Pengaruh Model Pembelajaran Conceptual Understanding Prosedures (CUPs) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

(1)

(Penelitian Quasi Eksperimen di SMP Negeri 1 Babelan)

Skripsi

Diajukan dalam Rangka Penyelesaian Studi Strata-1 untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

INDAH SARI

108017000062

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

NIM Jurusan

Angkatan Alamat

1.

Nama

NIP

Dosen Jurusan

2.

Nama

NIP

Dosen Jurusan

MEI\TYATAKAN DENGAI\I SESUNGGT]HNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Model Pembelajarrn Conceptutl Undentandbry Prosedures (CIlPs) Terhadap Kcmampuan Pemecahan

Masalah Matematika Siswa adalah benar hasil karya sendiri

di

bawah bimbingan dosen:

108017000062

Pendidikan lvlatematika 2008

Kp.Pintu Rt.011/004, Desa Babelan Kota Kecamatan Babelan, Bekasi

-

Jawa BaraL 17610

Dr. Tita Khalis Maryati, M.Kom.

19690924 199903 2 003

Perdidikan Matematika Dra. Afidah Mas'ud

$6rc926198603 2 004 Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap

menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, Januari 2014 Yang


(3)

Skripsi berjudul Pengaruh

Model

Pembelajaran Conceptual

Understanding Prosedures (CUPs)

Terhadap

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa disusun oleh

INDAH

SARI,

Nomor Induk Mahasiswa 108017000062, Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta dan dinyatakan sah

sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai

dengan ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, Januari 2014

Yang Mengesahkan,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Tita Khalis Marvati. M.Kom

NrP. 19690924 199903 2 003

Dra. Afidah Mas'ud NIP. 19610926 198603 2 004


(4)

Masalah Matematika Siswa" diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakart4 dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 17 Januari 2014 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana

Sl

(S.Pd) dalam bidang pendidikan

matematika.

Jakarta, 17 Januan 2014

Panitia Ujian Munaqasah Tanggal Ketua Panitia (Ketua Jurusan)

Maifalinda Fatra. M.pd NIP. 19700528 199603 2 002

Sekretaris ( Sekretaris Jurusan) Otong Suhvanto, M.Si

NrP. 19681104 199903

I

001

Penguji I

Abdul Muin. M.Pd

NrP. 19751201 200604

I 003

Penguji

II

Firdausi. S.Si. M.Pd

NrP. 19690629200501 1 003

.*?..,e!.:.??.

t.7

Dekan F

2+ /or

l

l:t

27

-ol-eetcl

"'1"' ".. {.

&e


(5)

i

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari model pembelajaran Conceptual Understanding Prosedures (CUPs) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2013 di SMPN 1 Babelan. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi experiment dengan desain two group randomized subject post test only. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik claster random sampling. Sampel penelitian berjumlah 30 siswa untuk kelas eksperimen dan 37 siswa untuk kelas kontol. Pengambilan data menggunakan instrumen berupa tes kemampuan pemecahan masalah matematik berbentuk essay dengan tiga indikator.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata

posttest antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini ditunjukkan dengan analisis data mengunakan uji-t, data hasil perhitungan perbedaan rata-rata kedua kelas diperoleh nilai t hitung sebesar 2,41, sedangkan t tabel dengan taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan (dk) = 65 sebesar 2,00. Sehingga hipotesis alternatif (H1) yang menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan model pembelajaran Conceptual Understanding Prosedures (CUPs) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa, diterima.

Kata Kunci : Kemampuan pemecahan masalah matematika ,model pembelajaran


(6)

ii

Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2013.

The purpose of this research is to find influences of The Conceptual Understanding Prosedures (CUPs) type to ability of mathematical problem solving. The population was the students of SMPN 1Babelan on Mei 2013. This research used quasi experiment method with two group randomized subject post test only. The sample was taken by using claster random sampling technique. The amount of the research sample was 30 students for the experiment class and 37 students for the control class. The writer collected the data by using instruments such as test in essay to measure thestudents’problem solving of mathematic with three indicators.

The result shows that there are the differences of mean between post test experiment class and control class. This appeared by using data analysis that is t-tes. The result of calculating differentiation mean data between the two group obtained the value of t-count was equal to 2,41, while t-table at the level of significant 5% with degree of freedom (df) = 75 equal 2,00. It means that alternative hyphotesis (H1) which stated that the improvement to student ability of

problem solving in mathematics has been influenced significantly by using conceptual understanding prosedures type are accepted.

Keyword: ability of mathematical problem solving, Conceptual Understanding Prosedures (CUPs) type.


(7)

iii

“Pengaruh Model Pembelajaran Conceptual Understanding Prosedures (CUPs) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa” ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat serta salam penulis hanturkan ke hadirat Nabi Muhammad Rasulullah SAW beserta keluarga dan sahabatnya, semoga kita selaku umatnya

mendapat syafa’at di hari akhir kelak. Aamiin.

Disadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat terbatas, maka adanya bimbingan, pengarahan, dukungan dan doa dari berbagai pihak sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’i, M.A,Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Dr. Tita Khalis Maryati, M.Kom., selaku Dosen Penasehat Akademik sekaligus Dosen Pembimbing I yang ditengah kesibukannya telah memberikan waktu, arahan, motivasi dan semangat dalam membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan sampai pada proses penulisan skripsi ini, semoga Ibu selalu berada dalam lindunganNya.

5. Ibu Dra. Afidah Mas’ud,selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan


(8)

penulis selama proses penulisan skripsi ini. Terlepas dari segala perbaikan dan kebaikan yang diberikan, semoga Ibu selalu berada dalam kemuliaanNya. 6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

7. Pimpinan dan Staff Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyediakan serta memberikan pinjaman literatur yang dibutuhkan.

8. Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Staf Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi kemudahan dalam pembuatan surat-surat serta sertifikat.

9. Kepala SMP Negeri 1 Babelan, Bapak H.Nisan M.Pd yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

10. Seluruh dewan guru SMP Negeri 1 Babelan yang telah membantu serta memotivasi penulis selama proses penelitian berlangsung, Serta siswa dan siswi SMPN 1 Babelan khusunya kelas VII.13 dan VII.14.

11. Teristimewa untuk kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda Wardi dan Ibunda Saimah yang tidak henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang, memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Kakak-kakakku tersayang Achmad Nur Alim, Bambang Mulyono, Sri Yulyanti, Dian Mardiansyah, dan Siska Maisuri yang telah memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Adikku tersayang Nabila Wahyuni serta keponakan-keponakanku Tata, Bagas, Hari, Baim dan Danish yang senantiasa memberikan warna dan menghibur penulis ditengah kepenatan penulis selama proses penulisan skripsi.

12. Sahabat tersayang Marlani Alfanta, Maspupah, Maria Urfa, Siti Hasanah, Siti Rusdiah dan Ekamara Kinasih yang telah membantu penulis saat mengalami kesulitan selama proses pembuatan skripsi dan selalu memberikan semangat, perhatian serta kasih sayang kepada penulis.


(9)

13.Sahabatku tersayang, “komads”, Tya,Asrie, Mely, Unie, Hari, Rusdy, Rosma dan Risma yang selalu memberikan waktunya serta memberikan kasih sayang, perhatian dan motivasi.

14. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika angkatan 2008, terima kasih atas kebersamaannya selama di bangku perkuliahan dan juga ketersediaannya dalam memberikan perhatian dan kasih sayangnya kepada penulis.

15. Kakak-kakak Jurusan pendidikan Matematika angkatan 2006 dan 2007 yang telah membantu penulis dalam meminjamkan referensi serta memberikan saran dalam penyusunan skripsi, serta adik-adik Jurusan Pendidikan Matematika angkatan 2009 yang telah memotivasi penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Jakarta, Januari 2014

Penulis


(10)

vi

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Batasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II: DESKRIPSI TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretik 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 8

a. Masalah Matematika... 8

b. Pemecahan Masalah Matematika ... 11

c. Langkah-langkah Pemecahan Masalah... 14

d. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 16

2. Model Pembelajaran Conceptual Understanding Prosedures (CUPs)... 18

a. Pengertian Model Pembelajaran ... 18

b. Model Pembelajaran Kooperatif ... 19

c. Pengertian Model Pembelajaran Conceptual Understanding Prosedures(CUPs)... 20


(11)

vii

D. Hipotesis Penelitian ... 32

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

B. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 33

C. Metode dan Desain Penelitian ... 34

D. Teknik Pengumpulan Data... 35

E. Instrumen Penelitian ... 35

1. Validitas ... 37

2. Reliabilitas ... 38

3. Tingkat Kesukaran ... 39

4. Daya Pembeda... 40

F. Teknik Analisis Data... 41

1. Uji Normalitas... 41

2. Uji Homogenitas ... 42

G. Pengujian Hipotesis Statistik ... 43

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 45

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas Eksperimen ... 46

2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelompok Kontrol ... 48

3. Perbandingan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol………... 53

B. Hasil Pengujian Persyaratan Analisis ... 55

1. Uji Normalitas ... 55

2. Uji Homogenitas... 56


(12)

viii

A. Kesimpulan ... 69

B. Saran... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71


(13)

ix

Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah……… 37

Tabel 3.3 Klasifikasi Koefisien Korelasi………... 39

Tabel 3.4 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas……… 40

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelompok Eksperimen ……… 47

Tabel 4.2 Nilai Statistik Kelas Eksperimen………. 49

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Kelas Kontrol……….………... 50

Tabel 4.4 Nilai Statistik Kelas Kontrol………...……… 52

Tabel 4.5 Perbandingan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol………...………... 52

Tabel 4.6 Kemampuan Pemecahan Masalah matematika Siswa Kelompok Eksperimen dan kelompok Kontrol..……… 55

Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Uji Normalitas………...……… 57

Table 4.8 Hasil PerhitunganUji Homogenitas………. 58


(14)

x

Gambar 4.2 Grafik Ogive Distribusi Frekuensi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelompok Kontrol……… 51 Gambar 4.3 Kurva Perbandingan Nilai Kemampuan pemecahan Masalah

