulis aktif dalam kegiatan Paskibra dan sering mengikuti perlombaan tingkat Provinsi. Setelah lulus SMA penulis melanjutkan ke jenjang Perguruan Tinggi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dan mengambil konsentrasi Program Studi Geografi. Pada masa kuliah penulis aktif dalam mengikuti seminar Nasional maupun diskusi umum.