PENGARUH MODEL PEMBELAJARANKOOPERATIFTIPE TSTS TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA SD.

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARANKOOPERATIFTIPE TSTS TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIKA SISWA SD SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh Maya Angelina

1004168

PROGRAM PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

KAMPUS TASIKMALAYA

2014


(2)

(3)

i

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY TERHADAP KEMAMPUAN

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA SD.

Maya Angelina 1004168 ABSTRAK

penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah matematika yang merupakan permasalahan yang menuntut seorang guru untuk memilih dan menerapkan suatu model pembelajaran matematika di sekolah. Model pembelajaran kooperatif tipe

Two Stay Two Stray (TSTS) ini memberi kelompok untuk berdiskusi, dan

beberapa anggota kelompok bertugas untuk memberikan hasil diskusi kepada kelompok lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang menggunakan pembelajaran TSTS lebih baik daripada siswa yang tidak mengikuti pembelajaran TSTS. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen Posttest Only Control Group

Desain. Populasi penelitian adalah.siswa kelas IV SDN Nagarawangi 1

Tasikmalaya. Sampel terdiri dari 2(dua) kelas, yaitu siswa kelas IV A sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas IV B sebagai kelas kontrol. Instrumen yang digunakan adalah soal tes pemecahan masalah matematika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata hasil postes kemampuan pemecahan masalah matematika kelas eksperimen lebih tinggi dari rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika kelas kontrol yaitu 167,34 dan 141,09. Ini menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan nilai signifikansi 0,000.

Kata kunci: Pembelajaran Matematika, Pemecahan Masalah Matematika, Two


(4)

i

EFFECT OF COOPERATIVE LEARNING MODEL

TYPES TWO STAY TWO STRAY OF PROBLEM SOLVING SKILLS MATH STUDENT IN ELEMENTARY SCHOOL

Maya Angelina 1004168 ABSTRACT

The fact that the field shows that the conventional way of teaching teachers cause low ability students' mathematical problem solving. This requires a teacher to select and implement a model of learning mathematics in school. This study aims to determine whether the type TSTS Cooperative learning model to show the students' mathematical problem solving ability. The method used in this study is a quasi experimental Posttest Only Control Group Design with a population of fourth grade students at SDN Nagarawangi 1 Tasikmalaya. The sample consists of two (2) classes, namely A fourth grade students at SDN Nagarawangi 1 Tasikmalaya as experimental class and fourth grade students at SDN Nagarawangi B 1 Tasikmalaya as the control class. The instrument used is a matter of mathematical problem solving test description. The results showed that: there are significant differences between students 'mathematical problem solving ability with the experimental class students' mathematical problem solving ability control class is 0,000. The average score of mathematical problem solving ability posttest experimental class and control class is 167.34 and 141.09. This suggests that learning mathematics with the use of cooperative learning model two stay two stray effect on students' mathematical problem solving ability

Keywords: Learning Mathematics, Mathematical Problem Solving, Two Stay Two

Stray


(5)

v DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii v ix xi xii BAB I BAB II PENDAHULUAN... A. Latar Belakang... B. Identifikasi dan Perumusan Masalah... C. Tujuan Penelitian... D. Manfaat Penelitian... E. Struktur Organisasi Skripsi...

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN... A. Kajian Pustaka... 1. Hakikat Matematika di Sekolah Dasar...

a. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar... b. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar... c. Model Pembelajaran Kooperatif... d. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray.. 2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika... 3. Matematika Tentang Aritmatika Sosial (Uang)... B. Kerangka Pemikiran...

1 1 6 7 7 8 9 9 9 9 11 12 13 16 19 22


(6)

vi BAB III

BAB IV

C. Hipotesis Penelitian... METODE PENELITIAN... A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian... 1. Lokasi... 2. Populasi dan Sampel... B. Desain Penelitian... C. Metode Penelitian... D. Definisi Operasional Variabel... E. Instrumen Penelitian... F. Pengenbangan Instrumen... 1. Validitas... 2. Reliabilitas... G. Teknik Pengumpulan Data... H. Analisis Data... HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... A. Hasil Penelitian...

1. Deskripsi Hasil Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas IV Eksperimen dan Kontrol... a. Data Hasil Postes Kelas Eksperimen... b. Data Hasil Postes Kelas Kontrol... c. Analisis Deskriptif Tahap Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol...

a) Analisis Deskriptif Tahap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas Eksperimen...

1) Tahap Pemahaman Masalah (M1) Dalam Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siswa... 2) Tahap Perencanaan Penyelesaian (M2)

Dalam Kemampuan Pemecahan Masalah 23 24 24 24 24 25 26 27 28 29 30 31 32 32 36 36 36 37 41 45 45 45


(7)

vii

Matematika Siswa... 3) Tahap Pelaksanaan Rencana Penyelesaian

(M3) Dalam Kemampuan Pemecahan Masalah MatematikaSiswa... 4) Tahap Pengecekan Jawaban (M4)Dalam

Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siswa... b) Analisis Deskriptif Tahap Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas Kontrol...

1) Tahap Pemahaman Masalah (M1) Dalam Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siswa... 2) Tahap Perencanaan Penyelesaian (M2)

Dalam Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa... 3) Tahap Pelaksanaan Rencana Penyelesaian

(M3) Dalam Kemampuan Pemecahan Masalah MatematikaSiswa... 4) Tahap Pengecekan Jawaban (M4)Dalam

Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siswa... d. Perbandingan Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siswa Kelas Eksperimen dan Siswa Kelas Kontrol dalam Menjawab Soal...

a) Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa dalam Pemahaman Masalah (M1)... b) Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Siswa dalam Perencanaan Rencana Penyelesaian (M2) ... c) Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

48

50

53

55

56

58

61

63

66

66


(8)

viii BAB V

Siswa dalam Pelaksanaan Rencana Penyelesaian (M3)... d) Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Siswa dalam Pengecekan Jawaban (M4)... e. Uji Statistik Hasil Postes Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol...

