Kualitas Tidur dan Gangguan Tidur Klien dengan Rheumatoid Arthritis di Puskesmas Stabat Kabupaten Langkat

6

Bab 2
Tinjauan Pustaka

1. Konsep Tidur
1.1 Definisi Tidur
Tidur merupakan kondisi tidak sadar di mana individu dapat dibangunkan
oleh stimulus atau sensoris yang sesuai (Guyton, 1986), atau juga dapat dikatakan
sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang relatif, bukan hanya keadaan penuh
ketenangan tanpa kegiatan, tetapi lebih merupakan suatu urutan siklus yang
berulang, dengan ciri adanya aktifitas yang minim, memiliki kesadaran yang
bervariasi, terdapat perubahan proses fisiologis, dan terjadi penurunan respons
terhadap rangsangan dari luar. Selain itu tidur memiliki urutan siklus yang
berulang – ulang selama periode tertentu (Potter & Perry, 2005). Tidur adalah
suatu keadaan relatif tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang
merupakan urutan siklus yang berulang- ulang dan masing – masing menyatakan
fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda.

1.2 Pengaturan Tidur
Tidur merupakan aktivitas yang melibatkan susunan saraf pusat, saraf

perifer, endokrin, kardiovaskular, respirasi, dan musculoskeletal (Robinson 1993,
dalam Potter). Tiap kejadian tersebut dapat diidentifikasi atau direkam dengan
elektroensefalogram (EEG) untuk aktifitas listrik otak, pengukuran tonus otot
dengan menggunakan elektromiogram (EMG), dan elektrookulogram (EOG)
untuk mengukur pergerakan mata.

6
Universitas Sumatera Utara

7

Pengaturan dan kontrol tidur tergantung dari hubungan antara dua
mekanisme serebral yang secara bergantian mengaktifkan dan menekan pusat otak
untuk tidur dan bangun. Reticular activating sistem (RAS) di bagian batang otak
atas diyakini mempunyai sel – sel khusus dalam mempertahankan kewaspadaan
dan kesadaran. RAS memberikan stimulus visual, auditori, nyeri dan sensorik
raba. Juga menerima stimulus dari korteks serebri (emosi dan proses pikir).
Pada keadaan sadar mengakibatkan neuron-neuron alam RAS melepaskan
katekolamin, misalnya norepinefrin. Saat tidur mungkin disebabkan oleh
pelepasan serum serotinin dari sel-sel spesifik di pons dan batang otak tengah yaitu

bulbar synchronizing regional (BSR). Bangun dan tidurnya seseorang tergantung

dari keseimbangan impuls yang diterima dari pusat otak, reseptor sensorik perifer
misalnya bunyi, stimulus cahaya, dan sistem limbic seperti emosi.
Seseorang yang mencoba untuk tidur, mereka menutup matanya dan
berusaha dalam posisi rileks. Jika ruangan gelap dan tenang aktivitas RAS
menurun, pada saat itu BSR mengeluarkan serum serotonin.
Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistem ARAS
(Ascending Reticulary Activity System). Bila aktivitas ARAS ini meningkat orang
tersebut dalam keadaan sadar, aktivitas ARAS menurun, orang tersebut akan
dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktivitas
neurotransmiter

seperti

sistem

serotoninergik,

noradrenergik,


kolinergik,

histaminergik (Czeisler, 2000).
Hasil serotoninergik. Hasi serotoninergik sangat dipengaruhi oleh hasil
metabolisme asam amino triptofan. Dengan bertambahnya jumlah triptofan, maka

Universitas Sumatera Utara

8

jumlah serotonin yang terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan
mengantuk/tidur. Bila serotonin dari triptofan terhambat pembentukannya, maka
terjadi keadaan tidak bisa tidur/jaga. Menurut beberapa peneliti lokasi yang
terbanyak sistem serotogenik ini terletak pada nukleus raphe dorsalis di batang
otak, yang mana terdapat hubungan aktivitas serotonis di nukleus raphe dorsalis
dengan tidur REM.
Sistem adrenergik. Neuron – neuron yang terbanyak mengandung
norepineprin terletak di badan sel nukleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel
neuron pada lokus cereleus sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM

tidur.

Obat-obatan

yang

mempengaruhi

peningkatan

aktivitas

neuron

noradrenergik akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM dan
peningkatan keadaan juga.
Sistem Kolinergik. Menurut Sitaram dkk, (1976) dalam (Japardi, 2002)
membuktikan dengan pemberian prostigimin intravena dapat mempengaruhi
episode tidur REM. Stimulasi jalur kolinergik ini, mengakibatkan aktivitas
gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga. Gangguan aktivitas kolinergik sentral

yang berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat pada orang depresi,
sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik
(scopolamine) yang menghambat pengeluaran kolinergik dari locus sereleus maka
tampak gangguan pada fase awal dan penurunan REM.
Sistem histaminergik. Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi
tidur.

