EFEKTIVITAS PERMAINAN KELOMPOK DALAM MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN DIRI SISWA.

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ...iError! Bookmark not defined.

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GRAFIK ... viii DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Struktur Organisasi ... 10

BAB II MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN DIRI SISWA MELALUI PERMAINAN KELOMPOK ... 12

A. Karakteristik Siswa SMP Sebagai Remaja ... 12

1. Aspek-Aspek Perkembangan Remaja ... 12

2. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja ... 15

B. Penyesuaian Diri ... 15

1. Konsep Dasar Penyesuaian Diri ... 15

2. Karakteristik Penyesuaian Diri ... 20

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri ... 26

4. Permasalahan-Permasalahan Penyesuaian Diri Pada Remaja ... 28

C. Permainan Kelompok ... 29

1. Konsep Dasar Permainan Kelompok ... 29

2. Karakteristik Permainan ... 31

3. Langkah-Langkah Permainan Kelompok ... 32

4. Rasional Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa ... 35


(2)

vii

BAB III METODE PENELITIAN... 42

A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 42

B. Desain dan Metode Penelitian ... 43

C. Definisi Operasional Variabel ... 44

D. Instrumen Penelitian ... 49

E. Proses Pengembangan Instrumen ... 51

F. Teknik Pengumpulan Data ... 54

G. Analisis Data ... 54

H. Langkah-Langkah Penelitian ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57

A. Hasil Penelitian ... 57

1. Kemampuan Penyesuaian Diri Siswa Kelas VIII SMPN 45 Bandung 57 2. Hasil Uji Kelayakan Program Intervensi Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa ... 61

3. Proses Pelaksanaan Program Intervensi Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa ... 70

4. Efektivitas Permainan Kelompok terhadap Peningkatan Kemampuan Penyesuaian Diri Siswa ... 84

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 91

1. Gambaran Kemampuan Penyesuaian Diri Siswa Kelas VIII SMPN 45 Bandung ... 91

2. Pengaruh Pelaksanaan Permainan Kelompok terhadap Peningkatan Kemampuan Penyesuaian Diri Siswa ... 98

C. Keterbatasan Penelitian ... 104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 105

A. Kesimpulan ... 105

B. Saran ... 106

DAFTAR PUSTAKA ... 107

DAFTAR LAMPIRAN ... 112


(3)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar, dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003:pasal 1 ayat 1).

Sukmadinata (2007:13) menyatakan bahwa untuk tercapainya pribadi yang berkembang kegiatan pendidikan hendaknya bersifat menyeluruh. Kegiatan pendidikan tidak hanya mencakup kegiatan instruksional (pengajaran), melainkan meliputi kegiatan yang menjamin bahwa setiap anak didik secara pribadi mendapat pelayanan sehingga dapat berkembang secara optimal. Kegiatan pendidikan yang diinginkan tersebut adalah kegiatan pendidikan yang ditandai dengan pengadministrasian yang baik, kurikulum beserta proses pengajaran yang memadai, dan pelayanan pribadi kepada anak didik melalui bimbingan.

Bimbingan konseling sebagai bagian integral dari proses pendidikan memiliki tanggung jawab yang cukup besar dalam pengembangan kualitas manusia Indonesia yang telah diamanatkan dalam tujuan pendidikan nasional (Undang-Undang No 20 tahun 2003) yaitu : (1) beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) memiliki pengetahuan dan keterampilan, (4) memiliki kesehatan jasmani dan rohani, (5) memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta (6) memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan tersebut mempunyai implikasi imperatif (yang mengharuskan) bagi semua tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Dengan demikian pendidikan yang bermutu adalah sesuatu


(4)

2

Noviliana Latifah, 2013

Efektivitas Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa (Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

proses yang menghantarkan peserta didik kearah pencapaian perkembangan diri yang optimal. Hal ini karena peserta didik sedang berkembang ke arah kematangan atau kemandirian.

Peserta didik sebagian besar adalah remaja yang memiliki karakteristik, kebutuhan, dan tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Masa remaja, menurut batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu: 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun adalah masa remaja akhir. (Desmita, 2008:190). Tetapi Monks, Knoers 7 Haditono (Desmita, 2008:190) membedakan masa remaja atas empat bagian, yaitu: (1) masa pra- remaja atau pra-pubertas (10-12 tahun), (2) masa remaja awal atau pubertas (12-15 tahun), (3) masa remaja pertengahan (15-18 tahun) dan (4) masa remaja akhir (18-21 tahun). Pada masa remaja awal atau pubertas (12-15 tahun) umumnya anak sedang duduk dibangku sekolah menengah.

Remaja adalah sosok individu yang menarik karena pada usia ini individu belajar menampikan diri sebagai orang dewasa dengan modal dasar puncak potensi perkembangan. Dalam keremajaannya individu dihadapkan pada sejumlah tantangan baik yang datang dari diri sendiri, keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Lingkungan sekitar, negara maupun dunia secara global. Untuk dapat menghadapi tantangan tersebut individu perlu memiliki kemampuan dan keterampilan pribadi, sehingga secara fisik, mental, maupun sosial remaja tumbuh dan berkembang menjadi orang dewasa yang bijaksana secara sehat. (Yustiana, 2002:1). Remaja mengembangkan konsep diri sesuai dengan cara pandang diri terhadap diri dan bagaimana lingkungan memandang dan menempatkan dirinya. Kemampuan remaja untuk beradaptasi dengan tuntutan lingkungan dimaknai oleh remaja sebagai upaya remaja untuk bergaul.

Menurut Yusuf (2006:10) pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat nilai-nilai maupun perasaannya. Dalam pencapaian tugas perkembangan remaja yaitu


(5)

mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya baik dengan pria maupun wanita mendorong remaja untuk berperan dan berhubungan dengan lebih akrab terhadap lingkungannya, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya, maupun masyarakat. Kondisi demikian menuntut remaja memiliki kemampuan penyesuaian diri.

Schneiders (1964:429) mengemukakan penyesuaian (adjustment) adalah suatu proses yang melibatkan respon- respon mental dan perbuatan dalam upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan mengatasi ketegangan, frustrasi dan konflik secara sukses, serta menghasilkan hubungan yang harmonis antara kebutuhan dirinya dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup. Selanjutnya dia menjelaskan ciri-ciri orang yang well adjusted, yaitu mampu merespon (kebutuhan dan masalah) secara matang, efisien, puas, dan sehat (wholesome). Seorang remaja dikatakan memiliki penyesuaian yang baik (well adjustment) apabila dia mampu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalahnya secara wajar, tidak merugikan diri sendiri dan lingkungannya, serta sesuai dengan norma.

Penyesuaian diri ini merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan mental remaja. Banyak remaja yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam hidupnya karena ketidakmampuannya dalam menyesuaikan diri. Menurut Kartono (Citaripah, 2011:2), semua tingkah laku manusia pada hakikatnya merupakan respon penyesuaian diri. Dengan demikian penyesuaian diri mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

Hurlock (1992:213) mengemukakan bahwa salah satu tugas perkembangan tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Dikatakan tersulit dalam penyesuaian diri, menurut Elizabeth B. Hurlock kerena meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokkan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam memilih pemimpin. Di samping itu, untuk


(6)

4

Noviliana Latifah, 2013

Efektivitas Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa (Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru.

Proses penyesuaian diri dapat menimbulkan masalah dan dilema bagi remaja. Hurlock mengemukakan bahwa di satu sisi remaja dituntut untuk patuh pada orang tua dan guru, di sisi lain mereka dituntut untuk berlaku konform dengan teman sebaya agar dapat diterima dalam kelompoknya. Padahal di antara kedua tuntutan tersebut seringkali tidak sejalan, akibatnya seringkali timbul konflik antara remaja dengan orang tua atau otoritas yang ada. Dengan demikian, tampaknya penyesuaian diri bukanlah hal yang mudah untuk dicapai remaja.

