Studi Deskriptif Mengenai Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Kualitas Jasa pada Kafe "X" Bandung.

(1)

ii

Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui gambaran tingkat kepuasan konsumen terhadap kualitas jasa yang diberikan kafe “X” Bandung. Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka digunakan rancangan penelitian dengan metode deskriptif, melalui teknik survey.

Alat ukur dalam penelitian ini berupa kuesioner yang terdiri dari 67 item, disusun dengan menggunakan landasan teoritik dari Valerie A. Zeithaml (2003) untuk menjaring terdapat tidaknya gap antara harapan dan kenyataan pelayanan yang diterima oleh responden berdasarkan lima dimensi kualitas pelayanan, yaitu reliability, responsiveness, assurance, empathy, tangible dan diberikan kepada 100 orang responden konsumen kafe yang datang ke kafe “X”. Hasil uji validitas dengan menggunakan metode Spearman dan reliabilitas dengan menggunakan metode Alpha Cronbach, diperoleh nilai koefisien validitas harapan sebesar 0,316 sampai 0,778; validitas kenyataan sebesar 0,392 sampai 0,838 dan reliabilitas harapan sebesar 0,979; reliabilitas kenyataan sebesar 0,969.

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat 64% responden tidak puas, 34% puas dan 2% cukup puas terhadap pelayanan kafe “X” Bandung. Ketidakpuasan paling banyak dirasakan responden pada dimensi tangible yaitu dalam fasilitas fisik, peralatan makan dan minum, personil dan menu yang disajikan; sementara dalam hal perhatian individual barista kepada konsumen untuk mengarahkan tempat duduk saat pertama kali datang, barista juga hafal nama pengunjung yang cukup sering datang ke kafe “X” merupakan dimensi empathy yang dirasakan memuaskan.

Saran yang dapat diajukan adalah pihak kafe melengkapi fasilitas yang ada, kebersihan ruangan kafe dan pembenahan dalam pengaturan tata ruang, serta mempertahankan perhatian individual kepada para konsumen yang telah diberikan selama ini.


(2)

iii ABSTRACT

This research aims to assess the level of customer satisfaction towards the services provided by “X” Café Bandung. In accordance with the research objective, research plan was developed where descriptive method through survey methodology is used.

The data was obtained through questionnaire which consist of 67 items and it was developed using a theoretical base as stipulated by Valerie A. Zeithaml (2003). The questionnaire serves to measure whether there is a significant gap between customer expectation and actual services provided in terms of 5 customer satisfaction indicators which are reliability, responsiveness, assurance, empathy and tangible. Survey was done on 100 respondents who come to the “X” café. Validity and reliability test were done using Spearman’s correlation coefficient and alpha cronbach method respectively. The value of expected validity is in the range of 0.316 to 0.778 while the perceived validity is calculated to be in the range of 0.392 to 0.838. Subsequently, the calculation yield the value of 0.979 for expected reliability and 0.969 for perceived reliability.

Questionnaire shows that 64% of the respondents are not satisfied with the services provided while 34% of the respondents claim that they are satisfied with the services provided and 2% of the respondent claims that they are quite satisfied with the services provided. Services provided are lack in the tangible aspect especially in physical facilities, the equipment for food and drink, personnel and menu presented. While in the case of individual attention barista to consumers for direct seat when customer first came, barista also memorized the names of customer who quite often come to the "X" café is a satisfactory perceived empathy dimension.

It is suggested to do an improvement in the café as to complete existing facilities, revamping the room cleanliness in spatial arrangements, as well as maintaining the individualized attention to costumer who have been given so far.


(3)

vi

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN ... ... i

ABSTRACT ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR BAGAN ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 12

1.3 Maksud dan Tujuan ... 12

1.3.1 Maksud ... 12

1.3.2 Tujuan ... 12

1.4 Kegunaan Penelitian ... 12

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 12

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 13

1.5 Kerangka Pikir ... 13


(4)

vii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 25

2.1 Kepuasan Konsumen ... 25

2.1.1 Pengertian Kepuasan Konsumen ... 25

2.1.2 Tingkat Kepuasan Konsumen ... 26

2.1.3 Metode Pengukuran Kepuasan Konsumen ... 27

2.2 Jasa ... 29

2.2.1 Pengertian Jasa ... 29

2.2.2 Kualitas Jasa ... 30

2.2.2.1 Expected Service ... 30

2.2.2.2 Perceived Service ... 34

2.2.3 Model Kualitas Jasa ... 35

2.2.4 Dimensi Kualitas Jasa ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38

3.1 Rancangan Penelitian ... 38

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ... 39

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 39

3.3.1 Variabel Penelitian ... 39

3.3.2 Definisi Operasional ... 39

3.4 Alat Ukur ... 41

3.4.1 Kisi-kisi Alat Ukur ... 41

3.4.2 Sistematika Skoring ... 45


(5)

viii

Universitas Kristen Maranatha

3.4.3.1 Data Pribadi ... 48

3.4.3.2 Data Penunjang ... 48

3.4.4 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 48

3.4.4.1 Validitas Alat Ukur ... 48

3.4.4.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 49

3.5 Populasi Sasaran dan Teknik Penarikan Sampel ... 50

3.5.1 Populasi Sasaran ... 50

3.5.2 Karakteristik Sampel ... 50

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ... 50

3.6 Teknik Analisis Data ... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

4.1 Gambaran Responden ... 52

4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia ... 52

4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 53

4.1.3 Gambaran Responden Berdasarkan Jumlah Kedatangan ... 53

4.2 Hasil Penelitian ... 54

4.2.1 Gambaran Kepuasan Konsumen pada Setiap Dimensi ... 55

4.2.1.1 Kepuasan Konsumen pada Dimensi Tangible ... 55

4.2.1.2 Kepuasan Konsumen pada Dimensi Empathy ... 56

4.2.1.3 Kepuasan Konsumen pada Dimensi Reliability ... 56

4.2.1.4 Kepuasan Konsumen pada Dimensi Responsiveness ... 57


(6)

ix

4.3 Pembahasan ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

5.1 Kesimpulan ... 66

5.2 Saran ... 67

5.2.1 Saran Teoritis ... 67

5.2.2 Saran Praktis ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 70

DAFTAR RUJUKAN ... 71 LAMPIRAN


(7)

x

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur ... 46

Tabel 3.2 Bobot atau Nilai pada Alat Ukur Expected Service ... 62

Tabel 3.3 Bobot atau Nilai pada Alat Ukur Perceived Service ... 63

Tabel 3.4 Kategori GAP ... 64

Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur ... 46

Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia ... 46

Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 46

Tabel 4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Jumlah Kedatangan ... 46

Tabel 4.4 Gambaran Kepuasan Konsumen ... 46

Tabel 4.5 Kepuasan Konsumen pada Dimensi Tangible ... 46

Tabel 4.6 Kepuasan Konsumen pada Dimensi Empathy ... 46

Tabel 4.7 Kepuasan Konsumen pada Dimensi Reliability ... 46

Tabel 4.8 Kepuasan Konsumen pada Dimensi Responsiveness ... 46


(8)

xi

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Skema Kerangka Pikir ... 27 Bagan 3.2 Rancangan Penelitian ... 44