Universitas Sumatera Utara

9

Sistem hormon. Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh
beberapa hormon seperti Adrenal Corticotrapin Hormon (ACTH), Growth
Hormon (GH), Tyroid Stimulating Hormon (TSH), dan Luteinizing Hormon (LH).

Hormon – hormon ini masing – masing disekresi secara teratur oleh kelenjar
hipofisis anterior melalui jalur hipotalamus. Sistem ini secara teratur
mempengaruhi pengeluaran neurotransmiter norepinefrin, dopamin, serotonin
yang bertugas mengatur mekanisme tidur dan bangun.


1.3 Fungsi Tidur
Fungsi tidur adalah restorative (memperbaiki) kembali organ-organ tubuh.
Kegiatan memperbaiki kembali tersebut berbeda saat Rapid Eye Movement (REM)
dan Nonrapid Eye Movement (NREM). Nonrapid Eye Movement akan
mempengaruhi proses anabolik dan sintesis makromolekul ribonucleic acid
(RNA). Rapid Eye Movement akan mempengaruhi pembentukan hubungan baru
pada korteks dan sistem neuroendokrin yang menuju otak. Selain fungsi tidur
diatas, tidur juga dapat digunakan untuk menjaga keseimbangan mental,
emosional, kesehatan, mengurangi stres pada paru, kardiovaskuler, endokrin, dan
lain -lain. Secara umum terdapat dua efek fisiologis dari tidur: pertama, efek pada
sistem saraf yang diperkirakan dapat memulihkan kepekaan normal dan
keseimbangan di antara berbagai susunan saraf; dan kedua, efek pada struktur
tubuh dengan memulihkan kesegaran dan fungsi dalam organ tubuh karena selama
tidur terjadi penurunan.

Universitas Sumatera Utara

10

1.4 Tahapan Tidur

Tahapan tidur memiliki karateristik tertentu yang dianalisis dengan bantuan
electroencephalograph (EEG) yang menerima dan merekam gelombang otak,
electromyograph (EMG) yang merekam tonus otot, dan electrooculograph (EOG)

yang merekam pergerakan mata. EEG, EMG, dan EOG dapat mengidentifikasi
perbedaan signal pada level otak, otot, dan aktivitas mata. Normalnya, tidur dibagi
menjadi dua yaitu Nonrapid Eye Movement (NREM) dan Rapid Eye Movement
(REM).
Selama masa NREM seseorang terbagi menjadi empat tahapan dan
memerlukan kira – kira 90 menit selama siklus tidur. Sedangkan tahapan REM
adalah tahapan terakhir kira – kira 90 menit sebelum tidur berakhir. Keadaan tidur
normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian antara 4 – 7 kali
siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16 – 20 jam/hari, todler 10-12 jam/hari,
pra sekolah 11 jam/hari, usia Sekolah 10 jam/hari, Remaja 8,5 jam, Dewasa muda
8-10 jam /hari, dewasa tua 7 jam/hari, usia tua > 60 tahun, 6 jam/hari.
Tidur Nonrapid Eye Movement (NREM). Tidur NREM terdiri dari 75 80% dari total waktu tidur. Tahapan tidur NREM dibagi menjadi 4 tahap:
Tahap 1 (N1) terdiri dari 3-8% dari total waktu tidur. Merupakan tingkat
transisi antara bangun dan tidur dimana seseorang masih sadar dengan
lingkungannya, merespons cahaya, berlangsung beberapa menit, mudah terbangun
dari rangsangan, aktivitas fisik, tanda vital, dan metabolisme menurun, bila

terbangun terasa sedang bermimpi. Dalam tidur N1 ditandai dengan berkurangnya
gelombang alfa dan munculnya gelombang teta ( 4 – 7 Hz). Pada EOG tidak

