EFEKTIVITAS TEKNIK PERMAINAN DALAM BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN PENYESUAIAN DIRI SISWA : Studi Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi Dan Rumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 16

D. Pertanyaan Penelitian ... 16

E. Manfaat Penelitian ... 17

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Bimbingan Kelompok ... 18

B. Konsep Dasar Permainan ... 27

C. Konsep Penyesuaian Diri ... 36

D. Teknik Permainan dalam Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri Siswa ... 46

E. Kerangka Berfikir ... 52

F. Asumsi ... 57

G. Hipotesis Penelitian ... 59

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 60

B. Lokasi dan Subjek, Populasi dan Sampel Penelitian ... 61

C. Devinisi Operasional ... 62

D. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 65


(2)

F. Prosedur Pengolahan Data ... 71 G. Teknik Analisis Data ... 73

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 75 B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 111 C. Keterbatasan Penelitian ... 131

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan ... 133 B. Rekomendasi ... 134

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Desain Penelitian ... 60

3.2 Kisis-Kisi Instrument Penyesuaian Diri ... 66

3.3 Hasil Uji Validitas ... 69

3.4 Kategori Reliabilitas Instrumen ... 70

3.5 Kategori Penskoran Alternative Jawaban ... 72

3.6 Kriteria Gambaran Umum ... 73

4.1 Profil Penyesuaian Diri Siswa ... 75

4.2 Hasil Penimbangan Pakar Terhadap Program ... 91

4.3 Gambaran Tingkat Penyesuaian Diri Setiap Aspek Sebelum Treatment 100 4.4 Perubahan Skor Tingkat Penyesuaian Diri Setelah Treatment ... 103

4.5 Nilai Rerata Pre-test dan Pos-test Penyesuaian Diri ... 105

4.6 Perbandingan Nilai Rerata Penyesuaian Diri antara Sebelum dan Sesudah Treatment ... 105

4.7 Nilai Rerata Pre-tets dan Pos-test Penyesuaian Diri Per-Indikator ... 106

4.8 Hasil Uji Statistik Pre-tets dan Pos-test ... 108

4.9 Hasil Uji t Independen Data Gain Kelompok Eksperimen dan kelompok Kontrol ... 109

4.10 Hasil Pengujian Efektivitas Teknik Permainan terhadap Penyesuaian Diri dilihat Setiap Aspek ... 110


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 2.1 Kerangka Pemikiran Posisi Teknik Permainan dalam Bimbingan Kelompok


(5)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang membahas tentang inti dan arah penelitian yang menjadi tolak ukur dalam penelitian yaitu tentang permasalahan penyesuaian diri siswa. Selain itu juga membahas tentang identifikasi, perumusan masalah, tujuan penelitian, pertanyaan penelitian, dan manfaat penelitian.

A. Latar Belakang Penelitian

Individu pada saat sekarang menghadapi kehidupan yang sangat kompetitif. Hal ini disebabkan karena adanya berbagai kemajuan ilmu dan teknologi yang canggih sehingga membuat kehidupan manusia sangat cepat berubah, salah satunya sebagian kalangan masyarakat menimbulkan ketidakpastian dalam menjalani hidup, antara lain munculnya persoalan hidup yang semakin kompleks dan sulit untuk diatasi, sehingga banyak masyarakat yang mengalami gangguan psikologis seperti cemas, putus asa, egois, stress, dan gangguan jiwa lainnya. Akhirnya, seseorang tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam hidupnya yang disebabkan oleh ketidakmampuan dalam mengadakan penyesuaian diri terhadap segala bentuk perubahan dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup.

Ada beberapa hal yang ikut membantu seseorang dalam penyesuaian diri, antara lain kondisi fisik, mental, dan emosional. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Lazarus (Desmita, 2011:195) bahwa penyesuaian diri yang


(6)

baik dalam hubungannya dengan diri sendiri, dengan orang lain maupun dengan lingkungan sekitarnya. Artinya, penyesuaian diri yang well adjusted adalah seseorang yang mampu untuk mengembangkan diri secara optimal atau tidak sedang bad adjustment yaitu penyesuaian diri yang dapat memunculkan perilaku yang tidak sehat seperti; serba salah, tidak terarah, emosional, agresif, sikap yang tidak realistik, mengasingkan diri, mencari rasa aman terhadap segala sesuatu yang tidak masuk akal serta berbagai bentuk mekanisme pertahanan diri lainnya terhadap diri sendiri (Sunarto & Hartono, 2006:227).

Kemampuan penyesuaian diri seseorang dimulai saat memasuki masa remaja baik secara psikologis maupun fisiologis. Karena masa remaja merupakan masa transisi (peralihan) dari masa anak menuju masa remaja yang ditandai dengan percepatan perkembangan baik fisik, mental, emosional maupun sosial yang berlangsung pada periode kedua masa kehidupan, sehingga pada masa ini remaja sering disebut dengan masa penuh gejolak dan masa untuk mencari identitas diri, dimana remaja tidak mau lagi memakai sikap dan pedoman hidup kanak-kanaknya tetapi pada saat yang sama juga belum mempunyai pedoman hidup yang baru. Menurut ahli psikologi, fase perkembangan remaja berlangsung cukup lama kurang lebih 11 (sebelas) tahun, mulai usia 11-19 (sebelas sampai sembilan belas) tahun bagi wanita dan 12-20 (dua belas sampai dua puluh) tahun bagi pria.

Karakteristik masa remaja secara psikologis di atas, sesuai dengan yang dikemukakan Piaget (Hurlock, 1980:206), bahwa remaja sebagai usia dimana seseorang secara psikologis melakukan interaksi dengan masyarakat


(7)

dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak, dan terjadi perubahan intelektual yang mencolok, yang menumbuhkan tranformasi intelektual yang khas dari cara berfikir remaja yang memungkinkan untuk mencapai integritas dalam hubungan sosial dengan orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini. Sedangkan secara fisiologis, perkembangan fisik pada masa remaja relatif cepat yang disertai dengan cepatnya perkembangan mental seseorang.

Sebagai remaja yang merupakan bagian dari masyarakat tidak terlepas interaksi dengan lingkungannya. Pada remaja terjadi proses menyesuaikan diri dengan standar dan kebiasaan kelompok yang ada di lingkungannya. Semua perubahan yang terjadi di dalam diri pada masa remaja menuntut seseorang untuk melakukan penyesuaian di dalam dirinya, menerima perubahan bagi

dirinya, dan membentuk “sense of self” yang baru tentang siapa dirinya untuk

mempersiapkan diri menghadapi masa depan (Agustiani, 2009:38). Artinya, masa remaja merupakan masa untuk menemukan jati diri yang sebenarnya dan sesungguhnya.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan remaja tidak mampu melakukan penyesuaian diri salah satunya berasal dari suasana psikologis keluarga seperti keretakan keluarga. Hal ini sebagaimana telah dibuktikan dalam penelitian Ritter (Santrock, 2003:271), bahwa remaja yang hidup di dalam keluarga yang mengalami “keretakan”, maka remaja akan mengalami


(8)

masalah emosi (emosional), tampak padanya kecenderungan yang besar untuk marah, agresif, suka menyendiri, di samping kurang kepekaan terhadap penerimaan sosial, kurang mempunyai rasa kepercayaan diri, kurang mampu menahan diri serta lebih gelisah dibandingkan dengan remaja yang hidup dalam rumah tangga yang wajar (normal).

Remaja hidup dalam kurun waktu yang ditandai dengan aneka perubahan yang sangat cepat terjadi dalam berbagai segi kehidupan. Saat ini jutaan siswa yang belajar di sekolah-sekolah negeri atau swasta menghadapi lingkungan baru yang penuh dengan masalah penyesuaian diri. Ternyata kebanyakan siswa itu dapat menyesuaikan diri dengan gembira serta mudah bergaul dengan teman-teman barunya. Teman-teman di sekolah mampu menumbuhkan kecenderungan baru dan mempelajari macam-macam perilaku, dan sikap baru yang dapat memenuhi kebutuhan serta dorongan mereka. Tetapi, sebagian dari siswa juga ada yang gagal dalam usaha penyesuaian diri dengan lingkungan baru di sekolah, sehingga siswa menjauhi dan menghindari siswa yang lain, bahkan mempunyai sikap bermusuhan terhadap yang lain dan menyebabkan di antara siswa tersebut selalu dalam keadaan cemas dan tidak tenang serta gelisah dan kurang nyaman.

Sekolah sebagai salah satu lingkungan sosial tempat di mana siswa berinteraksi, harus dapat menciptakan dan memberikan suasana psikologis yang dapat mendorong perilaku setiap siswanya. Pola perilaku yang dimaksud adalah siswa mampu berinteraksi secara harmonis, akrab, jujur, berperilaku


(9)

sopan, dan mampu menaati peraturan sekolah sehingga dapat diterima di lingkungan sekitarnya.

