NILAI-NILAI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT ETNIS MINANGKABAU SEBAGAI PEDAGANG DI PASAR AL-WATHONIYAH, CAKUNG, JAKARTA TIMUR.

(1)

NILAI-NILAI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT RANTAU ETNIS

MINANGKABAU SEBAGAI PEDAGANG DI PASAR

AL-WATHONIYAH, CAKUNG, JAKARTA TIMUR

SKRIPSI

Disusun untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Program Studi Pendidikan Sosiologi, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,

Universitas Pendidikan Indonesia

Oleh

Rizki Ramadhan 1102427

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2015


(2)

CAKUNG, JAKARTA TIMUR

oleh

Rizki Ramadhan 1102427

Diajukan untuk memenuhi sebagaian syarat gelar sarjana Pendidikan Sosiologi

©Rizki Ramadhan 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

2015

Hak cipta dilindungi undang-undang

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, Dengan cetakan ulang, di foto kopi, atau cara lainnya tanpa seizing penulis


(3)

MINANGKABAU SEBAGAI PEDAGANG DI PASAR AL-WATHONIYAH, CAKUNG, JAKARTA TIMUR

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :

Pembimbing I

Prof. Dr. H. Bunyamin Maftuh, M.Pd., M.A. NIP. 19620702 198601 1 002

Pembimbing II

Hj. Siti Komariah, M.Si, Ph.D NIP. 196804031991032002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi

Hj. Siti Komariah, M.Si, Ph.D NIP. 196804031991032002


(4)

SEBAGAI PEDAGANG DI PASAR AL-WATHONIYAH, CAKUNG, JAKARTA TIMUR

Pembimbing 1 : Prof. Dr. Bunyamin Maftuh, M.A., M.Pd. Pembimbing 2 : Dra. Hj. Siti Komariah, M.Si. P.hD.

Budaya merupakan sebuah hal terpenting yang ada pada struktur masyarakat. budaya berkontribusi dalam bagaimana manusia hidup, bagaimana mereka berperilaku, juga berpengaruh terhadap bagaimana mereka memandang diri mereka sendiri. Masalah ini dipilih dengan alasan yaitu ingin menemukan jawaban mengapa fenomena berdagang masyarakat Minangkabau dapat muncul di masyarakat. Tujuan dalam penelitian ini yaitu mengetahui nilai-nilai sosial budaya etnis Minangkabau yang menunjang kegiatan berdagang dan merantau yang dilakukan oleh mereka. dan bagaimana mereka menerapkannya di kehidupan rantau. Metode dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode kualitatif yang didukung oleh wawancara yang dilakukan kepada informan. Informan penelitian ini terbagi atas tiga bagian, yaitu pedagang, masyarakat umum, dan ahli budaya Minangkabau dimana pedagang sebagai informan kunci. Berdagang dan merantau menjadi sebuah kebiasaan yang dilakukan oleh para leluhurnya dahulu dan hal itu menghasilkan sebuah nilai-nilai yang dipakai oleh masyarakat Minangkabau sekarang ini sebagai pedoman bagi mereka seperti istilah, ka ratau madang di hulu, babuah babungo balun, ka rantau bujang dahulu, di rumah baguno balun. Yang mana memiliki arti bahwa bujang lebih baik merantau, tidak baik berdiam di rumah. ada alasan yang membuat mereka melakukan kegiatan berdagang, alasan tersebut ada yang bersifat alasan umum, dan ada juga alasan yang memang didasari atas aspek-aspek budaya mereka. namun dalam hal ini, merantau memiliki potensi memudarkan nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat Minangkabau. namun hal tersebut nampaknya dapat teratasi oleh sifat inklusifitas masyarakat Minangkabau di tanah rantau. Penelitian ini hendaknya menjadi sebuah referensi bagi masyarakat umum untuk dapat mengetahui bagaimana sistem sosial dan budaya masyarakat etnis Minangkabau. bagaimana mereka hidup, dan bagaimana mereka menyikapi kehidupan itu sendiri.

Kata kunci : Minangkabau, merantau, berdagang, nilai, sosial, budaya, masyarakat


(5)

ABSTRACT

SOCIAL AND CULTURAL VALUES OUTMIGRATION SOCIETY OF MINANGKABAU AS A TRADER AT AL-WATHONIYAH MARKET,

CAKUNG, JAKARTA TIMUR

Supervisor 1 : Prof. Dr. Bunyamin Maftuh, M.A., M.Pd. Supervisor 2 : Dra. Hj. Siti Komariah, M.Si. P.hD.

Social and cultural value is the most important thing on society structure that contribute to they lives, how the behave, and also have an impact to how they look themselves as part of the societies. The reasons why i have choosen this research are to find the answer why many of Minangkabau’s society have a proffesion as a trader and why so many Minangkabau’s society that doing outmigration. The purpose of this research are to know about the cultural and social values of Minangkabau that support them to be a traders and migrans and to know how they apply their cultural and social values in the overseas life. This research uses a qualitative methods which is supported by the interview to the informants. The informants for this research are divided into three, the trader, common society, and the cultural experts of Minangkabau, whereas trader as a key informant. Outmigration and trade are being a habbits for Minangkabau Society which is produce values that being obey by its society, such as “ka ratau madang di hulu, babuah babungo balun, ka rantau bujang dahulu, di rumah baguno balun, which means that Minangkabau’ youth are recommended to be a migran, because doing nothing in their house is a negative for them. There are some reasons that made them doing bargain. Some reasons are commonly did by them whom want to make their lives changes. But, there is some reasons that based on theri cultural aspects. Outmigration has a potential issues that makes their cultural and social values to be weak. But it seems likely could handled by their inclusiveness in the overseas life. This research should be a reference for common society to know the coltural and social values of Minangkabau, how they lives, and how they react to life itself. Keywords : Minangkabau, outmigration, trade, values, social, cultural, society


(6)

1.1 Latar Belakang

Manusia membutuhkan manusia lain untuk menjalani kehidupan dan memenuhi segala kebutuhannya. Seperti yang dikemukakan oleh Soekanto (2007, hlm.23)

Manusia senantiasa memiliki naluri yang kuat untuk hidup bersama dengan sesamanya. Apabila dibandingkan dengan makhlup hidup lain seperti hewan, misalnya, manusia tidak akan mungkin hidup sendiri. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati; manusia yang dikurung sendirian di suatu ruangan tertutup, pasti akan mengalami gangguan pada perkembangan pibadinya sehingga lama – kelamaan dia akan mati.

Selanjutnya sebagai makhluk sosial manusia akan berusaha menciptakan hubungan dengan masyarakat, hubungan tersebut diwujudkan dari interaksi sosial yang sengaja dibuat oleh masyarakat itu sendiri, karena menurut pernyataan Young dan Raymond (dalam Malihah, 2007, hlm.54) “interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial karena apabila tanpa interaksi sosial, tidak ada kehidupan bersama”.

Interaksi sosial yang terjadi berkontribusi dalam membentuk masyarakat. Manusia yang sejatinya adalah makhluk sosial memiliki ketergantungan dengan manusia lain sehingga hal ini yang menjadi alasan terbentuknya kelompok masyarakat. Masyarakat yang berkumpul dan berinteraksi lama kelamaan seringkali melakukan sesuatu yang rutin dilakukan dan menjadi terbiasa. Keterbiasaan ini adalah sebuah cikal bakal bagi tradisi yang akan terbentuk serta menjadi sebuah kebudayaan dan nilai nilai kehidupan sosial yang dipegang erat dan diyakini oleh sebuah kelompok masyarakat.

Masyarakat etnis Minangkabau adalah salah satu contoh masyarakat yang memiliki nilai, tradisi dan kebudayaan yang berbeda dengan kelompok masyarakat lain. Satu kelompok masyarakat memiliki nilai, dan kebudayaan yang berbeda dengan kelompok masyarakat yang lain. Maka, hal ini dapat menjadi sebuah legitimasi bagi suatu kelompok masyarakat untuk mengenalkan identitas dirinya kepada masyarakat lain yang berada di luar dari kelompok mereka.


(7)

Masyarakat etnis Minangkabau seringkali dilegitimasikan sebagai masyarakat yang seringkali melakukan tradisi merantau dan menjadi sebuah ciri khas dari masyarakat Minangkabau sendiri. Selain itu, praktek berdagang yang mereka lakukan juga menjadi identitas bagi para masyarakat yang merantau sehingga secara tersirat timbul sebuah identitas bagi masyarakat Minangkabau sebagai masyarakat yang pandai dalam berdagang. Apabila dilihat, banyak sekali perantau dari suku Minangkabau yang memiliki profesi sebagai pedagang di rantau. Banyak jenis dagangan mereka terkait dengan kebutuhan hidup manusia, seperti dibidang kuliner, yang sudah sangat dikenal seperti rumah makan padang, atau dibidang sandang menjual pakaian-pakaian yang apabila kita sadari seperti misalnya di pasar pasar besar seperti Pasar Baru, Bandung. Atau di Pasar Tanah Abang, Jakarta. Pedagang yang berasal dari suku Minangkabau seperti mendominasi jumlahnya. Hal ini pun diyakini oleh peneliti menjadi sebuah fenomena sosial yang menarik dan layak untuk diteliti.

Profesi sebagai bentuk tindakan yang dilakukan manusia dan secara tidak langsung bertransformasi menjadi sebuah budaya bagi masyarakat khususnya etnis Minangkabau. Profesi dapat menjadi sebuah tradisi turun temurun, dan mengubah atau membentuk legitimasi sebuah kelompok masyarakat dalam profesi tertentu. Tentunya sebuah legitimasi berkaitan erat pada bagaimana cara pandang masyarakat luas terhadap sebuah kelompok tertentu. Pandangan ini nantinya akan menjadi citra yang dibuat oleh masyarakat itu sendiri dalam pandangannya. Citra buatan tentang masa lalu, meskipun sama sekali tak benar, dapat menimbulkan pengaruh kausal. Menurut Thomas Theorem ( dalam Sztompka, 2011, hlm. 68), “bila orang mendefinisikan situasi tertentu sebagai situasi yang nyata maka akibatnya benar-benar menjadi nyata”.

Apabila dikaji, pernyataan di atas berarti tradisi merupakan sebuah cikal bakal keberadaan di masa kini yang dapat dikatakan mengandung dua arti, objektif bila objek masa lalu secara material dilestarikan, dan subjektif bila gagasan dari masa lalu diingat dan tertanam dalam kesadaran anggota masyarakat sehingga menjadi bagian kultur.

Hal ini juga terjadi pada masyarakat etnis Minangkabau yang merantau ke kota lain yang sebagian besar berprofesi sebagai pedagang. Profesi pedagang


(8)

sudah sangat melekat kepada masyarakat etnis Minangkabau. Hal tersebut merupakan sebuah legitimasi atau pandangan yang telah diberikan oleh masyarakat luas terhadap masyarakat etnis Minangkabau.

