IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN ETNOKOREOLOGI MELALUI TARI TOPENG BANJAR KALIMANTAN SELATAN DI PERGURUAN TINGGI PENDIDIKAN SENI.

(1)

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN ETNOKOREOLOGI MELALUI TARI TOPENG BANJAR KALIMANTAN SELATAN

DI PERGURUAN TINGGI PENDIDIKAN SENI

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Seni

Konsentrasi Pendidikan Seni Tari

oleh

PUTRI YUNITA PERMATA KUMALA SARI 1302605

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2015


(2)

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN ETNOKOREOLOGI MELALUI TARI TOPENG BANJAR KALIMANTAN SELATAN

DI PERGURUAN TINGGI PENDIDIKAN SENI

Oleh

Putri Yunita Permata Kumala Sari 1302605

Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd)

pada Prodi Pendidikan Seni, Sekolah Pascasarjana

p0e_3@rocketmail.com Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruh atau sebagian


(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Tesis ini merupakan kajian pembelajaran Etnokoreologi dengan menggunakan materi ajar Tari Topeng Banjar Kalimantan Selatan yang bergenre tari klasik. Menurut Narawati, Etnokoreologi merupakan pendekatan multidisipliner untuk mengkaji tari etnis dari segi tekstual dan kontekstual (2009:23). Proses pembelajaran ini, diharapkan dapat memberikan pemahaman kompleks dan mendalam mengenai Tari Topeng Banjar, serta pengalaman langsung bagaimana “Menari dengan Hati” dengan wiraga, wirama, dan wirasa yang baik dan benar. Pemahaman teks dan kontekstual tersebut akan membuat pesan simbolik tari tersebut dapat terkomunikasikan dengan maksimal kepada apresiator. Pembelajaran ini diimplementasikan kepada mahasiswa calon pengajar pendidikan seni di Prodi Pendidikan Sendratasik FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin dengan materi ajar Tari Topeng Banjar Kalimantan Selatan yang ada di Desa Banyiur Luar, Banjarmasin, yang bertujuan mereka kelak dapat memberikan pendidikan seni tari dengan baik dan benar.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode Action Research (AR), sedangkan implementasi pembelajarannya menggunakan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching Learning/CTL), yang dilaksanakan dalam 4 pertemuan dengan beberapa tahapan dari pengembangan model pembelajaran Gerlach dan Ely, yakni

pretest, apresiasi di kelas, pengenalan gerak dasar, eksplorasi, kreasi, ekspresi di kelas,

apresiasi lapangan, ekspresi lapangan, diskusi dan posttest.

Berdasarkan penelitian, didapatkan hasil bahwa pendekatan etnokoreologi ini efektif untuk dijadikan pendekatan pembelajaran pendidikan seni tari, bukan hanya sekedar pendekatan untuk pengkajian tari etnis secara murni. Penelitian ini juga dapat memberikan kontribusi yang tinggi dalam peningkatan kualitas pembelajaran pendidikan seni tari.

Kata kunci : Implementasi Pembelajaran, Etnokoreologi, Tari Topeng Banjar


(7)

ABSTRACT

This thesis is a study of learning of Etnochoreology using teaching materials is a Mask Banjarese Dance South Borneo which has a classic dance genre. According to Narawati, Etnochoreology is a multidisciplinary approach to study the ethnic dance in terms of textual and contextual (2009: 23). This learning process is expected to provide the complex and in-depth understanding of the Mask Banjarese Dance, as well as direct experience of how to "Dance with the Heart" with wiraga, wirama, and wirasa which are good and right in the implementationt. The text comprehension and contextual will make the dance symbolic message is communicated perfectly to appreciators.

This study is implemented to the students of teacher training and education in art major of Sendratasik Education of FKIP of University of Lambung Mangkurat Banjarmasin.The teaching material is the Mask Banjarese Dance South Borneo of the Banyiur Luar regency, Banjarmasin. The purpose of this implementation is to provide the students who will able to teach the dance properly.

This research used a qualitative approach with methods of Action Research (AR), while the implementation of learning using a contextual approach (Contextual Teaching Learning / CTL), which was implemented in four meetings with several stages of development learning Gerlach and Ely models, the pretest, the appreciation in the classroom, the introduction of a basic motion, exploration, creation, expression in the classroom, appreciation of the field, field expression, discussion and posttest.

The result of this research showed that etnochoreology approach is effective to implement as educational approach to learn of the art of dance, in this case, the approach not only for the assessment of ethnic dance solely. This research can also contribute to improve the high quality of learning in the art of dance education.

Keywords: Implementation of Learning, Etnochoreology, The Mask Banjarese Dance South Borneo.


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………... i

HALAMAN PENGESAHAN………... ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN………... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ………... v

ABSTRAK………... vii

DAFTAR ISI………... ix

DAFTAR TABEL………... xii

DAFTAR GAMBAR ..………... xiii

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR LAMPIRAN………... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………... 1

B. Rumusan Masalah………... 9

C. Tujuan Penelitian………... 9

D. Manfaat Penelitian………... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Sistem Pembelajaran di Perguruan Tinggi Pendidikan Seni... 12

1. Landasan Pembelajaran Perguruan Tinggi Seni ... 12

2. Desain Pembelajaran Perguruan Tinggi Seni ... 18

3. Tari dalam Pendidikan sebagai Upaya Memanusiakan Manusia ... 25

B. Etnokoreologi sebagai Pijakan …...………... 26


(9)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ...………... 48

B. Partisipan dan Tempat Penelitian ….………...… 52

C. Teknis Pengumpulan Data …...………... 53

1. Observasi ... 53

2. Teknik wawancara ... 55

a. Wawancara terstruktur ... 55

b. Wawancara tidak terstruktur ... 55

c. Wawancara mendalam ... 55

3. Studi dokumen ... 56

4. Teknik Perekaman ... 56

5. Refleksi ... 57

D. Analisis Data ………..…... 57

BAB IV TARI TOPENG BANJAR KALIMANTAN SELATAN A. Munculnya Tari Topeng di Kalimantan Selatan ………... 59

B. Karakter Topeng Banjar ...……….... 63

1. Topeng 7 Bidadari ... 64

2. Topeng Kelana ... 66

3. Topeng Panji ... 67

4. Topeng Gunung Sari ... 68

5. Topeng Patih ... 69

6. Topeng Tumanggung/Tumenggung ... 69

7. Topeng Lambang Sari ... 70

8. Topeng Tambam dan Pantul ... 71

9. Topeng Sangkala ... 72

C. Kedudukan Tari Topeng Banjar di masyarakat Banjar .……... 74

D. Esensi Gerak Tari Topeng Banjar Kalimantan Selatan ……... 79

E. Desain Lantai …...………... 93

F. Rias dan Busana Tari Topeng Banjar Desa Banyiur Luar, Banjarmasin ... 94 G. Musik Iringan Tari Topeng Banjar Desa Banyiur Luar,


(10)

Banjarmasin ... 94

H. Kelengkapan Tari Topeng Banjar dalam Upacara Manuping.... 97

1. Sesajian 41 macam ...………. 97

2. Piduduk ….………. 99

3. Perapen dan Tapung Tawar .……… 100

4. Pusaka ... 101

5. Wayang ... 102

6. Kambang Barenteng, Mayang ma’urai dan Janur ... 102

I. Waktu Penyelenggaraan ...……….….. 103

J. Tempat Penyelenggaraan ...………. 104

BAB V TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. TEMUAN 1. Desain Pembelajaran Etnokoreologi melalui Tari Topeng Banjar di Perguruan Tinggi Pendidikan Seni (Pendidikan Sendratasik) ... 107

2. Proses Pembelajaran Etnokoreologi melalui Tari Topeng Banjar di Perguruan Tinggi Pendidikan Seni (Pendidikan Sendratasik) ... 121

3. Hasil Implementasi Pembelajaran Etnokoreologi melalui Tari Topeng Banjar di Perguruan Tinggi Pendidikan Seni (Pendidikan Sendratasik) ... 161

B. PEMBAHASAN 1. Desain Pembelajaran Etnokoreologi melalui Tari Topeng Banjar di Perguruan Tinggi Pendidikan Seni (Pendidikan Sendratasik) ... 166

4. Proses Pembelajaran Etnokoreologi melalui Tari Topeng Banjar di Perguruan Tinggi Pendidikan Seni (Pendidikan Sendratasik) ... 173

5. Hasil Implementasi Pembelajaran Etnokoreologi melalui Tari Topeng Banjar di Perguruan Tinggi Pendidikan Seni (Pendidikan Sendratasik) ... 175


(11)

BAB VI PENUTUP

A. Simpulan ……….………... 177

B. Implikasi dan Rekomendasi ………... 179

DAFTAR PUSTAKA ………... 183

GLOSARIUM ..……….…... 188


(12)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Pada penelitian ini dipilih pendekatan Kualitatif untuk mengungkap dan memaparkan fenomena yang terjadi dalam proses implementasi pembelajaran Etnokoreologi melalui tari Topeng Banjar Kalimantan Selatan, kepada para calon guru Pendidikan Seni yang ada di Banjarmasin, yakni mahasiswa prodi Pendidikan Sendratasik, FKIP UNLAM Banjarnasin, Kalimantan Selatan. Ada beberapa filosofi yang menjadi alasan mengapa pendekatan kualitatif dipilih dalam penelitian ini, seperti yang dipaparkan Alwasilah dalam bukunya yang berjudul Pokoknya Kualitatif, menyebutkan sejumlah pakar metodologi penelitian kualitatif (misalnya Bogdan dan Biklen, 1992; Denzim dan Lincoln, 1994; Glesne dan Peshkin, 1992) telah mengidentifikasi sejumlah asumsi filosofis yang mendasari pendekatan penelitian kualitatif.

Pertama, realitas (atau pengetahuan) dibangun secara sosial.Karena realitas (atau

pengetahuan) adalah suatu bentukan, maka bisa ada realitas jamak di dunia ini.

Kedua, karena realitas (atau pengetahuan) dibentuk secara kognitif (dalam

pikiran kita) maka dia tidak terpisah dari kita, peneliti. Dengan kata lain, kita tidak bisa memisahkan apa yang kita tahu dari diri kita ini berarti pula bahwa kita (hanya) dapat mengerti bentukan (konstruksi) tertentu secara simbolis, khususnya lewat bahasa. Ketiga, seluruh entitas (termasuk manusia) selalu dalam keadaan saling mempengaruhi dalam proses pembentukan serentak. Oleh karena itu sangatlah musykil kita dapat membedakan secara jelas sebab dari akibat.

Keempat, karena peneliti tidak bisa dipisahkan dari yang ditelitinya maka

penelitian itu selalu terikat-nilai.(2011, hlm. xxiv)

Serangkaian asumsi ini para pakar tersebut bersepakat tujuan penelitian kualitatif adalah untuk memahami fenomena yang sosial dari perspektif para partisipan, memahami definisi situasi yang ditelaah, dan disajikan secara “thick description”atau deskripsi rinci.

Berdasarkan fokus permasalahan yang diteliti, maka dalam pengimplementasian pembelajaran Etnokoreologi melalui tari Topeng Banjar Kalimantan Selatan ini akan dilaksanakan dari perencanaan atau perancangan penelitian yang meliputi persiapan dalam segala hal, dari instrumen, dokumen dan semua yang diperlukan untuk menunjang penelitian ini. Kemudian penelitian dilaksanakan berdasarkan rancangan penelitian yang sudah dibuat.