Fenomena kenakalan remaja yang mengindikasikan adanya penyesuaian diri yang salah yang diberitakan dalam berbagai forum dan media dianggap semakin membahayakan. Berbagai macam kenakalan remaja yang ditunjukkan akhir-akhir ini seperti perkelahian secara perorangan atau kelompok, mabuk- mabukan, pencurian, penganiayaan dan penyalahgunaan obat-obatan seperti narkotika dan perilaku seksual yang tidak sah atau menyimpang menjadi fenomena mengerikan di kalangan remaja.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh majalah Sabili Tahun 2004 (dalam Yusuf, 2004:98) tentang penyimpangan seksual di kalangan remaja, yaitu: (1) hasil penelitian Yayasan Priangan Jawa Barat di tujuh kota besar di Jabar menunjukkan bahwa sebanyak 21% siswa SLTP dan 35% siswa SMU disinyalir telah melakukan homo seksual; (2) hasil survey Pelajar Islam Indonesia (PII) dengan menyebar angket 400 responden yang berusia antara 12-24 tahun yang berdomisili di berbagai kota di Jawa Barat menunjukkan bahwa 75% pelajar dan mahasiswa telah melakukan penyimpangan perilaku, seperti tawuran, dan narkoba; 45% melakukan penyimpangan seksual, dan diantaranya 25% pelajar pria melakukan homoseksual. Data mutakhir koran Pikiran Rakyat (13/8/08) melaporkan 52% remaja laki- laki- perempuan usia 15-24 tahun mengaku pernah berhubungan seks.

Selain itu Makmun (Solehuddin, 2008:15) menjelaskan masalah-masalah yang muncul sehubungan dengan perkembangan remaja, diantaranya: berkenanaan dengan segi perkembangan fisik dan psikomotorik, masalah remaja


(7)

dapat berupa kecanggungan dalam bergaul, penolakan diri (self rejection) perasaan malu- malu, atau melakukan penyimpangan perilaku seksual; sedangkan berkenaan dengan segi perkembangan bahasa dan perilaku kognitif permasalahannya dapat berupa bersikap negatif terhadap guru dan pelajaran, merasa rendah diri (inferiority complex), merasa kesulitan dalam memilih bidang pendidikan (jurusan, program studi, atau jenis sekolah) yang cocok. Tawuran remaja, konflik dengan orang tua, minum obat-obat terlarang, dan bentuk- bentuk kenakalan remaja lainnya adalah masalah-masalah remaja yang terutama berkenaan dengan segi perkembangan perilaku sosial, moralitas, dan religius; sedangkan ikut-ikutan dalam kegiatan destruktif spontan untuk melampiaskan ketegangan emosinya, dan dialaminya adolesentisme adalah masalah remaja yang berkaitan dengan perkembangan perilaku afektif, konatif dan kepribadian.

Berdasarkan informasi yang didapatkan dari guru BK dan hasil observasi langsung selama melaksanakan program latihan profesi di lapangan, banyak sekali ditemukan siswa bermasalah. Adapun masalah tersebut, yaitu pelanggaran tata tertib, kecenderungan masuk ke kelas terlambat, membolos, perkelahian, rendahnya prestasi yang dicapai siswa, menurunnya semangat belajar yang disebabkan dari masalah-masalah pribadi, bahkan ada beberapa siswa yang acuh tak acuh dalam menerima pelajaran. Perilaku tersebut dapat dijadikan indikator bahwa mereka tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Apabila hal ini dibiarkan, akan menghambat proses perkembangan diri dan perwujudan diri yang bermakna sesuai dengan tujuan pendidikan.

Upaya untuk mengembangkan penyesuaian diri yang telah dipaparkan di atas dapat dikemas dalam suatu bentuk kegiatan layanan bimbingan kelompok. Bimbingan kelompok sangat bermanfaat bagi siswa karena melalui interaksi dengan anggota-anggota kelompok mereka dapat memenuhi beberapa kebutuhan psikologis seperti kebutuhan menyesuaikan diri dengan teman sebaya dan diterima oleh mereka, kebutuhan untuk saling berbagi pengalaman, kebutuhan untuk menemukan nilai-nilai yang ada di sekitar sebagai pedoman, serta kebutuhan lebih demokratis dan mandiri.


(8)

6

Noviliana Latifah, 2013

Efektivitas Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa (Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Salah satu bentuk metode bimbingan kelompok yang dapat diberikan pada siswa SMP untuk mengembangkan penyesuaian diri adalah dengan permainan kelompok. Permainan kelompok sangat mungkin diberikan pada siswa SMP karena sesuai dengan karakteristik perkembangan yang berada pada taraf operasional formal. Maka bentuk kegiatan permainan kelompok dipandang dapat membantu mengembangkan penyesuaian diri. Selain itu permainan kelompok memiliki unsur terapeutik karena dalam permainan terdapat unsur-unsur yang merangsang dan melatih siswa untuk meningkatkan kemampuannya pada hal-hal tertentu yang tidak dimilikinya dan mengurangi atau menghilangkan hal-hal yang merupakan masalah (Nugraha, 2009:13).

Alasan menggunakan permainan dalam kelompok (Rusmana, 2009:22) adalah sebagai berikut.

1. Mengembangkan diskusi dan partisipasi. Penggunaan permainan dalam kelompok seringkali dapat meningkatkan partisipasi anggota kelompok dengan cara memberikan mereka pengalaman umum. Permainan dapat menjadi cara untuk menstimulasi minat dan energi anggota kelompok. 2. Memfokuskan kelompok. Suatu permainan dapat digunakan untuk

memfokuskan anggota pada suatu isu atau topik yang umum.

3. Mengangkat suatu fokus. Konselor bisa juga menggunakan permainan untuk mengangkat suatu fokus.

4. Memberi kesempatan untuk pembelajaran eksperiensial. Permainan untuk memberikan suatu pendekatan alternatif dalam mengeksplorasi persoalan- persoalan, hal ini dapat dilakukan melalui diskusi sederhana.

5. Memberi konselor informasi yang berguna. Permainan berguna juga untuk mendapatkan informasi dari anggota kelompok dalam diskusi.

6. Memberikan kesenangan dan relaksasi. Permainan tertentu dapat melonggarkan suasana dalam kelompok melalui canda tawa dan relaksasi. 7. Meningkatkan level kenyamanan. Permainan dapat digunakan untuk

meningkatkan level kenyamanan dalam kelompok. Permaian untuk meningkatkan keakraban sehingga menambah rasa nyaman diantara anggota kelompok.


(9)

Perkembangan siswa tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku peserta didik, seperti terjadinya stagnasi (kemandegan) perkembangan, masalah-masalah pribadi atau penyimpangan perilaku. Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan tersebut dapat ditempuh dengan cara mengembangkan potensi peserta didik dan memfasilitasi mereka secara sistematik dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. Hal tersebut senada dengan tujuan bimbingan dan konseling secara umum, yakni membantu peserta didik untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya secara optimal.

Dengan latar belakang penelitian tersebut peneliti mencoba menguji seberapa besar efektivitas permainan kelompok untuk mengembangkan penyesuaian diri siswa SMP.

B.Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan fakta empiris mengenai temuan penyesuaian diri di atas, maka diperlukan bimbingan dan konseling sekolah sebagai salah satu layanan interpersonal yang memiliki posisi strategis untuk membantu peserta didik dalam memfasilitasi perkembangan potensi yang mereka miliki. Penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling diharapkan mampu membantu individu memahami diri sendiri, orang lain dan lingkungannya, serta dapat menyesuaikan dalam merealisasikan fungsi-fungsi kehidupan dan memenuhi kebutuhan- kebutuhannya.

Individu sejak lahir telah dihadapkan dengan lingkungan yang menjadi sumber stress. Cara-cara yang dilakukan untuk menghadapi lingkungan (stress) beranekaragam, dan keberhasilannya juga beranekaragam. Bagi individu yang gagal akan mengalami maladjusment yang ditandai dengan perilaku menyimpang dan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku di lingkungan atau gangguan yang lain (psikotik, neurotik, psikopatik). Stress terjadi apabila individu


(10)

8

Noviliana Latifah, 2013

Efektivitas Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa (Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

mengalami tekanan (pressure) dari lingkungan atau ia mengalami hambatan dalam memenuhi kebutuhannya yang mengakibatkan frustrasi dan ia tidak mampu mengatasinya. Dalam menghadapi stress ini akan sangat dipengaruhi oleh individu yang bersangkutan, bagaimana kepribadiannya, persepsinya, dan kemampuannya dalam menyelesaiakan masalah (Haeny, 2010:16).

Individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik mempunyai kemampuan untuk mereaksi kebutuhan atau tuntutan lingkungannya secara matang, sehat dan efisien, sehingga dapat memecahkan konflik-konflik mental, frustrasi, dan kesulitan-kesullitan pribadi dan sosialnya tanpa mengembangkan tingkah laku simtomatik (seperti rasa cemas, takut, khawatir, obsesi, pobia atau psikosomatik). Dia adalah orang yang berupaya menciptakan hubungan interpersonal dan suasana yang saling menyenangkan yang berkontribusi kepada perkembangan kepribadian yang sehat. (Yusuf, 2004:29).