Peneliti juga menyadari bahwa memang tidak hanya etnis Minangkabau saja yang berprofesi sebagai pedagang, akan tetapi tidak sedikit pula orang-orang di luar etnis Minangkabau yang berprofesi sebagai pedagang. Tetapi tetap tidak bisa dipungkiri bahwa etnis Minangkabau memiliki segudang budaya atau nilai nilai adat yang memungkinkan mereka untuk memiliki keahlian dalam berdagang.

Masyarakat perantau etnis Minangkabau melakukan praktek berdagang sesuai dengan kemampuan mereka yang diselaraskan dengan nilai-nilai sosial budaya dalam kehidupan sosial di ranah Minang. Ketertarikan peneliti dimulai ketika fenomena ini muncul dari pandangan masyarakat yang mengidentitaskan masyarakat Minangkabau sebagai pedagang. Dalam hal ini tentunya masyarakat rantau yang banyak berasal dari suku Minangkabau yang melakukan perantau ke daerah lain dengan tujuan yang bersifat umum yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.

Peneliti menggunakan referensi dari penelitian terdahulu yang terkait dengan kegiatan merantau masyarakat etnis Minangkabau seperti salah satunya yaitu Thesis Auda Murad Merantau: Outmigration in a Matrilineal Society of West Sumatera yang lebih fokus membahasa tentang kebudayaan merantau yang cenderung didasari pada faktor pendorong untuk mengapa mereka merantau. Namun, hal lain yang diungkapkan dari penelitian ini adalah kegiatan berdagang telah menjadi tradisi bagi masyarakat etnis Minangkabau terkait dengan nilai-nilai sosial budaya pada kehidupan masyarakat Minangkabau di daerah asal mereka.

Peneliti mencoba melakukan observasi awal kepada para pedagang Pasar Madrasah Al-Wathoniyah, Kec. Cakung, Jakarta Timur. Ternyata sebagian besar pedagang merupakan masyarakat etnis Minangkabau. Berdasarkan observasi awal tersebut tergambar bahwa dalam kehidupan sehari-hari mereka membentuk kelompok atau komunitas arisan yang beranggotakan seluruh pedagang di pasar tersebut. Beberapa kali, peneliti melihat pedagang tersebut kerap membawa anaknya untuk ikut berdagang, hal ini sesuai apa yang dikatakan oleh Shils (dalam Sztompka, 2011, hlm 66)


(9)

Masyarakat ada selamanya, masa lalu masyarakat bukan lenyap sama sekali. Serpihan masa lalunya masih tersisa. Serpihan masa lalunya itu menyediakan semacam lingkungan bagi fase pengganti untuk melanjutkan proses. Ini terjadi melalui dua mekanisme hubungan sebab-akibat. Pertama, materi atau fisik. Kedua, gagasan atau psikologis. Keduanya saling meningkatkan potensinya.

Artinya anak- anak yang mereka bawa selama mereka berdagang adalah bagian dari masa depan yang bisa jadi akan berperan sebagai pengganti atas tradisi yang telah orang tuanya atau pedagang tersebut tunjukkan di masa kini. Karena tradisi memiliki pengaruh dari masa lampau, masa kini atau bahkan di masa depan.

Sosialisasi yang didapatkan oleh anak berasal dari nilai-nilai yang tertanam pada keluarga inti sebagai sarana sosialisasi primer pada anak, yaitu yang paling utama adalah orang tua. Masyarakat Minangkabau seringkali mewariskan kemampuan berdagang mereka kepada anak atau keturunan mereka untuk selanjutnya diteruskan oleh mereka. Sosialisasi ini tidak terlepas dari kebudayaan dan kehidupan sosial sehari-hari dari suatu kelompok tertentu. Misalnya dalam contoh lain, masyarakat nelayan yang telah memiliki anak mewariskan kemampuan dalam berlayar di lautan dan mencari ikan di laut kepada anaknya. Selanjutnya masyarakat nelayan tersebut akan terus ada dan menjadi sebuah hal yang turun temurun bagi mereka karena memang lahan mata pencaharian mereka berada di laut dan menjadi mata pencaharian utama.

Masyarakat Minangkabau menganggap bahwa berdagang merupakan identitas diri mereka walaupun memang tidak semua masyarakat Minang memilih profesi berdagang. Tetapi, sebuah identitas sosial memiliki cakupan yang menyeluruh terhadap anggota dari yang memiliki identitas tersebut. Oleh karena itu, dari sana lah sebuah konformitas muncul dan terjadi integrasi nilai sosial budaya dalam kehidupan sehari-hari.

Sebenarnya, penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti ini diawali dari rasa penasaran peneliti bahwa kenapa masyarakat Minang yang datang merantau ke luar kota sebagian besar berprofesi sebagai pedagang. Hal ini pun memiliki kesamaan dengan fenomena lain yaitu tentang masyarakat Garut yang datang merantau berprofesi sebagai tukang cukur, dan masyarakat Tegal yang merantau kebanyakan memilih untuk membuka usaha warteg (warung makan Tegal ). Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk mencoba meneliti hal tersebut


(10)

mengapa sampai timbul sebuah legitimasi dari masyarakat terhadap etnis tertentu dengan kaitannya pada profesi tertentu. Apakah hal ini disebabkan oleh tradisi mereka sejak dulu bahwa kelompok masyarakat etnis Padang berdagang pakaian karena melihat bahwa orang-orang terdahulunya juga melakukan dagang dan sukses, atau mungkin ketika mereka merantau mereka memiliki kerabat yang berprofesi berdagang sehingga hal itu mempengaruhi mereka untuk ikut berdagang, atau hal ini menyembunyikan jawaban yang lain.

Hal di atas menjadi dorongan bagi peneliti untuk mencari gambaran secara jelas mengenai masyarakat etnis Minangkabau lebih dalam lagi terkait dengan profesi mereka yang kebanyakan sebagai pedagang di tanah rantau. ini juga menjadi hal yang semakin menarik bagi peneliti bahwa bagaimana mereka mematuhi nilai nilai budaya mereka baik di tempat asal ataupun di tanah rantau, karena dalam observasi awal, peneliti melihat masyarakat Minangkabau di tanah rantau masih memegang teguh nilai nilai kebudayaan yang mereka punya. Sebagai contoh, bagaimana mereka berkumpul kembali dengan sanak keluarga mereka di tanah rantau, bagaimana mereka berbicara dengan masyarakat etnis mereka dengan bahasa Minangkabau yang khas, bisa jadi ini didorong oleh pepatah lama mereka bahwa yang intinya menjelaskan ketika di tanah orang, temuilah dulu untuk pertama kali sanak saudara untuk bisa bertahan hidup.

Urgensi penelitian yang peneliti lakukan ini yaitu didasarkan pada sebuah fenomena dimana banyak sekali masyarakat perantau dari etnis Minangkabau yang tinggal di kota lain dan sebagian besar dari mereka bekerja sebagai pedagang. Hal ini tentunya apabila peneliti lihat membentuk pola yang telah menjadi sebuah identitas yang dilekatkan oleh kelompok out group terhadap kelompok in group dari kelompok etnis Padang itu sendiri. Seperti yang dikatakan oleh Lea, Spears, dan de Groot (dalam Baron dan Byrne, 2005, hlm.163) bahwa “ketika kita berinteraksi secara langsung, kita akan meningkatkan kecenderungan untuk mengkategorikan diri kita sendiri dalam grup grup tersebut, merasa positif terhadap grup-grup tersebut dan memiliki stereotip tentang orang lain atas dasar kelompok di mana mereka menjadi anggotanya”.

Identitas yang telah dilekatkan inilah yang menjadi acuan bagi para masyarakat untuk berprilaku berdasarkan identitasnya. Terlebih lagi, hal ini


(11)

didukung oleh pernyataan Jackson dan Smith (dalam Baron dan Byrne, 2005, hlm.163) bahwa “identitas sosial dapat dikonseptualisasikan paling baik dalam empat dimensi: persepsi dalam konteks antar kelompok, daya tarik in group, depersonalisasi dan keyakinan yang saling terkait”. Artinya, sebuah identitas yang dilakukan awalnya pasti dimulai dari kebiasaan tanpa sadar yang dilakukan oleh sebuah anggota kelompok yang mana secara terus menerus dilakukan dan lama kelamaan timbul identitas yang melekat pada kelompok tadi sebagai ciri khas atau sesuatu hal yang menandakan mereka. Ini berpotensi akan menjadikan identitas tersebut sebagai sebuah budaya, tradisi ataupun kearifan lokal yang mereka anut bagi para penerus kelompok masyarakat Minang ini. Selain itu penelitian ini penting untuk mengetahui sejauh mana dan sedalam apa masyarakat out group tadi melekatkan identitas tersebut kepada kelompok masyarakat Minang, dan alasan apa yang mendasari masyarakat Minang memiliki kemampuan dan kemauan untuk merantau dan menjadi pedagang, tentunya hal ini akan memberikan jawaban yang pasti dan mungkin juga akan membuka pikiran kita tentang sebuah identitas yang selama ini diberikan terhadap masyarakat Minang.

Alasan peneliti memilih lokasi penelitian di pasar pagi Al-wathoniyah, Cakung, Jakarta Timur ini adalah mempertimbangkan bahwa di setiap pasar yang peneliti kunjungi termasuk pasar Al-Wathoniyah, Cakung, Jakarta Timur ini, para pedagang didominasi oleh orang-orang yang berasal dari suku Minangkabau. Hal ini tentu berubah menjadi sebuah rasa penasaran dalam diri peneliti untuk mencari tahu jawaban atas fenomena tersebut. Selain itu masyarakat Miangkabau yang berdagang di pasar pagi Al-Wathoniyah secara umum berdagang dengan satu jenis barang dagangan yang sama yaitu pakaian yang secara teoritis hal ini dapat menimbulkan persaingan diantara mereka. Namun atas dasar budaya, mereka berkumpul dan berdagang dengan harmonis bahkan membentuk suatu komunitas arisan pedagang di pasar Al-Wathoniyah, Cakung, Jakarta Timur. Sebuah ciri khas dari penelitian yang peneliti lakukan ini adalah untuk mengetahui seberapa dalam identitas tentang masyarakat rantau minang yang bekerja sebagai pedagang dan bagaimana akar dari identitas ini ada dalam masyarakat dan membentuk sebuah integrasi budaya yang telah ada sejak lama.


(12)

Penelitian terdahulu yang terkait dengan masalah yang akan peneliti lakukan pernah dibahas dalam tesis Auda Murad yang diterbitkan dalam buku berjudul Merantau : Outmigration in a Matrilineal Society of West Sumatera yang di terbitkan pada tahun 1980.

Sejak dulu, masyarakat Minangkabau sudah banyak yang melakukan perantauan, bahkan lebih banyak dibanding migrasi yang dilakukan penduduk daerah lain di Indonesia. Selanjutnya di tambahkan oleh Murad (1980, hlm. 13) “pada waktu itu daerah yang menjadi sasaran perantau dari Sumatera Barat adalah desa-desa dan kota-kota yang terletak di sekeliling kampung halamannya”. Namun seiring waktu dan disebabkan pula oleh berkembangnya teknologi komunikasi dan transportasi, daerah perantauan masyarakat etnis Minangkabau pun menjadi meluas sampai ke kota kota besar seperti DKI Jakarta dan bahkan sekarang ini sedikit sekali dari mereka para perantau yang merantau ke desa-desa di sekeliling kampung halamannya. Kemudian ditambahkan lagi oleh Murad (1980, hlm. 16) “pada tahun 1971 ternyata bahwa hampir 30% dari tenaga kerja laki-laki migran bergerak di lapangan usaha perdagangan”.

