Pemeriksaan Kontaminasi Bakteri Staphylococcus aureus pada Seragam Dokter Muda yang Bertugas di ICU Dewasa RSVP H. Adam Malik Medan

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Infeksi nosokomial ialah suatu infeksi yang didapat di rumah sakit oleh

pasien yang dirawat karena suatu alasan selain infeksi tersebut (Ducel et al.,
2002). Tanda klinis infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya 48 jam sejak
mulai perawatan dan infeksi tersebut bukan merupakan sisa infeksi sebelumnya
(Nasution, 2012). Infeksi nosokomial saat ini merupakan salah satu penyebab
meningkatnya morbiditas dan mortalitas di rumah sakit, sehingga dapat menjadi
masalah kesehatan baru, baik di negara berkembang maupun di negara maju
(Darmadi, 2008).
Penelitian

prevalensi


dilakukan

dengan

bantuan

World

Health

Organization (WHO) pada 55 rumah sakit di 14 negara mewakili 4 wilayah WHO

(Eropa, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat) menunjukkan ratarata 8,7% pasien rumah sakit mendapatkan infeksi nosokomial. Dari hasil survei
tersebut didapatkan frekuensi tertinggi infeksi nosokomial dilaporkan dari rumah
sakit di wilayah Mediterania Timur dan Asia Tenggara berturut-turut 11,8% dan
10,0%, sedangkan prevalensi di wilayah Eropa dan Pasifik Barat berturut-turut
7,7% dan 9,0% (Ducel et al., 2002).
Di Indonesia telah dilakukan suatu survei sederhana (point prevalensi),
dan ditemukan angka kejadian infeksi nosokomial yang cukup tinggi yaitu median
9,8% (range 6-16%), dan angka ini relevan dengan data yang diperoleh WHO

pada survei di 14 negara pada tahun 1986 yaitu 9,9% (Pandjaitan, 2001). Pada
penelitian yang dilakukan oleh Wardana dan Acang pada tahun 1989
mendapatkan prevalensi infeksi nosokomial 18,46% pada pasien yang dirawat di
ruang rawat penyakit dalam RSUP M Jamil Padang. Pada penelitian lain pada
tahun yang sama di RS Hasan Sadikin Bandung didapatkan angka infeksi
nosokomial 17,24% sedangkan di RSUD Dr Sutomo adalah sebesar 9,85%
(Ginting, 2001).

Universitas Sumatera Utara

2

Seragam dokter diketahui berpotensi terkontaminasi dengan bakteri
patogen dan selalu menjadi perhatian sebagai resiko transmisi bakteri patogen di
lingkungan rumah sakit (Muhadi et al., 2007). Pakaian seragam digunakan oleh
setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit. Pakaian seragam perlu
mendapat perhatian mengingat pengelolaan seragam klinik yang tidak tepat dapat
menyebabkan penyebaran infeksi nosokomial dari rumah sakit ke masyarakat.
Penelitian ini membuktikan bahwa semakin lama seragam klinik digunakan
semakin banyak jumlah mikroorganisme pada seragam tersebut. Dari hasil

penelitian didapatkan data terjadi peningkatan yang bermakna terhadap jumlah
koloni pada penggunaan seragam pada hari kedua dibandingkan dengan jumlah
koloni sebelum penggunaan seragam (Handiyani dan Megapurwara, 2006).
Staphylococcus aureus adalah penyebab utama infeksi rumah sakit

(hospital-acquired infections). Bakteri tersebut adalah penyebab utama infeksi
saluran pernafasan bawah dan infeksi luka operasi dan penyebab utama kedua
bakteremia nosokomial, pneumonia, dan infeksi kardiovaskular. Infeksi
disebabkan strain resisten dari Staphylococcus aureus sulit diobati karena telah
berkembang menjadi resisten terhadap obat-obat antimikroba (Klein et al., 2007).
Dalam 50 tahun terakhir, Staphylococcus aureus telah terbukti sebagai
salah satu bakteri tersering yang ditemukan resisten terhadap antibiotik di rumah
sakit dan komunitas. Staphylococcus aureus biasanya menyebabkan infeksi kulit
dan jaringan lunak, tetapi dapat juga menyebabkan infeksi yang invasif seperti
bakteremia, sepsis, endokarditis, pneumonia, osteomielitis, dan sebagainya (Nair
et al., 2013).

Dalam penelitian seragam dokter sebagai sarana penyebaran bakteri
ditemukan Staphylococcus aureus adalah patogen utama yang diisolasi (64,7%)
(Banu et al., 2012). Penelitian cross sectional kontaminasi mikroba pada seragam

mahasiswa kedokteran juga menemukan Staphylococcus aureus adalah jenis
bakteri yang paling banyak ditemukan pada 54% jas lengan panjang dan 32%
pada jas lengan pendek (Muhadi et al., 2007).
Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah salah satu

strain Staphylococcus aureus yang resisten terhadap berbagai antimikroba. Strain

Universitas Sumatera Utara

3

ini telah menjadi suatu masalah yang besar bagi para klinisi di rumah sakit selama
bertahun-tahun, sebagai penyebab infeksi nosokomial yang angka kejadiannya
meningkat 10-20%. Selama 30 tahun terakhir ini banyak kasus infeksi MRSA
yang dilaporkan di wilayah Amerika, Eropa, Afrika, Asia Tengah, Malaysia,
Singapura, dan Australia. Insiden tersebut ditunjang dengan ditemukannya isolat
MRSA saat pemeriksaan laboratorium. Penelitian multisenter menunjukkan angka
tertinggi di Jepang yaitu 57% tahun 1989 dan Korea Selatan 50% pada tahun 1994
(Nurkusuma, 2009).
Data terbaru (2005) dari Pusat Kontrol Penyakit dan Pencegahan