1) Uji normalitas... 2) Uji Homogenitas... 3) Uji Perbedaaan Dua Rata-rata... 4) Data Hasil Observasi... B. Pembahasan Hasil Penelitian...

1. Proses Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two

Stray...

2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa pada Pembelajaran Matematika dengan Penggunaan Model Pembelajaran Tipe Two Stay Two Stray di SDN

Nagarawangi 1 Tasikmalaya... 3. Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay

Two Stray terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siswa... KESIMPULAN DAN SARAN... A. Kesimpulan... B. Saran...

70

72

74 74 75 76 78

80

82

84 87 87 88


(9)

ix RIWAYAT HIDUP


(10)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan usaha sadar agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Matematika merupakan mata pelajaran wajib yang harus diberikan kepada siswa mulai dari pendidikan dasar hingga menengah. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.22 tahun 2006 dalam buku Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (BSNP, 2006, hlm. 110) disebutkan bahwa tujuan mata pelajaran matematika di SD/MI adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Berdasarkan kutipan diatas maka, tujuan pembelajaran matematika di sekolah yakni agar siswa memiliki kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Tujuan tersebut mengindikasikan bahwa siswa diharuskan memiliki kemampuan pemecahan masalah. Pemecahan masalah bukan hanya sekedar kemampuan untuk diajarkan dan digunakan dalam matematika tetapi juga kemampuan yang dapat digunakan ketika siswa tersebut menghadapi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.


(11)

2

Ditengah pentingnya kemampuan pemecahan masalah, ditemukan fakta bahwa kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki oleh siswa Indonesia tergolong masih rendah. Hal ini berdasarkan hasil tes Programme for

International Student Assesment (PISA) yang dilaksanakan pada tahun 2012

menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa Indonesia menduduki peringkat ke 64 dari 65 negara dengan nilai rata-rata 375. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematik siswa menurut PISA selaras dengan rendahnya prestasi siswa di sekolah.

Kemampuan pemecahan masalah akan diperoleh bila dalam proses pembelajaran terjadi komunikasi antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa lainnya sehingga dapat merangsang terciptanya partisipasi siswa. (Ratnaningsih, 2008, hlm. 3). Artinya salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah yaitu memilih model pembelajaran yang lebih menekankan keaktifan pada diri siswa. Salah satu alternatif model pembelajaran yang bisa digunakan adalah pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan atau disingkat PAIKEM.

Berdasarkan paham Kontruktivisme, tugas guru adalah membantu agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuannya sesuai dengan situasi konkrit, maka strategi pembelajaran yang digunakan perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi siswa.. Dalam hal ini teknik dan seni yang dimiliki guru ditantang untuk mengoptimalkan pembelajaran. Pengetahuan siswa dikonstruksi bila ia terlibat secara sosial dalam dialog dan aktif dalam percobaan-percobaan dan pengalaman. Siswa tidak hanya memerlukan akses pengalaman fisik tetapi juga interaksi dengan pengalaman yang dimiliki oleh siswa lain. Pembelajaran yang sifatnya kooperatif (cooperative learning) ini muncul ketika siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan belajar yang diinginkan oleh siswa. Teori konstruktivisme sosial Vygotsky telah meletakkan arti penting model pembelajaran kooperatif. Vigotsky (2012, hlm. 31) menekankan siswa mengonstruksi pengetahuan dengan mentransformasikan, mengorganisasikan dan mereorganisasikan pengetahuan dan informasi melalui interaksi sosial dengan orang lain.


(12)

3

Dukungan lain dari teori Vygotsky terhadap model pembelajaran kooperatif adalah arti penting belajar kelompok. Chaplin (2012,hlm. 34) mendefinisikan kelompok sebagai

“a collection of individuals who have some characteristic in common or who are pursuing a common goal. Two or more persons who interact in any way constitute a group. It is not necessary, however, for the members of a group to interact directly or in face to face manner”.

Berdasarkan pengertian diatas dikemukakan bahwa belajar kelompok itu dapat terdiri dari dua orang saja atau lebih. Dalam belajar berkelompok Shaw(2012,hlm. 36) mengemukakan bahwa ciri yang paling menonjol adalah adanya interaksi antar anggota kelompok. Interaksi adalah saling mempengaruhi, individu satu dengan individu yang lain untuk mencapai tujuan pembelajaran yang optimal, baik secara intrinsik maupun secara ekstrinsik. Oleh karena itu, peran semua anggota sangat diperlukan dalam belajar kelompok.

Untuk mencapai hasil yang optimal dalam belajar kelompok, Roger dan David Johnson menyebutkan 5 unsur yang harus diterapkan dalam pembelajaran kooperatif. Lima unsur tersebut adalah:

1. Positive interdependence (saling ketergantungan positivf)

2. Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan)

3. Face to face promotive interaction (interaksi promotif)

4. Interpersonal skill (komunikasi antar anggota)

5. Group processing (pemrosesan kelompok)

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial.

Beberapa model pembelajaran kooperatif adalah: Jigsaw, Numbered Heads

Together (NHT), Group Investigation, Two Stay Two Stray, Make a Match, Listening Team, Inside-Outside Circle,The Power of Two, TAI ( Team Assited Individualization atau Team Accelarated Instruction), Pembelajaran kooperatif


(13)

4

Integrated Reading and Composition), TGT ( Team Game Turnament), op Co-op, dan Jigsaw II.

Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TS-TS) dikembangkan oleh Spencer Kagan. Metode ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia siswa.metode TSTS merupakan pembelajaran berkelompok yang memberikan kesempatan kepada semua anggota kelompokuntuk berdiskusi,dan membagi peran diantara anggota. 2 orang anggota kelompok berperan sebagai tamu untuk mencari informasi dari kelompok lain. Sedangkan, 2 orang anggota yang lainnya bertugas menjadi tuan rumah untuk membagikan informasi kepada tamu dari kelompok lain. Dengan begitu siswa dapat saling bekerja sama,berdiskusi, dan saling bersosialisasi dengan baik. Adapun langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Two

Stay Two Stray seperti yang diungkapkan antara lain:

1. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari empat siswa.

