Studi Deskriptif Mengenai Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Kualitas Pelayanan Kafe "X" di Kota Bandung.

(1)

ii

Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan konsumen terhadap lima aspek kualitas pelayanan, yaitu tangible, reliability, responsiveness, assurance dan empathy yang berperan dalam kepuasan konsumen terhadap kualitas pelayanan Kafe “X” di kota Bandung. Penelitian ini menggunakan studi metode deskriptif dengan teknik survei. Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah konsumen yang pernah atau masih menggunakan pelayanan Kafe “X”. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 30 orang.

Alat ukur yang digunakan berupa kuesioner yang terdiri dari 41 item dari expected service dan 40 item percived service. Uji validitas menggunakan rumus Rank Spearmandengan hasil item perceived service berkisar 0.300 antara hingga 0.570, sedangkan hasil item expected service berkisar antara 0,306 hingga 0,571. Uji reliabilitas untuk item perceived service diperoleh hasil reliabilitas sebesar 0,955 dengan kriteria reliabilitas tinggi sekali, sedangkan hasil reliabilitas untuk item expected service diperoleh hasil reliabilitas sebesar 0,983 dengan kriteria tinggi sekali.

Berdasarkan hasil uji pengolahan data secara statistik maka didapat hasil 83,3% konsumen merasa tidak puas terhadap kualitas pelayanan Kafe “X”. Ketidakpuasan terhadap kualitas pelayanan Kafe “X” ditunjukkan pada kelima aspek yaitu tangible, reliability, assurance, responsiveness, dan empathy.

Faktor- faktor yang berkaitan dengan ketidakpuasan konsumen adalah faktor word of mouth, implicit service promises, explicit service promises, enduring service intersifiers, personal needs, past experience, transitory service intersifiers. Dimana faktor- faktor tersebut yang membangun harapan konsumen pada pelayanan Kafe “X”. Faktor lain yang berkaitan dengan ketidakpuasan konsumen adalah image, dimana faktor tersebut menggambarkan ketidakpuasan yang tampak pada kenyataan pelayanan yang diterima atau pengaruh pada perceived service.

Saran bagi peneliti selanjutnya adalah perlu dipertimbangkan untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai kepuasan konsumen terhadap kualitas pelayanan dengan loyalitas konsumen. Bagi pihak Kafe “X” peneliti mengajukan saran agar pihak Kafe “X” menggarap fasilitas fisik yang ada serta menyediakan kotak saran bagi konsumen. Selain itu sebaiknya karyawan diberikan pelatihan mengenai cara memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen.


(2)

ABSTRACT

This research is intended to find out the idea of the clarity of customer satisfaction with five aspects of service quality, namely: tangible, reliability, responsiveness, assurance and empathy that play a role in customer satisfaction with the quality of service Cafe “X” in the Bandung city. The researcher uses descriptive methode with survey as the technique to gather the data. The aimed population of this research is consumers who have or still use the service Cafe “X”. The number of respondents is 30 persons.

The measuring instruments in this research are the questionnaires consisting of 41 items expected service and 40 items perceived service. Based on validity testing using Spearman Rank formula with the result of perceived service items ranged from 0,300 to 0,570 while the results expected service items ranged from 0,306 to 0,571. Reability tests for perceived service items is 0,955 and reliability criteria for items expected service is 0,983 with a very high criteria.

Based on the results of statistical data processing test results are obtained 83,3% of consumers are not satisfied with the quality of service Cafe “X”. Dissatisfaction with the quality of service Cafe “X” shown in five aspects, namely tangible, reliability, assurance, responsiveness, and empathy.

Factors related to consumer dissatisfaction is an word of mouth, implicit service promises, explicit service promises, enduring service intersifiers, personal needs, past experience, transitory service intersifiers. Where these factors that build consumer expectations on service Cafe “X”. Another factor related to consumer dissatisfaction is the image, which depicts disssatisfaction factor which looks at the reality of services received or perceived influence on service.

The recommendation for the next research is should be considered to conduct further research on customer satisfaction with service quality and customer loyalty. For the Cafe “X” the researchers propose suggestions for the cafe working on the existing physical facilities as well as providing advice for consumers box. In addition employeesshould be trained on how to provide servicesthat meet consumer needs.


(3)

iii

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

HALAMAN

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN... i

ABSTRAK... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR BAGAN... x

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Identifikasi Masalah... 10

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian... 10

1.3.1 Maksud Penelitian... 10


(4)

1.4 Kegunaan Penelitian... 10

1.4.1 Kegunaan Teoritis... 10

1.4.2 Kegunaan Praktis... 11

1.5 Kerangka Pemikiran... 11

1.6 Asumsi... 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan konsumen... 23

2.1.1 Definisi Kepuasan Konsumen... 23

2.1.2 Tingkat Kepuasan Konsumen... 24

2.1.3 Metode Pengukuran Kepuasan Konsumen... 26

2.2 Kualitas Pelayanan... 28

2.2.1 Pengertian Kualitas Pelayanan... 25

2.2.2 Dimensi Kualitas Pelayanan... 31

2.2.3 Model Gap Kualitas Pelayanan... 34

2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Penilaian Kualitas Pelayanan.. 36

2.2.4.1 Faktor Expected Service... 36


(5)

v

Universitas Kristen Maranatha

2.3 Kebutuhan... 39

2.3.1 Definisi Teori Kebutuhan... 39

2.3.2 Macam-macam Kebutuhan... 41

2.4 Jasa... 42

2.4.1 Pengertian Jasa... 42

2.4.2 Karakteristik Jasa... 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian... 44

3.2 Bagan Rancangan Penelitian... 45

3.3 VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL... 45

3.3.1 Variabel Penelitian... 45

3.3.2 Definisi Operasional... 45

3.4 Alat Ukur... 47

3.4.1 Alat Ukur Kualitas Pelayanan... 47

3.4.1.1 Rancangan Alat Ukur... 48

3.4.1.2 Rincian Alat Ukur... 48


(6)

3.5 Uji Coba Alat Ukur... 51

3.5.1 Validitas... 51

3.5.2 Reliabilitas... 52

3.6 Teknik Sampling... 54

3.6.1 Teknik Penarikan Sampel... 54

3.6.2 Karakteristik Sampel... 54

3.7 Teknik Analisis Data... 55

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden... 56

4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Rentang Usia ... 56

4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 57

4.1.3 Gambaran Responden Berdasarkan Lamanya Menggunakan Jasa... 57

4.2 Hasil Penelitian... 58

4.2.1 Tingkat Kepuasan Konsumen... 58


(7)

vii

Universitas Kristen Maranatha

Kualitas Pelayanan Jasa... 59

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian... 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 73

5.2 Saran... 74

5.2.1 Saran Teoritis... 74

5.2.2 Saran Praktis... 75

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RUJUKAN


(8)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran... 21


(9)

ix

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

3.1 Skala Penilaian... 48

3.2 Kisi-kisi kuesioner... 50

4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Rentang Usia... 56

4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 57

4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Lamanya Menggunakan Jasa... 57

