Karakteristik Fisika Tanah pada Beberapa Tegakan di Sub DAS Petani Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Derah Aliran Sungai

Dalam Undang–undang RI No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, Pasal 1, Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai “suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak–anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (Rauf dkk, 2011).

Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat diartikan sebagai kesatuan ruang yang terdiri atas unsur abiotik (tanah, air, udara), biotik (vegetasi, binatang dan organisme hidup lainnya) serta kegiatan manusia yang saling berinteraksi dan saling ketergantungan satu sama lain, sehingga merupakan satu kesatuan ekosistem, hal ini berarti bahwa apabila keterkaitan sudah terselenggara maka pengelolaan hutan, tanah, air, masyarakat dan lain–lain harus memperhatikan peranan dari komponen–komponen ekosistem tersebut (Sudaryono, 2002).

Sebuah DAS ditandai dengan adanya sungai utama yang langsung bermuara ke danau atau ke laut. Ke dalam sungai utama tersebut bermuara anak sungai yang airnya berasal dari tangkapan air hujan dari wilayah yang dibatasi pembatas topografi menuju ke anak sungai tersebut. Batas wilayah hingga ke pembatas topografi yang mengalirkan air hujan yang ditangkapnya menuju anak sungai itu disebut sebagai kawasan Sub DAS (Rauf dkk, 2011).

Faktor utama yang menghubungkan bagian hulu dan hilir dalam suatu DAS adalah siklus/daur hidrologi dimana laju siklusnya dipengaruhi oleh kondisi


(2)

atau karakteristik DAS–nya. Karakteristik DAS tersusun dari faktor–faktor yang bersifat alami dan relatif sulit dikelola (relatif statis) dan faktor yang mudah dikelola (dinamis) secara menyeluruh dari hulu sampai hilir (Paimin dkk, 2010).

Dalam kaitannya dengan wilayah daratan tempat berlangsungnya salah satu siklus hidrologi yaitu tempat berlangsungnya penampungan, pengaliran dan pendistribusian air, maka wilayah DAS dapat dibedakan ke dalam :

1. DAS bagian atas (DAS hulu) yang berfungsi sebagai daerah tangkapan atau resapan air (catchment area) yang sekaligus sebagai kawasan konservasi tanah dan air, kawasan lindung dan kontrol terhadap erosi degradasi lahan dan hutan.

2. DAS bagian tengah (DAS tengah) yang berfungsi sebagai daerah untuk pengairan, dan pengalokasian atau pendistribusian serta pengendalian banjir. 3. DAS bagian bawah (DAS hilir) yang berfungsi sebagai daerah pemanfaatan

air dan sedimentasi, pengendalian banjir serta pencegahan intrusi air laut. (Rauf dkk, 2011).

Daerah aliran sungai mempunyai karakteristik yang spesifik berkaitan dengan unsur–unsur utama seperti jenis tanah, topografi, geologi, geomorfologi, vegetasi, dan tata guna lahan. Pengelolaan DAS pada dasarnya ditujukan untuk terwujudnya kondisi yang optimal dari sumberdaya vegetasi, tanah, dan air, sehingga mampu memberi manfaat secara maksimal dan berkesinambungan bagi kesejahteraan manusia (Isfandari dkk, 2014).

Pengelolaan DAS adalah merupakan ilmu terapan untuk perlindungan, perbaikan, dan pengelolaan DAS dan obyek dasarnya adalah meningkatkan suplai air, mengurangi kisaran aliran maksimum dan minimum, mengurangi hasil


(3)

sedimen dan meningkatkan kualitas air untuk berbagai penggunaan. Pengelolaan DAS terpadu adalah upaya terpadu dalam pengelolaan sumberdaya alam, meliputi tindakan pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan dan pengembangan DAS berazaskan pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan manusia. Dilihat dari aspek pengelolaan terpadu hutan, tanah, air, masyarakat dan lain–lain tersebut merupakan sasaran atau obyek yang akan dikelola, dengan demikian dapat dilihat adanya keterkaitan antara ekosistem, DAS dan pengelolaan terpadu (Sudaryono, 2002).

Di Bawah Tegakan Tanaman Serbaguna

Jenis pohon serbaguna atau Multipurpose Trees (MPTs) mengandung pengertian pohon–pohon dan semak yang digunakan atau dikelola untuk lebih dari satu kegunaan produk dan atau jasa, penekanan pada penanaman pohon ini untuk tujuan ekonomi dan ekologi dari satu sistem pengunaan lahan dengan keluaran ganda (Sabarnurdin, 1998 ; Suryanto dan Prasetyawati, 2014).

Beberapa jenis tanaman yang biasanya dikembangkan oleh kelompok pembibitan, yaitu tanaman dari jenis Multi Purposes Trees Species (MPTs) dan Kekayuan. MPTs adalah tanaman yang memiliki fungsi selain kayu, misalnya dapat dimanfaatkan buah atau bagian tanaman lainnya. Sedangkan tanaman kekayuan merupakan tanaman yang khusus dimanfaatkan kayunya saja. Tanaman jenis MPTs lebih cenderung memiliki sifat konservatif, karena tanaman tersebut jarang ditebang oleh masyarakat. Meskipun demikian tetap saja perbandingan tanaman kayu lebih banyak dibandingkan dengan tanaman MPTs. Contoh


(4)

tanaman MPTs seperti Aren (Arenga saccharifera), Picung (Pangium edule REINW) (buahnya untuk bumbu masak) dan lain

sebagainya. Sedangkan kekayuan contohnya seperti Sengon (Albasia falcataria) dan Jati (Tectona grandis) (Hafsah dan Heriyanto, 2012).