2. Kelompok yang dibentuk pun merupakan kelompok heterogen seperti pada pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray yang bertujuan untuk memberikan kesempatan pada siswa untuk saling membelajarkan (Peer Tutoring) dan saling mendukung.

3. Guru memberikan sub pokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk dibahas bersama-sama dengan anggota kelompoknya masing-masing. 4. Siswa bekerjasama dalam kelompok beranggotakan empat orang. Hal

ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir.

5. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain.

6. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.

7. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.


(14)

5

9. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka. Model pembelajaran yang akan digunakan yaitu model pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray. Model ini dapat menciptakan suatu situasi dimana setiap anggota kelompok dimungkinkan meraih tujuan belajar, baik secara individu maupun secara berkelompok. Model ini memungkinkan siswa terlibat aktif ketika proses pembelajaran dan dapat memberikan dampak yang positif terhadap kualitas interaksi diantara siswa. Siswa memiliki rasa percaya diri yang tinggi untuk mengemukakan pendapatnya, baik itu dalam bertanya, menjawab pertanyaan ataupun mengomentari pendapat temannya yang lain selama proses pembelajaran berlangsung. Berdasarkan salah satu tujuan matapelajaran matematika di SD yang terdapat dalam BNSP(2006, hlm.110) bahwa siswa harus mampu memecahkan masalah. Namun kenyataan yang terjadi dilapangan menunjukan bahwa siswa sulit menghadapi soal pemecahan masalah. Hal ini terjadi dikarenakan kurangnya inovasi pembelajaran dan penggunaan metode konvensional yang menyebabkan siswa tidak dapat berfikir kreatif dan mandiri, sehingga menghambat perkembangan terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika.

Dalam pemecahan masalah siswa harus menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimilikinya terlebih dahulu untuk diterapkan pada soal pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Menurut Polya (Ratnaningsih, 2008, hlm 4) solusi pemecahan masalah memuat empat langkah penyelesaian, yaitu :

1. Memahami masalah

2. Merencanakan penyelesaian

3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana

4. Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang diberikan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Merdiana (2011, hlm.47) terlihat bahwa kemampuan pemahaman matematik siswa pada materi pecahan berbeda berpenyebut dengan menggunakan pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray lebih baik daripada dengan menggunakan pembelajaran langsung. Berdasarkan latar belakang tersebut, diperoleh pemahaman betapa pentingnya penggunaan


(15)

6

model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah matematika. Oleh karena itulah, penulis melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SD”.

B. Rumusan Masalah dan Identifikasi Masalah 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti mengidentifikasi masalah yang terjadi di lapangan adalah ditemukannya fakta bahwa kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki oleh siswa Indonesia tergolong masih rendah. Kemampuan pemecahan masalah siswa Indonesia menduduki peringkat ke 64 dari 65 negara dengan nilai rata-rata 375.(PISA,2012) Sehubungan dengan identifikasi masalah tersebut,sudah saatnya guru merubah paradigma pada proses pembelajaran dari yang pada awalnya berpusat pada guru(teacher centered) menjadi berpusat pada siswa (student centered), sehingga siswapun aktif pada proses pembelajaran dan suasana kelas yang tadinya pasif menjadi suasana belajar yang aktif, kreatif, dan menyenangkan.

Oleh sebab itu, agar pembelajaran matematika membuat siswa aktif dan termotifasi dalam proses pembelajaran, penulis mencoba menggunakan menggunakan model pembelajaran kooperatif Tipe Two Stay Two Stray sebagai salah satu upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. 2. Batasan Masalah

Agar ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini tidak terlalu luas, maka peneliti hanya membatasi permasalahan tentang pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray terhadap pemecahan masalah matematika siswa pada materi aritmatika sosial (uang)

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.


(16)

7

Apakah model pembembelajaran Kooperatif tipe TSTS dapat menunjukan kemampuan pemecahan masalah?

Secara khusus:

1. Bagaimana kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model pembembelajaran Kooperatif tipe TSTS?

2. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mengikuti pembelajaran matematika model pembelajaran Kooperatif tipe TSTS lebih baik daripada siswa yang tidak mengikuti pembelajaran TSTS?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

Secara umum:

Mengetahui apakah model pembembelajaran Kooperatif tipe TSTS dapat menunjukan kemampuan pemecahan masalah?

Secara khusus:

1. Mengetahui bagaimana kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model pembembelajaran Kooperatif tipe TSTS?

2. Mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mengikuti pembelajaran matematika model pembelajaran Kooperatif tipe TSTS lebih baik daripada siswa yang tidak mengikuti pembelajaran TSTS.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

a. Menambah pengetahuan dan sebagai ilmu pendidikan khususnya dalam penggunaan model pembelajaran.


(17)

8

b. Memberikan sumbangan pemikiran dan pengetahuan bagi dunia pendidikan di dalam menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan tipe Two Stay Two Stray.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa

Diharapkan dengan mengikuti model pembelajaran model pembelajaran Kooperatif tipe TSTS siswa dapat aktif membangun pengetahuannya sendiri sehingga mampu meningkatkan aktivitas dan kemampuan pemecahan masalah matematika

b. Bagi Guru

Bagi guru, diharapkan dapat memperluas wawasan guru tentang model pembelajaran Kooperatif tipe TSTS serta dapat menjadi alternatif model pembelajaran sehingga proses pembelajaran lebih bermakna

c. Bagi Sekolah

Memberikan sumbangan pemikiran dalam menentukan strategi yang tepat dalam memilih model pembelajaran di sekolah.