4.4 Tingkat Kepuasan Konsumen... 58

4.5 Tingkat Kepuasan Konsumen pada aspek Reliability... 59

4.6 Tingkat Kepuasan Konsumen pada aspek Responsivenes... 59

4.7 Tingkat Kepuasan Konsumen pada aspek Assurance... 60

4.8 Tingkat Kepuasan Konsumen pada aspek Emphaty... 61

4.9 Tingkat Kepuasan Konsumen pada aspek Tangiable... 61

Lampiran IV.1 Hasil Validitas Harapan

Lampiran IV.2 Hasil Validitas Kenyataan

Lampiran V.1 Data Mentah Hasil Penelitian

Lampiran VI.1 Hasil Data Pribadi dan Data Penunjang


(10)

Lampiran VII.2 Tabulasi silang data penunjang faktor Enduring service

intersifiers

Lampiran VII.3 Tabulasi silang data penunjang faktor Transitory service intersifiers

Lampiran VII.4 Tabulasi silang data penunjang faktor Explicit service

promises

Lampiran VII.5 Tabulasi silang data penunjang faktor Implicit service

promise

Lampiran VII.6 Tabulasi silang data penunjang faktor Word of mouth

Lampiran VII.7 Tabulasi silang data penunjang faktor Past experience

Lampiran VII.8 Tabulasi silang data penunjang faktor Perceived service

alternative

Lampiran VII.9 Tabulasi silang data penunjang faktor Self perceived service

roles

Lampiran VII.10 Tabulasi silang data penunjang faktor Situasional factors

Lampiran VIII.1 Tingkat Kepuasan Konsumen pada aspek Reliability

Lampiran VIII.2 Tingkat Kepuasan Konsumen pada aspek Responsivenes

Lampiran VIII.3 Tingkat Kepuasan Konsumen pada aspek Assurane


(11)

xi

Universitas Kristen Maranatha Lampiran VIII.5 Tingkat Kepuasan Konsumen pada aspek Tangiable

Lampiran IX.1 Definisi Kafe


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

 Lampiran I Lembar Persetujuan

 Lampiran II Kuesioner Data Penunjang

 Lampiran III Kuesioner Kualitas Pelayanan

 Lampiran IV Validitas dan Reliabilitas

 Lampiran V Data Mentah Hasil Penelitian

 Lampiran VI Data Pribadi dan Data Penunjang

 Lampiran VII Tabulasi Silang Data Penunjang

 Lampiran VIII Tingkat Kepuasan Konsumen


(13)

1

Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Berkembangnya bisnis makanan saji, pusat-pusat pembelanjaan, cafe, pusat kebugaran, game station, golf-range hingga medical check up, klinik operasi plastik, termasuk industri kafe dan spa adalah bukti tumbuhnya bisnis baru di dunia kosmopolitan. Banyak fasilitas yang ditawarkan berusaha memberikan kepuasan para pelanggan sehingga persaingan pada masing- masing bidang usaha makin besar. Untuk bersaing dalam pasar dengan persaingan yang ketat,

Perkembangan globalisasi memiliki dampak signifikan terhadap aspek kosmopolitan dan budaya. Globalisasi pada era saat ini terjadi melalui tahapan. Setiap tahapan merupakan hasil perkembangan budaya manusia dalam mengembangkan daya kreasi. Terlebih daya kreasi manusia tersebut telah menjadi kebutuhan bersama dalam lingkup masyarakat. Hirarki kebutuhan manusia yang mula-mula hanya membutuhkan terpenuhinya kebutuhan fisik, seperti makanan, minuman, pakaian, kemudian menginjak kepada kebutuhan yang lebih abstrak, yaitu kebutuhan akan jasa. Sejalan dengan era globalisasi, kebutuhan manusia di Indonesia terus menerus berkembang, kebutuhan-kebutuhab tersebut semakin kompleks dan merambah ke berbagai sektor termasuk sektor jasa.


(14)

2

perusahaan harus berkomitmen untuk menciptakan dan mempertahan kepuasan konsumen (Philip Kotler, 2004:74).

Dari berbagai perkembangan kosmopolitan di atas, kafe merupakan salah satu industri yang sangat menjanjikan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kafe adalah tempat minum kopi yang pengunjungnya dihibur dengan musik; tempat minum yang pengunjungnya dapat memesan minuman, seperti kopi, teh, bir, dan kue-kue; kedai kopi. Selain untuk tempat makan dan minum, kafe juga digunakan sebagai tempat untuk mengurangi stress atau kejenuhan sehingga para konsumen kafe dapat menikmati suasana yang menyenangkan sebelum kembali beraktifitas.

Secara umum, tujuan suatu industri adalah memperoleh profit dengan menukarkan penawarannya dengan pembeli. Penawaran suatu industri dapat dibedakan menjadi 5 kategori, yaitu produk murni, roduk fisik dengan jasa pendukung, hybrid, jasa utama yang didukung dengan barang dan jasa mn=inor, dan jasa murni (Fandy Tjiptono, 2002:6). Pada prinsipnya kafe adalah salah satu bentuk perdagangan jasa. Tiap kafe akan berusaha memberikan nilai tambah (value added) yang berbeda terhadap produk dan jasa atau pelayanan yang diberikan kepada tamunya. Nilai tambah ini yang membuat satu kafe berbeda dari yang lainnya, yang akhirnya menyebabkan mengapa orang punya alasan sendiri memilih kafe itu dibandingkan dengan kafe lainnya. Tamu menikmati fasilitas- fasilitas yang disediakan pihak kafe dan menilai kesesuaiannya dengan harapan konsumen mengenai kualitas pelayanan. .


(15)

3

Universitas Kristen Maranatha Bandung merupakan salah satu kota yang banyak dikunjungi orang untuk rekreasi. Selain karena hawa kota Bandung yang sejuk, Bandung juga memiliki banyak tempat makan yang menyediakan menu dan fasilitas berbeda-beda yang menarik untuk dikunjungi. Sejauh ini beberapa Kafe di kota Bandung cenderung hanya melihat penyediaan fasilitas dari satu sisi saja, yaitu Kafe sebagai tempat untuk makan sehingga kurang dapat menarik perhatian konsumen. Konsumen yang datang mengunjungi Kafe menginginkan pelayanan karyawan yang cepat dalam menanggapi permintaan konsumen, sikap ramah karyawan pada waktu melayani konsumen, suasana yang nyaman dan menyenangkan dari Kafe, serta kebersihan lingkungan sekitar Kafe. Beberapa usaha kafe beroperasi di daerah Dago, dimana merupakan salah satu jalan yang banyak dilalui kendaraan yang melintas sepanjang hari. Kafe “X” merupakan salah satu kafe yang berada di daerah sekitar Dago ini.

