Respon Pedagang Pakaian Bekas terhadap Larangan Impor Pakaian Bekas di Pasar Melati Kota Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Respon
Respon berasal dari kata response, yang berarti jawaban, balasan, atau tanggapan
(reaction). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga dijelaskan definisi respon adalah
berupa tanggapan, reaksi, dan jawaban. Respon bermula dari adanya suatu tindakan pengamatan
yang menghasilkan suatu kesan sehingga konsep respon manusia lebih banyak dikemukakan
oleh bidang-bidang ilmu sosial yang melihat respon pada tindakan dan perilaku individu,
kelompok, atau masyarakat.
Secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi respon
seseorang, yaitu:
a. Diri orang yang bersangkutan yang melihat dan berusaha memberikan interpretasi tentang
apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh sikap, motif, kepentingan, dan harapannya.
b. Sasaran respon tersebut, berupa orang, benda, atau peristiwa. Sifat-sifat sasaran itu
biasanya berpengaruh terhadap respon orang melihatnya. Dengan kata lain gerakan,
suara, ukuran, tindak-tanduk, dan ciri-ciri lain dari sasaran respon turut menentukan cara
pandang orang.
c. Faktor situasi, respon dapat dilihat secara kontekstual yang berarti dalam situasi mana
respon itu timbul pula mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut berperan
dalam pembentukan atau tanggapan seseorang (Sarwono, 1991: 35).


Universitas Sumatera Utara

Respon merupakan reaksi stimuli dengan membangun kesan pribadi yang berorientasi
pada pengamatan masa lampau, masa sekarang, dan masa akan datang. Respon tidak lahir begitu
saja tetapi melalui proses pengambilan keputusan melalui empat tahapan:
1. Kategori primitif, yakni objek atau peristiwa yang diamati dan diisolasi berdasarkan ciri-ciri
khusus.
2. Mencari tanda, si pengamat secara tepat memeriksa lingkungan untuk mencari informasiinformasi tambahan yang mungkin hanya melakukan kategorisasi yang tepat.
3. Konfirmasi, yakni terjadinya setelah objek mendapatkan penggolongan sementara.
4. Konfirmasi tuntas dimana pencaharian tanda-tanda diakhiri dan respon mulai muncul.
Respon seseorang terhadap suatu objek juga dipengaruhi oleh sejauh mana pemahaman
terhadap objek respon tersebut. Suatu objek respon yang belum jelas atau belum nampak sama
sekali tidak mungkin akan memberikan makna. Secara keseluruhan respon individu atau
kelompok terhadap suatu situasi fisik dan non fisik dapat dilihat dari tiga tingkatan, yaitu
persepsi, sikap, dan tindakan. Simon dalam Wijaya (2007), membagi respon seseorang atau
kelompok terhadap program pembangunan mencakup tiga hal, yaitu:
1. Persepsi berupa tindakan penilaian (dalam benak seseorang) terhadap baik buruknya
objek berdasarkan faktor keuntungan dan kerugian yang akan diterima dari adanya objek
tersebut.

2.Sikap berupa ucapan secara lisan atau pendapat untuk menerima atau menolak objek yang
dipersiapkan.
3. Partisipasi, melakukan kegiatan nyata untuk peran serta untuk tindakan terhadap suatu
kegiatan yang terkait dengan objek tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Persepsi menurut Mc.Mahon adalah proses menginterpretasikan rangsang (input)
dengan menggunakan alat penerima informasi (sensor information). Sedangkan menurut
Morgan, King dan Robinson persepsi menunjuk pada bagaimana kita melihat, mendengar,
merasakan, mengecap dan mencium dunia di sekitar kita, dengan kata lain persepsi dapat pula
didefenisikan sebagai segala sesuatuyang dialami oleh manusia. Berdasarkan hal tersebut
William James menyatakan bahwa persepsi terbentuk atas dasar data-data yang kita peroleh dari
lingkungan yang diserap oleh indera kita, serta sebagian lainnya diperoleh dari pengolahan
ingatan kita kemudian diolah kembali berdasarkan pengalaman yang kita miliki (Adi, 1994:105).
Cara kita mempersepsi situasi sekarang tidak terlepas dari adanya pengalaman sensoris terlebih
dahulu. Kalau pengalaman terdahulu itu sering muncul, maka reaksi kita lalu menjadi salah satu
kebiasan. Mungkin sembilan puluh % dari pengalaman-pengalaman sensoris kita sehari-hari
dipersepsi dengan kebiasaan yang didasarkan pada pengalaman terdahulu yang diulang-ulang.
Jadi, dalam kebanyakan situasi, persepsi itu pada umumnya merupakan proses informasi yang

