PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DENGAN PENDEKATAN TEMATIK DALAM UPAYA PEMBINAAN SIKAP CINTA TANAH AIR : Di Sekolah Dasar Negeri Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat.

(1)

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN

KEWARGANEGARAAN DENGAN PENDEKATAN TEMATIK DALAM UPAYA PEMBINAAN SIKAP CINTA TANAH AIR

( Di Sekolah Dasar Negeri Kabupaten Sanggau

Kalimantan Barat )

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan

dalam Bidang Pendidikan Umum/Nilai

Promovendus SRI UTAMI NIM. 0809531

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN UMUM/NILAI SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

Halaman Pengesahan Disertasi

DISETUJUI DAN DISAHKAN PANITIA DISERTASI

Promotor

Prof. Dr. H. Endang Sumantri, M.Ed.

Ko-promotor

Prof. Dr. H. Nursid Sumaatmadja

Anggota

Prof. Dr. H. Idrus Affandi, SH.

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Pendidikan Umum/Nilai

Prof. Dr. H. Dasim Budimansyah, M.Si. NIP. 196203161988031003


(3)

PERNYATAAN

“Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul ”Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan dengan Pendekatan Pembelajaran

Tematik dalam Upaya Pembinaan Sikap Cinta Tanah Air ( Studi di Sekolah Dasar Negeri No.12 Kecamatan Entikong Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat)” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini”.

Bandung, ... Juli 2012 Yang membuat pernyataan,


(4)

ABSTRAK

Pengembangan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Dengan Pendekatan Tematik Dalam Upaya Pembinaan Sikap Cinta Tanah Air ( Di Sekolah Dasar Negeri Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat ).

Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah bagaimana mengembangkan pembelajaran PKn dengan pendekatan tematik sebagai upaya pembinaan sikap cinta tanah air peserta didik SDN 12 Entikong di daerah Perbatasan Indonesia-Malaysia. Tujuan penelitian ini adalah : memperoleh informasi mengenai program pembelajaran tematik yang dilaksanakan di sekolah dasar, mengetahui strategi pelaksanaan dan hasil pembelajaran tematik yang dilaksanakan, masalah-masalah yang ditemukan dalam pelaksanaan pembelajaran tematik sebagai upaya pembinaan sikap cinta tanah air serta mengetahui upaya dan langkah antisipasi untuk mengembangkan pembelajaran tematik guna pembinaan sikap cinta tanah air bagi peserta didik sekolah dasar.

Penelitian ini menggunakan metode deskriftip dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, telaah dokumen, dan tes. Salah satu model adaptif untuk meningkatkan kualitas serta cara menjadikan pembelajaran PKn yang penuh muatan nilai-nilai di kelas rendah SD menjadi lebih bermakna bagi peserta didik dengan menerapkan pendekatan tematik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : a). program pengembangan pembelajaran masih menggunakan kurikulum 1994, b). pengembangan rancangan pembelajaran yang sudah diperbaikai berdasarkan KTSP dengan pendekatan tematik sesuai Permendiknas No 41 tahun 2007, c). kendala yang dialami di sekolah dasar antara lain rendahnya sumber daya manusia ( guru) dalam merancang pembelajaran( belum mengintegrasikan dengan nilai-nilai cinta tanah air), mengembangkan materi dan menyiapkan media pembelajaran maupun rendahnya proses pembelajaran aktivitas peserta didik, d). perlu adanya upaya untuk meningkatan sumber daya manusia (guru) dalam rangka memenuhi tuntutan standar nasional pendidikan dengan menyelenggarakan pelatihan bagi guru secara berkelanjutan.

Pembelajaran sudah berlangsung dengan baik, namun belum memenuhi tuntutan KTSP maupun standar nasional pendidikan.


(5)

ABSTRACT

THE DEVELOPMENT OF CIVIC EDUCATION INSTRUCTIONAL WITH A THEMATIC APPROACH TO FOSTER THE PATRIOTISM

OF STUDENTS

( A Study on A Public Elementary School of Sanggau District, West Kalimantan )

The main research problem is how to develop and apply a thematic approach to teaching civics as construction effort un patriotic attitude of Elementary School 12 students in the border area of Entikong. The purpose of this study were : Obtain information on thematic learning program implemented in elementary school, implementation strategy and thematic learning outcames conductedin, the problems found in the implementation of the thematic learning as construction effort patriotic attitude in primary, the effort end the anticipation for developing thematic learning system for fostering patriotc stancefor elementary school student.

The study made of qualitative methods. Data were collected through observation, interview, literature review, and test. An adaptive of civic education is thematic approach that enables the students learn values in lower elementary classes and makes their learning process more meaningful.

The results of this study show that: a). learning development program is still using the 1994 curriculum, b). lesson plan development that has repaired based KTSP with corresponding thematic approach Decree No. 41 of 2007, c). Constraints experienced in elementary school include lack of teachers in designing learning tbsp (not integrating the values of patriotism), develop and prepare instructional media materials and low learning activities of students, d). should the effort to improve in order to meet the demands tablespoons national standards by conducting ongoing training for teachers.

Learning has been going well, but has yet to meet the demands of curriculum and national education standards.

Keyword: civic education teaching, patriotism, thematic approach.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN PENGESAHAN

PERNYATAAN i

ABSTRAK ii

ABSTRACT iii

MOTTO iv

KATA PENGANTAR v

PENGHARGAAN DAN UCAPAN TERIMA KASIH vi

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR BAGAN xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 2

B. Rumusan Masalah 21

C. Tujuan Penelitian 24

D. Manfaat Penelitian 25

BAB II PEMBINAAN SIKAP CINTA TANAH AIR MELALUI PEMBELAJARAN TEMATIK UNTUK PESERTA DIDIK SEKOLAH DASAR

28

A. PembelajaranTematik 28

B. Pembelajaran PKn dengan Pendekatan Tematik di Sekolah Dasar

52

C. Pengembangan Kurikulum PKn Berdasarkan KTSP 57

D. Konsep dan Sikap Cinta Tanah Air 65

E. Nasionalisme, Kebangsaan dan Cinta Tanah Air 70


(7)

G. Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia 82 H. Karakteriastik Peserta Didik Sekolah Dasar 89

I. Penelitian yang Relevan 91

J. Paradigma Penelitian 96

BAB III METODE PENELITIAN 97

A. Lokasi dan Subyek Populasi/Sampel Penelitian 97

B. Desain Penelitian 103

C. Definisi Operasional 110

D. Instrumen Penelitian 111

E. Teknik Pengumpulan Data 116

F. Analisis Data 119

BAB 1V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 120

A.Kondisi Objektif Pembelajaran di SD 120

1. Kurikulum SDN 12 Entikong 121

2. RPP SDN 12 Entikong 122

B.Deskripsi Hasil Penelitain

1. Program Pengembangan Pembelajaran Tematik SD untuk Pembinaan Cinta Tanah Air

124

2. Strategi Pelaksanaan dan Hasil Pengembangan Konsep Pembelajaran Tematik SD untuk Pembinaan Cinta Tanah Air

128

3. Masalah yang dihadapi guru dalam pelaksanaan Pembelajaran Tematik

137

4. Upaya dan langkah kedepan pengembangan konsep Pembelajaran Tematik

138

C.Interpretasi 139

1. Hasil Belajar Peserta Didik 139


(8)

Didik

D.Pembahasan Hasil Penelitian 142

1. Analisis Teori 142

2. Analisis Empiris Praktis 182

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 186

A. Kesimpulan 186

komen B. Rekomendasi 187

DAFTAR PUSTAKA 189


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel

2.1 Tahapan Pembelajaran Tematik 49

2.2. Perbedaan Pembelajaran Tematik dan Pembelajaran Konvensional

57

2.3. Tahapan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ) 63

2.4 Aspek Cinta tanah Air 68

3.1. Keadaan Siswa SDN No. 12 Entikong Berdasarkan Kelas dan Rombongan Belajar

99

3.2. Kualifikasi Pendidikan, Status, Jenis Kelamin, dan Jumlah Guru Di SDN No.12 Entikong

100

3.3. Pekerjaan Orang Tua/WaliMurid SDN No.12 Entikong 101 3.4. Agama yang dianut Murid SDN No.12 Entikong 101

3.5. Pelaksanaan Pengumpulan Data 109

3.6. Rancangan Pembelajaran Tematik Model Webbed 112 3.7. Kisi- kisi Instrumen Penelitian Pengembangan Model

Pembelajaran Tematik

114

4.1. Kurikulum SD Negeri 12 Entikong 121

4.2 RPP SDN 12 Entikong 123

4.3. RPP Tematik Pertemuan I 125

4.4. RPP Tematik Pertemuan II 126

4.5 RPP Tematik Pertemuan III 127

4.6. Hasil Observasi Pembelajaran Tematik oleh Guru Kelas II A 129 4.7. Hasil Observasi Pembelajaran Tematik oleh Guru Kelas II B 131


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar

2.1. Pengembangan Tema ( Alwasilah, dkk, 1998). 36 2.2. Rentang pendekatan integratif ( Jacob, 1989) danForgaty,1991) 37 2.3. Model-model Pembelajaran Terpadu (Robin Forgaty,1991) 39 2.4. Skema Jaring Laba-laba untuk Kurikulum Terpadu

(A Beane ,1997:95)

47

2.5. Rancangan Kurikulum Terpadu (A. Beane, 1997:96) 48 2.6. Konsep Keterhubungan antara beberapa mata pelajaran dalam

Pembelajaran Tematik (Carbonneau, 1995 )

54

3.1 SDN 12 Entikong 97

3.2 Lintas Batas Indonesia-Malaysia 98

4.1. Grafik Hasil Pembelajaran Tematik Peserta Didik SDN 12 Entikong

133

4.2. Grafik pengamatan aspek Cinta Tanah Air ( kelas IIA ) 135 4.3 Grafik pengamatan aspek Cinta Tanah Air ( kelas IIB ) 136 4.4. Guru memberikan instruksi dan motivasi kepada siswa untuk

bernyanyi Cik-Cik Periuk (lagu daerah)

156

4.5. Peserta didik sedang berdiskusi mengerjakan soal latihan 160 4.6. Peserta didik bernyanyi dalam pembelajaran PKn

( mereka senang dan gembira )


(11)