(9)

xii

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 ... Alat Ukur Lampiran 2.A ... Hasil Uji Validitas Item Kuesioner Expected Service Lampiran 2.B ... Hasil Uji Validitas Item Kuesioner Perceived Service Lampiran 2.C ... Hasil Uji Reliabilitas Lampiran 3 ... Hasil Olah Data Lampiran 4.A.1 ... Personal Need Lampiran 4.A.2 ... Enduring Service Intensifiers Lampiran 4.A.3 ... Perceived Service Alternatives Lampiran 4.A.4 ... Self Perceived Service Role Lampiran 4.A.5 ... Situational Factors Lampiran 4.A.6 ... Explicit Service Promises Lampiran 4.A.7 ... Transitory Service Intensifiers Lampiran 4.A.8 ... Prediceted Service Lampiran 4.A.9 ... Word of Mouth Lampiran 4.A.10 ... Past Experience Lampiran 4.A.11 ... Implicit Service Promises Lampiran 4.B.1 ... Service Encounters Lampiran 4.B.2 ...Evidence of Service_People Lampiran 4.B.3 ... Evidence of Service_Proccess Lampiran 4.B.4 ... Evidence of Service_Physical


(10)

xiii

Lampiran 5 ... Kisi-kisi Alat Ukur Lampiran 6 ... Kisi-kisi Data Penunjang Lampiran 7 ... Gambaran Responden Lampiran 8 ... Tabulasi Silang Kepuasan Konsumen dengan Dimensi Lampiran 9 ... Profil Perusahaan


(11)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Sebagai salah satu negara penghasil kopi terbesar di dunia, tidak heran apabila kopi di Indonesia sangat beragam, mudah didapat dan banyak penggemarnya. Setiap daerah di Indonesia memiliki kopi tersendiri dengan karakteristiknya yang unik. Kopi telah lama menjadi tradisi turun temurun di Indonesia yang belakangan ini menjadi gaya hidup kaum urban dengan munculnya banyak kedai kopi modern. Tempat pecinta kopi berkumpul untuk sekedar menikmati kopi atau hangout bersama teman (www.kompas.com).

Semakin berkembang kedai kopi atau biasa sekarang kita kenal dengan sebutan kafe, telah menjadi trend di kalangan masyarakat khususnya kota Bandung. Oleh karena itu pengadaan kafe menjadi semakin marak, baik berdiri secara individual maupun di dalam mall, sehingga masyarakat dapat menemukan banyak pilihan.

Pada dasarnya kafe mempunyai arti harafiah yaitu restoran kecil yang melayani atau menjual makanan ringan, minuman dan tempat yang digunakan untuk rileks (Kamus Besar Bahasa Indonesia hlm. 432). Istilah lainnya yang tertera di Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tempat minum kopi yang pengunjungnya dihibur dengan musik, atau tempat minum yang pengunjungnya dapat memesan minuman atau juga disebut dengan kedai kopi.


(12)

2

Kafe biasa digunakan sebagai tempat berdiskusi dengan rekan kerja,

meeting dengan relasi kantor, bersantai, atau sekedar menggunakan fasilitas

internet. Sekarang ini hampir semua kafe menawarkan fasilitas internet gratis dan banyak menawarkan makanan dan minuman yang bervariatif. Dari segi kenyamanan, kafe memang memiliki nilai lebih karena suasananya tidak terlalu formal (www.kompas.com).

Berdasarkan hasil survey peneliti terhadap tiga mall besar yang ada di kota Bandung, masing-masing mall memiliki minimal lima kafe yang tersedia di setiap mall tersebut. Perkembangan kafe di kota Bandung, khususnya di mall menimbulkan efek positif yang dirasakan langsung oleh para pengusaha, yaitu dengan mendapatkan untung yang besar, efek positif pun bisa dirasakan langsung oleh konsumen dengan bertambahnya tempat atau kafe dengan visi misinya masing-masing yang ingin memperkenalkan suasana atau lokasi baru yang strategis, menyajikan menu-menu andalan yang menjadi ciri khas dari kafe tersebut dan juga konsep pelayanan yang berbeda yang membuat konsumen merasa senang dan nyaman untuk berada berlama-lama di tempat tersebut (www.slideshare.net/rickymuchtar/prospek-pengembangan-bisnis pariwisata-di-kota-bandung).

Maraknya pendirian kafe juga menjadi persaingan tersendiri diantara kafe-kafe tersebut. Masing-masing kafe-kafe ingin memperkenalkan dan menunjukkan kelebihannya seperti produk yang ditawarkan dan juga pelayanan yang menarik dibandingkan yang lainnya. Maka dari itu dari maraknya pendirian kafe tersebut, semua kafe berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik karena


(13)

3

Universitas Kristen Maranatha hal tersebut menjadi penting untuk membuat konsumen betah ataupun puas dengan hal-hal yang ditawarkan oleh kafe. Namun apabila kafe tidak bisa memberikan pelayanan yang dapat memuaskan kebutuhan konsumen, maka besar kemungkinan kafe dapat bangkrut dan akhirnya tutup.

Salah satu kafe baru yang berada di one stop mall Paris van Java” adalah

kafe “X”. Pada mall tersebut ada beberapa kafe sejenis yang juga tersedia,

sehingga memungkingkan untuk timbulnya persaingan antar kafe. Setiap kafe harus menunjukkan ciri khasnya masing-masing untuk tetap bertahan dan mampu bersaing dengan yang lainnya. Hal tersebut dilakukan untuk dapat memuaskan konsumen sehingga keberlangsungan usaha atau kafe tetap berjalan dengan baik.

Kafe “X” merupakan salah satu kafe yang didirikan pada tanggal 16 Desember 2011 dan sekarang telah berdiri selama 2 tahun lebih. Kafe “X” merupakan anak perusahaan dari PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) Surabaya atau biasa dikenal dengan sebutan PTPN XII yang merupakan salah satu BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang berfokus di bidang Agrikultur. PTPN XII mengembangkan unit bisnis baru untuk mengembangakan hasil produksinya dengan mendirikan 5 kafe di Indonesia, yaitu 3 kafe di Surabaya, 1 di Bali dan Bandung dengan visi dan misi yang sama untuk seluruh kafenya.

Visi dan misi kafe “X” adalah ingin membuat pelanggannya lebih menghargai produk asli dalam negeri, yaitu khususnya mengenai produk kopi dan teh alami asli Indonesia yang juga tidak kalah kualitasnya dengan luar negeri. Kafe “X” juga ingin membuat pelanggannya mulai mengetahui tentang


(14)

4

berbagai jenis kopi dan teh yang enak asli Indonesia serta mencintai produk kopi dan teh Indonesia itu sendiri. Tujuan kafe “X” juga ingin mengedukasi pelanggannya agar mempunyai pengetahuan tentang kopi dan teh yang disajikan di kafenya tersebut.

Kafe “X” memiliki struktur organisasi yang sederhana, yaitu 3 orang Supervisor (SPV) dalam mengontrol keadaan kafe setiap harinya. SPV

bergantian setiap hari sesuai dengan jadwal yang telah diatur. Ketiga SPV tersebut mempunyai bagian atau tugasnya masing-masing, yaitu bagian promosi, operasional (bar and kitchen) dan bagian operasional (kafe secara keseluruhan di dalamnya termasuk barista). Kafe “X” memiliki 16 orang karyawan yang terdiri dari 8 orang barista (pembuat minuman yang juga melayani konsumen), 4 orang bagian kitchen (khusus memasak makanan) dan 1 orang bagian administrasi (mengurusi keuangan setiap harinya).