didasarkan atas pengalaman-pengalaman masa lampau (Mahmud, 1990:49).
Sikap merupakan kesadaran individu yang menentukan perbuatan nyata dan perbuatanperbuatan yang mungkin akan terjadi. Sikap juga menetukan sifat, hakikat, baik perbuatan
sekarang maupun perbuatan yang akan datan (Ahmadi, 2009:148). Selain itu, dalam kajian sikap
telah diketahui bahwa sikap tersebut dapat bersifat negatif dan dapat pula bersifat positif. Sikap
negatif memunculkan kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, ataupun tidak menyukai
keberadaannya suatu objek. Sedang sikap positif memunculkan kecenderungan untuk
menyenangi, mendekati, menerima atau bahkan mengharapkan kehadiran objek tertentu
(Mueller,1996) .
Ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

a. Dalam sikap selalu terdapat hubungan subjek-objek. Tidak ada sikap yang tanpa objek. Objek
ini bisa berupa benda, orang, ideologi, nilai-nilai sosial, lembaga masyarakat dan sebagainya.
b. Sikap tidak dibawa sejak lahir tetapi dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman dan
latihan.
c. Karena sikap dapat dipelajari, maka sikap dapat berubah-ubah, meskipun relatif sulit berubah.
d. Sikap tidak menghilang walau kebutuhan sudah dipenuhi.
e. Sikap tidak hanya satu macam saja, melainkan sangat beragam sesuai dengan objek yang
menjadi pusat perhatiannya.

f.

Dalam sikap tersangkut juga faktor motivasi dan perasaan (Adi, 2000:135).
Sikap tumbuh dan berkembang dalam basis sosial yang tertentu, misalnya ekonomi, politik,

agama dan sebagainya. Didalam perkembangannya sikap banyak dipengaruhi oleh lingkungan,
norma – norma atau group. Hal ini akan mengakibatkan perbedaan sikap antara satu individu
dengan individu yang lain karena perbedaan pengaruh atau lingkungan yang diterima. Sikap
tidak akan terbentuk tanpa interaksi manusia, terhadap objek tertentu atau suatu objek. Sikap
juga dapat berubah dan faktor-faktor yang dapat menyebabkan perubahan sikap adalah :
1. Faktor Internal, yaitu faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri. Faktor ini
berupa selectivity atau daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruhpengaruh yang datang dari luar. Pilihan terhadap pengaruh dari luar biasanya disesuaikan
dengan motif dan sikap di dalam diri manusia, terutama yang menjadi minat perhatiannya.
2. Faktor Eksternal, yaitu faktor yang terdapat dari diluar pribadi manusia. Faktor ini berupa
interaksi sosial diluar kelompok, interaksi antara manusia yang dengan hasil kebudayaan
manusia yang sampai padanya melaui alat-alat komunikasi seperti surat kabar, radio,
televisi, majalah dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara


Secara umum pengertian partisipasi adalah adanya keterlibatan langsung suatu masyarakat
dalam melakukan suatu kegiatan. Partisipasi merupakan keterlibatan masyarakat secara aktif dan
terorganisasikan dalam seluruh tahapan pembangunan, sejak tahap sosialisai, persiapan,
perencanaan, pelaksanaan, pemahaman, pengendalian, evaluasi sehingga pengembangan atau
perluasannya. Pendekatan partisipasi bertumpu pada kekuatan masyarakat untuk secara aktif
berperan serta dalam proses pembangunan secara menyeluruh. Partisipasi atau keikutsertaan para
pelaku dalam masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan ini akan membawa manfaat
dan menciptakan pertumbuhan ekonomi didaerah (Suprapto, 2007:20). Menurut Sudarningrum
dalam Sugiyah (2001:38) mengklasifikasikan partisipasi menjadi 2 (dua) berdasarkan cara
keterlibatannya, yaitu :
1.Partisipasi langsung, yakni partisipasi yang terjadi apabila individu menampilkan kegiatan
tertentu dalam proses partisipasi. Partisi[asi ini terjadi apabila setiap orang dapat mengajukan
pandangan, membahas pokok permasalahan, mengajukan keberatan terhadap keinginan orang
lain atau terhadap ucapannya.
2.Partisipasi tidak langsung, yakni partisipasi yang terjadi apabila individu mendelagasikan hak
partisipasinya (eprints.uny.ac.id)
2.2 Usaha Mikro Kecil dan Menengah ( UMKM)
Definisi UMKM yang dikenal di Indonesia ada dua: Pertama, definisi usaha kecil
menurut undang-undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, kecil dan menengah.
Menurut UU ini, usaha kecil didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi produktif yang berdiri

sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian, baik

Universitas Sumatera Utara

langsung maupun tidak langsung, dari usaha menengah atau usaha besar, serta memenuhi
beberapa kriteria antara lain: kekayaan bersih Rp.50 juta sampai Rp.500 juta tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan Rp.300 juta sampai Rp
2,5 milyar.
Pengertian UMKM tidak hanya mencakup industri pengolahan saja namun juga
mencakup sektor usaha lain, misalnya perdagangan, kontruksi, pengangkutan, pertanian, jasa dan
lainnya. Defenisi lain mengenai UMKM juga dijelaskan oleh BPS (Badan Pusat Statistik), di
mana BPS membagi jenis UMKM berdasarkan jumlah tenaga kerja. Menurut BPS, usaha kecil
identik dengan industri kecil dan industri rumah tangga (IKRT). BPS mengklarifikasikan industri
berdasarkan jumlah pekerjanya yaitu: (1) industri rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang; (2)
industri kecil dengan pekerja 5-19 orang; (3) industri menengah dengan pekerja 20-29 orang; (4)
industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih (Badan Pusat Statistik, 2008).

2.2.1 Peran UMKM dalam Ekonomi


UMKM memainkan suatu peran yang vital didalam pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi, tidak hanya dinegara yang sedang berkembang tapi juga dinegara maju. Memberikan
kesempatan kerja dan sumber pendapatan dan pengurangan kemiskinan, dan pembangunan
ekonomi perdesaan. Karena apabila UMKM berjalan dengan baik akan menyerap banyak tenaga
kerja dan pendapatan masyarakat meningkat. Pada tahapannya akan mendorong konsumsi
nasional yang memacu produksi lebih tinggi lagi dan akan menjadikan pendapatan nasional
menjadi meningkat, sehingga proses pembangunan dapat terus.

Sektor industri bila UMKM tidak berkembang sehingga tenaga kerja tidak terserap dalam
sektor ini tentu jumlah pengangguran akan banyak dan konsumsi akan menurun. Hal ini tidak

Universitas Sumatera Utara

mendorong bagi produksi nasional dan tentu akan berdampak pada penurunan pendapatan
nasional dan bisa berakibat pada krisis ekonomi yang berkepanjangan. Sementara negara lain
terus maju meninggalkan krisis dengan menjadikan UMKM sebagai dasar bangunan ekonomi.
Secara kriteria dapat dikelompokkan atas dua pemahaman sebagai berikut :

1. Ukuran usaha atau jenis kewirausahaannya atau tahap pengembangan usaha.
Dalam hal ini, diklasifikasikan atas (1) self employment perorangan; (2) self

employment kelompok; dan (3) industri rumah tangga, yang berdasarkan jumlah

tenaga kerja dan modal usaha. Dari tahap pengembangannya, usaha dapat dilihat dari
aspek pertumbuhan menurut pendekatan efisiensi dan produktivitas, yaitu (1) tingkat
survival menurut ukurannya (self employment perorangan hingga industri rumah

tangga); (2) tingkat konsolidasi menurut penggunaan teknologi tradisional yang
diikuti dengan kemampuan mengadopsi teknologi modern; serta (3) tingkat
akumulasi menurut penggunaan teknologi modern yang diikuti dengan keterkaitannya
dengan struktur ekonomi maupun industri.
2. Tingkat penggunaan teknologi
Dalam hal ini, usaha kecil terdiri dari (1) usaha yang menggunakan teknologi
tradisional yang nantinya meningkat menjadi modern dan (2) usaha yang
menggunakan

teknologi

modern

dengan


kecenderungan

semakin

menguat

keterkaitannya dengan struktur ekonomi secara umum dan struktur industri secara
khusus.