DAFTAR BAGAN

Halaman Bagan

2.1. Contoh Kerangka Model Pembelajaran Tematik 52 2.2. Paradigma Penelitian Model Pembelajaran Tematik 96

3.1 Tahapan Penelitian 104


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran

1. Pedoman Wawancara Kepala Sekolah 198

2. Pedoman Wawancara Guru Kelas II 199

3. Pedoman Wawancara Peserta didik 200

4. Instrumen Aspek Pembelajaran Tematik 201

5. Instrumen Aspek Sikap Cinta Tanah Air 202

6. Perencanaan Pembelajaran Tematik di SD 12 Entikong 203

7. Kegiatan Pembelajaran Tematik dalam RPP 207

8. Silabus Tematik dalam PKn 208

9. Model RPP SDN 12 Entikong 209

10. Ulangan Harian Kelas I 232

11 Silabus RPP Tematik 244

12. RPP Tematik (RPP I) 247

13. RPP Tematik ( RPP II) 256

14. RPP Tematik (RPP III) 266

15 Hasil Wawancara dengan Kepala Sekolah 278

16 Hasil Wawancara dengan guru kelas II A 280

17 Hasil Wawancara dengan guru kelas II B 282

18. Hasil Wawancara dengan peserta didik 284

19. Lagu Wajib Nasional, Lagu Daerah dan Lagu Anak 285 20. Nilai Pembelajaran Tematik Kelas II A SDN 12 Entikong 290 21. Nilai Pembelajaran Tematik Kelas II B SDN 12 Entikong 291 22. Hasil Pengamatan Terhadap Indikator Sikap Cinta Tanah Air

dalam Pembelajaran Tematik ( Kelas IIA)

292

23. Hasil Pengamatan Terhadap Indikator Sikap Cinta Tanah Air dalam Pembelajaran Tematik ( Kelas IIB)

293

24 Peta Entikong Kabupaten Sanggau 294


(13)

26. Rekomendasi Kemendiknas Kabupaten Sanggau 27. SK Pembimbing


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

Semakin maju dan berkembangnya informasi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi akan membawa perubahan yang mengarah kepada gejala kehidupan saat ini yang cenderung mengikis nilai-nilai luhur bangsa. Seperti persatuan dan kesatuan bangsa, norma-norma, hak asasi, harga diri sebagai warga masyarakat, dan pengamalan nilai-nilai Pancasila secara keseluruhan dalam kehidupan sehari-hari. Membawa banyak perubahan dan hal-hal baru yang dapat menjadi sebuah informasi mendasar dalam mewujudkan pendidikan untuk anak bangsa khususnya di daerah perbatasan, juga untuk masyarakat pada umumnya agar tetap mempunyai nilai-nilai semangat cinta terhadap tanah airnya. Perubahan- perubahan yang terjadi tidak hanya berkaitan dengan perubahan fisik sebagai implementasi dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, akan tetapi juga menyentuh perubahan aspek nilai dan moral dalam kehidupan masyarakat.

Untuk pengembangan informasi lebih lanjut, penelitian ini berusaha memaparkan tentang pembinaan dan peningkatan sikap cinta tanah air bagi peserta didik sekolah dasar melalui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan menggunakan pendekatan tematik. Secara garis besar pada bagian ini akan diuraikan hal-hal sebagai berikut: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitain dan lokasi penelitian.


(15)

A. Latar Belakang Masalah

Mencermati dan mengamati perkembangan pendidikan di daerah perbatasan Indonesia- Malaysia yang sarat dengan kehidupan masyarakatnya yang komplek akan menjadi sangat menarik. Kenyataan yang dihadapi pada saat ini adalah sebagai dampak globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi yang tidak disertai pembinaan nilai-nilai moral dapat menjurus kepada terjadinya dehumanisasi.

Dengan adanya perubahan globalisasi pada masa sekarang ini, dikhawatirkan akan membawa terjadinya degradasi moral yang menyebabkan menurunnya nilai kebanggaan, berbangsa dan bernegara dikalangan generasi muda. Hal paling utama yang perlu ditekankan untuk pendidikan di wilayah perbatasan adalah menumbuhkan semangat jiwa patriotisme pada peserta didik agar tumbuh rasa cinta dan bangga terhadap tanah air Indonesia Rendahnya mutu pendidikan tidak hanya disebabkan oleh kelemahan dalam membekali kemampuan akademis, tetapi juga kurangnya kesadaran moral. Ada kecenderungan makna pendidikan yang sarat dengan nilai, moral, dan norma bergeser pada pemaknaan pengajaran yang berorientasi pada transfer pengetahuan.

Daerah perbatasan Indonesia-Malaysia sangat rawan terhadap timbulnya konflik kebangsaan yang berpengaruh kepada kehidupan sosial masyarakat Indonesia yang tinggal di daerah perbatasan terutama dalam hal cinta kepada tanah air. Kehidupan sosial akan berpengaruh kepada dimensi sosial individu baik dari anak-anak sampai tingkat dewasa. Anak pada usia sekolah dasar


(16)

merupakan usia yang rentan terhadap perubahan dan dinamika sosial di daerah perbatasan sehingga perlu adanya mata pelajaran di sekolah (PKn) yang dapat diterapkan untuk kelas rendah (1,2 dan 3) yang mudah diterima dan dimengerti bagi peserta didik sebagai bentuk antisipasi masuknya pengaruh lingkungan yang berasal dari negara lain yang dapat menyebabkan rasa cinta tanah air akan berkurang bahkan cenderung mulai memudar akhirnya hilang.

Tidak bisa dipungkiri adanya kesenjangan wilayah yang terjadi di perbatasan Indonesia- Malaysia membawa dampak yang tidak baik bagi para guru yang mengajar di sekolah dasar karena keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki, selain memang minimnya kapasitas sumber daya manusia. Hal ini akan membawa dampak negatif terutama dalam proses pengajaran yang cenderung kepada proses pembelajaran yang apa adanya dan tidak mampu untuk membawa peserta didik kepada perubahan nilai moral yang lebih baik.

Perubahan nilai moral yang baik dari peserta didik tentunya akan diperoleh dari guru yang telah menerapkan dan melaksanakan nilai moral kepada peserta didik. Guru sebagai teladan bagi peserta didik masih kurang memberikan pengajaran nilai nasionalisme sehingga dikhawatirkan peserta didik akan kurang memiliki rasa cinta terhadap tanah air.

Pendidikan di kawasan perbatasan Indonesia - Malaysia dapat dilakukan dengan mengembangkan sebuah pembelajaran dan pengajaran yang dapat diterima sekaligus diterapkan pada tingkat pendidikan dasar. Sekolah dasar khususnya di kelas rendah (kelas satu, dua dan tiga) sebagai salah satu ujung tombak penanaman nilai-moral.


(17)

Guru sebagai bagian dari pembudayaan nilai mempunyai tanggungjawab yang besar dalam menyampaikan perubahan-perubahan nilai yang ada di dalam kehidupan sosial. Dengan adanya tanggap terhadap perubahan nilai budaya akan membantu para peserta didik untuk menjadi lebih mampu bertindak sesuai dengan kepribadian dan jati dirinya sebagai anak Indonesia. Cara yang mudah diterima dan dapat diterapkan dalam kehidupannya baik secara individu maupun sosial.

Pembelajaran tematik yang lebih bervariasi dan interaktif untuk dikembangkan oleh para guru kelas rendah, sehingga peserta didik dapat lebih mudah mengaplikasikan limu pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya di sekolah dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan mengembangkan, memvalidasi hasil-hasil dan meningkatkan praktik pendidikan di sekolah dasar dalam penelitian ini dilaksanakan melalui kegiatan keterampilan berbahasa dengan baik dan benar, bernyanyi, bekerjasama, menulis, membaca, berhitung, dan sebagainya.

Pengembangan pembelajaran PKn dengan pendekatan tematik dimaksudkan sebagai upaya pemberdayaan untuk menemukan keterampilan baru yang dapat dijadikan sebagai sumber pembelajaran baru bagi guru dalam mengajarkan bidang studi PKn di sekolah dasar khususnya di SDN 12 Entikong. Pengembangan pembelajaran PKn dengan pendekatan tematik yang berbasis nilai diharapkan akan membentuk watak, karakter, dan kepribadian peserta didik dalam upaya pembinaan semangat cinta tanah air di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia.


(18)

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di SDN 12 Entikong masih ditemukan kendala dalam aktivitas pembelajaran yang dilakukan oleh para guru. Guru belum konsisten dan komitmen dari waktu ke waktu dalam melaksanakan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) seperti yang telah ditetapkan oleh Badan Standar nasional Pendidikan (BNSP) bahwa untuk pembelajaran dikelas rendah dengan menggunakan pendekatan tematik.

Sistem pembelajaran yang disampaikan oleh guru masih kurang efektif untuk membangun peserta didik memiliki akhlak mulia dan karakter bangsa. Guru masih mengajar secara konvensional sehingga nilai-nilai yang diajarkan dalam setiap mata pelajaran masih terpisah dan belum diintegrasikan secara menyeluruh. Peserta didik hanya menerima apa yang telah diperoleh dan berpikir secara kognitif. Dengan adanya pembelajaran tematik akan memberikan perubahan bagi guru dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapi guru, serta untuk meningkatkan kinerja guru dalam bentuk praktik di sekolah.

Sebagai ujung tombak yang berada pada barisan terdepan dalam pendidikan di sekolah sangat banyak tuntutan yang harus dilakukan oleh guru dengan segala konsekuensi dan kompetensinya. Seperti halnya : guru harus mampu menanamkan pendidikan moral yang mengintegrasikan muatan agama, budi pekerti, kebanggaan sebagai warga negara, peduli kebersihan, peduli lingkungan, dan peduli ketertiban dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah.

Guru sebagai teladan di kelas harus mempunyai perilaku yang baik.karena guru sangat mempengaruhi perilaku nilai dan karakter peserta didik . Pendapat ini dinyatakan oleh Lickona (1991 : 71 ) sebagai berikut :


(19)

”Teacher have the power to affect the values and characterof the young in at least three ways : 1. Teachers can serve as affective caregivers-loving and respecting their student, helping them succed in school, building their self – esteem, and enabling them to experience what morality is by having the techer treat them in moral a way; 2.Teacher can serve as model-ethical person who demonstrate a high level respect and responsibility both side and otside the classroom. Teachers can also model moral concern and moral reasoning by their reaction to morally significant events in the life of the school and in the world at large; 3. Teacher can serve as ethical mentors-providing moral instruction and guidance through explanation, classrom disscussion, storytelling, personal encouragement, and corrective feedback whwn student hurts others or themselves.”

Guru dalam mengajar di kelas harus berfungsi sebagai pengasuh, model (pemberi teladan atau contoh) dan mentor. Guru sebagai pengasuh harus bisa mencintai dan menghargai peserta didik, menolong peserta didik agar mampu dan berhasil di sekolah, mengembangkan kesadaran akan harga diri mereka sendiri dan memperlakukan peserta didiknya secara bermoral sehingga mereka dapat mengalami apa yang dimaksud dengan moralitas. Guru sebagai teladan atau model yang beretika harus mampu menunjukkan perilakunya rasa hormat dan tanggung jawab yang tinggi baik di dalam maupun di luar kelas. Guru dapat memberi teladan dengan memberikan perhatian pada moralitas dan memberikan penalaran moral melalui reaksi-reaksinya terhadap kejadian-kejadian sosial yang secara moral bermakna dalam kehidupan sekolah dan kehidupan secara luas.