Fungsi sekolah di atas, juga harus diperankan oleh Sekolah Menengah Pertama (SMP) dalam pengembangan kemampuan dan pembentukan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka pencerdasan kehidupan bangsa yang bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (TYME), berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003). Selain itu, dalam Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan juga

menyebutkan bahwa “Pendidikan menengah berfungsi mengembangkan

nilai-nilai dan sikap, rasa keindahan dan harmoni, pengetahuan, kemampuan dan keterampilan sebagai persiapan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya untuk hidup di masyarakat dalam rangka mencapai tujuan

pendidikan nasional”.

Siswa SMP tergolong dalam masa remaja yang sedang mengalami proses perkembangan dan pertumbuhan. Remaja sering dihadapkan pada berbagai persoalan-persoalan yang menuntut kemampuan dalam mencapai taraf pemikiran abstrak untuk menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik. Misalnya, mampu memahami materi yang disampaikan oleh guru selama proses kegiatan belajar mengajar dan mampu merealisasikan bukan dalam makna tetapi dalam tataran praktik. Pada kenyatannya siswa SMP


(10)

masih cenderung belum bisa mengontrol emosi dengan baik selama proses kegiatan belajar mengajar berlangsung dengan menunjukkan perilaku-perilku seperti membolos, berbicara tidak sopan, menarik diri dari lingkungan, dan tidak mengerjakan tugas sekolah. Gejala-gejala tersebut disebabkan karena beberapa faktor, salah satunya adalah kemungkinan siswa tidak mampu dalam menyesuaiakan diri. Sehingga mengakibatkan rasa tidak percaya diri, tidak berani untuk mencoba hal-hal yang baru, merasa dirinya bodoh, rendah diri, merasa diri tidak berharga, serta merasa tidak layak untuk sukses dan pesimis. Akhirnya berakibat pada prestasi belajarnya di sekolah. Hal ini selaras dengan yang diungkapkan Winkel (2010:239) bahwa:

“Gejala-gejala yang dapat memberikan indikasi mengenai kesulitan seseorang dalam menyesuaikan diri, di antaranya adalah : perilaku membangkang, mudah tersinggung, suka berbohong, suka membolos, berbicara agresif dan suka menyinggung perasaan orang lain, sering membela diri dengan menggunakan rasionalisasi, suka berdiam diri dan diam-diam saja, serta suka mengadu domba”.

Menarik suatu kesimpulan dari pendapat Winkel di atas, bahwa penyesuaian diri merupakan salah satu faktor penting guna terciptanya kesehatan mental seseorang. Karena seseorang yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan dan aktuliasasi diri dalam hidupnya disebabkan ketidakmampuannya dalam menyesuaikan diri baik dengan kehidupan keluarga, sekolah, lingkungan, dan masyarakat sehigga dalam diri seseorang menjadi tidak dinamis.


(11)

Fenomena yang terjadi di salah satu SMP Negeri Bandung berdasarkan hasil observasi awal dan wawancara dengan guru Bimbingan Konseling (BK) yang dilaksanakan pada tanggal 13 Februari 2012, menunjukkan bahwa dalam proses kegiatan belajar mengajar sebagian besar siswa dimungkinkan masih mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri baik dengan diri pribadi maupun dengan lingkungan sosialnya disekolah. Indikasi dari masalah ketidak mampuan dalam penyesuaian diri yang paling banyak terjadi adalah membolos dan melanggar tata tertib sekolah. Selain itu siswa juga sering terlambat datang ke sekolah, sering tidak masuk sekolah tanpa keterangan (absen), tidak mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh pihak sekolah, mengobrol dengan teman sebangku dikelas ketika sedang pelajaran, dan juga beberapa siswa memperlihatkan gejala cenderung kurang dapat bersosialisasi antara siswa yang satu dengan siswa lainnya.

Fenomena-fenomena yang terjadi di salah satu SMP Negeri Bandung di atas merupakan bentuk-bentuk perilaku yang menunjukkan ketidakmampuan siswa dalam melakukan proses penyesuaian diri tehadap lingkungan di sekolah.

Melihat permasalahan di atas, upaya yang dilakukan di salah satu SMP Negeri Bandung selama ini yang terkait dengan peningkatan penyesuaian diri siswa di sekolah belum berhasil menyelesaikan persoalan yang ada khususnya di kelas VII. Selama ini pemberian layanan bimbingan dan konseling hanya disesuaikan dengan hasil penyebaran angket berdasarkan Inventori Tugas Perkembangan (ITP) kepada siswa yang setiap tahun tidak mengalami


(12)

perubahan dalam instrumen angketnya. Dikarenakan tidak adanya jam khusus untuk melakukan bimbingan dan konseling di dalam kelas kepada siswa, sehingga permasalahan yang sebenarnya belum tertangani dengan baik.

Berangkat dari permasalahan-permasalahan di atas, maka perlu dilakukan-upaya-upaya bimbingan dan konseling dalam rangka memperbaiki perilaku siswa agar mampu melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan di sekolah. Sebab jika tidak dilakukan upaya-upaya penyesuaian diri kepada siswa akan mengakibatkan ketidaktercapaian tujuan pendidikan yang telah digariskan dalam Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 maupun Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005. Karena, penyesuaian diri mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia yang harus dilalui siswa di sekolah yang salah satunya dilakukan dengan bimbingan kelompok. Bimbingan kelompok merupakan teknik layanan yang diberikan kepada siswa untuk mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan pada diri siswa yang dapat ditempuh dengan berbagai pendekatan (Natawidjaja, 1987:32).

Prayitno (1999:2), mengemukakan bahwa bimbingan kelompok merupakan upaya membantu seseorang dalam suasana kelompok agar seseorang dapat memahami dirinya, mencegah masalah, dan mampu memperbaiki diri dengan cara memanfaatkan dinamika kelompok sehingga seseorang dapat menjalani perkembangan secara optimal.


(13)

Lebih lanjut Prayitno menjelaskan, bahwa bimbingan kelompok pada umumnya dilakukan dengan cara: (1) saling hubungan yang dinamis; (2) tujuan bersama; (3) besarnya dan sifat hubungan dalam kelompok; (4) etika dan sikap terhadap orang lain; dan (5) kemampuan mandiri.

Adapun sifat bimbingan kelompok dimulai dari yang bersifat informatif sampai pada yang sifatnya terapeutik (yaitu bimbingan dan konseling yang sampai pada tataran pemecahan masalah). Sedangkan teknik yang dapat dilakukan dalam bimbingan kelompok adalah; pemberian informasi, diskusi kelompok, pemecahan masalah, permainan, karyawisata, dan sosiodrama (Rusmana, 2009:14).

Teknik-teknik bimbingan kelompok di atas masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Begitu pula dengan bimbingan kelompok dalam bentuk permainan yang menjadi bidikan dalam penelitian ini. Adapun kelebihan dari bimbingan kelompok dengan teknik permainan adalah: (1) mampu menguasai kepedulian-kepedulian kultural dan kebutuhan-kebutuhan psikologis yang umum; (2) dapat mengembangkan instingtif dan instrumental pada pola perilaku untuk di kemudian hari dalam kehidupan; (3) memfokuskan pada kesamaan antara perliaku bermain dengan aktivitas kehidupan nyata; (4) bersifat sosial dan melibatkan belajar dan mematuhi peraturan, pemecahan masalah, disiplin diri, dan kontrol emosional; (5) memberikan kesempatan untuk mengekspresikan agresi dalam cara-cara yang dapat diterima secara sosial; (6) sebagai alat untuk belajar dalam mengungguli yang lain dengan cara-cara yang dapat diterima secara sosial; (7) menekankan


(14)

pada konsep katarsis yang melibatkan pelepasan energi emosional dan psikis yang tertahan; (8) sebagai suatu kendaraan untuk sublimasi impuls-impuls dasar; (9) merupakan suatu kekuatan pendorong dalam perkembangan manusia; dan (10) sebagai pengganti bagi verbalisasi ekspresi fantasi atau asosiasi bebas (Rusmana, 2009:4-6).

Sedangkan kelemahan dari bimbingan kelompok dengan teknik permainan adalah: (1) tidak dapat diprediksi dan mengancam; (2) harus memiliki toleransi, frustrasi yang cukup dan pengujian realitas untuk menerima batasan-batasan dalam berperilaku, bergiliran, mengikuti aturan, dan menerima kekalahan; dan (3) melibatkan suatu tantangan pribadi untuk menerapkan keterampilan-keterampilan seseorang (Rusmana, 2009:13).

Berangkat dari kelebihan permainan di atas, maka secara tidak langsung permainan dimungkinkan dapat membentuk perilaku siswa dalam suatu kelompok yang dinamis dan diharapkan dalam kelompok tersebut membentuk penyesuaian diri siswa, karena dalam kelompok yang efektif juga diharapkan adanya kerja sama, etika dan sikap yang baik pada setiap anggotanya.

Permainan adalah perpaduan yang harmoni antara bimbingan kelompok, karena dengan kegiatan bermain dapat melatih siswa baik secara kognitif, afektif, dan psikomotornya, sehingga mampu untuk menumbuhkan siswa dalam melakukan eksplorasi, melatih imajinasi, dan memberikan peluang untuk berhubungan dengan orang lain, serta merasa tidak jenuh


(15)

ketika berada dalam proses mempelajari keterampilan dan pengetahuan baru (Lancy, Russ 2004, dalam Rusmana 2009:14).