Hutan dan vegetasinya memiliki peranan dalam pernbentukan dan pemantapan agregat tanah. Vegetasinya berperan sebagai pemantap agregat tanah karena akar akarnya dapat mengikat partikel–partikel tanah dan juga mampu menahan daya tumbuk butir-butir air hujan secara langsung ke permukaan tanah sehingga penghancuran tanah dapat dicegah. Selain itu seresah yang berasal dari daun–daunnya dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Hal inilah yang dapat mengakibatkan perbaikan terhadap sifat fisik tanah, yaitu pembentukan struktur tanah yang baik maupun peningkatan porositas yang dapat meningkatkan perkolasi, sehingga memperkecil erosi (Tolaka dkk, 2013).

a. Aren (Arenga pinnata Merr.)

Tanaman aren tumbuh mulai dari permukaan laut sampai ketinggian 1.300 m dari permukaan laut. Tetapi tanaman ini lebih menyukai tempat dengan ketinggian 500 – 1.200 m dan bila dibudidayakan pada tempat–tempat dengan ketinggian 500 – 700 m dpl akan memberikan hasil yang memuaskan. Suhu lingkungan yang terbaik rata–rata 25oC dengan curah hujan setiap tahun rata–rata 1.200 mm. Kondisi tanah yang cukup sarang atau bisa meneruskan kelebihan air, seperti tanah yang gembur, tanah vulkanis di lereng gunung, dan tanah yang berpasir disekitar tepian sungai merupakan lahan yang ideal untuk pertumbuhan aren (Lempang, 2012).


(5)

Aren memiliki fungsi produksi menghasilkan berbagai komoditi yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan berpotensi ekspor. Nira diolah menjadi gula, minuman palm wine, nata de pinna, dan bioetanol, buah yang belum matang untuk kolang–kaling, batang menghasilkan tepung apabila niranya tidak disadap. Kayu aren digunakan sebagai bahan baku pembuatan meubel, daun untuk pembuatan atap dan lidinya untuk dibuat sapu. Akar dapat digunakan sebagai obat herbal karena mengandung senyawa–senyawa sekunder seperti saponin, flavonoid, dan polifenol. Selain itu, aren memiliki fungsi konservasi, karena tanaman ini dapat digunakan untuk pengendalian tata air tanah. Aren dengan perakaran yang dangkal dan melebar sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya erosi tanah. Demikian pula dengan daun yang cukup lebat dan batang yang tertutup dengan lapisan ijuk, sangat efektif untuk mengurangi air hujan yang langsung kepermukaan tanah. Oleh karena itu, aren dapat mencegah terjadinya erosi (Suswono, 2014).

Pentingnya peranan tanaman aren untuk fungsi–fungsi konservasi lahan dan air tersebut berkaitan dengan sifat perakarannya. Akar aren dikenal sangat kuat karena cukup dalam dan lebar menyebar pada lapisan–lapisan tanah. Alam dan Baco (2004) melaporkan bahwa tanaman aren memiliki perakaran yang dalam 10 – 30 m, sehingga memiliki daya cengkeraman yang kuat di dalam tanah. Selanjutnya menurut Mogea et al. (1991), sistem perakaran aren sangat dalam hingga mencapai kedalaman (vertikal) 15 m dengan lebar (horizontal atau menyamping) mencapai 10 m. Dengan sistem perakaran yang cukup kokoh dan sangat panjang tersebut dapat memberikan kestabilan pada tanah (Rivaie, 2013).


(6)

b. Durian (Durio zibethinus Murr.)

Durian merupakan tanaman tahunan yang memiliki tipe pertumbuhan model Roux yang dicirikan dengan adanya dominansi pertumbuhan batang monopodial orthotrop yang kontinyu (continuous growth). Bentuk batang tanaman durian berdasarkan penampang melintangnya adalah bulat (teres). Pada pengamatan warna batang ada empat kategori sifat yang diperoleh, yaitu : abu–abu, coklat, coklat tua dan hijau lumut tetapi dari seluruh sampel warna coklat tua lebih dominan. Bentuk tajuk dari tanaman durian yang diamati terdiri dari bentuk tajuk piramida, lonjong, membulat, bulat–melebar, elips dan tidak beraturan. Daun tanaman durian merupakan daun tidak lengkap karena hanya terdiri dari tangkai daun dan helaian daun saja. Bentuk daun tanaman durian yang telah diamati beraneka ragam seperti bulat telur, telur terbalik, elips dan lonjong. Kebanyakan ditemukan berbentuk elips (Yuniarti, 2011).

Tanaman durian memerlukan tanah yang dalam, ringan dan berdrainase baik. Derajat keasaman optimal adalah 6 – 6,5. Tanah masam, seperti latosol atau podsolik merah kuning memerlukan pengapuran agar tanaman tumbuh baik.

Durian muda juga memerlukan lindungan alam, agar pohon atau cabang–cabangnya yang sarat buah tidak patah diterpa angin yang kuat. Muka air

tanah tidak boleh kurang dari 150 cm karena air tanah yang terlalu rendah berakibat buah kurang manis (Majid, 2010).

Tanaman durian memiliki karakter akar serabut yang cukup unik. Sebagai tanaman asal hutan, durian memiliki perakaran yang disebut ectomycorhizal root yang berfungsi menyerap air dan hara dari lapisan humus yang tebal di permukaan tanah. Akar ini berukuran cukup besar bila dibandingkan dengan tanaman lain,


(7)

berbentuk gilig dan berwarna kuning kemerahan, akan terlihat tumbuh merata di bawah permukaan tajuk tanaman durian. Pada tanah yang padat, perakaran ini dapat muncul dalam kumpulan kecil bergerombol sedikit di sela–sela retakan tanah, dan akan tampak sekali pada tanah yang mengandung banyak bahan organik (Badan Litbang Pertanian, 2013).

c. Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg)

Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zona antara 150 LS dan 150 LU. Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai 4.000 mm/tahun,dengan hari hujan berkisar antara 100 sampai dengan 150 HH/tahun. Namun demikian, jika sering hujan pada pagi hari, produksi akan berkurang. Pada dasarnya tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian 200 m dari permukaan laut. Ketinggian >600 m dari permukaan laut tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet. Suhu optimal diperlukan berkisar antara 25oC sampai 35oC. Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk penanaman karet (Anwar, 2001).

Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis maupun alluvial. Pada tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, solum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainase, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Sedangkan tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat

fisikanya kurang baik sehingga drainase dan aerasenya kurang baik. Derajat keasaman mendekati normal cocok untuk tanaman karet, yang paling

cocok adalah pH 5 – 6. Batas toleransi pH tanah adalah 4 – 8. Sifat–sifat tanah yang cocok pada umumnya antara lain; aerasi dan drainase cukup, tekstur tanah


(8)

remah, struktur terdiri dari 35% tanah liat dan 30% tanah pasir, kemiringan lahan <16% serta permukaan air tanah <100 cm (Damanik dkk, 2010).

Karet termasuk Dicotyledon, akarnya merupakan akar tunggang. Dari akar tunggang keluar percabangan akar, di ujung akar terdapat kaliptra. Di belakang kaliptra terdapat jaringan berturut–turut: jaringan meristematik, zona perpanjangan dan zona pendewasaan. Pada zona pendewasaan terdapat bulu–bulu akar yang merupakan tempat terjadinya penyerapan terhadap nutrisi yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh dan berkembang (Syahriani, 2010).

Perkebunan karet rakyat biasanya dikelola dengan teknik budidaya sederhana berupa pemupukan sesuai kemampuan petani. Karet ditanam bersama dengan pohon–pohon lain seperti pohon buah–buahan (contohnya durian, petai, jengkol, dan duku) maupun pohon penghasil kayu (contohnya meranti dan tembesu) yang sengaja ditanam atau tumbuh sendiri secara alami. Sebaliknya, perkebunan besar dikelola dengan teknik budidaya yang lebih maju dan intensif dalam bentuk perkebunan monokultur, yaitu hanya tanaman karet saja, untuk memaksimalkan hasil kebun (Janudianto dkk, 2013).

Sifat Fisika Tanah

Tanah itu merupakan suatu sistem mekanik yang kompleks terdiri dari tiga fase yakni bahan–bahan padat, cair dan gas. Fase padat yang hampir menepati 50% volume tanah sebagian besar terdiri dari bahan mineral dan sebagian lainnya bahan organik. Sisa volume selebihnya merupakan ruang pori yang ditempati sebagian oleh fase cair dan gas yang perbandingannya selalu bervariasi menurut musim dan pengelolaan tanah (Hakim dkk, 1984).


(9)

Tanah mempunyai beberapa karakteristik yang terbagi dalam tiga kelompok diantaranya adalah sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi. Sifat fisik tanah antara lain adalah tekstur, permeabilitas, infiltrasi, dll. Setiap jenis tanah memiliki sifat fisik tanah yang berbeda. Usaha untuk memperbaiki kesuburan tanah tidak hanya terhadap perbaikan sifat kimia dan biologi tanah tetapi juga perbaikan sifat fisik tanah. Perbaikan keadaan fisik tanah dapat dilakukan dengan pengolahan tanah, perbaikan struktur tanah dan meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Selain itu sifat fisik tanah sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Kondisi fisik tanah menentukan penetrasi akar dalam tanah, retensi air, drainase, aerasi dan nutrisi tanaman. Sifat fisik tanah juga mempengaruhi sifat kimia dan biologi tanah (Syamsuddin, 2012).

Sifat–sifat fisik tanah tergantung pada jumlah, ukuran, bentuk, susunan dan komposisi mineral dari partikel–partikel tanah, macam dan jumlah bahan organik, volume dan bentuk pori–porinya pada waktu tertentu. Beberapa sifat fisik tanah yang terpenting adalah tekstur, struktur, kerapatan (density) porositas, konsistensi, warna dan suhu (Hakim dkk, 1986).

a. Kerapatan Isi(Bulk density)

Kerapatan isi adalah berat persatuan volume tanah kering oven, biasanya ditetapkan sebagai g/cm3. Contoh tanah yang digunakan untuk menetapkan berat jenis palsu harus diambil hati–hati dari dalam tanah. Pengambilan contoh tanah tidak boleh merusak struktur asli tanah. Terganggunya struktur tanah dapat mempengaruhi jumlah pori–pori tanah, demikian pula berat persatuan volume. Empat atau lebih bongkah (gumpal) tanah biasanya diambil dari tiap horizon untuk memperoleh nilai rata–rata (Hakim dkk, 1986).


(10)

Berat Spesifik (Bulk density) tanah menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori–pori tanah.

Bulk density = berat tanah kering (g) volume tanah (cc)

“Makin padat suatu tanah makin tinggi bulk densitynya, yang berarti makin sulit dilalui air dan ditembus akar tanaman” (Syamsuddin, 2012).

Kerapatan massa tanah yang semakin rendah akan menyebabkan tersedianya ruang pori untuk air dan udara, yang artinya porositas tanah juga semakin tinggi. Menurut Russell dan Cross (1974) jika akar tanaman yang sedang mengalami pertumbuhan menemukan media padat berpori yang diameternya lebih kecil dari diameter akar, maka akar akan berkembang pertumbuhannya menekan pori untuk memperbesar ruang pori atau tanaman tersebut memperkecil diameter akarnya sehingga lebih kecil dari pori tersebut. Makin banyak akar yang menyebar maka akan semakin banyak pori yang dihasilkan sehingga porositas menjadi meningkat (Kumalasari dkk, 2011).