Guru berperan sebagai mentor harus mampu menyelenggarakan pembelajaran dan bimbingan melelui penjelasan, diskusi kelas, bercerita, pemberian dorongan serta memberikan respon yang berupa koreksi jika melukai perasaan teman-teman mereka atau perasaan guru. Dalam proses pembelajaran guru dapat mengatur kegiatan belajar dalam suatu pola interaksi sosial agar dapat


(20)

menumbuhkan penalaran moral peserta didik. Menurut Reimer et.al (1983) dalam Zuchdi (1998:58) cara-cara yang dapat dilakukan antara lain : pengembangan kesadaran moral, seni bertanya, dan menciptakan suasana kelas yang kondusif untuk perkembangan moral.

Guru dalam menerapkan suatu tema pembelajaran dapat menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sehingga memberikan contoh dan teladan yang baik bagi peserta didik untuk memberikan pemahaman mengenai rasa bangga dan cinta terhadap tanah air. Karena tidak mustahil di wilayah atau daerah perbatasan, bahasa yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari peserta didik telah terakulturasi dengan budaya dan bahasa Malaysia, sehingga bahasa yang dipakai di sekolah juga tercampur dengan bahasa Malaysia. Atau peserta didik kadangkala masih menggunakan bahasa daerah yang menjadi bahasa keseharian peserta didik di lingkungan rumahnya. Hal ini dijumpai ketika terjadi dialog antara guru dan peserta didik, cenderung senang berbahasa daerah dan kurang mengerti bahasa Indonesia. Ada juga peserta didik yang mengisi atau menyelesaikan tugas sekolah dengan menggunakan bahasa daerah.

Peranan guru menjadi sangat penting sebagai agen pembawa informasi dengan menyampaikan informasi yang baik dan benar dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal ini senada dengan pendapat yang disampaikan oleh Stonewater,1980 (Zuchdi, 1998:191) yang menyatakan bahwa peranan guru dalam pembelajaran adalah sebagai perencana proses, konsultan, fasilitator dan pengontrol kualitas.


(21)

Namun perlu disadari bahwa guru adalah manusia biasa yang mempunyai kekurangan/kelemahan, meskipun secara formal untuk menjadi seorang guru harus memenuhi persyaratan sebagai seorang guru ( Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ). Sudah banyak panduan yang dapat dimanfaatkan oleh guru dalam melaksanakan tugasnya, apakah untuk proses pembelajaran, pengembangan kurikulum /materi ajar, pendidikan nilai/karakter, pembelajaran kontekstual, pembelajaran konstruktivis, pendidikan moral, dan lain-lain.

Agar pembelajaran yang terjadi di kelas berjalan secara kondusif maka perlu adanya pergeseran paradigma dari pembelajaran yang berorientasi pada bagaimana guru mengajar menuju pembelajaran yang berorientasi pada bagaimana siswa dapat melakukan serangkaian kegiatan belajar (learning activity). Melalui pembelajaran ini peserta didik lebih ditekankan pada pelakonan diri, pelatihan dan praktik dalam mengkaji mata pelajaran PKn yang bermuatan nilai-nilai luhur. Agar peserta didik dapat tumbuh dan berkembang kemampuannya maka selama proses pembelajaran baik dengan pelakonan, pelatihan dan praktik, perlu diupayakan kondisi yang kondusif, menantang, terbuka, menyenangkan, demokratis dan kooperatif.

Secara yuridis konstitusional, hal ini juga termuat dalam pasal 3 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, nomor 20 tahun 2003 ( 2003:5) yang mengatakan bahwa: tujuan pendidikan nasional diarahkan untuk membina kepribadian anak dan membawa subjek didik untuk mengembangkan seluruh potensi dan nilai di dalam dirinya, agar mampu menunaikan kewajiban hidupnya,


(22)

baik sebagai makhluk individu maupun sosial, menjadi manusia beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia sebagai warga negara serta bertanggung jawab. Oleh karena itu misi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah membawa misi pendidikan moral kebangsaan, yaitu membentuk warga negara Indonesia yang cerdas, demokratis dan berakhlak mulia, yang secara konsisten melestarikan dan mengembangkan cita-cita demokrasi dan membangun karakter bangsa (Depdiknas, 2000). Misi Pendidikan Kewarganegaraan tersebut memiliki posisi yang strategis dalam pendidikan nasional, walaupun istilah pendidikan moral belum terdefinisikan secara jelas dalam kurikulum pendidikan formal. Sedangkan visi Pendidikan Kewarganegaraan adalah mewujudkan proses pendidikan yang terarah pada pengembangan kemampuan individu, sehingga menjadi warga negara yang cerdas, partisipatif dan bertanggung jawab.

Dalam Pasal 1 ayat (17) Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Yungto Pasal 1 Ayat (1) PP No. 19 tahun 2005 dinyatakan bahwa lingkup dari Standar Nasional Pendidikan meliputi 8 standar yaitu: (1) standar isi, (2) standar proses, (3) standar kompetensi lulusan, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, (7) standar pembiayaan, dan (8) standar penilaian.

Berdasarkan Standar Nasional pendidikan maka untuk mengembangkan pembelajaran tematik yang dapat diintegrasikan kedalam mata pelajaran PKn dalam rangka pembinaan sikap cinta tanah air maka perlu adanya program yang dapat mendukung terciptanya pembelajaran di sekolah dasar antara lain dalam standar isi,


(23)

yaitu kurikulum,, silabus dan RPP. Selain itu tandar proses yaitu dalam kegiatan proses pembelajaran, guru sebagai sumber daya manusia, sarana dan prasarana pendukung kegiatan belajar, serta asesmen/penilaian.

Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan yang diarahkan untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil dan berkarakter yang baik, serta setia kepada bangsa dan negara, sekaligus menjadi pengikat untuk menyatukan visi peserta didik yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa tentang budaya kebersamaan demi persatuan dan kesatuan bangsa ( Depdiknas, 2003 ). Oleh karena itu Pendidikan Kewarganegaraan harus memiliki sifat dinamis dan mampu menarik perhatian serta memberikan sesuatu yang bermakna dalam pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan intelektual dan kepribadian peserta didik.

Dengan pembelajaran yang bermakna, peserta didik diharapkan dapat mengembangkan dan menerapkan keterampilan intelektual, sehingga menghasilkan pemahaman tentang arti berbangsa dan bernegara, berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan penyelenggaraan organisasi yang baik serta berbagai kegiatan yang terkait dengan kepentingan publik.

Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pembawa misi pendidikan moral di Indonesia yang mengarah kepada karakter manusia Indonesia yang bersifat afektif dan bermuatan nilai, yaitu ketaqwaan, budi pekerti, kepribadian, semangat kebangsaan dan cinta tanah air.

Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kegiatan yang melibatkan masyarakat, pemerintah menunjukkan perhatian dan kepeduliannya terhadap upaya pembinaan


(24)

moral. Seperti demo anti korupsi, kolusi dan nepotisme, menentang pengrusakan lingkungan, menentang kekerasan dalam rumah tangga, memberantas peredaran narkoba, dan sebagainya. Itulah sebabnya dalam konteks pendidikan formal diperlukan dua sisi muatan kurikulum yang dapat mewariskan nilai-nilai luhur yang terdapat dalam Pancasila dan ajaran agama.

Mulyana (2004) mengatakan bahwa dalam kurikulum pendidikan formal, pendidikan moral di Indonesia diwakili oleh mata pelajaran agama yang mengajarkan moral keagamaan dan Pendidikan Kewarganegaraan yang mengajarkan moral kebangsaan yang terdapat dalam nilai-nilai luhur Pancasila. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 ( pasal 37 ) memuat tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan. . Nilai, moral dan norma adalah esensi yang terdapat di dalamnya dan harus menjadi komitmen dari setiap tindakan pendidikan yang dilakukan dalam pembelajaran.

Oleh sebab itu akan menjadi ironis apabila proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan atau Pendidikan Agama tidak menggunakan strategi pembelajaran yang secara khusus memfasilitasi peserta didik untuk belajar berpartisipasi, menimbang, memilih, dan memutuskan nilai secara kritis dan kreatif. Gaya belajar berpartisipasi mempunyai pengaruh yang positif pada nilai kewarganegaraan peserta didik, termasuk meningkatkan daya tarik, motivasi dan karakter peserta didik. Persoalan yang dihadapi saat ini adalah kedua mata


(25)

pelajaran itu masih sering tergoda oleh kebiasaan pembelajaran yang menempatkan peserta didik bersikap pasif dan berorientasi kognitif.

Kenyataan ini dapat berdampak langsung terhadap pembentukan kepribadian peserta didik. Terabaikannya sistem nilai yang semestinya menyertai proses pembelajaran dapat mengakibatkan ketimpangan intelektual dan emosional yang pada gilirannya akan melahirkan sosok pribadi yang kurang peduli terhadap lingkungan ( Mulyana, 2004).

Misi pendidikan moral adalah membangun masyarakat yang manusiawi dengan mengangkat harkat dan martabat, bahwa sebagai pendidikan nilai, Pendidikan Kewargnegaraan diharapkan menanamkan dan menginformasikan nilai, moral dan norma yang dianggap baik oleh bangsa dan negara kepada diri peserta didik, sehingga mendukung bagi upaya pembentukan karakter bangsa (nation and characterbuilding ).

Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan memiliki karakteristik memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter seperti yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 ( KBK, 2004; KTSP 2006:271 ). Hal ini dilandasi oleh prinsip bahwa manusia harus menjadi tujuan pembangunan.

Pembangunan terarah pada manusia dapat terwujud dengan baik apabila manusia Indonesia dapat memahami pentingnya nilai –nilai moral. Nilai moral sebagaimana yang dikemukakkan oleh Suseno (1996) antara lain : (1) menghormati hak azasi manusia agar tetap berperikemanusiaan dan beradab, (2)


(26)

harus demokratis, melibatkan masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan, dan (3) berkeadilan sosial, demi kesejahteraan dan martabat manusia. Misi pendidikan moral dalam Pendidikan Kewarganegaraan terungkap dalam ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi aspek: 1)Persatuan dan kesatuan bangsa, 2) norma, hukum, dan peraturan, 3) hak azasi manusia, 4) kebutuhan warga negara, 5) konstitusi negara, 6) kekuasaan dan politik, 7) Pancasila, 8) globalisasi ( Depdiknas, 2006:271).

Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah (1) membina peserta didik agar menjadi warga negara yang baik, partisipatif dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan, (2) berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta anti korupsi, (3) berkembang secara positif dan berjiwa demokratis berdasarkan karakter masyarakat Indonesia dengan tujuan dapat hidup bersama dan berinteraksi dengan bangsa lain.

Dalam kaitannya dengan tugas dan tanggung jawab guru dalam mencapai tujuan pendidikan nasional di sekolah, ada hal yang perlu dipertanyakan yaitu sudah seberapa jauhkah guru sebagai pendidik sudah berprakarsa dan berkreasi menggunakan cara-cara mendidik yang baik sehingga peserta didik tidak hanya memperoleh kemanfaatan yang bersifat kognitif belaka. Dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) acapkali guru menggunakan metode atau strategi maupun pendekatan yang sama dengan yang digunakan pada mata pelajaran yan lainnya. Padahal mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai kedudukan dan ciri khas, yaitu adanya pertimbangan berdasarkan


(27)

nalar dan kepedulian bukan hanya untuk diketahui oleh peserta didik, melainkan harus dijalankan dalam upaya membina warga negara yang baik dan cinta tanah air.