Sedangkan menurut Chayatie (2010:14) permainan adalah suatu latihan yang mana pesertanya terlibat dalam sebuah kontes dengan peserta lain dengan dikenai sejumlah peraturan.

Adapun menurut Munandar (Ismail, 2009:23) permainan adalah suatu aktivitas yang membantu siswa dalam mencapai perkembangan yang utuh baik fisik, intelektual, sosial, moral, dan emosional.

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa permainan adalah suatu latihan dalam proses mempelajari keterampilan dan pengetahuan baru dengan sejumlah peraturan agar siswa mampu melakukan eksplorasi, melatih imajinasi, dan memberikan peluang untuk berhubungan dengan orang lain yang tidak menjenuhkan sehingga siswa mampu mengasah baik secara kognitif, afektif, dan psikomotornya sehingga mampu mencapai perkembangan yang utuh baik fisik, intelektual, sosial, moral, dan emosionalnya.

Berdasarkan pengertian di atas, maka permainan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menumbuhkembangkan daya kognitif, afektif, dan psikomotorik bagi siswa. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh penelitian Rusmana (2008) bahwa teknik permainan dapat dijadikan wahana konseling dan psikoterapi khususnya bagi korban bencana pasca gempa, juga dapat menumbuhkan rasa empati kepada kedua belah pihak, sehingga akan memudahkan dalam penyesuaian diri dengan kondisi yang ada, karena fungsi


(16)

dari permainan adalah mengeluarkan masalah dalam diri seseorang. Bentuk permainan yang dilakukannya adalah permainan papan, permainan kartu, permainan jalanan, permainan otot halus dan otot kasar. Sehingga dari permainan tersebut memberikan nilai positif bagi penyesuaian diri untuk kehidupan selanjutnya.

Selain itu, penelitian Ramli (2007) tentang “Model konseling melalui permainan simulasi, dengan subjek siswa SMP kelas VII, VIII, dan IX di Kota Malang”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model konseling melalui permainan simulasi sangat efektif untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa SMP di Kota Malang. Artinya, bahwa permainan simulasi dapat meningkatkan kecerdasan emosional secara optimal yang dilakukan melalui aktivitas menyenangkan dalam situasi yang menyerupai kehidupan nyata atas pembinaan hubungan baik, orientasi permainan simulasi, kegiatan permainan simulasi, refleksi permainan simulasi dengan mencakup dua aspek dalam peningkatan kecerdasan emosional, sehingga permainan yang berbentuk simulasi selain mampu meningkatkan kemampuan pemahan emosi juga mampu meningkatkan pengelolaan emosi siswa. Sehingga mampu membantu siswa dalam mereduksi emosi negatif dan menjadi nyaman dalam belajarnya.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut, maka posisi pada penelitian ini sebagai bentuk penguatan dengan mencoba menilik atau menguji kembali sejauhmana teknik permainan dapat meningkatkan penyesuaian diri bagi siswa SMP melalui bimbingan kelompok yang dilakukan oleh guru


(17)

bimbingan konseling, dengan menyadari bahwa begitu banyak manfaat permainan yang bisa dilakukan dalam membantu siswa disekolah. Karena penyesuaian diri merupakan salah satu faktor pendukung perkembangan siswa untuk berinteraksi dengan lingkungan sosial, tetapi tidak semua siswa memiliki penyesuaian yang baik sehingga dibutuhkan teknik permainan dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa di sekolah.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Penyesuaian diri merupakan hal yang sangat penting bagi seseorang. Sebagian besar seseorang dalam kehidupan kesehariannya tidak akan pernah terbebas dari berbagai perasaan yang tidak menyenangkan yang disebabkan oleh ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri yang berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama, karena kehidupan senantiasa bergerak. Penyesuaian diri yang rendah dapat memunculkan perilaku negatif seperti serba salah, tidak terarah, emosional, sikap yang tidak realistik, mengasingkan diri, agresif, mencari aman terhadap segala sesuatu yang tidak masuk akal, dan berbagai bentuk mekanisme pertahanan diri lainnya yang berpengaruh pada diri sendiri (Sunarto & Hartono, 2006:227). Tingkat keparahan dalam ketidakmampuan menyesuaikan diri dapat berkembang dan mempengaruhi fungsi fisiologis dan psikologis individu, sehingga individu menjadi tidak mampu menggunakan pikiran dan sikap dengan baik serta tidak mampu


(18)

mengatasi kesulitan-kesulitan dalam belajar di sekolah, seperti menganggap dirinya tidak pantas untuk sukses serta pesimis dalam kehidupannya.

Schenaider (1964:51) ) mendefinisikan penyesuaian diri (adjustment) sebagai suatu proses individu yang berusaha keras untuk mengatasi atau menguasai kebutuhan dalam diri, ketegangan, frustrasi, dan konflik. Tujuannya adalah untuk mendapatkan keharmonisan dan keselarasan antara tuntutan lingkungan dimana dia tinggal dengan tuntutan didalam dirinya. Batasan ini mempunyai arti bahwa penyesuaian diri merupakan kemampuan untuk bereaksi secara efektif dan memadai terhadap realitas, situasi dan relasi social sekitarnya.

Hasil observasi awal yang peneliti lakukan pada tanggal 13 Februari 2012 ada beberapa permasalahan yang terjadi di salah satu SMP Negeri Bandung terkait dengan penyesuaian diri, yaitu: (1) kemampuan menjalin hubungan persahabatan dengan teman disekolah, seperti siswa cenderung belum dapat bersosialisasi dan menarik diri dari lingkungan; (2) bersikap hormat terhadap guru, kepala sekolah, dan staf sekolah lainnya, seperti siswa mengobrol dengan teman sebangku dikelas saat KBM berlangsung; (3) partisipasi aktif dalam mengikuti kegiatan sekolah, seperti siswa yang malas dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler karena adanya tugas-tugas yang berat; (4) kesediaan menerima peraturan sekolah, seperti siswa sering atau masih banyak yang tidak menaati peraturan sekolah, selian itu siswa sering tidak mengerjakan tugas dengan alasan lupa atau tugas yang diberikan terlalu sulit untuk dikerjakan; dan (5). membantu sekolah dalam mewujudkan tujuan,


(19)

seperti siswa terkadang mencontek baik itu pada saat ulangan atau dalam mengerjakan tugas sekolah, dalam hal mencontek tugas sekolah biasanya mereka lakukan di sekolah, mereka sengaja berangkat pagi sehingga dapat menyalin pekerjaan milik temannya. Perilaku-perilaku yang dimunculkan tersebut merupakan pencerminan terhadap diri mereka dalam rangka ketidakmampuan melakukan penyesuaian diri sehingga berdampak pada prestasi belajarnya di sekolah.

Dalam hal ini upaya yang dilakukan guru bimbingan dan konseling di salah satu SMP Negeri Bandung dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling hanya sebatas pemberian bimbingan kelompok yang berupa pemberian informasi sehingga kurang dirasakan manfaatnya bagi siswa. Karena tidak adanya jam khusus bagi guru bimbingan konseling dalam melakukan bimbingan kelompok kepada siswa sehingga siswa belum mampu menyesuaikan diri, baik di dalam lingkup sekolah maupun lingkungan. Sehingga teknik permainan dalam bimbingan kelompok dipandang cocok untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa di sekolah. Karena permainan dapat dijadikan sebagai sarana untuk membawa siswa agar saling mengenal, menghargai satu sama lain, menumbuhkan rasa kebersamaan, mengenal kekuatan sendiri, memperoleh kesempatan mengembangkan fantasi dan menyalurkan pembawaannya, dapat melatih dalam memecahkan masalah dan mengontrol emosi, memperoleh kegembiraan dan kepuasan, dan melatih diri mentaati peraturan yang berlaku dalam dinamika kelompok.


(20)

Berdasarkan hasil observasi di atas, maka peneliti hendak membahas permasalahan tersebut. Adapun alasan yang mendasari pemilihan masalah penelitian ini adalah, (1) dengan bimbingan kelompok melalui teknik permainan dapat meningkatkan penyesuaian diri siswa dalam kegiatan belajar mengajar; (2) bimbingan kelompok mampu menjadi wahana dan sarana dalam menumbuhkembangkan daya kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa; dan (3) pemilihan kelas VII, adalah bahwa kelas VII merupakan masa transisi dari tingkat Sekolah Dasar (SD) ke tingkat SMP dimana pada masa ini siswa masih sering belum bisa melakukan penyesuaian diri baik terhadap lingkungan yang baru (sekolah, tata tertib, guru, interaksi dengan teman sebaya) maupun mata pelajaran di sekolah.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas teknik permainan dalam bimbingan kelompok yang dapat meningkatkan penyesuaian diri siswa di kelas VII SMP Negeri 29 Bandung.