Kerapatan isi (g/cm3) Kriteria

< 0,90 Rendah

0,90 – 1,20 Sedang

1,20 – 1,40 Tinggi

>1,40 Sangat Tinggi

Sumber : Lab Fisika tanah FP.UB (2006)

b. Porositas Tanah

Ruang pori total adalah volume dari tanah yang ditempati oleh udara dan air. Persentase volume ruang pori total disebut Porositas. Ruang pori total pada tanah pasir rendah tetapi mempunyai proporsi besar yang disusun daripada komposisi pori–pori yang besar yang sangat efisien dalam pergerakan udara dan airnya. Persentase volume yang dapat terisi oleh pori–pori kecil pada tanah pasir


(11)

rendah yang menyebabkan kapasitas menahan airnya rendah. Sebaliknya tanah–tanah permukaan dengan tekstur halus mempunyai ruang pori total lebih banyak dan proporsinya relatif besar yang disusun oleh pori–pori kecil. Akibatnya tanha mempunyai kapasitas menahan air yang tinggi. Air dan udara bergerak melalui tanah dengan perlahan–lahan, sebab disana terdapat sedikit pori yang besar (Foth, 1984).

Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerase tanah. Tanah yang poreus berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masuk–keluar tanah secara leluasa, sebaliknya jika tanah tidak poreus (Hanafiah, 2005).

Semakin besar nilai porositas total tanah menunjukkan pula daya simpan air secara maksimum oleh tanah tersebut semakin besar pula. Kemampuan tanah dalam melewatkan air dan udara tidak selalu berkolerasi erat dengan nilai pori totalnya, tetapi lebih dipengaruhi oleh persentase sebaran ukuran pori. Jika sebaran ukuran pori suatu tanah didominasi oleh pori berukuran besar (pori makro) maka pada umumnya tanah tersebut mempunyai kemampuan menyimpan lengas yang rendah, tetapi tanah ini memiliki kemampuan melewatkan air dan udara yang besar (Arifin, 2011).

Porositas (%) Kelas

100 Sangat Poros

80 – 60 Poros

60 – 50 Baik

50 – 40 Kurang Baik

40 – 30 Buruk

<30 Sangat Buruk


(12)

c. Permeabilitas Tanah

Air di dalam tabung kapiler tidak akan bergerak atau didrain keluar. Hal ini disebabkan oleh karena adanya atraksi air dengan gelas yang memberikan tahanan yang besar, sehingga air inipun tidak dapat bergerak ke bawah oleh gaya gravitasi. Sebagai hasilnya adalah suatu zat (substance) dapat menjadi sangat porous dan perlahan–lahan permeable terhadap air (Hakim dkk, 1986).

Permeabilitas menyatakan kemampuan media porus, dalam hal ini adalah tanah untuk meloloskan zat cair (air hujan) baik secara lateral maupun vertikal. Tingkat permeabilitas tanah (cm/jam) merupakan fungsi dari berbagai sifat fisik tanah. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbesar permeabilitas tanah, antara lain : 1.) Memperbaiki struktur tanah, dapat dilakukan pemberian bahan organik, pemberian bahan pemantap tanah, perbaiki porositas dan aerasi permukaan dan bawah permukaan tanah, serta penanaman vegetasi penutup lahan. 2.) Memperbaiki drainase tanah, mencakup drainase permukaan tanah dan bawah permukaan tanah (Rohmat dan Soekarno, 2006).

Koefisien permeabilitas terutama tergantung pada ukuran rata–rata pori yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk partikel dan struktur tanah. Secara garis besar, makin kecil ukuran partikel, makin kecil pula ukuran pori dan makin rendah koefisien permeabilitasnya (Syamsuddin, 2012).

Permeabilitas (cm/jam) Kelas

< 0,125 Sangat lambat

0,125 -0,50 Lambat

0,50 – 2,00 Agak lambat

2,00 – 6,25 Sedang

6,25 – 12,50 Agak cepat

12,50 – 25,00 Cepat

>25,00 Sangat cepat


(13)

d. Warna Tanah

Warna tanah merupakan ciri morfologi tanah yang paling mudah dibedakan. Meskipun pengaruhnya yang langsung terhadap fungsi tanah hanya sedikit, tetapi seseorang dapat memperoleh keterangan banyak dari warna tanah, apalagi jika disertai dan dihubungan dengan ciri–ciri lain. Jika warna tanah hampir merupakan ukuran yang tak langsung mengenai sifat dan mutu tanah, serta bersifat menggantikan ciri–ciri penting lain yang sukar diamati teliti. Warna tanah merupakan pernyataan : (a) jenis dan kadar bahan organik, (b) keadaan drainase dan aerasi tanah dalam hubungan dengan hidrasi, oxidasi dan proses pelindian, (c) tingkat perkembangan tanah, (d) kadar air tanah termasuk pula dalamnya permukaan air taah, dan atau (e) adanya bahan–bahan tertentu (Mega dkk, 2010).

Warna tanah dengan akurat dapat diukur dengan tiga sifat–sifat prinsip warnanya, yaitu Hue, Value dan Chroma. Hue adalah panjang gelombang dominan atau warna dari cahaya. Value kadang–kadang disebut kekerasan cahaya atau “brilliance” adalah jumlah total cahaya. Warna berkisar antara gelap sampai agak terang (light color). Chroma adalah kemurnian relatif (relative purity) dari panjang gelombang cahaya yang dominan. Warna ini meningkat dengan menurunnya profersi sinar putih (Hakim dkk, 1986).