Oleh karena itu prakarsa dan kreativitas guru untuk menemukan dan mengembangkan berbagai metode, strategi dan pendekatan pembelajaran hingga mampu menciptakan situasi belajar yang menyenangkan dan bermakna dalam memecahkan berbagai permasalahan merupakan salah satu hal menentukan keberhasilan pelaksanaan pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah, khususnya dalam aspek membina cinta tanah air.

Makna pendidikan yang sarat dengan muatan nilai, moral dan norma bergeser pada pemaknaan yang bersifat transfer pengetahuan, jika hanya diberikan melalui metode ceramah. Lebih ironis lagi fenomena itu terjadi pada mata pelajaran yang berlabelkan agama dan Pendidikan Kewarganegaraan yang jelas berisi muatan nilai, moral dan norma. Tampaknya tidak sulit untuk ditemukan bahwa pada kedua mata pelajaran tersebut, pengukuran aspek kognitif berlangsung seperti pada mata pelajaran yang lainnya (Mulyana, 2004).

Di sisi lain, sekolah sebagai institusi pendidikan memiliki peranan penting dalam rangka pembinaan sikap cinta tanah air dan kepribadian peserta didik. Hal ini dapat diamati dari adanya pengaruh isi pelajaran yang diajarkan melalui penyajian formal yang ditetapkan dalam kurikulum. Adanya pengaruh dari bagaimana cara guru mengajar dan pengaruh dari guru sebagai pribadi, baik melalui hubungan pribadi dengan peserta didik maupun sebagai teladan atau ” model” pencari ilmu, pencari kebenaran. Dengan demikian metode, strategi dan


(28)

pendekatan pembelajaran dalam Pendidikan Kewarganegaraan dirasakan sebagai suatu yang penting dan mendesak. Berbagai model pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan cara menyampaikan bahan pembelajaran yang bertumpu pada nilai-nilai luhur Pancasila, supaya dapat membantu peserta didik aktif menangkap, mengalami dan menghayati nilai-nilai luhur tersebut. Melalui pembelajaran tematik dimaksudkan agar proses pembelajaran dapat menanamkan, menggali, dan mengungkapkan nilai-nilai tertentu serta mampu memecahkan berbagai masalah yang sulit.

Pembelajaran merupakan salah satu strategi pembaharuan paradigma pendidikan yang menuntut para pendidik khususnya pengembang kurikulum dan guru agar dalam melaksanakan tugas perannya selalu memperhitungkan keseluruhan komponen belajar dalam kaitannya terhadap subjek dan objek didik. Dalam realitas kehidupan formal maupun non formal sekarang, makna dan isi pesan pembelajaran hampir sepenuhnya diabaikan. Dalam pedoman kurikulum dan petunjuk pelaksanaan dalam forum pelatihan dan penataran sering diangkat, namun tidak pernah dioperasionalkan. Secara operasionalnya para guru pelaksana pembelajaran masih banyak konservatif tradisional.

Faktor penyebabnya di samping kekurangan pemahaman tentang hakikat pedagogik pembelajaran juga karena berbagai faktor riil, antara lain: (a)saratnya muatan kurikulum, baik jumlah mata pelajaran maupun muatan materi, (b) jumlah jam pelajaran dan jam sekolah yang kurang memadai dibandingkan dengan muatan kurikulum termasuk cara penilaian, (c) adanya salah penempatan guru saat


(29)

penugasan, (d) minimnya sarana pendukung pelaksanaan kurikulum, dan lain sebagainya. Gejala yang tampak dilapangan adalah :

1. Pembelajaran bersifat parsial maksudnya: (a) para pelaksana/guru kurang memaknai keharusan kurikulum secara lebih dalam seperti mengkaji jenis jumlah konsep/dalil/norma dan isi pesan yang tersirat dalam kalimat tersebut, karena keterbatasan pengetahuan dan ketaatan seperti apa adanya; (b) kajian dan pengembangan substansi/materi pelajaran bersifat mono disipliner sebatas bidang pelajaran yang bersangkutan tanpa berupaya mengkaitkan dan mengembangkan secara multi/interdisipliner sebagaimana karakteristik mata pelajaran tersebut. Akibat program dan proses pembelajaran sepenuhnya bersifat struktural mono disipliner, mereka lupa visi, misi dan karakter riil kehidupan bersifat multi/ inter disipliner dan terpadu; (c) bersifat keilmuan steril dari realita kehidupan yang ada pada peserta didik dan lingkungannya, padahal dalil sekarang ini bukan hanya ilmu untuk ilmu tetapi ilmu untuk kehidupan, berarti program pembelajaran tidak bersifat kontekstual. Akibatnya mereka canggung dan asing terhadap realitas kehidupannya; (d) bersifat kognitif rendah, dimana seluruh komponen pembelajaran (materi, metode, media dan sumber belajar serta evaluasi) hanya membelajarkan potensi kognitif dan daya hafal serta pemahaman.

2. Pembelajaran tidak berpusat pada peserta didik (student centered), maksudnya adalah: (a) peserta didik dianggap sebagai objek pasif yang tidak utuh yang harus menerima segala hal yang disampaikan oleh guru. Sejak perancangan pembelajaran peserta didik tidak diperhitungkan sebagai subyek


(30)

dan objek didik yang potensial, terbatas pada hidup dalam multi lingkungan dan aspek kehidupan serta sebagai insan pewaris budaya; (b) dalam pembelajaran dan operasionalisasi kurikulum cenderung bersifat guru centris, apa yang menurut guru baik dan seharusnya dibelajarkan tanpa memperhitungkan kemanfaatan serta kemampuan peserta didik. Hal tersebut menggambarkan bahwa guru sebagai tokoh maha tahu dan maha penentu sehingga menempatkan peserta didik sebagai objek semata. Dalam azas pembelajaran, guru sebagai salah satu media, sumber pembelajaran yang peranannya melayani/memberi fasilitas untuk kemudahan, kelancaran dan keberhasilan belajar; (c) rancangan pembelajaran hanya mengacu dan mengopersionalkan pokok materi pelajaran yang diharuskan dalam kurikulum atau buku, tanpa banyak rekayasa yang bersifat kontekstual-multi disipliner dan multi dimensional. Orientasi seperti ini menyebabkan apa yang dipelajari peserta didik berbeda dengan realita kehidupan lingkungannya dan bahkan sering tidak ada manfaatnya bagi peserta didik maupun lingkungan kehidupannya; (d) peserta didik dipacu untuk menghafal apa yang diberikan guru/buku, nilai ulangan bersifat kognitif menjadi target tagihan dan yang dilupakan guru adalah bahwa materi pelajaran bersifat temporal, dapat berubah kapan saja; (e) waktu pembelajaran terbatas sebanyak ditetapkan dalam kurikulum dan selama jam pelajaran di kelas saja, sedangkan rekayasa membelajarkan peserta didik secara kreatif dan produktif di dalam jam pelajaran dan di luar sekolah sangat sedikit.


(31)

3. Dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi, peserta didik dan seluruh warga negara Indonesia belajar tentang nasionalisme mulai dari PSPB, PMP, P4, PPKn dan PKn. Namun demikian, gagasan-gagasan nasionalisme yang kini berkembang adalah gagasan yang belum sesuai dengan isi Pancasila sebagai landasan, idiologi, falsafah bangsa dan negara ini. Sepeti yang terjadi sekarang, terdapat warga negara, masyarakat antar sesama, tetangga terjadi tawuran, perkelahian antar pelajar/mahasiswa antar sekolah, antar kampus. Kalangan tertentu yang menebang hutan, merusak lingkungan, produk makanan dengan bahan terlarang/tidak halal untuk mencari keuntungan pribadi, dan masih banyak lagi perilaku yang jauh menyimpang dari harapan nasionalisme.

Tugas untuk mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi berbagai tantangan seperti di atas tidak dapat dianggap ringan, apalagi jika perhatian secara sungguh-sungguh diarahkan untuk mengkaji secara cermat tuntutan terhadap pembinaan aspek kepribadian peserta didik secara menyeluruh baik aspek pengetahuan maupun upaya pengembangan nilai-nilai moral. Peran sekolah sebagai wahana pembinaan moral, maka pembinaan kepribadian peserta didik secara menyeluruh sangat penting karena sekolah merupakan masyarakat bermoral, dan secara keseluruhan budaya sekolah adalah budaya yang bermoral. Oleh karena itu lembaga pendidikan diharapkan dapat menjadi pelopor perubahan kebudayaan secara total yaitu pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan pengembangan nilai-nilai moral kemanusiaan.


(32)

Pelajaran yang dapat dipetik dari berbagai peristiwa yang terjadi sebagai akibat ketidak seimbangan pembinaan aspek pengetahuan dan nilai moral. Seperti praktik pemerintahan yang tidak bersih, korupsi, kolusi dan nepotisme yang merajalela di masyarakat sehingga dapat mengakibatkan runtuhnya sendi-sendi kehidupan dan tatanan moral kehidupan masyarakat. Peran lembaga pendidikan dalam mengembangkan nilai-nilai moral dan budaya terlihat lemah. Oleh karena itu peran keluarga dan sekolah, pemasyarakatan nilai Pancasila, berlakunya asas tunggal Pancasila bagi segala lembaga masyarakat, perbaikan kurikulum sekolah, berlakunya Undang-undang No.20 tahun 2003, beserta peraturan yang berlaku, keikutsertaan peserta didik dalam gerakan pramuka, pemanfaatan radio dan televisi pendidikan dituntut lebih peduli atau peka. Bahkan sangat jelas di media massa dipertontonkan oleh lembaga legislatif, teladan perilaku/sikap/perbuatan yang kurang baik/kurang mendidik bagi perkembangan kepribadian para peserta didik, tetapi juga untuk rakyat/masyarakat luas. Di samping itu jaringan komunikasi, informasi, transportasi, dan perluasan media komunikasi massa menyebabkan pertemuan berbagai keluarga, kerabat, suku bangsa, dan kelompok sosial semakin mudah. Pergaulan antar warga masyarakat, pertemuan antar anak-anak dari berbagai lapisan sosial semakin sering dan mudah perlu adanya pembinaan yang intensif.