Usaha kecil yang benar-benar kecil dan mikro dikelompokkan atas pengertian:

1. Usaha kecil mandiri, yaitu tanpa menggunakan tenaga kerja lain;

Universitas Sumatera Utara

2. Usaha kecil yang mengguanakan tenaga kerja anggota keluarga sendiri;
3. Usaha kecil yang memiliki tenaga kerja upahan secara tetap.
Usaha dengan kategori yang dimaksud diatas adalah yang sering dipandang sebagai
usaha yang bnyak menghadapi kesulitan, terutama yang terkait dengan lemahnya kemampuan

manajerial, teknologi dan permodalan yang terbata, SDM, pemasaran dan mutu produk, serta
faktor eksternal merupakan hambatan yang sulit diatasi, yaitu struktur pasar yang kurang sehat
dan berkembangnya perusahaan-perusahaan asing yang menghasilkan produk sejenis untuk
segmen pasar yang sama.

Kebijakan Pemerintah tentang UMKM sebelumnya diatur dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 3611)
kemudian digantikan dengan UU no 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM). berjalan (Eti wahyuni,2005 : 34 ).

2.2.2 UMKM Di Sektor Perdagangan

Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) dari UMKM selama 3 tahun terakhir
menunjukkan peningkatan. Berdasarkan data dari kantor Kementrian Koperasi dan UMKM pada
tahun 2011 kontribusi UMKM terhadap PDB sekitar 57,94 %. Tahun 2009, kontribusi UMKM
terhadap PDB sekitar 56,53 %. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa selama ini UMKM masih
menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia dengan memberikan kontribudi PDB lebih
besar daripada usaha besar, bahkan dalam 3 tahun terakhir menunjukkan peningkatan
kontribusinya terhadap PDB jika dibandingkan dengan usaha besar yang terus mengalami

penurunan.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan kontribusi secara sektoral, tidak dapat dipungkiri bahwa sector perdagangan
menjadi tulang punggung bagi UMKM dimana kedua sektor tersebut memberikan kontribusi
yang paling besar dalam pembentukan PDB. Besarnya kontribusi kedua sektor tersebut cukup
beralasan karena jika dilihat dari karakteristik dan jumlah UMKM yang ada di Indonesia, kedua
sektor tersebut sangat dominan dalam jumlah UMKM nya.
Perbedaan ini dilihat dari penyerapan tenaga kerja, UMKM mampu menyerap tenaga
kerja jauh lebih besar daripada Usaha Besar. UMKM mampu menyerap tenaga kerja sekitar 97
% dari tenaga kerja Indonesia sedang usaha besar hanya mampu menyerap tenaga kerja 3 %.
Kondisi ini menunjukkan bahwa UMKM memberikan kontribusi yang cukup besar dalam
mengatasi pengangguran. Besarnya penyerapan tenaga kerja UMKM tersebut tidak terlepas dari
besarnya kontribusi UMKM sektor pertanian, perdagangan dan industri yang merupakan tiga
sektor utama dari UMKM di Indonesia. Sektor pertanian menjadi sektor ekonomi yang paling
banyak menyerap tenaga kerja yaitu sekitar 41 % pada tahun 2011, sedangkan sektor
perdagangan menyerap tenaga kerja sekitar 21 %, dan sektor industri menyerap tenaga kerja
sekitar

11,3

%.