Universitas Sumatera Utara

11

tampak kedip mata, tetapi lebih banyak gerakan rolling (R) yang lambat dan
terjadi penurunan potensial EMG, dan berlangsung 5 – 10 menit.
Tahap dua (N2) terdiri dari 45 - 55% dari total waktu tidur. Merupakan
tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun yang ditandai dengan
penurunan tanda-tanda vital mulai relaksasi otot, berlangsung 10 – 20 menit,
fungsi tubuh berlangsung lambat, dan dapat dibangunkan dengan mudah. Pada
tahap ini tampak Kompleks K pada gelombang EEG, sleep spindle (S) atau
gelombang delta (maksimum 20%), dengan frekuency 4 – 15 Hz. EOG sama
sekali tidak terdapat REM atau R dan kedip mata. EMG potensialnya lebih rendah
dari tahap 1 (N1).
Tahap tiga (N3) yaitu menunjukkan medium deep sleep yang merupakan
tahap awal dari keadaan tidur nyenyak, sulit dibangunkan, relaksasi otot
menyeluruh, tekanan darah menurun dan berlangsung 15 – 30 menit. Pada tahap

ini gelombang delta menjadi lebih banyak (maksimum 50%) dengan frekuency 2 –
4 Hz.
Tahap empat (N4) merupakan deep sleep yaitu tahap tidur terdalam yang
biasanya diperlukan rangsangan lebih kuat untuk membangunkan, untuk restorasi
dan istirahat tonus otot menurun, sekresi lambung menurun, dan gerak bola mata
cepat. Pada tahap ini gelombang EEG didominasi oleh gelombang delta
(gelombang delta 50%) sedangkan gambaran lain masih seperti tahap 2 (N2).
dengan frekuency 2 – 4 Hz. Tahap ini mempunyai nilai dan fungsi perbaikan yang
sangat penting untuk penyembuhan fisik kebanyakan hormon perkembangan

Universitas Sumatera Utara

12

manusia diproduksi malam hari dan puncaknya selama tidur pada tahap ini (White,
2003).
Tidur Rapid Eye Movement (REM). Tidur REM merupakan tidur dalam
kondisi aktif atau tidur paradoksial. Hal ini menunjukkan Tidur REM sifatnya
nyenyak sekali, namun fisiknya yaitu gerakan kedua bola matanya bersifat sangat
aktif. Tidur REM ditandai dengan mimpi, otot – otot kendor, tekanan darah

bertambah, gerakan mata cepat (mata cenderung bergerak bolak – balik), sekresi
lambung meningkat, ereksi penis pada laki – laki, gerakan otot tidak teratur,
kecepatan jantung, dan pernapasan tidak teratur sering lebih cepat, serta suhu dan
metabolisme meningkat.
Apabila seseorang mengalami kehilangan tidur REM, maka akan
menunjukkan gejala – gejala seperti nafsu makan bertambah, bingung dan curiga,
cenderung hiperaktif, dan kurang dapat mengendalikan diri (emosi labil). Dan
tahap tidur REM terjadi setelah 90 – 110 menit setelah tertidur.
1.5 Kualitas tidur
Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga
seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan
gelisah, lesu dan apatis, kehitaman disekitar mata, kelopak mata bengkak,
konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah–pecah, sering menguap dan
mengantuk.
Konsep ini meliputi beberapa karakteristik seperti waktu yang diperlukan
untuk memulai tidur, frekuensi terbangun pada malam hari, dan lama tidur (Eser,
2007). Selanjutnya (Buysse et al, 1988; Parket et al, 2001; Karota-Bukit, 2003)

Universitas Sumatera Utara


13

menjelaskan bahwa perasaan segar saat bangun pagi, rasa lemah beraktifitas dan
aspek subjektif seperti kepuasan atau kedalaman tidur juga merupakan karateristik
dari kualitas tidur. Lai (2001) dalam wavy (2008) menyebutkan bahwa kualitas
tidur ditentukan oleh bagaimana seseorang mempersiapkan pola tidurnya pada
malam hari seperti kedalamn tidur, kemampuan tinggal tidur, dan kemudan untuk
tertidur tanpa bantuan medis.
Ada banyak cara yang bisa kita lakukan untuk mencapai tubuh yang sehat
salah satunya yaitu mengkonsumsi makanan yang dapat membantu tidur agar
mendapatkan kualitas tidur yang baik seperti mengkonsumsi seledri. seledri
mengandung silikon yang memperkuat saraf dan jaringan jantung sehingga seledri
mempunyai efek menenteramkan, sayuran yang berwarna hijau tua, selada.
Senyawa dalam selada yang disebut laktukarium dapat membuat tidur yang efektif,
kerang, makanan yang kaya triptofan, gandum. Karbohidrat kompleks dapat
meningkatkan serotonin, yang membantu tidur lebih nyenyak. Sayuran kol dan
tahu memiliki kandungan kalsium dan magnesium yang baik karena kalsium dapat
membantu otak menggunakan asam amino triptofan untuk memproduksi
melatonin (Siregar-mukhlidah, 2011).
Kualitas tidur seseorang dapat dianalisa dengan pemeriksaan laboratorium
yaitu EEG, EMG, dan EOG sinyal listrik menunjukkan perbedaan tingkat aktivitas
yang berbeda dari otak, otot, dan mata yang berhubungan dengan tahap tidur yang
berbeda (Sleep Research Society, 1993; dikutip dari (Potter & Perry, 2005).