Matematika Siswa pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok

Kontrol……….. 54

Gambar 4.4 Nilai Tahapan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ………... 56 Gambar 4.5 Kurva Uji Perbedaan Data Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol .………... 59 Gambar 4.6 Jawaban Soal Post Test nomor 3 (i) yang salah dan (ii) yang

benar di kelas kontrol ……… 62 Gambar 4.7 Jawaban soal post test nomor 3(i) yang salah dan (ii) yang

benar di kelas eksperimen ………... 63 Gambar 4.8 Jawaban soal post test nomor 4 (i) yang salah dan (ii) yang

benar di kelas kontrol ………... 64 Gambar 4.9 Jawaban soal post test nomor 4 (i) yang salah dan (ii) yang

benar di kelas eksperimen ……….. 65 Gambar 4.10 Jawaban soal post test nomor 5 (i) yang salah dan (ii) yang

benar di kelas kontrol ………. 67 Gambar 4.11 Jawaban soal post test nomor 5 (i) yang salah dan (ii) yang


(15)

xi

Lampiran 2 RPP Kelas Kontrol ……… 80

Lampiran 3 LKS Kelas Eksperimen ………. 84

Lampiran 4 Kisi-Kisi Instrumen TesKemampuan Pemecahan Masalah….. 112

Lampiran 5 Soal Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ………. 117

Lampiran 6 Kunci Jawaban Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika………... 119

Lampiran 7 Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah ……... 125

Lampiran 8 Hasil Uji Validitas Instrumen ……….. 126

Lampiran 9 Hasil Uji Reliabilitas……….. 129

Lampiran 10 Hasil Uji Tingkat Kesukaran………. 131

Lampiran 11 Hasil Uji Daya Beda Soal………. 133

Lampiran 12 Langkah-langkah Perhitungan Validitas Tes Uraian…………. 136

Lampiran 13 Langkah-langkah Perhitungan Uji Reliabilitas Tes Uraian…... 138

Lampiran 14 Langkah-langkah Perhitungan Daya Beda Tes Uraian……….. 139

Lampiran 15 Langkah-langkah Perhitungan TarafKesukaran Tes Uraian…. 140 Lampiran 16 Rekapitulasi Validitas, Reliabilitas, Daya Beda dan Tingkat Kesukaran Kisi-kisi Kemampuan Pmecahan Masalah Matematika………... 141

Lampiran 17 Soal Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika……….……… 143

Lampiran 18 HasilPost Test Kelas Eksperimen……… 147

Lampiran 19 HasilPost Test Kelas Kontrol………... 149

Lampiran 20 Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen………... 151

Lampiran 21 Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol ………... 155

Lampiran 22 Perhitungan UjiNormalitas Kelompok Eksperimen…………. 159


(16)

xii

Pearson…………...………. 163

Lampiran 27 Luas dibawah Kurva Normal………. 166

Lampiran 28 Nilai Kritis Distribusi Khi Kuadrat(Chi Square)……….. 168

Lampiran 29 Nilai Kritis Distribusi F……….. 169

Lampiran 30 Nilai Kritis Distribusi t………... 170

Lampiran 31 Uji Referensi………... 171

Lampiran 32 Surat Pengajuan judulSkripsi………. 175

Lampiran 33 Surat Permohonan Izin Observasi……….. 176

Lampiran 34 Surat Permohonan Izin Penelitian……… 177


(17)

1

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan hal mutlak yang sangat penting bagi kehidupan, pada dasarnya pendidikan merupakan proses yang membantu manusia dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya sehingga mampu menghadapi segala perubahan yang terjadi. Melalui pendidikan manusia dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mereka dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga dapat mengangkat derajat mereka dalam kehidupan. Pendidikan juga merupakan sebuah jembatan bagi manusia untuk mencapai kesuksesan ataupun dalam menggapai cita-cita.

Dalam perkembangan pendidikan dewasa ini, matematika memiliki peranan yang sangat penting. Dalam kehidupan sehari-hari tentunya seseorang tidak pernah lepas dari matematika. Seperti yang kita ketahui bersama dalam jenjang pendidikan, matematika merupakan mata pelajaran wajib yang ada dari jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) sampai pada Sekolah Menengah Atas (SMA), matematika juga merupakan mata pelajaran wajib yang diikutsertakan dalam Ujian Nasional (UN) serta diujikan pada siswa yang akan memasuki Perguruan Tinggi Negeri (PTN), bahkan pada saat seseorang ingin bekerja pada suatu perusahaan pun matematika merupakan salah satu yang diujikan dalam tes masuk untuk syarat bekerja. Seperti yang dikutip oleh Bahrul Hayat dan Suhendra Yusuf dalam buku Benchmark Internasional Mutu Pendidikan bahwa kebutuhan akan penguasaan matematika menjadi sangat penting karena berkaitan dengan kemampuan untuk dapat berpartisipasi di masyarakat dan dalam memenuhi tuntutan pekerjaan sehari-hari.1

Pentingnya belajar matematika dikemukakan oleh Cornelius dalam Mulyono Abdurrahman yang mengemukakan alasan perlunya belajar matematika

1

Bahrul Hayat dan Suhendra Yusuf,Benchmark Internasional Mutu Pendidikan, (Jakarta:


(18)

karena matematika merupakan sarana berpikir yang jelas dan logis, sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari serta sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman.2 Matematika merupakan ilmu yang mendasari ilmu-ilmu lainnya, dengan adanya matematika maka ilmu-ilmu lain yang ada di dunia ini dapat berkembang dengan pesat. Matematika juga merupakan alat bantu seseorang untuk memecahkan masalah sehari-sehari, tentunya dengan mempelajari matematika, secara tidak langsung seseorang akan terlatih untuk dapat memecahkan masalah.

Pada dasarnya belajar matematika adalah belajar konsep, yang dimulai dari konsep yang sederhana hingga yang lebih tinggi. Sebagaimana yang dikatakan Russel dalam Hamzah B.Uno dan Masri Kuadrat bahwa matematika sebagai suatu studi yang dimulai dari pengkajian bagian-bagian yang sangat dikenal menuju arah yang tidak dikenal.3 Dengan mempelajari konsep-konsep dalam matematika maka siswa akan terlatih untuk memahami konsep tersebut sehingga akan mempermudah siswa dalam menyelesaikan soal matematika. Oleh karena itu siswa akan mudah dalam menyelesaikan masalah-masalah yang ada dalam matematika.

Tugas seorang guru khususnya guru matematika saat ini adalah menangani permasalahan bagaimana matematika bisa diterima siswa dengan baik dan dengan hati yang senang, sehingga tidak ada lagi yang beranggapan bahwa matematika adalah pelajaran yang sangat menakutkan, mengingat pendidikan di Indonesia khususnya pada pelajaran matematika, Indonesia masih jauh tertinggal dari negara-negara lainnya. Hal ini sejalan menurut laporan The Trends in International Matemathic and Science Study(TIMSS, 2011) bahwa dari 42 negara peserta TIMSS, peserta didik Indonesia berada pada urutan ke-38 untuk matematika 4. Indonesia berada di urutan lima terbawah dalam kemampuan

2

Mulyono Abdurrahman,Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka

Cipta, 2003),h. 253.

3

Hamzah B. Uno, dan Masri Kuadrat,Mengelola Kecerdasan Dalam Pembelajaran,

(Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 108.

4Towards Equity and Excellence Highlight from TIMSS 2011 The South African

Perspective, 2012, h. 4


(19)

mengatasi masalah secara matematis bahkan Indonesia masih tertinggal dari negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Artinya kemampuan siswa di Indonesia untuk mengatasi masalah secara matematis masih sangat kurang.

Berdasarkan pengalaman mengajar peneliti, di kalangan pelajar banyak dijumpai siswa yang bisa menyelesaikan suatu soal matematika tertentu, tetapi jika soal matematika tersebut berbeda dengan contoh yang diberikan guru banyak pula siswa yang tidak dapat mengerjakan soal matematika itu, sehingga sulit bagi mereka untuk menyelesaikan soal-soal matematika yang bersifat tidak rutin. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika yang rendah.

Data yang menunjukkan rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa juga didukung dari hasil penelitian yang dilakukan The National Assesment of Educational Progress (NAEP) yang menunjukkan bahwa siswa sekolah dasar pada umumnya menghadapi kesulitan dalam menghadapi soal tidak rutin yang memerlukan analisis dan proses berpikir mendalam.5 Kesulitan tersebut tampak pada pemahaman siswa terhadap soal. Sehingga untuk menyelesaikan soal tersebut siswa terlebih dahulu membaca soal dengan teliti, menganalisis soal serta memahami apa yang telah diketahui dan apa yang harus dicari, siswa harus mencari tahu bagaimana langkah-langkah yang harus ditempuh untuk menyelesaikan soal tersebut. Jika siswa tidak memahami soal dengan baik maka penyelesaian soal bisa salah.

Berdasarkan hasil observasi di SMPN 1 Babelan, peneliti memperoleh keterangan bahwa dengan KKM 64 yang ditentukan dari sekolah, sebagian besar siswa masih memiliki nilai dibawah KKM. Masih banyak kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal, baik dari tugas sehari-hari maupun soal ulangan harian dan ulangan semester. Kemampuan siswa dalam memahami soal masih kurang, siswa kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal cerita yang memerlukan pemikiran mendalam. Hal ini menunjukan bahwa masih rendahnya kemampuan mereka

5

Erman Suherman,dkk.,Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung:


(20)

dalam pemecahan masalah matematika. Selain itu masih banyak guru yang menggunakan pembelajaran konvensional dimana pembelajaran masih berpusat pada guru. Sehingga siswa tidak aktif dalam pembelajaran, fasilitas yang mendukung dalam pembelajaran juga masih sebatas pada buku paket serta Lembar Kerja Siswa (LKS). Hal ini menyebabkan pemahaman siswa terhadap pembelajaran matematika rendah sehingga kemampuan pemecahan masalah matematikanya rendah.

Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika tidak lepas dari proses pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan hasil observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran matematika yang dikutip dari Triyanto bahwa proses pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan dominasi guru dan tidak memberikan akses bagi siswa untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dan proses berpikirnya.6 Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika tersebut bukan semata-mata kesalahan siswa, tetapi guru pun berperan didalamnya, sebagai seorang guru akan lebih baik jika guru menggunakan metode, strategi, ataupun model pembelajaran yang berbeda dalam mengajar sehingga siswa tidak bosan dengan cara guru mengajar di dalam kelas, dengan begitu pula siswa dapat lebih menangkap maksud tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Dengan model pembelajaran yang tepat maka kemampuan pemecahan masalah matematika pun dapat meningkat.

