PENGARUH TINGKAT LAYANAN AKADEMIK DAN LAYANAN KEMAHASISWAAN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL : Survey pada Mahasiswa Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial /STKS Bandung.

(1)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN……… i

ABSTRAK BAHASA INGGRIS………. ii

ABSTRAK BAHASA INDONESIA....………. iii

KATA PENGANTAR ………... iv

UCAPAN TERIMA KASIH………... v

DAFTAR ISI ………..……... vi

DAFTAR TABEL ………..……... ix

DAFTAR GAMBAR ………. x

DAFTAR LAMPIRAN……….. xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian………... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah……….……. 12

C. Tujuan Penelitian ………... 14

D. Manfaat / Signifikansi Penelitian……… 15

E. Struktur Organisasi Tesis………... 16

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN A.Kajian Pustaka 1. Keterampilan Sosial……….………... 17

2. Layanan Akademik ……. ………...…... 23

3. Layanan Kemahasiswaan … ………..…… 45

4. Hubungan antara Layanan Akademik dengan Keterampilan Sosial... 5. Hubungan antara Layanan Kemahasiswaan dengan Keterampilan Sosial. 6. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan..………..…... 49 51 52 B. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian 1. Kerangka Pemikiran………….…. ………... 53

2. Hipotesis Penelitian………...………… 56 BAB III METODE PENELITIAN


(2)

B Subyek Pupulasi Penelitian ...……… C. Subyek Sampel Penelitian……….…... D. Desain Penelitian ………... ...

58 59 60

E. Metode Penelitian ……… 61

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian ………... 62

G... Instrumen Penelitian... ………... 63

H. Proses Pengembangan Instrumen... 69

I. Teknik Pengumpulan Data...………... 73

J. Analisa Data...………... 74

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum STKS Bandung……….. 78

2. Keterampilan Sosial Mahasiswa STKS Bandung………...… 80

3. Layanan Akademik STKS Bandung……….. 88

4. Layanan Kemahasiswaan STKS Bandung……….. 100

5. Pengujian Hipotesis……….…… 107

B. Pembahasan . 1. Keterampilan Sosial Mahasiswa STKS Bandung………... 109

2. Layanan Akademik STKS Bandung………. 114

3. Layanan Kemahasiswaan STKS Bandung………. 125

4.Pengaruh Tingkat layanan Akademik dan layanan Kemahasiswaan secara simultan Terhadap Tingkat Keterampilan Sosial Mahasiswa…... 129

5. Pengaruh Tingkat layanan Akademik Terhadap Tingkat Keterampilan Sosial Mahasiswa……… 131

6. Pengaruh Tingkat layanan Kemahasiswaan Terhadap Tingkat Keterampilan Sosial Mahasiswa………. 135

7. Pentingnya Keterampilan Sosial dimiliki oleh Pekerja Sosial Profesional 137

8. Layanan Akademik dan Layanan Kemahasiswaan yang Diharapkan Perlu Ditingkatkan... 138

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ……….... 141


(3)

DAFTAR PUSTAKA ……… 145

LAMPIRAN-LAMPIRAN : A. Lampiran A Data Uji Coba Instrumen Penelitian... 151

B. Lampiran B Data Hasil Penelitian... 162

C.Lampiran C Data Hasil Uji Hipotesis Penelitian... 188


(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pada era globalisasi sekarang ini, arus informasi mengalir deras tanpa mengenal batas wilayah suatu negara. Berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ini memberikan dampak yang sangat besar bagi kemajuan suatu bangsa. Disamping memberikan pengaruh yang positif berupa kemudahan mengakses berbagai ilmu pengetahuaan dan teknologi dari negara maju melalui media elektronik seperti TV dan internet, juga memberikan dampak negatif.

Salah satu dampak negatif yang dapat dirasakan yaitu dengan mudahnya budaya asing mengalir deras masuk ke dalam sendi-sendi kehidupan dan mempengaruhi tatanan nilai yang ada dalam masyarakat, sehingga budaya hedonisme, konsumerisme dan materialisime menjadi gaya hidup yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat negara yang sedang berkembang.

Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang senantiasa selalu menjunjung tinggi nilai-nilai luhur budaya bangsa, sehingga norma sosial, norma susila, norma agama, norma hukum dan adat istiadat menjadi pedoman hidup seluruh masyarakat Indonesia. Dengan mudahnya budaya asing yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat masuk melalui berbagai media, maka terjadi pergeseran nilai-nilai dalam masyarakat karena pengaruh budaya asing tersebut. Tatanan nilai dalam masyarakat mulai longgar, sikap hidup permisif tumbuh dan dekadensi moral (akhlak) meningkat. Hal ini merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia yang mesti dihadapi yang semakin lama menjadi bertambah kompleks.

Lebih-lebih sejak diterpa krisis multi dimensi yang hingga sekarang belum pulih betul. Hal ini menunjukkan kerapuhan bangsa Indonesia tidak hanya di bidang


(5)

ekonomi tetapi dalam memegang teguh nilai-nilai luhur dan norma budaya bangsa sendiri. Seorang pakar ekonomi Kwik Kian Gie (Republika, 16 Juni 2008) mengatakan bahwa akar persoalan krisis multi dimensi yang melanda bangsa Indonesia adalah krisis moral (akhlak), hal ini ditunjukkan dengan mewabahnya korupsi, kolusi, nepotisme, kebiasaan nerabas dan serba instant yakni ingin cepat sukses tanpa melalui proses yang mesti dilalui terlebih dahulu meskipun melanggar norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

Dengan melihat kenyataan seperti ini, pendidikan dianggap belum secara serius menanggapi isu-isu global yang menjadi masalah sosial di masa dan kondisi yang ada saat ini. Keluarga juga tidak memiliki benteng yang kuat untuk menghasilkan generasi yang memiliki keunggulan dan ketangguhan karakter pribadi. Masyarakat sendiri justru merupakan penyebab dari makin tidak terkendalinya lagi permasalahan sosial. Akibatnya muncullah kenakalan remaja seperti tawuran antar sekolah, penyalahgunaan narkoba, sek bebas dan sebagainya. Akhirnya hal tersebut menjadi pemicu bagi persoalan sosial lain yang lebih kompleks.

Pendidikan mendapatkan tantangan berat dalam tanggung jawabnya terhadap pencegahan permasalahan sosial seperti di atas. Menghadapi problem tersebut pendidikan ilmu pengetahuan sosial (IPS) memegang peran penting dalam membuat remaja melek terhadap permasalahan sosial. Lewat pendidikan IPS peserta didik belajar untuk peka terhadap permasalahan sosial, mengembangkan kemampuan berpikir, membentuk sikap dan melatih keterampilan sosial. Hal ini akan bermuara pada pembentukan karakter siswa yang memiliki ketahanan diri sehingga mampu mengatasi, berperan dan memberi solusi bagi permasalahan sosial.


(6)

Berkaitan dengan masalah sosial tersebut, dunia pendidikan khususnya pendidikan tinggi memeberikan andil yang cukup besar karena seperti diamanatkan dalam undang-undang Sisdiknas tahun 1989 pasal 16 ayat 1 bahwa :

Perguruan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/ atau profesional yanga dapat menerapkan, mengembangkan dan/ atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/ atau kesenian.

Dengan demikian, hakekat perguruan tinggi adalah kemampuannya membentuk seseorang secara utuh dan komprehensif untuk menjadi pelaku pembangunan. Kemampuan yang dimaksud tidak hanya menyangkut aspek akademik, tetapi juga aspek perkembangan pribadi, sosial, kematangan intelektual dan sistem nilai. Oleh karena itu perguruan tinggi tidak hanya mampu menghantarkan mahasiswa pada pencapaian standar kemampuan profesional dan akademik, tetapi juga mampu membuat perkembangan diri yang sehat dan produktif.

Aspek perkembangan pribadi, sosial, kematangan intelektual dan sistem nilai, sesuai dengan tujuan utama PIPS adalah untuk membentuk peserta didik (generasi muda) dan masyarakat menjadi warga negara yang baik (good citizen) yang taat terhadap norma-norma hukum, moral dan sosial serta nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Sejalan dengan itu Nursid Sumaatmadja (1984 : 29) mengatakan bahwa

Melalui pengajaran IPS, diharapkan terbinanya warga negara yang peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental yang positif terhadap segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi masalah yang terjadi sehari-hari yang menimpa dirinya sendiri, terutama yang menimpa kehidupan masyarakat.

Beranjak dari sini, pendidikan perlu mengedepankan aspek pengembangan pribadi untuk menciptakan karakter yang berkualitas. Salah satu wujud hasil belajar yang membentuk karakter yang berkualitas adalah memiliki keterampilan sosial


(7)

(social skill). Keterampilan sosial akan menjadi indikator bagi terinternalisasikannya

nilai-nilai.

Keterampilan sosial merupakan bagian dari aspek kemampuan yang lahir dari proses olah pikir, olah rasa dan latihan yang berlangsung secara kontinyu dan melingkupi setiap lingkungan kehidupan peserta didik. Keterampilan sosial merupakan kemampuan individu dalam menjalin komunikasi dan interaksi dengan orang lain. Diantara bentuk perilaku sebagai ciri dari keterampilan sosial yaitu kemampuan untuk bekerja sama, berbagi, berpartisipasi, berteman, membantu orang lain, bersikap sabar, mengikuti aturan-aturan, mampu untuk menunggu antrian, menerima perbedaan, mendengarkan, menghargai orang lain, menghargai diri sendiri dan bersikap sopan santun.

Keterampilan sosial merupakan bentuk kemampuan yang memiliki indikator spesifik, sehingga Albrecht (1987 : 141) menjadikannya suatu bentuk kecerdasan , yaitu kecerdasan sosial.

Didefinisikan bahwa kecerdasan sosial merupakan suatu kesadaran terhadap situasi dan dinamika sosial yang mengarahkan suatu pengetahuan terhadap gaya dan strategi, untuk mencapai tujuan dan keinginannya dalam berinteraksi dengan orang lain. Kecerdasan sosial juga meliputi suatu kapasitas self insight dan kesadaran terhadap persepsi dan pola reaksi diri.

Warren Bennis , dalam kata pengantar di buku Social Intelligence menyebutkan terdapat dua jenis perilaku yang menggambarkan perbedaan dua tipe perilaku orang yang memiliki kecerdasan sosial tinggi dan kecerdasan sosial yang rendah. Orang dengan kecerdasan sosial rendah dicirikan memiliki toxic behaviors, suatu perilaku yang membuat orang lain merasa dinilai rendah, tidak cukup mampu, terintimidasi, marah, frustrasi atau merasa bersalah. Perilaku orang dengan kecerdasan sosial tinggi memiliki tipe nourishing behaviors, suatu perlakuan yang


(8)

membuat orang lain merasa dihargai, dianggap mampu, dicintai, dan diapresiasi dengan baik.

