Perlindungan Hukum Perjanjian Kredit Perbankan Terhadap Suami atau Istri Terkait Dengan Jaminan Harta Bersama (Studi Pada PT. Bank Mandiri, Tbk Cabang Imam Bonjol Medan) Chapter III V

BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA KEKAYAAN PERKAWINAN

A. Harta Bersama Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan
Kata harta bersama terdiri dari dua suku kata yaitu “harta” dan “bersama”.
Secara etimologi, harta mengandung dua pengertian yaitu: Pertama, barangbarang (uang dan sebagainya) yang menjadi kekayaan. Kedua, kekayaan berwujud
dan tidak berwujud yang bernilai dan yang menurut hukum dimiliki
perusahaan.” 30
Dalam peraturan perundang-undangan, istilah “harta bersama” telah
dipakai sejak tahun 1974 dengan berlakunya Undang-Undang No.1 Tahun 1974
tentang Perkawinan tanggal 2 Januari 1974, yang berlaku efektif dengan
diberlakukannya Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tanggal 1 April 1975.
Pasal 35 ayat (1) UUP, istilah harta bersama dipakai untuk harta benda
yang diperoleh selama perkawinan saja.Artinya harta yang diperoleh selama
tenggang waktu, antara saat peresmian perkawinan, sampai perkawinan terputus,
baik terputus karena kematian salah seorang diantara mereka (cerai mati), maupun
karena pererianan (cerai hidup).Dengan demikian, harta yang telah dipunyai pada
saat dibawa masuk ke dalam perkawinan terletak di luar harta bersama.


30

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi II,
(Jakarta : Balai Pustaka, 1999). hlm. 342.

27
Universitas Sumatera Utara

28

Timbulnya harta bersama dalam perkawinan dimulai sejak seorang pria
dengan seseorang wanita terikat dalam perkawinan sebagai suami isteri.Sejak itu
tumbuhlah harta bersama yang dilembagakan peristilahannya dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia. Secara eksplisit ketentuan yang diatur Pasal 35
ayat (1) Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 menjelaskan, tentang
batasan yang harus dipedomani supaya harta dalam perkawinan menjadi harta
bersama, yaitu harta yang diperoleh selama dalam ikatan perkawinan akan
menjadi harta bersama, sedangkan harta bawaan, warisan atau pemberian yang
secara khusus kepada masing-masing suami isteri akan menjadi harta masingmasing suami isteri tersebut selama tidak ada perjanjian lain yang mengatur
tentang hal tersebut.

Ketentuan di atas tak menyebutkan darimana atau dari siapa harta tersebut
berasal, sehingga yang termasuk dalam harta bersama adalah : 31
a. Hasil dan pendapatan suami;
b. Hasil dan pendapatan isteri;
c. Hasil dan pendapatan dari harta pribadi suami atau isteri sekalipun harta
pokoknya tidak termasuk dalam harta bersama, asal kesemuanya itu
diperoleh sepanjang perkawinan.
Hal itu adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 35 ayat (1) yang dengan
tegas mengatakan, bahwa “harta benda yang diperoleh selama perkawinan
menjadi harta bersama.”Di sini tidak dibedakan darimana atau dari siapa harta
benda tersebut berasal.Pengertian “harta benda” dalam Pasal 35 UUP, bisa

31

J. Satrio, Hukum Harta Perkawinan, (Bandung :Citra Aditya Bakti, 1991), hlm.190.

Universitas Sumatera Utara

29


menimbulkan salah pengertian, karena harta benda dalam kata sehari-hari
menunjuk kepada segi aktiva saja.Kata “harta benda” di sini ditafsirkan sebagai
vermogen atau harta kekayaan, karena di dalam kata harta kekayaan termasuk
pula semua passsiva atau hutang-hutangnya.
Dengan demikian, semua harta yang ada, termasuk semua hutang-hutang
yang sudah ada, pada waktu perkawinan dilangsungkan, pada asasnya adalah hak
(milik) dan kewajiban suami atau isteri yang mempunyai harta atau hutang
tersebut. Apabila dibandingkan antara harta bersama disini dengan harta persatuan
menurut KUHPerdata, maka terdapat perbedaan yang besar sekali sebab harta
persatuan asasnya meliputi : 32
a. Semua harta / hak-hak yang dipunyai suami dan isteri sebelum perkawinan.
b. Semua kewajiban-kewajiban / hutang- hutang suami dan isteri yang sudah ada
sebelum perkawinan.
c. Semua hasil dan pendapatan suami dan isteri sepanjang perkawinan.
d. Semua hibahan warisan yang diperoleh suami isteri sepanjang perkawinan,
kecuali si pemberi hibah / warisan menentukan lain (dan tentunya kalau suami
dan isteri dalam perjanjian kawin membuat ketentuan yang menyimpang).
Sedang harta bersama pada asasnya meliputi :
a. Hasil dan pendapatan suami isteri sepanjang perkawinan.
b. Hasil yang dikeluarkan dari harta pribadi suami isteri sepanjang perkawinan.

Harta yang
dilangsungkan tidak

32

sudah dimiliki suami

isteri pada

saat

perkawinan

masuk ke dalam harta bersama, kecuali mereka

Ibid. hlm. 191.