Seperti yang telah dijelaskan, bahwa penelitian ini tidak hanya mengungkapkan tentang mengapa masyarakat Minangkabau melakukan perantauan, tetapi juga mengungkapkan mengapa masyarakat Minangkabau di daerah rantau kebanyakan memilih untuk menjadi pedagang. Hal ini tentunya dikaitkan dengan nilai-nilai sosial budaya yang mereka pegang teguh yang dibawa dari daerah asal dan dipertahankan di daerah rantau dalam berprofesi sebagai pedagang, seperti contohnya pengelolaan Rumah Makan Padang (RMP) yang dikelola secara kekeluargaan dan mengacu kepada nilai nilai budaya masyarakat Minang.

Budaya bersifat dinamis, budaya menyesuaikan terhadap situasi dan kondisi dari perkembangan zaman dan kontur masyarakatnya. Budaya yang sudah tidak relevan lagi secara perlahan akan hilang dan di ganti dengan kebudayaan yang baru yang mendukung kehidupan sosial masyarakat. Data yang peneliti ambil dalam thesis Auda Murad tersebut memang merupakan data lama dan mungkin saja sudah tidak lagi relevan dengan keadaan saat ini dimana perkembangan dan kemajuan telah terjadi di setiap daerah, namun setidaknya, dari data di atas kita


(13)

dapat melihat bahwa budaya yang dimiliki dan dianut oleh masyarakat etnis Minangkabau mendukung bagi masyarakatnya untuk melakukan aktifitas perdagangan. Budaya atau sistem adat mereka memaksa mereka untuk mencari kehidupan yang lebih baik dan memenuhi kebutuhan mereka di luar dari daerah asal mereka. Laki-laki berupaya untuk dapat hidup mandiri, disiplin dan ber-etos kerja tinggi karena budaya matrilinear yang cenderung memuliakan kaum perempuan dan menomor-duakan kaum laki-laki. Sifat budaya itu sendiri yang bersifat dinamislah yang menjadi alasan peneliti untuk meneliti tentang aktifitas berdagang masyarakat etnis padang yang masih berlangsung sampai sekarang.

Banyaknya jumlah perantau ini disebabkan oleh karena adanya suatu nilai budaya yang menjadi faktor pendorong mereka untuk melakukan hal tersebut karena seperti dikatakan oleh Murad (1980, hlm. 13) “sebagai motivasi migrasi pada umumnya, studi tersebut lebih menekankan kepada faktor pendorong daripada faktor penarik”. Seperti yang peneliti katakan tadi bahwa budaya merupakan faktor pendorong masyarakat Minangkabau melakukan rantau ke daerah lain selain garis keturunannya yang matrilineal yang secara tidak langsung mewajibkan para kaum laki-laki masyarakat etnis Minangkabau untuk memiliki jiwa mandiri, disiplin dan ber-etos kerja tinggi, juga seperti yang dikatakan Murad (1980, hlm. 13) bahwa

Kehidupan sosial-budaya dan ekonomi masyarakat, pada dasarnya diatur oleh adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan menurut ketentuan matrilineal. Kehidupan ekonomi penduduk sebagian besar tergantng kepada hasil sawah dan ladang yang mereka punyai. Tanah tanah yang ada di daerah minangkabau adalah milik suku dan pemakaiannya diatur oleh mamak ( merupakan pembimbing/ pengarah ) daripada kemenakan dan saudara perempuannya), menurut pendapat beberapa ahli sosiologi dan antropologi hal inilah yang menjadi faktor perpindahan penduduk tersebut.

Dapat kita simpulkan dari pernyataan di atas bahwa salah satu yang dapat membentuk manusia, dan mempengaruhi pola perilaku manusia adalah budaya asal mereka, hal tersebut dapat menjadi karakter yang kuat dalam dirinya. Contoh lainnya misalnya seperti masyarakat Minangkabau yang dipercaya memiliki keahlian dalam berbicara. Menurut Hastuti, dkk (2013, hlm. 3)

Hal ini merupakan sebuah fenomena yang masih bisa kita lihat pada masa kini dimana banyak sekali para perantau yang berasal dari etnis Minangkabau


(14)

di kota besar seperti Jakarta atau Bandung. Ternyata aktivitas merantau etnis Minangkabau sudah terjadi sejak 1930 tahun silam.

Adapun hal lain yang menarik dalam kelompok sosial pedagang pakaian pasar Al-Wathoniyah Kayutinggi, Cakung, Jakarta Timur ini yang mayoritas berasal dari etnis Minangkabau adalah bahwa mereka berdagang satu jenis dagangan yang sama yaitu pakaian, mereka berdagang dalam satu lorong, di sepanjang kanan-kiri lorong pasar itu terdapat kurang lebih 10 kios yang hampir semuanya menjual pakaian. Hal ini menarik karena mereka bersaing dengan pedagang lainnya dalam satu komunitas dan satu etnis yang sama dan berdagang satu jenis dagangan yang sama. Namun hal itu berjalan dengan harmonis tanpa adanya konflik antar pedagang pakaian. Hal ini yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian. Terlebih lagi belum pernah adanya penelitian yang terkait dengan judul yang penulis ajukan di pasar Al-wathoniyah ini membuat penulis ingin meneliti tentang “Nilai-nilai Sosial Budaya Etnis Minangkabau Sebagai Pedagang di Pasar Pagi Al-Wathoniyah, Cakung, Jakarta Timur “

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis jelaskan di atas, maka penulis mencoba mengajukan rumusan masalah pokok penelitian ini, yaitu “ bagaimana pola sosial budaya masyarakat etnis Minangkabau sebagai pedagang?” namun agar penelitian ini lebih fokus maka pokok penelitian tersebut akan penulis jabarkan dalam sub-sub sebagai berikut :

a. Bagaimanakah nilai-nilai sosial budaya masyarakat pedagang Minangkabau yang masih dipegang erat dalam kehidupan di daerah perantauan?

b. Apa sajakah yang menyebabkan masyarakat etnis Minangkabau ketika merantau sebagian besar memilih profesi berdagang?

c. Bagaimanakah pandangan masyarakat setempat tentang kehidupan masyarakat etnis Minangkabau di tanah rantau?

d. Bagaimanakah penerapan atau implementasi nilai-nilai sosial budaya asli etnis Minangkabau di tempat perantauan?


(15)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Secara garis besar, penelitian ini bertujuan untuk menemukan gambaran kebudayaan masyarakat Minang dalam merantau dan memilih profesi di daerah rantau yang kebanyakan memilih sebagai pedagang. Penelitian ini pun ingin menemukan jawaban mengapa di pasar Al-Wathoniyah atau di sebagian besar pasar tidak luput dari keberadaan orang Minangkabau sebagai pedagang serta darimana asal muasal dari fenomena berdasarkan pandangan dari masyarakat secara luas tersebut. Lebih dari itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji nilai-nilai sosial budaya masyarakat rantau etnis Minangkabau secara lebih mendalam.

Selain itu penelitian ini bertujuan untuk mencari kebenaran tentang fenomena yang peneliti ungkapkan di atas untuk dapat dibuktikan secara ilmiah bahwa memang fenomena tersebut benar adanya dan memiliki keterkaitan yang kuat terhadap nilai nilai budaya masyarakat etnis Minangkabau itu sendiri.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus yang hendak di capai dari penelitian ini adalah, sebagai berikut :

a. Mendeskripsikan nilai-nilai sosial budaya masyarakat pedagang Minangkabau yang masih dipegang erat di daerah perantauan.

b. Menggali dan mengkaji penyebab sebagian besar masyarakat rantau Minangkabau berprofesi sebagai pedagang.

c. Menggali dan mendeskripsikan pandangan masyarakat setempat terhadap kehidupan masyarakat etnis Minangkabau di daerah rantau.

d. Mengkaji implementasi nilai sosial budaya masyarakat etnis Minangkabau di perantauan

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoretis

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu dapat memberikan wawasan yang lebih luas bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya serta dapat menjadi referensi bagi para peneliti lain untuk dapat lebih mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya di bidang sosial yang berkaitan dengan integrasi budaya pada suatu etnis. Nilai lebih lainnya yang di dapat dari


(16)

penelitian ini adalah dapat mengetahui sebuah pengetahuan baru tentang nilai-nilai sosial budaya masyarakat etnis Minangkabau baik bagi masyarakat etnis Minangkabau itu sendiri untuk lebih mengenal budaya mereka yang mungkin selama ini sudah digantikan atau tersisihkan akibat perkembangan zaman maupun bagi masyarakat di luar etnis Minangkabau agar lebih menghargai budaya lain serta dapat memandang sebuah fenomena sosiologis secara multi-dimensional.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini bermanfaat dalam banyak hal, yaitu lebih rinci penulis susun di bawah ini yaitu sebagai berikut :

a. Memberikan informasi mengenai nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat rantau Minangkabau yang berprofesi sebagai pedagang.

b. Mengidentifikasi perbandingan kehidupan berbudaya masyarakat etnis Minangkabau yang tinggal di Padang, Sumatra Barat dengan masyarakat Minangkabau yang merantau ke luar kota.

c. Menambah kajian keilmuan bagi Program Studi Pendidikan Sosiologi yang dituangkan dalam penelitian terhadap integrasi budaya masyarakat rantau etnis Minangkabau yang berprofesi sebagai pedagang.

d. Memberikan kontribusi terhadap kebijakan daerah Minangkabau untuk mengangkat potensi daerah Minangkabau sendiri untuk kepentingan daerah ataupun nasional.

e. Mengungkapkan potensi daerah Minangkabau serta potensi sosial dari masyarakat Minangkabau untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

1.5 Struktur Organisasi Skripsi

Untuk memahami alur pikir dalam penulisan skripsi ini, maka diperlukan adanya struktur organisasi yang berfungsi sebagai pedoman penyusunan laporan penelitian ini, yaitu sebagai barikut:

Bab I berisi pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi. Latar belakang penelitian berfungsi sebagai penjelasan dalam alasan peneliti melaksanakan suatu penelitian. Identifikasi dan rumusan masalah berisi mengenai rumusan dan analisis masalah penelitian beserta identifikasi variabel penelitian. Tujuan penelitian menyajikan hasil yang ingin


(17)

dicapai setelah penelitian selesai dilakukan. Manfaat penelitian dapat dilihat dari aspek atau segi teori dan praktik.

Bab II berisi tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka memiliki peran yang cukup penting. Tinjauan pustaka berfungsi sebagai landasan teori dalam menyusun pertanyaan penelitian.

Bab III berisi mengenai penjelasan yang rinci mengenai metode penelitian dalam skripsi. Komponen dalam metode penelitian terdiri dari lokasi dan partisipan penelitian, desain penelitian, metode penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, serta analisis data penelitian.