Keterampilan sosial memiliki empat bentuk kemampuan dasar yang digunakan dalam pergaulan antarpribadi dalam kehidupan sehari-hari. Komponen-komponen tersebut adalah kemampuan untuk mengorganisir kelompok, merundingkan pemecahan masalah, menjalin hubungan pribadi yang baik dan kemampuan melakukan analisis sosial. Lebih jauh, keterampilan ini akan membawa pada keberhasilan dalam kehidupan individu. Tidak saja keterampilan ini berguna bagi kesuksesan hidup individu melainkan juga dapat menjadi tenaga penggerak dinamika kelompok.

Keterampilan sosial sangat erat kaitannya dengan profesi pekerjaan sosial/ kesejahteraan sosial, praktek pekerjaan sosial dilandasi oleh berbagai nilai sebagaimana diungkapkan oleh Morales & Sheafor (1983:195), yaitu :

Nilai yang berkaitan dengan pekerja sosial (social worker), orang (people), lingkungan (environment). Nilai-nilai yang tercakup dalam nilai pekerja sosial adalah nilai pribadi pekerja sosial sebagai seorang penyembuh profesional (personal values), dan nilai profesional yang berasal dari disiplin ilmu pekerjaan sosial maupun kode etik profesi (profesional values). Nilai-nilai yang tercakup dalam orang ditekankan pada Nilai-nilai tentang klien (values of

clients). Nilai yang tercakup dalam nilai lingkungan adalah nilai tentang

lembaga di mana pekerja sosial bekerja dan bekerja sama (agency values),

serta nilai masyarakat dimana praktek pekerjaan sosial dilaksanakan (societal values).

Berdasarkan pada pendapat tersebut, maka profesi pekerjaan sosial bukanlah profesi yang bebas nilai, karena praktek pekerjaan sosial harus berpedoman dan mengacu kepada berbagai sistem nilai yang berlaku, baik nilai profesi , klien, lembaga, kolega, dan masyarakat.

Beberapa nilai yang menjadi prinsip utama pekerja sosial menurut Zastrow (1999 : 29) sebagai berikut ; “penerimaan, komunikasi, individualisasi, tidak


(9)

menghakimi, rasional, empati, ketulusan dan kesungguhan, sikap adil dan tidak memihak, partisipasi, kerahasiaan, hak menentukan nasibnya sendiri, dan kesadaran diri”.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka jelaslah bahwa seorang pekerja sosial harus memahami dan melaksanakan nilai-nilai pekerjaan sosial, nilai-nilai tersebut sama dengan nilai yang terkandung dalam keterampilan sosial (social skill).

Pembentukan keterampilan sosial bertujuan “agar setiap pribadi semakin menghayati individualitasnya, mampu menggapai kebebasan yang dimilikinya... sampai pada tingkat tanggung jawab moral integritas atas kebersamaan hidup dengan yang lain di dalam dunia”. Dasar dari tujuan pembentukan keterampilan sosial yaitu pada individualitas, pengenalan diri pribadi serta kebebasan untuk mewujudkan potensi luhur manusiawi sebagai bentuk hak dan kewajiban bagi pemuliaan kehidupan.

Jelaslah, pendidikan memiliki misi untuk membentuk para calon warga negara Indonesia yang memiliki keterampilan sosial kuat dengan didasari oleh nilai-nilai luhur dan universal. Keterampilan sosial yang kuat memiliki nilai-nilai yang terwujud dalam suatu sikap, kepekaan (sense), kesadaran dan keterlibatan mendalam terhadap lingkungan budaya, sosial, serta perhatian terhadap kemanusiaan.

Lembaga pendidikan mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi tidak hanya mendidik aspek intelektual dan kompetensi profesional saja, tetapi perlu membangun keterampilan sosial para peserta didiknya..

Menurut Moegiadi (1979 : 46) pencapaian tujuan pendidikan sebuah perguruan tinggi harus dilihat dari prosesnya.

Proses belajar mahasiswa pada prinsipnya melibatkan dosen, perangkat administrasi, fasilitas fisik dan sebagainya. Apabila mutu dan jumlah dosen baik, perangkat administrasi, fasilitas fisik dan penunjang lainnya bagus,


(10)

diharapkan mutu lulusannya akan baik, karena pada dasarnya apa yang dihasilkan sangat tergantung pada prosesnya.

Lebih lanjut Dedi Supriadi (1997 : 48) menyatakan bahwa :

Mutu pendidikan tinggi bisa dilihat dan diukur dari produknya. Pendidikan tinggi disebut bermutu dari segi produk jika mahasiswa/lulusannya menunjukkan tingkat penguasaan yang tinggi terhadap tugas-tugas belajar (learning task) yang harus dikuasainya sesuai dengan tujuan perguruan tinggi. Apa yang diperoleh mahasiswa itu sesuai dengan kebutuhannya untuk hidup di tengah masyarakat dan bekerja untuk mencari nafkah. Dengan demikian, dengan belajar mereka bukan hanya “mengetahui” sesuatu, melainkan “ dapat melakukan sesuatu” yang berguna untuk kehidupannya.

Mahasiswa umumnya adalah orang-orang yang sedang mengalami proses perkembangan yang memiliki karakteristik, kebutuhan dan tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhinya. Oleh karena itu, agar kemampuan profesional/ akademis dan tugas-tugas perkembangan mahasiswa tercapai sesuai harapan mahasiswa dan lembaga, maka diperlukan kerja sama yang harmonis antara para pengelola dan pelaksana manajemen pendidikan, pengajaran, dan bimbingan, sebab ketiganya merupakan bidang-bidang utama dalam pencapaian tujuan pendidikan.

Mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi pada umumnya memiliki tujuan tertentu. Tujuan tersebut adalah untuk menuntut ilmu dan memiliki prestasi yang baik. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan Krech, et al. (1962:84) tentang 6 (enam) kebutuhan yaitu 1) motif mengejar materi / keuntungan (the acquisitive want), 2) motif berprestasi (the prestige want) 3) motif berafiliasi (the affiliation want) 4) motif menolong orang lain (the altruistive want) 5) motif berkuasa (the power want) 6) motif untuk mengetahui (the curiousity want).

Dalam kaitannya dengan kebutuhan berprestasi, mahasiswa akan memiliki motif untuk belajar. Hal itu karena kebutuhan akan prestasi merupakan daya penggerak yang mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dalam


(11)

menggerakkan semua kemampuan yang dimilikinya demi mencapai prestasi yang baik.

Sistem belajar di perguruan tinggi menuntut mahasiswa untuk lebih mandiri, dewasa dan bertanggung jawab terkadang menimbulkan permasalahan pada diri mahasiswa. Permasalahan yang sering timbul adalah kesulitan dalam menyelaraskan antara kegiatan-kegiatan belajar di kampus dengan aspek-aspek kehidupan mahasiswa lainnya seperti hubungan sosial, kebutuhan ekonomi, keadaan kesehatan, penyaluran minat dan bakat melalui kegiatan ekstra-kurikuler (kegiatan kemahasiswaan). Keadaan demikian menyebabkan mahasiswa mengalami kesulitan dalam kehidupannya, sehingga secara langsung maupun tidak sering berpengaruh negatif terhadap kegiatan belajar yang akibatnya prestasi belajar yang diperoleh tidak sesuai dengan harapan atau potensi yang dimiliki.

Oleh karena itu, layanan akademik yang efektif menjadi keharusan dan tuntutan bagi perguruan tinggi, tidak hanya memenuhi anjuran pemerintah bahwa perguruan tinggi harus memperhatikan kualitas, kuantitas dan relevansi pendidikannya, tetapi juga menjadi harapan dan kebutuhan belajar mahasiswa.

Begitu juga, layanan kemahasiswaan yang efektif menjadi kebutuhan mahasiswa, banyak potensi non-akademik yang dimiliki oleh mahasiswa, jika potensi ini dikembangkan dengan baik maka dapat menghasilkan prestasi yang membanggakan baik untuk mahasiswa itu sendiri maupun lembaga pendidikan tingginya. Kegiatan ini seperti bidang olah raga, kesenian dan keagamaan. Dengan demikian, layanan untuk menyalurkan minat dan bakat mahasiswa itu sangat diharapkan oleh mahasiswa, dan perlu mendapat perhatian serius dari perguruan tinggi tersebut.


(12)

Apabila perguruan tinggi sudah dapat memberikan layanan akademik dan layanan kemahasiswaan sesuai dengan harapan dan kebutuhan mahasiswa, maka mahasiswa akan merasa puas. Hal ini disebabkan karena setiap individu pada dasarnya selalu mencari kepuasan dalam setiap kegiatannya, baik dalam bekerja, hubungan sosial, belajar maupun kegiatan lainnya.

Sebaliknya, apabila mahasiswa merasa tidak puas, maka akan menimbulkan masalah, dan masalah tersebut akan menyebabkan mahasiswa kehilangan motivasi belajar dan akibatnya berpengaruh pula terhadap prestasi belajar.

Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung adalah lembaga pendidikan tinggi kedinasan yang bernaung dibawah Kementerian Sosial RI. STKS memiliki tugas pokok yaitu melaksanakan pendidikan dan pengajaran, penelitian serta pengabdian kepada masyarakat di bidang pekerjaan sosial/ kesejahteraan sosial sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sedangkan tujuan STKS Bandung adalah untuk menghasilkan tenaga-tenaga yang memiliki kualifikasi pendidikan profesional pekerjaan sosial / kesejahteraan sosial. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di bidang pelayanan kesejahteraan sosial untuk instansi pemerintah, swasta, dan masyarakat luas.

Dalam merealisasikan tugas pokok dan tujuan STKS itu tidaklah mudah, oleh karena itu, sinergisitas setiap unsur dan partisipasi aktif seluruh sivitas akademika meru pakan faktor yang sangat penting, sehingga STKS sebagai perguruan tinggi dapat menyelenggarakan pendidikan tinggi dibidang kesejahteraan sosial dengan baik dan berhasil. Keberhasilan sebuah perguruan tinggi dapat dilihat dari produktivitas yang dicapai atau tingkat pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan tersebut.


(13)

Mahasiswa umumnya adalah orang-orang yang sedang mengalami proses perkembangan yang memiliki karakteristik, kebutuhan dan tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhinya. Oleh karena itu, agar kemampuan profesional/ akademis dan tugas-tugas perkembangan mahasiswa tercapai sesuai harapan mahasiswa dan lembaga, maka diperlukan kerja sama yang harmonis antara para pengelola dan pelaksana manajemen pendidikan, pengajaran, dan bimbingan, sebab ketiganya merupakan bidang-bidang utama dalam pencapaian tujuan pendidikan.