Untuk mengatasi masalah tersebut, sebagai alternatif dapat diterapkan model pembelajaran Conceptual Understanding Prosedures (CUPs). CUPs pertama kali dikembangkan oleh Richard F.Gunstone dari Universitas Monash, Australia melalui Project For Enhanching Learning (PEEL). Penerapan model pembelajaran CUPs dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses belajar (baik secara kognitif dan sikap), dan dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa.7 CUPs merupakan suatu model pembelajaran yang berorientasi pada pembelajaran Konstruktivisme, dimana siswa dituntut untuk dapat mengkonstruk

6

Triyanto,Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), cet.1, h. 1.

7

Gunstone, R. F.,Structured Cognitive Discussion Senior High School Physics: Student


(21)

sendiri pengetahuan yang dimilikinya dengan memperluas atau memodifikasi pengetahuan yang sudah ada. Model pembelajaran Conceptual Understanding Prosedures (CUPs) adalah pengembangan dari model pembelajaran kooperatif, dimana siswa bekerja sama dalam kelompok triplet untuk menyelesaikan suatu masalah. Didalam kelompok triplet ini siswa diberikan masalah oleh guru baik dalam bentuk soal maupun bukan soal yang dapat didiskusikan bersama kelompoknya sehingga siswa lebih mudah dalam menyelesaikan masalah yang telah diberikan..

Dalam model pembelajaran CUPs pada siswa ditanamkan bagaimana membuat kesimpulan atas materi yang dipelajari, sehingga siswa dapat mendefinisikan konsep dan mengidentifikasi suatu konsep. Oleh karena itu, siswa lebih mudah dalam menyelesaikan soal matematika baik soal yang rutin maupun soal-soal yang tidak rutin yang mempunyai tingkat kesulitan lebih tinggi. Dengan pembelajaran ini siswa tidak hanya duduk diam mendengarkan apa yang disampaikan oleh gurunya sehingga siswa dapat lebih aktif dalam pembelajaran dan dapat menyelesaikan suatu masalah secara bersama-sama dengan mengkomunikasikan gagasan-gagasan mereka. Oleh karena itu model pembelajaran Conceptual Understanding Prosedures (CUPs) ini dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis mencoba mengadakan suatu penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Conceptual

Understanding Prosedures (CUPs) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siswa”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Masih rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. 2. Masih banyak siswa yang tidak dapat mengerjakan soal matematika yang


(22)

3. Masih banyak guru yang menggunakan pembelajaran konvensional dimana pembelajaran masih berpusat pada guru.

C. Batasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya permasalahan dalam penelitian ini, permasalahan-permasalahan itu akan dibatasi sebagai berikut:

1. Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah Bangun Datar Segiempat. 2. Subjek dalam penelitian ini adalah Siswa kelas VII SMPN 1 Babelan.

3. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan adalah pembelajaran yang dilakukan dengan model pembelajaran Conceptual Understanding Prosedures (CUPs) pada kelas eksperimen dan model pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.

4. Penggunaan model pembelajaran Conceptual Understanding Prosedures

(CUPs) dilihat pengaruhnya terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika yang didasarkan pada tiga indikator yaitu kemampuan: a) memahami masalah, b) menyelesaikan masalah, c) menjawab masalah.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi serta pembatasan masalah diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelas yang diajarkan dengan model pembelajaran Conceptual Understanding Prosedures(CUPs)?

2. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelas yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional?

3. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Conceptual Understanding Prosedures(CUPs) lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional?


(23)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol serta untuk mengetahui apakah ada pengaruh model pembelajaran Conceptual Understanding Prosedures (CUPs) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara umum penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pembelajaran matematika, umumnya dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dan khususnya dapat memberi kontribusi terhadap model pembelajaran matematika.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa

Dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dan dapat memberikan informasi tentang pentingnya kemampuan pemecahan masalah matematika dalam pembelajaran matematika.

b. Bagi Guru

Merupakan masukan dalam memperluas pengetahuan dan wawasan tentang model pembelajaran terutama dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

c. Bagi Sekolah

Dapat memberi sumbangan dalam rangka perbaikan model pembelajaran matematika.


(24)

8

HIPOTESIS PENELITIAN

A. Deskripsi Teoritik

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

a.

Masalah Matematika

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering dihadapkan pada suatu masalah yang menuntut kita untuk menyelesaikannya. Suatu masalah biasanya merupakan suatu hal yang rumit, dimana cara untuk menyelesaikannya membutuhkan proses serta pemikiran yang mendalam. Masalah bersifat relatif. Artinya, masalah pada seseorang belum tentu menjadi masalah bagi orang lain pada saat itu, atau bahkan orang tersebut pada saat yang lain.

Menurut Suherman suatu masalah biasanya memuat situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya.1Jika seorang siswa diberikan suatu masalah dalam bentuk soal tetapi siswa tersebut dapat menyelesaikannya secara langsung, maka soal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai sebuah masalah melainkan hanya sebuah soal rutin biasa.

Permasalahan yang kita hadapi dapat dikatakan masalah jika masalah tersebut tidak bisa dijawab secara langsung, karena harus menyeleksi informasi (data) yang diperoleh. Dan tentunya jawaban yang diperoleh bukanlah kategori masalah yang rutin (tidak sekedar memindahkan/mentransformasi dari bentuk kalimat biasa ke pada kalimat matematika).2 Suatu pertanyaan merupakan masalah bagi beberapa siswa tetapi bagi seorang guru pertanyaan tersebut bukan merupakan masalah, karena bagi beberapa siswa untuk menyelesaikan pertanyaan tersebut memerlukan proses yang rumit, sedangkan bagi seorang guru pertanyaan

1

Erman Suherman,dkk.,Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung:

JICA-UPI, 2002), h. 92.

2

Nahrowi Adjie dan Maulana,Pemecahan Masalah Matematika,(Bandung: UPI PRESS,


(25)

tersebut merupakan pertanyaan biasa yang sudah diketahui cara penyelesaiannya dan merupakan pertanyaan rutin baginya.

Selain itu Lechner dalam Sri Wardani menyatakan dua hal terkait masalah. (1) Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya tantangan yang tidak dapat dipecahkan dengan suatu prosedur yang sudah diketahui oleh penjawab pertanyaan. (2) Suatu masalah bagi Si A belum tentu menjadi masalah bagi Si B jika Si B sudah mengetahui prosedur untuk menyelesaikannya, sementara Si A belum pernah mengetahui prosedur untuk menyelesaikannya.3

Masalah matematika berbeda dengan soal matematika, suatu soal matematika belum tentu merupakan masalah matematika. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan

(challenge) yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin (routine procedure) yang sudah diketahui si pelaku, maka untuk menyelesaikan suatu masalah diperlukan waktu yang relatif lebih lama dari proses pemecahan soal rutin biasa.4Dari definisi tersebut, termuat dua kata kunci yaitu tantangan dan prosedur rutin. Dari dua kata kunci ini dapat diketahui bahwa suatu pertanyaan apakah dapat dikatakan masalah atau hanyalah soal biasa. Suatu masalah dapat menjadi soal biasa bagi siswa lain karena ia sudah mengetahui cara penyelesaiaannya, sebaliknya suatu soal biasa bisa menjadi masalah bagi siswa lain karena siswa lain itu tidak mengetahui cara penyelesaiannya. Suatu soal yang menjadi masalah bagi siswa tersebut jika sudah didapat cara penyelesaiannya maka soal tersebut tidak dapat dikatakan kembali sebagai suatu masalah.

Bagi para siswa dalam mengerjakan suatu soal matematika tentu pernah mengalami masalah. Banyak soal-soal matematika yang dalam pengerjaannya memerlukan pemikiran lebih, karena tidak langsung begitu saja menemukan jawabannnya, dan memerlukan penyelesaian khusus serta trik-trik khusus dalam menyelesaikannya. Terkait dengan masalah matematika, Ketut menyatakan bahwa dalam matematika masalah bagi siswa adalah persoalan atau soal. suatu persoalan atau soal akan menjadi masalah bagi siswa jika ia (1) mempunyai kemampuan

3

Sri Wardani,Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika di SMP,

(Yogyakarta: PPPPTK Matematika, 2010) , h. 15.

4

Fadjar Shadiq,Penalaran, Pemecahan masalah dan komunikasi dalam pembelajaran


(26)

untuk menyelesaikan ditinjau dari segi kematangan mentalnya dan ilmunya; (2) belum mempunyai algoritma atau prosedur untuk menyelesaikannya; dan (3) berkeinginan untuk menyelesaikannya.5

Terkait masalah dalam Nahrowi Adjie dan Maulana terdapat klasifikasi masalah yang berhubungan dengan ilmu matematika yaitu sebagai berikut:

1) Masalah translasi

Masalah translasi merupakan masalah kehidupan sehari-hari dimana untuk menyelesaikan masalah ini diperlukan adanya translasi (perpindahan) dari bentuk verbal ke bentuk matematika.

2) Masalah aplikasi

Masalah aplikasi merupakan penerapan berbagai teori/konsep yang dipelajari pada matematika.

3) Masalah proses

Masalah proses biasanya untuk menyusun langkah-langkah merumuskan pola dan strategi khusus dalam menyelesaikan masalah.

4) Masalah teka-teki

Masalah teka-teki dimaksudkan untuk rekreasi dan kesenangan serta sebagai alat yang bermanfaat untuk mencapai tujuan afektif dalam pengajaran matematika.6

Masalah matematika dalam penelitian ini adalah masalah yang terkait dengan masalah proses, yaitu dimana siswa dituntut untuk menyusun langkah-langkah, menyusun pola dan strategi khusus dalam menyelesaikan masalah.