Sarana dan prasarana yang disediakan oleh pihak kafe diharapkan dapat membuat konsumen merasa nyaman dan puas. Untuk dapat mengetahui apa yang dirasakan konsumen dan sejauh mana kepuasan dari pelayanan yang diberikan, salah satu cara yang digunakan adalah dengan melakukan pengukuran kepuasan konsumen. Pengukuran kepuasan konsumen penting dilakukan karena konsumen yang menentukan nilai pelayanan yang telah diberikan oleh pihak kafe sudah memuaskan atau belum. Jika konsumen merasa puas dengan pelayanan yang diberikan maka konsumen akan terus memakai jasa tersebut. Jika tidak, maka konsumen akan mencari kafe lain yang dapat memberikan pelayanan yang lebih baik.


(16)

4

Salah satu jenis pelayanan yang diberikan di Kafe “X” adalah menyediakan menu makanan dan minuman yang menarik bagi pengunjung Kafe “X” yang datang. Beberapa menu minum unggulan di kafe ini adalah: classic

cappucino, zigzag cappucino, kopi joz, creamy cappucino, dan snow white.

Kekhasan dari setiap menu unggulan dari minuman di atas adalah ketika minuman tersebut sudah diracik oleh kafe “X”. Seperti classic cappucino minuman ini terdiri dari campuran antara kopi, susu, dan ditambah dengan foam milk, kemudian di atasnya dikasih gula lalu dibakar. Sedangkan minuman kopi joz ini merupakan minuman kopi yang dimasukin bara arang. Minuman creamy

cappucino merupakan campuran dari espresso dan ekstra foam milk. Creamy

cappucino ini dinamakan seperti ini karena campuran dari ekstra foam. Konsumen Kafe “X” kebanyakan memesan minuman unggulan di atas ketika berkunjung ke kafe “X”.

Selain memiliki menu minuman unggulan kafe “X” juga memiliki beberapa menu makanan unggulan. Diantaranya adalah: iga bakar kopi, tenderloin

beef Wellington with the vil coffee sauce, dan ayam sasak. Ciri khas dari tiap

menu makanan unggulan di atas antara lain: seperti iga bakar kopi dalam memasaknya dicampur dengan biji kopi untuk mendapatkan aroma kopinya. Sedangkan tenderloin beef Wellington with the vil coffee sauce steaknya dibungkus dengan puff pastry kemudian dihidangkan dengan nasi cadegri. Kemudian salah satu menu makanan unggulan lain dari kafe “X” yaitu ayam sasak yang ciri khas dalam memasak ayam nya dibakar terlebih dahulu kemudian diungkap, dan sebelum dihidangkan dibakar kemudian diberi sambal terasi. Ayam


(17)

5

Universitas Kristen Maranatha sasak ini termasuk menu makanan yang paling banyak dipesan oleh konsumen kafe “X”.

Kafe “X” berdiri pada tahun 2006. Kafe “X” memiliki ciri khas bangunan yang berbeda jika dibandingkan dengan kafe-kafe lain yang ada disekitarnya. Bangunan kafe “X” 90% bangunannya terbuat dari kayu dan terdapat anak tangga sebanyak 50 menuju pintu masuk utamanya. Bentuk bangunan kafe “X” adalah joglo dengan tema perpaduan nuansa Jawa dan Bali. Kafe “X” terletak di dataran tinggi kota Bandung sehingga memberikan pemandangan kota Bandung. Hal ini cukup memberikan daya tarik pengunjung untuk datang ke kafe “X.

Setiap kafe berusaha memberikan pelayanan yang terbaik kepada konsumennya. Setiap pegawai kafe memberikan saran dan solusi yang tepat tentang keluhan dari konsumennya. Apabila kafe tidak dapat memberikan pelayanan yang terbaik terhadap konsumennya maka konsumen pun akan kecewa dan tida akan datang ke Kafe “X” lagi. Terdapat keluhan-keluhan pada pelayanan Kafe “X”, dalam hal mengantarkan pesanan yang tidak sesuai dengan keinginan konsumen, dalam hal memberikan solusi yang kurang sesuai dengan keluhan konsumen, dalam hal memberikan pelayanan yang kurang cepat kepada konsumen sehingga konsumen menunggu lama, dalam hal fasilitas yang kurang memadai seperti ruang tunggu yang kurang nyaman, kamar mandi yang kurang bersih dan kurang nyaman, pelayanan yang kurang ramah kepada konsumen yang datang dan bertanya.

Konsumen belajar dari pengalaman masa lalunya dan perilaku di masa akan datang diprediksi berdasarkan pada perilaku masa lalunya. Sudah menjadi


(18)

6

pendapat umum bahwa jika konsumen merasa puas dengan suatu produk atau merek, maka mereka cenderung akan terus membeli dan menggunakannya serta mereferensikannya kepada orang lain tentang pengalaman mereka yang menyenangkan dengan produk tersebut. Jika mereka tidak merasa puas, maka mereka akan beralih kepada merek lain serta mengajukan keberatan pada produsen, pengecer, dan bahkan menceritakannya kepada konsumen lainnya (Peter, Olson, 1999:157).

Perusahaan yang ingin berkembang dan mendapatkan keunggulan kompetitif harus dapat memberikan produk berupa barang atau jasa yang berkualitas dan layanan yang baik kepada para pelanggan (Kotler, 1994). Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan pada sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan pada sudut pandang atau persepsi pelanggan (Tjiptono, 2004:61).

Konsumen akan menggunakan jasa pelayanan setelah melihat kenyataan jika pelayanan tersebut baik, sehingga konsumen bisa merasa puas terhadap kinerja dan hasil yang didapatkan dari jasa tersebut (Haworth, 2008). Pelayanan yang berkualitas dapat menciptakan kepuasan konsumen sehingga membuat konsumen akan datang kembali dan akan melakukan perawatan kembali di kafe. Setelah melakukan perawatan kembali di kafe tersebut, konsumen akan menjadi pelanggan tetap dan kemungkinan mereka akan merekomendasikan kepada orang lain atau teman-teman mereka. Sebaliknya pelayanan yang buruk membuat konsumen jenuh sehingga lari ke pesaing.


(19)

7

Universitas Kristen Maranatha Harapan konsumen itu akan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen. Kepuasan konsumen adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan- harapannya. Kepuasan konsumen merupakan tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan hasil yang ia rasakan (perceived sevice) dibandingkan dengan harapannya (expected service) (Kotler, 1994). Karena itu, setiap kafe akan mengutamakan kepuasan konsumen. Apabila konsumen merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan atau diberikan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien sehingga tidak sesuai dengan harapan konsumen. Sebaliknya, apabila konsumen merasa puas terhadap suatu pelayanan yang diberikan maka pelayanan tersebut dapat dipastikan efektif dan efisien sehingga dapat membuat konsumen bertahan dan memungkinkan bertambahnya jumlah konsumen. Oleh karena itu, Kafe “X” harus memberikan pelayanan yang efektif dan efisien terhadap konsumennya sehingga konsumen akan tetap setia dan bertahan menjadi konsumen Kafe “X”.