Universitas Sumatera Utara

14

1.6 Gangguan Tidur
Ganguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan
pada penderita yang berkunjung ke praktek. Pada orang normal, gangguan tidur
yang berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus tidur
biologiknya, menurunnya daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja,
mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya
dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain.
Indikator tercukupnya tidur adalah kondisi tubuh waktu bangun tidur. Jika
merasa segar setelah bangun tidur, berarti tidur kita sudah cukup. Namun, jika
badan masih terasa lemah ketika bangun tidur berarti tidurnya masih kurang.
Memperbaiki kualitas tidur daripada menambah jam tidur dapat memberikan tubuh
yang sehat dan bugar. Hal ini diyakini dapat memperbaiki ganngguan tidur.

1.6.1 Faktor-faktor Gangguan tidur
1.6.1.1 Faktor Fisik.
Ketidaknyamanan fisik dapat menyebabkan masalah tidur. Pada umumnya
perasaan lelah, gelisah, batuk, dan nokturia merupakan gejala yang dapat
mengganggu tidur seseorang.
Pusing. hal ini sejalan dengan Albertie (2006) yang menyatakan bahwa
pusing akan menyebabkan gangguan tidur dan apabila pusing semakin parah maka
akan semakin parah juga tingkat gangguan tidurnya. Selain itu Rains (2006) juga
menambahkan bahwa pusing dapat menyebabkan seseorang terbangun dari
tidurnya sehingga total jam tidur menjadi berkurang.

Universitas Sumatera Utara

15

Perasaan lelah. Kelelahan dapat menyebabkan gangguan tidur, dimana
biasanya seseorang yang kelelahan akan merasa seolah – olah mereka bangun
ketika tidur dan biasanya tidak mendapatkan tidur yang dalam (Shapiro et al,
1993).

1.6.1.2 Faktor lingkungan.
Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi seseorang untuk tidur.
Pada lingkungan yang tenang memungkinkan seseorang dapat tidur nyenyak.
Sebaliknya lingkungan yang ribut, bising, dan gaduh akan menghambat seseorang
untuk tidur, dan kebiasaan sebelum tidur yang dapat mengganggu konsentrasi tidur
tentunya akan mempengaruhi proses tidur (Mukhlidah, 2011).
Suara bising. Kebisingan dapat menyebabkan tertundanya tidur dan juga
dapat membangunkan seseorang dari tidur (Hanning, 2009). Suara yang terlalu
keras jelas menggangu konsentrasi untuk beristirahat.
Suhu ruangan. Lee (19997), menyatakan bahwa seseorang mengalami
gangguan tidur apabila tidur diruangan yang terlalu panas ataupun terlalu dingin.
Cahaya lampu. Menurut Lee (1997), sorot lampu yang terlalu terang dapat
menyebabkan gangguan tidur dan dapat menghambat sekresi melatonin pada
tubuh. Joyce A. Walsleben PhD. Mengatakan bahwa kondisi yang relatif tenang
dan tidak terlalu terang akan mempengaruhi cepat gerak mata. Selain itu tubuh
juga akan memproduksi melatonin, hormon yang akan membantu untuk bermimpi.
Tempat tidur nyaman. Ruang tidur merupakan tempat dimana seseorang
melepaskan penat dan lelah setelah seharian beraktifitas. Dan seseorang

Universitas Sumatera Utara

16

membutuhkan tempat yang kondusif untuk membuat tidur semakin sehat dan
nyaman.
Ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik adalah esensial untuk tidur yang
tenang (Potter & Perry, 2005). Kelembaban ruangan perlu diatur agar paru-paru
tidak kering karena apabila kelembaban ruangan tidak diatur maka seseorang tidak
akan dapat tidur, walaupun dapat tidur maka seseorang akan terbangun dengan
kerongkongan kering seakan – akan seseorang tersebut menderita radang amandel
(Septiyadi, 2005).
Bau yang tidak nyaman. Hasil penelitian yang dilakukan oleh KarotaBukit (2003)bahwa 13% responden mengalami gangguan tidur pada tingkat
sedang karena bau yang tidak nyaman.