Semiun (2006:37) berpendapat bahwa orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik dapat bereaksi secara efektif terhadap situasi-situasi yang berbeda, dapat memecahkan konflik-konflik, frustrasi-frustrasi, dan masalah-masalah tanpa menggunakan tingkah laku simtomatik. Karena itu individu tersebut bebas dari simtom-simtom, seperti kecemasan kronis, obsesi, atau gangguan-gangguan psikofisiologis (psikosomatik). Ia menciptakan dunia hubungan antarpribadi dan kepuasan-kepuasan yang ikut menyumbangkan kesinambungan pertumbuhan pribadi.

Dalam konteks pendekatan yang dapat digunakan untuk membantu peserta didik mengembangkan penyesuaian diri dikemas dalam suatu bentuk kegiatan layanan bimbingan kelompok. Bimbingan kelompok sangat bermanfaat bagi siswa karena melalui interaksi dengan anggota-anggota kelompok mereka dapat memenuhi beberapa kebutuhan psikologis seperti kebutuhan menyesuaikan diri dengan teman sebaya dan diterima oleh mereka, kebutuhan untuk saling berbagi pengalaman, kebutuhan untuk menemukan nilai-nilai yang ada di sekitar sebagai pedoman, serta kebutuhan lebih demokratis dan mandiri. Sukmadinata (2007:31) menjelaskan bahwa bimbingan yang mendorong kegiatan umumnya dilakukan secara kelompok dan berfungsi bukan saja memberi informasi tetapi juga


(11)

mendorong peserta didik untuk saling menyesuaikan diri, menyalurkan dorongan-dorongan mereka, mengembangkan kemampuan tertentu, mengadakan katarsis, sublimasi, kompensasi, tukar menukar pengalaman dan ide-ide serta menangani ketegangan-ketegangan.

Salah satu bentuk metode bimbingan kelompok yang dapat diberikan pada siswa SMP untuk mengembangkan penyesuaian diri adalah dengan permainan kelompok. Permainan kelompok sangat mungkin diberikan pada siswa SMP karena sesuai dengan karakteristik perkembangan yang berada pada taraf operasional formal. Maka bentuk kegiatan permainan kelompok dipandang dapat membantu mengembangkan penyesuaian diri. Selain itu permainan kelompok memiliki unsur terapeutik karena dalam permainan terdapat unsur-unsur yang merangsang dan melatih siswa untuk meningkatkan kemampuannya pada hal-hal tertentu yang tidak dimilikinya dan mengurangi atau menghilangkan hal-hal yang merupakan masalah (Nugraha, 2009:13). Berdasarkan permasalahan tersebut,

maka masalah utama yang akan diteliti adalah “Apakah permainan kelompok efektif dalam mengembangkan penyesuaian diri siswa SMP?”

Dari identifikasi masalah tersebut dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimana gambaran kemampuan penyesuaian diri siswa kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung tahun ajaran 2012/2013?

2. Bagaimana rancangan permainan kelompok dalam mengembangkan penyesuaian diri siswa kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung tahun ajaran 2012/2013?

3. Apakah permainan kelompok efektif dalam mengembangkan penyesuaian diri siswa kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung tahun ajaran 2012/2013?

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh gambaran empirik mengenai efektivitas permainan kelompok dalam mengembangkan penyesuaian diri siswa. Tujuan khusus dari penelitian adalah sebagai berikut.


(12)

10

Noviliana Latifah, 2013

Efektivitas Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa (Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

1. Memperoleh gambaran kemampuan penyesuaian diri siswa SMP VIII SMP Negeri 45 Bandung tahun ajaran 2012/2013 secara umum, per aspek dan pada kelas eksperimen.

2. Merumuskan rancangan permainan kelompok dalam mengembangkan penyesuaian diri siswa kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung tahun ajaran 2012/2013.

3. Menguji efektivitas permainan kelompok dalam mengembangkan penyesuaian diri siswa kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung tahun ajaran 2012/2013.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang ingin dicapai antara lain: 1. Konselor dan pihak lainnya.

Diharapkan penelitian ini menjadi acuan dalam mengembangkan penyesuaian diri siswa yang tidak baik di sekolah sehingga hasil penelitian ini dapat dikembangkan kembali oleh konselor dalam melakukan intervensi dalam berbagai setting pendidikan.

2. Bagi Pihak Sekolah

Penelitian ini diharapkan menjadi pedoman praktis dalam memberikan layanan bimbingan untuk mengembangkan kemampuan penyesuaian diri siswa melalui permainan kelompok.

E. Struktur Organisasi

Bab I berisikan Pendahuluan yang terdiri atas: latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi.

Bab II Kajian Pustaka. Kajian pustaka mencakup karakteristik siswa SMP sebagai remaja, konsep dasar kemampuan penyesuaian diri siswa, dan konsep dasar permainan kelompok.

Bab III memaparkan metode penelitian yang meliputi lokasi dan subjek populasi penelitian, desain penelitian, metode penelitian, operasional variabel,


(13)

instrumen penelitian, proses pengujian instrumen, teknik pengumpulan data, dan analisis data.

Bab IV adalah Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab hasil penelitian dan pembahasan terdiri dari dua hal utama, yakni: (a) pengolahan atau analisis data untuk menghasilkan temuan berkaitan dengan penelitian; (b) pembahasan dan analisis hasil temuan.

Bab V meliputi Kesimpulan dan Saran. Bab kesimpulan dan saran menyajikan penafsiran dan pemaknaan terhadap hasil analisis temuan penelitian.


(14)

Noviliana Latifah, 2013

Efektivitas Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa (Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian adalah SMPN 45 Bandung yang terletak di Jalan Yogyakarta No. 1 Bandung. Sekolah ini memiliki latar belakang ekonomi, dan sosial budaya siswa yang relatif heterogen. Populasi dari penelitian ini adalah keseluruhan siswa kelas VIII SMPN 45 Bandung tahun ajaran 2012/2013, dengan pertimbangan sebagai berikut.

1. Siswa kelas VIII berada dalam rentang usia remaja, yaitu berkisar antara 13-15 tahun sehingga pada masa ini berkembang social cognition, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain yang mendorong remaja untuk berperan dan berhubungan dengan lebih akrab terhadap lingkungannya, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya, maupun masyarakat. Kondisi demikian menuntut remaja memiliki kemampuan penyesuaian diri yang baik.

2. SMPN 45 Bandung berada di daerah kota dengan latar belakang siswa yang beragam sehingga secara tidak langsung memberikan dampak pada gaya hidup, pola pikir dan pergaulan siswa.

Jumlah populasi penelitian pada setiap kelasnya terinci pada tabel sebagai berikut.

Tabel 3. 1

Anggota Populasi Penelitian

No Kelas L P Jumlah Populasi

1. VIII A 18 20 38

2. VIII B 16 20 36

3. VIII C 19 20 39

4. VIII D 15 23 38

5. VIII E 16 19 35

6. VIII F 15 21 36

7. VIII G 16 20 36

8. VIII H 16 20 36

9. VIII I 18 19 37

10. VIII J 19 21 40


(15)

Sampel penelitian diambil menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik sampling yang digunakan oleh peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya (Arikunto, 2009:97). Pertimbangan pengambilan sampel pada penelitian ini adalah tingkat penyesuaian diri pada populasi penelitian yang berada pada tingkatan rendah dan sedang yang diungkap melalui Instrumen Penyesuaian Diri Siswa. Jadi dalam penelitian eksperimen ini pengambilan sampel menggunakan seluruh subjek dalam rombongan belajar (intact group) untuk diberi perlakuan (treatment), bukan menggunakan subjek yang diambil secara acak.

Berdasarkan pengolahan skor dari penyesuaian diri siswa dengan jumlah populasi 371 siswa, bahwa kelas yang akan dijadikan kelas eksperimen/sampel penelitian adalah kelas VIII E, dengan asumsi bahwa kelas tersebut memiliki pencapaian kemampuan penyesuaian diri yang paling rendah dibanding dengan kelas dalam satu angkatannya. Siswa kelas tersebut akan memperoleh intervensi berupa permainan kelompok. Banyaknya sampel dalam penelitian ini adalah 35 siswa yang terdiri 16 orang laki-laki dan 19 orang perempuan. Pelaksanaan intervensi melibatkan seluruh anggota siswa kelas VIII E dengan hasil penyesuaian diri berkategori tinggi, sedang dan rendah, karena permainan kelompok memanfaatkan aspek-aspek positif kesadaran afektif dan dinamika kelompok yang memungkinkan peserta dan kelompok berkembang melebihi diri mereka sendiri untuk memahami hakikat beberapa masalah sosial dan memberikan alat untuk merespon masalah-masalah tersebut.

