Pengaruh pendekatan pendidikan matematika realistik terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

(1)

PENGARUH PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

REALISTIK TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN

MASALAH MATEMATIKA SISWA

disusun oleh:

HANNY FITRIANA

NIM. 105017000460

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/2010 M


(2)

Skripsi berjudul “Pengaruh Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa”

disusun oleh Hanny Fitriana, Nomor Induk Mahasiswa 105017000460 Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan fakultas.

Jakarta, 5 Juni 2010

Yang Mengesahkan

Pembimbing I Pembimbing II

Otong Suhyanto M.Si Firdausi S.Si. M.Pd.


(3)

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

Yang bertandatangan di bawah ini

Nama : Hanny Fitriana

NIM : 105017000460

Jurusan : Pendidikan Matematika

Angkatan Tahun : 2005

Alamat : Jl. Giri Kencana 41 Rt.004/02 Cilangkap Cipayung Jakarta Timur 13870

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

1. Nama : Otong Suhyanto M.Si

NIP : 19681104 199903 1 001

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika 2. Nama : Firdausi S.Si. M.Pd

NIP : 19690629 200501 1 003

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, Juli 2010

Yang Menyatakan


(4)

Skripsi berjudul ”Pengaruh Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam ujian munaqosah pada tanggal 30 Juli 2010 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Matematika.

Jakarta, Agustus 2010

Panitia Ujian Munaqosah

Tanggal Tanda Tangan

Ketua Panitia (Ketua Jurusan)

Maifalinda Fatra, M.Pd ... ... NIP. 19700528 199603 2 002

Sekretaris Jurusan

Otong Suhyanto, M.Si ... ... NIP. 19681104 199903 1 001

Penguji I

Dra. Afidah Mas’ud ... ... NIP. 19610926 198603 2 004

Penguji II

Drs. H. M. Ali Hamzah, M.Pd ... ... NIP. 19480323 198203 1 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A NIP. 19571005 198703 1 003


(5)

ABSTRAK

Hanny Fitriana (105017000460), ”Pengaruh Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa”. Skripsi, Jurusan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendekatan pendidikan matematika realistik terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Penelitian dilaksanakan di SMPN 160 Jakarta Timur. Metode yang digunakan adalah eksperimen semu dengan rancangan penelitian the post-test only.

Sampel penelitian yang pertama berjumlah 30 siswa untuk kelas eksperimen dengan menggunakan pendekatan pendidikan matematika realistik. Sampel yang kedua berjumlah 30 siswa untuk kelas kontrol dengan pendekatan konvensional. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik cluster random sampling. Instrumen penelitian yang diberikan berupa tes dengan tipe uraian sebanyak 5 soal.

Analisis data menggunakan uji-t dari kedua kelompok diperoleh nilai thitung sebesar 4,47, sedangkan ttabel pada taraf signifikan 5% dengan derajat kebebasan (dk) = 47,09 yaitu sebesar 1,68, maka dapat dikatakan bahwa thitung > ttabel. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pendekatan pendidikan matematika realistik terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.


(6)

ABSTRACT

HANNY FITRIANA (105017000460), “The Influence of Realistic Mathematics Education Approach Through Students Mathematic Problem Solving Ability”. Thesis, Mathematics Education Department, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

The purpose of this research is to know the influence of realistic mathematics education approach through students mathematic problem solving ability. Research conducted at SMPN 160 East Jakarta. The method was used quasi experiment with research design the post-test only.

The first sample class experiment is 30 students which are use realistic mathematics education approach. The second sample class control is 30 students which are use conventional approach. Sampling was done using cluster random sampling technique. The instrument test which is given in this research consisted of 5 questions of essay typed.

Data analysis using t-tests of both groups obtained ttest of 4,47, while ttable at 5% significance level with degrees of freedom (dk) = 47,09 is equal to 1,68, we can conclude that ttest > ttable. This shows that realistic mathematics education approach has significant effect to the students mathematics problem solving ability.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Disadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat terbatas, maka adanya bimbingan, pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya, kepada yang terhormat : 1. Bapak Prof. Dr. H. Dede Rosyada, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan.

2. Ibu Dra. Maifalinda Fatra, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika. 3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika dan

pembimbing I yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

4. Bapak Firdausi S.Si, M.Pd, pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Afidah Mas’ud M.Pd sebagai penasihat Akademik. 6. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Pendidikan Matematika.

7. Bapak Drs. Sumardijanto, kepala SMP Negeri 160 Jakarta Timur yang telah memberikan izin kepada penulis untuk penelitian di sana.

8. Ibu Neneng Sutiah, guru pamong tempat penulis mengadakan penelitian banyak membantu penulis selama penelitian berlangsung.

9. Ibu Hj. Endang K, M.Pd, guru BP yang telah memberikan izin untuk menggunakan kelasnya.

10.Bapak dan mama ku tercinta yang selalu mendoakan, memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(8)

11.Adikku tercinta yang senantiasa memberikan bantuan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

12.Siswa dan siswi kelas VII SMP Negeri 160 Jakarta Timur, khususnya kelas VII-A dan VII-B yang telah bersikap baik, tenang, dan bersahabat selama penulis mengadakan penelitian.

13.Sahabat ku tercinta, yaitu Nisa, Nina, Iam, Nilma, Yeti, Bilgis, dan Irna yang senantiasa selalu mendoakan, memotivasi, membantu, dan mendukung penulis selama penelitian.

14.Teman-teman ku tercinta yaitu Eva, Riesky, Ida, dan mahasiswa jurusan pendidikan matematika angkatan 2005 kelas B, semoga kebersamaan selama pembelajaran akan selalu menjadi cerita indah di masa yang akan datang dan ikatan persaudaraan kita akan selalu terjaga hingga akhir hayat.

15.Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan dan informasi serta pendapat yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah SWT dapat menerima sebagai amal kebaikan atas jasa baik yang diberikan kepada penulis.

Jakarta, Juli 2010

Penulis

Hanny Fitriana


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 9

A. Deskripsi Teoritik ... 9

1. Pembelajaran Matematika... 9

a. Pengertian Pembelajaran... 9

b. Pengertian Matematika... 14

c. Alasan Belajar Matematika... 16

d. Tujuan Pelajaran Matematika ... 16

e. Kegunaan Matematika ... 17

2. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR)... 18

a. Pengertian dan Sejarah PMR ... 18

b. Komponen Matematisasi dalam PMR ... 21

c. Prinsip Utama PMR ... 22

d. Karakteristik PMR ... 23


(10)

e. Langkah-langkah PMR ... 25

f. Kekuatan Pembelajaran Matematika dengan PMR... 27

3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 28

a. Pengertian Masalah Matematika ... 28

b. Jenis-jenis Masalah Matematika ... 29

c. Pengertian Pemecahan Masalah Matematika... 30

d. Langkah-langkah Pemecahan Masalah Matematika... 32

e. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika... 34

f. Karakteristik Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika... 35

4. Pendekatan Konvensional ... 35

5. Hasil Penelitian yang Relevan ... 36

B. Kerangka Berpikir... 37

C. Hipotesis Penelitian... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 40

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 40

B. Metode dan Desain Penelitian... 40

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 41

1. Populasi ... 41

2. Sampel... 41

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 42

1. Variabel yang Diteliti... 42

2. Sumber Data... 42

3. Instrumen Penelitian ... 42

4. Uji Instrumen Tes Penelitian... 44

E. Pengujian Prasyarat Analisis... 45

1. Uji Normalitas... 45

2. Uji Homogenitas ... 46

F. Pengujian Hipotesis... 47


(11)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Deskripsi Data... 49

1. Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelompok Eksperimen... 49

2. Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelompok Kontrol ... 51

B. Pengujian Persyaratan Analisis ... 54

1. Uji Normalitas... 54

a. Uji Normalitas Kelompok Eksperimen... 54

b. Uji Normalitas Kelompok Kontrol... 55

2. Uji Homogenitas ... 55

C. Pengujian Hipotesis... 56

D. Pembahasan... 57

E. Keterbatasan Penelitian... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

A. Kesimpulan ... 60

B. Saran... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 62

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 65


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Rancangan Penelitian ... 41

Tabel 2. Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah ... 43

Tabel 3. Kisi-kisi Instrument Tes... 44

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas Eksperimen... 50

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas Kontrol... 52

Tabel 6. Perbandingan Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 54

Tabel 7. Hasil Perhitungan Uji Normalitas ... 55

Tabel 8. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ... 56

Tabel 9. Hasil Uji Perbedaan dengan Statistik Uji t... 57


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Matematisasi Konseptual ... 20 Gambar 2. Proses Matematisasi Pada PMR... 21 Gambar 3. Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil Belajar

Matematika Kelompok Eksperimen... 51 Gambar 4. Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil Belajar

Matematika Kelompok Kontrol ... 53


(14)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Wawancara Pra Penelitian... 65

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 68

Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol... 80

Lampiran 4. Lembar Kerja Siswa (LKS)... 88

Lampiran 5. Latihan Soal ... 100

Lampiran 6. Kisi-Kisi Uji Instrumen Tes ... 106

Lampiran 7. Penilaian Validitas Isi Instrumen Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa ... 107

Lampiran 8. Instrumen Tes... 113

Lampiran 9. Kunci Jawaban Instrumen Tes ... 116

Lampiran 10. Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 125

Lampiran 11. Perhitungan Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas Eksperimen .... 126

Lampiran 12. Perhitungan Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas Kontrol... 129

Lampiran 13. Perhitungan Uji Normalitas... 132

Lampiran 14. Perhitungan Uji Homogenitas... 135

Lampiran 15. Perhitungan Uji Hipotesis Statistik ... 136

Lampiran 16. Bukti Penilaian Validitas Isi... 138

Lampiran 17. Daftar Luas Kurva di Bawah Normal ... 139

Lampiran 18. Daftar Nilai Kritis Distribusi Kai Kuadrat (Chi Square) ... 140

Lampiran 19. Daftar Nilai Kritis Distribusi F ... 142


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Pendidikan merupakan faktor utama dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan kemajuan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) dalam menghadapi era globalisasi saat ini, karena dengan pendidikan pola pikir dan pengetahuan manusia menjadi berkembang sehingga IPTEK semakin maju. Hal ini dibuktikan dengan adanya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad Saw, yaitu surat Al-A’laq ayat 1-5 yang berbunyi: ß oÞ ¯2ÙZ´ `´„‹s uµŽ „ `U ­°® „ `U aG¡V{60S ÚGµ% #„ É ­±® ß oÞ `[‹s‹ˆ É3oÞ)U ­²® uµŽ a2” Ì ¯2„ ŒÞ´ ­³® a2” Ì aG¡V{60S % Ù2Œ Ý/Œ!Ý΍e ­´®

Inti dari arti ayat tersebut yaitu memerintahkan kita agar selalu membaca. Andai saja seluruh umat Islam dapat menjalankan setiap anjuran dengan benar, maka mereka tidak akan tertinggal jauh dan selalu akan menjadi umat terdepan.

Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bertanah air. Pemerintah telah mencanangkan pendidikan sebagai instrumen untuk membangun bangsa dan negara Indonesia menjadi lebih baik. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 yang menyebutkan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang


(16)

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.1

Oleh karena itu, maju mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh kreatifitas pendidikan bangsa itu sendiri dan kompleknya masalah kehidupan menuntut sumber daya manusia yang handal dan mampu berkompetensi. Selain itu, pendidikan merupakan wadah kegiatan yang dapat dipandang sebagai pencetak sumber daya manusia yang bermutu tinggi.

Matematika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang memiliki peranan penting dalam pembentukan kualitas sumber daya manusia. Mutu pendidikan matematika harus terus ditingkatkan sebagai upaya pembentukan sumber daya manusia yang bermutu tinggi, yakni manusia yang mampu berpikir kritis, logis, sistematis, kreatif, inovatif, dan berinisiatif dalam menanggapi masalah yang terjadi.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita selalu menghadapi banyak permasalahan. Permasalahan-permasalahan itu tentu saja tidak semuanya merupakan permasalahan matematis, namun matematika memiliki peranan yang sangat sentral dalam menjawab permasalahan keseharian itu. Ini berarti bahwa matematika sangat diperlukan oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari untuk membantu memecahkan permasalahan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Cornelius (dalam Mulyono Abdurrahman) yang mengemukakan lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan:

1. sarana berpikir yang jelas dan logis,

2. sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari,

3. sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman,

4. sarana untuk mengembangkan kreativitas,

5. sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.2

1

Undang-Undang Guru dan Dosen UU RI No. 14 Th. 2005 & Undang-Undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) UU RI No.20 Th. 2003, (Jakarta: Penerbit Asa Mandiri, 2006), hlm. 53.


(17)

3

Namun pada kenyataannya, kebanyakan masyarakat berpendapat bahwa matematika itu tidak berguna dalam kehidupan, hal ini disebabkan selama menempuh pelajaran matematika di bangku sekolah, guru jarang memberikan informasi mengenai penerapannya dalam kehidupan nyata. Pelajaran matematika tidak hanya membuat siswa terampil dalam menghitung dan kemampuan menyelesaikan soal, sikap dan kemampuan menerapkan matematika merupakan hal terpenting untuk membentuk kemampuan peserta didik dalam pemecahkan masalah sehari-hari yang dihadapinya kelak.

Pelajaran matematika masih sering dianggap sebagai pelajaran yang paling sulit dipahami bagi siswa. Meskipun matematika mendapatkan waktu yang lebih banyak dibandingkan pelajaran lain dalam penyampaiannya, namun siswa kurang memberi perhatian pada pelajaran ini karena siswa menganggap metematika itu pelajaran yang menakutkan serta mempunyai soal-soal yang sulit dipecahkan.

Dari hasil studi TIMSS tahun 2007 untuk siswa kelas VIII, menempatkan siswa Indonesia pada urutan ke-36 dari 49 negara dengan nilai rata-rata untuk kemampuan matematika secara umum adalah 397. Nilai tersebut masih jauh dari standar minimal nilai rata-rata kemampuan matematika yang ditetapkan TIMSS yaitu 500. Skala matematika TIMSS-Benchmark Internasional menunjukkan bahwa prestasi siswa Indonesia berada pada peringkat bawah, Malaysia pada peringkat tengah, dan Singapura pada peringkat atas. Padahal jam pelajaran matematika di Indonesia 136 jam untuk kelas VIII, lebih banyak dibanding Malaysia 123 jam dan Singapura 124 jam.3 Data TIMSS menunjukkan bahwa penekanan pembelajaran metematika di Indonesia lebih banyak pada penguasaan keterampilan dasar (basic skills), namun sedikit atau sama sekali tidak menekankan untuk penerapan matematika dalam konteks kehidupan sehari-hari.

2

Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), Cet.II, hlm. 252.

3

Ina V.S. Mullis, dkk, “TIMSS 2007 International Mathematics Report”, (dari


(18)

Rendahnya kemampuan matematika siswa disebabkan oleh beberapa faktor yaitu materi pelajaran yang dirasakan oleh siswa masih bersifat abstrak dan kurang menarik dikarenakan kurangnya contoh yang diaplikasikan dalam kehidupan dunia mereka, metode pengajaran matematika yang terpusat pada guru sementara siswa cenderung pasif sehingga tidak mempunyai kesempatan berfikir tentang matematika, serta pembelajaran matematika masih menggunakan pendekatan latihan dengan mengembangkan kemampuan pikiran melalui latihan berulang keterampilan berhitung dan meminta peserta didik menghafal langkah atau rumus-rumus.4

Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa juga terjadi di SMP Negeri 160 Jakarta. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bidang studi, hal ini dikarenakan konsep dasar matematika siswa sewaktu di SD masih rendah sehingga pada saat pembelajaran guru harus mengulang sedikit konsep dasarnya. Dengan demikian guru jarang memberikan soal kontekstual dalam proses pembelajaran karena waktu yang digunakan hanya cukup untuk memberikan soal-soal sederhana yang berhubungan dengan pemahaman konsep dasar matematika.

Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan dasar matematika yang perlu dimiliki oleh siswa. Lemahnya penguasaan konsep dan prinsip oleh siswa, dapat mengakibatkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah akan lemah pula. Padahal, kemampuan pemecahan masalah sangat penting dalam pembelajaran matematika karena kemampuan pemecahan masalah yang diperoleh dalam suatu pengajaran matematika pada umumnya dapat ditransfer untuk digunakan dalam memecahkan masalah lain dalam kehidupan sehari-hari.

Dari situasi tersebut, pembelajaran matematika yang diterapkan kurang bermakna sehingga peserta didik menjadi bosan dan tidak menyenangi matematika. Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang mudah dipahami, bermakna, dapat diterima oleh peserta didik dan berhubungan erat dengan lingkungan sekitar.

4

Zulkardi dkk, Realistic Mathematics Education (RME): Teori, Contoh Pembelajaran dan Taman Belajar di Internet, dalam Seminar Sehari RME, (UPI: Bandung 4 April 2001) hlm. 1


(19)

5

Pendekatan pembelajaran matematika yang mengaitkan pengalaman anak dengan konsep-konsep matematika adalah Pendidikan Matematika Realistik (PMR). Dalam pengalaman sering dijumpai bahwa soal-soal kontekstual yang umumnya dibatasi pada aplikasi dijumpai pada bagian akhir dari kegiatan belajar mengajar di kelas, bahkan seringkali hanya dipandang sebagai pengayaan dari materi yang telah dipelajari. Dalam kegiatan PMR soal kontekstual ditempatkan di awal pembelajaran serta berperan sebagai pemicu terjadinya penemuan kembali oleh murid.

Realistic mathematics education (RME) merupakan suatu pendekatan belajar matematika yang dikembangkan di Belanda dengan pola guided reinvention dalam mengkontruksi konsep-konsep melalui process of mathematization, yaitu matematika horizontal (tools, fakta, konsep, prinsip, algoritma, aturan untuk digunakan dalam menyelesaikan persoalan, proses dunia empirik) dan vertikal (reorganisasi matematika melalui proses dalam dunia rasio, pengembangan matematika).5

Pendekatan Matematika Realistik adalah sebuah pembelajaran matematika yang menekankan pada penyelesaian masalah secara informal sebelum menggunakan cara formal. Dengan kata lain, Pendidikan Matematika Realistik dimulai dari masalah yang kemudian diarahkan menuju pemecahan secara formal.

Pemecahan masalah merupakan salah satu kecakapan matematika dan aspek penting dalam pengajaran matematika. Kecakapan ini dapat dilatih dan dikembangkan melalui pembelajaran yang didekatkan dengan masalah-masalah realistis dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan masalah-masalah-masalah-masalah tersebut nantinya peserta didik akan menemukan pengetahuan Matematika formal.

Pendekatan matematika realistik dalam pembelajaran matematika sangat berkaitan erat dengan kemampuan pemecahan masalah. Hal ini sejalan dengan teori Pendidikan Matematika Realistik di atas, dengan demikian pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan PMR dapat

5

Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, (Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka, 2009), hlm. 61.