E. Struktur Organisasi Skripsi

Struktur organisasi pada penelitian ini terdiri dari Bab I pendahuluan, berisi latar belakang penelitian, identifikasi & perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi. Bab II kajian pustaka, kerangka pemikiran, dan hipotesis. Bab ini membahas mengenai teori-teori sebagai landasan teoritik, kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian. Bab III metode penelitian, tentang lokasi& sampel penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, proses pengembangannya, teknik pengumpulan data dan analisis data. Bab IV hasil penelitian dan pembahasan pengolahan data, dan menganalisis temuan dari penelitian yang telah dilaksanakan. Bab V kesimpulan dan saran, berisi pemaparan dari hasil penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian.


(18)

28

BAB III

METODE PENELITIAN

“Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”. (Sugiyono, 2007, hlm. 2). Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan penelitian kuasi eksperimen. Karena dalam penelitian ini diberikan suatu perlakuan kepada subjek penelitian untuk mengetahui hubungan antara perlakuan tersebut dengan aspek tertentu yang akan diukur. Menurut Ruseffendi (2005, dalam Fani, 2012, hlm. 17), “Penelitian eksperimen atau percobaan (eksperimental research) adalah penelitian yang benar-benar untuk melihat hubungan sebab-akibat. Perlakuan yang kita lakukan terhadap variabel bebas kita lihat hasilnya pada variabel terikat”.

Arikunto (2010, hlm. 9) mengemukakan :

“Eksperimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat (hubungan kausal) antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan mengeliminisasi atau mengurangi atau menyisihkan faktor-faktor lain yang bisa menganggu. Eksperimen selalu dilakukan dengan maksud untuk melihat akibat dari suatu perlakukan-perlakukan”.

A. Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian a. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang diambil adalah satu sekolah yaitu di SDN Nagarawangi 1 Tasikmalaya UPTD Kecamatan Cihideung yang berada di jalan Veteran 51, Nagarawangi, Cihideung ,Kota Tasikmalaya. Kode Pos 46124 Jawa Barat.

b. Populasi dan Sampel/Subjek Penelitian.

Populasi menurut Sugiyono (2007,hlm 80) adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan kerakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Adapun yang akan menjadi populasi dalam penelitian ini adalah kelas IV di SDN Nagarawangi 1 Tasikmalaya.

Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN Nagarawangi 1 Tasikmalaya sebanyak 64 orang terdiri dari kelas IV A dan IV B. Kelas IVA


(19)

29

berjumlah 32 siswa dan kelas IV B berjumlah 32 orang. Kelas IV A akan diberikan perlakuan yakni pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray. Sedangkan untuk kelas IV B tidak akan diberi perlakuan yakni pembelajaran matematika dengan pembelajaran konvensional. Teknik pengambilan sampelnya adalah sampel jenuh karena teknik ini cocok digunakan untuk populasi yang relatif kecil yakni subjek yang akan ditelitinya kurang dari 100 orang .

B. Desain Penelitian

Menurut Arikunto (2006 hlm.45) “Desain penelitian adalah rencana atau rancangan yang dibuat oleh peneliti, sebagai ancar-ancar kegiatan yang akan dilaksanakan”.

Bentuk desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Posttest

Only Control Group Design. Pada desain ini penetapan kelompok eksperimen

maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random Bagan desain penelitian yang dimaksud adalah :

E X O1

K O2

Keterangan :

O1 dan O2 : Tes akhir setelah perlakuan (Post-test) X : Perlakuan (treatment)

E : Kelas Eksperimen

K : Kelas Kontrol

Pemilihan desain ini berangkat dari pengertian masalah dalam pembelajaran matematika, yaitu apabila suatu soal yang telah diberikan kepada siswa kemudian diberikan kembali, maka soal tersebut bukan merupakan masalah bagi siswa tersebut. Oleh karena itu, tidak dilakukan pretest, tetapi hanya posttest pada akhir pembelajaran.

Dengan mempertimbangkan beberapa hal yang menjadi kendala dalam pelaksanaan penelitian, khususnya dalam hal waktu, tenaga, dan dana, penelitian


(20)

30

ini tidak menggunakan metode true-eksperimen, tetapi mengunakan metode kuasi eksperimen dengan jenis desain Posttest Only Control Group Design.

Peneliti akan meneliti dua kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen adalah kelas yang diberi perlakuan atau treatment sedangkan kelas kontrol adalah kelas yang tidak diberi perlakuan. Pengaruh adanya perlakuan (treatment) adalah O1 : O2. Pengaruh treatment dianalisis dengan rumus

= −

− 1 + − 1

+ − 2 1 + 1

Keterangan :

X1 = nilai rata-rata kelompok eksperimen X2 = nilai rata-rata kelompok kontrol n = banyaknya subjek

s1 = simpangan baku kelompok eksperimen s2 = simpangan baku kelompok kontrol

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan menggunakan penelitian eksperimen. Metode penelitiatn eksperimen yang digunakan adalah metode penelitian kuasi eksperimen.” Penelitian kuasi eksperimen merupakan desain yang mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen” (Sugiyono, 2009 hlm.114). Penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan (Sugiyono, 2009.hlm.107).

Dalam penelitian ini, perlakuan yang diberikan adalah Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray, sedangkan aspek yang diukurnya adalah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Sehingga yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran


(21)

31

kooperatif tipe Two Stay Two Stray dan variabel terikatnya adalah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

D. Definisi Operasional Variabel

Arikunto (2006 hlm.118) mengemukkan “Variabel penelitian adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian”. Maka penelitian ini mempunyai dua variabel yaitu variabel bebas (Independen) dan variabel terikat (Dependen). Variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah penggunaan Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan pembelajaran langsung. Sedangkan variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray

Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray merupakan salah satu tipe kooperatif untuk memberikan kesempatan pada kelompok untuk membagikan hasil informasi dan menerima informasi dengan kelompok lain. Dalam pelaksanaannya, model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray dilakukan beberapa langkah antara lain:

1. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari empat siswa.