(13)

Selain itu penelitian ini pun menggunakan metode Action Research (AR), karena peneliti sendiri yang menjadi pelaku prakteknya. Action

Research atau kaji tindak, artinya ada kajian dan ada tindakan dalam sebuah

penelitian tersebut. Istilah AR dimunculkan oleh pakar sosiologi Amerika

Kurt Lewin (1890-1947) yang bergerak di bidang kesejahteraan sosial. Kata action sengaja dipilih, bukan behavior, karena bagi peneliti kualitatif, yang

diteliti adalah tindakan sosial, bukan perilaku manusia yang lazim diteliti oleh peneliti psikologi tingkah laku (Alwasilah, 2011, hlm. 63). Penelitian ini dilaksanakan dengan sengaja dengan perencanaan yang bertujuan untuk memberikan sebuah perubahan dalam pengetahuan mengenai sebuah tari etnis, yang tidak hanya memahami dari segi teksnya saja, namun juga dari segi konteks atau nilai sesuai filosofi pendekatan kualitatif yang dipaparkan di atas.

Tujuan tersebut sesuai dengan pernyataan Grundy & Kemmis dalam Madya (2011, hlm. 25) penelitian tindakan bertujuan untuk mencapai tiga hal, yakni:

1. Peningkatan praktik;

2. Peningkatan (atau pengembangan profesional) pemahaman praktik oleh praktisinya; dan

3. Peningkatan situasi tempat pelaksanaan praktik.

Dengan kata lain, peneliti yang menggunakan metode ini mengharapkan untuk dapat mengubah perilaku penelitinya, perilaku orang lain yang dalam hal ini mahasiswa Pendidikan Sendratasik dan/atau mengubah kerangka kerja organisasi atau struktur lain, yang pada gilirannya menghasilkan perubahan pada perilaku peneliti-penelitinya dan/ atau perilaku orang lain.

Ada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai untuk memberikan perubahan dalam cara pemahaman sebuah tari etnis Topeng Banjar, yakni bukan hanya pemahaman teks, namun pemahaman kompleks dan mendalam dari kontekstualnya. Maka dari itu diimplementasikanlah pembelajaran etnokoreologi ini dalam materi Tari Topeng Banjar tersebut.


(14)

Pada penelitian yang menggunakan metode AR ini terdapat siklus pembelajaran untuk melihat perubahan yang diinginkan sesuai tujuan pembelajaran. Pemberian siklus disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Ada pun bagan pembelajaran dalam satu kali siklus dengan metode AR adalah sebagai berikut.

Bagan 3.1

Pembelajaran dengan metode AR dalam satu kali siklus (Sumber: Kreasi Peneliti, 2015)

Metode AR dilakukan berbasis masalah atau dalam kata lain terdapat permasalahan dalam proses pembelajaran maupun kualitas pemahaman peserta didik sebelumnya yang didapat melalui observasi. Berdasarkan hal tersebut, peneliti merancang sebuah desain pembelajaran yang diharapkan dapat memberikan perubahan ke arah yang lebih baik. Setelah desain pembelajaran dirancang, maka desain tersebut diimplementasikan ke dalam proses pembelajaran. Kemudian dilaksanakan evaluasi atas pembelajaran yang telah dilalui untuk mengetahui perubahan yang terjadi dalam kualitas pemahaman peserta didik. Perlu digarisbawahi lagi, bahwa berapa kali siklus dilaksanakan itu disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

Pembelajaran tari yang dilaksanakan menggunakan materi tari Topeng Banjar yang merupakan tari etnis suku Banjar Kalimantan Selatan. Tari ini dipilih berkenaan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya merupakan manifestasi

MASALAH

DESAIN

IMPLEMENTASI

EVALUASI


(15)

dari pola pikir dan pandangan hidup urang Banjar yang mesti diketahui oleh masyarakatnya sendiri dan patut untuk dipertahankan. Tari ini dipilih juga karena tari Topeng Banjar di Desa Banyiur Luar ini memiliki tingkat potensi tinggi untuk mengalami kepunahan, sehingga perlu adanya pengenalan di dunia pendidikan formal pendidikan seni.

Dengan kata lain, peneliti yang menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analitis ini digunakan untuk menemukan fenomena yang terjadi dan mendeskripsikan dari hasil analisis data dari proses upaya untuk dapat mengubah perilaku penelitinya, perilaku orang lain yang dalam hal ini mahasiswa Pendidikan Sendratasik dan/atau mengubah kerangka kerja organisasi atau struktur lain, yang pada gilirannya menghasilkan perubahan pada perilaku peneliti-penelitinya dan/ atau perilaku orang lain.

Uraian singkat berdasarkan teori dan konsep, maka pikiran peneliti adalah berangkat dari implementasi pembelajaran Tari Topeng Banjar dengan pendekatan etnokoreologi, dilaksanakan dengan berbagai tahapan hingga menghasilkan pemahaman “Menari dengan Hati”. Formulasi kerangka berpikir disajikan dalam bentuk bagan di bawah ini.

Bagan 3.1 Paradigma Berpikir (Sumber: Kreasi Peneliti, 2014)

TUJUAN PEMBELAJARAN

ETNOKOREOLOGI TARI TOPENG

BANJAR


(16)

Ada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai untuk memberikan perubahan dalam cara pemahaman sebuah tari etnis Topeng Banjar, yakni bukan hanya pemahaman teks, namun pemahaman kompleks dan mendalam dari kontekstualnya. Maka dari itu dalam proses implementasi pembelajaran, materi Tari Topeng tersebut selalu dibarengi dengan pendekatan etnokoreologi.

B. Partisipan dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada calon guru Pendidikan Seni yang terdapat di salah satu perguruan tinggi negeri di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Implementasi pembelajaran diberikan kepada mahasiswa Program Studi Pendidikan Sendratasik (Seni Drama, Tari, dan Musik), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM) Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Partisipan berasal dari berbagai angkatan secara acak. Hal ini bertujuan agar pembelajaran ini diharapkan dapat diimplementasikan pada setiap tingkatan. Mengingat penanaman mengenai pemahaman sebuah tarian secara tekstual dan kontekstual harus dapat diterima oleh siapa saja dan pada tingkatan apa saja, termasuk pada peserta didik mereka kelak di sekolah.Universitas Lambung Mangkurat beralamatkan Jalan Brigjen H. Hasan Basry (Kayu Tangi) No. 87, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Penelitian dilaksanakan di Ruang Kaca Prodi Pendidikan Sendratasik di lantai 2, FKIP UNLAM, yang merupakan ruang praktek tari mahasiswa. Di ruang kaca ini dilaksanakan pembelajaran pertemuan pertama dan pertemuan keempat. Kemudian pembelajaran pertemuan kedua dilaksanakan di Panggung Terbuka II Taman Budaya Kalimantan Selatan. Tempat ini dipilih, karena selain Taman Budaya berlokasi dekat dengan UNLAM, yakni berseberangan, tetapi juga bertujuan agar mahasiswa tidak bosan dengan pembelajaran di dalam kelas saja. Maka dari itulah peneliti memilih tempat out door tersebut untuk dijadikan tempat proses pembelajaran. Adapun tempat yang terakhir adalah di Desa Banyiur Luar, Kelurahan Basirih, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, yang merupakan tempat pergelaran tarian-tarian Topeng Banjar yang manjadi bagian dari upacara


(17)

C. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan informasi yang menjadi serangkaian data penjelas dalam pendekatan ini berdasar pada pandangan masyarakat setempat sebagai landasan prinsipil yang harus ditaati dalam penelitian kualitatif. Dengan demikian posisi peneliti adalah menafsirkan situasi sosial budaya yang tampak berhubungan dengan tempat, waktu, objek, pelaku, aktivitas, tindakan, dan perasaan-perasaan masyarakat yang bersangkutan mengenai kegiatan implementasi etnokoreologi ke dalam pembelajaran teknik Tari Topeng Banjar, dimana tari yang dijadikan sebagai materi pembelajaran ini merupakan bagian dari upacara ritual Manuping di Desa Banyiur Luar, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Berdasarkan pandangan tersebut, maka teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teknik triangulation (triangulasi), yakni kombinasi metodologi untuk memahami sebuah fenomena. Teknik ini merujuk pada pengumpulan informasi atau data sebanyak mungkin dari berbagai sumber dan berbagai metode. Menurut Alwasilah (2002, hlm. 106), triangulasi menguntungkan peneliti dalam dua hal, yaitu (1) mengurangi resiko terbatasnya kesimpulan pada metode dan sumber data tertentu; dan (2) meningkatkan validitas kesimpulan, sehingga lebih menambah pada ranah yang lebih luas. Penelitian ini menggunakan beberapa teknik sebagai berikut.

1. Observasi

Observasi adalah teknik pengamatan sistematis dan terencana yang diniati untuk perolehan data yang dikontrol validitasnya dan reabilitasnya. (Alwasilah, 2002, hlm. 165). Observasi dilaksanakan ke lingkungan dimana kesenian Tari Topeng Banjar atau upacara ritual Manuping dilaksanakan, yakni di lingkungan desa Banyiur Luar, Banjarmasin, untuk mendapatkan data mengenai tradisi tari Topeng Banjar yang mereka laksanakan secara turun temurun.Sebelum penelitian ini, sebenarnya peneliti sudah melakukan observasi pada Juli sampai September pada tahun 2012, kemudian observasi dilaksanakan kembali untuk menambah data pada 7 sampai 17 November 2015.

Di sini observasi dilakukan untuk mengetahui lokasi, persiapan apa saja yang dilakukan, bagaimana proses pelaksanaan dari pra, hari H sampai pasca,


(18)

siapa saja yang terlibat pada pelaksanaan kegiatan tersebut, dan sebagainya yang berhubungan dengan data penelitian yang dibutuhkan. Observasi ini dilaksanakan untuk mengetahui segala sesuatu yang berhubungan dengan tari Topeng Banjar yang merupakan bagian dari upacara ritual Manuping, yang hidup dalam ruang lingkup tradisi keturunan panupingan di Desa Banyiur Luar.

Observasi dilaksanakan dari mendatangi lokasi kegiatan dan rumah salah satu warga keturunan yang dipercayai oleh pihak keluarga untuk menyimpan dan memelihara topeng-topeng, pusaka-pusaka dan perangkat gamelan peninggalan turun-temurun. Selain itu juga mengunjungi rumah-rumah beberapa warga keturunan lain yang memiliki pembagian tugas untuk mempersiapkan upacara ritual Manuping tersebut.

Kemudian observasi juga dilaksanakan pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Sendratasik, dalam rangka implementasi pembelajaran Tari Topeng Banjar dengan pendekatan etnokoreologi. Peneliti sebenarnya merupakan alumni kampus tersebut, sehingga sedikit banyaknya peneliti mengetahui mengenai kampus tersebut. Sejauh ini dari awal didirikan pada tahun 2008, kampus ini mengalami progres yang cukup baik. Namun untuk pembelajaran tari, masih belum menggunakan implementasi pemahaman teks dan konteks sebuah tari tradisi, termasuk tari Banjar yang merupakan salah satu mata kuliah yang kontinue, dimana seyogyanya dapat kontribusi yang lebih dari sekedar pemberian materi gerak, tetapi juga penanaman makna dan nilai yang terkandung dalam tarian Banjar yang merupakan refleksi pola pikir, serta pandangan hidup urang Banjar yang mestinya menjadi jati diri dan identitas masyarakat Banjar khususnya, dan bangsa Indonesia umumnya.