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka bentuk pertanyaan penelitian ini untuk mengetahui :

1. Profil penyesuaian diri siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung.


(21)

3. Bagaimana efektivitas teknik permainan dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Dapat memberikan informasi dan menjadi rujukan dalam mengembangkan

kebijakan bagi kepala sekolah yang fokusnya pada proses layanan bimbingan dan konseling, utamanya adalah pada peningkatan penyesuaian diri siswa di sekolah.

2. Dapat memberikan masukan serta alternatif yang dapat dijadikan sebagai rujukan bagi guru Bimbingan dan Konseling dalam melaksanakan kegiatan layanan secara optimal khususnya tentang penggunaan teknik permainan dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa di sekolah.

3. Dapat dijadikan acuan bagi yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut yang menyangkut pemberian program layanan bimbingan dan konseling dengan penggunaan teknik permainan dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa.


(22)

METODE PENELITIAN

Bab ini membahas tentang metode penelitian yang terdiri dari: desain penelitian, lokasi dan subjek populasi atau sampel penelitian, definisi operasional variabel, pengembangan instrument penelitian, teknik pengumpulan data, prosedur pengolahan data, dan analisis data

A. Desain Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan metode kuasi eksperimen. Fraenkel et.al (1993) menyatakan bahwa penelitian eksperimen adalah penelitian yang melihat pengaruh-pengaruh dari variabel bebas terhadap satu atau lebih variabel yang lain dalam kondisi yang

terkontrol. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah “pretest-posttest non-equivalent control group design (Fraenkel & Wallen, 1993). Desain penelitian ini dipilih karena peneliti tidak mungkin mengontrol atau memanipulasi semua variabel yang relevan kecuali beberapa dari variabel-variabel yang diteliti. Kelompok eksperimen diberikan perlakuan permainan dalam bimbingan kelompok dan pada kelompok kontrol diberikan perlakuan konvensional yang diberlakukan di sekolah. Perlakuan konvensional yang dimaksud adalah suatu pemberian layanan bimbingan secara klasikal. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel. 3.1

Desain Kuasi Eksperimen

Group Pre-test Perlakuan Post-test


(23)

KE : Kelompok eksperimen. KK : Kelompok Kontrol

X1 : Penggunaan Teknik Permainan X2 : Perlakuan konvensional O1 : Pre-test

O2 : Post-test

B. Lokasi dan Subjek Populasi atau Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Tempat atau lokasi penelitian di SMPN 29 Bandung yang beralamat di Jl. Geger Arum No.11 A kota Bandung. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMPN 29 Bandung tahun pelajaran 2012/2013. Pemilihan kelas VII sebagai subjek penelitian ini adalah bahwa kelas VII merupakan masa transisi dari tingkat Sekolah Dasar (SD) ke tingkat SMP dimana pada masa ini siswa masih sering belum bisa melakukan penyesuaian diri baik terhadap lingkungan yang baru (sekolah, tata tertib, guru, interaksi dengan teman sebaya) maupun mata pelajaran.

2. Subjek Populasi atau Sampel Penelitian a. Populasi Penelitian

Menurut Sugiyono (2008:117), populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang melainkan benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek /obyek tersebut (Suhardinata,2011:75). Adapun populasi dalam penelitian yang


(24)

2012/2013 yang memiliki 10 kelas dengan jumlah 346 siswa.

b. Sampel Penelitian

Dalam mencapai suatu tujuan penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik simple random sampling yaitu dengan mengambil sampel secara random tanpa pilih bulu, karena setiap individu dalam populasi mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan subyek penelitian (Hadi, 2006:91). Dalam penentuan sampel penelitian, hal yang dilakukan adalah mengidentifikasi siswa yang memiliki penyesuaian diri rendah di sekolah melalui instrument penelitian yang telah di-judgment oleh pakar. Setelah dapat diidentifikasi, maka jumlah sampel sebanyak 49 siswa atau sebanyak 14.16% dari jumlah siswa keseluruhan. Namun agar jumlah sampel pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sama besar maka sampel yang dipakai berjumlah 40 orang. Masing-masing kelompok eksperimen beranggotakan 20 siswa dan kelompok kontrol beranggotakan 20 siswa. Kemudian sampel dalam kelompok eksperimen diberikan perlakuan dengan teknik permainan dalam bimbingan kelompok dan kelompok kontrol hanya diberikan perlakuan konvensional yang diberlakukan di sekolah artinya pemberian perlakuan lain yang tidak terstruktur sesuai penelitian.

C. Definisi Operasional Variabel a. Teknik Permainan

Permainan memberikan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan tentang segala sesuatu, melatih imajinasi, memberikan peluang untuk berinteraksi


(25)

Blum (Nandang Rusmana 2009:4) menyatakan permainan pada intinya bersifat sosial dan melibatkan belajar dalam memperoleh pengalaman serta mematuhi aturan-aturan yang sudah ditentukan, pemecahan masalah (problem solving), disiplin dalam diri, kontrol emosional, serta adopsi peran-peran pemimpin dalam pelaksanaan kegiatan permainan dan pengikut yang semuanya itu merupakan komponen-komponen terpenting dari sosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Karena permainan merupakan salah satu teknik yang dipakai dalam bimbingan dan konseling khususnya bimbingan kelompok sebagai jembatan komunikasi kepada siswa agar siswa dapat mengenal jati dirinya, mengetahui dirinya, memahami kelebihan dan kekurangan dirinya, mengarahkan dirinya, menghargai dirinya, peka terhadap diri dan orang lain, nyaman dengan diri dan orang lain, sehingga akan terjalin suatu komunikasi dan kontak sosial yang dapat merubah tingkah lakunya.

Dalam penelitian ini teknik permainan yang digunakan dalam bimbingan kelompok adalah permainan yang disesuaikan dengan kondisi lokasi penelitian siswa Kelas VII SMPN 29 Bandung, yang dilakukan oleh peneliti dengan melibatkan siswa, serta permainan yang terpilih disesuaikan dengan aspek dan indikator dari penyesuaian diri siswa di sekolah. Permainan yang akan dipraktekan yaitu: (1) permainan komunikasi satu dan dua arah, bertujuan mampu memahami pentingnya pemahaman interaksi guna tercapainya komunikasi yang baik dalam menjalin persahabatan; (2) permainan my close friend, bertujuan menganalisa kekuatan diri dengan perbandingan hasil analisa teman; (3) permainan peleburan diri, bertujuan untuk menumbuhkan sikap saling


(26)

mengikuti kegiatan; (5) permainan ruang kreasi, bertujuan menumbuhkan sikap respek untuk kepentingan bersama dan tetap memperhatikan peraturan yang ada; dan (6) permainan evakuasi diri, bertujuan membantu siswa untuk menciptakan strategi dalam mencapai suatu tujuan.

b. Penyesuaian Diri

Dalam istilah psikologi, penyesuaian diri disebut dengan adjustment atau personal adjustment. Schneider (1964: 51) mendefinisikan penyesuaian diri (adjustment) sebagai suatu proses individu yang berusaha keras untuk mengatasi atau menguasai kebutuhan dalam diri, ketegangan-ketegangan, konflik dan frustrasi yang dialaminya, sehingga tercapai keselarasan dan keharmonisan antara tuntutan-tuntutan dari dalam diri sendiri dengan tuntutan dari lingkungan tempat hidupnya.

Berdasarkan uraian diatas maka dalam penelitian ini yang dimaksud dengan penyesuain diri di sini adalah penyesuaian diri di lingkungan sekolah yang disusun peneliti menurut teori Schneider. Batasan ini mempunyai arti bahwa penyesuaian diri tersebut merupakan suatu kemampuan siswa untuk bereaksi secara efektif dan memadai terhadap realitas, situasi dan relasi sosial di sekolah siswa kelas VII SMPN 29 Bandung. Adapun aspek dan indikator penyesuaian diri di lingkungan sekolah ini meliputi:

1. Kemampuan menjalin hubungan persahabatan dengan teman disekolah. Yaitu: (a) kemampuan menerima teman apa adanya; (b) kemampuan mengendalikan emosi dengan teman; (c) kemampuan berkomunikasi dengan teman; dan (d) kemampuan mempertahankan hubungan persahabatan dengan teman.


(27)

Yaitu: (a) kemampuan bertutur kata dengan sopan dan santun; dan (b) kemampuan dalam menjaga sikap ketika bertemu dengan guru, kepala sekolah dan staf sekolah.

3. Partisipasi aktif dalam mengikuti kegiatan sekolah. Yaitu: (a) partisipasi dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas; dan (b) partisipasi dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.

4. Bersikap respek dan mau menerima peraturan sekolah. Yaitu: (a) memiliki kesadaran akan pentingnya peraturan di sekolah; dan (b) mematuhi dan menaati peraturan yang berlaku di sekolah.

5. Membantu dalam mewujudkan tujuan sekolah. Yaitu: (a) berprestasi untuk nama baik sekolah; dan (b) keterlibatan memajukan sekolah.