1.6.1.3 Faktor Psikososial
Gangguan tidur dilaporkan oleh 90% individu yang mengalami stres,
perasaan cemas, dan depresi (Chokroverty, 1999; Suryani, 2004).
Stres. Seseorang dapat mengalami stres karena penyakit. Stres emosional
menyebabkan seseorang menjadi tegang dan sering kali mengarah frustasi apabila
tidak tidur. Stres yang berlanjut dapat menyebabkan kebiasaan tidur yang buruk
(Potter & Perry, 2005).
Depresi. Seseorang yang telah terkena depresi akan mengalami gangguan
tidur yang mana ciri khas seseorang yang terkena sindrome tersebut adalah susah
untuk tidur dan selalu merenung (Septiyadi, 2005).
Cemas. Mereka yang takut dan khawatir akan penyakitnya memiliki resiko
terhadap kecemasan. Perasaan cemas menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk

Universitas Sumatera Utara

17

memulai tidur sangat lama, tahap tidur NREM ke 4 dan tidur REM menurun, serta
klien lebih sering terbangun pada malam hari (Karacen et al, 1968, 1978; Closs,
1988; Suryani, 2004).

1.7 Faktor yang mempengaruhi tidur
Circadian Rhythm (Irama Sirkardian). Circadian rhythm adalah ritme
suhu tubuh. Suhu tubuh kita sebenarnya tidak konstan 37°C, melainkan naik turun
seiring jam bertambah dalam satu hari. Perbedaan suhu tubuh yang terjadi sekitar
2°C. Saat suhu tubuh naik, kita menjadi lebih terjaga dan energik, sedangkan saat
suhu tubuh turun kita menjadi lebih lelah dan malas. Ritme suhu tubuh inilah
penyebab kita merasa mengantuk dan terbangun pada jam yang sama setiap hari.
Melatonin dan Cahaya Matahari. Melatonin adalah hormon yang
dibentuk kelenjar pineal dan retina. Melatonin bertugas untuk membuat kita
tertidur dan mengembalikan energi fisik ketika kita tidur. Apabila melatonin tinggi
kita akan merasa mengantuk, lemah, lesu, dan sebagainya. Level melatonin dalam
tubuh sangat tergantung pada jumlah cahaya matahari yang diterima mata pada
suatu hari. Banyak cahaya matahari akan memperlambat proses pembentukan
melatonin.
Terjaga Sebelumnya. Lebih lama terjaga, kita dapat melakukan aktivitas
yang lebih tinggi. Apabila kita tidur 8 – 9 jam per hari dan tetap merasa lemas, ini
bisa berarti kita membutuhkan tidur lebih sedikit. Kita tidur terlalu banyak dan
harus meningkatkan keterjagaan untuk mendapat tidur yang lebih lelap dan ritme
suhu tubuh yang lebih seimbang.

Universitas Sumatera Utara

18

Status kesehatan. Seseorang yang kondisi tubuhnya sehat memungkinkan
ia dapat tidur dengan nyenyak. Tetapi pada orang yang sakit dan rasa nyeri, maka
kebutuhan istirahat dan tidurnya tidak dapat dipenuhi dengan baik sehingga ia
tidak dapat tidur dengan nyenyak.
Stres psikologis. Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan pada
frekuensi tidur. Hal ini disebabkan karena pada kondisi cemas akan meningkatkan
norepinefrin darah melalui sistem saraf simpatis. Zat ini akan mengurangi tahap IV
NREM dan REM.
Diet. Makanan yang banyak mengandung L–Triptofan dapat menyebabkan
seseorang mudah tertidur. Makanan yang memberatkan kerja sistem pencernaan
akan menurunkan kualitas tidur, sehingga gangguan tidur terjadi. Memperhatikan
makanan yang kita konsumsi dapat menghilangkan atau mengurangi gangguan
tidur yang dialami. Memperbanyak konsumsi makanan produk hewani, seperti
susu, keju, daging, atau ikan, karena makanan tersebut mengandung tryptophan,
yaitu jenis asam lemak yang menghasilkan serotonin dan mengendurkan saraf
pada pusat otak. Makanan pedas dapat menimbulkan rasa panas dalam perut dan
membuat pencernaan terganggu. Sehingga dapat menyebabkan gangguan tidur.
Nikotin, alkohol, teh, dan kopi sebaiknya dihandari karena makanan tersebut
mengandung kafein. Unsur kafein yang merangsang saraf untuk sulit tidur.
Latihan dan kelelahan. Kelelahan dapat memengaruhi pola tidur
seseorang. Hal ini dapat terlihat pada seseorang yang telah melakukan aktivitas
dan mencapai kelelahan. Maka, orang tersebut akan lebih cepat untuk dapat tidur
karena tahap tidur gelombang lambatnya diperpendek (widodo,2009).