Berdasarkan studi pendahuluan, secara umum mahasiswa STKS Bandung memiliki keterampilan sosial rendah, indikasinya terlihat dari mahasiswa belum mampu mengendalikan diri dalam berucap dan berperilaku, hal ini ditunjukkan dengan ucapan-ucapan yang kurang etis terutama dengan teman sebaya, belum mampu menahan emosi (marah) terhadap persoalan-persoalan sepele sehingga terjadi percekcokan dan pertikaian antar teman mahasiswa bahkan dengan masyarakat sekitar. Displin dalam mentaati peraturan/tata tertib kampus dan aturan lalu lintas di jalan raya masih kurang, masih bersikap egois/ tidak menghargai pendapat orang lain, belum mampu berkomunikasi dengan baik, sistematis dan santun dalam menyampaikan pendapat, bergaul/berteman hanya dengan yang bersuku atau daerah yang sama dengan dirinya (egosime kedaerahan). Masih kurang mampu dalam hidup bekerja sama dengan orang lain, serta menghargai hak dan kewajiban orang lain.

Berdasarkan data dan informasi dari Sub bagian administrasi kemahasiswaan STKS Bandung, bahwa gejala-gejala yang muncul berupa pelanggaran yang dilakukan mahasiswa dalam kurun waktu dua tahun ( 2010 - 2011) tercantum dalam tabel 1.1


(14)

Tabel 1.1

Pelanggaran yang Dilakukan Mahasiswa STKS Bandung Tahun 2010 - 2011

Jenis Pelanggaran Jumlah Mahasiawa - Mencontek dalam ujian

- Tidak berpakaian seragam - Konflik dengan Dosen/staf - Perkelahian dengan teman

- Pergaulan bebas dengan lawan jenis - Perselingkuhan

- Kecelakaan lalu lintas - Perjudian

- Mabuk (Miras) - Penipuan

- Konflik dengan masyarakat

15 20 5 8 4 2 9 2 4 3 5

Sumber : Sub. Bag. Administrasi Kemahasiswaan, Disusun oleh penulis

Begitu pula layanan akademik yang diberikan oleh lembaga STKS Bandung kurang memberikan kepuasan kepada mahasiswa. Indikasinya dapat terlihat dari kehadiran dosen mengajar pada perkuliahan awal semester tidak tepat waktu sesuai jadwal perkuliahan yang telah ditentukan, sering memindahkan waktu perkuliahan sehingga merepotkan mahasiswa, sering diadakan pemadatan perkuliahan pada akhir semester menjelang Ujian Akhir Semester (UAS), sistem penilaian dari dosen kurang obyektif, dosen kurang tanggap terhadap saran dan kritik dari mahasiswa, petugas administrasi belum memberikan kemudahan dan ramah dalam melayani mahasiswa, sering terjadi LCD/komputer di ruang kelas tidak berfungsi dengan baik. Kapasitas laboratorium ( bahasa dan komputer ) kurang memadai jika dibandingkan dengan jumlah mahasiswa yang harus dilayani, kecepatan internet sangat lambat, koleksi buku diperpustakaan sangat terbatas jumlah dan ragamnya. Dosen wali belum


(15)

menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya hanya menandatangani FRS saja setiap awal semester.

Begitu juga indikasi mahasiswa belum puas terhadap layanan kemahasiswaan terlihat dari kurangnya dukungan dan bantuan lembaga terhadap kelengkapan dan kegiatan olah raga, kesenian, organisaasi mahasiswa, dan kegiatan keagamaan

Kondisi sebagaimana tersebut diatas, merupakan masalah penting yang perlu segera dicarikan jalan keluarnya melalui penelitian yang lebih mendalam serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.;

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang penelitian yang telah diuraikan dimuka, jelaslah bahwa faktor yang mempengaruhi keterampilan sosial mahasiswa adalah layanan akademik dan layanan kemahasiswaan. Dengan demikian maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu “seberapa besar pengaruh layanan akademik dan layanan kemahasiswaan terhadap keterampilan sosial mahasiswa STKS Bandung?. Rumusan masalah penelitian tersebut dapat dirinci sebagai berikut :

1. Bagaimanakah tingkat keterampilan sosial mahasiswa STKS Bandung ? 2. Bagaimanakah tingkat layanan akademik STKS Bandung ?.

3. Bagaimanakah tingkat layanan kemahasiswaan STKS Bandung ?

4. Apakah ada pengaruh tingkat layanan akademik dan layanan kemahasiswaan secara simultan terhadap tingkat keterampilan sosial mahasiswa STKS Bandung? 5. Apakah ada pengaruh tingkat layanan akademik terhadap tingkat keterampilan

sosial mahasiswa STKS Bandung ?

6. Apakah ada pengaruh tingkat layanan kemahasiswaan terhadap tingkat keterampilan sosial mahasiswa STKS Bandung ?


(16)

7. Seberapa besar pengaruh tingkat layanan akademik dan tingkat layanan kemahasiswaan secara sendiri-sendiri, dan secara simultan terhadap keterampilan sosial mahasiswa STKS Bandung?.

Adapun variabel dalam penelitian ini meliputi variabel independent (variabel bebas) yaitu Tingkat Layanan Akademik (X1) meliputi: layanan yang diberikan oleh dosen, tenaga administaratif, kelengkapan perpustakaan, laboratorium, media pembelajaran, dan kurikulum. Tingkat Layanan Kemahasiswaan (X2) meliputi : layanan yang diberikan pada kegiatan olah raga, kesenian, keagamaan, dan organisasi kemahasiswaan. Sedangkan variabel dependent (variabel terikat) adalah Tingkat keterampilan sosial (Y) meliputi pengendalian diri, bekerja sama dan berbagi ide dan pengalaman dengan orang lain.

Untuk menghindari kekeliruan dalam menafsirkan istilah yang digunakan, dan agar adanya kesamaan interpretasi terhadap proses dan hasil penelitian yang akan dilakukan, perlu kiranya dijelaskan definisi operasional sebagai berikut :

a. Keterampilan sosial adalah kemampuan mahasiswa dalam mengendalikan diri, bekerja sama, dan berbagi ide dan pengalaman dengan orang lain. 1) Pengendalian diri meliputi : berprasangka baik, menahan ketidaksenangan, tidak melecehkan, menyesuaikan diri, mentaati aturan, menjaga tata krama/sopan santun. 2) Bekerja sama meliputi : keikutsertaan dalam organisasi kampus, belajar kelompok/diskusi, menjalin relasi/berteman, bertutur kata/komunikasi, tahu diri, tenggang rasa, toleransi, gotong royong, teladan/memberi contoh, dan bermusyawarah. 3) Berbagi ide dan pengalaman meliputi : menyampaikan gagasan mudah dipahami orang lain (logis & sistematis), suka dengan pendapat/ide baru, menghargai orang lain, bergaul dengan


(17)

semua orang, menghargai keaneka ragaman budaya/adat istiadat, keikutsertaan, dan keterbukaan.

b. Tingkat Layanan akademik adalah Tingkat layanan yang diberikan kepada mahasiswa dalam proses pendidikan & pengajaran (kurikuler) oleh lembaga pendidikan, terdiri atas : 1) Layanan yang diberikan dosen meliputi a). Empati yaitu perhatian, penghargaan, dan kepekaan terhadap mahasiswa. b) Kemampuan intelektual yaitu penguasaan materi, penggunaan metode mengajar, dan penggunaan literatur sebagai sumber ajar. c). Keterbukaan yaitu tanggapan terhadap kritik/saran, penyediaan waktu untuk mahasiswa, keteladanan, penilaian. d) Pengelolaan waktu yaitu kehadiran mengajar, dan efektivitas waktu mengajar. 2) Layanan yang diberikan staf administrasi meliputi : keramahan dan memberikan kemudahan dalam melayani mahasiswa. 3) Fasilitas pendidikan meliputi: a) Perpustakaan yaitu kelengkapan buku, jurnal, katalog, jangka waktu peminjaman, dan kenyamanan. b) Laboratorium yaitu kelengkapan peralatan. c) Teknologi pendidikan yaitu kelengkapan media pembelajaran

c. Tingkat Layanan kemahasiswaan adalah Tingkat layanan yang diberikan kepada mahasiswa yang bersifat non-akademik (ekstrakurikuler). Layanan ini meliputi : pada a). Kegiatan olah raga berupa kelengkapan peralatan, dan bantuan yang diberikan b). Kegiatan kesenian seperti dorongan dan bantuan lembaga STKS, serta kelengkapan peralatan. c). Kegiatan keagamaan berupa dorongan dan bantuan lembaga STKS terhadap kegiatan keagamaan. d). Keorganisasian mahasiswa seperti bantuan, dan dorongan lembaga terhadap kegiatan organisasi kemahasiswaan.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :


(18)

1. Menggambarkan tingkat keterampilan sosial mahasiswa STKS Bandung. 2. Menggambarkan tingkat layanan akademik STKS Bandung.

3. Menggambarkan tingkat layanan kemahasiswaan STKS Bandung.

4. Mengetahui pengaruh tingkat layanan akademik dan layanan kemahasiswaan secara simultan terhadap tingkat keterampilan sosial mahasiswa STKS Bandung. 5. Mengetahui pengaruh tingkat layanan akademik terhadap tingkat keterampilan

sosial mahasiswa STKS Bandung

6. Mengetahui pengaruh tingkat layanan kemahasiswaan terhadap tingkat keterampilan sosial mahasiswa STKS Bandung.

7. Mengetahui besarnya pengaruh tingkat layanan akademik dan tingkat layanan kemahasiswaan secara sendiri-sendiri, dan secara simultan terhadap keterampilan sosial mahasiswa STKS Bandung.

D. Manfaat / Signifikansi Penelitian

Manfaat / signifikansi penelitian ini secara praktis sebagai berikut :

a. Menjadi bahan masukan bagi pimpinan (pejabat struktural) STKS Bandung dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan keterampilan sosial mahasiswa melalui peningkatan layanan akademik dan kemahasiswaan.

b. Menjadi bahan masukan bagi tenaga fungsional dosen STKS Bandung untuk meningkatkan layanan akademik dan kemahasiswaan dalam proses belajar mengajar, kegiatan keagamaan, olah raga dan kesenian.

c. Menjadi bahan masukan bagi staf administrasi dan tenaga fungsional lainnya untuk meningkatkan layanan kepada mahasiswa dalam rangka meningkatkan keterampilan sosial mahasiswa.

Manfaat secara teoritis penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan sumbangan yang positif terhadap pengembangan ilmu pengetahuan sosial.


(19)

E. Struktur Organisasi Tesis Bab I Pendahuluan

Pada bab ini dikemukakan latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat/signifikansi penelitian, dan struktur organisasi tesis.

Bab II Kajian Pustaka

Bab ini meliputi uraian tentang teori-teori dan konsep-konsep yaitu; keterampilan sosial, layanan akademik, layanan kemahasiswaan, hasil penelitian terdahulu yang relevan, kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian.

Bab III Metode Penelitian

Pada bab ini dikemukakan; lokasi penelitian, subyek populasi dan sampel penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data, dan analisis data.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab ini mengolah atau menganilis data sehingga menghasilkan temuan-temuan, kemudian temuan tersebut dibahas atau dianalisis berdasarkan teori-teori dan konsep-konsep, serta penelitian terdahulu yang relevan.