(http://www.kemendag.go.id/files/pdf/2015/02/27/analisis-peran-lembaga-

1425035886.pdf)

2.3 Pedagang Impor

Pedagang adalah perantara yang kegiatannya membeli barang dan menjualnya kembali
tanpa merubah bentuk atas inisiatif dan tanggung jawab sendiri dengan konsumen untuk
membeli dan menjualnya dalam partai kecil atau per satuan (Sugiharsono dkk, 2000:45).
Pedagang menurut Kamus Besar bahasa Indonesia dibagi atas dua yaitu pedagang besar dan
pedagang kecil.pedagang kecil adalah pedagang yang menjual barang dagangan dengan modal

Universitas Sumatera Utara

kecil (KBBI, 2002:230). Kegiatan perdagangan dapat menciptakan kesempatan kerja melalui dua
cara.Pertama secara langsung , yaitu dengan kapasitas penyerapan tenaga kerja yang benar.
Kedua, secara tidak langsung, yaitu dengan perluasan pasar yang diciptakan oleh kegiatan
perdagangan disatu pihak dan pihak lain dengan memperlancar penyaluran dan pengadaan bahan
baku ( Kurniadi dan Tangkilisan 2002:21 ).

Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean Indonesia. Transaksi
impor adalah perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri ke dalam pabean
Indonesia dengan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Importir
adalah perusahaan yang melakukan kegiatan perdagangan dengan cara memasukkan barang dari
wilayah pabean Indonesia dengan cara memasukkan barang dari luar negeri ke dalam wilayah
pabean

Indonesia

dengan

memenuhi

ketentuan

yang

berlaku.

(http://www.beacukai.go.id/wwwbcgoid/index.html?page=faq/impor.html)

2.4 Kebijakan dan Persyaratan Impor
Kebijakan umum di bidang impor bersumber dari kebijakan umum di bidang impor yang
ditetapkan oleh Kantor Departemen perdagangan pusat pada akhir tahun 2008. Indonesia
merupakan negara anggota World Trade Organization (WTO) yang harus mematuhi ramburambu dan peraturan perdagangan internasional yang telah disepakati bersama.aturan yang boleh
diterapkan oleh suatu negara harus berkaitan dengan kesehatan, keselamatan, keamanan,
lingkungan hidup, dan moral bangsa (K3LM). Kebijakan impor merupakan bagian dari
kebijakan perdagangan yang melindungi kepentingan nasioanl dari pengaruh masuknya barangbarang dari negara lain (Tandjung,2008 : 379-381 ).

Universitas Sumatera Utara

Undang-undang Nomor 7 tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia yang membuat rambu-rambu yang wajib dipatuhi oleh setiap
negara anggota WTO, dalam merumuskan kebijakan perdanganan internasional. Perangkat
hukum yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden maupun keputusan
Menteri Perdagangan yang pada dasarnya :
1. Menunjang terciptanya iklim usaha yang mendorong peningkatan efisiensi dalam
perdagngan nasional
2. Mengendalikan impor yang berkaitan dengan perlindungan terhadap hak atas kekayaan
intelektual
3. Mendorong pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi – teknologi
4. Mendorong investasi dan produksi untuk tujuan ekspor dan impor
5. Penghematan devisa dan pengendalian inflasi
6. Meningkatkan efisiensi impor melalui harmonisasi tarif dan tata niaga impor
7. Menertibkan dan meningkatkan peranan sarana serta lembaga penunjang impor
8. Memenuhi ketentuan WTO

2.5 Larangan Impor Pakaian Bekas
Larangan impor merupakan kebijakan pemerintah yang melarang masuknya barang
tertentu atau produk asing (ke dalam pasar domestik) ke dalam negeri. Kebijakan larangan impor
dilakukan untuk menghindari barang yang dapat merugikan masyarakat. Menurut Direktorat
Jendral Komisi Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan tahun 2011, ada tiga
sasaran kebijakan larangan impor, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1. Kebijakan Larangan Impor Berorientasi Lingkungan Hidup.
2. Kebijakan Larangan Impor Untuk Melindungi Industri Dalam Negeri dan
3. Menjaga Neraca Pemabyaran ( Balance of Payments )
Larangan impor pakaian bekas dikeluarkan pemerintah sejak tahun 1982, melalui SK
Mendagkop No. 28 tahun 1982 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor yang hingga saat ini
belum dicabut dan masih tetap berlaku. Sedangkan SK yang dikeluarkan oleh Menperindag
Nomor 642/MPP/Kep/9/2002 tanggal 23 September 2002 tentang Barang yang diatur tata niaga
impornya adalah mengatur larangan impor atas produk gombal atau kain perca, karena sekarang
ini kebutuhan kain perca tersebut sudah dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Jadi
keluarnya SK Menperindag Nomor 642/2002 tidak ada kaitannya dengan masalah larangan
impor pakaian bekas yang peraturannya tetap berlaku sejak tahun 1982. Undang-Undang tersebut
saat ini telah direvisi dan dirangkum menjadi Peraturan Menteri Perdagangan Republik
Indonesia