Bab IV berisi hasil penelitian dari pengolahan atau analisis data untuk menghasilkan temuan yang berkaitan dengan masalah penelitian. Dalam bagian pembahasan, hasil temuan penelitian dikaitkan dengan dasar teoritik yang telah dibahas dalam Bab Tinjauan Pustaka dan temuan sebelumnya.

Bab V berisi mengenai kesimpulan, implikasi, dan rekomendasi yang menyajikan tentang penafsiran dan pemaknaan terhadap hasil analisis temuan penelitian. Penulisan kesimpulan untuk skripsi berupa sebuah jawaban pertanyaan penelitian atau rumusan masalah. Dalam kesimpulan tidak memasukan angka atau data statistik. Rekomendasi ditujukan kepada para pembuat kebijakan, kepada pengguna hasil penelitian, praktisi pendidikan, kepada peneliti yang akan melakukan penelitian selanjutnya.

Daftar pustaka memuat semua sumber yang pernah dikuti dan digunakan dalam penulisan skripsi. Keseluruhan sumber yang tercetak atau dikutip tercantum dalam daftar pustaka. Lampiran berisi semua dokumen yang digunakan dalam penelitian. Setiap lampiran diberikan nomor urut sesuai dengan penggunaannya.


(18)

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian tentang nilai-nilai sosial budaya masyarakat rantau etnis Minangkabau sebagai pedagang diteliti dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini dipilih karena penelitian ini tidak dapat diukur dengan pertimbangan matematis, tetapi harus mencari jawaban dari penelitian secara objektif karena data yang diambil tidak berupa angka, tetapi berupa uraian deskriptif dari narasumber

Tujuan penelitian akan tercapai dengan menggali makna yang didapat saat peneliti terlibat langsung dengan subjek penelitian sehingga dapat mengamati dan mencatat perilaku subjek secara alamiah, yaitu para pedagang suku Minangkabau yang ada di pasar Al-Wathoniyah Jakarta Timur. Peneliti berusaha memahami nilai-nilai budaya masyarakat Minangkabau secara menyeluruh yang terkait profesi di tanah rantau sebagai pedagang dengan pengalaman yang akan dituangkan melalui kata-kata atau deskripsi serta gambar-gambar yang didapat peneliti saat observasi langsung.

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam meneliti Nilai-nilai Sosial Budaya Masyarakat Rantau Etnis Minangkabau Sebagai Pedagang di Pasar Pagi Al-Wathoniyah, Cakung, Jakarta Timur menggunakan metode penelitian studi kasus. Bungin (2012,hlm.68) mengemukakan bahwa:

Penelitian sosial menggunakan format deskriptif kualitatif bertujuan unutk mengkritik kelemahan penelitian kuantitatif (yang terlalu positivisme), serta juga bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai siatuasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi dan siatuasi.

metode studi kasus adalah salah satu desain penelitian yang digunakan dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif.

Metode studi kasus yang digunakan peneliti dalam penelitian mengenai nilai nilai sosial budaya masyarakat etnis Minangkabau sebagai pedagang hasilnya sangat bergantung pada wawancara yang mendalam kepada para pedagang


(19)

khususnya pedagang di pasar Al-Wathoniyah, terutama dalam penelitian ini adalah pedagang yang berasal dari etnis Minangkabau.

Penelitian studi kasus adalah kegiatan mendeskripsikan suatu fenomena tertentu secara mendalam. Tujuan utama dalam penelitian studi kasus adalah untuk memahami suatu fenomena tertentu dengan pendekatan yang mendalam dari sudut pandang pelaku yang berada di tempat tertentu. Seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono (2014,hlm.49) bahwa “deskriptif kualitatif studi kasus bertujuan untuk memahami secara mendalam aktivitas (activity), orang-orang (actors), yang ada pada tempat (place) tertentu”.

Pernyataan di atas terkait dengan tujuan peneliti untuk mengobservasi masyarakat rantau Minangkabau yang berprofesi sebagai pedagang di pasar Al-Wathoniyah, Cakung, Jakarta Timur. Pada tahap ini, peneliti memfokuskan pada bagaimana cara masyarakat rantau Minangkabau berdagang dan bersosialisasi dengan masyarakat rantau Minangkabau lainnya yang ada di pasar tersebut.

Peneliti dalam penelitian mengenai nilai sosial budaya etnis Minangkabau sebagai pedagang di pasar Al-Wathoniyah berupaya bukan hanya sebagai peneliti yang menghasilkan suatu hasil penelitian tetapi peneliti juga mampu memahami berbagai pandangan dari para anggota masyarakat etnis Minangkabau tersebut terhadap nilai-nilai sosial budayanya sehingga dapat membentuk suatu integritas masyarakat padang sebagai perantau dan pedagang, dan lain sebagainya. Peneliti dalam desain studi kasus diharapkan mampu mengungkapkan makna dalam setiap tindakan, kejadian atau pandangan mengenai suatu fenomena tertentu. Peneliti melihat lebih dalam terhadap suatu temuan lapangan, bukan hanya sekedar menuliskannya dalam hasil penelitian tanpa mengolah kembali makna tersirat yang ada di temuan lapangan tersebut

Metode penelitian bertujuan untuk menyusun proses, prinsip-prinsip dan prosedur yang digunakan dalam mengkaji masalah penelitian. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode studi kasus yang dipakai didasarkan pada pertimbangan situasi dan kondisi status subjek yang khas atau spesifikasi.

Creswell (dalam Herdiansyah, 2010, hlm.97) mengemukakan bahwasanya: Pertanyaan penelitian yang diajukan lebih sering diawali kata how dan why karena dalam studi kasus, seorang peneliti hendak mencari keunikan kasus


(20)

yang diangkat, sehingga lebih memfokuskan bidang pertanyaan kepada proses (how) dan alasan (why)

Arikunto (2006, hlm 142) yang menjelaskan bahwa “penelitian kasus adalah suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci, dan mendalam terhadap suatu lembaga, organisasi atau gejala tertentu”. Penelitian kasus yang dimaksud dalam penelitian ini penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci, dan mendalam terhadap masyarakat pedagan etnis Minangkabau. Berdasarkan pengertian Arikunto, peneliti mengambil kesimpulan bahwasanya subjek dalam penelitian studi kasus relatif lebih sedikit sedangkan hasil dari data penelitian yang diperoleh lebih mendalam.

Sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Arikunto, peneliti menyimpulkan bahwa subjek penelitian dalam studi kasus lebih sedikit namun hasil penelitian yang akan diperoleh lebih mendalam Peneliti berusaha memberikan gambaran mengenai latar belakang, sifat serta karakter yang khas dari suatu kasus.

Creswell (dalam Herdiansyah, 2010, hlm. 97) menjelaskan bahwa “penyusunan pertanyaan penelitian model studi kasus, peneliti dapat menulis pertanyaan lanjutan yang difokuskan pada isu dari topik yang diteliti”.

Yin (2013, hlm. 70) mengemukakan pendapatnya mengenai pokok-pokok keterampilan yang dituntut pada umumnya dapat diketengahkan, sebagai berikut:

1. Seseorang harus mampu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang baik dan menginterpretasikan jawabannya.

2. Seseorang harus menjadi “pendengar yang baik dan tak terperangkap oleh ideologi atau par konsepsinya sendiri.

3. Seseorang hendaknya mampu menyesuaikan diri dan fleksibel, agar situasi yang baru dialami dapat dipandang sebagai peluang dan bukan ancaman. 4. Seseorang harus memiliki daya tangkap yang kuat terhadap isu-isu yang

akan diteliti, apakah hal ini berupa orientasi teoritis atau kebijakan, ataupun bahkan berbentuk eksplanatoris.

5. Seseorang harus tidak bias oleh anggapan-anggapan yang sudah ada sebelumnya; termasuk anggapan-anggapan yang diturunkan teori.

Persiapan yang dilakukan peneliti dalam melakukan metode studi kasus harus dimulai dengan menguasai keterampilan yang memadai. Dengan menggunakan metode studi kasus peneliti berharap dapat mengidentifikasi perkembangan dalam Nilai-nilai Sosial Budaya Masyarakat Rantau Etnis Minangkabau Sebagai


(21)

Pedagang di Pasar Pagi Al-Wathoniyah, Cakung, Jakarta Timur. Beberapa argumentasi yang dipilih yakni metode kasus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Studi ini diharapkan mampu memberikan keleluasaan dalam menggunakan beragam teknik pengumpulan data.

2. Peneliti diharapkan dapat menggali serta mengkaji fenomena sosial yang berkaitan dengan Integrasi Nilai-nilai Sosial Budaya Masyarakat Rantau Etnis Minangkabau Sebagai Pedagang di Pasar Pagi Al-Wathoniyah, Cakung, Jakarta Timur

Sesuai dengan pemaparan di atas, metode studi kasus dipilih agar mendapatkan hasil yang mendalam serta spesifik mengenai permasalahan yang diteliti. Penulis diharapkan dapat memaparkan secara komprehensif dan mengungkapkan fakta-fakta mengenai Nilai-nilai Sosial Budaya Masyarakat Rantau Etnis Minangkabau Sebagai Pedagang. Jenis studi kasus yang peneliti pakai dalam penelitian mengenai Nilai-nilai Sosial Budaya Masyarakat Rantau Etnis Minangkabau sebagai Pedagang di Pasar Al-Wathoniyah, Cakung, Jakarta Timur adalah studi kasus kemasyarakatan studi kasus jenis ini merupakan studi kasus tentang kemasyarakatan yang dipusatkan pada suatu lingkungan atau masyarakat sekitar atau dengan kata lain meneliti mengenai sebuah komunitas mayarakat tertentu dalam penelitian ini yaitu masyarakat etnis Minangkabau sebagai komunitas pedagang di pasar Al-Wathoniyah, Cakung, Jakarta Timur.

Kesimpulannya peneliti memilih pendekatan kualitatif yaitu untuk mendapatkan data maupun fakta secara ketika melakukan penelitian di lapangan. Sedangkan metode studi kasus dipilih karena untuk mendapatkan data dan fakta di lapangan yang lebih mendalam, terperinci serta spesifik. Ruang lingkup metode studi kasus ini lebih sempit, namun hasil yang diperoleh akan lebih mendalam.