Berdasarkan hasil wawancara lebih lanjut dengan 20 konsumen di Kafe “X”, didapatkan beragam respon yang terkait pelayanan jasa di Kafe “X” baik itu berupa pernyataan, saran, atau keluhan. 35% dari jumlah respon menyatakan pelayanan jasa di Kafe “X” sudah memenuhi harapan mereka, sementara 65% sisanya menyatakan belum. Terdapat 35% responden mengatakan bahwa pelayanan yang diberikan oleh Kafe “X” sudah tepat waktu, hal ini dilihat dari ketika konsumen datang dan memesan makanan atau minuman yang tersedia di Kafe “X”, karyawan mengantarkan pesanan konsumen dengan tepat waktu.


(20)

8

Responden mengatakan lokasi Kafe “X” sudah cukup strategis. Lokasi Kafe terletak di pinggir jalan, berada di daerah atas kota Bandung sehingga setiap pengunjung yang datang ke Kafe ini dapat menikmati pemandangan kota Bandung dari Kafe “X” ini. Pelayanan dan fasilitas yang diberikan Kafe “X” sudah cukup baik terlihat dari ramah saat melayani konsumen, penyediaan televisi, majalah, toilet yang bersih.

Secara garis besar, 65% konsumen yang menyatakan pelayanan jasa di Kafe “X” belum memenuhi harapan mereka, dilihat dari pelayanan yang diberikan oleh Kafe “X” ketika Kafe sedang ramai maka pelayanan yang diberikan oleh Kafe “X” kurang memuaskan, dan hasil pesanan yang yang diberikan kurang sesuai dengan harapan konsumen Kafe “X”. Karena penilaian tersebut, mereka sering membanding-bandingkan apa yang ditawarkan oleh Kafe “X” dengan kafe lainnya. Konsumen mengeluhkan pelayanan karyawan kafe yang kurang cekatan dalam melayani pengunjung yang baru datang. Konsumen tersebut juga mengeluhkan ketidaknyamanannya saat menunggu di ruang tunggu dan pelayanan yang tidak tepat waktu. Ruang tunggu yang tidak nyaman diiringi dengan pelayanan yang lama menyebabkan konsumen merasa kesal dan bosan ketika menunggu. Mereka juga merasa bahwa tempat parkir kurang memadai sebab terlalu kecil untuk ukuran banyaknya konsumen yang datang. Konsumen juga merasa sulit memanggil atau menemukan karyawan Kafe “X” ketika ingin memesan dikarenakan jarak antara tempat konsumen duduk dengan karyawan cukup jauh.


(21)

9

Universitas Kristen Maranatha Walaupun berdasarkan hasil wawancara survey awal ditemukan beberapa respon yang kurang memuaskan, Kafe “X” selalu memiliki banyak pengunjung. Untuk hari biasa Kafe “X” memiliki pengunjung kurang lebih 30 pengunjung baik itu rombongan maupun perorangan. Setiap akhir pekan Kafe “X” memiliki pengunjung lebih dari 30 orang. Pengunjung Kafe “X” tidak hanya dari kota Bandung saja namun dari luar kota Bandung juga. Setiap konsumen yang datang ke Kafe “X” mempunyai kebutuhan dan harapan pelayanan yang harus dipenuhi oleh Kafe “X”.

Dalam hal ini pelayanan merupakan hal penting, apabila pelayanan yang diberikan melebihi harapan konsumen maka akan menimbulkan kepuasan kepada perasaan konsumen yang akan menggunakan jasa dari perusahaan tersebut, dan sebaliknya (Kotler, 1997). Setiap individu pasti memiliki harapan-harapan tertentu yang diinginkan terhadap pelayanan petugas yang bekerja di Kafe “X” yang bersangkutan. Menurut (Tjiptono, 2004), jika pelayanan yang diterimaatau dirasakan (perceived service) sesuai dengan harapan (expected service) maka konsumen akan merasakan kepuasan dan jika sebaliknya maka konsumen akan merasakan ketidakpuasan.

Merujuk pada data di atas, ditemukan adanya kebutuhan dan harapan konsumen yang belum terpenuhi oleh Kafe “X”. Selain itu juga ditemukan adanya respon konsumen yang beragam terhadap pemenuhan harapan mereka oleh pelayanan jasa Kafe “X”. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian terhadap kualitas pelayanan Jasa Kafe “X” untuk mendapatkan gambaran mengenai tingkat kepuasan konsumen terhadap Kafe “X”.


(22)

10

1.2 Identifikasi Masalah

Bagaimana tingkat kepuasan konsumen terhadap kualitas pelayanan oleh Kafe”X” di kota Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan konsumen terhadap lima aspek kualitas pelayanan, yaitu tangibility,

reliability, responsiveness, assurance dan empathy yang berperan dalam kepuasan

konsumen terhadap kualitas pelayanan Kafe “X” di kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen terhadap kualitas pelayanan Kafe “X” di kota Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

• Sebagai informasi dan mendapatkan pemahaman lebih mendalam mengenai teori Psikologi, khususnya Psikologi Konsumen dan Psikologi Industri dan Organisasi yang berkaitan dengan kepuasan konsumen terhadap kualitas pelayanan.


(23)

11

Universitas Kristen Maranatha •Sebagai memberi informasi tambahan bagi peneliti lain yang

tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik yang sama.

1.4.2 Kegunaan Praktis

• Memberikan informasi kepada konsumen mengenai kualitas pelayanan Kafe “X” Bandung.

• Memberi informasi dan masukan bagi pihak pengelola Kafe “X” mengenai tingkat kepuasan konsumen. Informasi ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi bagi pihak Kafe “X” dalam memperbaiki, meningkatkan atau mempertahankan kualitas pelayanan kepada para konsumen sehingga dapat diketahui dimensi kualitas pelayanan mana yang harus dipertahankan dan dimensi kualitas mana yang harus ditingkatkan oleh Kafe “X”.

1.5 Kerangka Pemikiran

Munculnya berbagai kafe semakin meningkat, dengan sasaran agar individu dapat memilih dan merasakan kualitas pelayanan yang baik dari berbagai kafe. Agar mampu memenangkan persaingan, setiap kafe harus memiliki keunggulan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada setiap konsumennya. Tidak mudah untuk mewujudkan kepuasan konsumen secara menyeluruh, karena harapan mengenai pelayanan yang dimiliki oleh setiap konsumen pasti berbeda satu sama lain.