Adapun observasi berikutnya dilaksanakan pada 10 November 2014, untuk mengetahui progres pembelajaran tari di sana. Setelah itu, implementasi pembelajaran tari Topeng Banjar Kalimantan Selatan dilaksanakan pada 11, 13, 16 dan 17 November 2014. Ada tiga lokasi pembelajaran yang dipilih untuk implementasi pembelajaran ini. Pertama di ruang kaca kampus Prodi Pendidikan Sendratasik FKIP UNLAM Banjarmasin yang dilaksanakan pada pertemuan pertama di tanggal 11 November 2014 dan pertemuan keempat pada


(19)

17 November 2014. Kedua di panggung terbuka II Taman Budaya Kalimantan Selatan yang dilaksanakan pada pertemuan kedua, yakni pada 13 November 2014. Lokasi yang ketiga dilaksanakan pertemuan ketiga di Desa Banyiur Luar, Banjarmasin pada saat upacara ritual Manuping dilaksanakan, yaitu pada 16 November 2014.

2. Teknik wawancara

a. Wawancara terstruktur

Wawancara penting dilakukan untuk melengkapi teknik observasi. Teknik wawancara berstruktur adalah wawancara yang dilakukan melalui sejumlah informan yang setara dengan cara struktur yang bertingkat-tingkat, yakni dengan menggunakan pedoman wawancara yang dirancang sebelum melakukan wawancara, mengenai suatu topik permasalahan yang diangkat dalam penelitian.

Wawancara dilakukan kepada beberapa warga keturunan panupingan. Wawancara kepada warga keturunan panupingan dilaksanakan pada 7, 15, dan 16 November 2014.

b. Wawancara tidak terstruktur

Wawancara tidak terstruktur juga dianggap perlu dalam penelitian ini. bentuk wawancara adalah dialog yang dilakukan pada informan dan partisipan terkait dengan penelititan ini. Hal tersebut dilakukan, karena untuk mendapatkan informasi dengan lebih ringan. Teknik wawancara seperti ini bersifat terbuka yang dirancang untuk memunculkan pandangan dan opini dari para partisipan.

Wawancara ini dilakukan kepada beberapa mahasiswa selama proses implementasi pembelajaran berlangsung, dan kepada beberapa warga keturunan panupingan yang dilaksanakan pada 7, 15, 16 sampai 17 November 2014.

c. Wawancara mendalam (deep interview)

Wawancara mendalam digunakan untuk melengkapi teknik pengamatan terlibat, yakni dengan cara konfirmasi kembali kepada sumber lainnya yang dipandang tepat. Dalam wawancara mendalam memerlukan informan kunci (key informant) guna memperoleh validitas data yang telah


(20)

diperoleh dari teknik pengamatan terlibat. Berkenaan dengan hal tersebut, wawancara mendalam dilakukan kepada budayawan yang berkompeten di bidang seni budaya Kalimantan Selatan, untuk mendapatkan data yang konkrit dan detail mengenai Tari Topeng Banjar.Wawancara dilaksanakan pada tanggal 7, 10, dan 11 November 2014, bertempat di Taman Budaya Kalimantan Selatan.

3. Studi dokumen

Teknik ini dilakukan untuk menggali informasi melalui dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah penelitian yang dikaji, baik mengenai pembelajaran di tingkat perguruan tinggi, etnokoreologi, maupun materi tari Topeng Banjar Kalimantan Selatan. Dokumen dikumpulkan dari berbagai sumber, mulai dari buku, artikel, jurnal, sumber online, tesis, naskah pidato pengukuhan guru besar Universitas Pendidikan Indonesia, sampai dokumen-dokumen dari dinas setempat yang berkenaaan dengan penelitian.Pengumpulan data dokumen dilaksanakan dari tahun 2012 dan 2013-2015 selama menempuh pendidikan pascasarjana di Universitas Pendidikan Indonesia.

4. Teknik perekaman

Perekaman yang lazim digunakan untuk membantu, atau bersama-sama, bahkan menjadi alat utama untuk mengobservasi, dalam penelitian seni antara lain yaitu: (1) fotografi, (2) video, (3) perekaman audio, (4) melakar atau gambar tangan. Teknik-teknik perekaman ini digunakan karena dipandang lebih tepat, cepat, akurat, dan realistik berkenaan dengan fenomena yang diamati, jika dibandingkan dengan mencatatnya secara tertulis. (Rohidi, 2012, hlm. 194)

Perekaman dilaksanakan pada saat observasi ke daerah Desa Banyiur Luar, Banjarmasin, untuk merekam moment dan fenomena yang terjadi, yang dibutuhkan sebagai data penelitian. Selain itu, perekaman dilaksanakan pada saat observasi awal untuk mengetahui kondisi dan situasi pembelajaran sebelum dilaksanakannya implementasi pembelajaran tari Topeng Banjar, hingga pada saat proses implementasi pembelajarannya terhadap mahasiswa Program Studi Pendidikan Sendratasik FKIP UNLAM Banjarmasin.


(21)

Perekaman juga dilakukan pada saat wawancara dengan para informan yang terkait dengan penelitian, baik pada warga keturunan panupingan atau pada seniman budayawan yang berkompeten di bidangnya.

5. Refleksi

Pada penelitian ini, refleksi merupakan salah satu teknik pengumpulan data dalam penelitian dengan metode Action Research atau tindak kaji. Refleksi adalah proses berfikir ke belakang untuk memaknai pengalaman demi perencanaan di masa depan yang lebih baik. Di dalam penelitian AR, refleksi adalah ruh dari perubahan dan inovasi. Dengan kata lain, reflaksi adalah mesin pengubah cara berfikir atau mindset. (Alwasilah, 2011, hlm. 89-90). Refleksi dilakukan setiap setelah pembelajaran per pertemuan selesai.

D. Analisis Data

Setelah semua data yang diperlukan terkumpul, maka selanjutnya perlu diadakan analisis. Hal ini bertujuan untuk memilah-milah, mengklasifikasikan, mensistesis, dan membuat ikhtisar tentang sasaran penelitian, yakni mahasiswa Pendidikan Sendratasik, agar memperoleh temuan yang dapat diandalkan dan sahih. Moleong (2002, hlm. 248) memaparkan teknik analisis data kualitatif dilakukan dimulai dengan menguji kredibilitas atau derajat kepercayaan dengan tahapan sebagai berikut.

1. Perpanjangan keikutsertaan, dilakukan untuk menuntun peneliti agar terjun ke lokasi dan dalam waktu yang cukup panjang guna mendeteksi dan memperhitungkan distorsi yang mungkin terjadi kesalahan atau mengotori data.

2. Ketekunan pengamat, dilakukan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan memusatkan pada hal-hal tersebut secara rinci.

3. Triangulasi, dilakukan untuk kebenaran data tertentu dengan membandingkan dengan data yang diperoleh dari sumber lain. Selain itu, teknik triangulasi yang banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lain.

4. Kecukupan referensial, dalam hal ini untuk menampung dan menyesuaikan dengan kritik tertulis untuk keperluan evaluasi. Biasanya


(22)

peneliti menggunakan alat perekam yang dapat dimanfaatkan untuk membandingkan hasil yang diperoleh dengan kritik yang telah terkumpul.

Selain melakukan kredibilitas data dalam penelitian ini juga dilakukan metode kebergantungan (Dependability). Nasution (1988) menjelaskan bahwa kebergantungan (dependability) menurut istilah konvensional disebut “reliability

atau reliabilitas. Hal ini dilakukan melalui suatu cara yang disebut dengan “audit trail”. Kata “Audit” artinya pemeriksaan pembukuan oleh seorang ahli untuk

memeriksa ketelitian pembukuan, dan kemudian mengkonfirmasikan serta menjamin kebenarannya, bila ternyata memang benar.“Trail” artinya jelek yang

dapat dilacak.

Audit trail dalam penulisan tesis ini dilakukan oleh pembimbing atau

promotor, untuk itu peneliti dalam pemeriksaan audit trail menyediakan bahan-bahan sebagai berikut.

1. Data mentah, yaitu catatan lapangan sewaktu mengadakan observasi dan wawancara, hasil rekaman bila ada, dokumen, dan lain-lain yang telah diolah dalam bentuk laporan lapangan;

2. Hasil analisis data, yaitu data berupa rangkuman, hipotesis kerja, konsep-konsep, dan sebagainya;

3. Hasil sintesis data, yaitu data seperti tafsiran, kesimpulan, definisi, interrelasi data, tema, pola, hubungan dengan literatur, dan laporan akhir;

4. Catatan mengenai proses yang digunakan, yaitu tentang metodelogi, desain, strategi, prosedur, rasional, usaha-usaha agar hasil penelitian terpercaya (credibility, dependability dan conformability) serta usaha sendiri melakukan audit trail.


(23)

BAB V

TEMUAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini memaparkan beberapa hal penting yang terkait dengan pertanyaan pada masalah penelitian. Pertama, akan disajikan pemaparan data dan pembahasan mengenai desain pembelajaran yang ditempuh untuk perencanaan mengenai implementasi pembelajaran Etnokoreologi melalui tari Topeng Banjar di Perguruan Tinggi Pendidikan Seni, sesuai kebutuhan peserta didik yang dalam hal ini mahasiswa Pendidikan Sendratasik. Kemudian dilanjutkan dengan pemaparan mengenai proses implementasi pembelajaran Etnokoreologi melalui tari Topeng Banjar Kalimantan Selatan di Perguruan Tinggi Seni berdasarkan desain yang telah dibuat, hingga hasil yang diperoleh setelah melewati proses pembelajaran tersebut.

Etnokoreologi ini juga erat hubungannya dengan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual (CTL), dimana pembelajaran yang berlandaskan situasi dunia nyata (real world learning). Pendekatan CTL sebagai landasan pembelajaran ini pun, memiliki komponen-komponen yang korelatif dengan model pembelajaran Gerlach dan Ely. Korelasi antara ketiga konsep ini dapat digambarkan dengan bagan berikut ini.

Bagan 5.1

Korelasi tiga konsep dalam implementasi pembelajaran pada penelitian ini (Sumber: Kreasi Peneliti, 2015)

Ketiga konsep ini melebur dalam pembelajaran Etnokoreologi melalui tari Topeng Banjar Kalimantan Selatan di Perguruan Tinggi Pendidikan Seni yang saling mendukung dan saling berintergrasi untuk mewujudkan pemahaman kompleks dan mendalam mengenai teks dan konteks sebuah tari etnis.

Etnokoreologi

Model

Gerlach &

Ely

Pendekatan Kontekstual


(24)

Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual (CTL) yang merupakan pembelajaran yang lansung dikaitkan dengan dunia nyata yang dengan menggunakan metode penelitian Action Research (AR) yang dilakukan sebagai upaya untuk memberikan dampak perubahan terhadap sikap peserta didik, sebenarnya harus diberikan sesuai kebutuhan peserta didik. Berdasarkan hasil temuan, penelitian ini hanya membutuhkan satu siklus saja, karena sudah dilihat dapat memberikan perubahan ke arah yang lebih baik dengan satu kali siklus yang terdiri dari empat kali pertemuan dengan menggunakan pengembangan model

Gerlach dan Ely, serta dideskripsikan secara detail, karena penelitian ini

merupakan penelitian kualitatif.