menunjukkan bahwa 59,5% dari infeksi terkait Staphylococcus aureus di pusatpusat kesehatan disebabkan oleh MRSA. Dalam suatu penelitian surveilan di
seluruh dunia mengenai infeksi dalam aliran darah, para peneliti melaporkan
bahwa Staphylococcus aureus sebagai organisme kedua yang paling sering
menyebabkan infeksi aliran darah dan prevalensi isolasi MRSA meningkat dari
22% pada tahun 1995 menjadi 57% pada tahun 2001. Data dari Pusat Program
Surveilan Antimikroba juga menunjukkan peningkatan MRSA di antara
Staphylococcus aureus yang diisolasikan dari pasien di Intensive Care Unit (ICU)

di seluruh dunia (Nurkusuma, 2009).
Di Asia, prevalensi infeksi MRSA kini mencapai 70%, sementara di
Indonesia pada tahun

2006 prevalensinya

berada pada angka

23,5%

(Sulistiyaningsih, 2010). Penelitian yang dilakukan pada tenaga medis dan
paramedis di ruang Intensive Care Unit (ICU) dan ruang perawatan bedah Rumah

Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM), maka dari 68 sampel swab
hidung didapatkan sampel positif Methicillin Resistant Staphylococcus aureus
(MRSA) yang berjumlah 26 sampel (38,24%) (Mahmudah et al., 2013).
Pada suatu rumah sakit yang mempunyai ICU, angka (rate) infeksi
nosokomialnya lebih tinggi dibanding yang tidak mempunyai ICU. Kejadian
infeksi nosokomial juga lebih tinggi di rumah sakit pendidikan oleh karena lebih
banyak dilakukan tindakan pemeriksaan (diagnostik) dan pengobatan yang
bersifat invasif. Di ruang rawat intensif, infeksi nosokomial lebih sering terjadi
dibandingkan dengan di bangsal rawat biasa. Penelitian dari berbagai universitas

Universitas Sumatera Utara

4

di Amerika Serikat menyebutkan bahwa pasien ICU mempunyai kekerapan
infeksi nosokomial 5-8 kali lebih tinggi. Angka infeksi rumah sakit di Indonesia
belumlah banyak. Angka yang ada hanya muncul dari beberapa penelitian yang
sporadis di beberapa bagian seperti Bagian Anak, ICU, Bedah, Penyakit Dalam.
Dalam penelitian selama 1988-1989 di rumah sakit Bandung didapatkan kejadian
infeksi nosokomial 9,1% di ICU dan 8,8% di ruang neonatus (Zulkarnain, 2009).

Pasien-pasien ICU lebih beresiko terkena infeksi nosokomial karena penggunaan
ventilator mekanik, prosedur yang invasif, dan status imunokompromais
(Inweregbu et al., 2005).
Penularan patogen nosokomial dari pasien ke pasien telah dihubungkan
dengan kolonisasi yang berpindah dari petugas kesehatan, dan penelitianpenelitian telah memberi kesan bahwa kontaminasi dari pakaian petugas
kesehatan, termasuk seragam dokter, mungkin suatu vektor untuk penularan ini.
Kontaminasi bakteri pada seragam petugas kesehatan, di antara 149 seragam
responden, 34 telah terkontaminasi dengan Staphylococcus aureus, 6 diantaranya
adalah MRSA (Treakle et al., 2010). Hasil penelitian lainnya membuktikan
seragam dokter berpotensi sebagai sumber penularan infeksi nosokomial, dimana
dari 103 seragam yang diperiksa, 94 terkontaminasi bakteri (Uneke and Ijeoma,
2010). Seragam dokter sebagai sarana dalam penyebaran bakteri, dimana area
yang paling terkontaminasi pada sisi jas (Banu et al., 2012). Berdasarkan latar
belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti kontaminasi bakteri pada seragam
dokter muda sebagai salah satu penyebab infeksi nosokomial.

1.2.

Rumusan Masalah
Bagaimanakah kontaminasi bakteri Staphylococcus aureus pada seragam


dokter muda yang bertugas di ICU dewasa RSUP H. Adam Malik Medan?

Universitas Sumatera Utara

5

1.3.

Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum Penelitian
Tujuan umum dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui
kontaminasi bakteri Staphylococcus aureus pada seragam dokter muda yang
bertugas di ICU dewasa RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus Penelitian
Adapun beberapa tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui


prevalensi

bakteri

Staphylococcus

aureus

yang

mengkontaminasi seragam dokter muda pada sisi seragam.
2. Skrining MRSA dari isolat bakteri Staphylococcus aureus yang
mengkontaminasi seragam dokter muda.

1.4.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kontaminasi
bakteri Staphylococcus aureus pada seragam dokter muda yang

bertugas di ICU dewasa RSUP H. Adam Malik Medan.
2. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada para petugas
kesehatan dalam upaya mencegah infeksi nosokomial dan mengurangi
angka kejadian penyebaran infeksi nosokomial.
3. Penelitian ini dapat menambah wawasan penulis tentang cara
melakukan penelitian dan cara melakukan pemeriksaan identifikasi
bakteri di laboratorium mikrobiologi.

Universitas Sumatera Utara