(24)

12

Sebuah industri jasa dapat memenangkan persaingan dengan menyampaikan secara konsisten layanan yang bermutu lebih tinggi dibandingkan para pesaing dan yang lebih tinggi daripada harapan konsumen (Kotler, 2000). Kepuasan konsumen merupakan hal yang sangat penting bagi seluruh kafe agar dapat mempertahankan bisnisnya. Setiap konsumen yang datang di kafe diharapkan merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh pihak pengelola kafe. Semakin banyak konsumen yang merasa puas, maka kafe yang dikelola akan bertahan dan dapat bersaing dengan kafe lainnya (Tjiptono,2004). Oleh karena itu, pihak pengelola kafe akan selalu berusaha untuk mencapai kepuasan konsumen terhadap kualitas pelayanan.

Kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan puas yang dialami konsumen terhadap kualitas jasa yang digunakannya, setelah membandingkan expected

service dan perceived service (Kotler, 2004). Menurut V. A. Zeithalm (2003),

kualitas pelayanan adalah penilaian sebagai refleksi dari persepsi konsumen tentang lima dimensi pelayanan. Persepsi konsumen tersebut merupakan penilaian secara menyeluruh mengenai keunggulan kinerja jasa yang diterima terhadap harapan jasa yang akan diterima dari penyedia jasa.

Menurut Zeithaml (2003), ada 5 dimensi kepuasan konsumen terhadap kualitas pelayanan, yaitu tangibles, reliability, assurance, responsiveness dan

emphaty. Dimensi fisik (tangibles,) dihubungkan dengan benda fisik yang dapat

dilihat, didengar, dipegang. Seperti fasilitas fisik, penampilan karyawan, perlengkapan dan daya tampung.


(25)

13

Universitas Kristen Maranatha Dimensi yang pertama adalah dimensi tangible. Dimensi tangible berkaitan dengan kualitas fisik yang disediakan Kafe “X” berupa kursi, meja dan lahan parkir yang luas sehingga konsumen merasa nyaman saat datang ke Kafe “X”.. Tangible juga terkait dengan peralatan kafe yang lengkap untuk memberikan pelayanan kepada konsumen yang datang ke Kafe “X”.

Dimensi yang kedua adalah dimensi ketepatan (reliability) mengacu pada kemampuan penyedia jasa untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan tepat waktu. Reliability terkait dengan kemampuan karyawan Kafe “X” dalam memberikan pelayanan seperti segera memberikan pelayanan kepada konsumen Kafe “X” ketika konsumen datang tanpa harus menunggu lama.

Dimensi keterjaminan (assurance) berkaitan dengan kemampuan penyedia jasa dalam menjawab pertanyaan konsumen dengan sopan serta dapat dipercaya dan meyakinkan. Assurance adalah kemampuan pihak Kafe “X” dalam memberikan penjelasan mengenai menunjang tidak dimengerti oleh konsumen, kesopanan dalam memberikan pelayanan, mampu meyakinkan konsumen pada menu yang disediakan dan penjelasan pihak kafe mengenai menu unggulan dari Kafe “X”.

Dimensi keterlibatan (responsiveness) adalah keinginan karyawan dalam memberi bantuan pada konsumen dan memberi pelayanan dengan cepat tanggap.

Responsiveness berhubungan dengan keinginan karyawan Kafe “X” dalam memberikan bantuan dengan cepat dan tanggap contohnya, segera memberikan


(26)

14

menu saat konsumen tiba dan bertanya kepada konsumen tentang menu apa yang diinginkan oleh konsumen, dalam hal ini pihak kafe berusaha untuk segera datang membawa menu kepada konsumen dan menjelaskan menu unggulan dari Kafe “X”.

Dimensi empati (empathy) meliputi kepedulian, perhatian dan pemahaman karyawan terhadap kebutuhan konsumen. Empathy adalah kepedulian karyawan Kafe ‘X’ terhadap para konsumen ketika ada konsumen yang kebingungan dalam memilih menu tambahan . Kelima dimensi ini harus diperhatikan oleh pihak pengelola kafe karena biasanya konsumen akan menggunakan kelima dimensi ini untuk mempersiapkan kualitas pelayanan (Zeithaml, 2003).

Penilaian kepuasan konsumen terhadap kualitas pelayanan kafe dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu expected service dan perceive service Zeithaml dalam Tjitono, 2004). Expected service adalah harapan atau perkiraan konsumen tentang kualitas pelayanan yang akan diterima, sedangkan perceived service adalah persepsi atau penilaian terhadap kualitas pelayanan yang diterima konsumen (Tjiptono, 2004). Jika pelayanan yang diberikan dinilai baik oleh konsumen, maka konsumen akan merasa puas dan akan kembali menggunakan pelayanan di Kafe “X” Bandung. Sedangkan jika pelayanan yang diterima buruk, maka konsumen akan merasa tidak puas dan enggan untuk kembali mengunjungi Kafe “X” Bandung.

Ada sebelas faktor yang mempengaruhi expected service, yaitu : personal


(27)

15

Universitas Kristen Maranatha

experience, perceived service alternative, self-perceived service role, situational facts, dan predicted service (Zethaml, 2003).

Expected service mulai terbentuk ketika konsumen menyadari personal needs (kebutuhan secara fisik, seperti saat harus bersantay di kafe; kebutuhan

sosial, mencari kafe untuk bersantay bersama teman-teman,kerabat, atau keluarga sebagai kebutuhan sosial; dan kebutuhan psikologis, membutuhkan bersantay di kafe untuk memperoleh ketenangan dan kepuasan). Personal needs konsumen terhadap pelayanan semakin meningkat sensitivitasnya karena adanya faktor

enduring service meliputi harapan konsumen yang terbentuk karena orang lain

(derived service) dan pandangan pribadi konsumen mengenai pelayanan kafe yang diinginkan (personal service philosophy).

Transistory service intensifiers merupakan faktor yang sifatnya individual

dan biasanya terjadi pada situasi darurat, ketika konsumen sangat butuh pelayanan, misalnya konsumen memanfaatkan kafe sebagai tempat untuk bertemu dengan rekan/ orang penting, tidak untuk bersantai melepaskan penat

Setelah mengetahui kebutuhannya, konsumen akan mencari informasi mengenai kualitas pelayanan di berbagai kafe. Informasi ini dapat diperoleh melalui pernyataan yang diberikan oleh pihak kafe mengenai fasilitas dan pelayanannya (explicit service promises), misalnya melalui pernyataan pihak kafe (pernyataan personal). Selain itu, konsumen juga akan mencari petunjuk mengenai harga dan fasilitas pendukung lain yang disediakan kafe (implicit


(28)

16

dilakukan oleh kosnumen untuk mendapatkan gambaran kualitas pelayanan yang akan diberikan oleh pihak kafe.

Sumber informasi lain juga dapat diperoleh melalui orang lain, misalnya keluarga, teman, atau rekan kerja, yang pernah menggunakan pelayanan jasa sebuah kafe (word-of-mouth communication). Pengalaman masa lalu (past

experience) saat datang ke Kafe “X” juga dapat memberikan informasi, dan jika

konsumen membutuhkan datang lagi ke Kafe “X” tersebut maka konsumen sudah mengetahui kualitas pelayanannya, sehingga memunculkan harapan untuk mendapatkan pelayanan yang sama atau lebih baik daripada sebelumnya.