2. Kelompok yang dibentuk pun merupakan kelompok heterogen seperti pada pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray yang bertujuan untuk memberikan kesempatan pada siswa untuk saling membelajarkan (Peer Tutoring) dan saling mendukung.

3. Guru memberikan sub pokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk dibahas bersama-sama dengan anggota kelompoknya masing-masing. 4. Siswa bekerjasama dalam kelompok beranggotakan empat orang. Hal

ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir.

5. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain.


(22)

32

6. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.

7. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.

8. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka. 9. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka. 2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Pemecahan masalah memiliki 3 dimensi yaitu : sebagai suatu tujuan pembelajaran matematika (goal), sebagai proses berpikir (process), dan sebagai kemampuan dasar (basic skill. Sebagai dimensi tujuan, pemecahan masalah dibelajarkan sebagai upaya untuk mampu memiliki kemampuan berpikir matematika siswa dalam pemecahan masalah matematika. Dikembangkan melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray. Alat ukur untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika ini menggunakan soal pemecahan masalah yang berupa uraian dengan materi pembelajaran memecahkan masalah yang berkaitan dengan uang. Soal ini diberikan kepada kelas IVA sebagai kelas eksperimen.

Adapun indikator kemampuan pemecahan masalah matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah a) Memahami masalah b) Merencanakan pemecahan masalah c) Melakukan perhitungan sesuai strategi atau cara penyelesaian masalah yang ada pada perencanaan penyelesaian masalah d) Memeriksa kebenaran atau jawaban.

E. Instrumen Penelitian.

Arikunto (2006 hlm.160) menyebutkan bahwa ïnstrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti cermat, lengkap, dan sistematis sehingga mudah diolah”.

Dalam penelitian ini, digunakan instrumen yang terdiri dari soal tes pemecahan masalah matematika siswa (postes) yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika siswa sesudah diberi perlakuan


(23)

33

berupa model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan observasi untuk mengetahui proses pembelajaran siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS.

1) Tes pemecahan masalah matematika

Tes adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan (Arikunto, 2010 hlm.53). Tes pemecahan masalah matematika pada penelitian ini soal tes yang digunakan adalah tes tipe subjektif (uraian). Keunggulan tes tipe subjektif (uraian) adalah dalam menjawab soal berbentuk uraian siswa dituntut untuk menjawabnya secara rinci, maka proses berpikir, ketelitian, sistematika penyusunan dapat dievaluasi. Hasil evaluasi dapat mencerminkan kemampuan siswa yang sebenarnya, selain itu, proses pengerjaan akan menimbulkan aktifitas positif siswa, karena tes tersebut menuntut siswa agar berpikir secara sisitematik, mengaitkan fakta-fakta yang relevan, menyampaikan pendapat dan argumentasi (Suherman dalam Fani, 2012).

Untuk mengembangkan instrumen sebagaimana yang digunakan untuk mengukur variabel yang diteliti yaitu dalam hal ini kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada pembelajaran matematika. Sebelum instrumen soal tersebut digunakan harus dilakukan uji coba instrumen. Pengujian tersebut bertujuan untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas instrumen yang digunakan dalam penelitian.

2) Observasi

Observasi dibuat untuk mengetahui aktivitas guru selama proses pembelajaran matematika. Observasi dilakukan dengan terstruktur dimana sebelumnya sudah disusun terlebih dahulu aspek-aspek yang akan diteliti.

F. Proses Pengembangan Instrumen

Sebelum instrumen digunakan, terlebih dahulu instrumen dikonsultasikan kepada dosen pembimbing. Hal ini dilakukan untuk mengetahui validitas dan realibilitas dari instrumen tersebut. Setelah perbaikan hasil instrumen, kemudian


(24)

34

instrumen tersebut di uji cobakan dengan tujuan mendapatkan validitas tiap butir soal dari instrumen tersebut.

1. Validitas

Menurut Arikunto (2006 hlm168), “validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Instrumen yang valid atau sahih memiliki validitas yang tinggi dan instrumen yang kurang valid memiliki validitas yang rendah”.

Setelah diujicobakan kepada siswa di luar sampel validitas instrument dianalisis menggunakan rumus korelasi Product Moment angka kasar (raw score) (Suherman, 2003, hlm. 120), sebagai berikut:

}

{

}

{

2 2 2 2

) ( ) ( ) ( ) ( ) )( ( XY Y Y N X X N Y X XY N r Σ − Σ Σ − Σ Σ Σ − Σ = Keterangan :

rXY =koefisien validitas antara variable x dan variable y X = skor setiap butir soal masing-masing siswa

Y = skor total masing-masing siswa N = banyaknya siswa/ responden uji coba

Tinggi rendahnya validitas suatu alat evaluasi sangat tergantung pada koefisien korelasinya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh John W. Best (Suherman, 2003 hlm. 111) dalam bukunya Research in Education, bahwa suatu alat tes mempunyai validitas tinggi jika koefisien korelasinya tinggi pula.

r xy diartikan sebagai koefisien validitas instrumen. Kriteria validitas instrumen dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut:

Tabel 3.1

Kriteria Validitas Instrumen Koefisien Validitas (r xy) Kriteria

0,80 < r xy < 1,00 Validitas Sangat Tinggi (Sangat Baik) 0,60 < r xy < 0,80 Validitas Tinggi (Baik)

0,40 < r xy < 0,60 Validitas Sedang (Cukup) 0,20 < r xy < 0,40 Validitas Rendah (Kurang)


(25)

35

r xy < 0,00 Tidak Valid

Hasil perhitungan uji validitas butir soal pada tes uji coba instrumen pada materi uang dapat dilihat dari Tabel 3.2

Tabel 3.2

Hasil Pengujian Validitas Butir Soal tes Pemecahan Masalah No

Soal

2 2 Kriteria Keterangan

1-4 99 541 1731 335 9415 0,65 Sedang Digunakan 2-3 114 541 1972 422 9415 068 Sedang Digunakan 3-1 106 541 1851 372 9415 0,79 Tinggi Digunakan 4-2 112 541 1945 408 9415 0,79 Tinggi Digunakan 5-5 110 541 1961 396 9415 0,81 Tinggi Digunakan Untuk perhitungannya dilampirkan di lampiran B