Nomor

51/M-DAG/PER/7/2015

yang

dikeluarkan

tanggal

09

Juli

2015

(http://www.kemenperin.go.id/artikel/579/Penjelasan-Dirjen-Perdagangan-Luar-Negeri-Kepada-

Wartawan-Tentang-Larangan-Impor-Pakaian-Bekas).
Penjelesan dari pasal 2 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/MDAG/PER/7/2015

menyatakan pakaian bekas dilarang untuk diimpor di wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Pakaian bekas yang tiba ke NKRI pada atau setelah tanggal
Peraturan Menteri ini berlaku wajib dimusnahkan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Importir yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pelanggaran akan diberikan
sanksi administrasif dan sanksi lain sesuai ketentuan peraturan perundang undangan.

Universitas Sumatera Utara

2.6 Kerangka Pemikiran
Kasus pakaian bekas impor ilegal jadi masalah klise antara pedagang, konsumen dan
pemerintah . Polemik ini menjadi dua mata pisau bagi pemerintah Indonesia. Disatu sisi
merugikan negara, disisi lain menjadi mata pencaharian bagi penduduk.Kekhawatiran para
pedagang ini memang beralasan, larangan impor dan perdagangan pakaian bekas akan
memunculkan kelompok pengangguran baru yang bisa membebani pemerintah. Ironisnya meski
sadar akan dampak itu pemerintah akui hingga kini belum punya perlindungan pengganti yang
memadai.

(http://inginbisa.com/tips/bagaiman-proses-penyaluran-pakaian-bekas-impor-bisa-

sampai-ke-indonesia.htm).
Keberadaan pedagang dan nasib pedagang bukan satu-satunya kendala pemerintah dalam
upaya penertiban pakaian impor bekas ilegal, melainkan juga pemberantasan oknum aparat atau
pejabat daerah yang bermain dalam bisnis ini. masuknya pakaian impor bekas ilegal ke Indonesia
mulai mengawal barang hingga aman sampai ke tangan pedagang.
Sesuai

Peraturan

DAG/PER/7/2015

Menteri

Perdagangan

Republik

Indonesia

Nomor

51/M-

tentang larangan impor pakaian bekas maka penulis tertarik untuk

mengetahui respon pedagang pakaian bekas terhadap larangan impor pakaian bekas
tersebut.Mengetahui respon pedagang tersebut maka dapat dilihat dari tingkah laku balasan atau
tindakan yang merupakan wujud dari persepsi pedagang pakaian bekas. Persepsi meliputi
pengetahuan pedagang pakaian bekas tentang larangan impor pakaian bekas. Sikap meliputi
penilaian, penolakan dan penerimaan atau terhadap larangan impor pakaian bekas.dari persepsi
dan sikap tersebut maka kemudian akan dapat ditarik kesimpulannya menjadi respon positif atau
respon negatif. Partisipasi meliputi tentang melaksanakan, mematuhi kebijakan pemerintah. Dari

Universitas Sumatera Utara

persepsi, sikap dan partisipasi tersebut maka kemudian akan dapat ditarik kesimpulannya
menjadi respon positif, respon netral atau respon negatif.
Peneliti membuat bagan yang berisikan alur dari kerangka pemikiran diatas.

BAGAN ALUR PIKIR
Larangan Impor Pakaian Bekas

Pedagang Pakaian Bekas

Respon Pedagang Pakaian Bekas di Pasar Melati Kota Medan

Persepsi, meliputi :
1. Pengetahuan
pedagang tentang
dampingan tentang
larangan impor
pakaian bekas
2. Pemahaman
pedagang tentang
pentingnya larangan
impor pakaian
bekas.

Sikap, meliputi :
1. Penilaian Pedagang
tentang larangan
impor pakaian bekas.
2. Penolakan atau
penerimaan pedagang
pakaian bekas
terhadap larangan
impor pakaian bekas.