Dengan informasi yang didapat, konsumen akan melakukan pembandingan kualitas pelayanan yang ditawarkan oleh Kafe “X” dengan kafe lainnya (perceived service alternatives). Self-perceived service role merupakan persepsi konsumen mengenai keterlibatannya terhadap pelayanan yang diterimanya. Apabila konsumen Kafe “X” terlibat dalam proses pelayanan dan pelayanan yang terjadi ternyata kurang memuaskan, maka konsumen Kafe “X” tidak dapat menyalahkan pihak kafe sepenuhnya. Faktor yang juga penting dalam expected

service tetapi tidak dapat dikendalikan oleh pihak kafe adalah situasional factor,

seperti bencana alam yang dapat menganggu kenyamanan konsumen selama melakukan perawatan di Kafe “X”.

Perceived Service berkaitan dengan kepercayaan konsumen terhadap

kualitas pelayanan yang diberikan pihak kafe. Expected service akan semakin kuat jika konsumen percaya bahwa pihak kafe mampu memberikan pelayanan sesuai


(29)

17

Universitas Kristen Maranatha dengan kebutuhan dan keinginannya. Faktor- faktor inilah yang memperkuat dan membentuk expected service terhadap 5 dimensi kualitas pelayanan kafe.

Expected service akan dibandingkan dengan apa yang didapatkan dan dirasakan saat datang di kafe tersebut (perceived service). Perceived service juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu Service encounters, evidence of service,

image dan prize (Zeithaml, 2000).

Self-perceived service role merupakan persepsi konsumen mengenai

keterlibatannya terhadap pelayanan yang diterimanya. Jika terjadi kesalahan dalam pelayanan yang diterimanya. Jika terjadi kesalahan dalam pelayanan, maka konsumen tidak dapat menyalahkan pihak kafe sepenuhnya, karena konsumen juga terlibat dalam penyampaian pelayanan tersebut. Faktor yang juga penting dalam expected service tetapi tidak dapat dikendalikan oleh pihak kafe adalah

situational factors, misalnya banyaknya pengunjung yang datang karena hari libur

nasional. Konsumen berharap pihak kafe menyediakan fasilitas-fasilitas sesuai dengan informasi dan penampilan karyawan kafe terlihat rapi, bersih, dan menarik (tangibles). Harapan akan keakuratan dalam pelayanan sesuai janji atau motto kafe (reliability), serta kondisi karyawan kafe yang bersedia dan cepat dalam melayani konsumen (responsiveness). Konsumen juga berharap karyawan kafe menerima dan memperlakukannya sebagai tamu (assurance), serta memberikan perhatian dan berusaha memahami kebutuhan konsumen (emphaty) selama datang di Kafe “X”.

Predicted service berkaitan dengan kepercayaan konsumen terhadap


(30)

18

sensitivitasnya apabila konsumen percaya bahwa kafe mampu memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya.

Expected service tersebut kemudian akan dibandingkan konsumen dengan

penilaian konsumen terhadap kualitas pelayanan pada saat menggunakan dan merasakan fasilitas dan pelayanan kafe (perceived service). Perceived service juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: service encounters, evidence of service,

image, dan price (Zeithaml, 2003).

Faktor service encounters atau moment of truth, berkaitan dengan tempat terjadinya transaksi jasa dan penggunaan jasa oleh konsumen, meliputi ruang perawatan kafe, ruang tunggu, dan lokasi kafe. Service encounters ini akan mempengaruhi nilai konsumen terhadap kualitas pelayanan dan kemauan untuk menggunakan kembali pelayanan Kafe “X”.

Evidence of service adalah bukti pelayanan yang diberikan pihak kafe

kepada konsumen; meliputi: karyawan yang memperlihatkan kompetensi, sikap memperhatikan, responsive, inisiatif, dan niat baik (people), kebersihan gedung dan kecepatan pelayanan (physical evidence), serta cara yang digunakan oleh kafe dalam memberikan pelayanan (process). Tiga kategori utama dari evidence of

service adalah People, Process dan Physical. People adalah orang- orang yang

terlibat dalam pelayanan, seperti karyawan Kafe “X” yang memberikan pelayanan dan konsumen Kafe “X” yang datang berkunjung. Process adalah cara kerja, aktivitas, teknologi dan standar seperti konsumen Kafe “X” datang, karyawan Kafe “X” akan langsung memberikan daftar menu. Physical adalah komunikasi,


(31)

19

Universitas Kristen Maranatha pelayanan dan fasilitas fisik yang disediakan seperti kartu nama yang diberikan karyawan Kafe “X” kepada konsumen Kafe “X”. (Zeithaml dan Bitner, 2006).

Image merupakan sudut pandang konsumen mengenai reputasi kafe dan

kepercayaan konsumen terhadap pelayanan dalam memenuhi kebutuhannya. Price sebagai imbalan yang diberikan konsumen atas pelayanan dan fasilitas kafe. Jika harga yang ditetapkan mahal, maka seharusnya konsumen menerima pelayanan dan fasilitas yang memuaskan.

Faktor-faktor tersebut mempengaruhi konsumen dalam memberikan penilaian terhadap lima dimensi kualitas pelayanan yang diterima selama melakukan perawatan di kafe (perceived service). Penilaian terhadap dimensi

reliability, konsumen akan memberikan penilaian mengenai keakuratan dan

kehandalan pelayanan karyawan terhadap janji dan motto kafe. Konsumen menilai kecepatan dan kesiapan karyawan dalam membantu dan melayani kebutuhannya (responsiveness). Selama berkunjung di kafe, konsumen juga melakukan penilaian terhadap kompetensi dan sikap karyawan kafe (assurance), serta perhatian dan pemahamannya terhadap kebutuhan konsumen secra khusus (emphaty). Sedangkan penilaian terhadap dimensi tangibles berhubungan dengan fasilitas kafe yang digunakan, dan penilaian terhadap penampilan karyawan (pelayan, petugas adminsitrasi, petugas kebersihan) kafe.

Perbandingan antara expected service dan perceived service akan menimbulkan kesenjangan (Gap). Gap terjadi bila konsumen merasa kualitas pelayanan yang diberikan (perceived service) berbeda dengan harapannya (expected service), yang kemudian akan memunculkan tingkat kepuasan


(32)

20

konsumen. Kepuasan konsumen adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap hasilnya dengan harapan-harapannya (Kotler, 1997).

Konsumen membeli dan menggunakan pelayanan kafe. Setelah mendapatkan gambaran bahwa kualitas pelayanan yang ditawarkan kafe sesuai dengan harapan dan kebutuhannya (expected service), kemudian konsumen akan melakukan penilaian terhadap kualitas pelayanan ketika menerima pelayanan kafe (perceived service). Hasil penilaian tersebut kemudian dibandingkan dengan harapannya.