Setelah dilakukan uji validitas, tahap selanjutnya yaitu menguji reliabitasnya. Uji reabilitas diperlukan untuk melengkapi syarat validnya sebuah alat evaluasi. Untuk mengetahui apakah sebuah tes memiliki reabilitas tinggi, sedang atau rendah dilihat dari nilai koefisien reliabilitasnya. Instrumen yang reliabel berarti instrumen tersebut cukup baik sehingga mampu mengungkap data yang bisa dipercaya. Pada penelitian ini juga dilaksanakan dengan cara internal dengan menggunakan rumus Alpha. Hal ini berdasarkan pada pendapat Suherman, dkk (2003 hlm.153), bahwa “rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya bukan satu dan nol, misalnya angket atau soal bentuk uraian.

Untuk mengukur Reliabilitas soal menggunakan rumus yaitu:

      −     −

=

2 2

11 1 1 t i S S n n r

r = Koefisien reliabilitas n = Banyak butir soal

2

i


(26)

36

2

t

S = Varians skor total

Klasifikasi reliabilitas menurut Guilford (Suherman, 2003: 139) adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3

Kriteria Realibilitas Instrumen Koefisien Realibilitas (r11) Kriteria

r11≤ 0,20 Realibilitas sangat rendah 0,20 ≤ r11 < 0,40 Realibilitas rendah 0,40 ≤ r11 < 0,70 Realibilitas sedang 0,70 ≤ r11 < 0,90 Realibilitas tinggi 0,90 ≤ r11 < 1,00 Realibilitas sangat tinggi

Dari hasil perhitungan telah diperoleh r11 = 0,79, maka seperangkat alat tes termasuk kategori realibilitas tinggi. Untuk perhitungannya pada lampiran B. Berdasarkan hasil uji validitas butir soal, dan relibilitas serta mempertimbangkan indikator yang terkandung dalam tiap soal, maka semua soal digunakan dalam instrumen penelitian.

G. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes dan observasi. Tes ini digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Tes diberikan kepada kelas yang menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS (kelas eksperimen) dan kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional (kelas kontrol).

Observasi dilaksanakan untuk mengetahui aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran matematika menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS. Observasi yang dilaksanakan adalah terstruktur, dimana observasi dirancang secara sistematis

H. Teknik Analisis Data

Teknik pengolahan data dilakukan dengan tiga tahapan yaitu persiapan, tabulasi, dan penerapan data sesuai dengan pendekatan penelitian yang dilakukan. 1) Persiapan


(27)

37

• Mengecek nama dan identitas pengisi • Mengecek kelengkapan data

• Mengecek macam isian data 2) Tabulasi

Kegiatan dalam langkah tabulasi adalah pemberian skor terhadap hasil tes dan yang diberikan kepada siswa. Tes yang digunakan berbentuk soal uraian. Penskoran dilakukan sebagai berikut :

• Menentukan jawaban yang kita kehendaki • Menentukan angka untuk tiap-tiap soal • Memberi angka untuk tiap soal

• Menjumlah angka-angka yang diperoleh siswa • Penerapan data sesuai dengan pendekatan penelitian 3) Penerapan data sesuai dengan pendekatan penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen, dimana dalam penelitian eksperimen perlu adanya tes signifikansi menggunakan t-test. Sebelum dilakukan tes signifikansi maka terlebih dahulu dilakukan perhitungan data hasil tes adalah sebagai berikut :

a) Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dimaksudkan untuk mengetahui gambaran umum masing-masing variabel. Kegiatan yang dilakukan pada proses analisis deskriptif ini adalah mengolah data dari setiap variabel dengan bantuan komputer program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 18.0. Proses pengolahan data menggunakan Microsoft Excel 2007 merupakan proses pengolahan data untuk mengetahui gambaran umum setiap variabel berdasarkan kategori tertentu. Sedangkan proses pengolahan data menggunakan program SPSS 18.0 yaitu untuk mengetahui data deskriptif setiap variabel dan untuk mempermudah pada proses uji hipotesis.

Untuk interval kategori yang digunakan pada proses pengolahan data menggunakan Microsoft Excel 2007 adalah interval kategori menurut Cece Rahmat dan Solehudin (Suryani, 2011 hlm. 45) dengan ketentuan sebagai berikut:

Tabel 3.4 Interval Kategori


(28)

38

No. Interval Kategori

1. X ≥ ideal + 1,5 Sideal Sangat Tinggi

2. ideal + 0,5 Sideal ≤ X < ideal + 1,5 Sideal Tinggi

3. ideal - 0,5 Sideal ≤ X < ideal + 0,5 Sideal Sedang

4. ideal - 1,5 Sideal ≤ X < ideal - 0,5 Sideal Rendah

5. X < ideal - 1,5 Sideal Sangat Rendah Penjelasan:

ideal = Xideal Sideal = ideal b) Uji Normalitas

Uji normalitas merupakan persyaratan pemilihan jenis statistik untuk pengujian hipotesis. Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui data yang terkumpul berdistribusi normal atau tidak. Jika data tersebut berdistribusi normal, maka data yang akan dianalisis menggunakan uji statistik parametrik. Dan jika data yang diperoleh tidak berdistribusi normal, maka menggunakan uji statistik non parametrik.