Universitas Sumatera Utara

19

Obat-obatan. Obat-obatan yang dikonsumsi seseorang ada yang berefek
menyebabkan tidur, ada pula yang sebaliknya mengganggu tidur. Misalnya, obat
golongan amfetamin, dan nikotin akan menurunkan tidur REM. Ketika tidur, tubuh
mulai memetabolisme alkohol dan hal ini mempengaruhi aktivitas otak. Alkohol
bagi sebagian orang berhasil membuat tiur lebih cepat, namun di saat yang sama,
alkohol membuat tubuh mengalami dehidrasi. Ketika tubuh terbangun untuk
mencari air karena dehidrasi, tubuh tidak dapat kembali tidur tahap REM. Nikotin
dari rokok bersifat neurostimultan yang justru membangkitkan semangat, membuat
orang yang mengisapnya justru tak bisa relaks, mendorong pelakunya tidak bisa
tidur. Kafein di dalam kopi membuat jantung dan otak menjadi siaga. Akibatnya,
kafein menghalangi tubuh untuk melepaskan sebuah kimia alami tubuh yang
dikenal sebagai adenosin merupakan senyawa kimia yang menimbulkan efek
penenang (Mukhlidah, 2011). Selain itu beberapa golongan obat seperti diuretik,
betablocker, antagonis kalsium dan ACEI ( Gray, 2003).

2. Rheumatoid Arthritis
2.1 Definisi
Rheumatoid Arthritis adalah penyakit peradangan sistemis kronis yang

tidak diketahui penyebabnya dengan manifestasi pada sendi perifer dengan pola
simetris. Pada rheumatoid arthritis sering melibatkan organ ekstra – artikular
seperti kulit, jantung, paru-paru dan mata. Rheumatoid arthritis menyebabkan
kerusakan sendi dan dengan demikian sering menyebabkan morbiditas dan
kematian yang cukup besar.

Universitas Sumatera Utara

20

2.2 Etiologi
Penyebab rheumatoid arthritis masih belum diketahui secara pasti
walaupun banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. Faktor
genetik, lingkungan, hormon, dan faktor-faktor infeksi mungkin memainkan peran
penting. Sementara itu faktor sosial ekonomi, psikologis, dan gaya hidup dapat
mempengaruhi progresivitas dari penyakit.
Genetik. Sekitar 60% dari pasien rheumatoid arthritis membawa epitop
bersama HLA-DR 4 yang merupakan salah satu situs pengikatan peptide-molekul
HLA-DR tertentu yang berkaitan dengan rheumatoid arthritis.
Lingkungan. Untuk beberapa dekade, sejumlah agen infeksi seperti
organisme Mycoplasma, Epstein – Barr dan virus rubella menjadi predisposisi
peningkatan rheumatoid arthritis.
Hormonal. Hormon seks mungkin memainkan peran, terbukti dengan
jumlah perempuan yang tidak propossional dengan rheumatoid arthritis,
ameliorasi selama kehamilan, kambuh dalam periode postpartum dini, dan insiden
berkurang pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral.
Imunologi. Semua elemen imunologi utama memainkan peran penting
dalam progpagasi, inisiasi, dan pemeliharaan dari proses autoimun rheumatoid
arthritis.

2.3 Pengkajian
Menurut American Rheumatism Association (ARA) seseorang dikatakan
menderita rheumatoid arthritis jika terdapat tujuh kriteria dan berlangsung
sekurang-kurangnya selama enam minggu. Definitif, bila terdapat lima kriteria dan

Universitas Sumatera Utara

21

berlangsung sekurang-kurangnya selama enam minggu. Kemungkinan rematoid,
bila terdapat tiga kriteria dan berlansung sekurang-kurangnya selama empat
minggu.
Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari (morning stiffness), nyeri
pada pergerakan sendi atau nyeri tekan sekurang-kurangnya pada satu sendi,
pembengkakan (oleh penebalan jaringan lunak atau oleh efusi cairan) pada salah
satu sendi secara terus-menerus sekurang-kurangnya selama enam minggu,
Pembengkakan pada sekurang-kurangnya salah satu sendi lain, pembengkakan
sendi yang bersifat simetris, nodul subkutan pada daerah tonjolan tulang di daerah
ekstensor, gambaran foto rontgen yang khas pada rematoid, uji aglutinasi faktor
rematoid, perubahan karekteristik histologik lapisan sinovia, gambaran histologik
yang khas pada nodul, pengendapan cairan crousin yang jelek ini merupakan tanda
dan gejala pada Kriteria rheumatoid arthritis menurut American Rheumatism
Association (ARA).