D. Pengembangan Instrumen Penelitian

1. Bentuk instrumen

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data tentang penyesuaian diri siswa di lingkungan sekolah yang dikembangkan oleh peneliti sendiri berdasarkan kajian teori tentang penyesuaian diri, Penjelasan yang ada pada aspek dan indikator tersebut di atas, maka peneliti menyusun kisi-kisi kuesioner penyesuaian diri di lingkungan sekolah sebagai dasar untuk menyusun item-item pernyataan sesuai dengan penjelasan makna pada masing-masing indikator yang dimaksud.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner dengan model skala Likert, yang terdiri dari dua kelompok item pernyataan positif dan negatif. Untuk setiap pernyataan dilakukan dengan empat rentangan jawaban


(28)

Pada pernyataan yang positif, responden yang menjawab Sangat Sesuai (SS) diberi skor 4, Sesuai (S) diberi skor 3, Kurang Sesuai (KS) diberi skor 2, dan Tidak Sesuai (TS) diberi skor 1. Dan untuk pernyataan negatif, responden yang menjawab Sangat Sesuai (SS) diberi skor 1, Sesuai (S) diberi skor 2, Kurang Sesuai (KS) diberi skor 3, dan Tidak Sesuai (TS) diberi skor 4.

2. Kisi-kisi Kuesioner Penyesuaian Diri di lingkungan sekolah

Adapun kuesioner yang terkait dengan penyesuaian diri di lingkungan sekolah yang dikembangkan oleh peneliti sendiri disajikan dalam Tabel 3.2.

Tabel 3.2

Kisi-kisi Kuesioner Penyesuaian Diri di Lingkungan Sekolah Varia

bel Aspek Indikator

Nomor butir

Jml Positif Negatif

P

enye

suaia

n diri si

swa di li ngkunga n sek olah 1. Kemampuan menjalin hubungan persahabatan dengan teman disekolah

a. Kemampuan menerima teman apa adanya

1,2 3,4 4

b. Kemampuan

mengendalikan emosi

5,6,7 8,9 5

c. Kemampuan

berkomunikasi dengan teman

10,11 12,13 4

d. Kemampuan mempertahankan hubungan

persahabatan dengan teman

14,15,16 17,18,1 9 6 2. Kemampuan bersikap hormat terhadap guru, kepala sekolah, dan staf sekolah lainnya

a. Kemampuan siswa bertutur kata dengan sopan dan santun

20,22 21,23 4

b. Kemampuan dalam menjaga sikap ketika bertemu dengan guru, kepala sekolah dan staf sekolah 24,25,26, 27 28,29,3 0 7 3. Partisipasi aktif dalam mengikuti

a. Partisipasi dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas

31,33,34 32,35,3 6


(29)

4. Bersikap respek dan mau

menerima peraturan sekolah

a. Memiliki kesadaran akan pentingnya peraturan di sekolah

41,42 43,44 4

b. Mematuhi dan menaati peraturan yang berlaku di sekolah

45,46 47,48,4 9 5 5. Membantu dalam mewujudkan tujuan sekolah

a. Berprestasi untuk nama baik sekolah

50,51 52,53 4 b. Keterlibatan

memajukan sekolah

54,56,57 56,58 5

3. Uji Validitas Isi dan Konstruk Instrument

Penilaian terhadap kuesioner penyesuaian diri di lingkungan sekolah ini dilakukan oleh tiga orang pakar (judgest), yaitu orang yang memiliki spesialis dalam bidang penyusunan kuesioner penelitian. Dalam hal ini penilaian dilakukan untuk menentukan validitas isi (content validity) yang telah disusun dari kuesioner penyesuaian diri di lingkungan sekolah. Validitas isi adalah validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau melalui

profesional judgement” (Azwar, 1997: 45). Sedangkan Budiyono (2003: 58)

mengatakan bahwa “Suatu instrumen valid menurut validitas isi apabila isi

instrumen tersebut telah merupakan sampel representatif dari keseluruhan isi hal

yang diukur”.

Pelaksanaan validasi yang meliputi materi instrumen dari penyesuian diri yang terdiri dari konstruk, konten dan redaksi dilakukan oleh 3 orang pakar /judgest yaitu orang yang memiliki spesialis dalam bidang penyusunan kuesioner yakni; 1) Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, M.Pd, 2) Dr. Mubiar Agustin, M.Pd, dan 3) Dr. Ipah Saripah, M.Pd, dan format analisis yang sudah disediakan sebagai


(30)

(M) dan Tidak Memadai (TM). Item yang diberikan nilai M berarti item tersebut bisa digunakan dan item yang diberi nilai TM bisa memiliki dua kemungkinan yaitu item tersebut tidak bisa digunakan atau masih bisa digunakan dengan revisi terlebih dahulu. Instrumen tersebut dinyatakan valid setelah dianalisis oleh ketiga pakar dan dinyatakan bisa dijadikan sebagai instrumen penelitian untuk diuji di lapangan sebelum disebarkan pada subjek penelitian.

Uji validitas selanjutnya adalah uji keterbacaan terhadap lima orang peserta didik kelas VII SMP Laboratorium Percontohan UPI Bandung yang memiliki karakteristik yang hampir sama dengan sampel penelitian. Uji keterbacaan di maksudkan untuk melihat sejauhmana keterbacaan instrumen oleh responden sebelum digunakan untuk kebutuhan penelitian. Hasil uji keterbacaan item pernyataan pada instrument dapat dipahami oleh ke lima peserta didik tersebut.

4. Uji Validitas Instrumen

Uji validitas dilakukan dengan tujuan untuk menunjukkan tingkat kesahihan instrumen yang akan digunakan dalam mengumpulkan data penelitian. Uji validitas diuji cobakan pada kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013.

Uji validitas dilakukan berkenaan dengan ketepatan alat ukur terhadap konsep yang diukur sehingga benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur. Suatu instrumen dikatakan valid apabila menunjukkan alat ukur tersebut dapat digunakan untuk mengukur yang sebenarnya harus diukur.

Untuk menguji validitas instrument digunakan rumus korelasi Product Moment. Kegiatan uji validitas butir item dilakukan untuk mengetahui apakah


(31)

yang akan diukur (Sugiyono, 2007: 267). Semakin tinggi nilai validitas butir menunjukkan semakin valid instrumen tersebut digunakan di lapangan.

Dari 58 item pernyataan penyesuaian diri di lingkungan sekolah, diperoleh 9 item pernyataan yang tidak valid, sehingga total item pernyataan valid berjumlah 49. Berikut ini merupakan hasil uji coba validasi instrument penyesuaian diri di lingkungan sekolah.

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas

Keterangan Item ∑

Valid 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 17 18, 19, 21, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 50, 51, 52, 53,54,55,56,57,58

49

Tidak Valid 1,2,3,16,20,22,23,48,49 9

Dari hasil pengujian dengan bantuan computer program SPSS for windows versi 16.0, dengan analisis korelasi dapat diketahui subyek sebanyak 157 siswa, dan 58 item pernyataan dapat diperoleh 49 item pernyataan yang di nyatakan valid, sedangkan 9 item pernyataan dinyatakan tidak valid, yaitu diantaranya nomor 1,2,3,16,20,22,23,48 dan 49. Maka 49 pernyataan yang valid bisa langsung dipakai dan 9 pernyataan langsung dibuang. Oleh karena itu, item alat pengungkap data penyesuaian diri di lingkungan sekolah siswa yang di pergunakan dalam penelitian ini adalah 49 pernyataan. Hasil perhitungan validits dapat dilihat pada lampiran.

5. Reliabilitas Instrumen


(32)

dilakukan untuk menguji konstitensi atau ketetapan instrumen tersebut, sehingga manakala instrumen tersebut diujikan kepada orang yang berbeda, pada waktu yang berbeda, maka akan menghasilkan hasil yang relatif sama. Perolehan skor tingkat reliabilitas instrumen diperoleh dengan teknik atau model skala alpha.

Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Cronbach Alpha dengan cara menghitung koefesien reliabilitas instrument. Kriteria untuk mengetahui reliabilitas, menggunakan klasifikasi kriteria yang dikemukakan oleh Ruseffendi (1991:189) seperti pada Tabel 3.4 berikut :

Tabel 3.4

Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas Besarnya

r

xx Tingkat relibilitas

0,00 – 0,20 Kecil

0,20 – 0,40 Rendah

0,40 – 0,70 Sedang

0,70 – 0,90 Tinggi

0,90 – 1,00 Sangat tinggi

Uji reliabilitas instrument penyesuaian diri siswa di lingkungan sekolah hanya dilakukan pada butir item pernyataan yang telah memiliki tingkat validitas yang tinggi apabila r hitung > r tabel, maka butir item pernyataan reliable, sebaliknya apabila r hitung < r tabel, maka butir item pernyataan tidak reliabel. Hasil uji reliabilitas pada instrument penyesuaian diri di lingkungan sekolah dengan menggunakan SPSS for windows versi 16.0 diperoleh koefisien Alpha

Cronbach untuk penyesuaian diri siswa sebesar α = 0,732. Dengan mengacu pada

titik tolak ukur pada table 3.5 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa instrument penyesuaian diri siswa memiliki tingkat reliabilitas tinggi, artinya instrumen ini mampu menghasilkan skor-skor pada setiap item dengan konsisten.