B. Desain dan Metode Penelitian

Penelitian dilakukan melalui pendekatan kuantitatif yaitu pendekatan yang memungkinkan dilakukannya pencatatan data berupa angka-angka, pengolahan statistik, struktur dan percobaan kontrol (Sukmadinata, 2008:53). Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mendapatkan data numerikal berupa persentase kemampuan penyesuaian diri pada siswa kelas VIII SMPN 45 Bandung dan keefektifan permainan kelompok dalam mengembangkan penyesuaian diri siswa.


(16)

44

Noviliana Latifah, 2013

Efektivitas Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa (Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Metode penelitian yang digunakan adalah Weak Experiments (Pra- Eksperimen) yaitu metode penelitian eksperimen yang desain dan perlakuannya seperti eksperimen tetapi tidak ada pengontrolan variabel sama sekali (Sukmadinata, 2008; Sugiyono, 2008). Desain penelitian One-Group Pretest-Posttest Design yakni desain eksperimen dengan memberikan test sebelum dan sesudah diberikan perlakuan atau eksperimen. Desain penelitian digunakan untuk memperoleh gambaran keefektifan permainan kelompok dalam mengembangkan penyesuaian diri siswa kelas VIII SMPN 45 Bandung. Adapun desain penelitiannya adalah sebagai berikut.

Dimana O1 adalah hasil pengukuran (observasi) yang dilakukan sebelum perlakuan (treatment) atau pra-uji, X adalah pemberian perlakuan (treatment), dan O2 adalah hasil pengukuran (observasi) setelah pemberian treatment (pasca-uji).

C. Definisi Operasional Variabel

Terdapat dua variabel utama dari tema penelitian yaitu penyesuaian diri siswa dan permainan kelompok. Definisi operasional variabel diuraikan sebagai berikut.

1. Penyesuaian Diri

Untuk menghindari berbagai penafsiran terhadap definisi yang digunakan, perlu dijelaskan yang dimaksud dengan penyesuaian diri siswa.

Menurut Schneiders (1964:429) penyesuaian (adjustment) adalah suatu proses yang melibatkan respon-respon mental dan perbuatan dalam upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan mengatasi ketegangan, frustrasi dan konflik secara sukses, serta menghasilkan hubungan yang harmonis antara kebutuhan dirinya dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup. Ciri-ciri orang yang well adjusted, yaitu mampu mengontrol diri, terhindar dari mekanisme-mekanisme pertahanan psikologis, terhindar dari perasaan frustrasi, memiliki pertimbangan dan pengarahan diri yang rasional, mampu belajar untuk mengembangkan kualitas diri, mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu serta


(17)

bersikap objektif dan realistik untuk merespon (kebutuhan dan masalah) secara matang, efisien, puas, dan sehat (wholesome).

Penyesuaia diri menurut Sunarto (2002:221) adalah suatu proses. Dan salah satu ciri pokok dari kepribadian yang sehat mentalnya ialah memiliki kemampuan untuk mengadakan penyesuaian diri secara harmonis, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya. Pendapat Sunarto senada dengan pendapat Fahmi (1982:24) yang mengatakan bahwa penyesuaian diri adalah proses dinamis terus-menerus yang bertujuan untuk mengubah perilaku guna mendapatkan hubungan yang lebih serasi antara diri dan lingkungannya.

Semiun (2006:37) berpendapat orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik dapat bereaksi secara efektif terhadap situasi-situasi yang berbeda, dapat memecahkan konflik-konflik, frustrasi-frustrasi, dan masalah-masalah tanpa menggunakan tingkah laku simtomatik. Karena itu individu tersebut bebas dari simtom-simtom, seperti kecemasan kronis, obsesi, atau gangguan-gangguan psikofisiologis (psikosomatik). Ia menciptakan dunia hubungan antarpribadi dan kepuasan-kepuasan yang ikut menyumbangkan kesinambungan pertumbuhan pribadi.

Secara operasional penyesuaian diri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses menyelaraskan diri dengan norma dan tuntutan lingkungan sekolah agar dapat berhasil memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan menghadapi persoalan diantaranya; mampu mengontrol diri, terhindar dari mekanisme-mekanisme pertahanan psikologis, terhindar dari perasaan frustrasi, memiliki pertimbangan dan pengarahan diri yang rasional, mampu belajar untuk mengembangkan kualitas diri, mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu serta bersikap objektif dan realistik untuk merespon (kebutuhan dan masalah) secara matang, efisien, puas, dan sehat (wholesome). Diukur melalui respon jawaban siswa terhadap pernyataan- pernyataan yang menggambarkan tujuh aspek penyesuaian diri berikut.

a. Terhindar dari ekspresi emosi yang berlebihan, merugikan atau kurang mampu mengontrol diri. Dalam aspek ini indikatornya adalah dapat mengontrol emosi dan dapat mengungkapkan emosi secara wajar.


(18)

46

Noviliana Latifah, 2013

Efektivitas Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa (Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

b. Terhindar dari mekanisme-mekanisme pertahanan psikologis. Dalam aspek ini indikatornya adalah tidak mencari-cari alasan dan bertanggung jawab terhadap masalah yang dimiliki.

c. Terhindar dari perasaan frustrasi. Dalam aspek ini indikatornya adalah terhindar dari kekecewaan yang mendalam.

d. Memiliki pertimbangan dan pengarahan diri yang rasional. Dalam aspek ini indikatornya adalahm ampu menemukan solusi untuk masalah yang dihadapi dan mampu mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang diambil.

e. Mampu belajar untuk mengembangkan kualitas diri. Dalam aspek ini indikatornya adalah memiliki sikap positif terhadap sekolah dan memiliki motivasi untuk meningkatkan prestasi belajar.

f. Mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu. Dalam aspek ini indikatornya adalah dapat mengambil hikmah dari setiap kejadian dan memiliki sikap optimis terhadap masa depan.

g. Bersikap objektif dan realistik. Dalam aspek ini indikatornya adalah mengetahui kekuatan dan menerima keterbatasan diri.

2. Permainan Kelompok

Proses-proses kognitif, afektif dan interpersonal dari bermain dapat mempermudah kemampuan-kemampuan adaptif, seperti berpikir kreatif, pemecahan masalah, penanganan, dan perilaku sosial siswa. Kemampuan adaptif ini penting bagi penyesuaian diri siswa dan bermain menjadi hal yang paling efektif dengan mentargetkan proses-proses yang spesifik. (Rusmana, 2009:17).

Permainan kelompok dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai cara untuk menjelaskan sesuatu (layanan bimbingan) melalui perbuatan yang bersifat latihan/ permainan yang dilakukan dalam setting kelompok. Penggunaan kelompok dapat memenuhi beberapa kebutuhan psikologis siswa seperti kebutuhan menyesuaikan diri dengan teman sebaya dan lingkungan sekolah, kebutuhan untuk saling berbagi pengalaman, kebutuhan untuk menemukan nilai-nilai yang ada di sekitar sebagai pedoman, serta kebutuhan lebih demokratis dan mandiri.


(19)

Prosedur pelaksanaan permainan kelompok dalam penelitian ini berdasarkan prosedur pembentukkan kelompok yang dikemukakan oleh Gladding yang terdiri dari beberapa tahapan, diantaranya sebagai berikut.

a. Tahap Awal: Orientasi peserta (pembinaan hubungan baik)

Orientasi peserta adalah proses pembentukan kelompok dan tahap pancaroba untuk mewujudkan hubungan baik dalam sebuah kelompok. Orientasi peserta ini didahulukan dengan menggunakan permainan yang bersifat peleburan dan penjajagan antara peserta (ice breaking games). b. Tahap Transisi: Orientasi permainan kelompok

Yaitu tahap pengembangan arah dan tujuan suatu kelompok sehingga akan tercapai kesepakatan dalam diri anggota kelompok (konseli) untuk melakukan apa dan bagaimana. Pada tahap ini fasilitator (konselor) memberikan penjelasan sebagai berikut.