Selain itu Charles R dalam Wardhani mengilustrasikan berbagai tugas matematika dalam enam keadaan dimana lima diantaranya merupakan tipe masalah dalam matematika. Keenam keadaan tersebut yaitu:

1. Drill exercise(soal latihan biasa)

5

Ketut Suma dkk., Pengembangan Keterampilan Berpikir Divergen Melalui

Pemecahanmasalah Matematika-Sains Terpadu Open-Ended Argumentative, Jurnal Pendidikan Dan Pengajaran Undiksha, 4, 2007,h. 805.

6


(27)

Dalam drill exercise ini siswa tidak memiliki masalah dalam menyelesaikan soal matematika karena soal ini hanyalah soal rutin biasa.

2. Simple translation problem(masalah penerjemahan sederhana)

Masalah yang penggunaanya dimaksudkan agar memberi pengalaman belajar kepada siswa untuk menerjemahkan situasi dunia nyata ke dalam pengalaman matematika.

3. Complex translation problem(masalah penerjemahan kompleks)

Masalah yang penggunaannya menuntut lebih dari satu kali penerjemahan dan ada lebih dari satu operasi hitung yang terlibat.

4. Proces problem(masalah proses)

Masalah yang penggunaannya dimaksudkan agar memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat menggambarkan proses yang terjadi dalam pikirannya. Siswa dilatih untuk mengembangkan strategi namun untuk memahami, merencanakan, dan memecahkan masalah, sekaligus mengevaluasi hasil pemecahan masalah.

5. Applied problem(masalah penerapan)

Masalah yang penggunaannya dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada siswa mengeluarkan berbagai keterampilan, proses, konsep dan fakta untuk memecahkan masalah nyata (kontekstual). Masalah ini akan menyadarkan siswa pada nilai dan kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

6. Puzzle problem(masalah puzzle)

Masalah yang penggunaanya dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada siswa mendapatkan pengayaan matematika rekreasi (recreational mathematics). Mereka menemukan suatu penyelesaian yang terkadang fleksibel dan diluar perkiraan (memandang suatu masalah dari berbagai sudut pandang).7

b. Pemecahan Masalah Matematika

Pemecahan masalah adalah penyelesaian dari situasi yang dipandang sebagai suatu masalah oleh orang yang akan menyelesaikan masalah. Suatu soal

7


(28)

yang dianggap sebagai masalah adalah soal yang memerlukan keaslian berpikir tanpa adanya contoh penyelesaian sebelumnya. Menurut Lechner dalam Sri Wardani memecahkan masalah matematika adalah proses menerapkan pengetahuan matematika yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal.8

Solso dalam Rochmad mendefinisikan pemecahan masalah sebagai berpikir yang mengarahkan pada pemecahan masalah khusus yang melibatkan pembentukan tanggapan dan memilih dari sejumlah tanggapan-tanggapan. Selanjutnya orang karena pengalamannya membuat strategi untuk menanggapi, misalnya melalui seleksi dan mencobanya, menemukan suatu trik, dsb. Selama bekerja pada bagian-bagian dalam memecahkan masalah, pemecah masalah mencoba mengidentifikasi tujuan yang akan dicapai, situasi-situasi yang dilihat, dan mencoba cara untuk mencapainya.9

Menurut John Dewey dalam Triyanto metode reflektif didalam memecahkan masalah, yaitu suatu proses berpikir aktif, hati-hati, yang dilandasi proses berpikir ke arah kesimpulan-kesimpulan yang definitif melalui lima langkah, yaitu :

1. Siswa mengenali masalah, masalah itu datang dari luar diri siswa itu sendiri. 2. Siswa akan menyelidiki dan menganalisa kesulitannya dan menentukan

masalah yang dihadapinya.

3. Menghubungkan uraian-uraian hasil analisisnya itu atau satu sama lain, dan mengumpulkan berbagai kemungkinan guna memecahkan masalah tersebut. Dalam bertindak ia dipimpin oleh pengalamannya sendiri.

4. Menimbang kemungkinan jawaban atau hipotesis dengan akibatnya masing-masing.

5. Mencoba mempraktekkan salah satu kemungkinan pemecahan yang dipandangnya terbaik. Hasilnya akan membuktikan betul tidaknya pemecahan masalah itu. Bilamana pemecahan masalah itu salah atau kurang tepat, maka akan dicobanya kemungkinan yang lain sampai ditemukan pemecahan

8

Wardani, Op.,cit. h. 15

9

Rochmad,Skema Kognitif Pemecahan Masalah, Universitas Negeri Semarang,


(29)

masalah yang tepat. Pemecahan masalah itulah yang benar yaitu yang berguna untuk hidup.10

Menurut Hudojo dalam Wahyudi Pemecahan masalah pada dasarnya adalah proses yang ditempuh oleh seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya sampai masalah itu tidak lagi menjadi masalah baginya.11 Pada umumnya soal-soal matematika dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu soal rutin dan soal nonrutin. Soal rutin adalah soal latihan biasa yang dapat diselesaikan dengan prosedur yang biasa dipelajari di kelas atau soal-soal yang sudah diketahui cara penyelesainnya. Sedangkan soal nonrutin adalah soal yang untuk menyelesaikannya diperlukan pemikiran lebih lanjut karena prosedurnya tidak sama dengan prosedur yang dipelajari di kelas. Dalam soal nonrutin ini siswa tidak dapat mengetahui secara langsung cara menyelesaikannya karena diperlukan proses berpikir secara mendalam. Soal nonrutin ini tergolong pada soal kemampuan tingkat tinggi. Memberikan soal nonrutin kepada siswa berarti melatih mereka menerapkan berbagai konsep matematika yang telah dipelajari dalam situasi baru sehingga pada akhirnya mereka mampu menerapkan berbagai konsep ilmu yang telah mereka pelajari itu untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Jadi soal nonrutin inilah yang dapat digunakan sebagai soal pemecahan masalah.

Gagne dalam Ketut Suma menyatakan bahwa dalam pemecahan masalah terjadi bentuk pengajaran yang lebih kompleks yang membutuhkan aturan-aturan yang lebih sederhana yang harus diketahui sebelumnya.12Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pembelajaran pemecahan masalah merupakan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Soal-soal yang berhubungan dengan pemecahan masalah pun merupakan soal tingkat tinggi yang membutuhkan proses berpikir mendalam serta penerjemahan soal yang tepat untuk menyelesaikannya.

10

Triyanto,Model-model Pembelajaran Inovatif BerorientasiKonstruktivistik, (Jakarta:

Prestasi Pustaka, 2007), Cet.1, h. 18.

11

Wahyudi,Pemecahan Masalah Matematika,

(http://repository.library.uksw.edu/bitstream/handle/123456789/2476/BOOK_Wahyudi-Inawati%20B_Pemecahan%20masalah%20matematika_Unit%209.pdf?sequence=21), h. 81.

12


(30)

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah matematika adalah suatu proses untuk menyelesaikan soal-soal nonrutin yang tergolong pada soal-soal kemampuan tingkat tinggi dengan prosedur yang tidak sama dengan prosedur yang dipelajari di kelas. Dalam pemecahan masalah matematika, umumnya pemecahan masalah antara siswa yang satu dengan yang lain memiliki perbedaan, karena langkah-langkah penyelesaian yang digunakan untuk mencapai solusi itu pun berbeda.

c. Langkah-langkah Pemecahan Masalah

Langkah-langkah pemecahan masalah yang sering digunakan adalah langkah-langkah pemecahan masalah yang digunakan Polya. Polya dalam Wardhani menguraikan empat langkah pemecahan masalah matematika yaitu:13 1. Memahami masalah

Langkah ini melibatkan pendalaman situasi masalah, melakukan pemilihan fakta-fakta, menentukan hubungan diantara fakta-fakta dan membuat formulasi pertanyaan masalah. Biasanya siswa harus menyatakan kembali masalah dalam bahasanya sendiri. Setiap masalah yang tertulis, bahkan yang paling mudah sekalipun harus dibaca berulang kali dan informasi yang terdapat dalam masalah dipelajari dengan seksama, untuk itu diperlukan latihan untuk memahami masalah baik berupa soal cerita maupun soal non-cerita, terutama dalam hal:14

a) Apa saja pertanyaannya, dapatkah pertanyaannya disederhanakan,

b) Apa saja data yang dipunyai dari soal/masalah, pilih data-data yang relevan,

c) Hubungan-hubungan apa dari data-data yang ada. 2. Membuat rencana pemecahan masalah

Langkah ini perlu dilakukan dengan percaya diri ketika masalah sudah dapat dipahami. Rencana solusi dibangun dengan mempertimbangkan struktur masalah dan pertanyaan yang harus dijawab. Jika masalah tersebut adalah

13

Wardhani, op.cit., h. 33.

14

Sumardyono,Tahapan dan Strategi Memecahkan Masalah Matematika,


(31)

masalah rutin dengan tugas menulis kalimat matematika terbuka, maka perlu dilakukan penerjemahan masalah menjadi bahasa matematika. Jika masalah yang dihadapi adalah masalah nonrutin, maka suatu rencana perlu dibuat, bahkan kadang strategi baru perlu digunakan.

3. Melaksanakan rencana pemecahan masalah

Dalam langkah ini, rencana yang sudah dibuat harus dilaksanakan dengan hati-hati. Diagram, tabel atau urutan dibangun secara seksama sehingga si pemecah masalah tidak akan bingung. Jika muncul ketidakkonsistenan ketika melaksanakan rencana, proses harus ditelaah ulang untuk mencari sumber kesulitan masalah.

4. Melihat (mengecek) kembali

Langkah ini melibatkan pencarian alternatif pemecahan masalah. Dalam langkah ini, solusi masalah harus dipertimbangkan. Perhitungan harus dicek kembali. Melakukan pengecekan dapat melibatkan pemecahan masalah yang mendeterminasi akurasi dari komputasi dengan menghitung ulang. Jika kita membuat estimasi, maka bandingkan dengan solusi. Solusi harus tetap cocok terhadap akar masalah meskipun kelihatan tidak beralasan.

Sedangkan langkah pemecahan masalah berdasarkan Evaluasi Scheme dalam George Cathcart menguraikan pemecahan masalah dalam tiga tahap, yaitu:15 1. Memahami masalah

Pada tahap ini, kegiatan pemecahan masalah diarahkan untuk membantu siswa menetapkan apa yang diketahui pada permasalahan dan apa yang ditanyakan. Indikator yang diukur dalam tahap ini yaitu menyebutkan unsur-unsur yang diketahui dan ditanyakan dalam pemecahan masalah.