Bab V Kesimpulan dan Implikasi

Pada bab ini dikemukakan kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis dan pembahasan, kemudian implikasi atau rekomendasi ditujukan kepada pimpinan STKS selaku pembuat kebijakan, kepada dosen dan staf administrasi di lingkungan STKS Bandung.


(20)

(21)

(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung, pada program pendidikan Diploma IV jurusan Pengembangan Sosial Masyarakat (PSM) dan Rehabilitasi Sosial (Rehsos). Alasan penelitian dilakukan di STKS, karena STKS merupakan satu-satunya lembaga pendidikan tinggi kedinasan yang sudah cukup mapan di Indonesia, yang menyelenggarakan pendidikan ahli pekerja sosial/kesejahteraan sosial

(social worker) profesional program Diploma (DIV) dan Pasca sarjana Spesialis 1 (Sp1).

STKS berdiri sejak tahun 1964 dibawah naungan Kementerian Sosial RI. Program pendidikan di STKS terdiri atas Program DIV jurusan Pengembangan Sosial Masyarakat (PSM) dan Rehabilitasi Sosial (Rehsos), sedangkan Pasca sarjana Spesialis 1 (Sp1) terdiri atas jurusan Pekerja Sosial klinis, dan Pekerja Sosial Komunitas.

Mahasiswa STKS berasal dari berbagai daerah, baik dari pulau Jawa maupun dari luar Jawa, dengan latar belakang sosial budaya yang berbeda-beda, Dari berbagai instansi baik pemerintah atau swasta seperti dinas-dinas sosial pemerintahan propinsi /kabupaten, organisasi-organisasi sosial (LSM) dan masyarakat luas. Status mahasiswa terdiri atas tugas belajar, ikatan dinas, dan umum. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa STKS Bandung tingkat heterogenenitasnya tinggi, maka rentan terjadi konflik-konflik sosial, sehingga diperlukan keterampilan sosial yang baik yang perlu dimiliki oleh mahasiswa STKS Bandung. Chaplin dalam Suhartini, (2004:18) mengungkapkan bahwa keterampilan sosial merupakan bentuk perilaku, perbuatan dan sikap yang ditampilkan oleh individu ketika berimteraksi dengan orang lain disertai dengan ketepatan dan kecepatan sehingga memberikan kenyamanan bagi orang yang berada di sekitarnya. Lebih lanjut Hargie et.al (1998) memberikan pengertian keterampilan sosial (Social Skill)


(23)

sebagai kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun nonverbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, di mana keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari.

B. Subyek Populasi Penelitian

Arikunto (2003:108), memberikan pengertian tentang populasi yaitu keseluruhan subyek penelitian, sedangkan Sugiyanto, (2007:57) memberikan pengertian populasi sebagai berikut :

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya, populasi bukan hanya orang, akan tetapi juga benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada objek/subjek, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subjek/objek itu.

Dari pengertian tersebut diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa populasi dalam penelitian meliputi segala sesuatu yang akan dijadikan subjek atau objek penelitian yang dikehendaki peneliti.

Populasi yang dijadikan sumber informasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa STKS Bandung, program pendidikan Diploma IV jurusan Pengembangan Sosial Masyarakat (PSM) dan Rehabilitasi Sosial (Rehsos). Mahasiswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang telah mempunyai pengalaman belajar selama empat sampai delapan semester atau tingkat II, III dan IV (Semester 3 s.d. 8 ). Berdasarkan data yang diperoleh dari Bagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan (BAAK) Tahun Akademik 2010/2011, mahasiswa yang aktif kuliah pada jurusan Pengembangan Sosial Masyarakat (PSM) dan Rehabilitasi Sosial (Rehsos) tingkat II, III dan IV sebanyak 690 mahasiswa, dengan tebaran seperti tertera pada tabel 3.1. berikut ini :


(24)

Tabel 3.1

Tebaran Populasi Penelitian Tahun

Angkatan & Tingkat

Jurusan Pengembangan Sosial

Masyarakat (PSM)

Jurusan Rehabilitasi Sosial

(REHSOS)

Jumlah

2009/IV 106 109 215

2010/III 124 91 215

2011/II 127 133 260

Jumlah 357 333 690

Sumber : Bagian Administrasi Akademik STKS Bandung, Tahun 2011

C. Subyek Sampel Penelitian

Penarikan sample dalam penelitian ini menggunakan teknik stratified proportional

random sampling. Pemilihan sampel proporsi adalah proses pemilihan sampel ditentukan

seimbang atau sebanding, sehingga semua sub kelompok pada populasi terwakili oleh sampel dengan perbandingan sesuai dengan jumlah yang ada dalam populasi (Arikunto, 1992:126).

Perhitungan sampel menurut Furqon (1997:135) agar mewakili populasi, maka sampel itu harus diambil secara acak (random) dimana setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel. Fraenkel E. Walen (1990:85) mengemukakan bahwa sebagai pedoman umum untuk menentukan jumlah dalam penelitian deskriptif adalah sebanyak 100 (seratus) sampel. Selain itu, Suharsimi Arikunto (1992:126) mengungkapkan bahwa apabila populasinya lebih dari 100 cukup menggunakan 10 – 15 % atau 20 – 25 % atau lebih.

Dengan mengambil batasan 20 % dari populasi, maka jumlah sampelnya adalah 690 x 20 % = 138. Lebih jelasnya digambarkan dalam tabel 3.2. berikut :


(25)

Tabel 3.2

Tebaran Sampel Penelitian Tahun

Angkatan & Tingkat

Jurusan Pengembangan Sosial

Masyarakat (PSM)

Jurusan Rehabilitasi Sosial

(REHSOS)

Jumlah

2005/IV 21 22 43

2006/III 25 18 43

2007/II 25 27 52

Jumlah 71 67 138

D. Desain Penelitian

Penelitian ini untuk mengungkap gambaran faktual tentang tingkat keterampilan sosial mahasiswa, tingkat layanan akademik dan tingkat layanan kemahasiswaan pada Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung, serta untuk mengetahui pengaruh tingkat layanan akademik dan tingkat layanan kemahasiswaan baik secara sendiri-sendiri maupun secara simultan terhadap tingkat keterampilan sosial mahasiswa. Kemudian diarahkan untuk memecahkan masalah dengan cara memaparkan atau menggambarkan apa adanya hasil penelitian. Sumber informasi yang dijadikan responden adalah mahasiswa yang telah mempunyai pengalaman belajar selama empat sampai delapan semester dengan pertimbangan sudah dapat menilai dan merasakan layanan yang diberikan STKS di bidang akademik, kemahasiswaan, dan telah memiliki tingkat keterampilan sosial yang baik. Tingkat layanan akademik dan tingkat layanan kemahasiswaan diukur berdasarkan persepsi mahasiswa berupa penilaian terhadap layanan yang diberikan oleh STKS Bandung, sedangkan tingkat keterampilan sosial mahasiswa diukur berdasarkan perilaku mahasiswa dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, seperti berinteraksi dengan dosen, staf, teman sebaya, masyarakat dan sebagainya.


(26)

Desain penelitian seperti ini sesuai dengan metode penelitian deskriptif yang dikemukakan Moh. Nasir (2005 : 54) :

Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu obyek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran atau pun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang, dengan tujuan untuk membuat suatu gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diteliti.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kuantitatif yaitu metode yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi obyek yang diteliti. Ketepatan penentuan metode ini didasarkan pada pendapat Winarno Surachmad (1982:139) bahwa aplikasi metode ini dimaksudkan untuk penyelidikan yang tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang.

Pendapat sama dikemukakan oleh Nasution (1998:41) menjelaskan bahwa penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberi gambaran yang lebih jelas tentang situasi-situasi sosial dengan memusatkan pada aspek-aspek tertentu dan sering menunjukkan pengaruh antara berbagai variabel. Arikunto, (1998:309) mengemukakan pendapat yang sama bahwa yang dimaksud dengan metode deskriptif adalah metode yang menggambarkan keadaan yang sedang berlangsung pada saat penelitian dilakukan dan berdasarkan fakta yang ada. Ciri dari metode ini adalah memusatkan pada pemecahan masalah yang ada dan aktual, dari data yang ada dikumpulkan, disusun, dijelaskan lalu dianalisis (Surachmad, 1982:139).

Oleh karena itu mengacu pada konsep diatas maka penelitian yang dilakukan ini berupaya mendeskripsikan layanan akademik, layanan kemahasiswaan dan keterampilan sosial mahasiswa STKS Bandung..


(27)

Dalam penelitian deskriptif ini terbuka peluang terjadinya kajian korelasional antar variabel yang diasumsikan berkorelasi. Menurut Sumanto (1990:97) penelitian korelasi menuturkan dan menafsirkan data yang ada, kemudian dilanjutkan dengan analisis dan interpretasi arti data, kemudian menurut Fraenkell & Wallen (1993:8) pengertian korelasi berkaitan dengan pengumpulan data untuk menentukan ada atau tidaknya hubungan antara dua variabel atau lebih dan seberapa besar tingkat hubungannya, tingkat hubungan ini dinyatakan sebagai koefisien korelasi.

Melalui korelasi memungkinkan timbulnya prakiraan tentang hubungan antara dua variabel, jika dua variabel mempunyai hubungan yang erat, koefisien korelasi akan diperoleh hampir 1,00, sedangkan perolehan koefisien 0,00 adalah jika dua variabel hampir tidak mempunyai hubungan. Dengan demikian, makin erat hubungan antara dua variabel, prakiraan yang dibuat berdasarkan hubungan tersebut semakin tepat.