(20)

dikaitkan dengan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Untuk mengetahui seberapa besar kaitan atau pengaruh pendekatan RME terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, diperlukan penelitian lebih lanjut. Untuk itulah penulis memilih judul skripsi yaitu “Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa”.

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Sebagian besar siswa masih menganggap bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit dipahami.

2. Aktivitas guru dalam pembelajaran masih sangat dominan, dibandingkan dengan aktivitas siswa.

3. Pembelajaran matematika masih bersifat abstrak dan kurang menarik. 4. Soal-soal kontekstual yang umumnya dibatasi pada aplikasi hanya

dijumpai pada akhir pembelajaran atau bahkan hanya sebagai pengayaan. 5. Guru jarang memberikan informasi mengenai penerapannya dalam

kehidupan nyata

6. Siswa cenderung kurang mampu menggunakan rumus/konsep yang diperlukan dalam pemecahan masalah.

C.

Pembatasan Masalah

Agar penelitian lebih terarah dan mengingat permasalahan yang cukup luas, maka perlu dilakukan pembatasan masalah. Masalah akan dibatasi pada: 1. Pokok bahasan yang akan dijadikan penelitian adalah tentang bangun datar

segiempat.

2. Pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik yang dimaksud adalah berdasarkan pada ide bahwa matematika merupakan aktivitas manusia dan matematika harus di hubungkan secara nyata terhadap konteks kehidupan sehari-hari.


(21)

7

3. Kemampuan pemecahan masalah yang dimaksud adalah kemampuan yang ditunjukkan siswa dalam menyelesaikan masalah dalam soal bangun datar, yang memperhatikan proses menemukan jawaban berdasarkan tahapan: (1) memahami masalah, (2) merencanakan pemecahan, (3) menyelesaikan masalah, (4) melakukan pengecekan kembali.

D.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah maka perumusan masalah dalam penelitian ini dapat ditulis sebagai berikut:

1. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan pendekatan konvensional dan bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan pendekatan PMR?

2. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelas yang diajarkan dengan pendekatan matematika realistik lebih tinggi dari siswa yang diajarkan dengan pendekatan konvensional?

E.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan menggunakan pendekatan konvensional.

2. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan menggunakan pendekatan matematika realistik.

3. Pengaruh pendekatan matematika realistik dengan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

F.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi siswa


(22)

b. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik dalam pembelajaran matematika.

c. Menumbuhkan semangat belajar peserta didik. 2. Bagi guru

a. Meningkatkan pengetahuan guru tentang kemampuan pemecahan masalah peserta didik.

b. Memberikan masukan yang bermanfaat bagi tenaga pengajar tentang pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik.

3. Bagi sekolah

a. Secara tidak langsung akan membantu memperlancar proses belajar mengajar.

b. Dapat memberikan sumbangan yang baik dalam meningkatkan mutu pendidikan sekolah khususnya dalam belajar matematika

4. Bagi penulis

a. Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan dapat memberikan sumbangan kepada pembelajaran matematika terutama peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika melalui pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik.


(23)

BAB II

DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR DAN

HIPOTESIS PENELITIAN

A.

Deskripsi Teoritik

1. Pembelajaran Matematika a. Pengertian Pembelajaran

Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak, manusia selalu dalam kondisi belajar. Hal ini disebabkan karena sifat manusia yang selalu ingin tahu dan berkeinginan untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. Belajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia. Dengan belajar, manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup manusia adalah hasil dari belajar. Karena itu, belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu tujuan.

Dalam kamus umum bahasa Indonesia, dinyatakan bahwa “belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu dan berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman”.1 Belajar merupakan kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Oleh karenanya, pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek, bentuk dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pendidik khususnya para guru. Berikut dipaparkan beberapa definisi belajar yang diungkapkan oleh para ahli.

1

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Cet. II. hlm. 17


(24)

Para pakar pendidikan banyak yang mendefinisikan kata belajar. Ws. Winkel menegaskan bahwa belajar adalah “aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap”.2 Skinner mengartikan “belajar sebagai suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif”.3 Good dan Brophy dalam bukunya

Educational Psychology, mengemukakan arti belajar yaitu “bukan tingkah laku yang nampak, tetapi terutama adalah prosesnya yang terjadi secara internal di dalam diri individu dalam usahanya memperoleh hubungan-hubungan baru”.4 Sedangkan Morgan, dalam bukunya Introduction to Psychology mengemukakan: “belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.”.5 Dengan demikian, pengertian belajar adalah proses perubahan perilaku, dimana perubahan perilaku tersebut dilakukan secara sadar dan bersifat menetap, perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan dalam hal kognitif, afektif, dan psikomotor.6

Hakim dalam bukunya yang berjudul Belajar Secara Efektif menyimpulkan definisi belajar dari beberapa ahli adalah

suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, ketrampilan, daya pikir, dan lain-lain kemampuan.7

2

Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), Cet. I, hlm. 39. 3

Pupuh Faturrohman dan Sobary Sutikno, Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum & Konsep Islami, (Bandung: PT. Refika aditama, 2007), Cet.I, hlm. 5.

4

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), Cet XIX. hlm 85

5

Ngalim Purwanto, Psikologi ….hlm. 84 6

Asep Herry Hernawan dkk., Belajar dan Pembelajaran SD, (Bandung: UPI Press, 2007), Cet.1, h. 2.

7


(25)

11

Berdasarkan pendapat para pakar pendidikan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu aktivitas atau proses yang mana hal tersebut akan menghasilkan perubahan karena dengan belajar seseorang yang tidak tahu apa-apa bisa menjadi tahu, dengan belajar manusia banyak mendapatkan hal-hal yang baik dan positif yang berguna untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.

Diantara ciri-ciri yang menunjukkan bahwa seorang telah melakukan kegiatan belajar dapat ditandai dengan adanya:8

1) Perubahan tingkah laku yang aktual atau potensial.

Aktual berarti perubahan tingkah laku yang terjadi sebagai hasil belajar itu nyata atau dapat dilihat seperti: hasil belajar keterampilan motorik (psikomotorik), misalnya siswa dapat menulis, membaca dan lain sebagainya, dan juga hasil belajar kognitif seperti pengetahuan fakta atau ingatan, pemahaman dan aplikasi.

Sedangkan perubahan potensial berarti perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar yang tidak dapat dilihat perubahannya secara nyata, perubahannya hanya dapat dirasakan oleh orang yang belajar saja, seperti hasil belajar afektif (penghargaan, keyakinan dan lain sebagainya), juga hasil belajar kognitif: tinggi pengetahuan atau kemampuan analisis, sintesis dan evaluasi.

2) Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar di atas bagi individu merupakan kemampaun baru dalam berbagai bidang kognitif, afektif atau psikomotorik, yaitu sebagai kemampuan yang betul-betul baru diperoleh sebagai kemampuan dari hasil perbaikan atau peningkatan dari kemampuan sebelumnya. Dan kemampuan hasil belajar itu sifatnya relatif menetap atau tidak segera lenyap.

3) Adanya usaha atau aktivitas yang sengaja dilakukan oleh orang yang belajar dengan pengalaman (memperhatikan, mengamati,

8

Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2007), Cet. III hlm. 56


(26)

memikirkan, merasakan, menghayati dan lain sebagainya) atau dengan latihan (melatih dan menirukan).

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pembelajaran adalah “proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar”.9 Sedangkan menurut UU Guru dan Dosen, pembelajaran adalah “proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.10 Secara umum pembelajaran merupakan “proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid”.11

Menurut Oemar Hamalik, pembelajaran adalah “prosedur dan metode yang ditempuh oleh pengajar untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar secara aktif dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran”.12

Konsep pembelajaran menurut Corey adalah “suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu.”13 Pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan. Kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan upaya penataan atau pengelolaan lingkungan yang memberi nuansa agar proses belajar tumbuh dan berkembang secara optimal.

9

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar.... hlm. 17. 10

Undang-Undang Guru dan Dosen UU RI No. 14 Th. 2005 & Undang-Undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) UU RI No.20 Th. 2003, (Jakarta: Penerbit Asa Mandiri, 2006) hlm. 52

11

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2008), Cet. VI, hlm. 61.

12

Asep Herry Hernawan dkk, Belajar….., (Bandung: UPI Press, 2007), Cet. I, hlm. 3 13


(27)

13

Terdapat dua proses dalam suatu pembelajaran, yaitu proses belajar dan proses mengajar. Proses belajar dimana pelajar mempelajari sesuatu sedangkan didalam proses mengajar, pengajar mengerjakan sesuatu. Pembelajaran akan efektif apabila terdapat keserasian atau keselarasan antara proses belajar yang dilakukan oleh pelajar dan proses mengajar yang dilakukan pengajar.

Salah satu unsur utama dari proses belajar adalah tujuan belajar. Sebenarnya tujuan-tujuan belajar sangat banyak dan bervariasi sesuai indikator yang ingin dicapai. Menurut Sardiman dalam bukunya Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar terdapat tiga jenis tujuan belajar secara umum yaitu “(1) untuk mendapatkan pengetahuan, (2) penanaman konsep dan keterampilan, dan (3) pembentukan sikap”14. 1) Untuk mendapatkan pengetahuan

Hal ini ditandai dengan kemampuan berpikir. Pengetahuan dan kemampuan berpikir tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain seseorang tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya tanpa bahan pengetahuan, sebaliknya kemampuan berpikir akan memperkaya pengetahuan.