Lebih jauh lagi, persepsi tentang kualitas pelayanan di Kafe “X” Bandung dapat menentukan kepuasan konsumen dan akan berpengaruh tehadap loyalitas konsumen. Jika pelayanan yang diberikan dinilai baik oleh konsumen, maka konsumen akan merasa puas dan akan kembali menggunakan pelayanan di Kafe “X” Bandung. Sedangkan jika pelayanan yang diterima buruk, maka konsumen akan merasa tidak puas dan enggan untuk kembali mengunjungi Kafe “X” Bandung. Konsumen akan menceritakan pengalamannya selama melakukan perawatan di Kafe “X” Bandung kepada orang lain, jika konsumen puas maka akan bercerita kepada dua hingga empat orang, sedangkan jika konsumen merasa tidak puas maka akan bercerita kepada delapan sampai dua belas orang.


(33)

21

Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran

1. Personal needs

2. Enduring service intersifiers 3. Transitory service

intersifiers 4. Perceived service

alternative

5. Self perceived service roles 6. Situasional factors

7. Explicit service promises 8. Implicit service promise 9. Word of mouth

10. Past experience

Tidak ada GAP: Perceived service = Expected service berarti cukup puas

Expected service - Tangible - Reliability - Assurance - Responssiveness - Empathy Ada GAP: Perceived service > Expected service berarti puas Perceived service < Expected service berarti tidak puas Konsumen

Kafe “X” Kebutuhan

GAP Perceived service -Tangible -Reliability -Assurance -Responssiveness -Empathy 1. Image 2. Price Menggunakan jasa Kafe “X”

Kepuasan konsumen terhadap


(34)

22

1.6 Asumsi Penelitian

Penelitian ini mempunyai asumsi penelitian sebagai berikut :

1. Kepuasan kualitas pelayanan diperoleh melalui persepsi terhadap aspek

reliability, responsiveness, assurance, empathy dan tangibles di Kafe“X”.

2. Kepuasan terhadap kualitas pelayanan diperoleh melalui kesenjangan antara kualitas pelayanan yang diterima dan kualitas pelayanan yang diharapkan konsumen di Kafe “X”.

3. Apabila pelayanan yang diterima konsumen mampu melebihi apa yang diharapkan sebelumnya, maka kualitas konsumen merasa puas kualitas pelayanan Kafe “X”.

4. Apabila pelayanan yang diterima konsumen sesuai dengan apa yang diharapkan sebelumnya, maka konsumen merasa cukup puas pada kualitas pelayanan Kafe “X”.

5. Apabila pelayanan yang diterima tidak sesuai atau lebih rendah yang diharapkan, maka konsumen merasa tidak puas pada kualitas pelayanan Kafe “X”.


(35)

73

Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai kepuasan konsumen terhadap kualitas pelayanan Kafe “X” di kota Bandung, yaitu :

1. 83,3% konsumen menghayati ketidakpuasan pada kualitas pelayanan jasa di Kafe “X”. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 83,3% konsumen menghayati kualitas pelayanan jasa di Kafe “X” yang diterima belum memenuhi harapan konsumen.

2. Jika dilihat lebih lanjut berdasarkan keterkaitan antara ketidakpuasan konsumen dengan tiap aspek kualitas pelayanan jasa di Kafe “X”, diketahui bahwa konsumen merasa puas dengan pelayanan Kafe “X” namun merasa ketidakpuasan berada pada aspek responsivenes yakni sebesar 80%. Selanjutnya sebanyak 60% konsumen menyatakan puas dengan pelayanan Kafe “X” namun merasa tidak puas pada aspek

assurance.

3. Faktor- faktor ini yang berkaitan dengan ketidakpuasan konsumen adalah faktor word of mouth, implicit service promises, explicit service promises,


(36)

74

service intersifiers. Dimana faktor- faktor tersebut yang membangun

harapan konsumen pada pelayanan Kafe “X”. Faktor lain yang berkaitan dengan ketidakpuasan konsumen adalah image, dimana faktor tersebut menggambarkan ketidakpuasan yang tampak pada kenyataan pelayanan yang diterima atau pengaruh pada perceived service.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas dan dengan menyadari adanya keterbatasan pada hasil penelitian yang telah diperoleh, maka peneliti merasa perlu untuk mengajukan beberapa saran, yaitu:

5.2.1 Saran Teoritis

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan untuk memperkaya ilmu psikologi industri dan organisasi, khususnya psikologi konsumen.

2. Perlu dipertimbangkan untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai kepuasan konsumen terhadap kualitas pelayanan dengan loyalitas konsumen.

3. Perlu dipertimbangkan untuk melakukan penelitian yang mengkaji lebih lanjut mengenai aspek-aspek kepuasan konsumen dengan faktor expected


(37)

75

Universitas Kristen Maranatha 5.2.2 Saran Praktis

1. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan dalam Kafe ”X” disarankan untuk :

menggarap fasilitas fisik (tangible) seperti menata ruangan kafe agar tampak menarik seperti memberikan lampu-lampu pada bangunan, dan menyediakan bel atau sarana sejenis untuk mendukung konsumen ketika membutuhkan karyawan dari jarak yang jauh.

meningkatkan kualitas dalam pelayanan yang ramah (assurance) seperti memberikan pelatihan dan coaching mengenai etiket, tata bahasa yang baik pada karyawan sehingga lebih santun dan ramah dalam melayani konsumen.

● meningkatkan rasa kepedulian atau perhatian (empathy) dengan

memberikan pelatihan dan coaching sehingga karyawan cepat dan tanggap dalam melayani konsumen seperti memberikan air putih kepada konsumen yang membutuhkan dan menyambut langsung konsumen yang baru datang dan mengantarkannya ke tempat duduk yang telah disediakan. ● memberikan pelatihan dan coaching mengenai produk apa saja yang dijual (product knowledge) agar dapat dipahami sepenuhnya oleh karyawan untuk meningkatkan kecepatan dalam melayani konsumen

(reliability).

● meningkatkan kualitas pelayanan dalam hal pemahaman kebutuhan konsumen Kafe “X” disarankan untuk menyediakan kotak saran untuk menampung segala kritik dan saran dari konsumen dan secepatnya


(38)

76

melakukan perbaikan terhadap kritik dan saran dari konsumen tersebut agar tercapai pelayanan yang maksimal (responsiveness).


(39)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Kotler, Philip. 1997. Manajemen Pemasaran: Analisis Perencanaan Implementasi dan Kontrol. Jakarta: PT. Irenhallindo dan Pearson Education Asia Ptc. Ltd Yoeti, Oka. 1999. Cara Efektif Memuaskan Pelanggan. Jakarta: PT. Galia

Indonesia

Tjiptono, Fandy. 2004. Manajemen Jasa. Yogyakarta: Andi

Zeithaml, Valerie. A & Binner. 2000. Service Marketing: Intergrating Customer

Focus Across The Fitm, Third Edition. New York: Mc Graw Hill

Murray, H. A. 1938. Exploration in Personality. New York: Oxford Quality New York

Gulo, W. 2004. Metode Penelitian. Jakarta: Grasindo

Sugiyono, Prof. Dr. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.