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Untuk menghindari kekeliruan dalam menafsirkan istilah yang digunakan, dan agar adanya kesamaan interpretasi terhadap proses dan hasil penelitian yang akan dilakukan, perlu kiranya dijelaskan definisi operasional variabel penelitian sebagai berikut :

a. Tingkat Keterampilan sosial adalah Tingkat kemampuan mahasiswa dalam; 1) Pengendalian diri meliputi: berprasangka baik, menahan ketidaksenangan, tidak melecehkan, menyesuaikan diri, mentaati aturan, menjaga tata krama/sopan santun. 2) Bekerja sama meliputi : keikutsertaan dalam organisasi kampus, belajar kelompok/diskusi, menjalin relasi/berteman, bertutur kata/komunikasi, tahu diri, tenggang rasa, toleransi, gotong royong, teladan/memberi contoh, dan bermusyawarah. 3) Berbagi ide dan pengalaman meliputi : menyampaikan gagasan mudah dipahami orang lain (logis &


(28)

sistematis), suka dengan pendapat/ide baru, menghargai orang lain, bergaul dengan semua orang, menghargai keaneka ragaman budaya/adat istiadat, keikutsertaan, dan keterbukaan. b. Tingkat Layanan akademik adalah Tingkat layanan yang diberikan kepada mahasiswa berupa ; 1) Layanan yang diberikan dosen meliputi a). Empati yaitu perhatian, penghargaan, dan kepekaan terhadap mahasiswa. b) Kemampuan intelektual yaitu penguasaan materi, penggunaan metode mengajar, dan penggunaan literatur sebagai sumber ajar. c). Keterbukaan yaitu tanggapan terhadap kritik/saran, penyediaan waktu untuk mahasiswa, keteladanan, penilaian. d) Pengelolaan waktu yaitu kehadiran mengajar, dan efektivitas waktu mengajar. 2) Layanan yang diberikan staf administrasi meliputi : keramahan dan memberikan kemudahan dalam melayani mahasiswa. 3) Fasilitas pendidikan meliputi: a) Perpustakaan yaitu kelengkapan buku, jurnal, katalog, jangka waktu peminjaman, dan kenyamanan. b) Laboratorium yaitu kelengkapan peralatan. c) Teknologi pendidikan yaitu kelengkapan media pembelajaran

c. Tingkat Layanan kemahasiswaan adalah Tingkat layanan yang diberikan kepada mahasiswa berupa ; a). Kegiatan olah raga meliputi kelengkapan peralatan, dan bantuan yang diberikan b). Kegiatan kesenian seperti dorongan dan bantuan lembaga STKS, serta kelengkapan peralatan. c). Kegiatan keagamaan berupa dorongan dan bantuan lembaga STKS terhadap kegiatan keagamaan. d). Keorganisasian mahasiswa seperti bantuan, dan dorongan lembaga terhadap kegiatan organisasi kemahasiswaan.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket, tujuan menggunakan angket adalah untuk mengungkap data tentang tanggapan mahasiswa terhadap layanan akademik, dan layanan kemahasiswaan serta mengungkap tingkat keterampilan sosial mahasiswa STKS Bandung. Angket (questioner) merupakan alat ukur tertulis yang berisi sejumlah pertanyaan/pernyataan tentang layanan akademik,


(29)

kemahasiswaan serta keterampilan mahasiswa untuk diisi oleh para mahasiswa sebagai responden dalam penelitian ini. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Sanafiah Faisal (1995 : 122) bahwa angket sebagai alat pengumpul data berisi sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden penelitian dalam arti laporan tentang dirinya sendiri, atau hal-hal yang ia ketahui di lingkungannya.

Pertanyaan-pertanyaan yang dibuat dalam angket adalah pertanyaan tertutup atau responden memilih jawaban yang telah disediakan dalam angket tersebut. Hal ini sejalan dengan pernyataan Irawan Suhartono (1995 : 66) “ Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang jawabannya sudah disediakan sehingga responden hanya tinggal memilih salah satu jawaban yang sudah disediakan dengan cara memberi tanda”. Hal tersebut dilakukan agar jawaban responden tidak melebar, serta peneliti dapat memperoleh gambaran lebih terfokus pada aspek-aspek yang diteliti.

Penggunaan angket ini dengan cara disebarkan pada responden dalam hal ini sebanyak 138 responden/mahasiswa. Sebaran angket kepada responden/mahasiswa untuk tiap jurusan dan tingkat dengan komposisi seperti tercantum dalam tabel 3.2. (tebaran sampel penelitian), paling lama dalam waktu satu minggu angket yang telah diisi oleh responden dikumpulkan kepada penulis. Kemudian hasil angket ditabulasi dan diproses lebih lanjut dalam teknik analisa data. Melalui teknik angket ini akan dikumpulkan data yang berupa jawaban tertulis dari responden atas sejumlah pernyataan yang diajukan di dalam angket tersebut. Indikator-indikator yang merupakan penjabaran dari variabel layanan akademik (X1) dan layanan kemahasiswaan (X2) terhadap keterampilan sosial mahasiswa (Y) merupakan materi pokok yang diramu menjadi sejumlah pernyataan di dalam angket.

Untuk mendeskripsikan variabel yang diteliti dan untuk memudahkan menyusun instrumen penelitian, maka variabel layanan akademik, layanan kemahasiswaan, dan


(30)

keterampilan sosial mahasiswa, dirumuskan dalam bentuk operasionalisasi variabel yang akan diteliti seperti tercantum pada tabel 3.3 sebagai berikut :

Tabel 3.3.

Operasionalisasi Variabel Layanan Akademik, Layanan Kemahasiswaan dan Keterampilan Sosial

KONSEP VARIABEL INDIKATOR INSTRUMEN

1. Layanan Akademik

Proses belajar mahasiswa pada prinsipnya melibatkan dosen,

perangkat administrasi, fasililitas fisik dan sebagainya,

apabila dosen yang mengajar jumlah dan kualitasnya memadai, perangkat administrasi, fasilitas fisik dan penunjang lainnya bagus maka mutu lulusannya akan baik. ( Moegiadi 1979 : 46)

Tingkat Layanan Akademik

(X1)

Jumlah skor skala likert dengan 5 pilihan tingkat layanan akademik dengan indikator sebagai berikut:

1. Dosen a. Empati - Perhatian - Penghargaan - Kepekaan

b. Kemampuan Intelektual

- Penguasaan materi

- Penggunaan metode

- Penggunaan literatur

c Keterbukaan

- Tanggapan terhadap saran/kritik

- Penyediaan waktu

- Keteladanan

- Obyektivitas penilaian

d. Pengelolaan Waktu

- Kehadiran

- Efektivitas waktu mengajar

2. Staf Administrasi

a. Keramahan

b. Kemudahan

1. Perhatian yang diberikan dosen terhadap kemajuan belajar mahasiswa 2. Perhatian dosen terhadap mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam perkuliahan

3.Penghargaandosen terhadap mahasiswa yang berprestasi

4. Kepekaan terhadap permasalahan yang dihadapi mahasiswa

1. Penguasaan Materi yang diberikan dosen dalam perkuliahan 2. Penggunaan metode atau cara yang digunakan dosen dalam perkuliahan 3. Penggunaan literatur atau buku sumber dosen dalam Mengajar

1.Jawaban dosen ketika mendapat kritik atau saran dari mahasiswa

2.Waktu yang disediakan dosen dalam membantu atau melayani mahasiswa yang mengalami kesulitan belajar 3. Perilaku dosen dalam memberi contoh beribadah

4. Perilaku dosen dalam memberi contoh bergaul

5. Perilaku dosen dalam memberi contoh bertutur kata

6. Hasil evaluasi belajar yang dilakukan dosen

1. Kehadiran dosen secara teratur dalam memberikan kuliah sesuai jadwal yang ditentukan tiap semester 2. Efektivitas penggunaan waktu mengajar dosen dalam perkuliahan 3 .Waktu yang diberikan / diluangkan dosen wali untuk bimbingan

1. Keramahan staf administrasi dalam melayani mahasiswa

1. Kemudahan yang diberikan staf administrasi dalam melayani mahasiswa


(31)

Tabel 3.3 (Lanjutan)

KONSEP VARIABEL INDIKATOR INSTRUMEN

3. Fasilitas Pendidikan

a. Kurikulum

- Penetapan jumlah SKS

- Penawaran mata kuliah

b. Perpustakaan

- Kelengkapan buku & jurnal

- Jangka waktu peminjaman

- Kenyamanan

- Kelengkapan katalog

c. Laboratorium

- Kelengkapan

d. Teknologi Pendidikan

- Kelengkapan

1.Penetapan jumlah SKS oleh lembaga sebanyak 140 –150 sks untuk program DIV peksos

2.Jumlah penetapan SKS yang dikontrak tiap mahasiswa/smt berdasarkan IP(indek prestasi) IP>3 = 22-24 sks, IP<3 =15-20 sks dst.

1.Penawaran mata kuliah untuk tiap semester

2.Penetapan mata kuliah bersyarat untuk dikontrak.

1. Kelengkapan buku yang tersedia di perpustakaan yang berkaitan dengan mata kuliah

2. Kelengkapan jurnal yang tersedia di perpustakaan yang berkaitan dengan profesi pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial

3. Jangka waktu peminjaman buku-buku perpustakaan

4. Kenyamanan suasana di perpustakaan STKS untuk membaca atau belajar. 5. Kelengkapan katalog untuk mempermudah pencarian buku

1. Kelengkapan perangkat komputer & internet di laboratorium komputer. 2. Kelengkapan perangkat labotratorium untuk praktek profesi pekerjaan sosial mahasiswa

3. Kelengkapan fasilitas yang ada di laboratorium bahasa

1. Kelengkapan media pembelajaran (komputer,LCD, TV dsb) sebagai alat bantu dalam proses belajar-mengajar

2. Layanan Kemahasiswaan

Ekstrakurikuler merupakan wadah pembentuk karakter siswa dalam lingkungan sekolah yang bertujuan untuk mengembangkan jiwa kepemimpinan dan kemampuan sosial melalui berbagai aktivitas baik yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan materi kurikulum, jenis kegiatan ini antara lain olah raga, kesenian,

keagamaan, organisasi dsb. (Mahoney 2005)

Tingkat Layanan Kemahasiswaan

(X2)

Jumlah skor skala likert dengan 5 pilihan tingkat

layanan kemahasiswaan

dengan indikator sebagai berikut :

1. Olah raga

- Kelengkapan

- Bantuan lembaga

2. Kesenian

- Dorongan lembaga

- Bantuan lembaga

- Kelengkapan

3. Keagamaaan

- Kegiatan keagamaan

1. Kelengkapan fasilitas olah raga yang tersedia di kampus

2. Bantuan lembaga STKS terhadap kegiatan olah raga mahasiswa

1. Dorongan lembaga STKS terhadap kemajuan bidang seni di STKS Bandung

2. Bantuan lembaga STKS terhadap kemajuan bidang kesenian di STKS Bandung

3. Kelengkapan fasilitas kesenian yang tersedia di kampus

1. Kegiatan keagamaan yang


(32)

Tabel 3.3 (Lanjutan)

KONSEP VARIABEL INDIKATOR INSTRUMEN

- Dorongan lembaga

- Bantuan lembaga

4.Organisasi mahasiswa

- Bantuan lembaga

- Dorongan lembaga

STKS Bandung

2. Kegiatan peringatan hari-hari besar keagamaan di STKS Bandung 3. Dorongan lembaga STKS terhadap kegiatan keagamaan di STKS. 4. Bantuan lembaga STKS terhadap cara- acara keagamaan di STKS Bandung

1. Bantuan lembaga STKS terhadap kegiatan organisasi mahasiswa 2. Dorongan lembaga STKS terhadap kemajuan organisasi Mahasiswa

3. Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial merupakan kemampuan individu dalam ;

mengendalikan diri, bekerja sama dan berbagi ide dan pengalaman dengan orang lain.

( Jarolimek 2011 : 18)

Tingkat Keterampilan

Sosial (Y)

Jumlah skor skala likert dengan 5 pilihan tingkat keterampilan sosial dengan indikator sebagai berikut:

1. Pengendalian diri :

a. Mampu mengendalikan diri dalam bersikap, berucap dan berperilaku

- Berprasangka baik

- Menahan ketidaksenangan

- Melecehkan orang lain

- Mengantri - Menyesuaikan diri

b. Mematuhi aturan-aturan yang berlaku sesuai dengan tempat dimana berada.