A. TEMUAN PENELITIAN

1. Desain Pembelajaran Etnokoreologi melalui Tari Topeng Banjar di Perguruan Tinggi Pendidikan Seni (Pendidikan Sendratasik)

Sebelum proses pelaksanaan implementasi pembelajaran dijalankan, harus adanya desain pembelajaran terlebih dahulu. Desain pembelajaran ini dibuat berdasarkan kebutuhan peserta didik yang diperoleh dari analisis studi lapangan dan studi literatur. Pada bab I, peneliti telah menjelaskan masalah dalam penelitian ini, dimana implementasi pembelajaran hanya sekedar memberikan tari bentuk atau hanya pada wilayah teksnya saja, dan belum merambah ke aspek konteksnya, mengenai makna simbolik dan nilai kearifan lokal yang terkandung dalam tari etnis yang dipelajari, sehingga pengekspresian dan pengkomunikasian tari tidak maksimal. hal tersebut disebabkan oleh penari yang tidak memahami apa yang ingin mereka sampaikan kepada apresiator. Hal inilah yang memotivasi peneliti untuk mengimplementasikan pembelajaran tari yang dibarengi dengan pendekatan etnokoreologi inilah yang diharapkan tepat untuk memperbaiki sistem pembelajaran, sehingga peserta didik dapat memahami sebuah tari etnis secara kompleks dan mendalam berdasarkan teks dan konteks tari. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dibutuhkan pembelajaran yang cocok, demi meningkatkan kualitas sistem pembelajaran pendidikan seni, khususnya pendidikan seni tari.


(25)

Di dalam menentukan desain pembelajaran yang bagaimana yang harus diimplementasikan, maka harus dianalisis dari komponen pembelajarannya, seperti yang sudah dijelaskan pada bab II oleh Sanjaya (2008, hlm. 9), yakni:

1. Siswa

Proses pembelajaran pada hakikatnya diarahkan untuk membelajarkan siswa atau peserta didik agar dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dengan demikian, dalam perencanaaan, desain pembelajaran, proses, serta pengembangannya, siswa harus dijadikan pusat dari segala kegiatan tersebut. Pada penelitian ini mahasiswa yang menjadi salah satu bagian dari komponen pembelajaran.

Pada penelitian ini, siswa atau peserta didik yang dilibatkan adalah mahasiswa Pendidikan Sendratasik (Seni Drama, Tari, dan Musik), FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan), UNLAM (Universitas Lambung Mangkurat) Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Mereka merupakan calon guru pendidikan seni yang akan mendidik para pesrta didiknya kelak dengan berazazkan belajar seni, belajar melalui seni, dan belajar dengan seni. Demi pembentukan karakter peserta yang terdidik kognitif serta kepribadiannya.

2. Tujuan

Berbicara masalah tujuan berarti berbicara persoalan visi dan misi suatu lembaga pendidikan. Visi dan misi tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut.

a. Melatih siswa agar memiliki kemampuan tinggi dalam bidang tertentu. Dalam hal ini mahasiswa akan dilatih kemampuan mereka melalui kegiatan eksplorasi, kreasi dan ekspresi dalam ruang lingkup pendidikan seni;

b. Mengajarkan keterampilan dasar bagi siswa. Keterampilan dasar dengan diberikan materi gerak khas Tari Topeng Banjar dengan pemahaman teks dan konteks, sebagai pengenalan dan bekal untuk bahan eksplorasi, serta kreativitas mereka;

c. Memberikan jaminan agar lulusan menjadi tenaga kerja yang efektif dalam bidang tertentu, memiliki kreativitas yang tinggi.


(26)

Dari pembelajaran ini diharapkan out put dapat melakukan dan mentransferkan etnokoreologi sebagai ilmu analisis mendalam sekaligus kesadaran sikap kreatif dengan pegangan tari etnis, yang merupakan refleksi karakteristik masyarakat pendukungnya. Pada penelitian ini tari etnis yang dijadikan materi ajar adalah tari Topeng Banjar Kalimantan Selatan. Diharapkan out put dapat mendedikasikan dirinya untuk menjadi pendidik seni yang memahami akan seni budayanya, agar peserta didiknya kelak mendapatkan ilmu yang benar.

3. Kondisi

Kondisi merupakan berbagai pengalaman belajar yang dirancang agar siswa dapat mencapai tujuan khusus. Merencanakan pembelajaran salah satunya adalah menyediakan kesempatan pada siswa untuk belajar sesuai gaya belajarnya sendiri. Demikian juga dalam hal desain pembelajaran, desainer perlu menciptakan kondisi agar siswa dapat belajar dengan penuh motivasi dan penuh gairah.

Pada pembelajaran yang akan diterapkan pada penelitian ini diupayakan terciptanya pembelajaran yang aktif dan menyenangkan, dari apresiasi video di kelas sampai apresiasi langsung tari Topeng yang ada pada upacara ritual Manuping di Desa Banyiur Luar. Selain itu, mahasiswa diperkenalkan gerak-gerak khas tari Topeng Banjar dengan pendekatan etnokoreologi, sehingga mereka mendapat pengalaman mengenal tari secara tekstual dan kontekstual, serta mengetahui bagaimana gerakan tari Topeng Banjar yang bergenre klasik ini dengan benar berdasarkan makna simbolik dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sesuai budaya urang Banjar.

Setelah mereka memahami, mereka pun akan termotivasi untuk bereksplorasi, berkreasi sesuai kreativitas mereka, dan berekpresi dengan percaya diri dengan masih berpegang pada nilai-nilai budaya Banjar.

4. Sumber-sumber belajar

Sumber belajar berkaitan dengan segala sesuatu yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengalaman belajar. Di dalamnya meliputi lingkungan fisik seperti tempat belajar, bahan dan alat yang digunakan.


(27)

Selain itu ada juga personal seperti guru, petugas perpustakaan, dan siapa saja yang berpengaruh, baik langsung maupun tidak langsung untuk keberhasilan dalam pengalaman belajar.

Media merupakan salah satu sumber belajar untuk wahana penyalur informasi belajar dan penyalur pesan (Djamarah & Zain, 2010, hlm. 120). Bila media adalah sumber belajar, maka secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda, ataupun peristiwa yang memungkinkan anak didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan.Gagne (dalam Daryanto, 2011,

hlm. 5) menambahkan bahwa media diklasifikasikan menjadi tujuh kelompok, yaitu benda untuk didemonstrasikan, komunikasi lisan, media cetak, gambar bergerak, film bersuara, dan mesin belajar. Menentukan media yang tepat untuk siswa sangat penting bagi guru sesuai materi ajar agar dapat tersampaikan dengan efektif dan efisien. Sumber belajar yang digunakan pada penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai informan dan

speaker, topeng sebagai properti praktikum, dan media yang digunakan

adalah media audio visual berupa video tari Topeng Banjar Kalimantan Selatan yang diselenggarakan pada tahun 2012, serta upacara ritual

Manuping secara langsung yang diselenggarakan pada tahun 16 November

2014.

5. Hasil belajar

Pencapaian dalam memperoleh kemampuan sesuai dengan tujuan khusus yang direncanakan itulah yang disebut hasil belajar. Dengan demikian, tugas utama seorang guru dalam kegiatan pembelajaran adalah merancang instrumen yang dapat mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran. Mengetahui keberhasilan siswa dalam belajar adalah dengan evaluasi.

Hasil pembelajaran pada penelitian ini akan dilihat dari kegiatan pengekspresian dari hasil kreasi para mahasiswa atau penilaian berbasis produk, karena ini merupakan pembelajaran praktik, baik yang di kelas secara berkelompok, maupun saat beberapa mahasiswa berpartisipasi untuk menari pada kegiatan upacara ritual Manuping di Desa Banyiur Luar, Banjarmasin.


(28)

Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat ditentukan desain pembelajaran yang seperti apa yang tepat untuk diimplementasikan dalam pembelajaran untuk mahasiswa di Perguruan Tinggi Pendidikan Seni. Pengembangan Model Pembelajaran Gerlach dan Ely diharapkan tepat untuk digunakan, karena Rusman (2012, hlm. 156-162) mengatakan kalau model ini cocok digunakan untuk segala kalangan, termasuk pendidikan tingkat tinggi atau perguruan tinggi. Komponen model tersebut adalah sebagai berikut.

1. Merumuskan Tujuan Pembelajaran (Specification of Objectives) Tujuan pembelajaran merupakan suatu target yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran. Tujuan pembelajaran merumuskan kemampuan yang harus dicapai peserta didik pada tingkat belajar tertentu, sehingga setelah proses pembelajaran dilewati oleh peserta didik, mereka dapat memiliki kemampuan yang telah ditentukan sebelumnya. Tujuan ini nantinya akan dirumuskan menjadi standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator.

Pada pembelajaran Etnokoreologi melalui tari Topeng Banjar Kalimantan Selatan ini, memiliki tujuan:

a. Yang pertama bagaimana peserta didik (dalam hal ini mahasiswa) mampu memahami tari Topeng Banjar secara teks dan konteks. Peserta didik tidak hanya diharapkan dapat memahami hal yang tertangkap oleh indra saja, namun juga mereka dapat memahami makna dan nilai yang terkandung dalam tarian tersebut, sehingga pemahaman secara kompleks dan mendalam dapat terealisasi.

b. Kemudian karena sasaran pembelajaran calon pendidik dari bidang pendidikan seni, maka diharapkan mereka mampu mentransfer pengetahuan mengenai sebuah tari dengan pembelajaran Etnokoreologi pula kepada anak didiknya kelak. Hal ini dianggap penting, agar tidak terjadi salah tafsir akan sebuah tari, karena tidak mengetahui teks dan konteks sebuah karya tari sebagai alat komunikasi universal.


(29)

c. Dan yang terakhir agar mampu mengkomunikasikan pesan simbolik yang ingin disampaikan melalui sebuah tari kepada apresiator dengan baik dan benar. Mengingat tari merupakan sarana komunikasi universal, sehingga penyampaiannya harus tepat dan apresiator dapat memahami apa yang ingin

disampaikan, atau peneliti menyebutnya dengan “Menari dengan Hati”.

2. Menentukan Isi Materi (Specifikation of Content)

Bahan/materi pada dasarnya adalah „isi/konten” dari kurikulum,

yakni berupa pengalaman belajar dalam bentuk topik/subtopik dan rincian. Pada sumber lain juga menyebutnya dengan bahan pelajaran, yaitu substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar atau pembelajaran (Djamarah & Zain, 2010, hlm. 43). Arikunto (1990) dalam Djamarah & Zain (2010, hlm. 43) menambahkan bahwa bahan pelajaran merupakan unsur inti yang ada di dalam kegiatan belajar mengajar atau pembelajaran, karena memang bahan pelajaran itulah yang diupayakan untuk dikuasai oleh anak didik.

Seorang pendidik tidak bisa memberikan materi/bahan dengan sembarang, semua harus sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Seperti yang dinyatakan Maslow dalam Sadirman (1988) dalam Djamarah & Zain (2010, hlm. 44) bahwa minat seseorang akan muncul bila sesuatu itu terkait dengan kebutuhannya. Dalam kegiatan pembelajaran ini dikondisikan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa Pendidikan Sendratasik sebagai calon pendidik bidang pendidikan seni yang memiliki tugas bukan hanya mendidik seni, namun yang terpenting adalah dapat membentuk karakter peserta didiknya agar memiliki pribadi keIndonesiaan yang berbudi luhur.