3.2 Tempat dan Partisipan Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini berlangsung atau berlokasi di Pasar pagi Al-Wathoniyah, jl. Kayutinggi, Cakung Jakarta Timur. Sedangkan yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah para pedagang pasar yang berasal dari Etnis Minangkabau


(22)

Alasan peneliti memilih Pasar Al-Wathoniyah, Jakarta Timur sebagai lokasi penelitian karena sebagai berikut:

1. Menurut hasil pengamatan peneliti bahwasanya banyak sekali masyarakat Minangkabau yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia dimana hal ini menandai bahwa Merantau adalah hal yang sudah biasa dan sering dilakukan oleh masyarakat Minangkabau. Pemilihan lokasi didasari oleh karena pedagang pasar yang berasal dari masyarakat etnis Minangkabau masih sering sekali menonjolkan ciri khas budaya mereka seperti dalam hal berbicara yang masih sering dilakukan menggunakan bahasa Minangkabau antar sesama orang Minang. Artinya mereka masih memiliki sebuah identitas yang menonjol dengan masih menggunakan bahasa Minang yang dipakai di tanah rantau. 2. Hasil wawancara sederhana sebagai awal dari penelitian ini pun ditambah

dengan penelitian terdahulu yang membahas mengenai budaya merantau yang ada pada masyarakat Minangkabau pun semakin menguatkan dugaan peneliti bahwa memang hal ini didasari karena nilai-nilai sosial budaya yang sejak lama ada dan dipakai serta diyakini oleh masyarakat Minangkabau

3. Pasar Al-wathoniyah memiliki banyak sekali pedagang yang berasal dari suku Minangkabau selain dari suku lain yang terdapat di pasar tersebut. Bahkan, dalam satu lorong pakaian saja, jumlah pedagang etnis Minangkabau nya pun berjumlah sekitar 10-15 orang. Hal ini dianggap memudahkan peneliti untuk mencari narasumber penelitian ini.

3.2.2 Subjek Penelitian

Penelitian kualitatif merupakan suatu pendekatan penelitian yang tidak menggunakan populasi. Spradley (dalam Sugiyono, 2014, hlm.49) mengemukakan bahwa :

Dalam peneltian kualitiatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi dinamakan “social situation” atau situasi sosial yang terdiri dari atas tiga elemen yaitu: tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial tersebut dapat di rumah, orang yang di sudut jalan atau di tempat kerja, kota dan lain sebagainya.

Penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi, karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu dan hasil kajiannya tidak akan diberlakukan ke populasi. Penentuan partisipan dalam


(23)

penelitian pun dilakukan berdasarkan tujuan tertentu secara purposive sampling. Bungin (2012, hlm.107) mengemukakan bahwa :

Purposive sampling adalah salah satu strategi menentukan informan yang paling umum didalam penelitian kualitatif, yaitu menentukan kelompok peserta yang menjadi infroman sesuai dengan kriteria terpilih yang relevan dengan masalah penelitian tertentu. Contoh dari penggunaan prosedur purposif ini adalah antara lain dengan key person.

Berdasarkan pengertian diatas peneliti menyimpulkan bahwa subjek dalam penelitian dipilih secara selektif berdasarkan pertimbangan dan tujuan tertentu dan dianggap dapat dipercaya untuk menjadi sumber data berdasarkan pertimbangan untuk menemukan jawaban mengenai gambaran Nilai-nilai Sosial Budaya Masyarakat Rantau Etnis Minangkabau Sebagai Pedagang di Pasar Pagi Al-Wathoniyah, Cakung, Jakarta Timur.

Dalam strategi purposive sampling ini, peneliti menentukan pihak-pihak yang akan dijadikan narasumber yang dianggap oleh peneliti memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap keberhasilan dari penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti tentang nilai-nilai sosial budaya masyarakat pedagang etnis Minangkabau sebagai pedagang di Pasar pagi Al-Wathoniyah, Cakung Jakarta timur. Narasumber ini adalah, para pedagang pasar khususnya yang berasal dari etnis Minangkabau yang ada di pasar pagi Al-Wathoniyah, dan ahli kebudayaan Minangkabau ini nantinya akan peneliti pilih dan tentukan sebagai narasumber utama dari penelitian ini dan narasumber lainnya yaitu masyarakat selain dari suku Minangkabau yang berfungsi untuk mencari tahu seberapa dalam dan bagaimana fenomena mengenai masyarakat rantau etnis Minangkabau ini yang tersebar di masyarakat luas serta terkait dengan identitas masyarakat Minangkabau yang dikenal pandai dan terampil dalam melakukan aktifitas berdagang.

Peneliti melakukan penggalian informasi melalui informan melalui pendekatan secara individu sesuai dengan tujuan penelitian. Herdiansyah (2010,hlm.34) mengemukakan bahwa “peneliti kualitatif dan subjek penelitian harus mengenal satu sama lain”. Peneliti diharapkan mampu mengenal subjek penelitian secara mendalam guna mendapatkan informasi. Penentuan subjek dalam penelitian dimaksudkan agar peneliti dapat memperoleh informasi


(24)

sebanyak mungkin mengenai permasalahan yang akan diteliti oleh peneliti sendiri sebagai sebuah fenomena sosial

Adapun yang menjadi subjek/partisipan dalam penelitian ini adalah para pedagang pasar Al-Wathoniyah khususnya yang berasal dari masyarakat etnis Minangkabau, pengelola pasar Al-Wathoniyah, masyarakat di luar etnis Minangkabau untuk mencari tahu seberapa dalam identitas yang dibentuk oleh masyarakat etnis Minangkabau itu sendiri di tanah rantau. Mereka dipilih karena dinilai menguasai serta memahami mengenai permasalahan yang diteliti, dan mereka adalah orang yang terlibat dalam kegiatan yang sedang diteliti serta mempunyai waktu untuk diteliti. Tetapi sampel dapat berubah sewaktu-waktu di lapangan tergantung data sudah mencukupi atau tidak yang dibutuhkan oleh peneliti.

3.3 Instrumen Penelitian

Salah satu fungsi utama bagi seorang peneliti ketika melakukan penelitian kualitatif adalah berperan sebagai instrumen bagi penelitian yang sedang dilakukan. Herdiansyah (2010, hlm.21) menjelaskan bahwa “instrumen atau alat yang dimaksud adalah semenjak awal hingga akhir penelitian, peneliti sendiri yang berfungsi penuh atau peneliti sendiri yang terlibat aktif dalam penelitian yang dilakukan, bukan orang lain atau asisten peneliti”.Hal ini sejalan dengan pendapat Nasution (dalam Sugiyono, 2014, hlm. 60) bahwa:

Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrument penelitian utama. Alasannya ialah bahwa segala sesuatu belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan pada umumnya penelitian kualitatif menggunakan manusia sebagai alat utama dalam pengumpulan data lapangan (key human instrument). Oleh sebab itu, dalam prakteknya peneliti akan menjadi alat utama dalam pengumpulan data penelitian,


(25)

Peneliti kualitatif harus mampu melakukan pendekatan secara personal kepada subjek penelitian beserta lingkungan sosialnya, namun tetap menjaga kode etik sebagai peneliti. Herdiansyah (2010, hlm.24) memaparkan bahwa:

Ketika berfungsi sebagai instrumen, ia akan melebur menjadi satu dengan satu batasan bahwa sedekat apapun ia dengan subjek yang diteliti dan lingkungan sosial subjek tersebut, ia tidak larut dan kehilangan identitasnya yang lain sebagai seorang peneliti. Begitu pula sebaliknya, ia tetap menjadi bagian dari kehidupan subjek penelitian beserta lingkungan sosialnya.

Dalam suatu penelitian baik itu penelitian kuantitaif maupun kualitatif, seorang peneliti dituntut untuk bisa bersikap professional, bersikap bijak ketika sedang didalam lapangan, dan tetap menjaga kode etik sebagai peneliti.

Dikarenakan peran peneliti sebagai key human instrument, data yang dikumpulkan oleh peneliti juga didukung oleh alat-alat pengumpul data lainnya, seperti lembar observasi, pedoman wawancara serta dokumentasi yang akan dilakukan peneliti. Peneliti sebagai human instrument atau peneliti sendiri sebagai pengumpul utama data penelitian, dinyatakan oleh Nasution (dalam Sugiyono, 2014, hlm.6) mengenai alasan-alasan mengapa peneliti sebagai instrumen utama dalam penelitian kualitatif adalah sebagai berikut

1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian.

2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.

3. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrument berupa tes atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali manusia itu sendiri.

4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami dengan pengetahuan semata. Untuk memahaminya kita perlu sering merasakannya, menyelaminya, berdasarkan pengetahuan kita.

5. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh. Ia dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan segera untuk menentukan arah pengamatan.

6. Hanya manusia sebagai instrument dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan segera sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, atau perbaikan.

7. Kemungkinan jawaban yang tidak lazim atau aneh dapat diselidiki lebih jauh oleh instrumen manusia, bukan hanya untuk validitasnya akan tetapi terlebih penting untuk mencapai tingkat pengertian yang lebih tinggi daripada yang mungkin dilakukan oleh alat yang bukan manusia.


(26)

Peneliti kualitatif tetap berpegang teguh pada ketentuan metodologis yang benar serta selalu melakukan evaluasi jalannya penelitian. Oleh karena itu, peneliti mengambil kesimpulan bahwa penelitian kualitatif harus mampu bermain peran serta mampu memainkan seluruh peran tersebut agar terbentuk hubungan yang harmonis dengan subjek penelitian

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan langkah utama penelitian sebagai cara untuk mendapatkan data. Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa cara, dalam berbagai latar, sumber maupun cara. Latar pengumpulan data pada penelitian ini adalah Pasar pagi Al-Wathoniyah sebagai lokasi penelitian yang akan peneliti lakukan. Subjek dalam penelitian ini adalah orang-orang yang berada di lingkungan pasar, yaitu pelaku pasar, seperti pedagang, pembeli, pengelola yang terkait dengan tema penelitian yang akan di teliti yaitu masyarakat yang memiliki pengetahuan atau wawasan budaya mengenai adat budaya serta nilai-nilai sosial budaya masyarakat etnis Minangkabau. Cara yang dilakukan ada beberapa cara diantaranya observasi, wawancara, dokumentasi, dan dapat dilakukan triangulasi/penggabungan.

3.4.1 Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung terhadap subjek (partner penelitian) di mana sehari-hari mereka berada dan biasa melakukan aktivitasnya.

Menurut Bungin (2012, hlm.115) observasi atau pengamatan adalah:

Kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya. Kriteria suatu pengamatan dikatakan sebagai kegiatan pengumpulan data yaitu: pengamatan digunakan dalam penelitian dan telah direncanakan secara serius; pengamatan harus berkaitan dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan; pengamatan dicatat secara sistematik dan dihubungkan dengan proporsisi umum dan bukan dipaparkan sebagai suatu yang hanya menarik perhatian; pengamatan dapat dicek dan dikontrol mengenai keabsahannya.

Peneliti dalam penelitian ini melakukan observasi langsung. Artinya, peneliti berada bersama subjek penelitian guna ikut merasakan dan mengalami kegiatan subjek penelitian yang berkaitan dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan. Observasi langsung yang dilakukan peneliti akan membuat pengamatan terhadap


(27)

tujuan penelitian lebih matang. Peneliti juga akan lebih mudah dalam mengkaji makna dari kegiataan yang dilakukan oleh subjek penelitian.

Keikutsertaan peneliti dalam penelitian bertujuan untuk memperkecil jarak antara peneliti dengan subjek penelitian atau yang diteliti. Dengan bergabungnya peneliti dengan subjek yang diteliti menjadikan hubungan yang dekat antara keduanya. Kedekatan hubungan ini akan memudahkan peneliti dalam mendapat informasi dan menggali makna dalam setiap informasi yang didapat. Mengingat bahwa dalam penelitian kualitatif yang menggunakan desain deskriptif kualitatif studi kasus yang bukan hanya untuk menggali informasi yang telah menjadi tujuan penelitian tetapi disamping itu peneliti juga diharapkan mampu mengungkap makna dari setiap informasi yang didapat.