1) Tujuan permainan kelompok yang meliputi tujuan umum dan tujuan khusus permainan kelompok yang akan dilaksanakan secara singkat. 2) Tata cara permainan kelompok secara umum yang meliputi cara

memulai, melaksanakan dan mengakhiri permainan. 3) Peran peserta dan peran fasilitator.

c. Tahap kerja: Pelaksanaan permainan kelompok

Pada tahap ini peserta mengikuti permainan kelompok dan fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk terlibat aktif sesuai dengan stimulasi materi dalam permainan kelompok yang dilaksanakan. Selain itu fasilitator memberikan dorongan empatik dan penguatan kepada peserta pada saat permainan kelompok berlangsung. Adapun permainan yang digunakan untuk mengembangkan penyesuaian diri siswa diantaranya sebagai berikut.

1) Balon emosi. Permainan ini membantu siswa dalam menemukan cara- cara yang efektif untuk mengendalikan emosi.

2) Tes 3 menit. Permainan ini membantu siswa agar mampu mengidentifikasi situasi yang memunculkan sikap menyalahkan orang lain dan mencari-cari alasan.


(20)

48

Noviliana Latifah, 2013

Efektivitas Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa (Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

3) Siap tempur. Permainan ini membantu siswa dalam mengidentifikasi situasi yang membuat cemas dalam belajar.

4) Kapal karam. Permainan ini membantu siswa agar mampu mengambil keputusan dan dapat membuat alternatif-alternatif penyelesaian masalah.

5) Z-A. Permainan ini membantu siswa dalam mengidentifikasi situasi yang membuat siswa merasa terbebani dengan banyaknya tugas. 6) Tembok harapan. Permainan ini membantu siswa dalam

mengeksplorasi harapan masing-masing siswa selama berada si sekolah.

7) Daftar Kekuatan. Permainan ini membantu dalam mengidentifikasi pemikiran irasional dan pernyataan negatif yang muncul dalam situasi yang membuat tidak percaya diri.

d. Tahap Terminasi: Refleksi dan pengakhiran permainan kelompok

Pada tahap refleksi anggota kelompok telah sampai pada suatu kondisi yang mampu mencapai tingkat produktivitas yang tinggi, efektif dan efisien. Pada tahap ini fasilitator membantu para peserta untuk menyerap pengalaman dan wawasan yang diperoleh setelah mengikuti permainan kelompok dengan melakukan hal-hal sebagai berikut.

1) Memberikan kesempatan setiap peserta permainan kelompok untuk menjelaskan peran yang telah dimainkan.

2) Memberikan kesempatan setiap peserta permainan kelompok untuk menjelaskan masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan permainan kelompok dan penanganannya.

3) Memberikan kesempatan setiap peserta permainan kelompok untuk menjelaskan pelajaran yang diperoleh dari permainan kelompok yang telah diikuti.

4) Mengarahkan peserta permainan kelompok membahas proses pelaksanaan dan hasil permainan kelompok berkaitan permasalahan nyata yang akan diselesaikan


(21)

Pada tahap pengakhiran fasilitator mengakhiri kegiatan permainan kelompok disertai dengan mengemukakan kesepakatan tindakan yang akan dilakukan peserta dan kesimpulan hasil permainan kelompok serta memberikan penguatan atas kesepakatan tindakan peserta untuk mengembangkan penyesuaian dirinya.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data dengan cara melakukan pengukuran (Purwanto, 2010:183).

1. Jenis Skala

Jenis skala pengungkap data penelitian ini dengan model Likert yang terdiri dari beberapa pernyataan positif dan pernyataan negatif dengan empat pilihan jawaban. Skala ini menilai sikap atau tingkah laku yang diinginkan oleh peneliti dengan cara mengajukan beberapa pernyataan kepada responden. Kemudian responden diminta memberikan pilihan jawaban atau respon dalam skala ukur yang telah disediakan (Sugiono, 2012:146).

2. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian

Kisi-kisi instrumen untuk mengungkap penyesuaian diri dikembangkan dari definisi operasional variabel penelitian yang di dalamnya terkandung aspek-aspek dan indikator untuk kemudian dijabarkan dalam bentuk pernyataan skala. Penyebaran butir pernyataan tentang penyesuaian diri siswa dijabarkan ke dalam kisi-kisi yang dapat dilihat pada tabel 3.2

Tabel 3.2

Kisi-Kisi Instrumen Penyesuaian Diri

Aspek Indikator No. Item

(+) (-)

Mampu

mengontrol emosi yang berlebihan

a. Dapat mengontrol emosi 1, 2, 3, 5 4, 6 6 b. Dapat mengungkapkan


(22)

50

Noviliana Latifah, 2013

Efektivitas Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa (Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Mampu

mengatasi mekanisme psikologis

a. Tidak mencari-cari alasan 13 12, 14,

15 4

b. Bertanggung jawab terhadap masalah yang dimiliki

16, 17,

18, 19 4

Mampu mengatasi frustrasi

Terhindar dari kekecewaan yang mendalam

21, 22,

23 20, 24, 5

Memiliki

pertimbangan dan pengarahan diri yang rasional

a. Mampu menemukan solusi untuk masalah yang

dihadapi

25 26, 27,

28 4

b. Mampu mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang diambil

29, 30 31 3

Memiliki kemampuan untuk belajar

a. Memiliki sikap positif terhadap sekolah

32, 33,

34 35 4

b. Memiliki motivasi untuk meningkatkan prestasi belajar

36, 37,

39 38 4

Mampu

Memanfaatkan pengalaman masa lalu

a. Dapat mengambil hikmah

dari setiap kejadian 43

40, 41,

42 4

b. Memiliki sikap optimis terhadap masa depan

44, 45,

46 47, 48 5 Bersikap

objektif dan realistik

Mengetahui kekuatan dan

menerima keterbatasan diri 49, 52 50, 51 4

3. Pedoman Skoring

Instrumen penyesuaian diri dibuat dalam bentuk pernyataan-pernyataan beserta kemungkinan jawaban. Item pertanyaan tentang penyesuaian diri siswa dibuat dalam alternatif respons pernyataan subjek skala 4 (empat) yaitu: a) Sangat Sesuai (SS); b) Sesuai (S); c) Tidak Sesuai (TS); d) Sangat Tidak Sesuai (STS). Secara sederhana tiap opsi alternatif respons mengandung arti dan nilai skor seperti tabel 3.3.


(23)

Tabel 3.3

Pola Skor Opsi Alternatif Respon

Alternatif Jawaban Skor Jawaban

Positif Negatif

Sangat Sesuai (SS) 4 1

Sesuai (S) 3 2

Tidak Sesuai (TS) 2 3

Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4

E. Proses Pengembangan Instrumen

Pengembangan angket dilakukan melalui tiga tahap pengujian sebagai berikut :

1. Uji Validitas Rasional

Uji validitas rasional bertujuan mengetahui tingkat kelayakan instrumen dari segi bahasa, konstruk dan isi. Penimbang instrumen penyesuaian diri terdiri dari tiga pakar/dosen Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. Uji validitas rasional dilakukan dengan meminta pendapat dosen ahli untuk memberikan penilaian pada setiap item dengan kualifikasi Memadai (M) dan Tidak Memadai (TM). Item yang diberi nilai M berarti item tersebut bisa digunakan dan item yang diberi nilai TM bisa memiliki dua kemungkinan yaitu item tersebut tidak bisa digunakan atau masih bisa digunakan dengan revisi.

Hasil penelitian menunjukkan secara konstruk hampir seluruh item pada angket penyesuaian diri termasuk memadai. Terdapat item-item yang perlu diperbaiki dari segi bahasa dan isi. Hasil penimbangan dari tiga dosen ahli dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya item-item pernyataan dapat digunakan dengan beberapa perbaikan redaksi supaya mudah dipahami siswa.

Langkah berikutnya dilakukan uji keterbacaan terhadap lima orang siswa kelas VIII SMPN 16 Bandung yang tidak diikutsertakan dalam sampel penelitian tetapi memiliki karakteristik yang hampir sama dengan sampel penelitian. Uji keterbacaan dimaksudkan untuk melihat sejauh mana keterbacaan instrumen oleh responden sebelum digunakan untuk kebutuhan penelitian. Hasil uji keterbacaan


(24)

52

Noviliana Latifah, 2013

Efektivitas Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa (Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

item pernyataan pada angket dapat dipahami oleh kelima siswa yang melakukan uji keterbacaan.