Partisipasi, meliputi:
1. Pedagang pakaian bekas
berperan serta dalam
melaksanakan dan
mematuhi kebijakan
larangan impor pakaian
bekas.

3. Pengharapan
pedagang terhadap
kebijakan larangan
impor pakaian bekas.

1.RESPON POSITIF
2.RESPON NEGATIF

Universitas Sumatera Utara

2.7 Definisi Konsep dan Definisi Operasional
2.7.1

Definisi Konsep

Definisi konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas dasar
generalisasi dari sejumlah karakteristik, kejadian keadaan kelompok, atau individu tertentu
(Singarimbun,1981:32). Dalam hal ini konsep penelitian bertujuan untuk merumuskan dan
mengidentifikasikan istilah-istilah yang digunakan secara mendasar agar tidak terjadi
kesalahpahaman pengertian dan perbedaan persepsi yang dapat mengaburkan penelitian ini.
Definisi konsep dalam penelitian ini adalah:
1. Respon merupakan suatu tingkah laku balas atau tindakan masyarakat yang merupakan
wujud dari persepsi, sikap dan partisipasi masyarakat terhadap suatu objek yang dapat
dilihat melalui proses pemahaman, penilaian, suka atau tidak suka serta partisipasi
terhadap objek permasalahan (Simon dalam Wijaya 2007).
2. Pedagang adalah perantara yang kegiatannya membeli barang dan menjualnya kembali
tanpa merubah bentuk atas inisiatif dan tanggung jawab sendiri dengan konsumen untuk
membeli dan menjualnya dalam partai kecil atau per satuan (Sugiharsono dkk, 2000:45).
3. Pakaian bekas merupakan pakaian yang dibeli dan dipakai dari konsumen pertama
kemudian dijual kembali kepada konsumen kedua ataupun seterusnya. Pakaian ini
memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat yaitu selain memiliki kualitas yang baik
juga harga yang relatif murah dengan merek-merek yang sudah diakui kualitasnya dan
dengan

model

yang

tidak

ketinggalan

zaman

(http://www.kompasiana.com/wisnuandangjaya/impor-pakaian-bekas-dalam-problema-

ekonomi).

Universitas Sumatera Utara

4.

Larangan impor merupakan kebijakan pemerintah yang melarang masuknya barang
tertentu atau produk asing (ke dalam pasar domestik) ke dalam negeri. Kebijakan
larangan impor dilakukan untuk menghindari barang yang dapat merugikan masyarakat
(www.kemendag.go.id/publikasi-majalah-intra-edisi-v-2015).

2.7.2 Definisi Operasional
Definisi operasional sering disebut sebagai suatu proses operasionalisasi konsep.
Operasionalisasi konsep berarti menjadikan konsep yang semula bersifat statis menjadi dinamis.
Perumusan definisi operasional ditujukan dalam upaya transformasi konsep ke dunia nyata
sehingga konsep-konsep penelitian dapat diobservasi (Siagian, 2011:141).
Definisi operasional dalam respon pedagang pakaian bekas terhadap larangan impor
pakaian bekas di Kota Medan adalah :
1. Persepsi pedagang pakaian bekas tentang kebijakan larangan impor pakaian bekas diukur:
a. Pengetahuan pedagang tentang peraturan larangan impor pakaian bekas.
b. Pengertian pedagang tentang tujuan dan sasaran dari larangan impor pakaian bekas.
c. Pemahaman pedagang pakaian bekas terhadap manfaat dari larangan impor pakaian
bekas.
2. Sikap pedagang pakaian bekas terhadap larangan impor pakaian bekas yang indikatornya
diukur melalui:
a. Penilaian pedagang pakaian bekas tentang larangan impor pakaian bekas.
b. Penolakan atau penerimaaan dari pedagang pakaian bekas tentang larangan impor
pakaian bekas.

Universitas Sumatera Utara

c. Mengharapkan atau menghindari kehadiran larangan impor pakaian bekas.
3. Partisipasi pedagang pakaian bekas terhadap larangan impor pakaian bekas, meliputi :
a. Pedagang pakaian bekas berperan serta dalam melaksanakan dan mematuhi kebijakan
larangan impor pakaian bekas.

Universitas Sumatera Utara