Pada penelitian ini, uji normalitas data dilakukan dengan bantuan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov yang ada pada program SPSS 18.0 dengan ketentuan jika “signifikansi > 0,05, maka data berdistribusi normal, sedangkan signifikasi < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal” (Priyatno, 2009:hlm.40). Untuk mengetahui nilai p value dilihat dari tabel test normality kolom (sig). c) Uji Homogenitas

Mengukur homogenitas pada dasarnya adalah memperhitungkan dua sumber kesalahan yang muncul pada tes yang direncanakan, uji homogenitas dimaksudkan untuk menguji kesamaan varians populasi yang berdistribusi normal. Uji homogenitas dilakukan dengan bantuan program SPSS 18.0 . Dengan ketentuan “...p value (sig) > 0,05, maka H0 diterima , sehingga dapat disimpulkan bahwa varians pada tiap kelompok data adalah sama (homogen)” (Priyatno, 2009: hlm.40).

Berdasarkan ketentuan yang dikemukakan oleh (Priyatno, 2009: hlm.40). maka peneliti dalam menentukan uji homogenitas menggunakan SPSS, mengambil keputusan untuk menentukan uji homogenitas mengacu pada nilai


(29)

39

probalitasnya yang lebih dari 0,05 berarti data berasal dari populasi yang variansnya sama atau homogen.

d) Uji Beda Rata-rata

Uji beda rata-rata dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-rata secara signifikan antara dua sampel. Uji kesamaan rata-rata dilakukan terhadap data skor postes kelas eksperimen dan data skor postes kelas kontrol. Jika data berdistribusi normal dan homogen maka pengujiannya dilakukan dengan uji t. Sedangkan untuk data berdistribusi normal tetapi tidak memiliki varians yang homogen maka pengujiannya menggunakan uji t’. Dan untuk data yang tidak berdistribusi normal maka pengujiaannya menggunakan uji non-parametrik yaitu menggunakan uji Independent Sample Mann-Whitney Test.


(30)

64 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan, hasil penelitian, pengolahan, dan analisis data serta pengujian hipotesis, maka dapat disimpulkan:

1. Skor rata-rata hasil postes kemampuan pemecahan masalah matematika yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray atau sebagai kelas eksperimen lebih tinggi daripada rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pembelajaran konvensional atau sebagai kelas kontrol. Jadi, kemampuan pemecahan masalah matematika siswa di kelas eksperimen yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray lebih baik dari pada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa di kelas kontrol yang mendapatkan pembelajaran dengan pembelajaran konvensional.

2. Proses pembelajaran matematika dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray lebih berpusat pada siswa dan memberi kelompok untuk berdiskusi, dan beberapa anggota kelompok lainnya bertugas untuk memberikan hasil diskusi dengan kelompok lain. Metode ini membuat siswa terlibat aktif ketika proses pembelajaran dan dapat memberikan dampak yang positif terhadap kualitas interaksi diantara siswa. Siswa memiliki rasa percaya diri yang tinggi untuk mengemukakan pendapatnya, baik itu dalam bertanya, menjawab pertanyaan ataupun mengomentari pendapat temannya yang lain selama proses pembelajaran berlangsung

3. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray berbeda dengan kemampuan pemecahan masalah matematika


(31)

64

siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pembelajaran konvensional. Adanya perbedaan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas eksperimen dengan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray

berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, maka Peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu:

1. Kepada pihak sekolah, kiranya berkenan untuk merintis dan mengembangkan penelitian sebagai suatu kebiasaan yag dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

2. Sebagai guru diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan pemecahan masalah matematika siswa di Sekolah Dasar dengan menggunakan model pembelajaran salah satunya yaitu model pembelajaran kooperatif tipe

Two Stay Two Stray.

3. Dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray diharapkan dapat meminimalisir permasalahan pada siswa yang berkasus khususnya pada pembelajaran Matematika.

4. Untuk peneliti yang akan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Two Stay Two Stray disarankan untukk memilih materi berbeda agar dapat

memperkuat hasil penelitian bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dapat memberi pengaruh dalam kemampuan pemecahan masalah matematika siswa di Sekolah Dasar.


(32)

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, L.. (2010). Pengaruh Minat Belajar terhadap Prestasi Belajar Siswa pada

Pembelajaran IPA di Kelas V SDN Cikalang 1 Kota Tasikmalaya. Skripsi UPI.

Tasikmalaya: tidak diterbitkan.

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

(2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

BSNP. (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD dan MI. Jakarta: BSNP.

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata

Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Atas Dan Madrasah Aliyah. Jakarta:

Depdiknas.

(2008). Panduan Analisis Butir Soal. Jakarta: Depdiknas Fani, Yora M. (2012). Pengaruh Pembelajaran Dengan Pendekatan Problem Posing

Terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Smp. Skripsi FIP

UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Isjoni. (2011). Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta

Lie, Anita. (2010). Cooperative Learning. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia Pramudya, Garry. (2011). Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Model

Kooperatif Tipe Group Investigation (Gi) Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMA. SKRIPSI Bandung : Tidak

Dipublikasikan

Priyatno, D. (2009). Lima Jam Belajar Olah Data dengan SPSS 16. Yogyakarta: Andi Offset Ratnaningsih, Nani. (2003). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Matematik Siswa

Sekolah Menengah Umum (SMU) Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis

Upi Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Sanjaya, Wina. (2006). Startegi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Slavin, Robert E. (2010). Coperative Learning. Bandung: Nusa Media

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan

R&D. Bandung: Alfabeta

Suherman, E. dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA – Universitas Pendidikan Indonesia

Suprijono, Agus. (2011). Cooperative Learning. Yogyakarta: Pusaka Belajar

Suryani, E. (2011). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Realistik untuk

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Matematika Siswa Sekolah Dasar.

Skripsi FIP UPI: Tidak Diterbitkan.

TIMSS&PIRLS. (2011). International Result Mathematics. Tersedia

di:http://timssandpirls.bc.edu/timss2011/international-result-mathematics.html [Diakses 29 Desember 2013].

Wena, Made. (2011). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: PT Bumi Aksaara.