Pembelajaran Etnokoreologi yang diimplementasikan ke dalam pembelajaran tari Topeng Banjar dengan pendekatan dianggap cocok untuk dijadikan materi ajar, karena mencakup wilayah yang kompleks, dari segi tekstual dan kontekstual sebuah tarian etnis.


(30)

3. Penilaian Kemampuan Awal Siswa (Assessment of Entering

Behaviors)

Penilaian kemampuan awal siswa atau yang sering disebut dengan

pretest merupakan tahap awal mengetahui kemampuan atau pengetahuan

siswa berkaitan dengan materi yang akan disampaikan. Pretest dilakukan dengan menggunakan angket dengan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi ajar, yakni pengetahuan mereka mengenai Etnokoreologi dan tari Topeng Banjar. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat mengambil keputusan strategi apa yang harus dilakukan dalam proses pembelajaran berikutnya.

4. Menentukan Strategi (Determination of Strategy)

Strategi dalam pembelajaaran menurut Slameto (1991) dalam Riyanto (2010, hlm 131-132) adalah suatu rencana tentang pendayagunaan dan penggunaan potensi dan sarana yang ada untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengajaran. Strategi pembelajaran mencakup jawaban atas pertanyaan:

a. Siapa yang melakukan apa dan menggunakan alat apa dalam proses pembelajaran. Kegiatan ini menyangkut peranan sumber, penggunaan bahan, dan alat-alat bantu pembelajaran.

b. Bagaimana melaksanakan tugas pembelajaran yang telah didefinisikan (hasil analisis), sehingga tugas tersebut dapat memberikan hasil yang optimal. Kegiatan ini menyangkut metode dan teknik pembelajaran.

c. Kapan dan dimana kegiatan pembelajaran dilaksanakan serta berapa lama kegiatan tersebut dilaksanakan. Pembelajaran dilaksanakan dalam empat kali pertemuan

Menurut Djamarah & Zain (2010, hlm 5-6) secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar mengajar atau pembelajaran, strategi dapat diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan belajar mengajar atau pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.


(31)

5. Pengelompokan Belajar (Organization of Groups)

Setelah menentukan strategi, pengajar harus mulai merencanakan bagaimana kelompok belajar akan diatur. Hal tersebut dilakukan agar proses pembelajaran lebih efisien dan efektif. Selain itu kegiatan belajar mandiri untuk mengasah kreativitas peserta didik akan tercapai dengan baik. Ada beberapa pengelompokan peserta didik, namun pada penelitian ini digunakan pengelompokan berdasarkan jumlah siswa (grouping by

size), yaitu kelompok kecil dengan jumlah mahasiswa, tujuh hingga

delapan orang dalam satu kelompok.

Pengelompokan belajar dibagi setelah mereka mendapat materi gerakan khas tari Topeng Banjar. Di kelompok tersebut, mahasiswa diajak untuk bekerjasama dalam bereksplorasi dan berkreasi dengan batasan-batasan atau aturan yang berlaku pada gerak khas tari Topeng Banjar yang bergenre klasik. Batasan atau aturan tersebut berkenaan dengan makna dan nilai yang terkandung dalam gerak tari etnis tersebut sebagai refleksi pola pikir dan cara pandang urang Banjar dalam menyikapi kehidupan.

Pengelompokan dibagi menjadi 2 bagian, yang pertama pengelompokan secara universal mahasiswa Prodi Pendidikan Sendratasik, yang notabenenya memiliki berbagai minat, potensi dan skill seni drama, tari maupun musik. Hal tersebut dikarenakan Prodi Pendidikan Sendratasik tidak ada penjurusan atau spesifikasi cabang seni pertunjukan yang harus diambil oleh mahasiswa. Kelompok ini adalah kelompok yang berekspresi menampilkan hasil kreativitas mereka di kelas.

Adapun kelompok yang kedua itu diajak para mahasiswa yang berminat atau berpotensi dalam cabang seni tari untuk berpartisipasi langsung menari Topeng Banjar di upacara ritual Manuping Desa banyiur Luar yang diselenggarakan pada 16 November 2014.

6. Pembagian Waktu (Allocation of Time)

Pengalokasian waktu juga sangat penting dalam menentukan efisiensi proses pembelajaran. Pada penelitian ini waktu pembelajaran dibagi menjadi empat kali pertemuan dengan masing-masing berdurasi 2x45 menit pada setiap pertemuan kelas di pertemuan pertama dan kedua ,


(32)

dengan melakukan pretest dengan mengisi angket, berapresiasi melalui media audio-visual video tari Topeng Banjar, dan pengenalan gerak khas tari Topeng Banjar berdasarkan kategori gerak pada pertemuan pertama, sedangkan pada pertemuan kedua, mahasiswa dibagi kelompok untuk bereksplorasi dan berkreasi sesuai karakter topeng yang mereka pilih.

Di pertemuan ketiga pembelajaran dilaksanakan di lokasi diselenggarakannya pergelaran tari Topeng atau upacara Manuping yang dimulai dari pukul 20.00 WITA sampai pukul 22.00 WITA, atau setelah acara pergelaran selesai.

Pada pertemuan keempat atau pertemuan terakhir juga dialokasikan dengan durasi 2x45 menit, pengajar dan mahasiswa melakukan evaluasi dengan berdiskusi dan mahasiswa melakukan postest dengan angket yang telah disediakan untuk mengetahui progress mahasiswa setelah melalui proses pembelajaran.

7. Menentukan Ruangan (Alocation of Space)

Seperti yang sudah dijelaskan dalam pembagian waktu di atas, erat kaitannya dengan penentuan ruangan, dimana ruangan atau tempat untuk melaksanakan pembelajaran ini sangat berpengaruh dalam menciptakan kondisi dan suasana pembelajaran. Ruangan atau tempat yang nyaman dan tepat akan memberikan motivasi dan stimulus tersendiri demi terciptanya interaksi yang efektif. Pada penelitian kali ini, peneliti memilih tiga tempat yang dianggap cocok dengan kebutuhan peserta didik, yakni:

a. Pada pertemuan pertama dan pertemuan keempat bertempat di ruang praktik tari atau yang sering disebut dengan ruang kaca Sendratasik yang berlokasi di kampus Pendidikan Sendratasik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Pada pertemuan pertemuan pertama dilaksanakan pretest, apresiasi tari Topeng Banjar Kalimantan Selatan yang diselenggarakan pada tahun 2012 dengan media audio-visual atau video sebagai pengenalan awal, dan pengenalan gerak khas tari Topeng Banjar. Tempat ini dipilih, karena dianggap efisien, dimana ruangan tersedia


(33)

proyektor, white board sebagai layarnya, dan speaker sebagai sarana apresiasi audio-visual. Selain itu, ruangan juga sudah dilengkapi dengan kaca cermin, karena memang untuk kebutuhan praktik. Jadi ruangan ini dianggap cocok untuk pertemuan pertama.

Pada pertemuan keempat, tempat ini dijadikan tempat evaluasi untuk berdiskusi dan mahasiswa melakukan posttest. Hal ini bertujuan untuk mengetahui progress setelah melalui proses pembelajaran Etnokoreologi melalui tari Topeng Banjar Kalimantan Selatan.

b. Pada pertemuan kedua, dipilih panggung terbuka II Taman Budaya Kalimantan Selatan yang lokasinya berseberangan dengan kampus. Tempat ini dipilih, untuk menciptakan suasana yang lebih longgar dan santai, karena tempat out door seperti pendopo. Taman budaya merupakan salah satu tempat yang disediakan pemerintah daerah Kalimantan Selatan untuk siapa saja yang ingin melakukan kegiatan positif di bidang seni budaya. Secara langsung maupun tidak mereka berinteraksi dengan sekitarnya, dan menjadikan suasana belajar lebih menyenangkan. c. Yang ketiga adalah lokasi dimana diselenggarakannya pergelatan

tari Topeng Banjar atau upacara Manuping di Desa Banyiur Luar, Banjarmasin. Di tempat ini dua kegiatan dilaksanakan, yakni apresiasi secara langsung ke lapangan dan berpartisipasi langsung untuk menari topeng. Hal ini bertujuan agar peserta didik merasakan langsung atmosfer yang ada di sana, sehingga mereka dapat mengaplikasikan materi yang telah mereka peroleh dengan baik dan benar. Di sana mereka akan merasakan bagaimana menari di suasana yang sakral dengan tata cara, adap, serta aturan yang berlaku di masyarakat pendukungnya.

8. Memilih Media (Allocation of Resources)

Media merupakan alat bantu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Media dipilih harus sesuai dengan kebutuhan peserta didik, sebagai


(34)

stimulasi dan pendukung dalam proses pembelajaran. Gerlach dan Edy (dalam Rusman, 2012, hlm 161), membagi media sebagai sumber belajar ini ke dalam lima kategori, yaitu: (a) Manusia dan benda nyata;(b) Media visual proyeksi; (c) Media audio; (d) Media cetak;(e) Media display.

Pada implemantasi pembelajaran Etnokoreologi melalui tari Topeng Banjar Kalimantan Selatan ini menggunakan beberapa media, yaitu manusia dalam hal ini peneliti yang terjun langsung dalam proses pembelajaran; media visual proyeksi, namun juga ada audionya karena berbentuk video; dan juga media display, dimana sebagian peserta didik berapresiasi dan sebagian lagi berpartisipasi untuk menari langsung di upacara Manuping. Pembagian ini berdasarkan minat dari peserta didik itu sendiri, ada yang berminat untuk menari langsung karena dia merasa berpotensi di bidang tari, sedangkan yang tidak merasa berpotensi di bidang lain berapresiasi. Hal ini disebabkan mengingat program studi Pendidikan Sendratasik tidak terkonsentrasi bidang seni tertentu, sehingga mereka terdiri dari berbagai minat dan potensi seni. Namun yang perlu digarisbawahi adalah tidak ada paksaan dalam implementasi pembelajaran ini, dan mereka sama-sama mendapat pengalaman merasakan langsung atmosfer pergelaran tari Topeng Banjar atau upacara Manuping tersebut. 9. Evaluasi Hasil Belajar (Evaluation of Performance)

Hakikat belajar adalah perubahan tingkah laku pada akhir kegiatan pembelajaran. Perubahan tersebut dapat dilihat setelah peserta didik melalui proses pembelajaran. Ada dua evaluasi pada pembelajaran ini untuk mengetahui progress peserta didik, yakni pertama, pada saat mahasiswa berekspresi menampilkan hasil kreativitas mereka perkelompok di kelas. Kemudian pada saat mereka berapresiasi dan berpartisipasi langsung untuk menari dalam upacara Manuping. Ketiga, pada saat diskusi dan hasil posttest pada pertemuan keempat atau terakhir. 10. Menganalisis Umpan Balik (Analysis of Feedback)

Umpan balik merupakan tahap terakhir dari pengembangan sistem instruksional ini. Data umpan balik yang diperoleh dari tes, evaluasi, observasi maupun tanggapan-tanggapan tentang usaha-usaha instruksional


(35)

ini menentukan apakah sistem, metode, maupun media yang dipakai dalam kegiatan pembelajaran sudah sesuai untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai atau masih perlu disempurnakan. (Rusman, 2012, hlm. 162)

Pada penelitian ini, umpan balik juga dilihat dari evaluasi hasil belajar, diskusi kelas dan posttest berbentuk angket yang disebar pada mahasiswa.