Hasil produksi dari PTPN XII yaitu kopi, teh, stroberi, coklat dan kacang makademia. Kafe “X” juga satu-satunya kafe di Indonesia yang mempunyai ladang perkebunan sendiri dan memproduksi/ me-roasting (membakar) bahan-bahan tersebut menjadi bahan-bahan yang siap diolah. Produk kopi yang paling

unggul dari kafe “X” adalah Java Coffe, Light Breaking Cacao dan Kopi

Luwak.

Di kafe “X” yang melayani konsumen secara langsung dan membuat

minuman yaitu barista. Barista di kafe “X” bertugas untuk mengolah bahan-bahan seperti kopi, teh, coklat dan stroberi yang ada sebagai minuman dari racikan yang sudah ada ataupun racikan kreasinya sendiri serta permintaan


(15)

5

Universitas Kristen Maranatha dari konsumen. Keunikan dari kafe “X” terletak pada barista yang berhadapan langsung dengan konsumen, sehingga konsumen dapat secara jelas mendapatkan informasi tentang bahan pembuatan minuman yang dipesan.

Konsumen juga dapat mengutarakan pendapat mengenai minuman yang mereka sukai untuk dibuatkan oleh barista. Terkadang juga barista membuat berbagai macam minuman dari kopi dan teh kreasi sendiri dan menawarkannya kepada para konsumen yang datang dan meminta komentar secara langsung. Keuntungan dari hal tersebut bagi kafe “X” adalah kafe “X” bisa secara langsung, cepat dan jelas dalam mendapat feedback dari para pelanggannya mengenai minuman yang diracik oleh barista. Barista juga menjelaskan secara singkat sejarah tentang kopi dan teh yang disajikan di kafe

“X”, dimulai dari penanaman sampai manfaat dari produk kopi dan teh yang

ada di kafe “X”, serta menu makanan dan minuman yang paling laris manis

terjual/ best seller di kafe “X”.

Dalam survei awal yang peneliti lakukan di kafe “X”, peneliti melakukan wawancara dengan salah satu SPV bagian operasional. SPV tersebut mengatakan bahwa mereka menyajikan produk unggulan yaitu minuman kopi, teh dan makanan ringan yaitu kacang Macademia. Kekhasan dari cara makan kacang Macademia tersebut adalah pelanggan disajikan kacang di mangkuk besar dan juga alat untuk membuka cangkang kacang tersebut. Hal itu menjadi menarik karena para pelanggan merasa tertantang untuk merasakan dan memiliki pengalaman membuka kacang tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu setelah kurang lebih 7 bulan berdiri (Januari sampai Juli), kafe “X”


(16)

6

mulai menyediakan menu makanan khas Indonesia, seperti garang asem dan sop buntut, serta makanan khas barat, seperti pizza. Berdasarkan penjelasan dari SPV, penambahan menu makanan tersebut dilakukan karena melihat kebutuhan pelanggan yang datang ke kafenya. Kemudian penambahan menu makanan (western) yang lain seperti salad, pizza dan kentang goreng mulai ada pada bulan Agustus.

SPV menjelaskan konsep pelayanan berbeda dibandingkan kafe lainnya yang ada di mall tersebut. Konsep itu disusun, diatur, dievaluasi dan bahkan diperbaharui secara langsung oleh seluruh SPV yang disepakati dalam rapat setiap bulannya, yaitu setiap barista harus selalu berdiri di setiap pintu yang ada dan menyambut kemudian mengucapkan salam kepada pelanggan. Setelah barista menyambut pelanggan yang datang, kemudian pelanggan diantarkan ke tempat yang telah ditunjukkan dan barista memperkenalkan dirinya sambil memberikan buku menu langsung ke tangan para pelanggan. Barista menjelaskan tentang menu-menu andalan atau favorit di kafe mereka dan juga menjelaskan secara singkat dan jelas mengenai produk kopi dan teh yang mereka miliki.

Setelah mereka mendapat catatan pemesanan dari para pelanggan, Barista memberikan catatan pesanan makanan kepada bagian dapur, kemudian barista membuat sendiri pesanan minuman yang ada. Barista harus hafal cara-cara membuat berbagai olahan dasar seperti kopi, teh, coklat dan juga stroberi. Akan tetapi para barista lebih ditekankan untuk terampil pada olahan produk unggulan mereka yakni kopi dan teh.


(17)

7

Universitas Kristen Maranatha Pengenalan dan keterampilan tersebut diajarkan sewaktu barista mengikuti

training selama 2 minggu pada awal mereka bekerja. Selain cara pembuatan

kopi dan teh yang harus barista kuasai, barista juga harus cekatan dalam melakukan penyajiannya. Barista juga menawarkan kepada pelanggannya apabila mereka ingin membuat kopinya sendiri. Biasanya untuk menu art

coffee (kopi late), disini pelanggan bisa membuat tulisan dari buih-buih kopi

tersebut. Barista juga mengajari konsumen yang ingin membuat art coffee. Penawaran tersebut yang banyak diminati oleh konsumen. Service yang

diberikan kafe “X” tersebut mendapat respon positif dari konsumen.

Kafe “X” juga menyediakan fasilitas untuk pelanggannya yaitu sebuah televisi, komputer yang dapat dipergunakan oleh pelanggan dan juga menyediakan 1 layar besar/ big screen serta proyektor untuk melakukan presentasi atau meeting secara gratis hanya dengan melakukan 1 pembelian minuman untuk setiap orangnya. Biasanya fasilitas tersebutlah yang banyak diincar oleh pelanggan, khususnya orang kantoran yang membutuhkan tempat rapat dengan suasana yang santai. Kafe “X” juga baru 3 bulan sejak Januari 2013 menyediakan fasilitas membership bagi pelanggan. Kafe “X” juga memberikan penawaran potongan harga sebesar 15% dengan menggunakan kartu kredit dan kartu mahasiswa bagi mahasiswa yang berkuliah di Universitas Kristen Maranatha serta alumninya.

Produk unggul kopi dan teh juga yang menjadi andalan kafe “X” diharapkan dapat membuat konsumen yang datang bisa puas dengan kafe “X”. Dari kondisi tersebut, hal utama dan penting yang harus diprioritaskan oleh


(18)

8

kafe “X” adalah kepuasan konsumen agar perusahaan dapat bertahan, bersaing

dan menguasai pasar. Seperti yang diungkapkan oleh Zeithaml (2003), kepuasan konsumen adalah evaluasi konsumen terhadap suatu produk atau jasa, apakah produk atau jasa tersebut sesuai dengan harapan dan kebutuhannya. Tingkat kepuasan konsumen juga penting diperhatikan sebuah kafe untuk memberikan perasaan puas pada konsumen terhadap kualitas jasa yang digunakannya, setelah membandingkan expected service dan perceived

service.

Ada 2 komponen dari kepuasan konsumen, yaitu expected service adalah perkiraan atau keyakinan konsumen tentang apa yang akan diterima bila konsumen mengonsumsi jasa dan perceived service adalah persepsi konsumen secara menyeluruh mengenai keunggulan kinerja jasa yang diterima. Jika konsumen merasa puas, maka ia akan menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk menggunakan jasa kembali. Konsumen merasa puas cenderung akan menceritakan hal-hal yang positif kepada orang lain tentang jasa yang digunakannya, sedangkan konsumen yang merasa tidak puas akan melakukan hal-hal yang sebaliknya. Konsumen mungkin akan berhenti menggunakan jasa tersebut atau memperingatkan orang lain untuk tidak menggunakan jasa tersebut juga.