Wilayah perbatasan Kecamatan Entikong letaknya dekat dengan Serawak Malaysia Timur yang berpotensi adanya pengiriman tenaga kerja Indonesia secara ilegal. Dalam hal ini sangat diperlukan adanya peran lembaga pendidikan yang peduli akan semangat nasionalisme untuk membantu dan menjaga stabilitas


(33)

nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa. Kecenderungan masyarakat Entikong yang berperilaku budaya Serawak/Malaysia sehingga rawan terhadap krisis nilai persatuan dan kesatuan bangsa yang berpotensi pada tatanan nilai sosial budaya seperti negara tetangga. Kejadian penjualan perempuan di bawah umur (traficking) ke wilayah perbatasan dan ke negara Taiwan sangat mengkhawatirkan serta sulit untuk dicegah, disebabkan karena kurangnya pendidikan/pengetahuan, dan masyarakat mudah diprovokasi dengan uang yang instan, maupun hadiah kata-kata yang menggiurkan atau kata- kata menarik.Pada kenyataannya masyarakat Entikong lebih mudah mengakses berita melalui media massa, televisi dan lainnya dari negara tetangga atau dari Serawak dibandingkan untuk mengakses berita dari tanah air sendiri.

Dari hasil survei pembangunan di daerah perbatasan kearah terbinanya cinta tanah air warga negara masih memprihatinkan. Perilaku sosial anak usia sekolah dasar khususnya di sekolah dasar Entikong menunjukkan terjadinya perubahan pola sosial yang mengarah kepada memudarnya rasa kebangsaaan dimana di dalam kegiatan atau aktivitas di sekolah lebih cenderung menunjukkan sikap untuk berperilaku dan mengikuti budaya negara tetangga dan bukan budaya bangsa Indonesia. Sungguh peristiwa yang sangat ironis dan sangat menyedihkan. Hal ini tampak pada kegiatan di sekolah dimana murid masih menggunakan bahasa daerah ataupun bahasa sehari-hari yang cenderung bahasa melayu dan ada beberapa murid kurang paham jika menggunakan bahasa Indonesia. Oleh karena itu perlunya pembinaan bagi peserta didik untuk mencintai tanah airnya yaitu


(34)

Indonesia, terutama di daerah/ wilayah perbatasan yang sangat mudah mengakses berita atau siaran dari negara tetangga.

Judul penelitian yang diangkat adalah ” Pengembangan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Dengan Pendekatan Tematik Dalam Upaya Pembinaan Sikap Cinta Tanah Air ” di wilayah perbatasan Indonesia – Malaysia/ Sarawak yaitu Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat ( Di SDN 12 Kecamatan Entikong Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat ).

B. Rumusan Masalah

Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan untuk menghayati dan mengembangkan karakter kewarganegaraan yaitu memahami pentingnya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selain itu menghargai dan meneladani nilai-nilai perjuangan para tokoh yang berperan dalam proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara dalam kehidupan sehari-hari. Dalam merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian memperhatikan standar proses dan standar penilaian.

Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dilakukan dengan ceramah yang menekankan pada aspek informatif dan kurang memberi peluang kepada peserta didik untuk berpikir dan berdiskusi secara kritis serta mengemukakan ide-ide/ gagasan. Dalam rangka pembinaan sikap cinta tanah air bagi peserta didik, maka pengembangan materi pembelajaran disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik.

Pembelajaran tematik memungkinkan satu tema tertentu dibahas dari berbagai mata pelajaran. Tema untuk memadukan beberapa standar kompetensi


(35)

dan kompetensi dasar dari beberapa mata pelajaran yang dapat memberikan pengetahuan bagi peserta didik. Dalam aspek perkembangan kognitif anak usia SD berada pada masa peralihan dari tahapan mengenal kepada hal-hal yang nyata, sehingga peserta didik memiliki pemahaman dan penyesuaian diri dengan keadaan disekitarnya. Pemahaman mengenai suatu obyek dapat berlangsung secara asimilasi dan akomodasi. Dalam proses pembelajaran peserta didik memperoleh konsep dan fakta untuk menghasilkan pemahaman yang lebih utuh.

Pengetahuan yang diperoleh peserta didik di sekolah melalui serangkaian proses pembelajaran yang dirancang secara terpadu dengan menggunakan tema pemersatu kegiatan pembelajaran, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna dan utuh. Sejalan dengan tahapan perkembangan dan karakteristik cara peserta didik belajar tersebut maka pendekatan pembelajaran yang dapat dilakukan adalah dengan pembelajaran tematik.

Untuk memahami pentingnya sikap cinta tanah air, pembinaan pada peserta didik di sekolah dasar dapat diwujudkan melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Pendidikan Kewarganegaraan mengarahkan peserta didik untuk menjadi warga negara yang demokratis, yang menghargai perbedaan dan mencintai keadilan dan kebenaran. Selain itu juga akan memperkaya wawasan peserta didik dan membentuk kepribadian yang integral sebagai warga negara Indonesia.

Pengenalan strategi /model pembelajaran PKn dengan pendekatan tematik di sekolah dasar khususnya kelas rendah dimaksudkan agar penyampaian aspek nilai, moral dan norma dapat diterima dan dipahami oleh peserta didik sehingga


(36)

lebih mudah dalam melakukan upaya pembinaan sikap cinta tanah air. Upaya pembinaan sikap cinta tanah air bagi peserta didik sekolah dasar tidak hanya dilakukan secara konvensional yang dikenalkan oleh guru tetapi dapat melalui transfer informasi yang dipandang dapat meningkatkan kemampuan melakukan penalaran dan kemampuan berpikir secara kritis dan kreatif.

Media yang digunakan bervariasi dalam pembelajaran tematik sangat membantu guru dalam mengenal, memahami dan sebagai inspirasi untuk memaknai pentingnya menumbuhkan rasa cinta negara, bangsa dan cinta tanah air yang merupakan hasil perjuangan para pendahulu. Oleh karena itu dengan pemanfaatan media atau alat bantu pembelajaran yang dapat mendukung terbinanya sikap dan rasa cinta tanah air merupakan alternatif bagi guru dalam pembinaan sikap tersebut. Berdasarkan hasil survei awal dilapangan / sekolah ada beberapa faktor yang mendorong penelitian ini dilakukan adalah: 1.Peneliti melakukan wawancara dengan Kepala Sekolah, untuk mengetahui tentang KTSP, silabus, RPP, dan pelaksanaan pembelajaran di kelas rendah SD Negeri 12 Entikong. Hasil survei sangat bermanfaat bagi peneliti untuk pengembangan model pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan pendekatan tematik dan diharapkan dapat membantu peserta didik di sekolah dasar dalam memahami pentingnya rasa patriotisme sebagai dasar atau pondasi dalam membina sikap cinta tanah air sejak dini.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ” Bagaimana membina sikap cinta tanah air pada peserta didik sekolah dasar khususnya di kelas rendah


(37)

(1,2 dan 3) dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan pendekatan tematik khususnya di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia (Entikong) ? ”.

Secara rinci permasalahan dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana program pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan pendekatan tematik sebagai upaya pembinaan sikap cinta tanah air di sekolah dasar ?

2. Bagaimana strategi pelaksanaan dan hasil pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan pendekatan tematik sebagai upaya pembinaan sikap cinta tanah air bagi peserta didik sekolah dasar ?

3. Bagaimana mengatasi masalah yang ditemukan dalam pelaksanaan pembelajaran tematik sebagai upaya pembinaan sikap cinta tanah air peserta didik sekolah dasar ?

4. Bagaimana upaya dan langkah antisipasi untuk mengembangkan sistem pembelajaran tematik sebagai upaya pembinaan sikap cinta tanah air bagi peserta didik sekolah dasar ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan ini secara umum untuk menghasilkan model pembelajaran tematik dalam Pendidikan Kewarganegaraan untuk pembinaan sikap cinta tanah air di sekolah dasar Entikong. Karakteristik mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang diorganisasikan secara interdisipliner dari berbagai disiplin ilmu, serta berasal dari nilai-nilai budi pekerti dan hak azasi manusia berupa pola kaidah tingkah laku. Budi pekerti yang dipandang baik dan luhur


(38)

dalam suatu lingkungan atau masyarakat tertentu meliputi: asas dan sifat moral tentang baik-buruk, kebajikan serta keadaan yang sesuai dengan nilai dan akhlak yang baik.

Penelitian yang berfokus pada pengembangan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan pendekatan tematik memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Memperoleh informasi mengenai program pembelajaran tematik yang dilaksanakan di sekolah dasar.

2. Mengetahui strategi pelaksanaan dan hasil pembelajaran tematik yang dilaksanakan di sekolah dasar.

3. Mengetahui masalah-masalah yang ditemukan dalam pelaksanaan pembelajaran tematik sebagai upaya pembinaan sikap cinta tanah air di sekolah dasar.

4. Mengetahui upaya dan langkah antisipasi untuk mengembangkan sistem pembelajaran tematik guna pembinaan sikap cinta tanah air bagi peserta didik sekolah dasar.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan menghasilkan suatu pengembangan model pembelajaran tematik dalam Pendidikan Kewarganegaraan sebagai upaya pembinaan cinta tanah air bagi peserta didik di sekolah dasar. Arti penting penelitian ini dapat ditinjau dari segi teoritis dan praktis antara lain :

1. Secara teoritis, memberikan bahan informasi dari pelaksanaan pengembagan pembelajaran tematik bagi kelas rendah sekolah dasar. Pengembangan model


(39)

pembelajaran tematik sebagai upaya pembinaan cinta tanah air pada peserta didik sekolah dasar, sangat memerlukan perhatian, pembinaan dari praktisi pendidikan dan perlu ditangani secara khusus, sebab dapat terjadi kesenjangan perolehan nilai angka secara kognitif dengan perilaku moral yang afektif psikomotorik.

2. Secara praktis, penelitian ini sebagai pengembangan strategi pembelajaran secara integratif (interdisipliner, multidisipliner, dan multidimensional) mengingat bahwa pembinaan sikap cinta tanah air yang merupakan salah satu tujuan pendidikan melalui pengembangan model pembelajaran tematik yang dilakukan di sekolah dasar.

3. Bagi guru kelas atau bidang studi, bahwa pembinaan sikap cinta tanah air tidak terpisah dari bidang studi lain. Oleh karena itu, guru bidang studi Pendidikan Kewarganegaraan perlu memahami sifat dan nilai afektif bidang studi lain, sehingga mampu menyelenggarakan pembelajaran menggunakan pendekatan tematik dan mampu melakukan kolaborasi dengan guru bidang studi lain. Pengembangan model pembelajaran tematik dalam paradigma baru pendidikan dengan orientasi pemaknaan nilai Pancasila bermanfaat sebagai modernitas bagi terbentuknya kepribadian anak bangsa.

4. Bagi sekolah dasar, model pembelajaran PKn dengan pendekatan tematik dapat diterapkan secara interdisipliner dan multidisipliner yang mengacu pada realitas kehidupan peserta didik, dalam konteks masyarakat yang berubah dan dilematis.


(40)

5. Bagi masyarakat sekolah terutama sekolah dasar yang menjadi harapan orang tua sebagai generasi penerus bangsa memiliki rasa kebangsaan, sikap nasionalisme yang tinggi, sikap cinta tanah air, tanggung jawab, rasa bangga terhadap produk bangsa sendiri, rasa solidaritas yang tinggi, kreatif, berakhlak mulia.