(33)

Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa angket, sebagai instrumen identifikasi kasus berupa daftar check list pada kolom jawaban yang bertujuan agar responden dapat dengan mudah mengisi jawaban sesuai dengan jawaban pilihannya. Di saat yang bersamaan angket identifikasi penyesuaian diri siswa dilingkungan sekolah berfungsi sebagai alat pengumpul data (pre-test) sebelum diberikan perlakuan berupa teknik permainan dalam bimbingan kelompok dan sebagai pengumpul data (post-test) setelah diberikannya perlakuan.

SKLB teknik permainan dalam bimbingan kelompok juga disusun untuk mempermudah pelaksananaan dalam permainan berdasarkan tujuannya yaitu untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa di lingkungan sekolah. Sebagai sarana pendukung dalam kegiatan permainan, dibuat jurnal harian sebagai sarana untuk mengevaluasi setiap kegiatan yang sudah dilakukan dan untuk mengetahui perkembangan siwa dalam usaha meningkatkan penyesuaian diri siswa di lingkungan sekolah.

F. Prosedur Pengolahan Data

1. Penyeleksian data

Penyeleksian data yang dimaksud adalah pemeriksaan kelengkapan jumlah angket dan lembar alternatif respons yang terkumpul. Lembar alternatif respon terkumpul sebanyak 346 lembar.

2. Penyekoran data

Penyekoran instrumen dalam penelitian disusun dalam bentuk skala ordinal. Skala ordinal yaitu skala yang menunjukkan perbedaan tingkatan subjek secara kuantitatif (Furqon, 2009:7). Skala ordinal didasarkan pada


(34)

terendah atau sebaliknya.

Penyekoran dilakukan secara sederhana dengan mengacu pada pedoman penyekoran sebagai berikut:

Tabel 3.5

Kategori Pemberian Skor Alternatif Jawaban

Alternatif jawaban Pemberian Skor Positif Negatif Sangat Sesuai

Sesuai

Kurang Sesuai Tidak Sesuai

4 3 2 1

1 2 3 4

Selanjutnya untuk pengelompokan skor pada rentang penilaian pada skala penyesuaian diri di lingkungan sekolah dalam penelitian ini menggunakan rentang skor dari 1-4 yang digunakan sebagai standardisasi dalam menafsirkan skor yang ditujukan untuk mengetahui makna skor yang dicapai siswa dalam pendistribusian respon terhadap instrumen. Pengelompokkan skor disusun berdasarkan skor yang diperoleh subjek uji coba pada setiap aspek maupun skor total instrumen.

Untuk mengetahui penyesuaian diri siswa di lingkungan sekolah dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Mencari skor maksimal ideal b. Mencari skor minimal ideal

c. Mencari rentang skor ideal yang diperoleh:

Rentang Skor = Skor Maksimal Ideal - Skor Minimal Ideal d. Mencari interval skor:


(35)

pada tabel berikut ini :

Tabel 3.6

Kriteria Gambaran Umum

Kriteria Rentang

Tinggi Sedang Rendah

X ≥ Min Ideal + 2.interval

Min Ideal + interval < X ≤ Min Ideal + 2. Interval

X ≤ Min Ideal + interval

Sumber:(Sudjana, 1996:47)

G. Teknik Analisis Data 1. Uji normalitas

Pada penelitian ini menggunakan pengujian normalitas data. Uji normalitas data dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa data sampel yang diperoleh berasal dari populasi yang berdistribusi normal (data tersebut normal). Untuk pengujian normalitas data dilakukan dengan cara membandingkan nilai Kolmogorov-Smirnov dan Probabilitas yang diperoleh dengan nilai signifikannya adalah α = 0,05, yang diasumsikan dengan dasar pengambilan keputusan apabila : P dari koefesien K-S > α = 0,05, maka data tersebut berdistribusi normal, dan jika P dari koefesien K-S < α = 0,05 maka data tersebut tidak berdistribusi normal.

2. Uji Efektivitas

Dalam melakukan uji efektivitas terkait dengan penggunaan teknik permainan dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa di lingkungan sekolah, ada beberapa hal yang harus dipenuhi diantaranya dengan melakukan uji perbandingan gain score, yaitu selisih


(36)

hipotesis penelitian. Kemudian kriteria untuk menentukan uji hipotesis penelitian tersebut adalah : Ho.= teknik permainan dalam bimbingan kelompok tidak efektif untuk meningkatkan penyesuaian diri di lingkungan sekolah siswa kelas VII SMPN 29 Bandung, dan H1.= teknik permainan dalam bimbingan kelompok efektif untuk meningkatkan penyesuaian diri di lingkungan sekolah siswa kelas VII SMPN 29 Bandung. Dengan dasar pengambilan keputusannya adalah : Jika t hitung > t

tabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima; dan Jika t hitung < t tabel, maka Ho

diterima dan H1 ditolak. Sehingga hipotesis penelitian dapat disimpulkan dengan criteria pengambilan keputusan tersebut.

Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan menggunakan uji t atau t-test. Uji t ini adalah pengujian perbedaan rata-rata yang biasa dilakukan oleh peneliti yang bermaksud mengkaji efektivitas suatu perlakuan dalam mengubah suatu perilaku dengan cara membandingkan antara keadaan sebelum dengan keadaan sesudah perlakuan itu diberikan (Furgon, 2009:174).


(37)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan dari penelitian maka diperoleh simpulan dan rekomendasi yang dapat dijadikan masukan dalam pelaksanaan teknik permainan dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa di sekolah.

A. Simpulan

Secara umum kemampuan penyesuaian diri siswa kelas VII SMP Negeri 29 Bandung berada pada kategori rendah dalam kelima aspek penyesuaian diri baik dari aspek kemampuan menjalin hubungan persahabatan dengan teman di sekolah, kemampuan bersikap hormat terhadap guru, kepala sekolah, dan staf sekolah, partisipasi aktif dalam mengikuti kegiatan sekolah, bersikap respek dan mau menerima peraturan sekolah, dan membantu mewujudkan tujuan sekolah.

Hasil validasi rasional pakar bimbingan dan konseling terhadap rumusan program teknik permainan dalam bimbingan kelompok dinilai layak sebagai suatu kerangka kerja layanan untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa kelas VII yang di dalamnya terdapat adanya suatu rencana atau pola-pola kegiatan bimbingan kelompok melalui tahapan-tahapan prosedur bimbingan kelompok yang terintegrasi unsur permainan. Rencana dan pola kegiatan tersebut dijabarkan ke dalam komponen-komponen program yang terdiri dari: (1) rasional; (2) tujuan; (3) asumsi; (4) strategi layanan; (5) sasaran program; (6) waktu pelaksanaan kegiatan; (7) rencana operasional; dan 8) evaluasi.


(38)

Kemampuan penyesuain diri memiliki peran penting dalam membangun hubungan yang harmonis dengan lingkungan fisik dan sosial. Program penggunaan teknik permainan dalam bimbingan kelompok efektif digunakan untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa, ini terbukti bahwa kelima aspek penyesuain diri mengalami peningkatan yang signifikan setelah diberikan treatment berupa teknik permainan dalam bimbingan kelompok.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, berikut beberapa catatan yang dapat dijadikan sebagai rekomendasi yang bisa menjadi bahan masukan oleh pihak-pihak yang terkait dalam pemerhati pendidikan seperti kepala sekolah, guru bimbingan dan konseling, serta peneliti selanjutnya.

1. Bagi Kepala Sekolah

Kepala sekolah merupakan bagian dari dukungan sistem yang memiliki peran penting dalam menjalankan kepemimpinanya dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah dengan memberikan arahan dan dukungan penuh terhadap penyelenggaraan pemberian layanan bimbingan dan konseling kepada guru BK. Sehingga dalam proses layanan yang diberikan dapat berlangsung secara efektif guna terlaksananya program bimbingan dan konseling khususnya dalam menggunakan teknik permainan dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa di sekolah.


(39)

2. Bagi guru Bimbingan dan Konseling

Pelaksanaan teknik permainan dalam bimbingan kelompok merupakan suatu bentuk yang digunakan untuk membantu siswa dalam meningkatkan penyesuaian diri di sekolah. Sehingga dapat dijadikan sebagai pemberian kegiatan layanan bimbingan kepada siswa. Oleh karena itu guru bimbingan dan konseling diharapkan dapat memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan siswa sehingga permasalahan penyesuaian diri rendah dapat ditangani dengan lebih mengintensifkan bentuk permainan yang bersifat menyenangkan, lebih menarik, kreatif, serta tetap terjaga adanya suatu kekompakan dalam kelompok dan tetap berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaannya.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya yang akan mengadakan penelitian terkait dengan teknik permainan dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa, perlu kiranya mengkaji dari sudut pandang atau pendekatan yang lain dari aspek-aspek serta indikator lain yang berpengaruh pada peningkatan penyesuaian diri siswa, selain itu juga dapat memperluas sampel penelitian dengan karakteristik sampel penelitian yang berbeda, serta bisa mengembangkan penelitian berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri seperti dilihat dari status soisal ekonomi orang tua siswa maupun dari lingkungan sosial budaya, agar memberikan hasil penelitian yang lebih kaya dan mendalam, dan bisa juga menggunakan alat pengumpul data selain yang peneliti gunakan seperti wawancara agar memperoleh hasil dan pembahasan penelitian yang lebih akurat.