Berikut ini syntax desain pembelajaran Etnokoreologi melalui Tari Topeng Banjar Kalimantan Selatan berlandaskan Model Pembelajaran Gerlach dan Ely secara umum.

Bagan 5.2

Sintax desain pembelajaran secara umum (Sumber: Kreasi Peneliti, 2015)

PERTEMUAN I PERTEMUAN II PERTEMUAN III PERTEMUAN IV

SYNTAX DESAIN PEMBELAJARAN ETNOKOREOLOGI MELALUI TARI TOPENG BANJAR KALIMANTAN SELATAN

Apresiasi audio visual (video Tari

Topeng Banjar)

Pengenalan gerak khas dengan pendekatan etnokoreologi (teks dan

konteks) Tari Topeng Banjar

Eksplorasi berdasarkan gerak khas Tari

Topeng Banjar Kreasi Tari Topeng Banjar Evaluasi Ekspresi Tari Topeng Banjar perkelompok di kelas Evaluasi Ekpresi Tari Topeng Banjar di upacara Manuping Apresiasi lapangan Tari Topeng Banjar Umpan Balik

Menari dengan Hati

pretest Posttest dan diskusi setelah melalui pembelajaran ini


(36)

Pada pembelajaran Etnokoreologi melalui tari Topeng Banjar dengan pendekatan ini terdiri dari empat kali pertemuan sesuai dengan sistem model pembelajaran dan komponen pembelajaran yang sudah dipaparkan dan dijelaskan di atas. Terlihat pada bagan, terdapat dua kegiatan yang dilaksanakan dua kali, yakni Apresiasi dan Evaluasi. Pada pertemuan pertama kegiatan apresiasi, dilaksanakan di kelas dengan menggunakan media audio visual atau dalam model pembelajaran Gerlach dan Ely disebutkan media audio, serta media visual proyeksi dengan menggunakan video tari Topeng Banjar Kalimantan Selatan pada upacara Manuping yang diselenggarakan pada tahun 2012, sebagai pengenalan awal. Kemudian pada apresiasi kedua yang dilaksanakan pada pertemuan ketiga adalah apresiasi langsung atau model pembelajaran Gerlach dan Ely yang disebutkan dengan media display, dimana peserta didik mengapresiasi secara langsung tari Topeng Banjar, agar mahasiswa dapat mengetahui dan merasakan realita atmosfer kegiatan tersebut.

Adapun evaluasi juga merupakan dapat dilihat oleh peneliti sebagai umpan balik, dan evaluasi dilaksanakan juga dua kali, yakni pada pertemuan kedua yang dilaksanakan di kelas secara berkelompok, serta pada pertemuan ketiga, beberapa mahasiswa yang berminat di bidang tari, diajak untuk menari pada upacara

Manuping di Desa Banyiur Luar, Banjarmasin, agar mereka dapat

mengaplikasikan pembelajaran yang telah mereka dapatkan di kelas dengan suasana dan kondisi nyata, sehingga mereka dapat merasakan atmosfer kegiatan tersebut secara nyata pula. Di dalam setiap pertemuan pun terdapat syntax yang memaparkan spesifikasi desain kegiatan yang akan dilaksanakan dalam proses implementasi pembelajaran nantinya, seperti berikut.


(37)

Bagan 5.3

Syntax desain pembelajaran pertemuan pertama (Sumber: Kreasi Peneliti, 2015)

Bagan 5.4

Syntax desain pembelajaran pertemuan kedua (Sumber: Kreasi Peneliti, 2015)

Bagan 5.5

Syntax desain pembelajaran pertemuan ketiga (Sumber: Kreasi Peneliti, 2015)

PERTEMUAN PERTAMA

Pretest

kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui pengetahuan kognitif peserta didik berkaitan dengan materi yang akan disampaikan,

sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan Apresiasi Audio Visual

kegiatan ini bertujuan untuk pengenalan awal kepada peserta didik mengenai Tari Topeng Banjar yang terdapat di Desa Banyiur

Luar,Banjarmasin melalui dokumentasi video pada upacara

Manuping tahun 2012 Mengenal Gerak Khas

kegiatan ini diperkenalkan gerak-gerak khas Tari Topeng Banjar berdasarkan kategorisasi gerak, makna dan nilai gerak tersebut

Eksplorasi

peserta didik diajak untuk mengeksplor potensi yang mereka miliki dalam bentuk koreografi secara berkelompok

berlandaskan gerak khas yang sudah diperkenalkan

PERTEMUAN KEDUA

Kreasi

kegiatan ini merupakan tahap lanjutan dari tahap eksplorasi gerak, peserta didik bekerja sama perkelompok lagi untuk membuat komposisi tari sesuai karakter topeng yang mereka inginkan dan sudah mencoba berlatih dengan

menggunakan properti topeng Ekspresi di Kelas

setelah hasil komposisi tari yang mereka buat selesai, mereka menampilkannya di kelas secara perkelompok. kegiatan ini juga bagian dari

umpan balik.

PERTEMUAN KETIGA

Apresiasi Lapangan

pada tahap ini peserta didik diajak untuk berapresiasi langsung pada upacara

Manuping di Desa Banyiur Luar, Banjarmasin, agar mereka memiliki pengalaman empirik dan pengalaman estetik tentang Tari Topeng Banjar

Ekspresi di Lapangan

beberapa mahasiswa yang berminat di bidang tari diajak untuk menampilkan hasil kreasi mereka di upacara Manuping tersebut, agar mereka dapat merasakan langsung atmosfer menari di dalam upacara ritual. kegiatan ini juga salah satu


(38)

Bagan 5.6

Syntax desain pembelajaran pertemuan keempat (Sumber: Kreasi Peneliti, 2015)

Desain pembelajaran ini merupakan perencanaan yang disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa Pendidikan Sendaratasik FKIP UNLAM Banjarmasin, untuk upaya membuka wawasan mereka dalam pemahaman mengenai tari etnis dengan pembelajaran Etnokoreologi melalui materi tari Topeng Banjar Kalimantan Selatan. Dalam proses pembelajaran ini, Etnokoreologi memang masih asing di telinga mereka. Namun diharapkan mahasiswa dapat lebih mendominasi dengan aktif dan kondusif, sedangkan peneliti yang terjun langsung sebagai informan dan fasilitator.

Demikian desain pembelajaran guna sebagai perencanaan yang akan ditempuh sebelum melaksanakan implementasi. Adapun implementasi Model

Gerlach dan Ely ke dalam penyusunan desain Pembelajaran Tari Topeng Banjar

Kalimantan Selatan dengan pendekatan Etnokoreologi di Perguruan Tinggi Pendidikan Seni, keterangan mengenai Satuan Acara Perkuliahan (SAP), lembar

pretest dan posttest terdapat pada lampiran.

2. Proses Pembelajaran Etnokoreologi melalui Tari Topeng Banjar di Perguruan Tinggi Pendidikan Seni (Pendidikan Sendratasik)

Pembelajaran Etnokoreologi melalui tari Topeng Banjar Kalimantan Selatan ini dilaksanakan dalam empat kali pertemuan, dimana terdapat beberapa kegiatan. Kegiatan-kegiatan tersebut sudah dijelaskan pada desain pembelajaran di atas, dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan merupakan tahapan yang berkaitan dan berkesinambungan satu sama lain, sehingga kegiatan ini harus dilaksanakan sesuai tahapannya. Setiap kegiatan memiliki tujuan dan perannya masing-masing

PERTEMUAN KEEMPAT

Posttest

postest berupa angket ini disebarkan kepada peserta didik, untuk mengetahui pemahaman mereka mengenai materi yang diberikan, setelah melalui proses

pembelajaran Etnokoreologi melalui Tari Topeng Banjar. postest ini juga sebagai umpan balik terhadap implementasi pembelajaran yang telah

dilaksanakan Diskusi

kegiatan ini dilakukan sebagai umpan balik terhadap implementasi pembelajaran yang telah dilaksanakan dan melihat respon , serta tanggapan

peserta didik mengenai pembelajaran Etnokoreologi melalui Tari Topeng Banjar yang telah mereka lewati


(39)

dalam upaya pentransferan ilmu kepada peserta didik, yang diharapkan dapat membantu pemahaman kompleks dan mendalam dari segi teks dan konteks dari tari Topeng Banjar Kalimantan Selatan.

Proses implementasi pembelajaran Etnokoreologi melalui tari Topeng Banjar Kalimantan Selatan ini merupakan aplikasi dari desain pembelajaran yang telah dirancang demi tercapainya tujuan pembelajaran. Melalui pembelajaran ini banyak manfaat bagi peserta didik, mulai dari peserta didik yang berapresiasi, dimana mereka mendapatkan informasi baru mengenai tari Topeng Banjar yang dimiliki etnis Banjar Kalimantan Selatan. Kemudian mendapatkan ilmu baru mengenai Etnokoreologi sebagai konsep multidisiplin untuk memahami secara kompleks dan mendalam berdasarkan teks dan konteks sebuah tari etnis. Selain itu pembelajaran dengan pendekatan etnokoreologi ini juga merupakan salah satu penanaman kesadaran berbangsa yang berbudi luhur dari kebudayaan yang kita miliki, bukan hanya skill dan pengetahuan kognitif saja. Di sini mereka juga termotivasi untuk berpikir kreatif namun tak lepas dari esensinya.

Peneliti merupakan alumni kampus tersebut, sehingga sedikit banyaknya peneliti mengetahui mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan Prodi Pendidikan Sendratasik FKIP UNLAM Banjarmasin. Namun untuk mengetahui kondisi terbaru, peneliti melakukan observasi guna mengidentifikasi yang berkenaan dengan prodi tersebut. Peneliti menemui dosen pengampu mata kuliah tari yang merupakan dosen tetap satu-satunya untuk mata kuliah tari, dari pertama kali berdiri Prodi Pendidikan Sendratasik, yakni pada 2008 hingga sekarang. Walaupun ada dosen-dosen honorer lain juga yang membantu, tetapi hanya kepada dosen tersebut dapat meminta izin untuk melakukan penelitian di sana. Selain dosen tersebut, juga dibutuhkan izin dari kaprodi Pendidikan Sendratasik, sekretaris prodi, serta pihak Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Univesitas Lambung Mangkurat (UNLAM) Banjarmasin.

Pada hasil observasi, memang belum ada perubahan yang signifikan dalam pembelajaran seni tari, terutama tari etnis yang merupakan refleksi jati diri masyarakat Banjar. Pembelajaran masih dalam wilayah teks, belum merambah ke pemahaman konteksnya yang juga sama pentingnya dengan teksnya. Pemberian materi masih pada pemberian gerakan dengan iringan musik, belum masuk pada


(40)

esensi, makna dan nilai yang terkandung dalam tari tersebut. Selain itu, juga dilakukan wawancara kepada dosen dan mahasiswa.

Setelah izin didapatkan dan observasi untuk mengetahui kondisi ter-up

date, peneliti mempersiapkan ruangan dan media pembelajaran yang diperlukan.

Ruangan yang dipilih adalah Ruang Kaca Sendratasik di lantai 2, dan menyiapkan laptop, serta proyektor untuk kegiatan pembelajaran pertemuan pertama yang dilaksanakan pada hari Selasa, 11 November 2014. Pada pertemuan pertama ini ada tiga tahapan kegiatan, yakni apresiasi, pengenalan gerak khas tari Topeng Banjar, dan eksplorasi dengan alokasi waktu 2x45 menit. Setiap tahapan memiliki peran dan fungsinya masing-masing.

a. Pertemuan Pertama

Pada pertemuan pertama ini terdapat tiga tahapan pembelajaran. Peran pengajar/dosen di sini adalah mengarahkan dan membimbing mahasiswa untuk memahami mengenai Etnokoreologi. Untuk lebih jelasnya lihat tabel di bawah ini.