2) Penanaman konsep dan keterampilan

Penanaman konsep memerlukan suatu keterampilan, baik yang bersifat jasmani maupun rohani. Keterampilan jasmani adalah keterampilan yang dapat dilihat, sedangkan keterampilan rohani adalah keterampilan tidak dapat terlihat (abstrak).

3) Pembentukan sikap

Pembentukan sikap baik mental ataupun perilaku siswa tidak akan terlepas dari penanaman nilai-nilai. Dengan dilandasi nilai-nilai, akan tumbuh kesadaran dan kemauan siswa untuk mempraktikkan segala sesuatu yang telah dipelajarinya.

14

Sardiman A.M, Interaksi&Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rajawali Press, 2009), Ed. I, hlm. 26


(28)

b. Pengertian Matematika

Matematika merupakan pengetahuan yang eksak, benar dan menuju sasaran, oleh karenanya dapat menyebabkan timbulnya disiplin dalam pemikiran. Konsep dalam matematika tidak cukup hanya dihafalkan tetapi harus dipahami melalui suatu proses berpikir dan aktivitas pemecahan masalah. Matematika memiliki fungsi dan peran yang penting sebagai sarana untuk memecahkan masalah, baik pada matematika itu sendiri maupun pada bidang lain dalam mengkomunikasikan gagasan secara praktis dan efisien.

Mengkaji matematika bukanlah hal baru yang kita temui sekarang. Telah banyak yang mengkaji sampai menjadi ahli dalam matematika. Bertanya tentang “apakah matematika itu?” dapat dijawab secara berbeda-beda tergantung pada bilamana pertanyaan itu dijawab, di mana dijawab, siapa yang menjawab, dan apa sajakah yang dipandang termasuk dalam matematika. Dengan demikian untuk menjawab pertanyaan “apakah matematika itu?” tidak dapat dijawab dengan mudah dijawab dengan satu atau dua kalimat bagitu saja, oleh karena itu kita harus berhati-hati.

Istilah matematika diambil dari bahasa Yunani mathematike

yang berarti “relating to learning”. Perkataan itu mempunyai akar kata

mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Berdasarkan kutipan Erman Suherman, menurut Elea Tinggih, perkataan matematika berarti “ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”. Matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran.15

Menurut Johnson dan Myklebust yang dikutip dari Mulyono Abdurrahman, matematika adalah ”bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan

15

Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. (Bandung : JICA, Universitas Pendidikan Indonesia, 2003),hlm. 18


(29)

15

berpikir.” Sedangkan Kline, matematika merupakan ”bahasa simbolis dan cirri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara bernalar induktif.”16

Menurut Paling, ide manusia tentang matematika berbeda-beda, tergantung pada pengalaman dan pengetahuan masing-masing. Selanjutnya, Paling mengemukakan bahwa,

matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia; suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan.17

Reys, dkk mengatakan bahwa matematika adalah tentang pola hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat.18 Sejalan dengan pendapat tersebut, Johnson dan Rising dalam bukunya mengatakan matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.19

Dari beberapa pengertian diatas dapat dinyatakan bahwa matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang didalamnya terdapat pola-pola keteraturan yang terorganisasikan dengan baik, konsisten dan membentuk suatu sistem yang dapat digunakan pada disiplin ilmu lainnya.

16

Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003).Cet.II, hlm.252

17

Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak...hlm. 252 18

Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran,…h. 19 19

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: Upi Press, 2006)hlm. 4


(30)

c. Alasan Belajar Matematika

Dalam pembelajaran matematika ada beberapa alasan penting mengapa matematika harus diajarkan. Cornelius mengemukakan lima alasan perlunya belajar matematika, antara lain:

1) Sarana berfikir yang jelas dan logis

2) Sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari

3) Sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman

4) Sarana untuk mengembangkan kreativitas

5) Sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya. 20

Sedangkan Cockroft mengemukakan bahwa matematika perlu diajarkan kepada siswa karena:

1) Selalu digunakan dalam segi kehidupan

2) Semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai;

3) Merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas

4) Meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan

5) Memberi kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang. Berbagai alasan perlunya sekolah mengajarkan matematika kepada siswa pada hakikatnya dapat diringkas karena masalah kehidupan sehari-hari. 21

d. Tujuan Pelajaran matematika

Pada standar isi (SI) pelajaran matematika untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah dinyatakan bahwa tujuan pelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa mampu: 22

1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

20

Mulyono Abdurrahman, Pendidkan Bagi Anak….. hlm. 253 21

Mulyono Abdurrahman, Pendidkan Bagi Anak …..hlm. 253. 22

Sri Wardhani, Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika, (Yogyakarta: PPPTKM, 2008) hlm. 2.


(31)

17

2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

e. Kegunaan Matematika

Dalam kehidupan sehari-hari matematika memiliki beberapa kegunaan yaitu ”(1) matematika sebagai ilmu pelayan yang lain, (2) matematika digunakan manusia untuk memecahkan masalahnya dalam kehidupan sehari-hari.” 23

1) Matematika sebagai ilmu pelayan yang lain

Banyak ilmu-ilmu yang penemuan dan pengembanganya bergantung dari matematika.

Contoh:

a) Penemuan dan pengembangan teori mandel dalam biologi melalui konsep probabilitas.

b) Perhitungan dengan bilangan imajiner digunakan untuk memecahkan masalah tentang kelistrikan.

c) Dalam ilmu kependudukan matematika digunakan untuk memprediksi jumlah penduduk.

23


(32)

d) Dalam ilmu pendidikan dan psikologi, khususnya dalam teori belajar, selain digunakan statistik juga digunakan persamaan matematis untuk menyajikan teori atau model dari penelitian. e) Dalam seni musik barisan bilangan digunakan untuk

merancang alat musik.

f) Banyak teori-teori dari fisika dan kimia (modern) yang ditemukan dan dikembangkan melalui konsep kalkulus.

g) Dengan matematika, Einstein membuat rumus yang dapat digunakan untuk menaksir jumlah energi yang diperoleh dari ledakan atom.

h) Dalam seni grafis, konsep transformasi geometrik digunakan untuk melukis mozaik.

i) Teori ekonomi mengenai permintaan dan penawaran dikembangkan melalui konsep fungsi kalkulus tentang diferensial dan integral.

2) Matematika digunakan manusia untuk memecahkan masalahnya dalam kehidupan sehari-hari

Contoh:

a) Memecahkan persoalan dunia nyata.

b) Mengadakan transaksi jual beli, maka manusia memerlukan proses perhitungan matematika yang berkaitan dengan bilangan dan operasi hitungnya.

c) Menghitung jarak yang dietmpuh dari satu tempat ketempat yang lain.

d) Menghitung laju kecepatan kendaraan. e) Menghitung luas daerah.

2. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) a. Pengertian dan Sejarah PMR

Realistic mathematics education, yang diterjemahkan sebagai pendidikan matematika realistik, adalah sebuah pendekatan belajar


(33)

19

matematika yang dikembangkan sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht University di Negeri Belanda.24 Pendekatan ini didasarkan pada anggapan Hans Freudenthal (1905–1990) bahwa matematika adalah kegiatan manusia yang bermula dari pemecahan masalah. Karena itu, siswa tidak dipandang sebagai penerima pasif, tetapi harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika di bawah bimbingan guru.

Zulkardi, mendefinisikan pembelajaran matematika realsitik sebagai berikut:

Pendekatan pendidikan matematika realistik adalah teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal ’real’ bagi siswa, menekankan ketrampilan ’process of doing mathematics’, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri (’student inventing’ sebagai kebalikan dari ’teacher telling’) dan pada akhirnya menggunakann matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik individual maupun kelompok.25

Soedjadi dalam Turmuzi mengemukakan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realita dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika secara lebih baik daripada masa yang lalu.26 Realita yang dimaksud yaitu hal-hal nyata atau konkrit yang dapat diamati atau dipahami siswa lewat membayangkan, sedangkan lingkungan yang dimaksud yaitu lingkungan yang berada dalam kehidupan sehari-hari siswa.

24

Yusuf Hartono, Pendekatan Matematika Realistik. Dikti, Bahan Ajar PJJ S1 PGSD (Pengembangan Pembelajaran Matematika SD), hlm. 3

25

Zulkardi dkk, Realistic Mathematics Education (RME): Teori, Contoh Pembelajaran dan Taman Belajar di Internet, dalam Seminar Sehari Realistic Mathematics Education,

(Bandung, 4 April 2001), hlm. 2 26

Muhammad Turmuzi, Pembelajaran Matematika Realistik Pada Pokok Bahasan Perbandingan Di Kelas II SLTP, dalam Jurnal Kependidikan. No. 2 Volume 3. November, h. 184.


(34)

Dunia nyata dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berada di luar matematika, seperti kehidupan sehari-hari, lingkungan sekitar, bahkan mata pelajaran lain pun dapat dianggap sebagai dunia nyata. Dunia nyata digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Untuk menekankan bahwa proses lebih penting daripada hasil, dalam pendekatan PMR digunakan istilah matematisasi, yaitu proses mematematikakan dunia nyata. Proses ini digambarkan oleh de Lange sebagai lingkaran yang tak berujung.

Dunia Nyata

Matematisasi dan aplikasi

Abstraksi dan formalisasi

Matematisasi dan refleksi

Gambar 1 Matematisasi Konseptual

Filosofi PMR mengacu pada pandangan Freudenthal tentang matematika. Dua pandangan penting beliau adalah matematika harus dihubungkan dengan realitas dan matematika sebagai aktivitas manusia. Pertama, matematika harus dihubungkan dengan realitas, artinya materi yang diberikan berdasarkan konteks atau hal-hal yang real (nyata atau pernah dialami/diketahui siswa) dan dikaitkan dengan situasi kehidupan sehari-hari. Kedua, matematika sebagai aktivitas manusia, sehingga siswa harus diberi kesempatan untuk belajar melakukan aktivitas matematisasi dan beraktivitas dalam pembelajaran (siswa berdiskusi dalam mencari strategi/langkah penyelesaian soal).