2. Menyelesaikan masalah

Pada tahap ini, kegiatan pemecahan masalah diarahkan untuk membuat rencana yang tepat sehingga memperoleh jawaban yang tepat dengan tidak ada kesalahan aritmatika. Indikator yang diukur dalam tahap ini yaitu membuat rencana/langkah-langkah penyelesaian masalah.

15

W. George Cathcart,Learning Mathematics in Elementary and Middle Schools Fourth


(32)

3. Menjawab masalah

Pada tahap ini, kegiatan pemecahan masalah diarahkan dalam memberikan jawaban akhir secara tepat berdasarkan penyelesaian masalah yang tepat dengan tidak ada kesalahan perhitungan ataupun kesalahan menyalin jawaban yang telah dihitung sebelumnya. Indikator yang diukur dalam tahap ini yaitu

menentukan jawaban akhir dalam penyelesaian masalah.

Tahapan pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahapan pemecahan masalah berdasarkan Evaluasi Scheme yang terdiri dari tiga tahap, yaitu memahami masalah, menyelesaikan masalah, dan menjawab masalah.

d. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Pemecahan masalah memegang peranan penting dalam pembelajaran matematika. Dalam suatu pemecahan masalah yang diperlukan bukan sekedar kemampuan matematika, melainkan juga kognisi yang berkaitan dengan pengumpulan dan pemprosesan data.

Pemecahan masalah matematika adalah proses yang menggunakan kekuatan dan manfaat matematika dalam menyelesaikan masalah, yang juga merupakan metode penemuan solusi melalui tahap-tahap pemecahan masalah. Tahap-tahap ini merupakan tahapan yang meliputi : memahami masalah, memilih strategi penyelesaian, melaksanakan strategi, dan memeriksa kebenaran hasil.

Pemecahan masalah matematika tidak terlepas dari pengetahuan seseorang akan substansi masalah tersebut, apakah pemahamannya terhadap inti masalah, prosedur atau langkah yang digunakan dalam menyelesaikan masalah, maupun aturan atau rumus yang digunakan untuk menyelesaikan masalah. Hal ini sejalan dengan teori belajar Gagne yang menyatakan bahwa keterampilan intelektual tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah. Sebab pemecahan masalah merupakan tipe belajar paling tinggi dari 8 tipe yang dikemukakan Gagne.16

Pemecahan masalah matematik mempunyai dua makna yaitu:

16


(33)

1. Pemecahan masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran, yang digunakan untuk menemukan kembali (reinvention) dan memahami materi, konsep, dan prinsip matematika. Pembelajaran diawali dengan penyajian masalah atau situasi yang kontekstual kemudian melalui induksi siswa menemukan konsep/prinsip matematika.

2. Pemecahan masalah sebagai kegiatan yang meliputi:

1) Mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan masalah.

2) Membuat model matematik dari suatu situasi atau masalah sehari-hari dan menyelesaikannya.

3) Memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika dan atau di luar matematika.

4) Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban.

5) Menerapkan matematika secara bermakna.17

Menurut Dodson dan Holander kemampuan pemecahan masalah yang harus ditumbuhkan adalah:

1. Kemampuan mengerti konsep dan istilah matematika

2. Kemampuan untuk mencatat kesamaan, perbedaan, dan analogi

3. Kemampuan untuk mengidentifikasi elemen terpenting dan memilih prosedur yang benar

4. Kemampuan untuk mengetahui hal yang tidak berkaitan 5. Kemampuan untuk menaksir dan menganalisa

6. Kemampuan untuk memvisualisasi dan menginterpretasi kualitas dan ruang 7. Kemampuan untuk memperumum berdasarkan beberapa contoh

8. Kemampuan untuk berganti metode yang telah diketahui

9. Mempunyai kepercayaan diri yang cukup dan merasa senang terhadap materinya.18

17

Utari Sumarmo,Makalah Matematika Berpikir dan Disposisi Matematik: “Apa,

Mengapa, dan Bagaimana dikembangkan pada peserta didik”, (Bandung: FPMIPA UPI, 2010), h. 5.


(34)

Indikator yang menunjukkan pemecahan masalah berdasarkan pada dokumen Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004 (Depdiknas, 2004) antara lain:

1) Menunjukkan pemahaman masalah.

2) Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah.

3) Menyajikan masalah secara matematika dalam berbagai bentuk. 4) Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat. 5) Mengembangkan strategi pemecahan masalah.

6) Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah. 7) Menyelesaikan masalah yang tidak rutin.19

Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menyelesaikan soal-soal matematika dalam bentuk yang tidak rutin, dalam arti soal-soal tersebut tidak dapat diselesaikan secara langsung akan tetapi dibutuhkan pemikiran lebih/proses berpikir mendalam untuk menyelesaikan soal tersebut dengan serangkaian proses.

Tahapan pemecahan masalah yang yang menjadi indikator dalam penelitian ini adalah tahapan pemecahan masalah berdasarkan Evaluasi Scheme yang terdiri dari tiga tahap, yaitu memahami masalah, menyelesaikan masalah, dan menentukan jawaban masalah.

2. Model PembelajaranConceptual Understanding Prosedures(CUPs) a. Pengertian Model Pembelajaran

Joyce dalam Triyanto menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan

perangkat-18

Herry Pribawanto Suryawan,Strategi Pemecahan Masalah Matematika,2011,

(http://ebookbrowse.com/strategi-pemecahan-masalah-matematika-pdf-d33814193)

19

Fajar Shadiq,kemahiran matematika,(Yogyakarta: Departeman Pendidikan Nasional,


(35)

perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum dan lain-lain.20

Adapun Arends dalam Triyanto menyatakan “The term teaching model

refers to a particular approach to instruction that includes its goals, syntax, environment, and management system.” Istilah model pengajaran mengarah pada

suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya.21

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pedoman bagi seorang guru yang diperlukan dalam mengajar yang mencakup segala sesuatu dalam proses pembelajaran dan menggambarkan prosedur sistematika yang dapat mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu.

b. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya.22Dengan memahami konsep maka siswa dapat lebih mudah dalam menyelesaikan soal-soal sesuai konsep yang mereka pahami tersebut.

Artz dan Newman dalam Miftahul Huda mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagaiSmall group of Learners working together as a team to solve a problem, complete a task, or accomplish a common goal (kelompok kecil pembelajar/siswa yang bekerja sama dalam satu tim untuk mengatasi suatu masalah, menyelesaikan sebuah tugas, atau mencapai satu tujuan bersama).23 Dengan demikian siswa dapat melatih kemampuannya dalam merangkum suatu materi yang telah dipelajari dan dapat menyatukan pendapat-pendapat dalam kerja sama kelompok sehingga setiap siswa dapat mengembangkan pemikirannya dan mencapai hasil bersama sesuai dengan yang mereka inginkan.

20

Triyanto, op. cit., h. 5.

21

Ibid., h. 6.

22

Ibid., h. 41.

23


(36)

Menurut Lie dalam Made Wena pembelajaran kooperatif adalah sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur, dan dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator.24Menurut Eggen dan Kauchak dalam Triyanto, pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama.25 Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran, memberikan pengalaman kepada siswa dalam membentuk sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dalam pembelajaran sehingga siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran.

Menurut Nurhadi dan Senduk (2003) dan Lie (2002) dalam Made Wena ada berbagai elemen yang merupakan ketentuan pokok dalam pembelajaran kooperatif, yaitu (a) saling ketergantungan positif (positive interdevendence); (b) interaksi tatap muka (face to face interaction); (c) akuntabilitas individual (individual accountability), dan (d) keterampilan untuk menjalin hubungan antarpribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan (use of collarative/social skill).26

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah suatu kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu menemukan dan memahami suatu konsep serta menyelesaikan masalah yang diberikan dengan partisipasi aktif kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

c. Pengertian Model Pembelajaran Conceptual Understanding Prosedures(CUPs)

Coceptual Understanding Prosedures (CUPs) adalah prosedur pengajaran yang dirancang untuk mengembangkan pemahaman konsep yang dirasa sulit

24

Made Wena,Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009),

h. 189.

25

Triyanto, op.cit., h. 42.

26


(37)

untuk siswa dengan meningkatkan peran aktif siswa dalam kegiatan belajar mengajar, serta membangun pendekatan berdasarkan kepada keyakinan bahwa siswa membangun pemahaman mereka sendiri atas suatu konsep dengan mengembangkan pandangan yang ada. Prosedur pengajaran dalam CUPs menguatkan nilai daricooperative learningdan peran aktif individual siswa dalam belajar.

Model pembelajaran CUPs pertama kali dikembangkan oleh Richard F. Gunstone dari Universitas Monash, Australia melalui Project For Enhancing Learning (PEEL). CUPs dikembangkan pada tahun 1996 oleh Davis Mills dan Susan Feteris (School of Physics and Materials Engineering at Monash University) serta Pam Mulhall dan Brian Mckittrick (Faculty of Education). CUPs sendiri telah diperbaharui pada tahun 1999, 2001 dan 2007 oleh Pam Mulhall dan Brian Mckittrick.

Menurut David Mills, model pembelajaran CUPs mengadung 4 prinsip, yaitu:

1) Dalam proses pembelajaran setiap siswa mengkonstruk pemahamannya sendiri.

2) Suasana kepercayaan mendukung pembelajaran yang baik.

3) Dalam pembelajaran aktif yang berlangsung orang yang bertanggung jawab lebih memfasilitasi diskusi dari pada menyediakan jawaban benar.

4) Suatu konsep paling mudah dipahami jika dipelajari dalam konteks kehidupan nyata.27

Model pembelajaran CUPs menggunakan pendekatan konstruktivisme yang menilai bahwa siswa harus membangun sendiri pengetahuannya. Menurut teori konstruktivisme, suatu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi

27


(38)

mereka sendiri untuk belajar. Nur dalam Triyanto mengatakan bahwa guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut.28

Para ahli konstruktivisme dalam Erman Suherman mengatakan bahwa ketika siswa mencoba menyelesaikan tugas-tugas di kelas, maka pengetahuan matematika dikonstruksi secara aktif.29Dalam menyelesaikan tugas-tugas di kelas akan lebih mudah apabila diselesaikan secara diskusi dalam kelompok yang disebut sebagai pembelajaran kooperatif, dengan begitu maka pemikiran-pemikiran individu akan lebih berkembang.

Pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya.30 Kelompok yang dimaksud dalam pembelajaran kooperatif ini bukan merupakan kelompok yang beranggotakan banyak orang, melainkan hanya dua sampai empat orang dalam kelompok, hal ini untuk mengantisipasi siswa dalam bekerja kelompok agar semua anggota terlibat didalamnya.

Model pembelajaran CUPs merupakan pengembangan dari model pembelajaran kooperatif. Dengan pembelajaran kooperatif siswa dapat lebih meningkatkan kemampuan belajar mereka khususnya dalam pemecahan masalah matematika. Beberapa aspek penting dalam pembelajaran kooperatif dengan menerapkan model pembelajaran CUPs, yaitu : membangun pemahaman siswa, menciptakan kepercayaan dalam kegiatan belajar mengajar, dalam kegiatan diskusi tidak hanya hasil yang diperhatikan tetapi juga proses, dan konsep yang dipelajari berasal dari pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Istilah Conceptual Understanding Prosedures (CUPs) atau langkah-langkah pemahaman konsep dapat diartikan dari dua istilah yaitu Conceptual Understanding(Pemahaman Konsep) danProsedures(langkah-langkah).

Seseorang dikatakan memahami suatu konsep matematika jika ia mampu melakukan beberapa hal dibawah ini, antara lain:

28

Triyanto, op. cit., h. 14.

29

Suherman, op. cit., h. 76.

30


(39)

a. Menemukan (kembali) suatu konsep yang sebelumnya belum diketahui berlandaskan pada pengetahuan dan pengalaman yang telah diketahui dan dipahami sebelumnya.

b. Mendefinisikan atau mengungkapkan suatu konsep dengan cara kalimat sendiri namun tetap memenuhi ketentuan berkenaan dengan atau gagasan konsep tersebut.

c. Mengidentifikasi hal-hal yang relevan dengan suatu konsep dengan cara-cara yang tepat.

d. Memberikan contoh (dan bukan contoh) atau ilustrasi yang berkaitan dengan suatu konsep guna memperjelas konsep tersebut.31

Seseorang dikatakan memahami langkah-langkah atau prosedur terjadinya sesuatu bila ia telah dapat melakukan beberapa hal dibawah ini, antara lain:

a. Menyatakan urutan atau langkah kerja dalam melakukan hal tertentu secara logis dan sistematis.

b. Mengenali proses terjadi atau berlangsungnya sesuatu dan mengoreksinya bila ditemukan hal-hal yang tidak semestinya.32

Berdasarkan dua istilah tersebut maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran CUPs adalah suatu model pembelajaran yang menekankan pada siswa untuk dapat membuat kesimpulan atas materi yang telah dipelajarinya dengan kalimat sendiri serta dapat mengidentifikasi konsep dan memberikan contoh (dan bukan contoh) atau ilustrasi yang dapat menggambarkan contoh yang dilakukan dengan cara mempelajari konsep-konsep secara sistematis.

Proses pembelajaran CUPs mendorong siswa berpikir secara aktif dan mengubah pandangan mereka sehingga menghasilkan partisipasi dan kepuasan tingkat tinggi.33 Fokus pembelajaran pada model CUPs untuk meningkatkan kualitas peranan aktif dan keterlibatan siswa baik secara intelektual maupun secara sosial dalam proses pembelajaran matematika di kelas. Upaya peningkatan keterlibatan siswa berdasarkan pada : (1) Upaya pengenalan kembali (recognition)

31

Suhendra,dkk,Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika, (Jakarta:

Universitas Terbuka, 2007), h. 7.21.

32

Ibid., h. 7.22.

33


(40)

yang menitikberatkan pada upaya membangun sikap positif siswa terhadap proses pembelajaran, dan (2) Upaya mempertimbangakan (considering) dan merefleksikan faktor-faktor yang dapat menjembatani keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran34.

d. Sintaktikal Pelaksanaan CUPs

Dalam pembelajaran model CUPs terdapat beberapa tahap didalamnya yaitu, persiapan, bahan, organisasi triplet, kepercayaan untuk diskusi seluruh kelas, dan sesi CUPs.35Dalam CUPs jika dalam suatu kelas tidak memungkinkan untuk dibentuk kelompok dalam jumlah tiga, maka akan lebih baik jika dalam satu kelompok berjumlah empat dari pada berjumlah dua.

Dalam pembelajaran CUPs ada tiga tahap kegiatan yang dilakukan siswa, yaitu:

1. Tahap individu

Pada tahap ini, setiap siswa dihadapkan pada suatu masalah dan mereka dituntut untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut secara individu. Tujuan dari tahap individu ini adalah memastikan keterlibatan setiap siswa sebelum proses diskusi serta untuk mengetahui pengetahuan awal siswa.

2. Tahap kelompok triplet (kelompok yang terdiri dari 3 atau 4 anggota)

Pada tahap ini, siswa bergabung dengan kelompoknya yang terdiri dari 3 atau 4 anggota dengan kemampuan yang berbeda-beda. Pembagian kelompok ini dilakukan oleh guru berdasarkan nilai ulangan siswa, setelah itu siswa berdiskusi dengan kelompoknya masing-masing untuk memecahkan masalah matematika yang dihadapi. Setiap anggota kelompok berkontribusi dalam mendiskusikan permasalahan yang disajikan. Kontribusi tiap anggota kelompok dapat dilacak dengan memberi warna tinta yang berbeda pada tiap siswa dalam satu kelompok. Selanjutnya masing-masing kertas hasil diskusi triplet dipasang di depan kelas. 3. Tahap diskusi kelas

Pada tahap ini, seluruh siswa mendiskusikan hasil diskusi kelompok triplet yang terpasang di depan kelas sehingga memberikan kesimpulan bersama tentang

34

Gunstone, R. F.,Structured Cognitive Discussion Senior High School Physics: Student

and Teacher Perception,(Australia: 2002), h. 530.

35


(41)

permasalahan yang diberikan. Dalam hal ini, guru bertindak sebagai pemandu jalannya diskusi dan memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat membangun sendiri pengetahuan konseptualnya masing-masing. Guru membimbing siswa agar tidak terjadi kesalahan konsep. Pada kegiatan akhir guru melakukan evaluasi dengan memberikanpost test.

Kloot menyatakan ada lima langkah penting pelaksanaan CUPs yaitu : 1. Persiapan

Langkah awal dari pelaksanaan CUPs adalah persiapan yang terdiri dari beberapa hal, yaitu:

a. Sangat penting untuk memikirkan mengenai kemungkinan respon awal siswa terhadap sesi-sesi dari CUPs itu sendiri.

b. Mempersiapkan bahan-bahan yang diperlukan

c. Merencanakan pengorganisasian siswa dalam kelompok-kelompok kecil d. Masing-masing latihan/soal/kasus yang diberikan membutuhkan waktu

sekitar satu jam (tetapi bisa juga dibagi dalam beberapa bagian) 2. Perangkat Keras

Perangkat keras yang dimaksud adalah kebutuhan-kebutuhan material yang akan digunakan setelah diskusi, yaitu:

a. Kertas latihan berisi soal/kasus untuk masing-masing siswa b. Kertas berukuran besar (karton) masing-masing untuk tiap triplet c. Spidol berwarna (misalnya 3 warna) untuk masing-masing triplet d. Double tapeuntuk memasang karton ke dinding

e. Papan tulis

3. Organisasi Kelompok Kecil (triplet)

Pembagian kelompok dan anggota kelompok didalamnya harus mengikuti aturan sebagai berikut:

a. Siswa harus dikelompokkan menjadi 3 kemampuan akademis yang berbeda dan terdiri dari 3 orang siswa (triplet). Yang dimaksud dengan kemampuan berbeda adalah tiap kelompok terdiri atas satu orang berkemampuan tinggi, satu orang berkemampuan sedang dan satu orang


(42)

lagi berkemampuan rendah, kemampuan akademis yang dimaksud bisa dilakukan sesuai dengan pertimbangan guru.

b. Jika siswa tidak bisa dibagi dengan tepat menjadi tiga orang per kelompok akan lebih baik jika siswa membentuk kelompok terdiri dari 4 orang dari pada 2 orang.

c. Paling tidak terdapat 1 orang siswa perempuan atau sebaiknya laki-laki satu orang.

d. Idealnya siswa berada dalam kelompok yang sama dalam latihan CUPs. 4. Kebutuhan untuk percaya

Pada pertemuan pertama dalam penerapan model pembelajaran CUPs, seorang guru harus memberikan penekanan pada setiap siswa untuk terlibat secara aktif dan memberikan pendapatnya dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan karena setiap siswa dimungkinkan memiliki miskonsepsi yang berbeda terhadap suatu konsep yang ingin dibahas. Miskonsepsi tersebut hanya dapat diperbaiki jika miskonsepsi tersebut dikemukakan. Guru juga harus menekankan pada siswa dalam pembelajaran dan harus menghormati setiap pendapat yang dikemukakan oleh rekannya.