Warna–warna tanah ditentukan dengan membandingkan tanah–tanah dengan sebuah tabel warna “Munsell Color Chart” berisi 175 warna yang disusun secara sistematik. Notasi warna Munsell merupakan suatu sistem numerik dan huruf sifat–sifat warna masing–masing dari tiga variabel. Ketiga sifat–sifat tersebut selalu diberikan dalam penggolongan ini. Kilap, Nilai dan Khroma.


(14)

Misalnya dalam notasi Munsell 10 YR 6/4; 10YR adalah kilap, 6 adalah nilai dan 4 adalah khroma. Warnanya coklat kuning yang terang (Foth, 1984).

e. Tekstur Tanah

Tekstur tanah ialah perbandingan relatif (dalam persen) fraksi–fraksi pasir, debu dan liat. Oleh karena komposisi ketiga fraksi butir–butir tanah tersebut akan menentukan sifat–sifat fisika, fisika–kimia dan kimia tanah. Sebagai contoh, besarnya lapangan pertukaran dari ion–ion didalam tanah amat ditentukan oleh tekstur tanah (Hakim dkk, 1986).

Istilah tekstur digunakan untuk menunjukan ukuran partikel–partikel tanah. Tetapi apabila ukuran partikel tanah sudah diketahui digunakan istilah struktur. Struktur menunjukkan kombinasi atau susunan partikel–partikel tanah primer (pasir, debu dan liat) sampai pada partikel–partikel sekunder atau (ped) disebut juga agregat. Unit ini dipisahkan dari unit gabungan atau karena kelemahan permukaan. Struktur suatu horizon yang berbeda satu profil tanah merupakan satu ciri penting tanah, seperti warna, tekstur atau komposisi kimia (Foth, 1984).

Penamaan tekstur tanah berdasarkan kelas tekstur secara mudah didasarkan pada perbandingan massa dari ketiga fraksi yakni fraksi pasir, debu dan liat. Pengetahuan tentang tekstur tanah sangat penting, sebagai panduan nilai kemampuan lahan dan pengelolaan lahan. Umumnya tanah–tanah pertanian yang paling baik mengandung persen liat 10 – 20%, bahan organik 5 – 10% dan perbandingan yang sama antara pasir dan debu (Lubis, 2015).


(15)

f. Kadar Air Tanah

Bila air memasuki tanah, udara dalam tanah terdesak dan tanah menjadi basah; artinya seluruh ruang pori tanah terisi air. Tanah demikian dikatakan tanah jenuh air dan berada pada kemampuan retensi maksimum. Bila tebal lapisan air menipis, tegangan pada batas antara air dan udara meningkat dan akhirnya begitu besar sehingga menghentikan gerakan air ke bawah. Air dalam ruang pori makro tidak ada lagi, tetapi masih terdapat dalam pori mikro. Titik ini disebut kapasitas lapang. Kadar air juga dapat dinyakan dalam persen volume, yaitu persentase volume air terhadap volume tanah. Cara ini mempunyai keuntungan karena dapat memberikan gambaran tentang ketersediaan air bagi tumbuhan pada volume tanah tertentu (Hakim dkk, 1986).

Kadar air dinyatakan dalam persen, dimana terjadi transisi dari keadaan padat ke keadaan semi padat didefinisikan sebagai batas susut. Kadar air di mana terjadi transisi dari keadaan semi padat ke keadaan plastis didefinisikan sebagai batas plastis, dan untuk dari keadaan plastis ke keadaan cair didefinisikan sebagai batas cair. Batas–batas ini dikenal juga sebagai batas–batas Atterberg (Atterberg limits) (Syamsuddin, 2012).

Infiltrasi merupakan pergerakan air ke dalam tanah. Keadaan pori dan kandungan air merupakan faktor terpenting yang menentukan jumlah presipitasi yang masuk dengan cara infiltrasi dan jumlah aliran permukaan. Laju infiltrasi tinggi tidak hanya akan menaikkan jumlah air yang disimpan di dalam tanah untuk digunakan oleh tanaman tetapi juga mengurangi ancaman penggenangan dan erosi akibat aliran permukaan (Foth, 1984).


(16)

g. Struktur Tanah

Struktur tanah adalah penyusunan partikel–partikel tanah primer seperti pasir, debu dan liat membentuk agregat–agregat, yang satu agregat dengan lainnya dibatasi oleh bidang belah alami yang lemah. Agregat yang terbentuk secara alami disebut ped, sedangkan bongkah tanah hasil pengolahan tanah disebut clod. Struktur yang dapat memodifikasi pengaruh terkstur dalam hubungannya dengan kelembaban porositas, tersedia unsur hara, kegiatan jasad hidup dan pengaruh permukaan akar. Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir–butir tanah. Bentuk struktur dapat dibedakan menjadi: bentuk lempeng, bentuk prisma, bentuk gumpal dan bentuk spheroidel atau bulat (Syamsuddin, 2012).

Struktur berkembang tidak dari satu butir tunggal maupun dari keadaan pejal. Untuk menghasilkan ped harus ada beberapa mekanisme yang mengelompokkan partikel menjadi “cluster” (kelompok) dan yang dimaksud dengan cluster adalah ikatan yang kuat sehingga ped terbentuk. Akar tanaman merupakan penyebab utama bergeraknya partikel–partikel tanah sehingga berhubungan erat satu sama lainnya, akibat invasi akar ke dalam suatu daerah di dalam tanah dan perluasan berikutnya. Perpindahan air oleh akar menyebabkan pengikisan dan pemecahan tanah yang juga membantu pembentukan ped. Penyebab lain yang aktif dalam pembentukan ped adalah aktivitas hewan, kelembaban dan kekeringan, juga pembekuan dan pencairan (Foth, 1984).