(40)

DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, Hendriati. (2009). Psikologi Perkembangan Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri Pada Remaja. Bandung: Refika Aditama.

Azwar, Saifuddin. (1997). Penyusuanan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Budiyono. (2003). Statistika Untuk Penelitian. Edisi Kedua. Solo: UNS Press. Calhoun J.F, Acocella. JR. (1995). Psikologi Tentang Penyesuaian Dan

Hubungan Kemanusiaan (Edisi Terjemah): edisi ketiga. Semarang: IKIP Semarang Press.

Chaplin. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Chayatie, Nur Afifah. (2010). 112 Game Untuk Training & Out Bond. Jogjakarta:

Ar-Ruzz Media Group.

Destefano et al. (2001). A Preliminary Assessment Of The Impact Of Counseling On Student Adjustment To College. International Journal Of College Counseling. Vol 4. 113.

Desmita. (2011). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Fraenkel, J.R. and Wallen, N.E. (1993). Second Edition. How to Design and Evaluate Research in Education. Singapore: Mc-Graw Hill International. Furqon. (2009). Statistika Terapan Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Gerald, Corey. (2007). Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Judul Asli Theory and Practice Of Counseling & Psychotherapy. Bandung: Refika Aditama.

Ghufron, Nur & Risnawati, Rini. (2010). Teori-teori psikologi. Jogjakarta: Ar-Ruzz media group.

Goleman, Daniel. (2007). Emotional Intelligence. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.


(41)

Hammad, EL Azzam. (2008). Kesehatan Mental Orang Dewasa. Restu Agung: Jakarta.

Hariyadi dkk. (2003). Perkembangan Peserta Didik. Semarang: UNES Semarang Press.

Hartinah, Siti. (2009). Konsep Dasar Bimbingan Kelompok. Bandung: Refika Aditama.

Hurlock, Elizabeth B. (1980). Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (edisi kelima). Jakarta: Erlangga.

Ismail, Andang. (2009). Education Games Panduan Praktis Permainan Yang Menjadikan Anak Anda Cerdas, Kreatif, Dan Saleh. Yogyakarta: Pro-U Media.

Kartono, K. (2000). Hygiene Mental. Bandung : Mandar Maju.

Lazaruz, Richard S. (1961). Personality and Adjustment. Englewood Cliffs: Pretince Hall.

Makmun, Abin Syamsudin. (2003). Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mutadin, Zainun. (2002). Penyesuaian Diri Remaja. [Online]. http://www.e-psikologi.com/epsi/individual_detail.asp?id=390. [juli 26, 2012].

Natawidjaja, Rochman. (1987). Pendekatan-pendekatan dalam Penyuluhan Kelompok I. Bandung: Diponegoro.

Nurihsan, Achmad Juntika. (2006). Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung: PT. Refika Aditama.

Pirmansyah. (2011). Efektivitas Bimbingan Kelompok Melalui Metode Permainan untuk Meningkatkan Fungsi Otak Kanan Siswa. Tesis Bandung: SPS UPI (tidak diterbitkan).

Prayitno. (1995). Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok. Padang: Ghalia Indonesia.

Ramli M. (2007). Model Konseling Berbasis Teknik Permainan Simulasi untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa Sekolah Menegah Pertama. Desertasi Bandung: SPS UPI (tidak diterbitkan).


(42)

Restyowati Donik dan Naqiyah Najlatun. (2010). Penerapan Teknik Permainan Kerja Sama dalam Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Interaksi Sosial Pada Siswa. Tesis Surabaya: SPS UNESA (tidak diterbitkan).

Ritzer, George. (2012). Teori Sosiologi dari Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ron J Nelson and Cass Dykeman. (1996). The Effects Of A Group Counseling Intervention On Students With Behavioral Adjustment Problems. International Journal Of Elementary School Guidance & Counseling. Vol.31. 33.

Romlah, Tatik. (2001). Teori Dan Praktek Bimbingan Kelompok. Uiversitas Negeri Malang.

Ruseffendi, H.E.T. (1991).Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya dalam Pengajaran Matematika untuk Guru dan Calon Guru. Bandung: Diktat.

Rusmana, Nandang. (2009). Bimbingan Dan Konseling Kelompok Disekolah (Metode, Teknik Dan Aplikasi). Bandung: Rizki Press.

---. (2009). Permainan (Game & Play) Untuk Para Pendidik, Pembimbing, Pelatih Dan Widyaiswara. Bandung: Rizki Press.

Rusmana, Nandang. (2008). Konsling Kelompok Bagi Anak Berpengalaman Traumatik Pengembangan Model Konseling Kelompok Melalui Permainan Untuk Mengatasi Kecemasan Pascatrauma Pada Anak-Anak Korban Tsunami Di Cikalong Tasikmalaya. Desertasi Bandung: SPS UPI (tidak diterbitkan).

Santrock, John W. (2002). Life-Span Development, Perkembangan Masa Hidup Jilid 2 (edisi kelima ). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Santrock, John W. (2003). Adolescence Perkembangan Remaja. (edisi terjemah) Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.

Schneiders, A. (1964). Personal Adjustment And Mental Health. New York: Mc. Grave-Hill, Inc.

Sudjana. (1996). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.


(43)

Suhardinata, Kadek. (2011). Penggunaan Teknik Permainan dalam Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Percaya Diri Siswa. Tesis Bandung: SPS UPI (tidak diterbitkan).

Sukardi, Dewa Ketut. (2008). Bimbingan dan Konseling Di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Sukma, Anita. (2011). Efektivitas Teknik Permainan Simulasi untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri Siswa. Tesis Bandung: SPS UPI (tidak diterbitkan).

Sunarto dan Hartono Agung. (2006). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta.

Supriadi, Dedi. (1999). Mengangkat Citra Dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nuasa.

Suwarjo dan Eliasa Eva Emania. (2011). 55 Permainan (Games) dalam Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Paramitra Publishing.

Willis, S Sofyan. (2008). Remaja dan Masalahnya. Bandung: Alfabeta.

Winkel, W.S. dan Hastuti, Sri. (2004). Bimbingan dan Konseling di Instritusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.

Yusuf, Syamsu. (2005). Mental Hygiene Terapi Psikospiritual Untuk Hidup Sehat Berkualitas. Bandung: Maestro.

Yusuf, Syamsu. (2005). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Zakiyah Naili dkk. (2010). “ Hubungan Antara Penyesuaian Diri Dengan Prokrastinasi Akademik Siswa Sekolah Berasrama SMP N 3 Peterongan

Jombang”. Jurnal Psikologi Undip. Vol 8 No 2 Oktober 2010.

2960-6427-1-SM.

http://Ewintri.wordpress.com/2012/01/02/fungsi layanan bimbingan kelompok. html. diunduh pada 8 Agustus 2012.


(1)

Kemampuan penyesuain diri memiliki peran penting dalam membangun hubungan yang harmonis dengan lingkungan fisik dan sosial. Program penggunaan teknik permainan dalam bimbingan kelompok efektif digunakan untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa, ini terbukti bahwa kelima aspek penyesuain diri mengalami peningkatan yang signifikan setelah diberikan treatment berupa teknik permainan dalam bimbingan kelompok.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, berikut beberapa catatan yang dapat dijadikan sebagai rekomendasi yang bisa menjadi bahan masukan oleh pihak-pihak yang terkait dalam pemerhati pendidikan seperti kepala sekolah, guru bimbingan dan konseling, serta peneliti selanjutnya.

1. Bagi Kepala Sekolah

Kepala sekolah merupakan bagian dari dukungan sistem yang memiliki peran penting dalam menjalankan kepemimpinanya dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah dengan memberikan arahan dan dukungan penuh terhadap penyelenggaraan pemberian layanan bimbingan dan konseling kepada guru BK. Sehingga dalam proses layanan yang diberikan dapat berlangsung secara efektif guna terlaksananya program bimbingan dan konseling khususnya dalam menggunakan teknik permainan dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa di sekolah.