Pada observasi langsung yang akan dilakukan dalam penelitian tentang Nilai-nilai sosial budaya masyarakat etnis Minangkabau sebagai pedagang di pasar Al-Wathoniyah, Cakung, Jakarta Timur ini peneliti akan mendatangi langsung dan mengobservasi dengan tujuan untuk mengetahui jawaban atas penelitian ini. Aspek aspek yang akan peneliti observasi adalah yaitu bagaimana masyarakat etnis Minangkabau melakukan kegiatan berdagang. Selanjutnya cara mereka berinteraksi baik antar pedagang yang berasal dari etnis Minangkabau atau interaksi antara Pedagang dan Konsumen serta bagaimana cara para pedagang etnis Minangkabau mempengaruhi konsumen. Selain itu bahasa yang digunakan dalam berinteraksi juga tidak luput dari pengamatan yaitu bagaimana mereka berbicara dengan anggota masyarakat etnis Minangkabau yang lain serta perilaku mereka dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.

3.4.2 Wawancara Mendalam

Wawancara merupakan percakapan dan proses tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.

Bungin (2012, hlm.108) menyebutkan bahwa:

Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.


(28)

Wawancara dilakukan guna mendapat informasi langsung dari subjek penelitian dan dari individu atau kelompok penunjang penelitian. Dalam penelitian mengenai Nilai-nilai Sosial Budaya Masyarakat Rantau Etnis Minangkabau Sebagai Pedagang, peneliti akan mewawancarai pelaku pasar seperti pedagang etnis Minangkabau, masyarakat di luar etnis Minagkabau, pengelola pasar, serta ahli budaya suku Minangkabau untuk mendapatkan data yang lebih akurat tentang nilai sosial budaya Minangkabau

Pengetahuan mengenai makna subjektif individu terhadap fokus penelitian akan didapat melalui teknik wawancara. Teknik wawancara juga memberikan ruang bagi peneliti untuk dapat mengekplorasi isu penelitian yang tidak dapat dilakukan melalui teknik lain.

Pengumpulan informasi dengan teknik observasi serta wawancara dalam penelitian pada dasarnya saling menguatkan satu sama lain. Kedua teknik ini memberi ruang tersendiri kepada peneliti dengan subjek penelitian. Pangamatan peneliti yang didapat dari teknik observasi dapat dikaji lebih dalam lagi melalui teknik wawancara. Peneliti dapat menanyakan situasi sosial yang didapat melalui wawancara dengan subjek penelitian. Begitupun sebaliknya hasil wawancara dapat dibuktikan kebenarannya melalui teknik observasi, apakah hasil wawancara yang didapat sesuai dengan situasi sosial yang diamati atau tidak. Teknik wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti memberi penguatan dalam penelitian mengenai Nilai-nilai Sosial Budaya Masyarakat Rantau Etnis Minangkabau Sebagai Pedagang di pasar Al-Wathoniyah, Cakung, Jakarta Timur.

3.5 Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara terus-menerus (continue) dimulai dari awal penelitian hingga akhir penelitian. Peneliti menggunakan analisis data kualitatif model Miles dan Huberman yaitu analisis data secara interaktif.

3.5.1 Data Reduction (reduksi data)

Data yang diperoleh selama penelitian di lapangan jumlahnya cukup banyak, sehingga harus dicatat secara terperinci dan teliti. Reduksi data bertujuan untuk memperoleh pemahaman-pemahaman terhadap data yang telah terkumpul dari


(29)

hasil catatan lapangan dengan cara merangkum mengklasifikasikan sesuai masalah dan aspek-aspek permasalahan yang diteliti.

Penelitian ini difokuskan kepada para pedagang atau perantau yang berasal dari suku Minangkabau, pengelola pasar Al-Wathoniyah, ahli budaya Minangkabau, serta masyarakat sekita pasar yang diluar dari etnis Minangkabau sebagai narasumber dari penelitian mengenai “Nilai-nilai Sosial Budaya Masyarakat Rantau Etnis Minangkabau Sebagai Pedagang”. Reduksi data dapat bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi peneliti dalam mengolah data-data yang telah terkumpul sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih jelas dan terperinci.

3.5.2 Data Display (penyajian data)

Display data merupakan langkah kedua yang dilakukan setelah melakukan reduksi data. Proses display data dapat memudahkan peneliti untuk melakukan analisis terhadap apa yang terjadi serta melakukan perencanaan terhadap apa yang selanjutnya akan dikerjakan. Penyajian data (data display) adalah sekumpulan informasi tersusun yang akan memberikan gambaran penelitian secara menyeluruh dengan kata lain menyajikan data secara terperinci dan menyeluruh dengan mencari pola hubungannya.

Penyajian data dimulai dengan melakukan proses pengumpulan data melalui teknik wawancara yang dilakukan dengan narasumber kemudian disusun sesuai dengan rumusan masalah. Kemudian untuk menguatkan hasil laporan penelitian dilakukan proses wawancara dengan guru mata pelajaran Sosiologi, guru bimbingan dan konseling serta orangtua siswa-siswi yang bersangkutan, sehingga hasil penelitian ini dapat diperoleh dengan akurat.

Penyajian data yang disusun secara singkat, jelas dan terperinci namun menyeluruh akan memudahkan dalam memahami gambaran-gambaran terhadap aspek-aspek yang diteliti baik secara keseluruhan maupun bagian demi bagian. Penyajian data selanjutnya disajikan dalam bentuk uraian atau laporan sesuai dengan data hasil penelitian yang diperoleh.

3.5.3 Conclusion / Verification

Penarikan kesimpulan atau verifikasi data merupakan langkah terakhir yang dilakukan dalam tahap penelitian. Conclusion/verification merupakan upaya untuk


(30)

mencari arti, makna, penjelasan yang dilakukan terhadap data-data yang telah dianalisis dengan mencari hal-hal penting. Sugiyono (2014, hlm.99) menjelaskan bahwa:

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.

Kesimpulan ini disusun dalam bentuk pernyataan singkat tentang “Nilai-nilai Sosial Budaya Masyarakat Rantau Etnis Minangkabau Sebagai Pedagang di pasar Al-Wathoniyah, Cakung, Jakarta Timur” dengan mengacu kepada tujuan penelitian. Prosedur pengolahan data tersebut dimulai dengan pencatatan data di lapangan (data mentah) kemudian mengumpulkan data yang telah didapat dari lapangan, selanjutnya dilakukan reduksi data guna menyeleksi data-data yang dianggap penting dalam proses penelitian, setelah itu melakukan penyajian data untuk melihat gambaran secara keseluruhan serta disesuaikan dengan masalah atau fokus penelitian.

3.5.4 Validitas Data

Untuk melakukan pembenaran terhadap data yang diperoleh peneliti di lingkungan pesantren maka diperlukannya validitas data untuk dapat menguji data yang diperoleh untuk menguji valid tidaknya data yang diperoleh dari informan, adapun caranya yaitu sebagai berikut :

1. Triangulasi

Menurut Sugiyono (2009, hlm. 125) bahwa “Triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Triangulasi dilakukan oleh peneliti guna menentukan data yang benar-benar dipercaya dan valid”. Triangulasi dapat dilakukan dengan tiga cara demi memperoleh data yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan oleh peneliti. Adapun cara tersebut dapat diuraikan pada gambar berikut


(31)

Gambar 3.1: Triangulasi dengan tiga sumber data

2. Melakukan Member Check

Menurut Sugiyono (2009, hlm. 129) bahwa member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Salah satu cara yang sangat penting ialah melakukan member check pada akhir wawancara dengan menyebutkan garis besarnya dengan maksud agar responden memperbaiki bila ada kekeliruan, atau menambahkan apa yang masih kurang. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data-data yang valid yang di dapat dari informan kunci dan informan tambahan.

Demikian prosedur yang dilakukan peneliti dalam pelaksanaan penelitian ini. Dengan melakukan tahapan-tahapan ini diharapkan penelitian yang dilakukan ini dapat memperoleh data yang memenuhi kriteria suatau penelitian yaitu derajat kepercayaan, maksudnya data yang diperoleh dapat dipercaya dan dipertanggung jawabkan kebenarannya.

Masyarakat setempat selain etnis Minangkabau

Masyarakat Pedagang etnis Minangkabau di Pasar

Al-Wathoniyah


(32)

BAB 5

SIMPULAN, IMPLIKASI & REKOMENDASI 5.1. Simpulan

Setiap kelompok masyarakat di Indonesia atau bahkan di seluruh dunia memiliki ciri khas kebudayaannya masing-masing. Kebudayaan mereka bentuk atas unsur dari tindakan serta kebutuhan yang menunjang kehidupan mereka.

Nilai-nilai sosial budaya masyarakat etnis Minangkabau dibuat selaras dengan nilai-nilai Agama. Nilai sosial budaya masyarakat etnis Minangkabau menunjang masyarakatnya untuk dapat hidup secara harmonis baik di daerah asal mereka maupun di tanah rantau. Merantau sendiri merupakan sebuah anjuran yang terdapat di pepatah-petitih orang Minang, dimana anak muda yang hanya berdiam di rumah merupakan hal yang dinilai negatif. Selain itu, keselarasan antara kehidupan sosial dengan kehidupan berbudaya masyarakat Minangkabau ditunjang oleh tingkat solidaritas yang tinggi diantara sesama masyarakat Minangkabau. inklusivitas masyarakat Minangkabau di tanah rantau juga patut diteladani bagi semua kelompok etnis yang ada di Indonesia. Budaya memang bersifat dinamis namun ada hal-hal yang sifatnya harus dipertahankan oleh mereka, yaitu pedoman hidup dari para leluhur serta keyakinan agama yang mereka taati.

Banyaknya perantau etnis Minangkabau yang melakukan kegiatan berdagang didasari atas alasan umum dan alasan yang menjadikan budaya sebagai latar mereka melakukan kegiatan berdagang. Faktor ekonomi sudah sangat jelas menjadi alasan umum yang utama yang membuat mereka memilih profesi berdagang, selain karena mudah dilakukan, berdagang juga berpotensi mendatangkan uang dengan jumlah untung yang besar dalam waktu yang relatif singkat. Selain itu, faktor kemandirian yang dihasilkan dari budaya merantau membuat mereka tidak ingin bekerja di bawah tekanan orang lain. selain itu ada budaya-budaya atau nilai-nilai adat yang menunjang mereka untuk hidup mandiri. Berdagang merupakan salah satu usaha yang dilakukan secara mandiri oleh pelakunya. Maka dari itu, mengapa banyak sekali orang Minangkabau yang memilih berdagang sebagai profesi tunggal.