6. Bagi para peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dan informasi awal untuk ditindak-lanjuti dalam berbagai bentuk penelitian pembanding dan rujukan pengembangan model pada skala dan ruang kajian yang lebih luas.


(41)

BAB III.

METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subyek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri 12 Entikong, yang berada di Kecamatan Entikong Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat,

merupakan perbatasan Indonesia-Malaysia. Sekolah ini pernah menjadi tempat untuk kegiatan penerjunan Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar dalam melaksanakan Program Hibah Kompetisi B S-1 PGSD pada tahun 2008.

Alasan memilih penelitian di Sekolah Dasar Negeri 12 Entikong adalah: 1. Sekolah Dasar Negeri 12 Entikong berada pada perbatasan wilayah Indonesia-

Malaysia, sehingga sangat rawan terhadap pengaruh dari lingkungan masyarakat yang keluar-masuk negara Indonesia- Malaysia maupun hal-hal yang berkaitan dengan rasa kebangsaan atau nasionalisme.

2. Memilih tingkat sekolah dasar, karena usia tersebut sangat tepat untuk menanamkan segala dasar pengetahuan, keterampilan dan sikap terutama sikap cinta tanah air. Apabila hal itu tidak dilakukan pembinaan sedini mungkin oleh guru di sekolah dasar tersebut maka peserta didik lebih banyak mendapatkan pengaruh kebiasaan, pengetahuan, pengalaman dari negara Malaysia Timur yang tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia.


(42)

Subjek penelitiannya adalah kepala sekolah, guru kelas rendah (kelas II) dan peserta didik (kelas IIA dan II B) yang terlibat dalam proses pembelajaran pada sekolah dasar Negeri 12 Entikong. Guru yang dipilih adalah: 1. Katarina ; 2. Sumiati. Peneliti juga melakukan wawancara kepada peserta didik sebagai responden, yaitu: 1. Yuda Z ; 2. Ardi; 3. Dewi Samodra; (Kelas II A); 4. Alya Putri ; dan 5. Irfansyah (Kelas II B). Selain itu peneliti melakukan wawancara dengan Kepala Sekolah yaitu Bapak Tuman, dan Bapak Paimin, selaku mantan Kepala Sekolah di sekolah dasar tersebut. Peneliti berusaha memperoleh berbagai macam data yang berhubungan dengan penelitian.

SDN No.12 Entikong. SDN No.12 Entikong dibangun pada tahun 1980 dan mulai digunakan pada tahun 1981. Status sekolah negeri yang didirikan pada tahun 1982, dengan Penegerian Nomor: 42212.1 – 33/PP-K.AP/ 14 Oktober 1997. NSB: 01991282031200, dan NSS: 101130301012. SDN 12 Entikong tersebut merupakan SD yang berada di daerah perbatasan antara dua negara yaitu Provinsi Kalimantan Barat (Indonesia) dan Sarawak (Malaysia Timur). Sekolah ini terletak di Jalan Kuari, desa Entikong, Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau yang berada diperbatasan dan menjadi daerah transit lalu lintas antar dua negara Malaysia dan Indonesia, lokasinya kurang lebih dua (2) kilometer


(43)

jauhnya dari daerah lintas batas dan berdekatan dengan pasar Entikong.

Peserta didik SD Negeri No.12 Entikong sebagian besar (60 %) merupakan pendatang dari luar daerah Entikong karena Entikong merupakan daerah transit dan perbatasan antara negara Indonesia khususnya Provinsi Kalimantan Barat dan Malaysia Timur. Para pekerja TKI yang bekerja di Serawak Malaysia Timur keluarganya tinggal di daerah kecamatan Entikong. Jumlah peserta didik seluruhnya ada 424 orang. Secara rinci jumlah peserta didik dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut :

Tabel 3.1. Keadaan Siswa SDN No. 12 Entikong Berdasarkan Kelas dan Rombongan Belajar

No Kelas Jumlah Jumlah Rombongan Belajar

1 I 118 3

2 II 66 2

3 III 45 2

4 IV 80 2

5 V 73 2

6 VI 42 1

Jumlah 424 12

Sumber : Kepala Sekolah SDN No. 12 Entikong, Tahun 2010

Dari jumlah siswa yang terdaftar dan belajar cukup banyak, maka dapat dikatakan sekolah tersebut cukup besar, dimana peserta belajarnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini jumlah peserta belajar kelas I sejumlah 118 anak terdiri dari 3 rombongan belajar. Jumlah tenaga pengajar atau guru di SDN Nomor 12 Entikong berjumlah 11 orang. Terdiri atas 8 orang guru kelas dan 3 orang guru mata pelajaraan dengan jumlah mengajar masing-masing guru


(44)

berkisar antara 26 jam sampai dengan 30 jam. Jabatan guru terdiri atas 2 orang Pengarur Muda Tk. I (Gol II/B), 1 orang Penata Muda Tk. I (Gol III/B), 1 orang Penata Tk. I (Gol III/D) dan 4 orang Pembina (Gol IV/A).

Jika dianalisis perbandingan antara jumlah siswa dengan jumlah tenaga guru yang tersedia belum seimbang, karena hal ini satu guru harus membimbing 41 siswa. Hal ini menunjukkan bahwa tenaga guru di SDN nomor 12 Entikong masih kekurangan tenaga pengajar guru, terutama untuk guru kelas.

Tabel 3.2. Kualifikasi Pendidikan, Status, Jenis Kelamin, dan Jumlah Guru

Di SDN No.12 Entikong

No Tingkat Pendidikan

Jumlah dan Status Guru

Jumlah GT/PNS GTT/Honorer

L P L P

1 S2/S3 - - - - -

2 S1 - 1 1 - 2

3 D-4 - - - - -

4 D-3/ Sarmud - - - - -

5 D2 2 - - - 2

6 D1/ PGSLP - - - - -

7 SPG /Sederajat 3 2 1 1 7 Jumlah 5 3 2 1 11

Sumber : Kepala Sekolah SDN No. 12 Entikong, Tahun 2010

Dari tabel tersebut di atas menunjukan bahwa tenaga pengajar yang berlatar belakang pendidikan SPG atau sederjat masih 66 %, sedang D2 sebesar kuang lebih 2 % dan S1 juga 2 %. Hal ini menunjukkan bahwa kualifikasi guru SDN Nomor 12 Entikong masih jauh dari harapan Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005.


(45)

Tabel 3.3 Pekerjaan Orang Tua/Wali Murid SDN No.12 Entikong

No Jenis Pekerjaan

Kelas

1 2 3 4 5 6 1 Pegawai Negeri Sipil 1 9 2 2 1 10

2 POLRI 4 4 - - 3 1

3 Wiraswasta 96 49 35 73 57 24

4 Pedagang 4 - 1 - 2 -

5 Petani 9 2 5 5 7 6

6 Buruh 3 2 - - - -

7 Sopir 1 - - - - -

8 ABRI - 1

9 Tidak Bekerja - - 2 - 3 -

Sumber: Kepala Sekolah SDN No. 12 Entikong, Tahun 2010

Dari tabel 3.3 memberikan gambaran bahwa pekerjaan orang tua peserta didik kelas 1 sampai dengan kelas VI SDN Nomor 12 Entikong adalah wiraswasta artinya mereka kerja berkerja di bidang swasta atau kerja serabutan sebanyak 334:424 = 0, 79 atau 79 % .

Tabel 3.4. Agama yang dianut Murid SDN No.12 Entikong

No Agama

Kelas

1 2 3 4 5 6 1 Islam 113 66 44 75 70 36

2 Katholik 5 - 1 4 2 6

3 Kristen Protestan - - - 1 1 -

4 Hindu - - - -

5 Budha - - - -


(46)

Dari tabel 3.4 tersebut di atas menunjukkan agama orang tua siswa kelas I s/d VI beragama Islam kurang lebih 404: 424 = 0,95 atau 95 % dan hanya 5 % yang beragama non muslim.

Visi Sekolah Dasar Negeri 12 Entikong adalah mewujudkan peserta didik yang berakhlak mulia, cerdas, amanah, jujur, memiliki iptek dan imtaq. Misi Sekolah Dasar Negeri 12 Entikong adalah mewujudkan peserta didik yang berakhlak mulia, cerdas, amanah, jujur, memiliki iptek dan imtaq.

Misi Sekolah Dasar Negeri 12 Entikong adalah:

1. Menciptakan generasi unggul dalam moral dan ilmu pengetahuan.

2. Menjadikan peserta didik kreatif, inovatif sesuai dengan situasi dan tingkat perkembangan peserta didik.

3. Menjadikan sekolah terpecaya di masyarakat dalam meningkatkan sumber daya manusia.

4. Mengupayakan warga sekolah dalam berakhlak dan berbudaya indah melaksanakan pembelajaran dengan penuh semangat, kreatif, efisiensi, agar siswa dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki. 5. Sikap menerima masukan dan kritik dari siapapun serta disiplin kerja, azas

kebersamaan dan kekeluargaan.

Selain visi dan misi yang telah disebutkan di atas SDN 12 memiliki “motto” yang menjadi landasan siswanya untuk selalu berbuat baik dengan menumbuhkan budaya malu seperti berikut ini : Malu karena datang terlambat pulang cepat,


(47)

Malu karena melihat teman sibuk melakukan aktivitas, Malu karena melanggar peraturan, Malu karena berbuat salah, Malu karena bekerja tidak berprestasi, Malu karena tugas tidak selesai tepat waktu, Malu karena tidak berperan aktif dalam mewujudkan kebersihan lingkungan.

B. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif, yaitu suatu pendekatan yang tidak menggunakan perhitungan statistik, melainkan lebih menekankan pada kajian interpretative, yang menitik beratkan pada upaya untuk mengkaji suatu proses dan fenomena secara menyeluruh dan saling terkait. Kajian dalam penelitian ini menyangkut pengembangan pembelajaran PKn dengan pendekatan tematik sebagai upaya pembinaan sikap cinta tanah air sehingga pembelajaran bermakna bagi kehidupan peserta didik sekolah dasar 12 Entikong. Pendekatan kualitatif dapat memberikan pemaparan makna secara luas dan mendalam serta penjelasan tentang proses pembelajaran atau aktivitas yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.


(48)

 Kajian Pustaka

 Hasil penelitian yang relevan

 Studi Orientasi

 Merancang model pembelajaran  Menyusun silabus, RPP dan instrumen

Pengembangan rancangan pembelajaran

PKn dengan pendekatan Tematik

Pelaksanaan Pembelajaran PKn dengan Pendekatan Tematik


(49)

Bagan 3.1. Tahapan Penelitian

Tahapan Penelitian

Kegiatan dimulai dari kajian pustaka yang berhubungan dengan permasalahan pembelajaran tematik sebagai upaya pembinaan sikap cinta tanah air dan kajian terhadap fakta empirik melalui hasil-hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan sikap cinta tanah air. Selain itu dilakukan observasi mengenai praktik pembelajaran di sekolah dasar tersebut ( RPP) yang dibuat oleh kelompok kerja guru Entikong terkait dengan pembinaan sikap cinta tanah air.