Menurut Zeithaml (2003), ada lima dimensi kualitas jasa, yaitu reliability (keterandalan), responsiveness (kesigapan), assurance (jaminan), empathy (empati) dan tangible (berwujud). Dalam mempersepsi suatu kualitas pelayanan, konsumen akan menggunakan kelima dimensi tersebut. Reliability


(19)

9

Universitas Kristen Maranatha (keterandalan), yaitu kemampuan penyedia jasa untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan apa yang telah dijanjikan dengan terpercaya, tepat dan akurat. Responsiveness (kesigapan), yaitu respon atau ketanggapan penyedia jasa dalam membantu konsumen dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap. Assurance (jaminan), yaitu kemampuan penyedia jasa atas pengetahuan terhadap produk secara tepat, kualitas keramahtamahan dan kesopanan dalam memberikan pelayanan. Empathy (empati), yaitu kepedulian dan perhatian secara individual yang diberikan penyedia jasa kepada konsumen. Tangible (nyata), yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil dan bahan-bahan tertulis (seperti buku menu).

Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan salah satu SPV pada kafe “X”, SPV tersebut mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kafe yang dikelolanya selama lebih 1 tahun 8 bulan tersebut, walaupun secara keseluruhan perkembangan kafe cukup baik, namun sering terdapat beberapa penurunan dari segi pemasukan dan jumlah kosumen setiap waktunya. Data dari 6 bulan terakhir (Agustus 2012, September 2012, Oktober 2012, November 2012, Desember 2012 dan Januari 2013) penurunan keuntungan terjadi cukup signifikan yakni 30% - 40% dari data di bulan Juli 2013. Terjadi selisih pemesanan dari bulan-bulan sebelumnya dan juga selisih angka yang cukup jauh antara data pengunjung yang datang dan pemesanan yang dilakukan. Keluhan juga mulai terdengar mengenai rasa minuman yang kurang enak, namun menurut SPV keluhan terhadap makanan jarang terdengar


(20)

10

setiap harinya, andaikan ada hanya 1-2 orang saja dan hal tersebut langsung teratasi oleh pihak kafe.

Selain itu, 2 menu makanan baru yang dikeluarkan di bulan Juli 2012 dan 1 menu minuman dihapus dari buku menu karena jarang dipesan dan lama kelamaan tidak ada pelanggan yang memesan sama sekali dalam kurun waktu kurang lebih 7 bulan tersebut. Data statistik pengunjung dan jumlah transaksi menu yang dilakukan di Januari 2013 pun menunjukkan penurunan, yaitu bulan Januari 1399 pengunjung, bulan Februari 1248 pengunjung, bulan Maret 1200 pengunjung dan bulan April 1891 sedangkan jumlah menu yang keluar/ transaksi hanya 30% – 45% untuk setiap harinya. Hal tersebut membuat SPV khawatir apakah pelanggan merasa tidak puas mengenai kafe “X”.

Berdasarkan hasil survey awal terhadap 20 orang di kafe “X”, diperoleh data sebagai berikut, 40% konsumen yang tidak puas, mereka merasa bahwa barista membuat dan menyajikan minuman kepada konsumen rasanya kurang enak, tidak sesuai dengan yang dijanjikan dan juga waktu penyajian makanan yang juga tidak sesuai dengan yang dijanjikan (reliability), 30% konsumen yang cukup puas merasa bahwa barista tidak membiarkan konsumennya menunggu lama pesanan yang dipesan (responsiveness) dan barista mampu mengerti kebutuhannya dengan cukup baik yang dalam hal ini barista menawarkan minuman yang dingin karena cuaca sedang panas (empathy).

Selanjutnya 30% konsumen yang puas merasa bahwa pelayanan yang diberikan oleh barista ramah serta sopan (assurance) dan sarana serta fasilitas


(21)

11

Universitas Kristen Maranatha nyaman, televisi, wifi, personal computer dan toilet yang bersih (tangible). Konsumen paling banyak (40%) merasa tidak puas pada dimensi reliability, sedangkan konsumen yang merasa cukup puas (30%) pada dimensi

responsiveness dan empathy dan konsumen yang merasa puas (30%) pada

dimensi assurance dan tangible.

Dengan adanya keluhan dan penurunan keuntungan yang terjadi di kafe

“X” serta banyaknya pilihan kafe yang menyediakan menu minuman dan

makanan yang hampir serupa di mall tersebut, maka menimbulkan banyak alternatif yang dapat dipilih oleh konsumen. Konsumen bisa mempertimbangkan banyak hal, seperti jenis makanan atau minuman yang akan dibeli, harga serta kualitas jasa yang dapat memuaskan konsumen. Hal tersebut dapat mempengaruhi perasaan seseorang setelah membandingkan hasil yang dirasakan dengan harapannya jika hal tersebut sesuai, maka kepuasan konsumen akan meningkat, tetapi jika tidak, maka konsumen akan meninggalkannya (kepuasan konsumen menurun). Dampak yang timbul dari konsumen yang tidak merasa puas terhadap kafe “X” adalah menurunnya jumlah konsumen yang datang dan mengakibatkan berkurangnya keuntungan bagi kafe.

Berdasarkan situasi dan gejala-gejala yang terjadi di kafe “X” tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen terhadap kualitas jasa kafe “X” Bandung.


(22)

12

1.2Identifikasi Masalah

Bagaimana tingkat kepuasan konsumen terhadap kualitas jasa pada kafe “X” Bandung.

1.3Maksud dan Tujuan 1.3.1 Maksud

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen terhadap kualitas jasa kafe “X” Bandung.

1.3.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh mengenai tingkat kepuasan konsumen terhadap kualitas jasa kafe “X” Bandung dan faktor yang mempengaruhinya. 1.4Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

1. Memberikan sumbangan pengetahuan dalam bidang Psikologi, terutama dalam bidang Psikologi Konsumen dan Psikologi Industri dan Organisasi yang berkaitan dengan kepuasan konsumen terhadap kualitas pelayanan.

2. Sebagai acuan dasar ataupun bahan masukan untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan kepuasan konsumen.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Memberikan masukan bagi PTPN XII mengenai bagaimana tingkat kepuasan konsumen pada kafe “X” Bandung serta dapat diketahui


(23)

13

Universitas Kristen Maranatha dimensi kualitas mana yang perlu diperhatikan, ditingkatkan atau diubah.

2. Sebagai bahan evaluasi bagi pihak kafe “X” mengenai gambaran

tingkat kepuasan konsumen (per-dimensi) dalam meningkatkan kualitas jasa kepada konsumen, khususnya kepada para barista. 1.5Kerangka Pemikiran

Dalam suatu usaha bisnis, konsumen merupakan aspek penting yang harus diperhatikan, karena keberadaan konsumen merupakan salah satu aspek yang dapat membuat sebuah bisnis bertahan atau tidak. Dalam membuat sebuah usaha bisnis seperti kafe tetap bertahan, pemilik kafe harus memberikan pelayanan jasa yang maksimal kepada konsumennya demi terciptanya kepuasan konsumen.