5. Skema dasar dari sesi CUPs

Pada sesi CUPs ini ada beberapa langkah, yaitu: a. Sesi 1

Siswa diberi latihan dalam bentuk soal. Guru menjelaskan ketentuan dalam pengerjaannya kepada siswa dan menekankan pentingnya untuk menggambar diagram yang besar ketika mempresentasikan jawaban dari satu triplet dalam karton.

b. Sesi 2

Siswa selama 5-10 menit berusaha untuk menyelesaikan secara individu. Selama waktu itu siswa dapat menuliskan ide dalam kertas A4.

c. Sesi 3

Kemudian siswa pindah ke dalam triplet mereka dan 20 menit selanjutnya memperlihatkan dan mendengarkan ide dari masing-masing anggota triplet. Tujuan dari diskusi ini adalah untuk mempersilahkan mereka untuk


(43)

menjelaskan apa yang mereka pikirkan, menemukan kesalahan dalam alasan mereka dan akhirnya mencapai hasil bersama yang kemudian ditransferkan ke dalam kertas karton yang mana guru harus memberikan tiga pensil warna yang berbeda kepada tiap grupnya. Siswa-siswa tersebut harus menggambarkan diagram mereka sebesar mungkin menggunakan pensil warna yang telah disediakan agar memudahkan jika dilihat kemudian. Tiap anggota dari triplet sebaiknya mempersiapkan diri untuk mempertahankan jawaban grupnya di depan kelas. Selama diskusi triplet guru sebaiknya berkeliling kelas, menjelaskan tujuan dari latihan jika diperlukan tapi tidak diperbolehkan terlibat dalam diskusi.

d. Sesi 4

Setelah beberapa waktu, semua jawaban dalam karton harus ditempel di dinding/papan tulis dan semua siswa diperbolehkan untuk duduk lebih dekat dalam jajaran berbentuk-U sehingga dapat dengan mudah melihat karton yang telah ditempelkan.

e. Sesi 5

Guru harus melihat semua jawaban dan mencari kesamaan dan perbedaan dan dapat memulai diskusi dengan memilih karton dimana hasilnya sepertinya dapat mewakili beberapa jawaban dan meminta anggotanya untuk menjelaskan jawaban mereka. Siswa dari triplet lain dengan diagram yang berbeda kemudian diminta untuk mempertahankan jawaban mereka. Prosesnya berlangsung dengan siswa memberikan argumen sampai didapat kesepakatan mengenai jawaban akhirnya. Penting diperhatikan bahwa guru tidak diperbolehkan menjelaskan/memberitahukan jawabannya. Sehingga banyak pemikiran akan keluar, guru harus memberikan cukup waktu sebelum menanyakan lebih lanjut.

f. Sesi 6

Diakhir sesi tersebut setiap siswa harus benar-benar memahami jawaban yang disetujui. Untuk membuktikannya guru harus mengulang kembali jawabannya dan mungkin menulis/menggambarkannya dalam karton kosong ke dinding atau papan tulis (tapi tanpa tambahan komentar). Jika


(44)

waktu habis sebelum kesepakatan diraih, guru memberikan ringkasan sampai bagian yang telah diraih kemudian memberikan suatu petunjuk kepada siswa dan akan diselesaikan di pertemuan berikutnya.36

Tahap pelaksanaan CUPs dalam penelitian ini terdiri dari 3 tahap, yaitu : 1) Tahap Individu

Pada tahap ini, siswa secara individu mempelajari konsep dari materi yang dipelajari yang ada pada LKS serta menyelesaikan soal yang ada pada LKS. 2) Tahap kelompok triplet (kelompok yang terdiri dari 3 atau 4 orang)

Pada tahap ini, siswa bergabung dengan kelompok masing-masing yang terdiri dari 3 sampai 4 orang, kemudian mendiskusikan konsep serta soal yang ada pada LKS dan menuliskan hasil jawaban bersama di dalam karton.

3) Tahap diskusi kelas

Pada tahap ini, semua jawaban dalam karton ditempel di dinding/papan tulis dan semua siswa diperbolehkan untuk duduk lebih dekat dalam jajaran berbentuk U sehingga dapat dengan mudah melihat karton yang telah ditempelkan. Perwakilan kelompok menjelaskan hasil jawaban kelompok mereka didepan kelompok-kelompok lainnya, kelompok lain menanggapi sehingga mencapai kesepakatan bersama.

3. Model pembelajaran Konvensional

Salah satu model pembelajaran yang masih berlaku dan banyak digunakan oleh guru adalah model pembelajaran konvensional. Model pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah model pembelajaran yang biasa digunakan guru dalam mengajar di sekolah pada umumnya.

Ciri-ciri Pembelajaran konvensional dalam Wina Sanjaya adalah siswa ditempatkan dalam objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif, siswa lebih banyak belajar secara individual dengan menerima, mencatat, dan menghafal materi pelajaran, pembelajaran bersifat teoretis dan

36

Kloot, D. (2003).CUPs Guide[Online]. Tersedia :

http://www.education.monash.edu.au/research/groups/smte/projects/cups/cups-guide.doc [27 November 2011].


(45)

abstrak, kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan dan tujuan akhir adalah nilai atau angka.37

Dalam pembelajaran konvensional biasanya guru menyampaikan materi ajar dalam bentuk penjelasan dan penuturan secara lisan yang dikenal dengan metode ceramah. Pembelajaran seperti ini cenderung membuat siswa pasif dalam belajar, mereka hanya duduk diam menerima materi yang disampaikan guru. Pembelajaran seperti ini sangat monoton dan membuat siswa cenderung bosan dengan proses pembelajaran. Pada model pembelajaran konvensional, siswa belajar lebih banyak mendengarkan penjelasan guru di depan kelas dan melaksanakan tugas jika guru memberika latihan soal-soal kepada siswa.

Kegiatan belajar mengajar dalam model pembelajaran konvensional menurut Prasetyo Utomo biasanya hanya didominasi oleh siswa yang pandai, sementara siswa yang kemampuannya rendah kurang berperan dalam mengerjakan tugas, disamping itu juga siswa kurang dilatihkan untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan menghargai pendapat orang lain.38Hal ini menunjukan bahwa proses pembelajaran pada pendekatan pembelajaran konvensional lebih banyak didominasi oleh guru dan siswa cenderung pasif dalam kegiatan pembelajaran. Akibat cara belajar seperti ini, siswa kemampuannya rendah kurang memperoleh pemahaman materi dan hasil belajar yang rendah.

Dalam penelitian ini model pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah pembelajaran dengan metode ekspositori dimana aktivitas pembelajaran hanya terbatas pada guru menerangkan materi, pemberian contoh soal, tanya jawab kemudian siswa mengerjakan soal latihan berdasarkan contoh yang dibuat oleh guru.

37

Wina Sanjaya.Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,

(Bandung: Prenada, 2006), h. 261.

38

Prasetyo Utomo,dkk. Jurnal Pendidikan Teknik Mesin Vol.8, No.1, Juni 2008 (31-36). (http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JPTM/article/view/1178. h. 32.


(46)

B. Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan model pembelajaran CUPs antara lain :

1. Wiguna, wahyu (2010) FMIPA UPI, dengan judul penelitiannya

“Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMA melalui Penerapan Model Pembelajaran Conceptual Understanding Procedures

(CUPs)”. Hasil penelitiannya bahwa: kemampuan komunikasi matematis

siswa yang mendapat pembelajaran Conceptual Understanding Prosedures

(CUPs) lebih baik dibandingkan pembelajaran konvensional, selain itu beberapa siswa menunjukkan respon positif terhadap model pembelajaran

Conceptual Understanding Prosedures (CUPs) yang telah dilakukan karena mereka menganggap pembelajaran tersebut menyenangkan dan membuat siswa lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran serta memudahkan mereka dalam memahami konsep matematika.39

2. Iin Retno Indriawati (2009), dengan judulnya “Penerapan Metode Conceptual Understanding Procedures(CUPs) Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep

Matematika Siswa (PTK pada siswa kelas V sd)”. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan pemahaman konsep pecahan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa materi pecahan untuk siswa SD termasuk topik yang sukar untuk dipelajari siswa dan juga sukar bagi guru mengajarkannya, dan kesalahan umum yang dilakukan siswa terletak pada kesalahan memahami konsep. Maka, berkaitan dengan hal tersebut penerapan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran CUPs memberi pengaruh yang positif terhadap hasil belajar siswa, yaitu meningkatnya pemahaman konsep pecahan siswa sehingga berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa.40

39

Wahyu Wiguna,“MeningkatkanKemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMA

melalui Penerapan Model Pembelajaran Conceptual Understangding Prosedures (CUPs)”,2010, Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia, Tidak diterbitkan

40

Iin Retno Indriawati, “Penerapan Metode Conceptual Understanding Procedures

(CUPs) Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika Siswa (PTK pada siswa kelas V sd)”, 2009, Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia, Tidak diterbitkan.


(47)

C. Kerangka Berpikir

Matematika dalam pembelajarannya saat ini merupakan mata pelajaran yang dipandang sulit bagi kebanyakan siswa. Dalam pembelajaran matematika diperlukan kemampuan dalam memecahkan masalah. Kemampuan pemecahan masalah matematika adalah kemampuan untuk mengatasi kesulitan dalam menyelesaikan soal matematika yang diperlukan proses pemikiran mendalam dengan tahapan-tahapan yang sesuai sehingga mencapai tujuan yang diinginkan. Indikator seseorang dikatakan dapat memecahkan masalah adalah menunjukkan pemahaman masalah, mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah, menyajikan masalah secara matematika dalam berbagai bentuk, memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat, mengembangkan strategi pemecahan masalah, membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah dan menyelesaikan masalah yang tidak rutin. Kemampuan pemecahan masalah sangat penting dalam pembelajaran matematika, karena dengan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat terlatih untuk menyelesaikan masalah sehari-hari.

Akan tetapi pada kenyataanya masih banyak siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah yang rendah, hal ini dikarenakan masih banyak guru yang menggunakan pembelajaran konvensional dimana pembelajaran berpusat pada guru sehingga terlihat guru yang lebih aktif dibanding dengan siswa. Dalam hal ini siswa hanya berdiam diri menerima pembelajaran yang diberikan guru sehingga peran aktif siswa lebih sedikit karena lebih didominasi oleh guru.

Selain itu, siswa tidak dilatih untuk menyelesaikan soal-soal matematika yang bersifat tidak rutin yaitu soal-soal tingkat tinggi yang membutuhkan proses berpikir mendalam serta berbeda dengan contoh yang diberikan guru. Hal ini terbukti ketika siswa diberikan soal-soal yang berbeda dari contoh yang diberikan guru, siswa cenderung mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya. Hal ini dikarenakan siswa kurang memahami soal dan kurang terampil dalam menyelesaikan soal. Siswa terbiasa menghafal soal dan penyelesaianya saja tanpa mengetahui konsepnya secara jelas.


(1)

113

2004.

h.63.

lt

Utari

Sumarmo, Makalah Matematikn

Berpikir

dan Disposisi

Matematik:

"Apa, Mengapa, don Bagaimana dikembangkan pada peserto

didik",

(Bandung:

FPMIPA

uPI,2010),

h. 5.