Tahap orientasi atau studi pendahuluan dilakukan di sekolah secara langsung oleh peneliti di Sekolah Dasar Negeri 12 Entikong. Kegiatan yang dilakukan selama orientasi adalah mempelajari dokumen-dokumen yang dibuat oleh guru dan Kepala Sekolah, latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar, jadwal mengajar, persiapan yang dilakukan guru, serta dokumen tentang siswa serta kondisi sekolah. Melalui kegiatan orientasi ini diperoleh gambaran umum untuk mempertegas masalah yang dirumuskan peneliti dan sebagai bahan yang dapat digunakan untuk tindak lanjut penelitian

Pertemuan II

Pertemuan III

Pertemuan I


(50)

Pengumpulan dan analisis informasi, studi perpustakaan, identifikasi kebutuhan guru, persiapan mengajar ( RPP dan lain-lain), peserta didik, dan pembelajaran tematik di sekolah dasar serta penggunaan sumber belajar, silabus, media yang ada, kinerja guru, RPP yang sudah ada, Pembelajaran yang dilakukan terutama untuk bidang studi Pendidikan Kewarganegaraan dengan melakukan observasi langsung dan melakukan wawancara baik kepada guru kelas maupun dengan peserta didik kelas dua sekolah dasar.

Berdasarkan hasil informasi dan data awal yang diperoleh baik dari guru maupun kepala sekolah serta dari peserta didik dapat digunakan sebagai dasar menyusun desain. Selanjutnya peneliti membuat rancangan model pembelajaran dengan segala perangkatnya yang diperlukan: KTSP, Silabus, RPP tematik Pendidikan Kewarganegaraan yang dipadukan dengan bidang studi lain ( IPA, Matematika, BI, SBK, dan IPS ) yaitu model Webbed ( jaring laba-laba). Selain itu mempersiapkan media yang diperlukan untuk semua bidang studi, alat evaluasi, dan instrumen untuk observasi bagi guru dan siswa, catatan lapangan dan pedoman wawancara.

Dengan menggunakan pedoman observasi dan pedoman wawancara untuk mengumpulkan data tentang dokumentasi guru maupun penampilan dalam proses pembelajaran. Pedoman wawancara tidak disusun secara terstruktur karena sampel kualitatif dilakukan secara purposif, dengan kemungkinan jumlahnya berubah atau bertambah dalam proses. Subyek penelitian akan berubah sesuai dengan kebutuhan penelitian di lapangan, dengan demikian wawancara dilakukan secara


(51)

terbuka karena data yang diperoleh melalui wawancara bertujuan mengungkap aktivitas yang dilakukan guru dalam pembelajaran yang tidak terekam dalam format observasi. Dengan melakukan observasi terhadap berbagai komponen pembelajaran, serta tanggapan guru maupun peserta didik terhadap pembelajaran yang dikembangkan tersebut. Kegiatan akhir pada tahap ini adalah merevisi rancangan pembelajaran sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan.

Rancangan yang dikembangkan, instrumen dan fasilitas lain harus dipertimbangkan kualitasnya. Oleh karena itu perlu dikonsultasikan dan siap untuk direvisi oleh pakar atau dosen dalam bidangnya serta teman sejawat, apakah layak untuk dikembangkan.

RPP Pendidikan Kewarganegaraan dengan pendekatan tematik dibuat dan dilaksanakan tiga kali pertemuan, yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Tahap pengembangan merupakan tahap kegiatan implementasi rancangan yang sudah direvisi/divalidasi sebagai rancangan akhir untuk diterapkan dalam pembelajaran PKn dengan pendekatan tematik.


(52)

Sri Utami, 2013

Pengembangan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Dengan Pendekatan Tematik Dalam

Kondisi Pembelajaran SDN 12

Entikong

Pakar/ Praktisi

Dokumentasi Observasi

Rancangan dan Implementasi Pembelajaran PKn dengan

Pendekatan Tematik

Sikap Cinta tanah Air :

- Upacara bendera hari Senin - Teks Pancasila

- Berbahasa Indonesia - Lagu Indonesia raya - Berdoa

- Saling menghormati


(53)

Bagan 3.2. Alur Kegiatan Tahap Perencanaan dan Pengembangan Model

Pelaksanaan penelitian dilakukan berdasarkan jadwal penelitian yang telah dibuat sehingga mudah mengevaluasi pelaksanaan penelitian. Tahapan kegiatan meliputi :

1. Tahap persiapan: terdiri kegiatan pra survey, pembuatan usulan penelitian dan konsultasi dengan pemimbing, pelaksanaan seminar usulan penelitian, perbaikan proposal dan perizinan penelitian

2. Tahap pengumpulan data: dilaksanakan dengan kegiatan sebagai berikut:

Tabel 3.5

Pelaksanan Pengumpulan Data

Tahap penelitian Kegiatan Tanggal pelaksanaan

PKn

Konsep Pembelajaran Tematik

Konsep Cinta Tanah Air


(54)

Studi

pendahuluan

Studi lapangan:

1.Orientasi pendahuluan 2.Observasi pembelajaran 3.Wawancara dengan Kepala Se kolah, guru, dan peserta didik Uji coba :

1.Pertemuan ke- 1 (klas IIA ) 2.Pertemuan ke- 2 (klas IIB )

2- 3 Maret 2011

7 -10 Maret 2011 10-12 Maret 2011

5 April 2011 11 April 2011

Tahap

pengembangan

Implementasi:

1.Pertemuan ke-1 ( klas IIA + IIB ) 2.Pertemuan ke-2 ( klas IIA + IIB )

24 - 25 Mei 2011 31 Mei –1 Juni 2011

C. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman pemaknaan terhadap penelitian diberikan definisi operasional sebagai berikut:

1. Pengembangan pembelajaran dengan pendekatan tematik.

Pengembangan adalah mengembangkan yang sudah ada untuk tujuan perbaikan atau penyempurnaan, sehingga rancangan tersebut lebih baik dan sesuai (appropriate) dengan kondisi pembelajaran pada masa kini. Pembelajaran tematik adalah sebagai sebuah wawasan dan aktivitas berfikir dalam merancang pembelajaran yang ditujukan untuk menghubungkan tema,


(55)

topik maupun pemahaman dan keterampilan yang diperoleh peserta didik secara utuh/ terpadu. Meinbach (2005:5) mengemukakan bahwa

“A thematic approach to learning combines structured, sequential, and well- organized strategies, activities, children’s literature, and materials used to expand a particular concept. A thematic unit is multidisciplinary and multidimensional; it knows no boundaaries. It is responsive to the interests, abilities, and needs of children and is respectful of their developing aptitudes and attitudes. In essence, a thematic approach to learning offers students a realistic arena in which they can pursue learning using a host of contexts and a panorama of literature”.

Suatu konsep yang dapat diartikan sebagai pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada peserta didik. Bermakna karena peserta didik akan memahami konsep-konsep yang dipelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah dipahami. Teori pembelajaran ini menekankan bahwa pembelajaran itu harus bermakna dan program pembelajaran yang berorientasi pada kebutuhan perkembangan anak, dimana peserta didik belajar sambil melakukan (Hermawan, 2008).

2. Pendidikan Kewarganegaraan dikemukakan Winataputra (2004) adalah “suatu bidang kajian yang memusatkan pada seluruh dimensi psikologis dan sosial budaya individu ”. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai suatu mata pelajaran yang berisi pengetahuan, ketrampilan, nilai-nilai dan disposisi yang dipelajari oleh peserta didik dari kelas satu (I) sampai kelas enam (VI) sekolah dasar. Pendidikan yang menitikberatkan pada tuntutan masyarakat guna mencapai masyarakat Indonesia baru atau masyarakat madani melalui upaya menyiapkan warganegara demokratis, cerdas dan religius. Penguatan konsep yang


(56)

berorientasi pada tuntutan nilai-nilai dan keyakinan yang berkembang dalam masyarakat akan bermuara pada aplikasi nilai-nilai moral dan keyakinan dalam konteks berbangsa dan bernegara (Wahab, 2006).

3. Cinta tanah air adalah selalu ingat dan sayang kepada nusa dan bangsa (Purwadarminta, 2003).

Rasa cinta tanah air adalah rasa kebanggaan, rasa memiliki, rasa menghargai, rasa menghormati dan loyalitas yang dimiliki oleh setiap individu pada negara tempat ia tinggal yang tercermin dari perilaku membela tanah airnya, menjaga dan melindungi tanah airnya, rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negaranya, mencintai adat atau budaya yang ada dinegaranya dengan melestarikannya dan melestarikan alam dan lingkungan’.. ( www. http//aisardi.bokdetik.com/cinta –tanah –air/ )

D. Instrumen Penelitian

Menurut Lincoln dan Guba (1985:35), peneliti merupakan satu-satunya instrumen (the sole instrument), karena menurut penelitian alamiah secara mendalam yang langsung dihadapi oleh peneliti dan sebagai satu-satunya instrumen dalam dunia yang kompleks memiliki skill/keterampilan yang: (1) responsif; (2) adaptif; (3) menekankan aspek holistik; (4) memiliki “tacit knowledge”; (5) mampu memproses data langsung; (6) mampu memberikan sintesis dan klarifikasi data langsung .

Rancangan pembelajaran disesuaikan dengan waktu yang ada pada silabus dan KTSP, yaitu berdasarkan pada standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) di kelas II semester 2 pada semua bidang studi. Model pembelajaran tematik yang dikembangkan di Indonesia untuk kelas rendah di sekolah dasar


(57)

terdiri 3 model : 1) Model Connected; 2. model Webbed; dan 3.model Integrated (Tim pengembang PGSD, 1997: 26 ). Model Webbed ( jaring laba-laba ) yang dipilih untuk mengembangkan model pembelajaran tematik dalam Pendidikan Kewarganegaraan sebagai upaya pembinaan cinta tanah air.

Untuk lebih jelas proses rancangannya dapat dilihat pada tabel 3.6 sebagai berikut:

Tabel 3.6.

Rancangan Pembelajaran Tematik Model Webbed

Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi/Kulminasi

1.Penjajagan tema Pengumpulan informasi Penyajian informasi-laporan

2. Penetapan tema Pengolahan informasi Evaluasi: proses-produk 3.Pengembangan sub

tema

Penyusunan laporan Alat evaluasi:

Pengamatan, Portopolio, Cheklist, tes

4.Penetapan kegiatan Belajar

Sikap cinta tanah air yang diobservasi: dalam pelaksanaan pembelajaran yang diamati kaitannya dengan cinta tanah air disesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Namun demikian indikator dapat dikembangkan sesuai dengan perkembangan peserta didik dan pengalaman selama melakukan interaksi dengan lingkungan pendidikan.

Kisi-kisi instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.7 berikut ini :


(58)

Tabel 3.7.