Kepuasan konsumen merupakan unsur yang sangat penting bagi kafe “X”. Ini ditunjukkan bahwa kafe “X” dapat tetap bertahan dalam persaingannya dengan kafe-kafe lain, khususnya yang berada di mall tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Zeithaml (2003), kepuasan konsumen adalah evaluasi konsumen terhadap suatu produk atau jasa, apakah produk atau jasa tersebut sesuai dengan harapan dan kebutuhannya. Setiap pengelola kafe mengharapkan agar konsumennya merasa puas dengan pelayanan yang diberikan. Semakin banyak konsumen yang puas, maka kafe yang dikelola dapat bertahan dan bersaing dengan kafe-kafe lainnya.

Dalam menentukan seseorang puas atau tidak, sebenarnya tidak ada ukuran yang pasti karena kepuasan konsumen itu sifatnya relatif, tergantung


(24)

14

pada masing-masing individu. Menurut Zeithaml (2003), penilaian kualitas pelayanan ini ditentukan oleh dua faktor yaitu expected service dan perceived

service. Expected service adalah harapan atau perkiraan konsumen tentang

kualitas pelayanan yang akan diterima, sedangkan perceived service adalah kenyataan dari kualitas pelayanan yang diterima oleh konsumen. Perbandingan antara expected service dan perceived service akan menimbulkan kesenjangan (gap). Gap terjadi bila konsumen merasa kualitas pelayanan yang diberikan (perceived service) berbeda dengan harapannya (expected service), yang kemudian akan memunculkan tingkat kepuasan konsumen.

Menurut Zeithaml (2003), ada lima dimensi kualitas jasa, yaitu

reliability (keterandalan), responsiveness (kesigapan), assurance (jaminan), empathy (empati) dan tangible (berwujud). Dalam mempersepsi suatu kualitas

pelayanan, konsumen akan menggunakan kelima dimensi tersebut.

Reliability (keterandalan), yaitu kemampuan kafe “X” untuk

memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan akurat dan dapat diandalkan.

Realibility berarti kafe “X” dapat memberikan pelayanan kepada konsumen dalam hal menepati janji mengenai waktu, fasilitas dan kualitas layanan berdasarkan kebutuhan mendasar yang dirasakan oleh konsumen. Dimensi

reliability pada kafe “X” terlihat pada kemampuan kafe “X” dalam menepati janjinya dalam hal jam operasional kafe (jam buka dan jam tutup) dan tepat

waktu dalam hal penyajian menu pada konsumen. Kafe “X” juga menepati


(25)

15

Universitas Kristen Maranatha kelengkapan alat makan dan minum. Kafe “X” juga menepati janjinya dalam hal kualitas rasa dari minuman yang diracik sendiri dan konsumen dapat melihat pembuatannya secara langsung. Hal ini dapat memenuhi harapan konsumen sehingga konsumen menjadi puas.

Responsiveness (kesigapan), yaitu keinginan para personel kafe “X”

untuk membantu konsumen dalam hal kesediaan, ketanggapan dan kecepatan pelayanan dalam menangani permintaan konsumen, pertanyaan, keluhan atau masalah. Dalam hal ini, personel kafe “X” selalu siap sedia berada di sekitar konsumen, dapat tanggap membaca kebutuhan konsumen, seperti konsumen

yang secara tidak sengaja menjatuhkan sendok, personel kafe “X” langsung

tanggap memberikan sendok yang baru, serta cepat dalam melaksanakan hal yang dibutuhkan oleh konsumen. Hal ini dapat memenuhi harapan konsumen sehingga konsumen menjadi puas.

Assurance (jaminan), yaitu kemampuan kafe “X” untuk menumbuhkan

rasa percaya kepada konsumen yang dapat ditunjukkan dengan pengetahuan

barista mengenai produk atau menu yang terdapat di kafe “X”, keahlian

barista dalam meracik minuman, sopan santun dan juga keterampilan barista dalam berkomunikasi dengan konsumen. Misalnya, barista dapat menjelaskan dengan benar kepada konsumen mengenai rincian dari setiap olahan minuman dan juga makanan. Barista juga sopan dan ramah dalam melayani setiap konsumen. Hal ini dapat memenuhi harapan konsumen sehingga konsumen menjadi puas.


(26)

16

Empathy (empati), yaitu kepedulian dan perhatian individual yang

diberikan barista kepada konsumen. Misalnya perlakuan barista untuk memahami keinginan dan kebutuhan konsumennya, ketika konsumen kebingungan untuk memilih menu minuman atau makanan yang sesuai dengan keinginannya. Dalam hal ini juga barista peduli terhadap konsumen ketika mengalami kesulitan dalam hal menyantap makanan atau minuman. Hal ini dapat memenuhi harapan konsumen sehingga konsumen menjadi puas.

Tangible (nyata), yaitu penampilan fisik kafe, fasilitas atau peralatan,

menu yang disajikan memadai dan penampilan personel kafe “X”. Misalnya penampilan fasilitas fisik, seperti bangunan kafe “X”, kerapian barista,

kebersihan dan kenyamanan ruangan, kelengkapan fasilitas yang dimiliki kafe

“X”, seperti toilet, TV, komputer dan layar besar. Hal ini dapat memenuhi

harapan konsumen sehingga konsumen menjadi puas.

Menurut Zeithaml (2003), expected service dipengaruhi oleh sebelas faktor, yaitu personal need, enduring service intensifiers, transitory service

intensifiers, perceived service alternatives, self-perceived service role, situational factors, predicted service, explicit service promises, implicit service promises, word-of-mouth dan past experience.

Dalam hal ini prosesnya adalah sebagai berikut, personal need merupakan kebutuhan yang dirasakan seseorang yang mendasar bagi kesejahteraannya juga sangat menentukan harapannya. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisik, psikologis dan sosial yang sifatnya relatif. Contohnya pada kafe “X”


(27)

17

Universitas Kristen Maranatha “X” apakah rasanya sesuai (kebutuhan fisik), kafe “X” juga menyajikan olahan minuman serta makanan dengan tampilan semenarik mungkin agar konsumen dapat mempersepsi minuman dan makanan tersebut dengan baik (kebutuhan psikologis) dan suasana atau lingkungan di kafe “X” ditata dengan baik dari pengaturan tempat duduk hingga pajangan yang tersedia agar konsumen merasa nyaman dalam berinteraksi di kafe “X” (kebutuhan sosial).

Enduring service intensifiers merupakan faktor yang bersifat individu dan

stabil. Termasuk di dalamnya adalah harapan konsumen yang dipengaruhi orang lain dan filosofi pribadi konsumen mengenai suatu pelayanan jasa. Misalnya, konsumen memiliki pemikiran atau keyakinan secara pribadi mengenai bagaimana pelayanan yang benar tersebut, maka apabila kafe “X” dapat memenuhinya hal tersebut dapat mempengaruhi ekspektasi atau harapan kepada pelayanan kafe “X”.