2. Uji Validitas Empiris

Validitas suatu instrumen penelitian adalah derajat yang menunjukkan dimana suatu tes mengukur apa yang hendak diukur (Supardi, 2009:122). Kegiatan uji validitas butir item dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen yang disusun dapat dipergunakan untuk mengukur apa yang akan diukur. Semakin tinggi nilai validitas item menunjukkan semakin valid instrumen tersebut digunakan di lapangan. Untuk menguji setiap item pernyataan dilakukan perhitungan statistik dengan mempergunakan rumus korelasi Product Moment dari Pearson, yaitu:

Arikunto (2002:146) Keterangan:

rxy = Koefisien Korelasi antara variabel X dan variabel Y

N = Jumlah responden

XY = Jumlah hasil kali skor X dan Y setiap responden ∑X = Jumlah skor X

Y = Jumlah skor Y

(∑X)2 = Kuadrat jumlah skor X (∑Y)2 = Kuadrat jumlah skor Y

Selanjutnya dihitung dengan uji-t, dengan rumus:

2 1 2 r n r t    Keterangan:

t : nilai t hitung yang dicari

r : koefisien korelasi hasil r-hitung n : jumlah responden

 

 

 

  

  2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N rxy


(25)

Selanjutnya membandingkan nilai t-hitung dengan nilai t-tabel dengan tingkat kesalahan 5% atau dengan taraf signifikansi 95%.

Kaidah keputusan:

Jika t hitung > t tabel berarti valid

t hitung < t tabel berarti tidak valid

Pengujian instrumen dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data terhadap populasi atau yang disebut dengan built-in. Pengujian validitas butir item yang dilakukan dalam penelitian adalah seluruh item yang terdapat dalam angket penyesuaian diri siswa. Pengolahan data dalam penelitian dilakukan dengan bantuan program Microsoft Office Excel 2007 terhadap 52 item pernyataan dalam instrumen dengan jumlah subjek sebanyak 371 siswa. Dari 52 butir item instrumen diperoleh item pernyataan yang valid sebanyak 50 item dan sebanyak 2 item pernyataan yang tidak valid. Hasil uji validitas setiap item dalam instrumen kemampuan penyesuaian diri siswa SMP kelas VIII secara rinci tertera dalam tabel 3.4 di bawah ini.

Tabel 3.4

Hasil Uji Validitas Instrumen Penyesuaian Diri Siswa

Kesimpulan No. Item Jumlah

Memadai 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52

50

Buang 2, 40 2

3. Pengujian Reliabilitas Instrumen

Selain harus memenuhi kriteria valid, instrument penelitian pun harus reliabel. Pengujian reliabilitas instrument dimaksudkan untuk melihat konsistensi internal instrumen yang digunakan atau ketepatan alat ukur (Sukmadinata, 2008; Sugiyono, 2007). Suatu alat ukur yang memiliki reliabilitas baik jika memiliki kesamaan data dalam waktu yang berbeda sehingga dapat digunakan berkali-kali. Titik tolak ukur koefisien reliabilitas digunakan klasifikasi rentang koefisien reliabilitas sebagai berikut.


(26)

54

Noviliana Latifah, 2013

Efektivitas Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa (Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Tabel 3.5

Penafsiran Keofisien Reliabilitas

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000

Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi

Arikunto (2004:247)

Hasil uji reliablitas instrument reliabilitas diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,8. Dengan merujuk pada klasifikasi rentang koefisien reliabilitas termasuk ke dalam kategori kuat atau menunjukkan tingkat reliabilitas yang tinggi.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang dipilih dalam pengumpulan data adalah melalui tes dengan menggunakan angket sebagai instrument penelitian. Angket merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan data secara tidak langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden). Pada penelitian ini angket yang digunakan dalam mengukur penyesuaian diri siswa berbentuk skala sikap Likert. Skala yang dipergunakan merupakan teknik pengumpul data yang bersifat mengukur, karena diperoleh hasil ukur yang berbentuk angka-angka.

Skala sikap ini berisi sejumlah pernyataan yang harus dijawab atau direspon oleh responden. Pernyataannya berupa pernyataan tertutup dengan alternatif jawaban yang telah disediakan sehingga responden dapat langsung menjawabnya. Responden tidak bisa memberikan jawaban atau respon lain kecuali yang telah disediakan sebagai alternatif jawaban.


(27)

G. Analisis Data

Langkah selanjutnya setelah seluruh data terkumpul adalah mengolah dan menganalisi data sebagai bahan acuan dalam menyusun intervensi permainan kelompok. Maka pembagian kategori tingkat penyesuaian diri siswa disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 3.6

Kualifikasi Keterampilan Penyesuaian Diri Siswa SMP

Skor Kualifikasi Interpretasi

≥ 167 Tinggi Siswa SMP pada kategori tinggi telah mencapai

keterampilan penyesuaian diri yang optimal. Artinya siswa mampu mengontrol diri, terhindar dari mekanisme-mekanisme pertahanan psikologis, terhindar dari perasaan frustrasi, memiliki pertimbangan dan pengarahan diri yang rasional, mampu belajar untuk mengembangkan kualitas diri, mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu serta bersikap objektif dan realistik untuk merespon (kebutuhan dan masalah) secara matang, efisien, puas, dan sehat (wholesome). 84 – 166 Sedang Siswa SMP pada kategori sedang, tengah menuju pada

penguasaan keterampilan penyesuaian diri yang tinggi. Artinya siswa pada kualifiasi sedang masih memerlukan bimbingan dari guru bk, atau belum menunjukan perilaku dengan cara-cara yang dapat diterima lingkungan sosialnya dilihat dari aspek mampu mengontrol diri, terhindar dari mekanisme-mekanisme pertahanan psikologis, terhindar dari perasaan frustrasi, memiliki pertimbangan dan pengarahan diri yang rasional, mampu belajar untuk mengembangkan kualitas diri, mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu serta bersikap objektif dan realistik untuk merespon (kebutuhan dan masalah) secara matang, efisien, puas, dan sehat (wholesome).

≤ 83 Rendah Siswa SMP pada kualifikasi rendah menunjukkan siswa memiliki keinginan untuk dapat menyesuaikan diri, namun belum teraktualkan baik dari aspek perilaku mampu mengontrol diri, terhindar dari mekanisme-mekanisme pertahanan psikologis, terhindar dari perasaan frustrasi, memiliki pertimbangan dan pengarahan diri yang rasional, mampu belajar untuk mengembangkan kualitas diri, mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu serta bersikap objektif dan realistik untuk merespon (kebutuhan dan masalah)


(28)

56

Noviliana Latifah, 2013

Efektivitas Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa (Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

secara matang, efisien, puas, dan sehat (wholesome). Keterampilan penyesuaian dirinya belum sesuai dengan yang diharapkan.

H. Langkah-Langkah Penelitian

Prosedur yang ditempuh dalam penelitian terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahapan persiapan, pelaksanaan dan pelaporan, dengan deskripsi sebagai berikut. 1. Tahap Persiapan Penelitian

a. Membuat proposal penelitian dan mengkonsultasikannya kepada dosen mata kuliah skripsi dan disahkan dengan persetujuan dari dewan skripsi dan dosen pembimbing skripsi serta ketua jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan.

b. Pengurusan permohonan pengangkatan dosen pembimbing skripsi pada tingkat fakultas, yang telah disahkan oleh dosen pembimbing pilihan dan ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan.

c. Mengajukan permohonan izin penelitian dari jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. Surat izin penelitian yang telah disahkan kemudian disampaikan pada kepala sekolah SMPN 45 Bandung.

d. Membuat rancangan instrumen penyesuaian diri siswa dan meminta pertimbangan kelayakan ahli.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

a. Melakukan pre-tes dengan menyebarkan instrumen penyesuaian diri siswa pada siswa kelas VIII SMPN 45 Bandung.

b. Menentukan kelas eksperimen yaitu kelompok kelas siswa yang tingkat penyesuaian dirinya rendah dan sedang.

c. Melakukan proses eksperimen dengan menggunakan permainan kelompok d. Melakukan pos-tes untuk memperoleh data mengenai perubahan

penyesuaian diri setelah dilakukannya intervensi

e. Melakukan pengolahan dan menganalisis data mengenai peningkatan penyesuaian diri siswa


(29)

Pada tahap akhir penulisan skripsi membuat kesimpulan dan rekomendasi dari hasil penelitian serta mengkonsultasikan draf skripsi dan sidang kepada dosen pembimbing.