- Mentaati aturan

-Menjagakepatutaan/ Tata krama

1.Tidak berprasangka buruk terhadap orang lain

2.Mampu menahan ketidaksenangan terhadap orang lain

3.Tidak mudah marah atau tersinggung oleh perkataan orang lain

4.Tidak mengejek/mencela orang lain dengan perkataan yang menyakitkan 5.Tidak memotong pembicaraan pada saat orang lain sedang berbicara 6.Ikut mengantri untuk mendapatkan bagian dalam setiap kegiatan 7.Mampu memposisikan diri sesuai dengan kondisi dan situasi (adaptasi)

1.Patuh pada aturan / tata tertib kampus 2.Mentaati aturan di lingkungan tempat tinggal

4.Mentaati peraturan lalu lintas di jalan raya

5.Mampu menjaga kepatutan berteman dengan lawan jenis sehingga tidak melanggar norma agama dan susila.


(33)

Tabel 3.3 (Lanjutan)

KONSEP VARIABEL INDIKATOR INSTRUMEN

2. Bekerja sama

a. Mampu bekerjasama dengan orang lain yang berbeda budaya dan latar belakang sosial ekonomi.

- Keikutsertaan

- Belajar kelompok - Berteman - Bekerja sama

b. Mampu berkomunikasi dengan baik, efektif dan santun

- Bertutur kata

- Menarik perhatian

c. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat.

- Tahu diri

- Tenggang rasa

- Kepekaan - Toleransi

d.Mampu menerapkan nilai- nilai dalam kehidupan kelompok, bermasyarakat dan berbangsa

- Saling menolong

- Menjadi teladan -Keikutsertaan - Bermusayawarah

1.Ikut berpartisipasi aktif dalam organisasi kampus

2.Berpartisipasi aktif pada kegiatan di masyarakat

3.Melakukan belajar kelompok / diskusi dengan orang lain

4.Menjalin relasi dengan semua orang 6.Bekerja sama dengan orang yang berbeda suku

7.Bekerja sama dengan orang yang berbeda agama

8.Bekerja sama dengan orang yang berbeda budaya

9.Bekerja sama dengan orang kaya 10.Bekerja sama dengan orang miskin

1.Berbicara mudah dimengerti oleh orang lain ( jelas dan lugas) 2.Sopan dalam berbicara dengan orang lain

3.Ramah dalam berbicara dengan orang lain

4.Dapat menarik perhatian orang lain dalam berbicara

5.Dapat menyenangkan orang lain dalam berbicara

6.Dapat meyakinkan orang lain terhadap informasi yang saya sampaikan 7.Sikap bersahabat dalam berkomunikasi dengan orang lain

1.Paham terhadap kewajiban diri sendiri di masyarakat

2.Paham terhadap hak diri sendiri di masyarakat

3.Menghormati hak orang lain 4.Menghargai kewajiban orang lain

5.Peka terhadap kondisi sosial orang lain 6.Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain

1.Bergotong royong dalam kehidupan di masyarakat

2.Saling tolong-menolong dalam masyarakat

3.Hidup rukun dan damai dalam masyarakat

4.Berpartisipasi aktif dalam kegiatan di lingkungan masyaraka

5.Bermusyawarah dalam memecahkan masalah dan mengambil keputusan bersama.


(34)

Tabel 3.3 (Lanjutan)

KONSEP VARIABEL INDIKATOR INSTRUMEN

3.Berbagi ide dan pengalaman

a. Mampu berpikir secara logis, kritis, sistematis, dan kreatif.

- Kecermatan

- Pendapat baru

b. Menghargai keberagaman ; pendapat, budaya, golongan dan suku.

- Memahami orang lain

- Bermusyawarah

- Bergaul dengan semua orang

- Menghargai keaneka ragaman

-Keikutsertaan

- Keterbukaan

1.Memberikan gagasan yang mudah dipahami orang lain

2.Menyampaikan pendapat dengan cermat

3.Bertutur kata secara runtut 4.Memberikan gagasan-gagasan baru

1.Mengutamakan kepentingan umum 2.Bertukar pikiran /Diskusi dengan orang lain

3.Menghargai pendapat orang lain

4.Berteman dengan tidak membedakan suku, agama,

golongan (SARA)

5.Menghargai budaya/adat istiadat, tradisi/ setiap daerah

6.Berpartisipasi dalam kegiatan acara kebudayaan orang lain

7.Bersedia dikritik oleh orang lain

Berdasarkan operasionalisasi variabel penelitian yang telah disusun tersebut, maka instrumen pengumpul data untuk layanan akademik, layanan kemahasiswaan, dan keterampilan sosial ini diwujudkan dalam bentuk pernyataan-pernyataan. Pernyataan-pernyataan tersebut disusun berdasarkan hasil kajian kepustakaan.

H. Proses Pengembangan Instrumen

Proses pengembangan instrumen dimulai dari langkah pertama, dengan mengadakan tinjauan literatur yang mengemukakan berbagai pengertian, aspek, dan hasil penelitian terdahulu yang relevan. Sebagai hasil penelaahan literatur tersebut, ditemukan 3 (tiga) variabel yang hendak diteliti yaitu tingkat layanan akademik, tingkat layanan kemahasiswaan, dan tingkat keterampilan sosial mahasiswa, ketiga variabel tersebut


(35)

diturunkan pada indikator-indikator, kemudian disusun menjadi pernyataan dalam bentuk instrument penelitian.

Penelaahan terhadap variabel tingkat layanan akademik ini dilakukan untuk menemukan jawaban atau untuk melihat tingkat pencapaian dari layanan akademik yang diberikan STKS Bandung kepada mahasiswa. Tingkat pencapaian ini diukur dari tingkat kepuasan mahasiswa pada layanan akademik yang meliputi: layanan dosen, staf administrasi dan fasilitas pendidikan (perpustakaan, laboratorium, media pembelajaran, dan kurikulum).

Penelaahan terhadap variabel tingkat layanan kemahasiswaan ini dilakukan untuk menemukan jawaban atau untuk melihat tingkat pencapaian dari layanan kemahasiswaan yang diberikan STKS kepada mahasiswa. Tingkat pencapaian ini diukur dari tingkat kepuasan mahasiswa pada layanan kemahasiswaan yang meliputi : kegiatan olah raga, kesenian, keagamaan, dan keorganisasian mahasiswa.

Penelaahan terhadap variabel tingkat keterampilan sosial ini dilakukan untuk menemukan tingkat pencapaian keterampilan sosial mahasiswa, tingkat pencapaian ini diukur dari pengendalian diri, bekerjasama, dan berbagi ide dan pengalaman dengan orang lain.

Perumusan pertanyaan ditulis dengan bentuk menyajikan beberapa alternatif pilihan kecenderungan yang dirasakan oleh mahasiswa (kepuasan). Kemudian untuk menggambarkan kepuasan yang dirasakan oleh mahasiswa tersebut digunakan skala likert dengan kategori dan bobot jawaban sebagai berikut: layanan akademik dan layanan kemahasiswaan; Sangat Memuaskan berbobot 5, Memuaskan berbobot 4, Kurang Memuaskan berbobot 3, Mengecewakan berbobot 2, dan Sangat Mengecewakan berbobot 1. Sedangkan keterampilan sosial yaitu Sangat tinggi berbobot 5, Tinggi berbobot 4, Sedang berbobot 3, Rendah berbobot 2, dan Sangat rendah berbobot 1.


(36)

Langkah selanjutnya, setelah instrumen penelitian tersusun maka diuji cobakan kepada 30 mahasiswa di luar mahasiswa yang dijadikan sampel penelitian. Uji coba instrumen dilakukan untuk mengukur validitas dan reliabilitas instrumen.

1) Uji validitas

Uji validitas digunakan rumus koefisien korelasi item total dikoreksi dan perhitungannya menggunakan rumus :

rxy

  

 

 

                 

N N N y x xy

y

y

x

x

2 2 2 2

Keterangan :

rxy = koefisien korelasi variabel x dengan variabel y.

xy = jumlah hasil perkalian antara variabel x dengan variabel y. x = jumlah nilai setiap item.

y = jumlah nilai konstan. N = jumlah subyek penelitian.

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan tekhnik Formula Alpha Cronbach dengan rumus :

α = 

  

 

S x

j S k k 2 2 1 1 Keterangan :

α = koefisien reliabilitas alpha

k = jumlah item

Sj = varians responden untuk item Sx = jumlah varians skor total


(37)

Setelah itu. hasil uji coba instrumen dianalisis dengan menggunakan jasa komputer program SPSS versi 17.0. Untuk variabel layanan akademik dari 33 pertanyaan yang diuji cobakan, ada 1 item yang dinyatakan tidak valid karena koefisien korelasi item total yang dikoreksi (r item) < 0.30 yaitu item 33 (r = 0.266), maka item pertanyaan tersebut gugur sehingga yang valid dan dapat digunakan sebanyak 32 item. Setelah item yang tidak valid di keluarkan dari kuesioner, kemudian diuji reliabilitasnya maka didapat koefisien cronbach alpha = 0.989 >0.70, hal ini menunjukkan instrumen layanan akademik reliabel. Oleh karena itu 32 item pertanyaan variabel layanan akademik valid dan reliabel dapat digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. (hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian terlampir).

Untuk variabel layanan kemahasiswaan dari 11 pertanyaan yang diuji cobakan, ada 1 item yang dinyatakan tidak valid karena koefisien korelasi item total yang dikoreksi (r item) < 0.30 yaitu item 7 (r = 0.034), maka item pertanyaan tersebut gugur sehingga yang valid dan dapat digunakan sebanyak 10 item. Setelah item yang tidak valid di keluarkan dari kuesioner, kemudian diuji reliabilitasnya maka didapat koefisien cronbach alpha = 0.978 >0.70, hal ini menunjukkan instrumen layanan kemahasiswaan reliabel. Oleh karena itu 10 item pertanyaan variabel layanan kemahasiswaan valid dan reliabel dan dapat digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. (hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian terlampir).

Untuk variabel keterampilan sosial dari 50 pertanyaan yang diuji cobakan, ada 3 item yang dinyatakan tidak valid karena koefisien korelasi item total yang dikoreksi (r item) < 0.30 yaitu item 2 (r = 0.251), item 24 (r = 0.198), item 37 (r = 0.301), maka item pertanyaan tersebut gugur sehingga yang valid dan dapat digunakan sebanyak 47 item. Setelah item yang tidak valid di keluarkan dari kuesioner, kemudian diuji reliabilitasnya maka didapat koefisien cronbach alpha = 0.992>0.70, hal ini menunjukkan instrumen


(38)

layanan keterampilan sosial reliabel. Dengan demikian, 47 item pertanyaan variabel keterampilan sosial valid dan reliabel dapat digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. . (hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian terlampir).

I. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang ditempuh dan alat-alat yang digunakan dalam mengumpulkan data, teknik ini dapat berupa studi dokumentasi, angket, pedoman wawancara, lembar observasi, tes atau gabungan dari beberapa atau semuanya (Sanafiah Faisal, 1982:175). Selanjutnya Nasir (2003:328) mengatakan bahwa teknik pengumpulan data merupakan alat-alat ukur yang diperlukan dalam melaksanakan suatu penelitian. Data yang akan dikumpulkan dapat berupa angka-angka, keterangan tertulis, informasi lisan dan beragam fakta yang berpengaruh dengan fokus penelitian yang diteliti. Sejalan dengan pengertian teknik pengumpulan data dan wujud data yang akan dikumpulkan, maka dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu teknik angket, karena menurut penulis teknik angket ini dinilai yang paling memadai untuk mengumpulkan data tentang layanan akademik dan layananan kemahasiswaan serta keterampilan sosial mahasiswa di STKS Bandung.

Pemilihan pengumpulan data dengan teknik angket ini paling memadai, didasarkan atas alasan bahwa a). responden memiliki waktu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan. b). Setiap responden menghadapi susunan dan cara pengisian yang sama atas pertanyaan yang diajukan. c). Responden mempunyai kebebasan memberikan jawaban dan d). Dapat digunakan untuk mengumpulkan data atau keterangan dari banyak responden dan dalam waktu yang tepat.


(39)

J. Analisa Data

Teknik yang digunakan untuk menganalisa data dalam penelitian ini adalah teknik analisa kuantitatif. Menurut Purwanto (2008 : 16) penelitian kuantitatif dipengaruhi oleh model penelitian alam yang bersifat objektif, teratur dan bisa di ramalkan, metode ini sesuai dengan namanya, banyak dituntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data serta penampilan dari hasilnya.

Sementara itu untuk pengolahan data digunakan statistik deskriptif, Sanafiah Faisal (1995 : 168) mengemukakan bahwa pengolahan statistik pada dasarnya cara untuk mengolah informasi kuantitatif (data kuantitatif sedemikian rupa sehingga data tersebut mempunyai arti). Prosedur ini mempunyai dua kegunaan pokok bagi peneliti ; pertama untuk memungkinkan peneliti melukiskan atau merangkum atau meringkas hasil pengamatan yang telah dilakukan, teknik ini sering disebut statistik deskripstif atau pengelolaan deskriptif. Kedua untuk dapat membantu peneliti menetapkan seberapa jauh ia dapat menyimpulkan bahwa data yang diperoleh dalam kelompok terbatas (sampel), akan juga berlaku bagi populasi dengan menggunakan pengolahan statistik inferensial.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa statistik yang tepat digunakan untuk pengolahan dan analisa data dari angket dalam penelitian ini menggunakan statistik deskriptif. Bentuk penyajian data berupa skor, prosentase dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, hal ini untuk memudahkan membaca dan menganalisis hasil penelitian seperti dikemukakan Purwanto (2007 : 262) bahwa data yang disajikan berbentuk skor, prosentase, grafik, dan indeks, tergantung bentuk mana yang memberikan manfaat maksimal kepada pembaca dalam memahami data.

Pengolahan data dalam penelitian ini, baik dalam hal pemberian skor, pentabulasian, maupun perhitungan-perhitungan dilakukan dengan menggunakan jasa


(40)

komputer program SPSS Versi 17.0. Untuk pengujian hipotesis digunakan analisis korelasi pearson product moment dan korelasi ganda. Teknik analisis ini digunkan dalam menguji besarnya pengaruh dan kontribusi variabel tingkat layanan akademik (X1), tingkat layanan kemahasiswaan (X2), terhadap keterampilan sosial (Y), baik secara simultan maupun secara individu. Rumus korelasi Pearson Product Moment (PPM) sebagai berikut :

Keterangan : r = Koefisien Korelasi Pearson

Xi = Skor variabel bebas Yi = Skor variabel tergantung n = Ukuran Sampel

Korelasi PPM dilambangkan (r) dengan ketentuan nilai r tidak lebih dari harga (-1≤ r ≤+1). Apabila nilai r = -1 artinya korelasinya negatif sempurna, r = 0 artinya tidak ada korelasi, dan r = 1 berarti korelasinya sangat kuat. Sedangkan arti harga r akan dikonsultasikan dengan tabel interpretasi nilai r sebagai berikut :

Tabel 3.4

Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r

Interval Koefisien Tingkat Pengaruh

0,80 – 1,000 0,60 – 0,799 0,40 – 0,599 0,20 – 0,399 0,00 – 0,199

Sangat Tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat Rendah


(41)

Pengujian lanjutan yaitu uji signifikansi yang berfungsi apabila peneliti ingin mencari makna pengaruh variabel X terhadap Y, maka hasil korelasi PPM tersebut diuji dengan uji signifikansi dengan rumus :

t hit =

Keterangan : t hit = nilai t, r = Nilai koefisien korelasi, n = jumlah sampel

Selanjutnya untuk menyatakan besar kecilnya sumbangan variabel X terhadap Y dapat ditentukan dengan rumus koefisien determinan. Koefisien determinasi adalah kuadrat dari koefisien korelasi PPM yang dikalikan dengan 100 % . Dilakukan untuk mengetahui seberapa besar variabel X mempunyai sumbangan atau ikut menentukan variabel Y. Sumbangan dicari dengan menggunakan rumus :

KD = r x 100% Keterangan : KD = Nilai koefisien determinan (kontribusi antar variabel) r = Nilai koefisien korelasi

Mengetahui pengaruh antara variabel X1 dan X2 terhadap variabel Y digunakan rumus korelasi ganda sebagai berikut :

Rx1.x2.y =

Tahapan dalam menganalisa data dilakukan sebagai berikut :

a. Mengelompokkan data yang telah terkumpul ke dalam kelompok yang sama sesuai variabel yang diteliti, kemudian diproses melalui komputer program SPSS.

b. Data yang sudah dikelompokkan dan di olah kemudian ditabulasikan ke dalam tabel distribusi frekuensi.

r

n - 2

1 - r2

r

2

x1y + r2x2y– 2(rx1y).(rx2y).(rx1x2)

1 – r2 x1.x2


(42)

c. Data dalam tabel distribusi frekuensi diinterpretasikan dan dihubungkan dengan teori dan penelitian sebelumnya sehingga data tersebut memiliki makna untuk menjawab masalah penelitian.

d. Hasil uji hipotesa diinterpretasikan dan dihubungkan dengan teori dan penelitian sebelumnya sehingga diketahui hipotesa mana yang diterima atau ditolak.e. Ditarik kesimpulan berdasarkan hasil interpretasi data tersebut.


(43)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan di muka, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Keterampilan sosial mahasiswa STKS Bandung secara umum termasuk dalam kategori rendah, karena layanan akademik dan layanan kemahasiswaan belum optimal. Keterampilan sosial yang rendah ini meliputi ; a) kurang mampu dalam pengendalian diri, dan b) kurang mampu dalam bekerjasama dengan orang lain. 2. Tingkat layanan akademik STKS Bandung secara umum termasuk dalam kategori

rendah, karena dosen belum memberikan layanan yang optimal dalam proses pembelajaran di kelas maupun di luar kelas, buku-buku profesi pekerjaan sosial di perpustakaan jumlah dan ragamnya sangat terbatas, kelengkapan laboratorim masih kurang, dan media pembelajaran sering tidak berfungsi dengan baik.

3. Tingkat layanan kemahasiswaan STKS Bandung secara umum termasuk dalam kategori rendah, karena dorongan dan bantuan STKS terhadap kegiatan olah raga, kesenian, dan organisasi mahasiswa masih kurang.

4. Tingkat layanan akademik dan layanan kemahasiswaan secara simultan memberikan pengaruh positif terhadap tingkat keterampilan sosial mahasiswa. Artinya semakin baik layanan akademik dan layanan kemahasiswaan secara simultan diberikan kepada mahasiswa, maka semakin baik pula tingkat keterampilan sosial yang dimiliki oleh mahasiswa.

5. Tingkat layanan akademik berpengaruh positif terhadap tingkat keterampilan sosial mahasiswa. Artinya semakin baik layanan akademik yang diberikan kepada


(44)

mahasiswa, maka semakin baik pula tingkat keterampilan sosial yang dimiliki oleh mahasiswa STKS Bandung.

6. Tingkat layanan kemahasiswaan berpengaruh positif terhadap tingkat keterampilan sosial mahasiswa. Artinya semakin baik layanan kemahasiswaan yang diberikan kepada mahasiswa, maka semakin baik pula tingkat keterampilan sosial yang dimiliki oleh mahasiswa.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis mengajukan rekomendasi kepada : 1. Ketua STKS Bandung

Ketua STKS hendaknya menumbuhkan budaya akademik kepada para dosen terutama berkaitan dengan pelayanan yang diberikan kepada mahasiswa baik dalam proses belajar-mengajar di kelas maupun kewajiban dosen lainnya di luar kelas. Budaya akademik ini meliputi penegakkan disiplin dalam memberikan perkuliahan di kelas sesuai jadwal yang telah ditentukan, obyektif dalam memberikan penilaian, menggunakan metode mengajar yang tepat, menyediakan waktu yang cukup untuk bimbingan mahasiswa, dan memberikan teladan dalam bersikap dan berperilaku. Menumbuhkan budaya akademik dapat dilakukan diantaranya melalui pertemuan/rapat antara ketua STKS dengan para dosen dalam suasana yang saling menyenangkan. Pertemuan ini dilakukan secara berkala sebaiknya tiap awal semester. Perlu adanya koordinasi dalam menyusun agenda kegiatan yang dilakukan di

kementerian sosial RI dengan kegiatan perkuliahan di STKS, agar semua kegiatan yang dilakukan baik di kementerian sosial RI dan STKS berjalan lancar tidak menganggu jadwal mengajar dosen yang telah di tetapkan di STKS.

Disamping itu, ketua STKS hendaknya melengkapi fasilitas pendidikan yang masih kurang seperti buku-buku profesi pekerjaan sosial di perpustakaan, begitu pula


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Albrecht (1986). Social Intelligent, New York : John Wiley & Sons.

Alma B. (2002). Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Bandung : Alfabeta Arikunto, (1993). Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta

Arsyad (2002) Media Pembelajaran. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Bakrie S. (1994). Prestasi belajar dan kompetensi guru. Surabaya : Usaha Nasional. Balnadi (1985), Aneka Problem Keguruan. Bandung: Angkasa

Barata, (2005). Dasar – dasar Pelayanan Prima. Jakarta : Elex Media Komputindo. Basuki S. 1991. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia.

Blackburn, James. C (1979) Marketing Techniques Used by Admissions Officers. Doctoral Dissertation No.800 3806 : Indiana University.