Kisi- kisi Instrumen Penelitian Pengembangan Pembelajaran Tematik

Pertanyaan penelitian Aspek yang diteliti


(1)

Gilbraith, R.E.and Jones, T.M. (1990). Moral Reasoning. New York : Greenhaven Press Inc

Halimah, L., Rostika, R.D, Sudirjo, E., Andi & Badarudin. (2010). Pengembangan Model Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Yang Merngacu Pada Standar Nasional Pendidikan. [Online]. Tersedia : http: //perpustakaan. upi.edu/artikel/administrasi/ upload/lely-halimah-fip. pdf[24 Desember 2010].

Hernawan, A. H., Resmini, N., & Andayani. (2008). Pembelajaran Terpadu di SD. Dalam Buku Materi Pokok Model-model Pembelajaran Terpadu. Edisi 1. Jakarta: Universitas Terbuka.

Herr Kathryn & Anderson Gary L, 2005. The Action Research Disertation. Thousand Oaks, California: Sage Publications, Inc.

Hesty. (2008). Implementasi Model Pembelajaran Tematik untuk Meningkatkan Kemampuan Dasar Siswa SD. Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan. Propinsi kepulauan Bangka Belitung.Pangkal Pinang.

Indrawati.(2009). Model Pembelajaran Terpadu Di Sekolah Dasar Untuk Guru SD.Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA) untuk Program BERMUTU.

Jacob, H.H. (1989). Interdiciplinary Curriculum : Design and Implementation. Alexandria, VA :ASCD

Janice, M. M. (1994). Qualitative Research Methods, SAGE Publications, London.

John de Santo & Agus, C (ed). (1995). Tahap-tahap Perkembangan Moral. Yogyakarta: Kanisius.

Joni, R.T. ( 2000 ), Rasional Pembelajaran Terpadu, Makalah disajikan dalam seminar Regional: Implementasi Pembelajaran Terpadu dalam Menyongsong Era Indonesia Baru. PPS Universitas Negeri Malang. Joni, R.T. ( 1996 ), Pembelajaran Terpadu, Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.

Kohlberg, L. (1971). From Is to Ought: How to Commit the Naturalistic Fallacy and Get Away with It in the Study of Moral Development. Academic Press.


(2)

Kohlberg, L. (1973). " The Claim to Moral Adequacy of a Highest Stage of Moral Judgment". Journal of Philosophy 70: 630-6 46.

Lickona T, ( 1991). Educating for Character : How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. Bantam Books: New York

Lincoln, Y.S. & Guba, E.G.L. (1985) . Naturalistic inquiry. Beverly Hill, CA: Sage Publications, Inc.

Liu,M.C. & Wang, J.Y. (2010). Investigating Knowledge Integration in Web-based Thematic Learning Using Concept Mapping Assesment. Educational Technology & Society, 13(2), 25-39.

Maftuh, B.(2008). ‖ Internalisasi Nilai-nilai Pancasila dan Nasionalisme Melalui Pendidikan Kewarganegaraan dalam Jurnal Educationist Vol. II No.2 Juli 1988.

Marzuki, (2000), Pembelajaran Terpadu: Artikulasi dan Implementasinya oleh Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar pada Sekolah Dasar Latihan di Pontianak. Disertasi (dipublikasikan). Maalang, PPS Universitas Negeri Malang.

---, (2001), Demokratisasi Pembelajaran. Makalah disajikan dalam Seminar Peran Guru Sekolah Dasar dalam Menyongsong Otonomi Daerah di Kalimantan Barat, 23 Agustus.

Mathew, M dan Huberman M. (1992). Analisis Data Kualitatif. Universitas Indonsia, Jakarta.

Mc Connell, T.R. (1952). General Education: An Analysisin N.B. Henry (edt), The Fifty-First Yearbook of the National Society for the Study of Education: Part I General Education, Chicago: The University of Chicago Press

Meinbach, A.M., Rothlein, L., & Frederick, A.D. (1995). The Complete To Thematic Units : Creating The Integrated Curriculum. USA : Christopher- Gordon Publishers,Inc.

Moleong, L.J. (2007). Metodologi penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya

Muhadjir, N. (1989). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta :Penerbit Rake Sarasin


(3)

Napitupulu, W.P. (2007).Pengenalan Cinta Tanah Air Indonesia pada Pendidikan anak Usia Dini melalui gerak dan lagu. Jurnal Pendidikan Penabur No.9/Tahun ke-6/Desember 2007

Nasution, S. (1988). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung :Tarsito Neuman, L.W. (1997). Social Research Methods, Qualitativ and Quantitative

Approach ( Third Edition ). Massachusetts: Allyn and Bacon A Viacom Company.

Phenix, P.H. (1964). Realms of Meaning. A Philosophy of the Curriculum for General Education, McGraw Hill Book Company, New York San Francisco Toronto, London

Pradesa, K., (2007). Model Integrasi Nilai-Nilai Taqwa ke dalam Pendidikan Kewarganegaran (Studi Kasus di SMAN 1 Cibadak Kabupaten Sukabumi). Disertasi Doktor pada UPI Bandung : tidak diterbitkan

Poerwadarminta, (1976). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka: Jakarta Reimer, J., Paolitto, D.P., and Hersh, R.H. (1983). Promoting Moral Growth:

From Piaget to Kohlberg. New York: Longman Inc.

Santoso, S. I. (1981). Pembinaan Watak Tugas Utama Pendidikan, Jakarta: UI Press

Sanusi, A. (1999). Model Pendidikan Kewarganegaraan Negara menghadapi Perubahab dan Gejolak Sosial. Makalah yang dipresentasikan pada Conference on Civic Education for Civil Society, di Bandung 16-17 Maret 1999.

Sarantakos, S. (1993). Social Research. South Melbourne, Australia: Macmillan Education

Sauri, S. (2006). Pendidikan Berbahasa Santun, Bandung: PT Genesindo

... ( 2006). Membangun Komunikasi Dalam Keluarga: Kajian Nilai Religi, Sosial, dan Edukatif. Bandung: PT Genesindo

Saylor, J.G. (1963). Secondary Education in V.C. Morris (ed), Becoming an Educater: An Introduction by Specialists to the Study and Practice of Education, Boston:Houghton Mufflin Company

Setiawan, P. (2001). ‖Metode Klarifikasi Nilai Dalam Pendidikan Budi Pekerti”. Kompas Edisi Senin 22 Januari 2009.


(4)

Silvie. Teori Perkembangan Moral. [Online].Tersedia : http://sylvie.edublog.org/ 2006/ 09/19/teori-perkembangan-moral/ [24 April2011].

Singarimbun, M. dan Sofian, E. (1995). Metode Penelitin Survei, LP3ES, Jakarta. Smith, J.M. & Lusterman, D.D., ( 1979 ). The teacher as learning facilitator:

psychology and the educational process. California: Wadsworth Publishing Company, Inc.

Smith, Anthony D. (2003). Nasionalisme : Teori, Ideologi, Sejarah. Jakarta : Erlangga

Soedijarto. (2004). ‖ Kurikulum dan Sistem Evaluasi Pendidikan Sebagai Unsur Strategis dalam Penyelenggaraan Sistem Pembelajaran Nasional ‖, Makalah pada Diskusi Panel Rakernas ISPI, tanggal 21 Januari 2004 Sudrajat. Value Clarification. [Online]. Tersedia : http://blog.uny.ac.id/sudrajat

/2010/07/ 30/ valuesclarification -dalam -pendidikan-moral/. [24 April 2011].

Sumantri, E. (2009). Pendidikan Umum. Bandung, SPS UPI

Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sukayati. (2004). Pembelajaran Tematik di SD Merupakan Terapan dari Pembelajaran Terpadu. Depdiknas. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Puat pengembangan penataran Guru (PPPG) Matematika. Yogyakarta.

Sumaatmadja, N. (2002). Pendidikan Pemanusiaan Manusia Manusiawi. Bandung: Alfabeta

Sumarsono, S. (2004). Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Gramedia Pustaka

Sundari, (2009). Hubungan antara Faktor Guru, Lingkungan dan Siswa dengan Sikap Nasionalisme di Kalangan Pelajar SMA (Suatu Studi tentang Peran Pembelajaran PKn untuk Menumbuhkan Sikap Nasionalisme). Disertasi Doktor pada UPI Bandung : tidak diterbitkan

Suratman, E. ( 2008). Kawasan Perbatasan dan Pembangunan Daerah. Pontianak : UNTAN Press


(5)

Suseno, F. M. (1992). Etika Dasar:. Masalah-maslah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius.

Tim Pengembang PGSD, (1997). Pembelajaran Terpadu D-II dan S-2 Pendidikan Dasar. Jakarta: Dirjen Dikti, Bagian Proyek Pengembangan Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Undang-undang RI No.20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Semarang : Aneka Ilmu

UPI. (2008). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung.

Utami, D.T. & Rosdijati, N. (2010). Praktik Pakem PKn SD. Jakarta: Erlangga. Wahab, A. (1996), Penerapan Pembelajaran Terpadu, Makalah disajikan dalam

Seminar Seahari Implementasi Pembelajaran Terpadu di PGSD-IKIP Malang, 3 Maret.

Winataputra, U. S., (2001). Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan sebaga Wahana Sistematik Pendidikan Demokrasi. Disertasi Doktor pada UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Winardi, J., (2011). Motivasi dan Permotivasian Dalam Manajemen. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Winataputra, U.S., (2001). Model-model Pembelajaran Inovatif. Jakarta : Pusat Antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional, Dirjen Dikti, Depdiknas.

Winataputra, U.S. (2004). ‖ Pendidikan Kewarganegaraan sebagai wahana Pendidikan Demokrasi Konstitusional RI ‖. Malakah pada Semiloka Nasional tentang Revitalisasi Nasionalisme Indonesia Menuju Character and NationBuilding, tanggal 18 Mei 2004.

Wittrock, M.C. ( 1986 ). Students’ Though Processes. Dalam Wittrock, M.C. Handbook of research on teaching. Third Edition. New York: Mac Millan Publishing Company.

Yunus, F.M. (2004). Pendidikan Berbasis Realitas Sosial: Paulo Freire dan YB Mangunwijaya. Yogyakarta: Logung Press.

Zakaria, T.R. Pendekatan-Pendekatan Pendidikan Nilai dan Implementasi dalam Pendidikan Budi Pekerti. [Online]. Tersedia : http://www.pdk. go.id/ balitbang/ Publikasi/Jurnal/No_026 /pendekatan _pendidikan _teuku ramli .htm [24 April 2011].


(6)

Zuchdi, D. ( 2008). Humanisasi Pendidikan: Menemukan Kembali Pendidikan Yang Manusiawi. Jakarta: Bumi Aksara.

---, ( 1997), Pembelajaran Terpadu, Makalah disajikan dalam Seminar Sehari Implementasi Pembelajaran Terpadu di PGSD-IKIP Yogyakarta, 28 Februari s/d 3 Maret.