(35)

21

b. Komponen Matematisasi dalam PMR

Menurut Trefers, ”pendekatan matematika realistik menggunakan dua komponen matematisasi dalam proses pembelajaran matematika yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal.”27 1) Matematisasi Horizontal

Matematisasi horizontal adalah proses penyelesaian soal-soal kontekstual dari dunia nyata. Dalam matematika horizontal, siswa mencoba menyelesaikan soal-soal dari dunia nyata dengan cara mereka sendiri, dan menggunakan bahasa dan simbol mereka sendiri.28

2) Matematisasi Vertikal

Matematisasi vertikal adalah proses formalisasi konsep matematika. Dalam matematisasi vertikal, siswa mencoba menyusun prosedur umum yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal-soal sejenis secara langsung tanpa bantuan konteks.29

Dua tipe matematisasi pada PMR tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:30

Gambar 2

Proses matematisasi pada PMR

27

Muhammad Turmuzi, Pembelajaran... hlm. 184. 28

Yusuf Hartono, Pendekatan…hlm. 4. 29

Yusuf Hartono, Pendekatan…hlm. 4. 30

Hongki Julie, Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Realistik dan Beberapa Contoh Pembelajarannya, dalam Widya Dharma, No. 1 Tahun XIII (Vol. 13), Oktober 2002, hlm. 30.

Model matematika Matematisasi horizontal

Masalah nyata

Matematisasi vertikal Matematisasi

vertikal

Matematisasi horizontal


(36)

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa matematisasi horizontal berarti bergerak dari dunia nyata ke dalam dunia simbol, sedangkan matematisasi vertikal berarti bergerak di dalam dunia simbol itu sendiri. Dengan kata lain, menghasilkan konsep, prinsip, atau model matematika dari masalah kontekstual sehari-hari termasuk matematisasi horizontal, sedangkan menghasilkan konsep, prinsip, atau model matematika dari matematika sendiri termasuk matematisasi vertikal.

c. Prinsip Utama PMR

Gravemeijer dalam Yuwono, merumuskan tiga prinsip pokok dalam PMR, yaitu:

1) Penemuan Kembali Terbimbing dan Matematisasi Progresif (Guided Reinvention dan progressive mathematization)

Ini mengandung arti bahwa belajar dengan PMR membimbing siswa dalam belajar untuk menemukan sendiri strategi/cara penyelesaian permasalahan sesuai dengan tingkat kognitifnya, karena dengan menemukan sendiri lebih dipahami dan lebih lama diingat oleh siswa. Peranan guru hanyalah sebagai pendamping yang akan meluruskan arah pikiran siswa, sekiranya jalan berpikir siswa melenceng jauh dari pokok bahasan yang sedang dipelajari.

2) Fenomenologi Didaktis (Didactial phenomenology)

Fenomenologi didaktis mengandung arti bahwa dalam mempelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan materi-materi lain dalam matematika, para peserta didik perlu bertolak dari masalahmasalah (fenomena-fenomena) realistik, yaitu masalah-masalah yang berasal dari dunia nyata, atau setidak-tidaknya dari masalahmasalah yang dapat dibayangkan sebagai masalah-masalah yang nyata. Masalah yang dipilih untuk dipecahkan juga harus disesuaikan degan tingkat berpikir peserta didik.


(37)

23

3) Mengembangkan Model-model Sendiri (Self developed models)

Self-developed models mengandung arti bahwa dalam mempelajari konsep-konsep dan materi-materi matematika yang lain, dengan melalui masalah-masalah yang realistik peserta didik mengembangkan sendiri model-model atau cara-cara menyelesaikan masalah-masalah tersebut dengan berbekal pengetahuan penunjang yang telah dimiliki.

d. Karakteristik Pendidikan Matematika Realistik

Menurut Suryanto dalam Hartono, beberapa karakteristik pendidikan matematika realistik adalah sebagai berikut: 31

1) Masalah kontekstual yang realistik (realistic contextual problems) digunakan untuk memperkenalkan ide dan konsep matematika kepada siswa.

2) Siswa menemukan kembali ide, konsep, dan prinsip, atau model matematika melalui pemecahan masalah kontekstual yang realistik dengan bantuan guru atau temannya.

3) Siswa diarahkan untuk mendiskusikan penyelesaian terhadap masalah yang mereka temukan (yang biasanya ada yang berbeda, baik cara menemukannya maupun hasilnya).

4) Siswa merefleksikan (memikirkan kembali) apa yang telah dikerjakan dan apa yang telah dihasilkan; baik hasil kerja mandiri maupun hasil diskusi.

5) Siswa dibantu untuk mengaitkan beberapa isi pelajaran matematika yang memang ada hubungannya.

6) Siswa diajak mengembangkan, memperluas, atau meningkatkan hasilhasil dari pekerjaannya agar menemukan konsep atau prinsip matematika yang lebih rumit.

7) Matematika dianggap sebagai kegiatan bukan sebagai produk jadi atau hasil yang siap pakai. Mempelajari matematika sebagai

31


(38)

kegiatan paling cocok dilakukan melalui learning by doing (belajar dengan mengerjakan).

Pendidikan matematika realistik mempunyai lima karakteristik utama sebagai pedoman dalam merancang pembelajaran matematika. Kelima karakteristik itu adalah sebagai berikut:32

1) Menggunakan masalah kontekstual

Pembelajaran harus dimulai dari masalah kontekstual yang diambil dari dunia nyata. Masalah yang digunakan sebagai titik awal pembelajaran harus nyata bagi siswa agar mereka dapat langsung terlibat dalam situasi yang sesuai dengan pengalaman mereka.

2) Menggunakan model atau jembatan dengan instrumen vertikal Dunia abstak dan nyata harus dijembatani oleh model. Model harus sesuai dengan tingkat abstraksi yang harus dipelajari siswa. Di sini model dapat berupa keadaan atau situasi nyata dalam kehidupan siswa, seperti cerita-cerita lokal atau bangunan-bangunan yang ada di tempat tinggal siswa. Model dapat pula berupa alat peraga yang dibuat dari bahan-bahan yang juga ada di sekitar siswa.

3) Menggunakan kontribusi murid

Siswa dapat menggunakan strategi, bahasa, atau simbol mereka sendiri dalam proses mematematikakan dunia mereka. Artinya, siswa memiliki kebebasan untuk mengekspresikan hasil kerja mereka dalam menyelesaikan masalah nyata yang diberikan oleh guru.

4) Interaktivitas

Proses pembelajaran harus interaktif. Interaksi baik antara guru dan siswa maupun antara siswa dengan siswa merupakan elemen yang penting dalam pembelajaran matematika. Di sini siswa dapat berdiskusi dan bekerjasama dengan siswa lain,

32


(39)

25

bertanya dan menanggapi pertanyaan, serta mengevaluasi pekerjaan mereka.

5) Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya

Hubungan di antara bagian-bagian dalam matematika, dengan disiplin ilmu lain, dan dengan masalah dari dunia nyata diperlukan sebagai satu kesatuan yang saling kait mengait dalam penyelesaian masalah.

Pendekatan matematika realistik secara prinsip merupakan gabungan pendekatan konstruktivisme dan kontekstual dalam arti memberi kesempatan kepada siswa untuk membentuk (mengkonstruksi) sendiri pemahaman mereka tentang ide dan konsep matematika, melalui penyelesaian masalah dunia nyata (kontekstual).33

e. Langkah-langkah PMR

Zulkardi dalam Hartono menjelaskan secara umum “langkah-langkah pembelajaran matematika realistik adalah (1) persiapan, (2) pembukaan, (3) proses pembelajaran, dan (4) penutup.”34

1) Persiapan

Selain menyiapkan masalah kontekstual, guru harus benar-benar memahami masalah dan memiliki berbagai macam strategi yang mungkin akan ditempuh siswa dalam menyelesaikannya.

2) Pembukaan

Pada bagian ini siswa diperkenalkan dengan strategi pembelajaran yang dipakai dan diperkenalkan kepada masalah dari dunia nyata. Kemudian siswa diminta untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri.

3) Proses pembelajaran

Siswa mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan pengalamannya, dapat dilakukan secara perorangan maupun secara kelompok. Kemudian setiap siswa atau

33

Yusuf Hartono, Pendekatan…..hlm. 8 34


(40)

kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan siswa atau kelompok lain dan siswa atau kelompok lain memberi tanggapan terhadap hasil kerja siswa atau kelompok penyaji. Guru mengamati jalannya diskusi kelas dan memberi tanggapan sambil mengarahkan siswa untuk mendapatkan strategi terbaik serta menemukan aturan atau prinsip yang bersifat lebih umum.

4) Penutup

Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik melalui diskusi kelas, siswa diajak menarik kesimpulan dari pelajaran saat itu. Pada akhir pembelajaran siswa harus mengerjakan soal evaluasi dalam bentuk matematika formal. 35

Sedangkan Turmuzi menjelaskan secara rinci ”langkah-langkah dalam kegiatan inti proses pembelajaran matematika realistik adalah (1) memahami masalah /soal kontekstual, (2) menjelaskan masalah kontekstual, (3) menyelesaikan masalah kontekstual, (4) membandingkan dan mendiskusikan jawaban, dan (5) menyimpulkan.”36

1) Memahami masalah/soal kontekstual.