(33)

(1)

No. Interval Kategori 1. X ≥ ideal + 1,5 Sideal Sangat Tinggi 2. ideal + 0,5 Sideal ≤ X < ideal + 1,5 Sideal Tinggi

3. ideal - 0,5 Sideal ≤ X < ideal + 0,5 Sideal Sedang 4. ideal - 1,5 Sideal ≤ X < ideal - 0,5 Sideal Rendah 5. X < ideal - 1,5 Sideal Sangat Rendah Penjelasan:

ideal = Xideal Sideal = ideal

b) Uji Normalitas

Uji normalitas merupakan persyaratan pemilihan jenis statistik untuk pengujian hipotesis. Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui data yang terkumpul berdistribusi normal atau tidak. Jika data tersebut berdistribusi normal, maka data yang akan dianalisis menggunakan uji statistik parametrik. Dan jika data yang diperoleh tidak berdistribusi normal, maka menggunakan uji statistik non parametrik.

Pada penelitian ini, uji normalitas data dilakukan dengan bantuan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov yang ada pada program SPSS 18.0 dengan ketentuan jika “signifikansi > 0,05, maka data berdistribusi normal, sedangkan signifikasi < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal” (Priyatno, 2009:hlm.40). Untuk mengetahui nilai p value dilihat dari tabel test normality kolom (sig). c) Uji Homogenitas

Mengukur homogenitas pada dasarnya adalah memperhitungkan dua sumber kesalahan yang muncul pada tes yang direncanakan, uji homogenitas dimaksudkan untuk menguji kesamaan varians populasi yang berdistribusi normal. Uji homogenitas dilakukan dengan bantuan program SPSS 18.0 . Dengan ketentuan “...p value (sig) > 0,05, maka H0 diterima , sehingga dapat disimpulkan bahwa varians pada tiap kelompok data adalah sama (homogen)” (Priyatno, 2009: hlm.40).


(2)

39

probalitasnya yang lebih dari 0,05 berarti data berasal dari populasi yang variansnya sama atau homogen.

d) Uji Beda Rata-rata

Uji beda rata-rata dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-rata secara signifikan antara dua sampel. Uji kesamaan rata-rata dilakukan terhadap data skor postes kelas eksperimen dan data skor postes kelas kontrol. Jika data berdistribusi normal dan homogen maka pengujiannya dilakukan dengan uji t. Sedangkan untuk data berdistribusi normal tetapi tidak memiliki varians yang homogen maka pengujiannya menggunakan uji t’. Dan untuk data yang tidak berdistribusi normal maka pengujiaannya menggunakan uji non-parametrik yaitu menggunakan uji Independent Sample Mann-Whitney Test.


(3)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan, hasil penelitian, pengolahan, dan analisis data serta pengujian hipotesis, maka dapat disimpulkan:

1. Skor rata-rata hasil postes kemampuan pemecahan masalah matematika yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray atau sebagai kelas eksperimen lebih tinggi daripada rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pembelajaran konvensional atau sebagai kelas kontrol. Jadi, kemampuan pemecahan masalah matematika siswa di kelas eksperimen yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray lebih baik dari pada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa di kelas kontrol yang mendapatkan pembelajaran dengan pembelajaran konvensional.

2. Proses pembelajaran matematika dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray lebih berpusat pada siswa dan memberi kelompok untuk berdiskusi, dan beberapa anggota kelompok lainnya bertugas untuk memberikan hasil diskusi dengan kelompok lain. Metode ini membuat siswa terlibat aktif ketika proses pembelajaran dan dapat memberikan dampak yang positif terhadap kualitas interaksi diantara siswa. Siswa memiliki rasa percaya diri yang tinggi untuk mengemukakan pendapatnya, baik itu dalam bertanya, menjawab pertanyaan ataupun mengomentari pendapat temannya yang lain selama proses pembelajaran berlangsung


(4)

64

siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pembelajaran konvensional. Adanya perbedaan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas eksperimen dengan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, maka Peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu:

1. Kepada pihak sekolah, kiranya berkenan untuk merintis dan mengembangkan penelitian sebagai suatu kebiasaan yag dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

2. Sebagai guru diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan pemecahan masalah matematika siswa di Sekolah Dasar dengan menggunakan model pembelajaran salah satunya yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray.

3. Dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray diharapkan dapat meminimalisir permasalahan pada siswa yang berkasus khususnya pada pembelajaran Matematika.

4. Untuk peneliti yang akan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray disarankan untukk memilih materi berbeda agar dapat memperkuat hasil penelitian bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dapat memberi pengaruh dalam kemampuan pemecahan masalah matematika siswa di Sekolah Dasar.


(5)

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

(2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

BSNP. (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD dan MI. Jakarta: BSNP.

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Atas Dan Madrasah Aliyah. Jakarta: Depdiknas.

(2008). Panduan Analisis Butir Soal. Jakarta: Depdiknas Fani, Yora M. (2012). Pengaruh Pembelajaran Dengan Pendekatan Problem Posing

Terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Smp. Skripsi FIP UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Isjoni. (2011). Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta

Lie, Anita. (2010). Cooperative Learning. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia Pramudya, Garry. (2011). Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Model

Kooperatif Tipe Group Investigation (Gi) Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMA. SKRIPSI Bandung : Tidak Dipublikasikan

Priyatno, D. (2009). Lima Jam Belajar Olah Data dengan SPSS 16. Yogyakarta: Andi Offset Ratnaningsih, Nani. (2003). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Matematik Siswa

Sekolah Menengah Umum (SMU) Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis Upi Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Sanjaya, Wina. (2006). Startegi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Slavin, Robert E. (2010). Coperative Learning. Bandung: Nusa Media

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Suherman, E. dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA – Universitas Pendidikan Indonesia

Suprijono, Agus. (2011). Cooperative Learning. Yogyakarta: Pusaka Belajar

Suryani, E. (2011). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Realistik untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Matematika Siswa Sekolah Dasar. Skripsi FIP UPI: Tidak Diterbitkan.

TIMSS&PIRLS. (2011). International Result Mathematics. Tersedia

di:http://timssandpirls.bc.edu/timss2011/international-result-mathematics.html [Diakses 29 Desember 2013].


(6)