(2)

2. Bagi guru Bimbingan dan Konseling

Pelaksanaan teknik permainan dalam bimbingan kelompok merupakan suatu bentuk yang digunakan untuk membantu siswa dalam meningkatkan penyesuaian diri di sekolah. Sehingga dapat dijadikan sebagai pemberian kegiatan layanan bimbingan kepada siswa. Oleh karena itu guru bimbingan dan konseling diharapkan dapat memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan siswa sehingga permasalahan penyesuaian diri rendah dapat ditangani dengan lebih mengintensifkan bentuk permainan yang bersifat menyenangkan, lebih menarik, kreatif, serta tetap terjaga adanya suatu kekompakan dalam kelompok dan tetap berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaannya.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya yang akan mengadakan penelitian terkait dengan teknik permainan dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa, perlu kiranya mengkaji dari sudut pandang atau pendekatan yang lain dari aspek-aspek serta indikator lain yang berpengaruh pada peningkatan penyesuaian diri siswa, selain itu juga dapat memperluas sampel penelitian dengan karakteristik sampel penelitian yang berbeda, serta bisa mengembangkan penelitian berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri seperti dilihat dari status soisal ekonomi orang tua siswa maupun dari lingkungan sosial budaya, agar memberikan hasil penelitian yang lebih kaya dan mendalam, dan bisa juga menggunakan alat pengumpul data selain yang peneliti gunakan seperti wawancara agar memperoleh hasil dan pembahasan penelitian yang lebih akurat.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, Hendriati. (2009). Psikologi Perkembangan Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri Pada Remaja. Bandung: Refika Aditama.

Azwar, Saifuddin. (1997). Penyusuanan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Budiyono. (2003). Statistika Untuk Penelitian. Edisi Kedua. Solo: UNS Press. Calhoun J.F, Acocella. JR. (1995). Psikologi Tentang Penyesuaian Dan

Hubungan Kemanusiaan (Edisi Terjemah): edisi ketiga. Semarang: IKIP Semarang Press.

Chaplin. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Chayatie, Nur Afifah. (2010). 112 Game Untuk Training & Out Bond. Jogjakarta:

Ar-Ruzz Media Group.

Destefano et al. (2001). A Preliminary Assessment Of The Impact Of Counseling On Student Adjustment To College. International Journal Of College Counseling. Vol 4. 113.

Desmita. (2011). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Fraenkel, J.R. and Wallen, N.E. (1993). Second Edition. How to Design and Evaluate Research in Education. Singapore: Mc-Graw Hill International. Furqon. (2009). Statistika Terapan Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Gerald, Corey. (2007). Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Judul Asli Theory and Practice Of Counseling & Psychotherapy. Bandung: Refika Aditama.

Ghufron, Nur & Risnawati, Rini. (2010). Teori-teori psikologi. Jogjakarta: Ar-Ruzz media group.

Goleman, Daniel. (2007). Emotional Intelligence. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.


(4)

Hammad, EL Azzam. (2008). Kesehatan Mental Orang Dewasa. Restu Agung: Jakarta.

Hariyadi dkk. (2003). Perkembangan Peserta Didik. Semarang: UNES Semarang Press.

Hartinah, Siti. (2009). Konsep Dasar Bimbingan Kelompok. Bandung: Refika Aditama.

Hurlock, Elizabeth B. (1980). Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (edisi kelima). Jakarta: Erlangga.

Ismail, Andang. (2009). Education Games Panduan Praktis Permainan Yang Menjadikan Anak Anda Cerdas, Kreatif, Dan Saleh. Yogyakarta: Pro-U Media.

Kartono, K. (2000). Hygiene Mental. Bandung : Mandar Maju.

Lazaruz, Richard S. (1961). Personality and Adjustment. Englewood Cliffs: Pretince Hall.

Makmun, Abin Syamsudin. (2003). Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mutadin, Zainun. (2002). Penyesuaian Diri Remaja. [Online]. http://www.e-psikologi.com/epsi/individual_detail.asp?id=390. [juli 26, 2012].

Natawidjaja, Rochman. (1987). Pendekatan-pendekatan dalam Penyuluhan Kelompok I. Bandung: Diponegoro.

Nurihsan, Achmad Juntika. (2006). Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung: PT. Refika Aditama.

Pirmansyah. (2011). Efektivitas Bimbingan Kelompok Melalui Metode Permainan untuk Meningkatkan Fungsi Otak Kanan Siswa. Tesis Bandung: SPS UPI (tidak diterbitkan).

Prayitno. (1995). Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok. Padang: Ghalia Indonesia.

Ramli M. (2007). Model Konseling Berbasis Teknik Permainan Simulasi untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa Sekolah Menegah Pertama. Desertasi Bandung: SPS UPI (tidak diterbitkan).


(5)

Restyowati Donik dan Naqiyah Najlatun. (2010). Penerapan Teknik Permainan Kerja Sama dalam Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Interaksi Sosial Pada Siswa. Tesis Surabaya: SPS UNESA (tidak diterbitkan).

Ritzer, George. (2012). Teori Sosiologi dari Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ron J Nelson and Cass Dykeman. (1996). The Effects Of A Group Counseling Intervention On Students With Behavioral Adjustment Problems. International Journal Of Elementary School Guidance & Counseling. Vol.31. 33.

Romlah, Tatik. (2001). Teori Dan Praktek Bimbingan Kelompok. Uiversitas Negeri Malang.

Ruseffendi, H.E.T. (1991).Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya dalam Pengajaran Matematika untuk Guru dan Calon Guru. Bandung: Diktat.

Rusmana, Nandang. (2009). Bimbingan Dan Konseling Kelompok Disekolah (Metode, Teknik Dan Aplikasi). Bandung: Rizki Press.

---. (2009). Permainan (Game & Play) Untuk Para Pendidik, Pembimbing, Pelatih Dan Widyaiswara. Bandung: Rizki Press.

Rusmana, Nandang. (2008). Konsling Kelompok Bagi Anak Berpengalaman Traumatik Pengembangan Model Konseling Kelompok Melalui Permainan Untuk Mengatasi Kecemasan Pascatrauma Pada Anak-Anak Korban Tsunami Di Cikalong Tasikmalaya. Desertasi Bandung: SPS UPI (tidak diterbitkan).

Santrock, John W. (2002). Life-Span Development, Perkembangan Masa Hidup Jilid 2 (edisi kelima ). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Santrock, John W. (2003). Adolescence Perkembangan Remaja. (edisi terjemah) Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.

Schneiders, A. (1964). Personal Adjustment And Mental Health. New York: Mc. Grave-Hill, Inc.

Sudjana. (1996). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.


(6)

Suhardinata, Kadek. (2011). Penggunaan Teknik Permainan dalam Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Percaya Diri Siswa. Tesis Bandung: SPS UPI (tidak diterbitkan).

Sukardi, Dewa Ketut. (2008). Bimbingan dan Konseling Di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Sukma, Anita. (2011). Efektivitas Teknik Permainan Simulasi untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri Siswa. Tesis Bandung: SPS UPI (tidak diterbitkan).

Sunarto dan Hartono Agung. (2006). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta.

Supriadi, Dedi. (1999). Mengangkat Citra Dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nuasa.

Suwarjo dan Eliasa Eva Emania. (2011). 55 Permainan (Games) dalam Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Paramitra Publishing.

Willis, S Sofyan. (2008). Remaja dan Masalahnya. Bandung: Alfabeta.

Winkel, W.S. dan Hastuti, Sri. (2004). Bimbingan dan Konseling di Instritusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.

Yusuf, Syamsu. (2005). Mental Hygiene Terapi Psikospiritual Untuk Hidup Sehat Berkualitas. Bandung: Maestro.

Yusuf, Syamsu. (2005). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Zakiyah Naili dkk. (2010). “ Hubungan Antara Penyesuaian Diri Dengan Prokrastinasi Akademik Siswa Sekolah Berasrama SMP N 3 Peterongan

Jombang”. Jurnal Psikologi Undip. Vol 8 No 2 Oktober 2010.

2960-6427-1-SM.

http://Ewintri.wordpress.com/2012/01/02/fungsi layanan bimbingan kelompok. html. diunduh pada 8 Agustus 2012.


Dokumen yang terkait

PENGEMBANGAN MODEL BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK PERMAINAN UNTUK MENINGKATKAN SELF ESTEEM SISWA SMA MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA

0 29 28

PENGGUNAAN TEKNIK PERMAINAN DALAM LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP WIYATAMA BANDARLAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 9 188

PENGGUNAAN TEKNIK PERMAINAN DALAM LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP WIYATAMA BANDARLAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

1 8 67

EFEKTIVITAS PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MODIFIED JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Berkemampuan Awal Tinggi Kelas VII SMP Negeri 29 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

0 9 62

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH MENGGUNAKAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TEKNIK SOSIODRAMA PADA SISWA KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH I GISTING TAHUN PELAJARAN 2013/2014

2 27 73

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH MENGGUNAKAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TEKNIK SOSIODRAMA PADA SISWA KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH I GISTING TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 87 64

PENGARUH ACTIVE LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PENGELOLAAN LINGKUGAN (Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Talangpadang Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 8 56

PENGARUH ACTIVE LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PEMANASAN GLOBAL (Studi Kuasi Eksperimen Pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 1 Pagelaran Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 3 53

PENGARUH BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA TERHADAP KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI SISWA DI SEKOLAH (Penelitian Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 19 Surakarta Tahun Pelajaran 20152016)

0 5 31

PENGEMBANGAN MODEL BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN EMPATI SISWA SMP NEGERI KOTA SEMARANG

0 7 32