Transitory service intensifiers merupakan faktor individual yang bersifat

sementara (jangka pendek) yang meningkatkan kepekaan konsumen terhadap jasa. Meliputi situasi darurat pada saat konsumen sangat membutuhkan jasa

dan kafe “X” dapat membantunya. Misalnya, konsumen yang membutuhkan

tempat meeting di pagi hari, kafe “X” siap sedia melayani. Jasa terakhir yang dikonsumsi konsumen dapat pula menjadi acuan untuk menentukan baik-buruknya jasa berikutnya. Contoh lainnnya, barista berhasil membuat olahan minuman yang dipesan oleh konsumen, maka berikutnya konsumen akan kembali ke kafe “X”. Hal-hal tersebut apabila dapat dilakukan oleh kafe “X”, maka faktor ini dapat berpengaruh secara positif terhadap harapan konsumen.


(28)

18

Perceived service alternatives merupakan persepsi konsumen terhadap

tingkat atau derajat pelayanan kafe lain yang sejenis (persaingan antara kafe lain disekitarnya). Jika konsumen memiliki beberapa pilihan kafe lain sejenis, maka harapannya terhadap jasa kafe “X” cenderung akan semakin besar karena dapat dibandingkan dengan kafe yang lainnya. Misalnya, kafe “X” menyediakan toilet di dalamnya untuk kenyamanan konsumen dan hal tersebut tidak dilakukan kafe lain di sekitarnya.

Self perceived service role adalah faktor yang mencerminkan persepsi

konsumen terhadap tingkat atau derajat keterlibatannya dalam mempengaruhi jasa yang akan diterimanya. Apabila konsumen terlibat dalam proses penyampaian jasa dan ternyata jasa yang terjadi tidak begitu baik, maka konsumen tidak bisa menimpakan kesalahan sepenuhnya kepada pihak penyedia jasa. Oleh karena itu, persepsi tentang derajat keterlibatannya ini akan memengaruhi tingkat jasa yang bersedia diterimanya. Misalnya konsumen kafe “X” memesan kopi dengan gula yang sedikit kepada barista, ternyata kopi yang diberikan kepada konsumen terlalu pahit atau tidak sesuai dengan harapan konsumen, maka konsumen tidak bisa menyalahkan kafe “X” atas pesanannya tersebut.

Situational factors diartikan sebagai pandangan konsumen terhadap jasa

yang dapat diberikan kafe “X” yang berada diluar kendali penyedia jasa. Misalnya, kejadian yang tidak terduga pada saat kafe “X” memberikan pelayanan pada konsumen, seperti pada saat konsumen kafe “X” sedang ramai dan ada konsumen yang tidak mendapatkan tempat untuk makan, kafe “X”


(29)

19

Universitas Kristen Maranatha tidak dapat berbuat banyak. Hal tersebut membuat konsumen akan bersedia menunggu karena hal tersebut bukanlah kesalahan dari kafe “X” dengan kata lain zone of tolerance konsumen tersebut menjadi semakin besar.

Predicted service adalah merujuk pada kepercayaan konsumen atas jasa

yang diberikan oleh penyedia layanan. Seperti ketika konsumen kafe “X” sedang ramai, konsumen memprediksi bahwa kafe “X” dapat memberikan pelayanan yang cukup cepat. Semakin konsumen percaya, maka semakin mempengaruhi kepuasan konsumen terhadap penyedia layanan.

Explicit service promises merupakan pernyataan (secara personal atau

nonpersonal) oleh penyedia jasa tentang jasanya kepada konsumen (informasi

mengenai kafe “X”). Dapat dikatakan personal apabila konsumen berhadapan

langsung dengan sales atau karyawan kafe “X” yang menawarkan produk dari

kafe “X”. Dikatakan non personal jika layanan atau jasa berupa iklan, brosur

atau internet (social media). Contohnya, kafe “X” membuat akun di media sosial twitter untuk mempublikasikan mengenai kafe “X”, segala produk layanannya, promo dan juga voucher kopi gratis. Hal tersebut dapat berpengaruh positif terhadap harapan dan juga kepuasan konsumen apabila iklan atau janji pelayanan yang ditawarkan dapat diberikan dengan tepat kepada para konsumennya, maka konsumen akan kembali lagi ke kafe “X”. Akan tetapi sebaliknya akan berpengaruh negatif apabila janji yang ditawarkan terlalu berlebihan dan tidak bisa direalisasikan kepada konsumen, maka konsumen cenderung tidak akan kembali lagi ke kafe “X”.


(30)

20

Implicit service promises menyangkut petunjuk yang berkaitan dengan

jasa, yang memberikan kesimpulan atau gambaran bagi konsumen tentang jasa seperti apa yang seharusnya dan yang akan diberikan. Petunjuk yang memberikan gambaran jasa ini meliputi biaya untuk memperolehnya (harga) dan alat-alat pendukung jasanya. Konsumen biasanya menghubungkan harga dan peralatan (tangible assets) pendukung jasa dengan kualitas jasa. Harga mahal biasanya dipersepsikan dengan kualitas tinggi. Faktor ini dapat berpengaruh positif terhadap harapan konsumen apabila jasa yang seharusnya diberikan dan yang akan diberikan oleh kafe “X” kepada konsumen sesuai dengan petunjuk yang ada.

Word-of-mouth (rekomendasi atau saran dari orang lain) merupakan

pernyataan (secara personal atau nonpersonal) yang disampaikan oleh orang lain selain penyedia jasa kepada konsumen. Word-of-mouth ini biasanya lebih cepat diterima oleh konsumen karena yang menyampaikan adalah mereka yang dapat dipercayainya, seperti para pakar, teman dan keluarga. Misalnya, salah satu kerabat konsumen mengatakan bahwa kafe “X” menampilkan layanan yang ramah dan cepat, maka hal tersebut akan berpengaruh terhadap ekspetasi konsumen ketika datang ke kafe “X”.

Past experience merupakan pengalaman masa lampau yang meliputi

hal-hal yang telah dipelajari atau diketahui konsumen dari yang pernah diterimanya di masa lalu. Harapan konsumen ini dari waktu ke waktu berkembang, seiring dengan semakin banyaknya informasi yang diterima konsumen serta semakin bertambahnya pengalaman konsumen. Jadi kafe “X”


(31)

21

Universitas Kristen Maranatha harus berusaha memberikan pelayanan jasa yang maksimal dan memuaskan agar konsumen dapat merasakan bahwa harapannya akan pelayanan jasanya ini terpenuhi sehingga di lain waktu konsumen dapat datang kembali ke kafe “X”.

Menurut Zeithaml (2003), ada dua faktor yang mempengaruhi perceived

service, yaitu service encounters dan evidence of service. Service encounters

atau moment of truth terjadi ketika konsumen berinteraksi dengan penyedia jasa. Service encounters merupakan gambaran kualitas layanan yang diterima oleh konsumen dan mempengaruhi keseluruhan kepuasan konsumen dan kemauan untuk menggunakan jasa kembali. Merujuk pada lokasi, fasilitas dan pelayanan yang diberikan oleh personel kafe “X”.

Evidence of service merupakan bukti dari pelayanan jasa yang diberikan

oleh kafe “X”. Evidence of service memiliki tiga kategori yaitu people,

berkaitan dengan orang-orang yang terlibat dalam pelayanan jasa di kafe “X” (barista, konsumen lain dan konsumen itu sendiri). Process, merujuk pada kegiatan pelayanan, tahapan dalam proses, fleksibilitas, cara kerja, penggunaan tenaga kerja serta teknologi yang dipakai oleh kafe “X”. Physical evidence, berkaitan dengan alat komunikasi dan fasilitas fisik yang disediakan oleh kafe “X”.