(33)

Fenomena masyarakat Minangkabau sebagai masyarakat pedagang juga diakui oleh masyarakat luas. Hal ini menurut mereka, dapat membawa dampak positif dan negatif secara bersamaan. Usaha mandiri yang dilakukan oleh orang Minang berpfungsi untuk menyerap tenaga kerja serta membuka lapangan kerja baru bagi para masyarakat usia produktif. Namun, hal negatif dapat timbul apabila masyarakat asli daerah tempat perantauan memiliki kecemburuan sosial dan sentimentasi atas para pendatang yang berhasil di tanah asli mereka. hal ini dapat menyebabkan bentrok budaya, atau bahkan bentrok fisik.

Hal di atas agaknya dapat teratasi akibat sifat inklusivitas etnis Minangkabau di tanah rantau. Mereka dapat menempatkan diri dengan baik sebagai pendatang. Mereka tidak menonjolkan budaya mereka sebagai tujuan untuk mendominasi. Namun mereka berusaha untuk menyesuaikan diri pada budaya baru yang mereka hadapi di tanah rantau.

5.2 Implikasi

Implikasi merupakan pengaruh dari tema penelitian yang peneliti angkat kali ini yaitu mengenai nilai-nilai sosial budaya masyarakat etnis Minangkabau sebagai pedagang di pasar Al-Wathoniyah, Cakung, Jakarta Timur. Pada subbab kali ini, peneliti akan membagi kedalam dua bagian, yang pertama yaitu implikasi terhadap pendidikan serta yang kedua yaitu implikasinya terhadap masyarakat secara luas.

5.2.1 Implikasi Umum

5.2.1.1 Implikasi terhadap Pendidikan

Pembelajaran kebudayaan tidak terlepas dari dunia pendidikan di Indonesia. Sebagai negara multikultural hendaknya pendidikan kebudayaan menjadi pembelajaran penting untuk peserta didik di negara ini.

Penelitian ini membantu bagi dunia pendidikan bahwa bagaimana mereka dapat nantinya berperan di masyakarat, menempatkan diri dimasyarakat, serta mampu memahami tiap-tiap budaya yang ada pad kelompok-kelompok masyarakat yang ada di Indonesia dengan pendidikan yang diberikan kepada para peserta didik melalui kurikulum di dunia pendidikan terutama sekolah yang menjadi ujung tombak dari dunia pendidikan itu sendiri.


(34)

5.2.1.2 Implikasi pada Masyarakat

Penelitian ini memberikan sebuah dampak yang positif bagi perbandingan budaya etnis Minangkabau dengan budaya lain yang ada di Indonesia. Perbandingan budaya dalam hal ini meliputi motivasi yang diberikan dari hal positif yang dapat masyarakat lain ambil dari sistem nilai sosial budaya etnis Minangkabau bahwa menjunjung tinggi perbedaan dan menjaga toleransi antar budaya sebagai bangsa yang multikultural adalah penting untuk diterapkan di setiap lini dari masyarakat.

Perbedaan budaya adalah hal yang sensitif ketika bertemu dengan budaya lain apabila tidak dengan penyikapan yang dewasa, serta pehamanan kehidupan yang inklusif antar tiap kelompok masyarakat. Selain itu, perbandingan antar budaya dengan tujuan untuk dapat saling memahami dan memaknai antara budaya satu dengan budaya lainnya menjadi pengikat dan pemicu munculnya rasa saling memahami antar budaya yang berbeda. Karena bisa saja konflik timbul dengan alasan kesalahpahaman dari masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Oleh karena itu, perbedaan yang ada perlu disikapi dengan bijak bahwa perbedaan merupakan sebuah identitas bagi masing-masing kelompok. Hal ini ditujukan untuk menjaga eksistensi dalam kehidupan multikultural, bukan justru untuk memecah-belah antar kelompok. Etnis budaya tiap masyarakat sifatnya horizontal, artinya tidak ada yang dianggap lebih baik antara etnis yang satu dengan etnis yang lainnya. Mereka sejajar karena suatu etnis bukan strata yang menilai seberapa lebih baiknya seseorang atau sekelompok orang dibandingkan dengan seseorang atau sekelompok orang lainnya.

5.2.2 Implikasi Khusus

5.2.2.1 Implikasi terhadap Masyarakat Minangkabau

Penelitian ini membawa dampak yang positif terhadap masyarakat etnis Minangkabau terutama mengungkapkan jati diri mereka sebagai sebuah kelompok masyarakat yang memiliki identitas sosial yang mestinya memang menjadi sebuah kebanggaan bagi mereka dan hal tersebut layak untuk dipelihara dan dilestarikan


(35)

sebagai sebuah kebudayaan. Penelitian ini juga memberikan gambaran secara luas tentang refleksi diri masyarakat Minangkabau ketika mereka membaur dengan masyarakat luas khususnya di tempat perantauan masyarakat Minangkabau. pengentahuan akan budayanya sendiri menjadi hal penting agar budaya tersebut tidak terhapus oleh perkembangan zaman

5.2.2.2 Implikasi terhadap Masyarakat Out Group

Penelitian ini berguna khususnya bagi masyarakat luas diluar etnis Minangkabau dalam mengetahui budaya lain yang hidup secara berdampingan dengan mereka. pengetahuan akan budaya secara luas dapat bermanfaat terhadap terciptanya interaksi yang kondusif antar kelompok masyarakat juga menjadi penjunjung kehidupan multikultural yang harmonis dan penuh toleransi.

5.2.2.3 Implikasi terhadap Diri Peneliti

Penelitian ini membawa dampak yang positif terhadap diri peneliti sendiri sebagai seorang yang memiliki keturunan Minangkabau bahwa kontribusi yang diberikan dalam bentuk penelitian ini merupoakan bentuk dari sebuah kebanggaan diri peneliti sebagai masyarakat etnis Minangkabau

5.3 Rekomendasi

5.3.1 Rekomendasi kepada Pemerintah

Berdasarkan hasil temuan pada penelitian ini, peneliti merekomendasikan kepada pemerintah yang memiliki andil dalam hal kebijakan pemerataan pembangunan bahwa masih banyak daerah yang belum memiliki keragaman profesi seperti yang terdapat di kota-kota besar. Sumatera Barat bagi peneliti merupakan provinsi yang memiliki potensi dalam bidang pariwisata, namun pengelolaan yang kurang memadai menjadikan potensi tersebut tidak dapat berkembang seperti seharusnya. Terlebih lagi apabila di lihat, hal ini bila dioptimalkan dapat menyerap banyak tenaga kerja khususnya masyarakat sumatera barat itu sendiri.

5.3.2 Rekomendasi kepada Masyarakat Out Group

Penelitian ini berguna bagi para masyarakat etnis lain sebagai sebuah perbandingan budaya yang mana seyogyanya dapat berdampak secara positif bagi


(36)

keberlangsungan kehidupan multikultural di Indonesia. Aspek yang dimaksud yaitu menimbulkan motivasi bagi etnis lain untuk dapat bersaing dengan sehat untuk mensejahterakan masyarakatnya. Ataupun bahkan dalam hal fundamentalisme budaya yang mana seharusnya budaya dipelihara dan dimaknai secara baik demi keberlangsungan budaya tersebut.

5.3.3 Rekomendasi kepada Masyarakat Minangkabau

Penelitian ini menyadarkan kepada warga masyarakat khususnya etnis Minangkabau bahwa bagaimanapun juga konflik dapat terjadi akibat pertemuan dua budaya yang berbeda. Oleh karena itu, inklusifitas hendaknya selalu dijaga oleh mereka baik di daerah asal atapun di tanah rantau. Hal ini bertujuan agar menjaga keharmonisan dan menjaga asal kehidupan bangsa indonesia pada Pancasila ketiga, yaitu persatuan Indonesia.


(37)

Daftar Pustaka Buku

Amir, M.S. (2003). Adat Minangkabau : Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang. Jakarta : PT. Mutiara Sumber Mulya

Arikunto, S. (2006) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Baron, A. Robert & Bryne Donn. (2005) Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga Bungin, Burhan. (2012) Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana

Cresswell, W. John. (2010) Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Darwis, Ranidar. (2004) Transformasi Nilai-nilai Tradisi Kekeluargaan Masyarakat Minangkabau Dalam Pendidikan Kewiraswastaan, Bandung: Pustaka Aulia Press

Hanurawan, Fattah. (2012) Psikologi Sosial, Bandung: Remaja Rosdakarya Hidayah, Z. 1997. Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta : LP3ES

Herdiansyah, Haris. (2010) Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta : Salemba Humanika

Indo, A.B.Dt. M. (1990). Kato Pustako: Papatah, Patitih, Mamang, Pantun, Ajaran, dan Filsafat Minangkabau. Jakarta : PT. Rora Karya

Kamil Pasya, Gurniwan, Elly M & Nurbayani Siti. (2011) Studi Masyarakat Indonesia. Bandung: Maulana Media Grafika

Kato, T. (1982). Mariliny and Migration, Evolving Minangkabau Traditions in Indonesia. Ithaca and London: Cornell University Press

Koentjaraningrat (1990) Pengantar Ilmu Psikologi. Jakarta: Rineka Cipta

Malihah, Elly. Effendi, Ridwan. (2007). Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi. Bandung : Value Press.


(38)

Naim, M. (1979) Merantau : Pola Migrasi Suku Minangkabau. Yogyakarta ; Gajah Mada University Press

Nasution, S. (1992). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito Nazir, Muhammad. (1988). Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia

Ranjabar, Jacobus. (2013) Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar, Bandung: Alfabet

Setiadi, Elly M & Kolip Usman. (2011). Pengantar Sosiologi. . Jakarta: Kencana Soekanto, Soerjono. (2007). Sosiologi Suatu Pengantar Jakarta: RajaGrafindo Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Sumaatmadja, Nursid. (2012). Manusia dalam Konteks Sosial, Budaya, dan Lingkungan Hidup. Bandung: Alfabeta

Suryanto, Ahmad. [online]“Definisi Pedagang-pedagang Kecil”.

Terdapat di (http://duniainformatikaindonesia.blogspot.com/2013/03/jenis-jenis-pedagang-kecil.html) di akses pada 2 februari 2015

Sutrisno, Mudji & Putranto, Hendar (2005) Teori-teori Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius

Sztompka, Piotr. Sosiologi Perubahan Sosial. (2011). Jakarta: Prenada

Usman, Husaini dan Akbar, Purnomo Setiady. (2009). Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Yin, K. Robert. (2013) Case Study Research Design and Methods. Jakarta : SAGE Publication, Inc

Jurnal

Hastuti, Erny, dkk. (2013) Kearifan Lokal Sosial Budaya Masyarakat Minang Pedagang Rantau di Jakarta. Proceeding Pesat [Jurnal] (Psikologi, Ekonomi, Strata, Arsitektur & Teknik Sipil). 5 (10), hlm. 1-7


(39)

Heryanto, Heri. (2011) The Overview of Cultural Background of Minangkabau and Chinese Customers in Padang, West Sumatra [Jurnal Internasional] (Cultural, Minangkabau, Chinese, Costumers) 1(2) hlm. 88-103 International Journal of Lean Thinking

Munir, Misnal. Hidup di Rantau dengan Damai: Nilai-Nilai Kehidupan Orang Minangkabau dalam Menyesuaikan Diri dengan Lingkungan Budaya Baru [Jurnal] (Local Wisdom, Minangkabau, Damai, Rantau, Konflik) hlm 27-41

Murad, Auda. (1980). Merantau: Outmigration in a Matrilineal Society of West Sumatera [thesis]. Australia National University: Australia.