Penggunaan Lahan Sub DAS

Keterkaitan antara penggunaan lahan dengan tatanan air dalam suatu DAS dapat didekati dari nilai koefisien limpasan. Nilai koefisien limpasan ini dipengaruhi oleh faktor alami (kondisi geologi, kemiringan lereng dan curah


(17)

hujan) dan kondisi aktual (penggunaan lahan). Kenaikan nilai koefisien ini terutama disebabkan semakin luasnya kawasan terbangun dan berkurangnya luas daerah tegalan dan hutan (Wibowo, 2005).

Beberapa penggunaan lahan melibatkan penebangan pohon, tetapi untuk maksud tujuan pemungutan hasil hutan minor yang didefinisikan sebagai kegiatan penanaman yang tidak melibatkan penebangan pohon yang signifikan. Biasanya dampak pemungutan hasil hutan minor terhadap ekosistem hutan hanya kecil saja, sehingga berlaku suatu sistem pemanenan yang terus menerus. Beberapa contoh penggunaan hasil hutan minor mencakup pengambilan bahan pangan (ubi liar, rebung, buah–buahan dan biji–bijian), tumbuhan obat, tumbuhan beracun, pengumpulan berbagai bagian tumbuhan untuk penyamakan atau pewarnaan, pemotongan rotan untuk pembuatan keranjang atau perabot rumah tangga, penyadapan damar, pengumpulan madu dan lain–lain (Hamilton dan King, 1997).

Pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya akan menurunkan produktivitas lahan. Penurunan kesuburan tanah antara lain disebabkan oleh erosi, penurunan kandungan bahan organik tanah, kehilangan

hara melalui panen, dan kebiasaan membakar sisa–sisa tanaman (Tala'ohu et al. 2003; Nurdin, 2011).

Penelitian Saribun (2007) menyatakan bahwa kandungan bahan organik tanah yang tinggi pada penggunaan lahan hutan pinus diduga terjadi karena kualitas dan kuantitas masukkan sumber bahan organik, aktivitas organisme, dan serasah yang lebih banyak dalam menekan proses erosi. Bahan organik ini sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya bobot isi. Bahan organik berupa daun, ranting dan sebagainya yang belum hancur dan menutupi permukaan tanah,


(18)

merupakan pelindung tanah terhadap kekuatan perusak butir–butir air hujan yang jatuh. Bahan organik tersebut menghambat aliran air di atas permukaan tanah sehingga mengalir dengan lambat sehingga keadaan top soil pun lebih terjaga, jika bahan organik lebih banyak maka dengan sendirinya bobot isi akan semakin membaik. Faktor lain yang memungkinkan nilai bobot isi pada lahan hutan pinus lebih rendah adalah adanya tajuk vegetasi yang lebih rapat dan teratur sehingga akan memungkinkan lebih banyak butiran air hujan yang dapat diintersepsi, tajuk tanaman akan menyerap dampak air hujan dan membiarkan air jatuh dengan lembut ke tanah tanpa memecahkan agregat, dan menyebabkan kesempatan jatuhnya butiran air hujan langsung ke permukaaan tanah lebih kecil. Keadaan ini memberikan kesempatan butiran hujan masuk ke dalam tanah sebagai air infiltrasi dan perkolasi.

Keberadaan pohon disepanjang tebing sangat mempengaruhi stabilitas tebing melalui fungsi perakaran yang melindungi tanah sehingga mempengaruhi ketahanan geser (shear strength) tanah. Besarnya ketahanan geser tanah ditentukan oleh karakteristik sifat fisik tanah (meliputi kandungan liat dan debu, porositas dan kadar air). Akar pohon dapat berfungsi dalam mempertahankan stabilitas tebing melalui dua mekanisme yaitu : (1) mencengkeram tanah lapisan atas (0 – 5 cm) dan (2) mengurangi daya dorong massa tanah akibat pecahnya gumpalan tanah. Peran perakaran pohon dalam meningkatkan ketahanan geser tanah ditentukan oleh umur tanaman, total panjang akar, diameter akar dan kandungan lignin perakaran (Delvian, 2010).

Sebagai salah satu organ tanaman, akar berperan penting pada saat tanaman merespons kekurangan air dengan cara mengurangi laju transpirasi untuk


(19)

menghemat air. Pada umumnya tanah mengering selama musim kemarau, keadaan ini menghambat pertumbuhan akar di lapisan tanah yang dangkal, karena sel–selnya tidak dapat mempertahankan turgor yang diperlukan untuk pemanjangan. Akar yang terdapat di lapisan tanah lebih dalam masih dikelilingi oleh tanah yang lembab, sehingga akar tersebut akan terus tumbuh. Dengan demikian sistem akar akan memperbanyak diri dengan cara memaksimumkan pemaparan air tanah. Salah satu karakter penting untuk dievaluasi adalah morfologi akar, karena kemampuan akar mengabsorbsi air dengan memaksimalkan sistem perakaran. Tanaman dengan volume akar yang besar akan mampu mengabsorbsi air lebih banyak sehingga mampu bertahan pada kondisi kekurangan air mengembangkan sistem perakaran yang dalam dapat mengekstrak air di lapisan tanah yang lebih dalam (Ai dan Torey, 2013).

Penetrasi berbagai perakaran tanaman ke dalam profil tanah pada sistem agroforestri dapat menciptakan lapisan subsoil yang granuler dan menciptakan pori yang tidak mudah tersumbat sehingga memacu perkembangan mikro morfologi tanah. Kombinasi antara adanya penetrasi akar tanaman, bahan organik tanah, aktivitas biota tanah dan stabilitas sifat fisik tanah akan memperbaiki porositas dan ekosistem mikro tanah. Pengembangan sistem agroforestri di lahan marginal masam (Ultisol dan Oxsisol) yang kahat hara P, menunjukan bahwa penerapan sistem ini mampu meningkatkan kandungan P–total tanah, peningkatan P–labil yang didominasi oleh P–organik labil (Delvian, 2010).