(30)

Noviliana Latifah, 2013

Efektivitas Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa (Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian tentang efektivitas permainan kelompok dalam mengembangkan penyesuaian diri siswa kelas VIII SMPN 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 dihasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut.

1. Profil penyesuaian diri siswa menunjukkan bahwa secara umum siswa berada pada kategori sedang, artinya siswa tengah menuju pada penguasaan keterampilan penyesuaian diri yang tinggi. Siswa pada kualifiasi sedang masih memerlukan bimbingan dari guru BK, atau belum menunjukan perilaku dengan cara-cara yang dapat diterima lingkungan sosialnya dilihat dari aspek mampu mengontrol diri, terhindar dari mekanisme-mekanisme pertahanan psikologis, terhindar dari perasaan frustrasi, memiliki pertimbangan dan pengarahan diri yang rasional, mampu belajar untuk mengembangkan kualitas diri, mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu serta bersikap objektif dan realistik untuk merespon (kebutuhan dan masalah) secara matang, efisien, puas, dan sehat (wholesome).

2. Program intervensi permainan kelompok kelompok dalam mengembangkan penyesuaian diri siswa kelas VIII SMPN 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 disusun dengan struktur program sebagai berikut: a) Rasional; b) Deskripsi Kebutuhan; c) Tujuan Intervensi; d) Prosedur Permainan Kelompok; e) Asumsi Intervensi; f) Sasaran Intervensi; g) Sesi Intervensi; h) Kompetensi Konselor; i) Indikator Keberhasilan; j) Langkah-Langkah Implementasi Program.

3. Program intervensi permainan kelompok yang dirumuskan berdasarkan profil penyesuaian diri siswa efektif mengembangkan penyesuaian diri siswa dilihat dari uji statistik terhadap data pra tes dan pos tes kelas eksperimen.


(31)

B. Saran

Saran penelitian ini ditunjukkan kepada jurusan psikologi pendidikan dan bimbingan, guru bimbingan dan konseling serta peneliti selanjutnya.

1. Guru Bimbingan dan Konseling

Guru bimbingan dan konseling dapat menjadikan profil penyesuaian diri siswa sebagai dasar untuk intervensi dan studi kasus lanjutan. Guru BK pun dapat menggunakan program intervensi permainan kelompok untuk mengembangkan penyesuaian diri kepada siswa SMP sebagai bagian dari program bimbingan dan konseling di sekolah.

2. Peneliti Selanjutnya

a. Pada desain penelitian kuantitatif penelitian menggunakan angket sehingga hasil penelitian hanya terbatas pada hal yang tercantum dalam angket. Jika peneliti menemukan hal yang menarik maka penelitian akan sulit memperdalam data, dengan demikian peneliti selanjutnya disarankan untuk menggunakan desain penelitian kualitatif untuk memperdalam data penelitian dengan memperhatikan aspek- aspek penyesuaian diri pada siswa.

b. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP, peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian pada populasi yang lebih luas, seperti pada siswa di SD, SMA, SMK dan Perguruan Tinggi, sehingga dapat dihasilkan program intervensi permainan kelompok yang berpengaruh signifikan terhadap kemampuan penyesuaian diri siswa pada setiap jenjang pendidikan.


(32)

Noviliana Latifah, 2013

Efektivitas Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa (Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2000). Manajemen Penelitian. Jakarta: Asdi Mahasatya.

Arikunto, Suharsimi. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Baikie, K. A & Wilhelm, K. (2005). Emotional and Physical Health Benefits of Expressive Writing Advances in Psychiatric Treatment, 11, 338-346

Cataripah, Rica. (2011). Program Bimbingan Pribadi Sosial untuk Mengembangkan Kemampuan Penyesuaian Diri Siswa. Skripsi: Jurusan PPB FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Corey, Gerald. (2003). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.

Cormier, W.H & Cormier, L.S. (1985). Interviewing Strategies For Helpers. Monterey California: Brooks/Cole Publishing.

Daradjat, Zakiah. (1982). Kesehatan Mental. Jakarta: PT Gunung Agung.

Desmita. (2008). Psikologi Perkembangan. Bandung: ROSDA.

Fahmi, M. (a.b Darajat, Z). (1982). Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat. Jakarta: Bulan Bintang.

Gary Kroehnert. (1991). 100 Training Games. Australia, Sidney: McGraw-Hill Book Company.

Gerungan, W.A. (2004). Psikologi Sosial. Bandung. PT Refika Aditama.


(33)

Gladding, Samuel T. (1995). Group Work: A Counseling Specialty. New Jersey: Merril, an imprint of Prentice Hall.

Goliszek, Andrew. (2005). Manajement stress; Cara Tercepat Untuk Menghilangkan Rasa Cemas. Sulistyo Penyunting. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.

Haeny, Ida Noor. (2010). Program Bimbingan Kelompok untuk Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa. Tesis: Jurusan Bimbingan dan Konseling UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Hasibuan dan Moedjiono. (1993). Proses Belajar-Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Hurlock (a.b Istiwidayanti dan Soedjarwo). (1992). Psikologi Perkembangan (Edisi kelima) Jakarta; Erlangga.

Hurlock, (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga (Edisi kelima, alih bahasa oleh : Dra. Istiwidayani, Drs. Soejdarwo. M.Sc, Drs. Ridwan Max Sijabat)

Ismail, Andang. (2006). Education Games “Menjadi Cerdas dan Ceria dengan Permainan Edukatif”. Yogyakarta:Pilar Media.

Mappiare, A. (1982). Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.

Nugraha, Agung. (2009). Efektivitas Permainan Simulasi untuk Mengembangkan Komitmen Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas. Skripsi: Jurusan PPB FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Pekrun,Reinhard et al. (2002). Positive Emotions In Education. dalam Beyond Coping: Meeting Goals, Visions, and Challenges. Oxford: Oxford University Press.


(34)

109

Noviliana Latifah, 2013

Efektivitas Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa (Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

PPB (2008). Konsep & Aplikasi Bimbingan & Konseling. Bandung: Publikasi Jurusan PPB FIP UPI

Prayitno. (2001). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling.Jakarta: Rineka Cipta.

Purwanto. (2010). Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Puspitasari, Nita. (2008). Hubungan Antara Sumber-Sumber Self Esteem Dengan Perilaku Asertif Pada Remaja. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Pendidikan Indonesia.

Rusmana, Nandang. (2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah. Bandung: Rizqi Press.

Rusmana, Nandang. (2009). Permainan (Game & Play). Bandung: Rizqi Press.

Ruswandi, Muhamad. (2006). Games For Islamic Mentoring. Bandung: Syamil.

Santrock, (2007). Life Span Develeopment. Jakarta : Erlangga (Jilid II, edisi ke sebelas, alih bahasa oleh : Benedictinen Widyasinta, Novietha Indra Sallama)

Schneiders, A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York: Renehart & Winston.

Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 1. Yogyakarta: Kanisius.

Sobur, A. (2009). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Sudjana, Nana. (1989). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo

Sudono, Anggani. (2000). Sumber Belajar dan Alat Permainan (untuk Pendidikan Usia Dini). Jakarta: Grasindo


(35)

Sugiyono.(2012). Metode Penelitian Pendidikan.Bandung : Alfabeta

Sukardi. (2009). Metodologi Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Bumi Aksara.

Sukmadinata, Nana Saodih. (2007). Bimbingan dan Konseling dalam Praktek. Bandung: Maestro.

Sunahwa dan Warsito, Hadi. (2010) “Penggunaan Strategi Self-Management untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri di Lingkungan Pesantren”. Jurnal Prodi Bimbingan dan Konseling FIP Unesa.

Sunarto & Hartono. (2002). Perkembangan Peserta Didik. Direktorat Jenderal, Pendidikan Tinggi. Jakarta: Depdikbud.

Sundari, S. (2005). Kesehatan Mental. Jakarta. PT. Rineka Cipta.

Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS). Surabaya: Karina.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: tidak diterbitkan.

Wijaya, Novikarisma. (2007). Hubungan antara Keyakinan Diri Akademik dengan Penyesuaian Diri Siswa Tahun Pertama Sekolah Asrama SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan. Skripsi: Jurusan Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang: Tidak diterbitkan.

Yustiana, Yusi Riska. Kenakalan Remaja (Dalam Pandangan Pendidikan). Jurnal: Jurusan PPB FIP UPI Tidak diterbitkan.