Tabel 5.1

Langkah-langkah Pembelajaran berdasarkan Tahapan Kegiatan pada Pertemuan Pertama Tahapan

Kegiatan Peran Pengajar Respon Mahasiswa

Alokasi Waktu 1. Apresiasi a. Memaparkan tujuan dari

pembelajaran Tari Topeng Banjar dengan pendekatan etnokoreologi

b. Mengajak berdo‟a bersama sebelum memulai aktifitas pembelajaran

c. Menyebarkan angket kepada mahasiswa sebagai pretest

d. Mengkomunikasikan teks dan konteks tari Topeng Banjar melalui video

a. Menyimak dengan seksama untuk memahami tujuan pembelajaran yang disampaikan pengajar b. Berdo‟a dengan khusuk

demi kelancaran proses pembelajaran

c. Mengisi angket dengan tenang dengan

pengetahuan yang mereka miliki d. Mengapresiasi tari

Topeng Banjar melalui video dengan antusias sambil menyimak penjelasan dari pengajar

2 menit 30 detik 10 menit 20 menit 2. Pengenalan gerak khas tari Topeng

a. Mengajak mahasiswa untuk melakukan peregangan terlebih

a. Melakukan peregangan bersama dengan antusias


(41)

Banjar secara tekstual dan kontekstual

dahulu, sebelum memasuki materi gerak

b. Mendemonstrasikan gerak-gerak khas tari Topeng Banjar dari bentuk gerak dengan makna dan nilai yang terkandung

dalamnya. Gerak khas tari Topeng Banjar tersebut adalah: Kijik, Lagoreh, Tumpang Daun, Lu’lu (Gulak Gulu), Jumanang, Sembah,dan Sisilau c. Mengkomunikasikan gerak

berdasarkan kategorisasi gerak tari, seperti : 1) Gerak berpindah

tempat (locomotion movement) yang terdiri dari gerak Kijik dan Lagoreh

2) Gerak murni (pure movement), yakni gerak Tumpang Daun dan gerak Lu’lu (Gulak Gulu)

3) Gerak maknawi (gesture movement) yang terdiri dari gerak Jumanang, gerak Sembah, dan gerak Sisilau

b. Mencoba gerakan yang didemonstrasikan oleh pengajar dan menyimak penjelasan mengenai bentuk gerak dengan makna dan nilai yang terkandung dalam gerakan-gerakan tersebut

c. Menyimak dan mencoba gerak khas tari Topeng sesuai kategorisasi gerak tari yang dijelaskan pengajar.

25 menit

10 menit

3. Eksplorasi a. Mengelompokan mahasiswa menjadi 5 kelompok

b. Menugaskan mahasiswa untuk mengeksplorasi gerak berdasarkan gerak-gerak khas yang telah

diperkenalkan, mengawasi dan membimbing

mahasiswa selama proses eksplorasi

c. Mengajak mahasiswa berdiskusi berkenaan dengan proses

a. Mencari teman untuk membentuk 5 kelompok

b. Mengeksplor gerak khas yang telah

diperkenalkan pengajar, bersama teman

sekelompoknya dengan pengawasan dan

bimbingan oleh pengajar

c. Melakukan tanya jawab dan sharing mengenai proses pembelajaran pada hari pertama

30 detik

10 menit


(42)

pembelajaran yang telah dilaksanakan pada hari pertama

d. Mengakhiri pertemuan, memberitahukan pertemuan berikutnya dan mengajak

berdo‟a bersama dengan

mahasiswa

d. Menyepakati perjanjian pertemuan berikutnya

dan berdo‟a bersama

1 menit

1) Apresiasi di kelas

Pada tahap yang pertama, yakni apresiasi melalui video tari Topeng Banjar dalam upacara Manuping di Desa Banyiur Luar yang diselenggarakan pada tahun 2012. Namun sebelumnya dijelaskan terlebih dahulu tujuan dari pembelajaran Etnokoreologi melalui tari Topeng Banjar Kalimantan Selatan ini adalah agar mereka sebagai para calon pengajar pendidikan seni memiliki pemahaman bahwa menari tidak hanya bergerak dengan iringan musik saja, tetapi lebih dari itu. Sejauh ini pembelajaran tari etnis hanya sekedar memberikan tari bentuk, tanpa mengetahui makna dan nilai yang terkandung dalam tarian tersebut. Padahal pemahaman teks dan konteks harus seiring, sebab untuk mengkomunikasikan sebuah tari, seorang penari harus tahu benar apa yang ingin disampaikannya kepada apresiator. Hal ini berhubungan dengan wirasa yang tidak sedikit orang mengabaikainya, sehingga hanya

“bermain” di wilayah wiraga dan wirama yang mengakibatkan tidak sampainya pesan dari sebuah tari tersebut.

Setelah itu, mahasiswa diajak untuk mengisi angket sebagai pretest yang bertujuan untuk mengetahui pengetahuan mereka terkait pembelajaran konsep Etnokoreologi dan tari Topeng Banjar Kalimantan Selatan. Perlu diketahui, mahasiswa Prodi Pendidikan Sendratasik yang masuk hitungan adalah yang mengikuti proses pembelajaran dari hari pertama hingga keempat atau terakhir. Berdasarkan presensi kehadiran sampai pembagian kelompok, dari 56 mahasiswa, terdapat 32 mahasiswa yang mengikuti proses pembelajaran keseluruhan. Hal tersebut dikarenakan ada beberapa mahasiswa yang menyiapkan kegiatan penyambutan anggota baru UKMP (Unit Kegiatan Mahasiswa Prodi), ada yang bentrok dengan perkuliahan lain, dan ada juga yang izin karena urusan pribadi.


(43)

Pada pretest ini diberikan lima pertanyaan kepada mahasiswa. Pertanyaan

pertama adalah “Apakah anda pernah melihat/menonton pertunjukan tari

Topeng Banjar?”. Jawaban “YA” diperoleh sebanyak 7 dan jawaban

“TIDAK” sebanyak 25. Hal ini menunjukan masih kurangnya tingkat apresiatif para mahasiswa Pendididkan Sendratasik terhadap tari Topeng Banjar, yang merupakan tari etnis mereka sendiri.

Pertanyaan kedua adalah “Apakah anda mengetahui istilah Etnokoreologi?”. Jawaban “YA” diperoleh sebanyak 2 dan jawaban “TIDAK” diperoleh sebanyak 30. Hal tersebut menunjukan bahwa mahasiswa Pendidikan Sendratasik belum mengenal mengenai konsep ilmu tari Etnokoreologi.

Pertanyaan yang ketiga adalah “ Apakah anda mengetahui istilah wiraga, wirama, dan wirasa dalam pembawaan sebuah tarian?”. Jawaban “YA”

diperoleh sebanyak 27 dan jawaban ”TIDAK” diperoleh sebanyak 5. Pada jawaban tersebut, terlihat kalau mahasiswa mengetahui mengenai wiraga,

wirama dan wirasa yang dibutuhkan dalam membawakan tarian.

Pertanyaan keempat adalah “Apakah menurut anda penting wiraga, wirama, dan wirasa tersebut dalam pembawaan sebuah tarian?”. Jawaban

“YA” diperoleh sebanyak 27 dan jawaban “TIDAK” diperoleh sebanyak 5.

Jikalau mereka mengetahui apa itu wiraga, wirama, dan wirasa, sudah tentu mereka mengetahui akan pentingnya 3 hal tersebut. Namun sayangnya mereka belum mengetahui bagaimana pendekatan yang tepat untuk dapat mempelajari, dan pastinya bagaimana pendekatan untuk mengajarkan nantinya kepada peserta didik mereka untuk memahami tari secara tekstual dan kontekstual untuk mencapai wiraga, wirama, dan wirasa yang baik dan benar.

Adapun pertanyaan yang kelima adalah “Apakah anda ingin mengetahui

pembelajaran tari Topeng Banjar dengan pendekatan Etnokoreologi?”.

Jawaban “YA” diperoleh sebanyak 32 dan tidak ada yang menjawab jawaban “TIDAK”. Berdasarkan jawaban tersebut menunjukan kalau mereka memiliki keinginan untuk mendapat pengetahuan baru yang dapat membantu mereka untuk memahami tari etnis mereka sendiri yang masih banyak belum mereka


(44)

ketahui, seperti tari Topeng Banjar. Antusias mereka juga tercermin dari jawaban dan semangat mereka untuk menuntuk ilmu.

Berdasarkan hasil angket pretest, sudah tentu kegiatan apresiasi harus dilakukan untuk memperkenalkan sekaligus sebagai stimulasi mahasiswa untuk masuk dalam proses pembelajaran ini. Apresiasi dilakukan dalam dua waktu dan sesuai pemilihan media pada pengembangan model Gerlach dan

Ely, yaitu media visual proyeksi, namun juga ada audionya yang berbentuk

video tari Topeng Banjar dalam upacara Manuping di Desa Banyiur Luar pada tahun 2012; dan juga media display, dimana sebagian peserta didik berapresiasi dan sebagian lagi berpartisipasi untuk menari langsung di upacara Manuping Desa Banyiur Luar tanggal 16 November 2014.

Foto 5.1

Apresiasi video tari Topeng Banjar Desa Banyiur Luar pada tahun 2012 (Dok: Putri Yunita Permata Kumala Sari, 2014)

Pada apresiasi di kelas dengan menonton video tersebut, mahasiswa disajikan dua video sebagai contoh, yaitu tari Topeng 7 Bidadari yang ditarikan oleh dua orang, yang satu penari keturunan panupingan, dan satu lagi ditarikan oleh alumni mahasiswa Prodi Pendidikan Sendratasik. Selain itu juga ditampilkan video ketika penampilan tari Topeng Pantul dan Topeng Tambam hingga penampilan tari Topeng Sangkala. Kedua video ini dianggap peneliti sudah mewakili tarian-tarian Topeng yang terdapat di Desa Banyiur Luar, karena tari Topeng 7 Bidadari ini menampilkan perbedaan yang


(1)

182

d. Pembelajaran ini dapat juga diimplementasikan ke dalam pembelajaran pendidikan seni di ruang lingkup sekolah. Namun tentu saja berbeda dalam pemberian materinya. Untuk Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, penyajian materi lebih pada pengenalan gerakan-gerakan sesuai tokoh yang terdapat pada tari-tari Topeng Banjar, agar siswa SD dan SMP mengetahui perbedaan pembawaan karakter tokoh pada setiap tari Topeng Banjar. Adapun untuk Sekolah Menengah Atas dapat diimplementasikan seperti pada Perguruan Tinggi Pendidikan Seni, yakni pemahaman gerak khas dari segi teks dan konteks tari Topeng Banjar, tetapi mereka tidak diwajibkan untuk dapat mengimplementasikannya kembali, berbeda halnya dengan para mahasiswa calon pendidikan seni yang bukan hanya mampu mengekpresikannya, namun harus mampu memberikan pemahaman kembali pada peserta didik mereka kelak. e. Pada pembelajaran ini, realisasi pendekatan kontekstual (CTL)

adalah pada pemberian pemahaman mengenai nilai, makna simbolik berdasarkan filosofi urang Banjar, serta fungsi tari Topeng Banjar di Desa Banyiur Luar, Banjarmasin. Oleh karena itu selain pemberian teks gerak khas beserta konteksnya di kelas, mahasiswa juga diajak langsung ke Desa Banyiur Luar untuk terjun langsung berapresiasi dan berpartisipasi pada pergelaran tari Topeng Banjar yang merupakan bagian dari upacara ritual Manuping. Namun, apabila pada saat implementasi pembelajaran ini , kebetulan tidak ada diselenggarakannnya upacara tersebut, maka dapat diantisipasi dengan apresiasi melalui video dokumentasi upacara Manuping tersebut. Bukan hanya itu, konteks tari topeng ini dapat tetap tersampaikan, karena penyampaian gerak khas dengan nilai, makna simbolik dari filosofi, pola pikir, serta pandangan hidup masyarakat Banjar yang terefleksi dari gerak khas tari Topeng Banjar tersebut.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. C. dkk. (2009). ETNOPEDAGOGI: Landasan Praktek Pendidikan dan Pendidikan Guru. Bandung: PT. Kiblat Buku Utama.