{,

t2

Herry Pribawanto Suryawan, Str ate

gi

P emecahan Masalah Matematika, 2011

(nttp:feUootUrowse.c

pemecahan-masalah-matematika-pdf-d33814193)

+>

lt-/

w

t3

Fajar

Shadiq,

kemohiran

matematika,

(Yogyakarta:

Depgteman

Pendidikan

Nasional,2009), h.

14.

qi

tll

t4

Miftahul Huda,

Cooperotive

Learning,

(Yogyakarta: Pustaka

Pelajar,

201

1),

h. 32.

qr

tlfl

h'

l5

Made Wena, Strategi Pembelajaran

Inov at

if

Ko nt e mp or er, (Jakarta: Bumi

Aksara,2009),h.

189.

tu

M

t6

David Mills,dkk.,

CUP-Cooperative

Learning That

Works,

(Australia: 1999),

h.

2

tu

ry

t7

Suhendra,dl<k, P engemb angan Kur ikulum dan P e mb e I aj ar an Mat e mati ka, (Jakarta:

Universitas Terbuka, 2007), h. 7 .21, h. 7 .22.

fr

Lil

l8

Gunstone, R. F., Structured Cognitive Discussion Senior High School Physics: Student and Teacher

Perceptio4

(Australia: 2002),

h.530, h.531.

qn

ry

l9

Kloot,

D. (2003). CUPs Guide [Online]. Tersedia :

http ://www.education.monash. edu. aulresear chlgroups/smte/proj

ects/cups/cups-euide.doc [27 November 2011.l.

qv

ry

20 Wina Sanjaya. Strate

gi

P embelaj aran

B er or ie ntas

i

Standar Pr o s e s P endidikan,

(Bandung: Prenada. 2006). h. 261.

ft

Lt

2t

Prasetyo Utomo,dkk. Jumal Pendidikan Teknik Mesin Vo1.8, No.1, Juni 2008 (3

1-36).

(http ://i ournal. unnes.ac. id/ni u/index.oho/JP

<T

tp

TM/article lviewl I 17 8. h. 32

22

Wahyu Wiguna,

"Meningkotkan Kemampuan

Komunikasi Matematis

Siswa


(2)

114

P embelaj

aran

Conceptual

Unaerstangdiltg

Prosedures

(C[JPs)",

2OlO,

Stripsl

Universitas Pendidikan

Indonesia,

Tidak diterbitkan.

Iin

Retno

Indriawati,',peneiapan-@toile

Conceptual

Understanding

procedures

(CUP|

Untuk Meningkatkan

pemahaman

Konsep

Matematika

Siswq (pTK

pada

siswa

kelas

V sd)",

2009, Skripsi

Universitas

Muhammadiyah

Surakarta,

Tidak

diterbitkan.

Farouk Muhammad dan Djaali,

M@

P enelitian Sosial (Bunga Rampai), (Jakarta: Restu

Agung,2003),

h. 39, h. 89.

W. George Cathcart, Leaming tvtathematics in Elementary and

Middle

Schools Fourth Edition, (Toronto: Pearson prentice

Hall),

2004.

h.63.

Suharsimi

Arikunto,

pros e

duiF

eneliiqn

Suatu P endekatan Pr ahek, (Jakarta: Rineka

Cipta,2006),

h.

168,

h.

178,

h.

196.

Wahidmurni,dkk, Evaluasi p embelai aran

(Kompetens

i

dan

Prahifr,

(yogyakarta: Nuha Litera, 2010),

h. 131,h.132,h.'134.

Kadir, Statistika (Jntuk penelitian llmu_ ilr1u Sosial, (Jakarta: Rosemata Sampurna, 2010),

h.l11.

h.

117.

Mengetahui,

Jakarta,

Januari

2014

Dra.

Afidah Mas'ud

NIP.

19610926 198603

2

004


(3)

@

lrr*ml

I(EII

I

]

KEMENTERIAN

AGAMA

UIN

JAKARTA

FITK

Jl. lr. H. Juanda No 95 Ciputat 1 5412 lndonesia

FORM

(FR)

No. Dokumen

:

FITK-FR-AKD-085 Tgl.

Terbit :

1 Maret 2010 No.

Revisi: :

01

Hal

.

...t...

PERMOHONAN SURAT BIMBINGAN SKR!PSI

Nomor Lampiran Perihal

:Istimewa

: Satu berkas Proposal

: Bimbingan Skripsi Kepada Yth.

Ka. Subbag Akademik

&

Kemahasiswaan Fakultas

Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan di

Tempat

A ss alamu' al aikum

wr.

w b.

Yang bertanda tangan

di

bawah

ini

Nama

NIM

Jurusan/Prodi Semester

lad"na

5ar;

1080t700ooe z

Jaka(a,

rz

lnArsa

rorz

?enaiatUan

Y?auwattua

8B

Dengan

ini

mengajukan permohonan surat bimbingan skripsi, sebagai salah satu syarat menyelesaikan program S-1 (Strata 1)

UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun

judul

skripsi yang

diajukanadalah:

k

rqarua

lvt"d.t.t

?rrwuiuiarao

dneptuat

uwsanana

lrr

rtuu

un"^

U<saLa,tL yLa*arnA*ika Sisw^ Dosen Pembimbing Skripsi yang diusulkan: '

Pembimbing

I

,

_

0t.

lifcL

tchct-ks

Moryuln,

Pembimbingll

:@"

'

Sebagai bahan pertimbangan saya lampirkan proposal.

fr^

rLa.n

Pemohon,

&il

Lrudah - 9ar; Demikian permohonan

ini

saya sampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Wassalamu' alaikum

wr.

wb.

Ketua J fvwofiLaLika

NIP.

p?oor agtsq

Tembusan:

1. Dosen Penasehat

Akademik

Mengetahui,


(4)

KEMENTERIAN AGAMA UIN

JAKARTA

FITK

Jl. h. H. JuaMa No 95 Ciputat 15412 tdonesia

FORM (FR)

SURAT PERMOHONAN

IZIN

OBSERVASI

Nomor : Un.0

l/It./KM

.01.3 I 17 0412012

Lamp.

: OutlinelProposal

Hal

: Permohonan

Izin

Obseruasi

Nama

NIM

Jurusan /Prodi

Semester

Tembusan:

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Jakilta, 04 Oktober 2012

Kepada Yth.

Kepala SMP Negeri 1 Babelan

Di

Tempat

As s alamu' alaikum wr.wb.

Dengan hormat kami sampaikan bahwa:

Indah Sari 108017000062

Pendidikan Matematika IX (Sembilan)

adalah

benar

mahasiswa pada Fakultas

Ilmu

Tarbiyah

dan

Keguruan

UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta dan sehubungan dengan penyelesaian tugas Skripsi yang berjudul

"Pengaruh

Model

Pembelajaran

Conceptual

(Inderstanding Prosedures

Gaps)

Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Sisia",

mahasiswa tersebut

memerlukan observasi dengan pihak terkait. Oleh karena

itu,

kami

mohon kesediaan saudara untuk menerima mahasiswa tersebut dan memberikan bantuannya.

Demikianlah, atas perhatian dan bantuan saudara kami ucapkan terima kasih.

Was s alamu' alaikum wr.w b.

a.n. Dekan

Kabag. Tata Usaha

)


(5)

KEMENTERIAN AGAMA

,M_

utN JAKARTA

,s

#&x

I

FITK

i Ye 13- $J Jt. tt. H. Juanda No ss ciputat t s4lz tndonesia

FORM

(FR)

No. Dokumen

'

p11K-pq-AKDr-082 Tgl.

Terbit : t

wtaret ZO1O

SURAT

PERMOHONAN IZIN PENELITIAN

Nomor : Un.01/F. 1 /KM.01 .3t4SglZO13

Lamp. : Outline/Proposat

Hal

: Permohonan

tzin

penetitian

Jakarta, '15 Maret 2013

Nama NIM Jurusan Semester

Kepada Yth.

Kepala SMP Negeri 1 Babelan di

Tempat

Assal a m u' at a iku m wr.wb.

Dengan hormat kami sampaikan bahwa,

: lndah Sari :108017000062

: Pendidikan Matematika : X (Sepuiuh)

Judul

Skripsi

:"Pengaruh

Mqdel

Pembelajaran Canceptuat

tJnderstanding

Prosedures

(cUps)

terhadap

Kemampuan

pemecahan

Masarah Matematika Siswa,,

adalah benar

mihasiswa/i

Fakultas llmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta yang

sedang

menyusun

skripsi,

dan

akan

mengadakan peneritian

(riset)

di

instansir'sekolah/madrasah yang Saudara pimpin.

Untuk

itu

kami

mohon saudara

dapat

mengizinkan

mahasiswa

tersebut melaksanakan penelitian dimaksud.

Atas perhatian dan kerja sama saudara, kami ucapkan terima kasih.

Wassal am u' a I ai ku m wr.wb.

,Ai

inda F r, M.Pd 199603 2 Tembusan:

1.

Dekan FITK

2.

Pembantu Dekan Bidang Akademik

3.

Mahasiswa yang bersangkutan

l

o.:

I


(6)

PEMERINTAH KABUPATEN

BEKASI

DINAS

PENDIDIKAN

SMP

NEGERI

I

BABELAN

Jalan Raya Babelan No. 99A Kec. Babelan Kab. Bekasi 17610 relp. (021) 8920458

SURAT KETERANGAN

Nomor

:

421.3 1258/SMP.L/Disdik.02 lZOL3

Kepala Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Babelan Kab. Bekasi menerangkan bahwa :

Nama NIM Jenjang Jurusan Fakultas

INDAH SARI

108017000062 Stara Satu (S.1)

Pendidikan Matematika

llmu Tarbiyah dan Keguruan UtN Jakarta

Yang bersangkutan

adalah benar

telah

melakukan

penelitian (riset)

/

pengumpulan data

/

analisis

terhadap

siswal

siswi

di

lingkungan SMP

Negeri

L

Babelan Kabupaten Bekasi mulai tanggal

01

Mei

2OL3,

guna

menyelesaikan penulisan Skripsi dengan

judul

"

pengaruh

Model

Pembelaiaran Conceptuol

llnderstanding

Prosedures (CUPs)

terhadap

Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika

Siswa,,.