2.4 Pemeriksaan fisik
Secara umum, sendi tangan dan kaki akan terpengaruh dalam distribusi
yang relatif simetris. Sendi menunjukkan peradangan dengan pembengkakan,
kelembutan, kehangatan, dan penurunan rentang gerak. Atrofi otot – otot
interoseus tangan merupakan temuan awal yang khas.
Manifestasi ekstraartikuler rheumatoid arthritis juga dapat menyerang
organ-organ lain di luar sendi. Manifestasi Ekstraartikuler dari rheumatoid
arthritis terdapat pada organ tubuh manusia seperti kulit, jantung, paru-paru, mata,

sistem saraf, dan sistemik memiliki manifestasi seperti nodula subkutan, vaskulitis,

Universitas Sumatera Utara

22

menyebabkan bercak-bercak coklat, lesi-lesi ekimotik, pleuritis dengan atau tanpa
efusi, peradangan pada paru-paru, skeleritis, neuropati perifer, sindrom kompresi
perifer, termasuk sindrom carpal tunner , neuropati saraf ulnaris, paralisis
peronealis, dan abnormalitas vertebra servikal, anemia (sering), osteoporosis
generalisata, sindrom felty, sindrom

Sjogren

(keratokonjungtivitis sika),

amiloidosis (jarang).
American College of Rheumatology telah mengembangkan kriteria untuk

membantu dalam menentukan perkembangan, remisi, dan status fungsional klien
dengan rheumatoid arthritis. Pada tahap I (RA awal) memiliki tanda dan gejala
seperti tidak ada perubahan destruktif diamati pada saat pemeriksaan
rontgenografis. Untuk tahap II (sedang) tanda dan gejalanya adalah bukti
radiografi osteoporosis periartikular, dengan atau tanpa kerusakan tulang
subchondral, sedikit kerusakan tulang rawan, mobilitas terbatas, tidak ada kelainan
sendi, otot atrofi, lesi ekstraartikular jaringan lunak (misalnya nodul dan
tenosinovitis). Tahap III (parah) bukti radiografi kerusakan tulang dan tulang
rawan disamping osteoporosis periartikular, deformitas (misalnya: sublukasi,
deviasi ulnar, hiperekstensi), atrofi ekstensi otot, lesi ekstra-artikular jaringan
lunak (misalnya: nodul dan tenosinovitis). Dan pada tahap IV (terminal) kriteria
tahap iii disertai remisi ra (

5 kondisi di bawah ini untuk paling sedikit dua bulan

berturut – turut). Kekakuan pada pagi hari ≤15 menit, Tidak kelelahan, tidak nyeri
sendi atau nyeri dengan gerakan, tidak ada pembengkakan jaringan-lunak pada
sendi atau tendon, ESR kurang dari 30mm/jam pada wanita atau kurang dari
20mm/jam pada laki-laki.

Universitas Sumatera Utara

23

2.5 Manifestasi Klinis
Ada beberapa manifestasi klinis yang lazim ditemukan pada klien
rheumatoid arthritis. Manifestasi ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang

bersamaan. Oleh karenanya penyakit ini memiliki manifestasi klinis yang sangat
bervariasi.
Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan
menurun dan demam. Terkadang dapat terjadi kelelahan yang hebat.
Poliartritis simetris, terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi
ditangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir
semua sendi diartrodal dapat terserang.
Kekakuan di pagi hari selama lebih dari satu jam, dapat bersifat
generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekauan ini berbeda dengan
kekakuan sendi pada osteoarthritis, yang biasanya berlangsung selama beberapa
menit dan selalu kurang dari satu jam.
Arthritis serosif, merupakan ciri khas rheumatoid arthritis pada gambaran
radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan
dapat dilihat pada radiogram.

3. Penatalaksanaan Rheumatoid Arthritis
3.1 Nonfarmakologis
Perawatan yang optimal pasien dengan rheumatoid arthritis membutuhkan
pendekatan yan terpadu dalam terapi farmakologis dan nonfarmakologis.

Universitas Sumatera Utara

24

Pendidikan kesehatan. Hal ini penting dalam membatu pasien untuk
memahami

penyakit

mereka

dan

belajar

bagaimana

cara

mengatasi

konsekuensinya.
Fisioterapi dan terapi fisik. Untuk membantu meningkatkan dan
mempertahankan berbagai gerakan, meningkatkan kekuatan otot, serta mengurangi
rasa sakit.
Terapi okupasi. Dimulai untuk membantu pasien untuk menggunakan
sendi dan tendon efisien tanpa menekankan struktur ini, membantu mengurangi
ketegangan pada sendi dengan splints dirancang khusus, serta menghadapi
kehidupan sehari – hari melalui adaptasi kepada pasien dengan lingkungan dan
penggunaan alat bantu yang berbeda.
Tindakan ortopedi. Meliputi tindakan bedah rekonstruksi.