Guru memberikan masalah/soal kontekstual dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut. Langkah ini merupakan karakteristik PMR yang pertama.

2) Menjelaskan masalah kontekstual.

Guru menjelaskan situasi dan kondisi soal dengan memberikan petunjuk/saran seperlunya terhadap bagian tertentu yang belum dipahami siswa, penjelasan hanya sampai siswa mengerti maksud soal. Langkah ini merupakan karakteristik PMR yang ke empat.

35

Yusuf Hartono, Pendekatan…., hlm.7-20 36


(41)

27

3) Menyelesaikan masalah kontekstual.

Siswa secara individu atau kelompok menyelesaikan soal. Guru memotivasi siswa dengan memberikan arahan berupa pertanyaan-pertanyaan. Langkah ini merupakan karakteristik PMR yang ke dua.

4) Membandingkan dan mendiskusikan jawaban

Guru memfasilitasi diskusi dan menyediakan waktu untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban dari soal secara kelompok, untuk selanjutnya secara diskusi di kelas. Langkah ini merupakan karakteristik PMR yang ke tiga.

5) Menyimpulkan.

Dari hasil diskusi guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu konsep atau prosedur, selanjutnya guru meringkas atau menjelaskan konsep yang termuat dalam soal itu.

f. Kekuatan Pembelajaran Matematika dengan Pendidikan

Matematika Realistik (PMR)

Beberapa kekuatan pembelajaran dengan pendidikan matematika realistik, antara lain:37

1) Pendidikan matematika realistik memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari dan tentang kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia.

2) Pendidikan matematika realistik memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dapat dikonstruksikan/dikembangkan sendiri oleh siswa dan oleh setiap orang ”biasa” yang lain, tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.

37 Muhammad Turmuzi,


(42)

3) Pendidikan matematika realistik memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa cara menyelesaikan suatu soal atau masalah tidak harus tunggal, dan tidak harus sama antara orang yang satu dengan yang lain.

4) Pendidikan matematika realistik memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan suatu yang utama, dan untuk mempelajari matematika orang harus menjalani sendiri proses itu, dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep dan materi-materi matematika yang lain, dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu (misalnya guru).

3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

a. Pengertian Masalah Matematika

Masalah adalah “sesuatu yang timbul akibat adanya rantai yang terputus antara keinginan dan cara mencapainya. Keinginan atau tujuan yang ingin dicapai sudah jelas, tetapi cara untuk mencapai tujuan itu belum jelas. Biasanya tersedia berbagai alternatif yang bisa ditempuh untuk mencapai tujuan yang diinginkan itu.”38

Memecahkan suatu masalah merupakan aktivitas dasar manusia. Sebagian besar kehidupan kita berhadapan dengan masalah-masalah. Bila kita gagal dengan suatu cara untuk menyelesaikan suatu masalah kita harus mencoba menyelesaikannya dengan cara yang lain.

Masalah bersifat relatif. Artinya, masalah bagi seseorang pada suatu saat belum tentu merupakan masalah bagi orang lain pada saat itu atau bahkan bagi orang itu sendiri beberapa saat kemudian.39 Apabila orang tersebut telah mengetahui cara atau proses mendapatkan penyelesaian masalah tersebut.

38

Nyimas Aisyah, Pendekatan Pemecahan Masalah. (Dikti, Bahan Ajar PJJ S1 PGSD) hlm. 3

39


(43)

29

Para ahli Pendidikan Matematika sebagaian besar menyatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon. Mereka menyatakan juga bahwa tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui si pelaku.40

Krulik dan Rudnik mendefinisikan masalah secara formal sebagai berikut: “A problem is a situation, quantitatif or otherwise, that confront an individual or group of individual, that requires resolution, and for wich the individual sees no apparent or obvios means or path to obtaining a solution.”41 Definisi tersebut menjelaskan bahwa masalah adalah suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang atau kelompok yang memerlukan suatu pemecahan tetapi individu atau kelompok tersebut tidak memiliki cara yang langsung dapat menentukan solusinya.

Masalah dalam matematika adalah sesuatu persoalan yang ia sendiri mampu menyelesaikannya tanpa menggunakan cara atau algoritma yang rutin.42 Jadi dapat disimpulkan masalah matematika merupakan suatu masalah apabila persoalan itu belum dikenalnya dan belum memiliki prosedur tertentu untuk menyelesaikannya.

b. Jenis-Jenis Masalah Matematika

Dalam pembelajaran matematika, masalah dapat disajikan dalam bentuk soal tidak rutin yang berupa soal cerita, penggambaran fenomena atau kejadian, ilustrasi gambar atau teka-teki. Masalah tersebut kemudian disebut masalah matematika karena mengandung

40

Al. Krismanto dan Widyaiswara, Beberapa Teknik, Model, dan Strategi dalam

Pembelajaran Matematika. (Yogyakarta: PPPG Matematika, 2003), hlm. 5 41

Stephen Krulik dan Jesse A.Rudnik, Problem Solving, (Massachusetts: Allyn and Bacon, 1992), h. 3.

42

Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa, (Jakarta: Gaung Persada, 2009) Cet. II, hlm. 81.


(44)

konsep matematika. Terdapat beberapa jenis masalah matematika yaitu masalah translasi, masalah aplikasi, masalah proses, dan ,masalah teka-teki.”43

1). Masalah Translasi

Merupakan masalah kehidupan sehari-hari yang untuk menyelesaikannya perlu adanya translasi (perpindahan) dari bentuk verbal ke bentuk matematika.

2). Masalah Aplikasi

Memberikan kesempatan pada siswa untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan bermacam-macam ketrampilan dan prosedur matematik.

3). Masalah Proses

Biasanya untuk menyusun langkah-langkah merumuskan pola dan strategi khusus dalam menyelesaikan masalah. Masalah semacam ini memberikan kesempatan siswa sehingga dalam diri siswa terbentuk ketrampilan menyelesaikan masalah sehingga dapat membantu siswa menjadi terbiasa menyeleksi masalah dalam berbagai situasi.

4). Masalah Teka-Teki

Dimaksudkan untuk rekreasi dan kesenangan serta sebagai alat yang bermanfaat untuk mencapai tujuan afektif dalam pengajaran matematika. Dalam hal ini berarti pula masalah situasi tersebut (masalah) dapat ditemukan solusinya dengan menggunakan pemecahan masalah.

c. Pengertian Pemecahan Masalah Matematika

Pemecahan masalah merupakan bagian yang sangat penting, bahkan paling penting dalam belajar matematika. Hal ini juga disampaikan Suherman dkk, bahwa pemecahan masalah merupakan

43

Nahrowi Adjie dan Maulana, Pemecahan Masalah Matematika. (Bandung: UPI PRESS, 2006) hlm. 7


(45)

31

bagian kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajarannya maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkannya pada pemecahan masalah atau soal yang bersifat tidak rutin.44

Pemecahan masalah telah didefinisikan sebagai proses kognitif tingkat tinggi yang memerlukan modulasi dan kontrol lebih dari keterampilan-keterampilan rutin atau dasar. Proses ini terjadi jika suatu organisme atau sistem kecerdasan buatan tidak mengetahui bagaimana untuk bergerak dari suatu kondisi awal menuju kondisi yang dituju.

Menurut Hudojo, pemecahan masalah pada dasarnya adalah proses yang ditempuh oleh seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya sampai masalah itu tidak lagi menjadi masalah baginya.45 Pemecahan masalah merupakan bagian dari proses berpikir bahkan sering dianggap merupakan proses paling kompleks diantara semua fungsi kecerdasan.

Krulik dan Rudnik juga mendefinisikan pemecahan masalah sebagai suatu proses berpikir seperti berikut ini: “It (problem solving) is the mean by wich an individual uses previously acquired knowledge, skill, and understanding to satisfy the demand of an unfamiliar situation”46

Dari definisi tersebut pemecahan masalah adalah suatu usaha individu menggunakan pengetahuan, ketrampilan, dan pemahamannya untuk menemukan solusi dari suatu masalah.

Hudoyo mengemukakan bahwa penyelesaian masalah dapat diartikan sebagai penggunaan matematika baik untuk matematika itu sendiri maupun aplikasi matematika dalam kehidupan sehari-hari dan ilmu pengetahuan yang lain secara kreatif untuk menyelesaikan

44

Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran..... hlm. 83. 45

Nyimas Aisyah, Pendekatan…. hlm. 5-3 46


(46)

masalah-masalah yang belum kita ketahui penyelesaiannya ataupun masalah-masalah yang belum kita kenal.47

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah adalah suatu kegiatan untuk mengatasi kesulitan yang ditemui dengan menggabungkan konsep-konsep dan aturan-aturan yang telah diperoleh sebelumnya, sehingga diperoleh jalan untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Melalui penggunaan masalah-masalah yang tidak rutin, siswa tidak hanya terfokus pada bagaimana menyelesaikan masalah dengan berbagai strategi yang ada, tetapi juga menyadari kekuatan dan kegunaan matematika di dunia sekitar mereka dan berlatih melakukan penyelidikan dan penerapan berbagai konsep matematika yang telah mereka pelajari.

d. Langkah-Langkah Pemecahan Masalah Matematika

Menurut Polya, solusi soal pemecahan masalah memuat empat langkah fase penyelesaian, yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan.48.