Setelah membandingkan antara expected service dan perceived service

akan diperoleh tingkat kepuasan konsumen kafe “X”. Jika kualitas pelayanan

yang diterima dapat memenuhi bahkan melebihi harapan (P > E) maka konsumen akan puas terhadap kualitas pelayanan dari kafe “X” dan besar


(32)

22

kemungkinan konsumen akan kembali. Jika pelayanan yang diterima sesuai dengan harapan (P = E) muncul rasa cukup puas akan tetapi belum tentu

konsumen akan kembali ke kafe “X”. Jika konsumen mengharapkan kualitas

pelayanan yang tinggi, tetapi tidak dapat dipenuhi (P < E), maka akan muncul rasa tidak puas dan besar kemungkinan konsumen tidak kembali ke kafe “X”, namun tidak menutup kemungkinan konsumen kembali karena situasi tertentu (konsumen latent).

Berdasarkan kedua komponen kepuasan konsumen yang dikemukakan oleh Zeithaml yaitu expected service dan perceived service yang dimiliki oleh konsumen, akan menggambarkan tingkat kepuasan konsumen terhadap kafe


(33)

23

Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.1 Skema Kerangka Pikir

Faktor-faktor yang memperngaruhi ES: 1. Personal need

2. Enduring service intensifiers

3. Transitory service intensifiers

4. Perceived service alternatives

5. Self-perceived service role

6. Situational factors

7. Predicted service

8. Explicit service promises

9. Implicit service promises

10.Word-of-mouth

11.Past experience

Expected service - Realibility - Responsiveness - Assurance - Empathy - Tangible Konsumen kafe “X” Bandung Kualitas jasa kafe “X” Bandung GAP Perceived service - Realibility - Responsiveness - Assurance - Empathy - Tangible

PS > ES → Puas

Faktor-faktor yang mempengaruhi PS: 1. Service encounters

2. Evidence of service

PS = ES → Cukup Puas


(34)

24

1.6 Asumsi Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran, maka dapat ditarik asumsi-asumsi sebagai berikut:

1. Kualitas jasa terdiri dari aspek reliability, responsiveness, assurance,

empathy dan tangible yang digunakan konsumen dalam mengevaluasi kualitas jasa kafe “X” Bandung.

2. Konsumen memiliki perceived service dan expected service.

3. Jika pelayanan yang diterima konsumen lebih besar dari harapannya (perceived service > expected service) maka akan muncul rasa puas pada konsumen dan besar kemungkinan untuk kembali ke kafe “X”. 4. Jika pelayanan yang diterima konsumen sebanding dengan harapannya

(perceived service = expected service) maka akan muncul rasa cukup puas tetapi belum tentu membuat konsumen kembali ke kafe “X”. 5. Jika pelayanan yang diterima konsumen tidak sesuai dengan

harapannya (perceived service < expected service) maka akan muncul rasa tidak puas dan besar kemungkinan konsumen tidak kembali ke

kafe “X”, namun tidak menutup kemungkinan konsumen kembali


(35)

66 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan hasil dapat ditarik kesimpulan, bahwa:

1. Mayoritas (64%) merasa tidak puas terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh kafe “X” Bandung.

2. Ketidakpuasan yang paling banyak dirasakan oleh responden secara berturut-turut berdasarkan lima dimensi kualitas pelayanan, yaitu pada dimensi tangible, empathy, reliability, responsiveness dan assurance. 3. Ketidakpuasan pada dimensi tangible dalam hal lokasi, kebersihan,

kenyamanan serta kurang memadainya fasilitas. Pada dimensi empathy terkait dengan kepekaan barista dan perhatian kepada pengunjung. Pada dimensi reliability kurangnya kesungguhan dan kemampuan barista dalam menanggapi keluhan, kualitas makanan dan minuman yang tidak sesuai, serta pemberian informasi yang tidak sesuai. Pada dimensi responsiveness kurangnya ketanggapan dan kecepatan barista dalam melayani. Pada dimensi assurance keahlian barista dalam membuat minuman yang dipesan rasanya kurang sesuai, barista juga kurang dapat memberi informasi yang jelas.

4. Akan tetapi, terdapat pula sebagian kecil yang merasa puas terhadap pelayanan kafe “X” (34%). Responden yang merasa puas berturut-turut


(36)

67

berdasarkan lime dimensi kualitas jasa yaitu, pada dimensi empathy,

assurance, responsiveness, tangible, reliability.

5. Responden yang merasa puas pada dimensi empathy yaitu dalam hal perhatian individual barista kepada konsumen, serta barista hafal nama pengunjung. Pada dimensi assurance responden merasa puas terhadap kafe “X” Bandung yang dapat memberikan rasa aman dan nyaman. Pada dimensi responsiveness responden merasa puas terhadap kafe “X” Bandung yang cepat dan tanggap dalam menangani pesanan konsumen serta kafe “X” memberikan pelayanan yang baik, yaitu cepat. Pada dimensi tangible responden yang merasa puas ini dikarenakan bangunan hotel yang menarik dan dekorasi interior yang selalu baru. Pada dimensi

reliability responden yang merasa puas dikarenakan ketepatan jam buka

dan tutup kafe serta memberikan pelayanan sesuai dengan pelayanan yang dijanjikan.

6. Faktor mempengaruhi yang signifikan terhadap hasil kepuasan konsumen adalah personal need, enduring service intensifiers, perceived service

alternatives, evidence of service (people and process), dan explicit service promises.


(37)

68

Universitas Kristen Maranatha 5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

1. Bagi peneliti selanjutnya yang melakukan penelitian sejenis, dapat meninjau kepuasan konsumen yang terkait dengan personal need,

enduring service intensifiers, perceived service alternatives, evidence of service (people) dan explicit dan implicit service promises.

Kemudian pilihan pertanyaan untuk data penunjang lebih spesifik berkaitan dengan hal yang ingin dituju.

5.2.2 Saran Praktis

1. Berdasarkan hasil penelitian disarankan pihak manajemen kafe meningkatkan kelengkapan fasilitas dan juga kebersihan ruangan kafe serta pengaturan atau tata ruang dikondisikan senyaman mungkin. 2. Barista kafe “X” memberikan perhatian kepada konsumen dalam hal

mengambil perlengkapan makan atau minum ketika sudah kosong dan dapat peka dengan kebutuhan konsumen.

3. Kemampuan barista kafe “X” harus lebih ahli dalam menanggapi keluhan konsumen dan meracik minuman pesanan konsumen. Serta barista memberikan informasi dengan tepat dalam hal produk atau promo lainnya, sehingga konsumen dalam memahaminya secara jelas. 4. Barista kafe “X” harus lebih cepat dan tanggap dalam melayani

permintaan dan juga keluhan konsumen. Terlebih ketika pengunjung sedang ramai, agar pelayanan terhadap konsumen dapat terjaga dengan baik.


(38)

69

5. Peneliti pun menyarankan kepada pihak kafe “X” Bandung untuk mengadakan training kepada barista dan juga pegawai lainnya dengan tujuan pelayanan dapat lebih profesional dan baik kepada konsumen.

6. Kafe “X” Bandung dapat mempertahankan dan meningkatkan bentuk


(39)

70 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Fridenberg, Lisa. 1995. Psychological testing : design, analysis and use.

Massachussets: Allyn and Bacon.