Yustiana, Yusi Riska. Remaja Gaul. Perspektif Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. Jurnal: Jurusan PPB FIP UPI. Tidak diterbitkan.


(36)

111

Noviliana Latifah, 2013

Efektivitas Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa (Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Yustiana, Yusi Riksa. (2002). Konseling Kelompok Wawasan Konsep, Teori dan Aplikasi dalam Rentang Sepanjang Hayat. PPS BK UPI: Bandung.

Yusuf, E. (2008). Hubungan Antara Penyesuaian Diri Dalam Lingkungan Kerja Dengan Manajemen Konflik Di Kalangan Karyawan UD. Sido Muncul Blitar. Skripsi. Universitas Islam Negeri Malang

Yusuf, S. (2006). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Yusuf, S. (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi Press.


(1)

106

Noviliana Latifah, 2013

Efektivitas Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa (Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

B. Saran

Saran penelitian ini ditunjukkan kepada jurusan psikologi pendidikan dan bimbingan, guru bimbingan dan konseling serta peneliti selanjutnya.

1. Guru Bimbingan dan Konseling

Guru bimbingan dan konseling dapat menjadikan profil penyesuaian diri siswa sebagai dasar untuk intervensi dan studi kasus lanjutan. Guru BK pun dapat menggunakan program intervensi permainan kelompok untuk mengembangkan penyesuaian diri kepada siswa SMP sebagai bagian dari program bimbingan dan konseling di sekolah.

2. Peneliti Selanjutnya

a. Pada desain penelitian kuantitatif penelitian menggunakan angket sehingga hasil penelitian hanya terbatas pada hal yang tercantum dalam angket. Jika peneliti menemukan hal yang menarik maka penelitian akan sulit memperdalam data, dengan demikian peneliti selanjutnya disarankan untuk menggunakan desain penelitian kualitatif untuk memperdalam data penelitian dengan memperhatikan aspek- aspek penyesuaian diri pada siswa.

b. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP, peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian pada populasi yang lebih luas, seperti pada siswa di SD, SMA, SMK dan Perguruan Tinggi, sehingga dapat dihasilkan program intervensi permainan kelompok yang berpengaruh signifikan terhadap kemampuan penyesuaian diri siswa pada setiap jenjang pendidikan.


(2)

Noviliana Latifah, 2013

Efektivitas Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa (Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2000). Manajemen Penelitian. Jakarta: Asdi Mahasatya. Arikunto, Suharsimi. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi

Aksara.

Baikie, K. A & Wilhelm, K. (2005). Emotional and Physical Health Benefits of Expressive Writing Advances in Psychiatric Treatment, 11, 338-346

Cataripah, Rica. (2011). Program Bimbingan Pribadi Sosial untuk Mengembangkan Kemampuan Penyesuaian Diri Siswa. Skripsi: Jurusan PPB FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Corey, Gerald. (2003). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.

Cormier, W.H & Cormier, L.S. (1985). Interviewing Strategies For Helpers. Monterey California: Brooks/Cole Publishing.

Daradjat, Zakiah. (1982). Kesehatan Mental. Jakarta: PT Gunung Agung. Desmita. (2008). Psikologi Perkembangan. Bandung: ROSDA.

Fahmi, M. (a.b Darajat, Z). (1982). Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat. Jakarta: Bulan Bintang.

Gary Kroehnert. (1991). 100 Training Games. Australia, Sidney: McGraw-Hill Book Company.

Gerungan, W.A. (2004). Psikologi Sosial. Bandung. PT Refika Aditama. Ghufron Nur, (2010). Teori-teori Psikologi.Yogyakarta : Ar-ruzz Media Group


(3)

108

Noviliana Latifah, 2013

Efektivitas Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa (Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Gladding, Samuel T. (1995). Group Work: A Counseling Specialty. New Jersey: Merril, an imprint of Prentice Hall.

Goliszek, Andrew. (2005). Manajement stress; Cara Tercepat Untuk Menghilangkan Rasa Cemas. Sulistyo Penyunting. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.

Haeny, Ida Noor. (2010). Program Bimbingan Kelompok untuk Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa. Tesis: Jurusan Bimbingan dan Konseling UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Hasibuan dan Moedjiono. (1993). Proses Belajar-Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Hurlock (a.b Istiwidayanti dan Soedjarwo). (1992). Psikologi Perkembangan (Edisi kelima) Jakarta; Erlangga.

Hurlock, (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga (Edisi kelima, alih bahasa oleh : Dra. Istiwidayani, Drs. Soejdarwo. M.Sc, Drs. Ridwan Max Sijabat)

Ismail, Andang. (2006). Education Games “Menjadi Cerdas dan Ceria dengan Permainan Edukatif”. Yogyakarta:Pilar Media.

Mappiare, A. (1982). Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.

Nugraha, Agung. (2009). Efektivitas Permainan Simulasi untuk Mengembangkan Komitmen Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas. Skripsi: Jurusan PPB FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Pekrun,Reinhard et al. (2002). Positive Emotions In Education. dalam Beyond Coping: Meeting Goals, Visions, and Challenges. Oxford: Oxford University Press.


(4)

Noviliana Latifah, 2013

Efektivitas Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa (Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

PPB (2008). Konsep & Aplikasi Bimbingan & Konseling. Bandung: Publikasi Jurusan PPB FIP UPI

Prayitno. (2001). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling.Jakarta: Rineka Cipta. Purwanto. (2010). Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan

Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Puspitasari, Nita. (2008). Hubungan Antara Sumber-Sumber Self Esteem Dengan Perilaku Asertif Pada Remaja. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Pendidikan Indonesia.

Rusmana, Nandang. (2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah. Bandung: Rizqi Press.

Rusmana, Nandang. (2009). Permainan (Game & Play). Bandung: Rizqi Press. Ruswandi, Muhamad. (2006). Games For Islamic Mentoring. Bandung: Syamil. Santrock, (2007). Life Span Develeopment. Jakarta : Erlangga (Jilid II, edisi ke

sebelas, alih bahasa oleh : Benedictinen Widyasinta, Novietha Indra Sallama)

Schneiders, A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York: Renehart & Winston.

Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 1. Yogyakarta: Kanisius. Sobur, A. (2009). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Sudjana, Nana. (1989). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo

Sudono, Anggani. (2000). Sumber Belajar dan Alat Permainan (untuk Pendidikan Usia Dini). Jakarta: Grasindo


(5)

110

Noviliana Latifah, 2013

Efektivitas Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa (Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Sugiyono.(2012). Metode Penelitian Pendidikan.Bandung : Alfabeta

Sukardi. (2009). Metodologi Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Bumi Aksara. Sukmadinata, Nana Saodih. (2007). Bimbingan dan Konseling dalam Praktek.

Bandung: Maestro.

Sunahwa dan Warsito, Hadi. (2010) “Penggunaan Strategi Self-Management untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri di Lingkungan Pesantren”. Jurnal Prodi Bimbingan dan Konseling FIP Unesa.

Sunarto & Hartono. (2002). Perkembangan Peserta Didik. Direktorat Jenderal, Pendidikan Tinggi. Jakarta: Depdikbud.

Sundari, S. (2005). Kesehatan Mental. Jakarta. PT. Rineka Cipta.

Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS). Surabaya: Karina.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: tidak diterbitkan.

Wijaya, Novikarisma. (2007). Hubungan antara Keyakinan Diri Akademik dengan Penyesuaian Diri Siswa Tahun Pertama Sekolah Asrama SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan. Skripsi: Jurusan Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang: Tidak diterbitkan.

Yustiana, Yusi Riska. Kenakalan Remaja (Dalam Pandangan Pendidikan). Jurnal: Jurusan PPB FIP UPI Tidak diterbitkan.

Yustiana, Yusi Riska. Remaja Gaul. Perspektif Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. Jurnal: Jurusan PPB FIP UPI. Tidak diterbitkan.


(6)

Noviliana Latifah, 2013

Efektivitas Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa (Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Yustiana, Yusi Riksa. (2002). Konseling Kelompok Wawasan Konsep, Teori dan Aplikasi dalam Rentang Sepanjang Hayat. PPS BK UPI: Bandung.

Yusuf, E. (2008). Hubungan Antara Penyesuaian Diri Dalam Lingkungan Kerja Dengan Manajemen Konflik Di Kalangan Karyawan UD. Sido Muncul Blitar. Skripsi. Universitas Islam Negeri Malang

Yusuf, S. (2006). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Yusuf, S. (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi Press.