Proses yang harus dilakukan para siswa dari keempat tahapan tersebut secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:49

1). Memahami Masalah

Pada tahap ini, kegiatan pemecahan masalah diarahkan untuk membantu siswa menetapkan apa yang diketahui pada permasalahan dan apa yang ditanyakan. Beberapa pertanyaan perlu dimunculkan kepada siswa untuk membantunya dalam memahami masalah ini. Pertanyaan-pertanyaan tersebut, antara lain:

47

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran …..hlm. 126. 48

Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran.... hlm. 84. 49


(47)

33

a). Apakah yang diketahui dari soal? b). Apakah yang ditanyakan soal?

c). Apakah saja informasi yang diperlukan? d). Bagaimana akan menyelesaikan soal?

Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan di atas, diharapkan siswa dapat lebih mudah mengidentifikasi unsur yang diketahui dan yang ditanyakan soal.

2). Merencanakan Penyelesaian

Pendekatan pemecahan masalah tidak akan berhasil tanpa perencanaan yang baik. Dalam perencanaan pemecahan masalah, siswa diarahkan untuk dapat mengidentifikasi strategi-strategi pemecahan masalah yang sesuai untuk menyelesaikan masalah. Dalam mengidentifikasi strategi-strategi pemecahan masalah ini, hal yang paling penting untuk diperhatikan adalah apakah strategi tersebut berkaitan dengan permasalahan yang akan dipecahkan . 3). Menyelesaikan Masalah

Jika siswa telah memahami permasalahan dengan baik dan sudah menentukan strategi pemecahannya, langkah selanjutnya adalah melaksanakan penyelesaian soal sesuai dengan yang telah direncanakan. Kemampuan siswa memahami substansi materi dan keterampilan siswa melakukan perhitungan matematika akan sangat membantu siswa untuk melaksanakan tahap ini.

4). Melakukan Pengecekan kembali

Langkah memeriksa ulang jawaban yang diperoleh merupakan langkah terakhir dari pendekatan pemecahan masalah matematika. Langkah ini penting dilakukan untuk mengecek apakah hasil yang diperoleh sudah sesuai dengan ketentuan dan tidak terjadi kontradiksi dengan yang ditanya.


(48)

e. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kemampuan pemecahan masalah sangat penting artinya bagi siswa dan masa depannya. Menurut Suharsono, para ahli pembelajaran sependapat bahwa kemampuan pemecahan masalah dalam batas-batas tertentu, dapat dibentuk melalui bidang studi dan disiplin ilmu yang diajarkan.50

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa (sanggup, bisa, dapat) melakukan sesuatu. Dengan imbuhan ke-an kata mampu menjadi kemampuan yang berarti kesanggupan, kecakapan, kekuatan melakukan sesuatu.51

Kemampuan dalam pemecahan masalah termasuk suatu ketrampilan, karena dalam pemecahan masalah melibatkan segala aspek pengetahuan (ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi) dan sikap mau menerima tantangan.52 Oleh karena itu, pemecahan masalah merupakan proses penerimaan tantangan dan kerja keras untuk menyelesaikan masalah. Di dalam menyelesaikan masalah siswa harus bekerja keras menerima tantangan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Berbagai kemampuan berpikir yang dimiliki siswa seperti: ingatan, pemahaman, dan penerapan berbagai teorema, aturan, rumus, dalil, dan hukum akan sangat membantu dalam penyelesaian suatu masalah matematika yang dihadapi oleh siswa.

Dari uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan kemampuan pemecahan masalah adalah pengetahuan tingkat tinggi yang memerlukan suatu ketrampilan khusus dalam mencari solusi atas masalah yang dihadapi dengan menggabungkan konsep-konsep dan aturan-aturan yang telah diperoleh sebelumnya, agar diperoleh jalan untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan.

50

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009) hlm.53

51

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar...hlm. 707. 52

Nahrowi Adjie dan R. Deti Rostika, Konsep Dasar Metematika, (Bandung: UPI PRESS, 2006), Cet I, hlm. 262.


(49)

35

f. Karakteristik Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Suydam yang dikutip oleh Klurik dan Reys merangkum karakteristik kemampuan seorang problem solver yang baik sebagai berikut:53

1). Mampu memahami konsep dan istilah matematika. 2). Mampu mengetahui keserupaan, perbedaan, dan analogy.

3). Mampu mengidentifikasikan unsur yang kritis dan memilih prosedur dan data yang benar.

4). Mampu mengetahui data yang tidak relevan. 5). Mampu mengestimasi dan menganalisi.

6). Mampu menggambarkan dan menginterpretasikan fakta kuantitatif dan hubungan.

7). Mampu menggeneralisasikan berdasarkan beberapa contoh. 8). Mampu menukar, mengganti metode/cara dengan tepat.

9). Memiliki harga diri dan kepercayaan diri yang kuat disertai hubungan baik dengan sesama siswa.

10). Memiliki rasa cemas yang rendah

4. Pendekatan Konvensional

Konvensional adalah sebuah pendekatan secara klasikal yang biasa digunakan oleh setiap pendidik dalam mendidik siswanya. Pendekatan pembelajaran ini menempatkan guru sebagai inti dalam keberlangsungan proses belajar mengajar. Guru memiliki peran penting dalam menjaga keberlangsungna proses belajar mengajar karena guru harus menjelaskan materi secara panjang lebar untuk menjamin materi tersebut dapat dipahami oleh semua peserta didik. Dengan demikian proses pembelajaran lebih terpusat pada guru.

Pembelajaran konvensional jarang melibatkan pengaktifan pengetahuan awal dan jarang memotivasi siswa untuk proses pengetahuannya. Pembelajaran konvensional masih didasarkan atas asumsi

53


(50)

bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari piiran guru ke pikiran siswa.

Menurut Depdiknas, dalam pembelajaran konvensional, cenderung pada belajar hafalan yang mentolerir respon-respon yang bersifat konvergen, menekankan informasi konsep, latihan soal dalam teks, serta penilaian masih bersifat tradisional dengan paper da pensil test yang hanya menuntut pada satu jawaban benar.

Beberapa ciri-ciri pada pembelajaran konvensional, yaitu: a. siswa dalah penerima informasi secara pasif

b. belajar secara individual

c. pembelajaran sangat abstrak dan teoritis d. perilaku dibangun atas kebiasaan

e. kebenaran bersifat absolute dan pengetahuan bersifat final f. guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran

g. perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik

Dalam pembelajaran konvensional, peran siswa adalah sebagai penerima informasi yang pasif, yaitu siswa lebih banyak belajar sendiri secara individual. Siswa tidak diberi kesempatan banyak untuk mengemukakan pendapat dan berinteraksi dengan siswa lain. Siswa hanya dijadikan obyek didik dan pembelajarannya pun terfokus pada tiga kegiatan, yaitu dengar, catat dan hafal. Keadaan seperti ini membuat proses belajar menjadi tidak efektif, karena waktu para siswa hanya dihabiskan untuk mengisi buku tugas, mendengarkan pangajar dan menyelesaikan latihan-latihan.

5. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan didukung oleh beberapa hasil penelitian sebelumnya. Penelitian Frida Mayferani (2007) yang berjudul ”Keefektifan Implementasi Model Pembelajaran RME pada Pokok Bahasan Segi Empat bagi Peserta Didik Kelas VII semestre 2 SMP Negeri 4 Kudus Tahun Peserta Didikan 2008/2007”, menunjukkan bahwa


(51)

37

kemampuan pemecahan masalah Matematika peserta didik yang diajar menggunakan model pembelajaran RME lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran menggunakan media LKS dalam metode discovery maupun dengan model pembelajaran ekspositori.

Penelitian Diyah (2007) yang berjudul “Keefektifan Pembelajaran Matemática Realistik (PMR) pada Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VII SMP”, menunjukkan bahwa peningkatan rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang menggunakan pembelajaran matematika realistik lebih tinggi daripada rata-rata hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.

B.

Kerangka Berpikir

Dalam pembelajaran matematika memiliki beberapa tujuan yang harus dicapai, diantaranya adalah mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. Kemampuan memecahkan masalah merupakan salah satu bentuk kemampuan berpikir matematika tingkat tinggi karena dalam kegiatan pemecahan masalah terangkum kemampuan matematika lainnya seperti penerapan aturan pada masalah tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian, pemahaman konsep, dan komunikasi matematika.

Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta ketrampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Kemampuan dalam pemecahan masalah termasuk suatu ketrampilan, karena melibatkan segala aspek pengetahuan (ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi) dan sikap mau menerima tantangan. Dengan demikian kemampuan memecahkan masalah amatlah penting bukan saja bagi mereka yang dikemudian hari akan mendalami matematika, melainkan juga bagi mereka


(52)

yang akan menerapkannya baik dalam bidang studi lain maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Melihat hal tersebut dapat dipahami bahwa seorang guru bertanggungjawab untuk menciptakan kondisi belajar yang dapat membuka wawasan berfikir yang beragam dari siswa, sehingga siswa dapat menyerap konsep matematika secara optimal. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang tepat dan menarik, salah satu cara mengembangkan pembelajaran Matematika adalah dengan menggabungkan konsep dan keterampilan dasar Matematika dengan situasi sosial, pendekatan pembelajaran matematika tersebut yaitu dengan pendekatan matematika realistik.

Pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik merupakan proses pembelajaran matematika yang diawali dengan masalah-masalah nyata (kontekstual) yang memungkinkan siswa menggunakan pengalaman sehari-hari mereka untuk membangun konsep matematika melalui abstraksi dan formalisasi, dalam hal ini pembelajaran tidak dimulai dari sistem formal.