Reqno, Kadek, A.P. (2013) Hubungan Antara Identitas Sosial dan Konformitas dengan Perilaku Agresif pada Suporter Sepakbola Persisam Putra Samarinda. [Jurnal] 1(3) 241-254

Web

Suryanto, Ahmad. [online]“Definisi Pedagang-pedagang Kecil”.

Terdapat di (http://duniainformatikaindonesia.blogspot.com/2013/03/jenis-jenis-pedagang-kecil.html) di akses pada 2 februari 2015

Anonim. [online] “Kelurahan Cakung Timur Kode Pos 13910”

Terdapat di

(http://idjakarta.com/timur/cakung/cakungtimur/kodepos13910.html) diakses pada 28 Agustus 2015


(1)

107

5.2.1.2 Implikasi pada Masyarakat

Penelitian ini memberikan sebuah dampak yang positif bagi perbandingan budaya etnis Minangkabau dengan budaya lain yang ada di Indonesia. Perbandingan budaya dalam hal ini meliputi motivasi yang diberikan dari hal positif yang dapat masyarakat lain ambil dari sistem nilai sosial budaya etnis Minangkabau bahwa menjunjung tinggi perbedaan dan menjaga toleransi antar budaya sebagai bangsa yang multikultural adalah penting untuk diterapkan di setiap lini dari masyarakat.

Perbedaan budaya adalah hal yang sensitif ketika bertemu dengan budaya lain apabila tidak dengan penyikapan yang dewasa, serta pehamanan kehidupan yang inklusif antar tiap kelompok masyarakat. Selain itu, perbandingan antar budaya dengan tujuan untuk dapat saling memahami dan memaknai antara budaya satu dengan budaya lainnya menjadi pengikat dan pemicu munculnya rasa saling memahami antar budaya yang berbeda. Karena bisa saja konflik timbul dengan alasan kesalahpahaman dari masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Oleh karena itu, perbedaan yang ada perlu disikapi dengan bijak bahwa perbedaan merupakan sebuah identitas bagi masing-masing kelompok. Hal ini ditujukan untuk menjaga eksistensi dalam kehidupan multikultural, bukan justru untuk memecah-belah antar kelompok. Etnis budaya tiap masyarakat sifatnya horizontal, artinya tidak ada yang dianggap lebih baik antara etnis yang satu dengan etnis yang lainnya. Mereka sejajar karena suatu etnis bukan strata yang menilai seberapa lebih baiknya seseorang atau sekelompok orang dibandingkan dengan seseorang atau sekelompok orang lainnya.

5.2.2 Implikasi Khusus

5.2.2.1 Implikasi terhadap Masyarakat Minangkabau

Penelitian ini membawa dampak yang positif terhadap masyarakat etnis Minangkabau terutama mengungkapkan jati diri mereka sebagai sebuah kelompok masyarakat yang memiliki identitas sosial yang mestinya memang menjadi sebuah kebanggaan bagi mereka dan hal tersebut layak untuk dipelihara dan dilestarikan


(2)

108

sebagai sebuah kebudayaan. Penelitian ini juga memberikan gambaran secara luas tentang refleksi diri masyarakat Minangkabau ketika mereka membaur dengan masyarakat luas khususnya di tempat perantauan masyarakat Minangkabau. pengentahuan akan budayanya sendiri menjadi hal penting agar budaya tersebut tidak terhapus oleh perkembangan zaman

5.2.2.2 Implikasi terhadap Masyarakat Out Group

Penelitian ini berguna khususnya bagi masyarakat luas diluar etnis Minangkabau dalam mengetahui budaya lain yang hidup secara berdampingan dengan mereka. pengetahuan akan budaya secara luas dapat bermanfaat terhadap terciptanya interaksi yang kondusif antar kelompok masyarakat juga menjadi penjunjung kehidupan multikultural yang harmonis dan penuh toleransi.

5.2.2.3 Implikasi terhadap Diri Peneliti

Penelitian ini membawa dampak yang positif terhadap diri peneliti sendiri sebagai seorang yang memiliki keturunan Minangkabau bahwa kontribusi yang diberikan dalam bentuk penelitian ini merupoakan bentuk dari sebuah kebanggaan diri peneliti sebagai masyarakat etnis Minangkabau

5.3 Rekomendasi

5.3.1 Rekomendasi kepada Pemerintah

Berdasarkan hasil temuan pada penelitian ini, peneliti merekomendasikan kepada pemerintah yang memiliki andil dalam hal kebijakan pemerataan pembangunan bahwa masih banyak daerah yang belum memiliki keragaman profesi seperti yang terdapat di kota-kota besar. Sumatera Barat bagi peneliti merupakan provinsi yang memiliki potensi dalam bidang pariwisata, namun pengelolaan yang kurang memadai menjadikan potensi tersebut tidak dapat berkembang seperti seharusnya. Terlebih lagi apabila di lihat, hal ini bila dioptimalkan dapat menyerap banyak tenaga kerja khususnya masyarakat sumatera barat itu sendiri.

5.3.2 Rekomendasi kepada Masyarakat Out Group

Penelitian ini berguna bagi para masyarakat etnis lain sebagai sebuah perbandingan budaya yang mana seyogyanya dapat berdampak secara positif bagi


(3)

109

keberlangsungan kehidupan multikultural di Indonesia. Aspek yang dimaksud yaitu menimbulkan motivasi bagi etnis lain untuk dapat bersaing dengan sehat untuk mensejahterakan masyarakatnya. Ataupun bahkan dalam hal fundamentalisme budaya yang mana seharusnya budaya dipelihara dan dimaknai secara baik demi keberlangsungan budaya tersebut.

5.3.3 Rekomendasi kepada Masyarakat Minangkabau

Penelitian ini menyadarkan kepada warga masyarakat khususnya etnis Minangkabau bahwa bagaimanapun juga konflik dapat terjadi akibat pertemuan dua budaya yang berbeda. Oleh karena itu, inklusifitas hendaknya selalu dijaga oleh mereka baik di daerah asal atapun di tanah rantau. Hal ini bertujuan agar menjaga keharmonisan dan menjaga asal kehidupan bangsa indonesia pada Pancasila ketiga, yaitu persatuan Indonesia.


(4)

Daftar Pustaka Buku

Amir, M.S. (2003). Adat Minangkabau : Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang. Jakarta : PT. Mutiara Sumber Mulya

Arikunto, S. (2006) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Baron, A. Robert & Bryne Donn. (2005) Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga Bungin, Burhan. (2012) Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana

Cresswell, W. John. (2010) Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Darwis, Ranidar. (2004) Transformasi Nilai-nilai Tradisi Kekeluargaan Masyarakat Minangkabau Dalam Pendidikan Kewiraswastaan, Bandung: Pustaka Aulia Press

Hanurawan, Fattah. (2012) Psikologi Sosial, Bandung: Remaja Rosdakarya Hidayah, Z. 1997. Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta : LP3ES

Herdiansyah, Haris. (2010) Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta : Salemba Humanika

Indo, A.B.Dt. M. (1990). Kato Pustako: Papatah, Patitih, Mamang, Pantun, Ajaran, dan Filsafat Minangkabau. Jakarta : PT. Rora Karya

Kamil Pasya, Gurniwan, Elly M & Nurbayani Siti. (2011) Studi Masyarakat Indonesia. Bandung: Maulana Media Grafika

Kato, T. (1982). Mariliny and Migration, Evolving Minangkabau Traditions in Indonesia. Ithaca and London: Cornell University Press

Koentjaraningrat (1990) Pengantar Ilmu Psikologi. Jakarta: Rineka Cipta

Malihah, Elly. Effendi, Ridwan. (2007). Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi. Bandung : Value Press.


(5)

Naim, M. (1979) Merantau : Pola Migrasi Suku Minangkabau. Yogyakarta ; Gajah Mada University Press

Nasution, S. (1992). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito Nazir, Muhammad. (1988). Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia

Ranjabar, Jacobus. (2013) Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar, Bandung: Alfabet

Setiadi, Elly M & Kolip Usman. (2011). Pengantar Sosiologi. . Jakarta: Kencana Soekanto, Soerjono. (2007). Sosiologi Suatu Pengantar Jakarta: RajaGrafindo Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Sumaatmadja, Nursid. (2012). Manusia dalam Konteks Sosial, Budaya, dan Lingkungan Hidup. Bandung: Alfabeta

Suryanto, Ahmad. [online]“Definisi Pedagang-pedagang Kecil”.

Terdapat di (http://duniainformatikaindonesia.blogspot.com/2013/03/jenis-jenis-pedagang-kecil.html) di akses pada 2 februari 2015

Sutrisno, Mudji & Putranto, Hendar (2005) Teori-teori Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius

Sztompka, Piotr. Sosiologi Perubahan Sosial. (2011). Jakarta: Prenada

Usman, Husaini dan Akbar, Purnomo Setiady. (2009). Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Yin, K. Robert. (2013) Case Study Research Design and Methods. Jakarta : SAGE Publication, Inc

Jurnal

Hastuti, Erny, dkk. (2013) Kearifan Lokal Sosial Budaya Masyarakat Minang Pedagang Rantau di Jakarta. Proceeding Pesat [Jurnal] (Psikologi, Ekonomi, Strata, Arsitektur & Teknik Sipil). 5 (10), hlm. 1-7


(6)

Heryanto, Heri. (2011) The Overview of Cultural Background of Minangkabau and Chinese Customers in Padang, West Sumatra [Jurnal Internasional] (Cultural, Minangkabau, Chinese, Costumers) 1(2) hlm. 88-103 International Journal of Lean Thinking

Munir, Misnal. Hidup di Rantau dengan Damai: Nilai-Nilai Kehidupan Orang Minangkabau dalam Menyesuaikan Diri dengan Lingkungan Budaya Baru [Jurnal] (Local Wisdom, Minangkabau, Damai, Rantau, Konflik) hlm 27-41

Murad, Auda. (1980). Merantau: Outmigration in a Matrilineal Society of West Sumatera [thesis]. Australia National University: Australia.

Reqno, Kadek, A.P. (2013) Hubungan Antara Identitas Sosial dan Konformitas dengan Perilaku Agresif pada Suporter Sepakbola Persisam Putra Samarinda. [Jurnal] 1(3) 241-254

Web

Suryanto, Ahmad. [online]“Definisi Pedagang-pedagang Kecil”.

Terdapat di (http://duniainformatikaindonesia.blogspot.com/2013/03/jenis-jenis-pedagang-kecil.html) di akses pada 2 februari 2015

Anonim. [online] “Kelurahan Cakung Timur Kode Pos 13910”

Terdapat di

(http://idjakarta.com/timur/cakung/cakungtimur/kodepos13910.html) diakses pada 28 Agustus 2015