3.2 Farmakologis
DMARD’s. Merupakan ukuran yang paling penting dalam pengobatan
sukses rheumatoid arthritis. DMARDs dapat memperlambat atau mencegah
perkembangan kerusakan dan hilangnya fungsi sendi. Terapi DMARDyang sukses
dapat menghilangkan kebutuhan untuk obat antiinflamasi atau analgesic lainnya.
Agen Xenobiotic DMARDs, meliputi: garam emas (misalnya, aurotiumalat,
auranofin, lainnya); D-penisilamin; klorokuin dan hidroksklorokuin; sulfasalazin
(SSZ), metotreksat (MTX); azatioprina; dan siklosporin A.
Glukokortikoid. Obat antiinflamasi manjur dan biasanya digunakan pada
pasien dengan rheumatoid arthritis untuk menjembatani waktu sampai
DMARD’sefektif. Dosis prednisone 10mg per hari biasanya digunakan, namun

Universitas Sumatera Utara

25

beberapa pasien mungkin memerlukan dosis yang lebih tinggi. Pengurangan dosis
tepat waktu dan penghentian obat merupakan hal penting terkait dengan efek
samping penggunaan steroid jangka panjang.
NSAID. NSAID mengganggu sintesis prostaglandin melalui penghambatan
enzim siklooksigenase (COX) sehingga mengurangi pembengkakan dan rasa sakit.
Namun, mereka tidak menghambat kerusakan sendi dan oleh karena itu tidak
cukup untuk mengobati rheumatoid arthritis ketika digunakan sendiri. Serupa
dengan glukokortikoid, mereka dapat dikurangi dalam dosis atau dihentikan
dengan terapi DMARD sukses.
Analgesik. Seperti asetaminofen/parasetmol, tramadol, kodein, opiat, dan
berbagi obat analgesik lainnya juga dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit.
Agen ini tidak mengobati kerusakan bengkak atau sendi.

4. Kualitas tidur pada Klien rheumatoid arthritis
Menurut Buysse et al (2000), kualitas tidur dapat dinilai dengan melihat
masa laten tidur, lama waktu tidur, efisiensi kebiasaan tidur, gangguan tidur,
penggunaan obat tidur, gangguan di siang hari, dan kualitas tidur umum.
Gejala-gejala yang biasa dialami penderita rheumatoid arthritis seperti
nyeri, mudah lelah, fibrosistis dan sukar tidur dapat membangunkan penderita dari
tidurnya sehingga penderia tidak mendapatkan tidur yang cukup yang nantinya
akan berdampak pada aktivitas di keesokan harinya (Potter & Perry, 2005).
Kualitas tidur yang buruk dapat memberikan dampak negatif pada
kesehatan tubuh. Seperti yang dikutip dari Times of India, para peneliti
menemukan bahwa kualitas tidur yang tidak baik berhubungan dengan

Universitas Sumatera Utara

26

meningkatnya gejala depresi, persepsi rasa sakit yang lebih besar dan sering
merasa lelah. Yang paling mengerikan, kualitas tidur yang buruk juga bisa
memberikan risiko cacat fungsional yang lebih besar terhadap penderita artritis
reumatoid atau Rheumatoid Arthritis (RA).

5. Faktor gangguan tidur pada rheumatoid arthritis
5.1 Faktor fisik
Keadaan sakit mejadikan seseorang kurang tidur, bahkan tidak bisa tidur.
Setiap penyakit menyebabkan nyeri, ketidaknyamanan fisik, atau masalah suasana
hati. Seperti kecemasan, atau depresi dapat menyebakan masalah tidur. Penderita
rheumatoid arthritis pada umumnya mengalami nyeri selain itu penderita juga

mudah lelah, fibrosistis dan sukar tidur (Carpenito 1995). Gejala-gejala tersebut
dapat menggangu tidur seseorang.
Nyeri. Hal ini sering terjadi pada klien dengan rheumatoid arthritis.
(Doenges, 2000). Pada klien rheumatoid arthritis, nyeri biasanya dikarenaan oleh
manifestasi klinis yang dialami oleh pasien. Nyeri dapat menyebabkan gangguan
tidur dan apabila nyeri semakin parah maka akan semakin parah pula tingkat
tidurnya.
Gelisah. Martin (2000) menyatakan bahwa kesulitan tidur dapat
menyebabkan berbagai gangguan tidur dan ia juga menambahkan bahwa orang
yang kesulitan tidur biasanya tidak mendapatkan tidur yang cukup sehingga akan
mempengaruhi aktivitasnya di pagi hari.

Universitas Sumatera Utara