(1)

Misalnya dalam notasi Munsell 10 YR 6/4; 10YR adalah kilap, 6 adalah nilai dan 4 adalah khroma. Warnanya coklat kuning yang terang (Foth, 1984).

e. Tekstur Tanah

Tekstur tanah ialah perbandingan relatif (dalam persen) fraksi–fraksi pasir, debu dan liat. Oleh karena komposisi ketiga fraksi butir–butir tanah tersebut akan menentukan sifat–sifat fisika, fisika–kimia dan kimia tanah. Sebagai contoh, besarnya lapangan pertukaran dari ion–ion didalam tanah amat ditentukan oleh tekstur tanah (Hakim dkk, 1986).

Istilah tekstur digunakan untuk menunjukan ukuran partikel–partikel tanah. Tetapi apabila ukuran partikel tanah sudah diketahui digunakan istilah struktur. Struktur menunjukkan kombinasi atau susunan partikel–partikel tanah primer (pasir, debu dan liat) sampai pada partikel–partikel sekunder atau (ped) disebut juga agregat. Unit ini dipisahkan dari unit gabungan atau karena kelemahan permukaan. Struktur suatu horizon yang berbeda satu profil tanah merupakan satu ciri penting tanah, seperti warna, tekstur atau komposisi kimia (Foth, 1984).

Penamaan tekstur tanah berdasarkan kelas tekstur secara mudah didasarkan pada perbandingan massa dari ketiga fraksi yakni fraksi pasir, debu dan liat. Pengetahuan tentang tekstur tanah sangat penting, sebagai panduan nilai kemampuan lahan dan pengelolaan lahan. Umumnya tanah–tanah pertanian yang paling baik mengandung persen liat 10 – 20%, bahan organik 5 – 10% dan perbandingan yang sama antara pasir dan debu (Lubis, 2015).


(2)

f. Kadar Air Tanah

Bila air memasuki tanah, udara dalam tanah terdesak dan tanah menjadi basah; artinya seluruh ruang pori tanah terisi air. Tanah demikian dikatakan tanah jenuh air dan berada pada kemampuan retensi maksimum. Bila tebal lapisan air menipis, tegangan pada batas antara air dan udara meningkat dan akhirnya begitu besar sehingga menghentikan gerakan air ke bawah. Air dalam ruang pori makro tidak ada lagi, tetapi masih terdapat dalam pori mikro. Titik ini disebut kapasitas lapang. Kadar air juga dapat dinyakan dalam persen volume, yaitu persentase volume air terhadap volume tanah. Cara ini mempunyai keuntungan karena dapat memberikan gambaran tentang ketersediaan air bagi tumbuhan pada volume tanah tertentu (Hakim dkk, 1986).

Kadar air dinyatakan dalam persen, dimana terjadi transisi dari keadaan padat ke keadaan semi padat didefinisikan sebagai batas susut. Kadar air di mana terjadi transisi dari keadaan semi padat ke keadaan plastis didefinisikan sebagai batas plastis, dan untuk dari keadaan plastis ke keadaan cair didefinisikan sebagai batas cair. Batas–batas ini dikenal juga sebagai batas–batas Atterberg (Atterberg limits) (Syamsuddin, 2012).

Infiltrasi merupakan pergerakan air ke dalam tanah. Keadaan pori dan kandungan air merupakan faktor terpenting yang menentukan jumlah presipitasi yang masuk dengan cara infiltrasi dan jumlah aliran permukaan. Laju infiltrasi tinggi tidak hanya akan menaikkan jumlah air yang disimpan di dalam tanah untuk digunakan oleh tanaman tetapi juga mengurangi ancaman penggenangan dan erosi akibat aliran permukaan (Foth, 1984).


(3)

g. Struktur Tanah

Struktur tanah adalah penyusunan partikel–partikel tanah primer seperti pasir, debu dan liat membentuk agregat–agregat, yang satu agregat dengan lainnya dibatasi oleh bidang belah alami yang lemah. Agregat yang terbentuk secara alami disebut ped, sedangkan bongkah tanah hasil pengolahan tanah disebut clod. Struktur yang dapat memodifikasi pengaruh terkstur dalam hubungannya dengan kelembaban porositas, tersedia unsur hara, kegiatan jasad hidup dan pengaruh permukaan akar. Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir–butir tanah. Bentuk struktur dapat dibedakan menjadi: bentuk lempeng, bentuk prisma, bentuk gumpal dan bentuk spheroidel atau bulat (Syamsuddin, 2012).

Struktur berkembang tidak dari satu butir tunggal maupun dari keadaan pejal. Untuk menghasilkan ped harus ada beberapa mekanisme yang mengelompokkan partikel menjadi “cluster” (kelompok) dan yang dimaksud dengan cluster adalah ikatan yang kuat sehingga ped terbentuk. Akar tanaman merupakan penyebab utama bergeraknya partikel–partikel tanah sehingga berhubungan erat satu sama lainnya, akibat invasi akar ke dalam suatu daerah di dalam tanah dan perluasan berikutnya. Perpindahan air oleh akar menyebabkan pengikisan dan pemecahan tanah yang juga membantu pembentukan ped. Penyebab lain yang aktif dalam pembentukan ped adalah aktivitas hewan, kelembaban dan kekeringan, juga pembekuan dan pencairan (Foth, 1984).