(40)

DAFTAR RUJUKAN

Gunadi, Martha 2004. Survei Mengenai Tingkat Kepuasan Mahasiswa atas

Kualitas Pelayanan Jasa Pendidikan di Fakultas “X” Universitas Kristen Maranatha Bandung, Skripsi Fakultas Psikologi Universitas

Kristen Maranatha Bandung.

Februari 2009. Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana Edisi Revisi III. Bandung : Universitas Kristen Maranatha.

Prigantini, Tieke Indria. 2009. Survey Mengenai Kepuasan Orang Tua Peserta

Terhadap Kualitas Pelayanan Jasa Lembaga Pengembangan Kepribadian Dan Karakter Anak “X” Kota Bandung. Skripsi

Universitas Kristen Maranatha.

Nurjanah, Iis. 2003. Suatu Survey MengenaiTingkat Kualitas Pelayanan (Service

Quality) di Ruang Rawat Inap VIP Rumah Sakit “X” Bandung, Skripsi Fakultas

Psikologi Universitas Kristen Maranatha. www.google.com

(http://id.m.wikipedia.org/wiki/kafe#).


(1)

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai kepuasan konsumen terhadap kualitas pelayanan Kafe “X” di kota Bandung, yaitu :

1. 83,3% konsumen menghayati ketidakpuasan pada kualitas pelayanan jasa di Kafe “X”. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 83,3% konsumen menghayati kualitas pelayanan jasa di Kafe “X” yang diterima belum memenuhi harapan konsumen.

2. Jika dilihat lebih lanjut berdasarkan keterkaitan antara ketidakpuasan konsumen dengan tiap aspek kualitas pelayanan jasa di Kafe “X”, diketahui bahwa konsumen merasa puas dengan pelayanan Kafe “X” namun merasa ketidakpuasan berada pada aspek responsivenes yakni sebesar 80%. Selanjutnya sebanyak 60% konsumen menyatakan puas dengan pelayanan Kafe “X” namun merasa tidak puas pada aspek assurance.

3. Faktor- faktor ini yang berkaitan dengan ketidakpuasan konsumen adalah faktor word of mouth, implicit service promises, explicit service promises,


(2)

74

Universitas Kristen Maranatha

service intersifiers. Dimana faktor- faktor tersebut yang membangun harapan konsumen pada pelayanan Kafe “X”. Faktor lain yang berkaitan dengan ketidakpuasan konsumen adalah image, dimana faktor tersebut menggambarkan ketidakpuasan yang tampak pada kenyataan pelayanan yang diterima atau pengaruh pada perceived service.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas dan dengan menyadari adanya keterbatasan pada hasil penelitian yang telah diperoleh, maka peneliti merasa perlu untuk mengajukan beberapa saran, yaitu:

5.2.1 Saran Teoritis

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan untuk memperkaya ilmu psikologi industri dan organisasi, khususnya psikologi konsumen.

2. Perlu dipertimbangkan untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai kepuasan konsumen terhadap kualitas pelayanan dengan loyalitas konsumen.

3. Perlu dipertimbangkan untuk melakukan penelitian yang mengkaji lebih lanjut mengenai aspek-aspek kepuasan konsumen dengan faktor expected service dan perceived service yang mempengaruhinya.


(3)

5.2.2 Saran Praktis

1. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan dalam Kafe ”X” disarankan untuk :

menggarap fasilitas fisik (tangible) seperti menata ruangan kafe agar tampak menarik seperti memberikan lampu-lampu pada bangunan, dan menyediakan bel atau sarana sejenis untuk mendukung konsumen ketika membutuhkan karyawan dari jarak yang jauh.

meningkatkan kualitas dalam pelayanan yang ramah (assurance) seperti memberikan pelatihan dan coaching mengenai etiket, tata bahasa yang baik pada karyawan sehingga lebih santun dan ramah dalam melayani konsumen.

● meningkatkan rasa kepedulian atau perhatian (empathy) dengan

memberikan pelatihan dan coaching sehingga karyawan cepat dan tanggap dalam melayani konsumen seperti memberikan air putih kepada konsumen yang membutuhkan dan menyambut langsung konsumen yang baru datang dan mengantarkannya ke tempat duduk yang telah disediakan.

● memberikan pelatihan dan coaching mengenai produk apa saja yang

dijual (product knowledge) agar dapat dipahami sepenuhnya oleh karyawan untuk meningkatkan kecepatan dalam melayani konsumen (reliability).

● meningkatkan kualitas pelayanan dalam hal pemahaman kebutuhan konsumen Kafe “X” disarankan untuk menyediakan kotak saran untuk


(4)

76

Universitas Kristen Maranatha

melakukan perbaikan terhadap kritik dan saran dari konsumen tersebut agar tercapai pelayanan yang maksimal (responsiveness).


(5)

Kotler, Philip. 1997. Manajemen Pemasaran: Analisis Perencanaan Implementasi dan Kontrol. Jakarta: PT. Irenhallindo dan Pearson Education Asia Ptc. Ltd Yoeti, Oka. 1999. Cara Efektif Memuaskan Pelanggan. Jakarta: PT. Galia

Indonesia

Tjiptono, Fandy. 2004. Manajemen Jasa. Yogyakarta: Andi

Zeithaml, Valerie. A & Binner. 2000. Service Marketing: Intergrating Customer Focus Across The Fitm, Third Edition. New York: Mc Graw Hill

Murray, H. A. 1938. Exploration in Personality. New York: Oxford Quality New York

Gulo, W. 2004. Metode Penelitian. Jakarta: Grasindo

Sugiyono, Prof. Dr. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.


(6)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Gunadi, Martha 2004. Survei Mengenai Tingkat Kepuasan Mahasiswa atas Kualitas Pelayanan Jasa Pendidikan di Fakultas “X” Universitas Kristen Maranatha Bandung, Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Februari 2009. Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana Edisi Revisi III. Bandung : Universitas Kristen Maranatha.

Prigantini, Tieke Indria. 2009. Survey Mengenai Kepuasan Orang Tua Peserta Terhadap Kualitas Pelayanan Jasa Lembaga Pengembangan Kepribadian Dan Karakter Anak “X” Kota Bandung. Skripsi Universitas Kristen Maranatha.

Nurjanah, Iis. 2003. Suatu Survey MengenaiTingkat Kualitas Pelayanan (Service Quality) di Ruang Rawat Inap VIP Rumah Sakit “X” Bandung, Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

www.google.com

(http://id.m.wikipedia.org/wiki/kafe#).