Bowen, Howard (1981) The Cost of Higher Education, San Francisco : Jossey Bass Inc.

Cardozier, V.R. (1987) American Higher Education, An International Perspective. Brookfield : Avenbury.

Cartledge, G. Milburn, J. F. (1995). Teaching social skills to children and youth: Innovative approaches (3rd ed). Boston : Allyn and Bacon

Chaplin, J.P. (1999). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Crompton, John L, Charles W. Lamb (1986), Marketing Governmental and Social

Service. New York : John Wiley & Sons.

Djarwanto, (2001). (Edisi Kedua) Mengenal Beberapa Uji Statistik dalam Penelitian. Yogyakarta : Liberty.

Elksninand Elksnin. (1995). Assessement and Introduction of Social Skill. San Diego: Singular Publishing Group, Inc.

Engkoswara, (1986) Administrasi Pendidikan, Jakarta ; Depdikbud

Febrian, J. (2000) Pendidikan Tinggi di Indonesia, Bandung : CV. Informatika

Fraenkel , J.R. dan Wallen N.E. (1993), How to Design and Evaluate Research in Education, Second Edition. Tokyo : Mc. Graw Hill, Inc.

Furqon, (1997) Statistik Terapan Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta


(2)

Gottman, J. (2001). Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Hadi S. (1983) Analisis Regresi, Yogyakarta, Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.

...(2000). Statistik 2. Yogyakarta : Andi Offset.

Hargie et all.(1998) Social skill and Communication New York: Springer Publishing Company.

Hapsari, RU. (2010) tentang hubungan kegiatan ekstrakurikuler dengan intensi delinkuensi remaja pada siswa SMK di Kota Semarang.

Hexandera, A (1987). Dosen Faktor Utama Perbaikan Kualitas Lulusan Perguruan Tinggi di Indonesia. Jakarta : Pelita,

Huddleston, Jr. Thomas. (1976) Marketing : The Applicant Questionaire, College and University. . New York: Springer Publishing Company.

Hurlock, E.B. 1990. Psikologi Perkembangan, Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: PT.Erlangga.

Irwanto. (1997). Psikologi Umum. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Jarolimek. (1997). Social Studies Competencies and Skills, New York : Macmillan Publishing.Co, Inc.

Kelly, J, A. (1982). Social Skill Training: A Practical Guide for Intervention. New York: Springer Publishing Company.

Kerlinger. 1992. Asas-Asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Kindred, et all (1984) The School Community Relation, New Jersey : Prentice-Hall, Englewood Cliffs.

Kotler, Philip. (1976). Applying Marketing Theory to College Admissions, New York: College Entrance Examination Board.

Kramer Howard C, (1984) Advising for Advisor, Nacada Journal, Oct.

Krech, D and Crutchfield, RS (1982) Individual in Society, Tokyo, Mc Grow Hill, Kogakusha, Ltd.

Kurniawati (2010) Pengujian tentang pengaruh kualitas layanan akademik terhadap prestasi hasil belajar mahasiswa di Prodi Pendidikan Ekonomi Universitas Negeri Padang. Tesis pada FE Universitas Negeri Padang : tidak diterbitkan Lanawati S. (1999). Hubungan Antara Emotional Intelligence dan Intelektual Quetion

dengan Prestasi Belajar Siswa SMU.Tesis Master : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.


(3)

Levitt, (1983) The Marketing Imagination, London : The Free Press, Collier Mc.millan Publishers.

Mahoney (1992), The Resource – Based View Within The Conversation of Strategic Management. Strategic Management Journal Vo. 13. 363 - 380

Maryani E. (2011). Pengembangan Program Pembelajaran IPS untuk Peningkatan Keterampilan Sosial. Bandung : Alfabeta

Michelson L.S, and Kazdin, LA.(1985). Social Skill Assesment and Training with Children. New York: Plenum Press.

Miklich, Beverly A. (1985) Advertising in Higher Education ; College and University. New Jersey : Prentice-Hall

Moegiadi (1979). Penilaian Kualitas Pendidikan Dasar di Berbagai Lingkungan Pendidikan Serta Hubungannya dengan Sejumlah Variabel Pendidikan, Bandung, SPS IKIP Bandung.

Moenir, (1995), Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara Morales, Sheafor (1983) Values of Social Welafare, New Jersey : Prentice-Hall Morgan, Clifford T, King, R.A Weizz, and JR, Schopler. J, 1986. Introduction of

Psychology, (7th ed), Singapore : Mc Graw Hil Book Company

Morris, Darrel R (1977) Know Your Student Market Before You Start to Market, The Journal College and University.

Mudjijo, (1987), Karakteristik Dosen yang baik Menurut Persepsi Mahasiswa dan Hubungan Ketergantungannya dengan Kepuasan dalam Menerima Layanan Bimbingan. Tesis pada PPS IKIP Bandung : tidak diterbitkan

Mudzakir. A.(1997). Psikologi Pendidikan. Bandung : Pustaka Setia.

Muhibbin, S (2000). Psikologi Pendidikan dengan Suatu Pendekatan baru. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Nasoetion A.H. (1987). Bagaimana Meningkatkan Perguruan Tinggi. Jakarta : Pelita Nazir. M. (1988). Metodologi Penelitian.(Cetakan ke 3). Jakarta :Ghalia Indonesia. Pannen. P.(2003). Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Jakarta: Ditjendikti,

Depdiknas

Purwanto. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta : Pustaka Belajar

Rarndhani, N. 1994. “Pelatihan Keterampilan Sosial Pada Mahasiswa Yang Sulit Bergaul”. Skripsi. (Tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.


(4)

Ratnawati.M. (1996). Hubungan antara Persepsi Anak terhadap Suasana Keluarga, Citra Diri, dan Motif Berprestasi dengan Prestasi Belajar pada Siswa Kelas V SD Ta’Miriyah Surabaya. Jurnal Anima Vol XI No. 42.

Riduwan, (2006) Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian, Bandung, CV. Alfa Beta

Robinson, George M, and Janice Moulton (1986) Ethical Problems in Higher Education, New Jersey ; Prentice Hall, Englewood Cliffs.

Rubin, K. H., Bukowski, W. and Parker, J. G. (1998). Peer interactions, relationship & groups. Dalam Damon, W. & Eisenberg, N. Handbook of child psychology. Volume 3 : Social, emotional and personality development (5th ed., hal. 619-700). New York: John Wiley and Sons, Inc.

Saifuddin A. (1998). Tes Prestasi Fungsi dan Pengembangan Pengukutan Prestasi balajar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.

... (1997). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Balajar Offset. Sanafiah F. (1995) Penelitian Sosial, Jakarta, PT. Ghalia Indonesia.

Sanjaya W. (2006) Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta, Kencana Prenada Media.

Sanusi , Achmad (1990) Beberapa Dimensi Mutu Pendidikan, Bandung ; FPS IKIP ... et.al. (1991). Studi Pengembangan Model Pendidikan Profesional Tenaga

Kependidikan. Jakarta: Depsikbud.

Saphiro, Lawrence E. (1998). Mengajarkan Emotional Intelligence Pada Anak. Jakarta : Gramedia.

Schneiders, A.A.(1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York : Holt, Reinhart & Winston Inc.

Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (2010) Pedoman Akademik. Bandung: Koperasi STKS Bandung

... (2010). Data Akademik dan Kemahasiswaan. Bandung : BAAK ... (2010). Leflet , Koperasi STKS Bandung

Sia, Tjundjing. (2001). Hubungan Antara IQ, EQ, dan QA dengan Prestasi Studi Pada Siswa SMU. Jurnal Anima Vol.17 no.1

Smith, Wendell C. (1980) Marketing a Controllable Rool for Education Administrators, Life long learning The Adult Years, Nov.


(5)

Somantri. N (2001) Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Stanley (1989) Social Problem, USA, Allyn and Bacon

Stanton, William J. (1981) Marketing Management, Connecticut ; Grollier Publising Danbury.

Sudjana, (1982) Metode Statistika, Bandung ; Tarsito

... (2001). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Cetakan ketujuh). Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

... (1992). Media Pengajaran. Bandung: Penerbit CV. Sinar Baru Sugiyono (1986) Metode Penelitian Administrasi, Bandung ; Alfabeta. Suharsono. (2002). Melejitkan IQ, IE, dan IS. Depok : Inisiasi Press.

Sukardi, D.K. (1983) Bimbingan dan Penyuluhan Belajar di Sekolah, Surabaya; Usaha Nasional

Sukmadinata (2006) Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Bandung, Remaja Rosdakarya

Sumaatmadja. N. (1984) Metodologi Perngajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung: Alumni.

Supriyadi, D. (1999). Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Surachmad, W. (1989), Pengantar Penelitian Ilmiah ; Dasar, Metode dan Teknik, Bandung ; Tarsito

Suryabrata S. (1998). Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada . Swedmark, Donald C, (1979) Competencies and Skills for an Effective School Public

Relations Program, NASSP Bulletin Dec.

Syamsudin H dan Maryani E (2008) Pengembangan Program Pembelajaran IPS untuk meningkatkan Kompetensi Keterampilan Sosial. Makalah pada Seminar Nasional, Makasar.

Swastika (1986) Pelayanan Prima, Jakarta : Elex Media Komputindo

Thomas, J.A. (1971) The Productive School, New York ; John Willey & Sons

Tjiptono, F. 2008. Service Management : Mewujudkan layanan prima. Yogyakarta : Andi.

Trianto (2007) Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, Jakarta, Prestasin Pustaka


(6)

Undang – Undang Nomor 14 Tahun (2005) Tentang Guru dan Dosen

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (1989) Jakarta ; Balai Pustaka

Uraian Tugas Pejabat Struktural & Pejabat Fungsional di Lingkungan STKS Bandung Depsos RI Jakarta

Warren, Bennis (1987) Social Intelligent, New York : Free Press ; London : Collier Macmillan.

Wilson, Kenneth M. (1971) Your Image is Showing, College and University. Winardi, (1986) Manajemen Pemasaran, Bandung ; Tarsito

Winkel, WS (1997). Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta : Gramedia. Wiranto, F.A. [dkk]. 1997. Perpustakaan menjawab tantangan jaman. Semarang:

Penerbit Universitas Katolik Soegijapranata

Wirawan S. (1997). Psikologi Remaja. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

Zastrow, Charles (1986) Introduction to Social Welfare Institution (Social Problems, Services, and Current Issues). Fourth Edition, Homewood, Illinois, The Dorsey Press.

Zeithaml, A. and Leonard L. Berry (1990), Delivering quality service : balancing customer perceptions and expectations, New York : Free Press ; London : Collier Macmillan.

Sumber dari Internet :

Mangkoesaputra, (2005) Pengembangan Keterampilan Sosial Peserta Didik (online) tersedia :http://re-searchengines.com/0805 html. (21 Juni 2012)

Syaodih E. (2008) Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif untuk meningkatkan keterampilan Sosial. (online) tersedia: http//educare.ekipunla. (20 Juni. 2012)