Kaplan, Robert M. 2005. Psychological Testing. USA: Thomson Learning.

Kotler, Philip. 2003. Marketing Management, 11th Edition. Prentice Hall. Inc.

New Jersey. Hal 85

Kotler, Philip. 2004. Marketing Management, 11th Edition. Prentice Hall. Inc.

New Jersey.

M. Nazir. 1988. Metode Penelitian cet 3. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Parasuraman, Valarie A. Z. and Berry. Delivering Service Quality. Mc Milan, New York, 2002, p.21

Sugiyono. 2011. Statistika untuk penelitian. Cetakan ke-18. Bandung: Alfabeta. Tjiptono, Fandy. Manajemen Jasa. Penerbita Andi Offset. Yogyakarta, 2002,

hal.25

Tjiptono, Fandy dan Gregorius Chandra. 2005. Service, Quality & Satisfaction Yoeti, H. Oka A. 1999. Kepuasan Pelanggan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Zeithaml, Valarie A. and Bitner, Mary Jo. Service Marketing. McGraw Hill Inc,

Int’l Edition, New York, 2002, p.40

Zeithaml, Valerie A., Mary Jo Bitner, & Dwayne D. 2006. Service Marketing:

Integrating Customer Focus Across The firm 4th edition. United States of

America: Mc Gaw – Hill Companies, Inc.

Zeithaml, Valerie A., Mary Jo Bitner, & Dwayne D. 2009. Service Marketing:

Integrating Customer Focus Across the Firm 5th edition. United States of


(40)

71 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Fenomena kopi dan kedai kopi (www.kompas.com)

Definisi Harafiah Kafe (Kamus Besar Bahasa Indonesia hlm. 432)

Prospek Pengembangan Bisnis Pariwisata Kota Bandung

(


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan hasil dapat ditarik kesimpulan, bahwa:

1. Mayoritas (64%) merasa tidak puas terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh kafe “X” Bandung.

2. Ketidakpuasan yang paling banyak dirasakan oleh responden secara berturut-turut berdasarkan lima dimensi kualitas pelayanan, yaitu pada dimensi tangible, empathy, reliability, responsiveness dan assurance. 3. Ketidakpuasan pada dimensi tangible dalam hal lokasi, kebersihan,

kenyamanan serta kurang memadainya fasilitas. Pada dimensi empathy terkait dengan kepekaan barista dan perhatian kepada pengunjung. Pada dimensi reliability kurangnya kesungguhan dan kemampuan barista dalam menanggapi keluhan, kualitas makanan dan minuman yang tidak sesuai, serta pemberian informasi yang tidak sesuai. Pada dimensi responsiveness kurangnya ketanggapan dan kecepatan barista dalam melayani. Pada dimensi assurance keahlian barista dalam membuat minuman yang


(2)

67

Universitas Kristen Maranatha berdasarkan lime dimensi kualitas jasa yaitu, pada dimensi empathy, assurance, responsiveness, tangible, reliability.

5. Responden yang merasa puas pada dimensi empathy yaitu dalam hal perhatian individual barista kepada konsumen, serta barista hafal nama pengunjung. Pada dimensi assurance responden merasa puas terhadap kafe “X” Bandung yang dapat memberikan rasa aman dan nyaman. Pada dimensi responsiveness responden merasa puas terhadap kafe “X” Bandung yang cepat dan tanggap dalam menangani pesanan konsumen serta kafe “X” memberikan pelayanan yang baik, yaitu cepat. Pada dimensi tangible responden yang merasa puas ini dikarenakan bangunan hotel yang menarik dan dekorasi interior yang selalu baru. Pada dimensi reliability responden yang merasa puas dikarenakan ketepatan jam buka dan tutup kafe serta memberikan pelayanan sesuai dengan pelayanan yang dijanjikan.

6. Faktor mempengaruhi yang signifikan terhadap hasil kepuasan konsumen adalah personal need, enduring service intensifiers, perceived service alternatives, evidence of service (people and process), dan explicit service promises.


(3)

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

1. Bagi peneliti selanjutnya yang melakukan penelitian sejenis, dapat meninjau kepuasan konsumen yang terkait dengan personal need, enduring service intensifiers, perceived service alternatives, evidence of service (people) dan explicit dan implicit service promises. Kemudian pilihan pertanyaan untuk data penunjang lebih spesifik berkaitan dengan hal yang ingin dituju.

5.2.2 Saran Praktis

1. Berdasarkan hasil penelitian disarankan pihak manajemen kafe meningkatkan kelengkapan fasilitas dan juga kebersihan ruangan kafe serta pengaturan atau tata ruang dikondisikan senyaman mungkin. 2. Barista kafe “X” memberikan perhatian kepada konsumen dalam hal

mengambil perlengkapan makan atau minum ketika sudah kosong dan dapat peka dengan kebutuhan konsumen.

3. Kemampuan barista kafe “X” harus lebih ahli dalam menanggapi keluhan konsumen dan meracik minuman pesanan konsumen. Serta barista memberikan informasi dengan tepat dalam hal produk atau promo lainnya, sehingga konsumen dalam memahaminya secara jelas.


(4)

69

Universitas Kristen Maranatha 5. Peneliti pun menyarankan kepada pihak kafe “X” Bandung untuk

mengadakan training kepada barista dan juga pegawai lainnya dengan tujuan pelayanan dapat lebih profesional dan baik kepada konsumen. 6. Kafe “X” Bandung dapat mempertahankan dan meningkatkan bentuk


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Fridenberg, Lisa. 1995. Psychological testing : design, analysis and use. Massachussets: Allyn and Bacon.

Kaplan, Robert M. 2005. Psychological Testing. USA: Thomson Learning.

Kotler, Philip. 2003. Marketing Management, 11th Edition. Prentice Hall. Inc. New Jersey. Hal 85

Kotler, Philip. 2004. Marketing Management, 11th Edition. Prentice Hall. Inc. New Jersey.

M. Nazir. 1988. Metode Penelitian cet 3. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Parasuraman, Valarie A. Z. and Berry. Delivering Service Quality. Mc Milan, New York, 2002, p.21

Sugiyono. 2011. Statistika untuk penelitian. Cetakan ke-18. Bandung: Alfabeta. Tjiptono, Fandy. Manajemen Jasa. Penerbita Andi Offset. Yogyakarta, 2002,

hal.25

Tjiptono, Fandy dan Gregorius Chandra. 2005. Service, Quality & Satisfaction Yoeti, H. Oka A. 1999. Kepuasan Pelanggan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Zeithaml, Valarie A. and Bitner, Mary Jo. Service Marketing. McGraw Hill Inc,

Int’l Edition, New York, 2002, p.40

Zeithaml, Valerie A., Mary Jo Bitner, & Dwayne D. 2006. Service Marketing: Integrating Customer Focus Across The firm 4th edition. United States of America: Mc Gaw – Hill Companies, Inc.

Zeithaml, Valerie A., Mary Jo Bitner, & Dwayne D. 2009. Service Marketing: Integrating Customer Focus Across the Firm 5th edition. United States of America: Mc Graw – Hill Companies, Inc.


(6)

71 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Fenomena kopi dan kedai kopi (www.kompas.com)

Definisi Harafiah Kafe (Kamus Besar Bahasa Indonesia hlm. 432)

Prospek Pengembangan Bisnis Pariwisata Kota Bandung

(