________. (2002). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.

________. (2011). Pokoknya Action Research. Bandung: PT. Kiblat Buku Utama. Amka & Hartini, B. (1986). (Penyunting). Upacara Manuping Di Kelurahan

Basirih Banjarmasin. Banjarmasin: Perpustakaan Daerah Propinsi Kalimantan Selatan. Kanwil Depdikbud Propinsi Kalimantan Selatan Bidang Sejarah Dan Tradisional

Andin, Jimy. (2012). Nilai Kepemimpinan dalam Tari Kinyah Mandau pada Masyarakat Suku Dayak di Kalimantan Tengah. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Antonius, B. S. (Penyunting). (2014). Korelasi Kebudayaan & Pendidikan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Corson, R. (1975). Stage Make Up. [edisi kelima]. Englewood Cliffs, New Jersey: Prientice-Hall

Danandjaja, J. (1989). Folklor dan Pembangunan Kalimantan Tengah: Merekonstruksi Nilai Budaya Orang Dayak Ngaju dan Ot Danum melalui Cerita Rakyat Mereka. Dalam Pudentia MPSS (Editor), Metododologi Kajian Tradisi Lisan (hlm. 67-82). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.. Daryanto. (2011). Media Pembelajaran. Bandung: PT. Sarana Tutorial Nurani

Sejahtera.

Disporabudpar. (2009). Sekilas Tentang Seni Tradisi Kalimantan Selatan. Banjarmasin: Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata bekerja sama dengan UPTD Taman Budaya Prop. KalSel.

Djamarah, S. B. & Zain, A. (2010). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Frestisari, Imma. (2012). Peningkatan Apresiasi Siswaterhadap Nilai-nilaiSeni Budaya Lokal Melalui Pembelajaran Tari Nimang Padipada Siswa SMP Negeri 2 Pontianak.(Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.


(3)

184

Hoed, B. H. (2011). Semiotik & Dinamika Sosial Budaya. [Edisi kedua]. Depok: Komunitas Bambu.

Ideham, M. S. dkk. (2005). Urang Banjar Dan Kebudayaannya. Banjarmasin: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Propinsi Kalimantan Selatan dan Pustaka Banua.Maman, M. (2012). Topeng Banjar. Banjaramasin: UPT Taman Budaya KalSel, Disporabudpar Prop. KalSel bekerjasama dengan Pustaka Banua.

Kasmahidayat, Yuliawan. (2010). Agama dalam Transformasi Budaya Nusantara. Bandung: CV. Bintang WarliArtika Maman, M. (2012). Topeng Banjar. Banjarmasin: UPT Taman Budaya KalSel, Disporabudpar Prop. KalSel bekerjasama dengan Pustaka Banua.

Komalasari, Heni. (2014). Pengembangan Model Pembelajaran Tari untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa Tunanetra dan Tunarungu. (Desertasi). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Madya, S. (2011). Penelitian Tindakan Action Research Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta, cv.

Maman, M. (2011). Lamut. Banjarbaru: Skripta Cendikia.

________. (2012). Topeng Banjar. Banjaramasin: UPT Taman Budaya KalSel, Disporabudpar Prop. KalSel bekerjasama dengan Pustaka Banua.

________. (2012). Wayang Gung Kalimantan Selatan. Banjarmasin: UPT Taman Budaya KalSel, Disporabudpar Prop. KalSel bekerjasama dengan Pustaka Banua.

Masunah, J. &Narawati, T. (2012). Seni dan Pendidikan Seni. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Seni Tradisional (P4ST) UPI. Milyartini, R. (2010). Mentransformasikan Nilai-Nilai Kemanusiaan Melalui

Pendidikan Seni. Dalam Narawati dan Masunah (Editor), QUO VADIS SENI TRADISIONAL V: Meningkatkan Pemahaman Silang Budaya Melalui Pendidikan Seni (hlm. 73-90). Bandung: Prodi Pendidikan Seni SPs UPI.

Moleong, L. J. (2002). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Narawati, T. (2003). Wajah Tari Sunda dari Masa ke Masa. Bandung: P4ST UPI (Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Seni Tradisional Universitas Indonesia).


(4)

_______. (2009). Etnokoreologi sebagai Disiplin Kajian Tari. Dalam Pidato Pengukuhan Prof. Dr. TatiNarawati, M. Hum sebagai Guru Besar dalam bidang Pendidikan Seni pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: UPI.

_______. (2007). Etnokoreologi dalam Kasus Tari Sunda. Dalam R. M. Pramutomo (Editor), Etnokoreologi Nusantara: batasan kajian, sistematika, dan aplikasi keilmuannya (hlm. 76-85). Surakarta: ISI Press.

Nugraheni, T. (2010). Mengusung Seni Tradisi ke Sekolah. Dalam Narawati dan Masunah (Editor), QUO VADIS SENI TRADISIONAL V: Meningkatkan Pemahaman Silang Budaya Melalui Pendidikan Seni (hlm. 223-231). Bandung: Prodi Pendidikan Seni SPs UPI.

Pribadi, Benny. A. (2009). Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: PT. Dian Rakyat.

Riyanto, Y. (2010). Paradigma Baru Pembelajaran. (edisi kedua). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Rohidi, T. R. (2012). Metodologi Penelitian Seni. Semarang: Cipta Prima Nusantara Semarang.

Ruhimat, T. dkk. (2011). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Rusman. (2012). Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. (edisi kedua). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Sanjaya, W. (2008). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Sedyawati, E. dkk. (1986). Pengetahuan Elementer Tari dan Beberapa Masalah Tari. Jakarta: Direktorat Kesenian Proyek Pengembangan Kesenian Jakarta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sedyawati, E. (2007). Etno-koreologi Nusantara: Perspektif, Paradigma, dan Metodologi. Dalam R. M. Pramutomo (Editor), Etnokoreologi Nusantara: batasan kajian, sistematika, dan aplikasi keilmuannya (hlm. 70-75). Surakarta: ISI Press.

Soedarsono, R. M. (2007). Penegakan Etnokoreologi sebagai Sebuah Disiplin. Dalam R. M.Pramutomo (Editor), Etnokoreologi Nusantara: batasan kajian, sistematika, dan aplikasi keilmuannya (hlm. 1-13). Surakarta: ISI Press.


(5)

186

Sjamsuddin, Helius. (1996).Metodologi Sejarah. Jakarta: Depdikbud, Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.Soenarto, dkk. (1977/1978). Ensiklopedi Musik dan Tari Daerah Kalimantan Selatan. Banjarmasin: Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Kalimantan Selatan.

Soekanto, S. (2006). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Suanda, E. (2005). TOPENG: Buku Pelajaran Nusantara untuk Kelas X . Jakarta:

Lembaga Pendidikan Seni Nusantara.

Sukmadinata, N. S. (2012). Metode Penelitian Pendidikan. (edisi kedelapan). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sumardjo, J. (2010). Estetika Paradoks. (edisi Revisi). Bandung: Sunan Ambu Press. STSI Bandung.

Sunal, C.S., dan Haas, M.E. (1993). Social Studies and The Elementary/Middle School Student, Harcourt Brace Jovanovich. Orlando: Holt, Rinehart and Winston, Inc.

.

Sumber Online :

Arif, B. (2009). Sejarah. [Online]. Diakses dari https://baehaqiarif.files. wordpress.com/2009/12/sejarah.pdf. Diakses tanggal 29 April 2015 pukul 15.25 WIB.Carr, E.H. (1985).What Is History ?, Harmondsworth, Middlesex. England: Penguin Books, Ltd.

Ariana, R. (2014). Apa Arti Sosiologi Itu?. [Online]. Diakses darihttp://edukasi.kompasiana.com/2014/09/12/apa-arti-sosiologi-itu--687521.html. Diakses 6 Mei 2015.

Barri, awal. (2009). Definisi/Pengertian Antropologi, Objek, Tujuan, Dan Cabang

Ilmu Antropologi. [Online]. Diakses dari

https://awalbarri.wordpress.com/2009/03/16/1-definisipengertian-antropologi-objek-tujuan-dan-cabang-ilmu-antropologi/. Diakses 5 Mei 2015.

Direktorat Jenderal Pendidikan TinggiKementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2011). Kebijakan Ditjen Pendidikan Tinggi tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia dan Arah Kurikulum LPTK. [Online]. Diakses dari http://www.google.com/url?Dirjen%2520Dikti_Kebijakan%2520Dikti%25 20ttg%2520KKNI%2520dan%2520Kurikulum.pptx&ei=PKi2VLinDoGRu


(6)

ATg_4H4DA&usg=AFQjCNG8CzbFjUQ1Do4FZQZvJraxrGqLog&sig2= Qhm_lkxwcXdTQBCZPEBX3g&bvm=bv.83640239,d.c2E. Diakses 9 januari 2015 pukul 03.00 WIB.

Faisal, M. (2013).Pengertian Belajar dan Pembelajaran.[Online].Diakses dari

http://ichaledutech.blogspot.com/2013/03/pengertian-belajar-pengertian.html

Haryanto. (2011). Pengertian Psikologi Menurut Beberapa Ahli. [Online]. Diakses dari http://belajarpsikologi.com/pengertian-psikologi/. Diakses pada 15 Mei 2015.

Mond0k. (2011). Ikonografi. [Online]. Diakses dari http://mond0k.blogspot.com/2011/03/ikonografi.html. Diakses pada 29 April 2015.

Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja. (2012). Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI /Indonesian Qualifiation Framework

(IQF).[Online]. Diakses

darihttp://www.penyelarasan.kemdiknas.go.id/content/detail/201.html. Diakses pada 19 Mei 2015.

Sayuti, M. (2013). Siapa Peduli Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia

(KKNI)?. [Online]. Diakses dari

http://edukasi.kompasiana.com/2013/06/20/siapa-peduli-kerangka-kualifikasi-nasional-indonesia-kkni-570627.html. Diakses pada 19 Mei 2015.

Seni Budaya. (2012). Teori-Teori Pendidikan Seni. [Online]. Diakses dari http://sen1budaya.blogspot.com/2012/09/teori-teori-pendidikan-seni.html. Diakses pada 29 April 2015.

Susantio, D. (2010). Fisiognomi: Membaca Karakter Lewat Wajah. [Online]. Diakses dari http://annunaki.me/2010/06/22/fisiognomi-membaca-karakter-lewat-wajah/. Di akses pada 15 Mei 2015.