Pembelajaran matematika dengan pendekatan matematika realistik diawali dengan menggunakan masalah kontekstual, hal ini bertujuan agar siswa dapat langsung terlibat dalam situasi yang sesuai dengan pengalaman mereka. Sehingga mereka mampu mengidentifikasi unsur yang kritis dan memilih prosedur yang benar terkait dengan masalah yang dialami.

Menggunakan model atau jembatan dengan instrumen vertikal dapat berupa keadaan atau situasi nyata dalam kehidupan siswa, seperti cerita-cerita lokal, bangunan-bangunan yang ada di tempat tinggal siswa atau dapat pula berupa alat peraga yang dibuat dari bahan-bahan yang juga ada di sekitar siswa. Dengan demikian siswa mampu mengetahui keserupaan, perbedaan, dan analogy sehingga diperoleh pengetahuan matematika formal.

Menggunakan kontribusi murid pada proses belajar mengajar diharapkan siswa memiliki kebebasan untuk mengekspresikan atau mengembangkan hasil kerja mereka dalam menyelesaikan masalah nyata yang


(53)

39

diberikan oleh guru. Sehingga siswa mampu memahami atau menemukan kembali konsep dan istilah matematika.

Interaktifitas antara guru dan siswa maupun antara siswa dengan siswa merupakan elemen yang penting dalam proses belajar mengajar secara konstruktif dimana strategi informal siswa digunakan sebagai jantung untuk mencapai yang formal.

Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya menunjukkan bahwa dalam penyelesaian suatu masalah, bagian-bagian dalam matematika memiliki hubungan dengan disiplin ilmu lain yang saling kait mengait dengan masalah dari dunia nyata. Dengan demikian siswa mampu menggambarkan dan menginterpretasikan fakta kuantitatif dan hubungan.

Pembelajaran matematika dengan pendekatan matematika realistik tersebut di atas dapat memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mengemukakan pendapat atau ide-idenya mengenai suatu pemecahan masalah matematika. Dengan demikian, proses pembelajaran tidak monoton dengan mendengarkan ceramah guru dan latihan saja, akan tetapi menjadi lebih kreatif dan menyenangkan sehingga aktivitas belajar siswa di kelas berjalan dengan optimal.

Dari uraian tersebut diatas terlihat ada keterkaitan antara pembelajaran matematika realistik yang dilihat dari karakteristiknya terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan demikian dapat diduga bahwa pembelajaran matematika realistik mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

C.

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka teoritik dan kerangka berpikir, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan pendekatan matematika realistik lebih tinggi daripada rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika yang diajarkan dengan pendekatan konvensional.


(1)

59

E.

Keterbatasan Penelitian

Penulis menyadari penelitian ini belum sempurna. Berbagai upaya telah dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini agar diperoleh hasil yang optimal. Kendati demikian, masih ada beberapa faktor yang sulit dikendalikan sehingga membuat penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan diantaranya.:

1. Penelitian ini hanya diteliti pada pokok bahasan segiempat, sehingga belum bisa digeneralisasikan pada pokok bahasan lain.

2. Kondisi siswa yang terbiasa dengan pembelajaran konvensional membuat siswa tidak bersemangat untuk memecahkan masalah yang diberikan. 3. Alokasi waktu yang kurang sehingga diperlukan persiapan dan pengaturan

kelompok yang baik.

4. Kemampuan berhitung siswa, seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian masih rendah serta rumus dasar yang pernah mereka terima sewaktu SD hanya sebagian yang ingat sehingga cukup menghambat jalannya proses pembelajaran selama penelitian.

5. Kontrol terhadap kemampuan subjek penelitian hanya meliputi variabel pendekatan matematika realistik, dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.


(2)

A.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan di SMP Negeri 160 Jakarta dengan menerapkan pendekatan matematika realistik, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan pendekatan konvensional yaitu diperoleh nilai rata-rata sebesar 19,50, median sebesar 18,83, modus sebesar 17,50, simpangan baku sebesar 7,18, dan varians sebesar 51,52. Siswa yang mendapat nilain diatas rata-rata yaitu sebesar 50% dan siswa yang mendapat nilai dibawah rata-rata yaitu sebesar 50%. Sedangkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan pendekatan PMR yaitu diperoleh nilai rata-rata sebesar 31,00, median sebesar 30,79, modus sebesar 18,70, simpangan baku sebesar 12,13, dan varians sebesar 147,10. Siswa yang mendapat nilain diatas rata-rata yaitu sebesar 50,57% dan siswa yang mendapat nilai dibawah rata-rata yaitu sebesar 49,43%.

2. Rata-rata kemampun pemecahan masalah matematika siswa kelas eksperimen adalah 31,00 sedangkan rata-rata kemampun pemecahan masalah matematika siswa kelas kontrol adalah 19,50. Hasil pengujian hipotesis dengan uji “t tes” untuk sample yang heterogen diperolah thitung = 4,47 dan ttabel = 1,68, dengan taraf signifikan α = 5 % dan derajat

kebebasan (dk) = 47,09. Data ini menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima atau dengan kata lain kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelompok kontrol.


(3)

61

B.

Saran

Terdapat beberapa saran peneliti terkait hasil penelitian pada skripsi ini, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Guru hendaknya menanamkan pada siswa bahwa pembelajaran matematika bermakna dalam kehidupan sehari-hari, sehingga siswa sendiri akan mencari dan menyukai pelajaran matematika.

2. Guru dalam memberikan soal mengenai masalah matematika diawal pembelajaran hendaknya lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa atau lebih nyata (konkret).

3. Siswa sebaiknya lebih banyak diberi kesempatan untuk mengonstruksi sendiri dalam memecahkan masalah matematika dan presentasi hasil masalahnya.

4. Pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik perlu terus diterapkan dan dikembangkan pada materi lain agar siswa lebih memahami materi yang dipelajari, yaitu yang berhubungan dan berguna bagi kehidupan sehari-hari.


(4)

A.M, Sardiman, Interaksi&Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rajawali Press, 2009.

Abdurrahman, Mulyono, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Cet. II . Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003.

Adjie, Nahrowi dan Maulana, Pemecahan Masalah Matematika, Bandung: UPI PRESS, 2006.

Adjie, Nahrowi dan R. Deti Rostika , Konsep Dasar Metematika, Bandung: UPI PRESS, 2006.

Aisyah, Nyimas. Pendekatan Pemecahan Masalah, Dikti, Bahan Ajar PJJ S1 PGSD (Pengembangan Pembelajaran Matematika SD) dari

http://pjjpgsd.seamolec.org/system/files, 17 November 2009. 21.14 WIB. Aryan, Bambang, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa dengan

Strategi Heuristik, Universitas Pendidikan Indonesia: Tesis 2002.

Faturrohman, Pupuh dan M. Sobary Sutikno, Strategi Mewujudkan Pembelajaran

Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum & Konsep Islami,

Bandung: PT. Refika aditama, 2007.

Hakim, Tursan, Belajar Secara Efektif, Jakarta: Puspa Swara, 2008.

Hartono, Yusuf, Pendekatan Matematika Realistik, Dikti, Bahan Ajar PJJ S1 PGSD (Pengembangan Pembelajaran Matematika SD) dari

http://pjjpgsd.seamolec.org/system/files, 29 Januari 2010, 21.12 WIB. Hernawan, Asep Herry dkk, Belajar dan Pembelajaran SD. Bandung: UPI Press,

2007.

Julie, Hongki, Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Realistik dan

Beberapa Contoh Pembelajarannya, Dalam Widya Dharma. No.1 Th. XIII

(Vol.13). Oktober, 2002.

Krismanto, Al dan Widyaiswara, Beberapa Teknik, Model, dan Strategi dalam

Pembelajaran Matematika, Yogyakarta: PPPG Matematika, 2003.


(5)

63

Krulik, Stephen dan Jesse A.Rudnick, Problem Solving. Massachusetts: Allyn and Bacon, 1992.

Mullis, Ina V.S., dkk, “TIMSS 2007 International Mathematics Report”, dari http://timss.bc.edu/TIMSS2007/techreport.html, 17 Oktober 2009, 5:37 WIB.

Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.

Purwanto, Ngalim, Psikologi Pendidikan, Cet. XXIII Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007.

Sabri, Alisuf, Psikologi Pendidikan, Cet. III, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2007. Sagala, Syaiful, Konsep dan Makna Pembelajaran, Cet. VI, Bandung: Alfabeta,

2008.

Subana, M dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, Cet.II, Jakarta: Pustaka Setia, 2005.

Sudjana, Metoda Statistika, Cet. III, Bandung: Tarsito, 2005.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Cet. V, Bandung: Alfabeta, 2008.

Suherman, Erman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: JICA, Universitas Pendidikan Indonesia, 2003.

Suwangsih, Erna, dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, Bandung: UPI PRESS, 2006.

Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka, 2009.

Tim Penyusun Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,

Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2007.

Turmuzi, Muhammad, Pembelajaran Maatematika Realistik Pada Pokok

Bahasan Perbandingan di Kelas II SLTP, Dalam Jurnal Kependidikan,

No. 2 Volume 3. November 2004.

Undang-Undang Guru dan Dosen UU RI No. 14 Th. 2005 & Undang-Undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) UU RI No.20 Th. 2003, Jakarta: Penerbit Asa Mandiri, 2006.


(6)

Wardhani, Sri, Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk

Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika, Yogyakarta: PPPTKM,

2008.

Wena, Made, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, Jakarta: Bumi Aksara, 2009.

Yamin, Martinis dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa, Jakarta: Gaung Persada, 2009.

Zulkardi, dkk, Realistic Mathematics Education (RME): Teori, Contoh

Pembelajaran dan Taman Belajar di Internet, Dalam Seminar Sehari