Penggunaan Lahan Sub DAS

Keterkaitan antara penggunaan lahan dengan tatanan air dalam suatu DAS dapat didekati dari nilai koefisien limpasan. Nilai koefisien limpasan ini dipengaruhi oleh faktor alami (kondisi geologi, kemiringan lereng dan curah


(4)

hujan) dan kondisi aktual (penggunaan lahan). Kenaikan nilai koefisien ini terutama disebabkan semakin luasnya kawasan terbangun dan berkurangnya luas daerah tegalan dan hutan (Wibowo, 2005).

Beberapa penggunaan lahan melibatkan penebangan pohon, tetapi untuk maksud tujuan pemungutan hasil hutan minor yang didefinisikan sebagai kegiatan penanaman yang tidak melibatkan penebangan pohon yang signifikan. Biasanya dampak pemungutan hasil hutan minor terhadap ekosistem hutan hanya kecil saja, sehingga berlaku suatu sistem pemanenan yang terus menerus. Beberapa contoh penggunaan hasil hutan minor mencakup pengambilan bahan pangan (ubi liar, rebung, buah–buahan dan biji–bijian), tumbuhan obat, tumbuhan beracun, pengumpulan berbagai bagian tumbuhan untuk penyamakan atau pewarnaan, pemotongan rotan untuk pembuatan keranjang atau perabot rumah tangga, penyadapan damar, pengumpulan madu dan lain–lain (Hamilton dan King, 1997).

Pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya akan menurunkan produktivitas lahan. Penurunan kesuburan tanah antara lain disebabkan oleh erosi, penurunan kandungan bahan organik tanah, kehilangan

hara melalui panen, dan kebiasaan membakar sisa–sisa tanaman (Tala'ohu et al. 2003; Nurdin, 2011).

Penelitian Saribun (2007) menyatakan bahwa kandungan bahan organik tanah yang tinggi pada penggunaan lahan hutan pinus diduga terjadi karena kualitas dan kuantitas masukkan sumber bahan organik, aktivitas organisme, dan serasah yang lebih banyak dalam menekan proses erosi. Bahan organik ini sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya bobot isi. Bahan organik berupa daun, ranting dan sebagainya yang belum hancur dan menutupi permukaan tanah,


(5)

merupakan pelindung tanah terhadap kekuatan perusak butir–butir air hujan yang jatuh. Bahan organik tersebut menghambat aliran air di atas permukaan tanah sehingga mengalir dengan lambat sehingga keadaan top soil pun lebih terjaga, jika bahan organik lebih banyak maka dengan sendirinya bobot isi akan semakin membaik. Faktor lain yang memungkinkan nilai bobot isi pada lahan hutan pinus lebih rendah adalah adanya tajuk vegetasi yang lebih rapat dan teratur sehingga akan memungkinkan lebih banyak butiran air hujan yang dapat diintersepsi, tajuk tanaman akan menyerap dampak air hujan dan membiarkan air jatuh dengan lembut ke tanah tanpa memecahkan agregat, dan menyebabkan kesempatan jatuhnya butiran air hujan langsung ke permukaaan tanah lebih kecil. Keadaan ini memberikan kesempatan butiran hujan masuk ke dalam tanah sebagai air infiltrasi dan perkolasi.

Keberadaan pohon disepanjang tebing sangat mempengaruhi stabilitas tebing melalui fungsi perakaran yang melindungi tanah sehingga mempengaruhi ketahanan geser (shear strength) tanah. Besarnya ketahanan geser tanah ditentukan oleh karakteristik sifat fisik tanah (meliputi kandungan liat dan debu, porositas dan kadar air). Akar pohon dapat berfungsi dalam mempertahankan stabilitas tebing melalui dua mekanisme yaitu : (1) mencengkeram tanah lapisan atas (0 – 5 cm) dan (2) mengurangi daya dorong massa tanah akibat pecahnya gumpalan tanah. Peran perakaran pohon dalam meningkatkan ketahanan geser tanah ditentukan oleh umur tanaman, total panjang akar, diameter akar dan kandungan lignin perakaran (Delvian, 2010).

Sebagai salah satu organ tanaman, akar berperan penting pada saat tanaman merespons kekurangan air dengan cara mengurangi laju transpirasi untuk


(6)

menghemat air. Pada umumnya tanah mengering selama musim kemarau, keadaan ini menghambat pertumbuhan akar di lapisan tanah yang dangkal, karena sel–selnya tidak dapat mempertahankan turgor yang diperlukan untuk pemanjangan. Akar yang terdapat di lapisan tanah lebih dalam masih dikelilingi oleh tanah yang lembab, sehingga akar tersebut akan terus tumbuh. Dengan demikian sistem akar akan memperbanyak diri dengan cara memaksimumkan pemaparan air tanah. Salah satu karakter penting untuk dievaluasi adalah morfologi akar, karena kemampuan akar mengabsorbsi air dengan memaksimalkan sistem perakaran. Tanaman dengan volume akar yang besar akan mampu mengabsorbsi air lebih banyak sehingga mampu bertahan pada kondisi kekurangan air mengembangkan sistem perakaran yang dalam dapat mengekstrak air di lapisan tanah yang lebih dalam (Ai dan Torey, 2013).

Penetrasi berbagai perakaran tanaman ke dalam profil tanah pada sistem agroforestri dapat menciptakan lapisan subsoil yang granuler dan menciptakan pori yang tidak mudah tersumbat sehingga memacu perkembangan mikro morfologi tanah. Kombinasi antara adanya penetrasi akar tanaman, bahan organik tanah, aktivitas biota tanah dan stabilitas sifat fisik tanah akan memperbaiki porositas dan ekosistem mikro tanah. Pengembangan sistem agroforestri di lahan marginal masam (Ultisol dan Oxsisol) yang kahat hara P, menunjukan bahwa penerapan sistem ini mampu meningkatkan kandungan P–total tanah, peningkatan P–labil yang didominasi oleh P–organik labil (Delvian, 2010).