Universitas Sumatera Utara

30


memperjanjikan lain. Harta ini dapat disebut harta pribadi suami isteri, menurut
Pasal 35 ayat (2) UUP, dapat pula dibedakan atau terdiri dari :
a. Harta bawaan suami isteri yang bersangkutan.
b. Harta yang diperoleh suami isteri sebagai hadiah atau warisan.
Untuk selanjutnya harta ini disebut harta pribadi dan harta pribadi warisan
suami / isteri. Harta bawaan dalam Undang-Undang maupun dalam Penjelasan
atas UUP, tidak ada penjelasan lebih lanjut tetapi mengingat bahwa apa yang
diperoleh sepanjang perkawinan masuk dalam kelompok harta bersama maka
yang dimaksud di sini adalah harta yang dibawa oleh atau yang sudah ada pada
suami dan atau isteri ke dalam perkawinan.
M.Yahya Harahap memberikan lima patokan dalam menentukan lingkup
harta bersama, yaitu : 33
a. Harta yang dibeli (diperoleh) selam perkawinan;
b. Harta yang dibeli dan dibangun setelah perceraian dari harta bersama;
c. Harta yang dapat dibuktikan diperoleh selam perkawinan;
d. Pengahasilan harta bersama dan harta bawaan;
e. Semua pengahasilan harta pribadi suami isteri.
Walaupun tidak disebutkan dengan tegas dalam Pasal 35 ayat ( 2 ), tetapi
kalau kita mengingat pada ketentuan Pasal 35 ayat ( 1 ), maka ketentuan mengenai

Harta Pribadi Hibahan Dan Warisan, kiranya hanyalah meliputi hibahan atau
warisan suami isteri yang diperoleh sepanjang perkawinan saja.

33

M.Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta :
Pustaka Kartini, 1995), hlm.302.

Universitas Sumatera Utara

31

Pasal 35 ayat (2) mengandung suatu asas yang sama sekali berlainan
dengan asas yang dianut dalam KUHPerdata. Menurut Pasal 35 ayat (2), semua
harta-harta hibahan dan harta warisan yang diterima suami isteri, secara otomatis
(demi hukum) artinya tanpa yang bersangkutan harus memperjanjikannya menjadi
harta pribadi suami isteri yang bersangkutan. Penyimpangan baru dan hanya
terjadi, kalau para piahak menentukan lain.
Untuk menentukan harta dalam perkawinan menjadi harta bersama sangat
penting dalam kehidupan berumah tangga. Sebab dengan demikian jelaslahstatus

harta dalam perkawinan yang akan memperkecil kemungkinan terjadinya
sengketa harta bersama antara suami isteri. Sehingga perlu diketahui prinsipprinsip yang dapat dijadikan pedoman dalam menentukan harta dalam perkawinan
menjadi harta bersama.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk menentukan suatu harta
dalam perkawinan menjadi harta bersama, yaitu sebagai berikut :
1. Waktu terbentuknya harta bersama.
Pasal 35 ayat (1) UUP telah menegaskan bahwa : harta benda yang
diperoleh selama perkawian menjadi harta bersama. Dari bunyi pasal tersebut
berarti terbentuknya harta bersama dalam perkawinan adalah sejak saat tanggal
aqad perkawinan sampai putusnya ikatan perkawinan.Hal ini sangat penting untuk
diketahui karena dapat membawa akibat terhadap jumlah harta tersebut, terutama
harta yang dapat tumbuh dengan berjalannya waktu, misalnya tabungan di bank
maupun harta dalam bentuk hutang.Untuk harta dalam bentuk hutang karena
merupakan beban, maka waktu melakukan transaksi hutang harus benar-benar

Universitas Sumatera Utara

32

dicatat / diingat sehingga memudahkan dalam menentukan harta mana untuk

pembayarannya.
M.Yahya Harahap menyatakan terbentuknya harta bersama dilihat dari
segi waktu terbentuknya harus memenuhi 3 syarat, yaitu harta tersebut
diperoleh: 34
1. Selama masa ikatan perkawinan;
2. Bukan harta warisan;
3. Bukan harta pemberian / hibah yang khusus kepada salah satu pihak.
Keadaan ini sepanjang tidak ditentukan lain oleh suatu perjanjian yang
dapat diadakan oleh suami dan isteri, karena meskipun harta warisan atau
pemberian yang khusus maka harta tersebut akan menjadi harta bersama.

2. Harta yang dibeli dan dibangun dari harta bersama.
Diantara cara menentukan suatu harta perkawinan menjadi harta bersama
adalah dengan melihat asal uang pembelian. Jika harta benda itu dibeli dari uang
yang berasal dari harta bersama, maka harta yang dibeli tersebut termasuk
menjadi harta bersama.Jadi yang dijadikan ukuran dalam pembelian tersebut
adalah asal usul pembeliannya. Dengan demikian tidak dipersoalkan siapa yang
membeli atau membangun dan terdaftar atas nama siapa, suami atau isteri, atau
dimana tempat harta benda itu terletak serta apakah pembeliannya dilakukan
ketika bercerai atau masih dalam ikatan perkawinan. 35


34
35

Ibid., hlm. 299.
Ibid., hlm. 300.

Universitas Sumatera Utara

33

3. Penghasilan harta bersama dan harta bawaan.
Penghasilan

adalah

harta

yang


timbul

disebabkan

tumbuh

dan

berkembangnya harta lain, dalam hal ini adalah dari harta bersama maupun harta
bawaan atau harta pribadi suami isteri. Penghasilan menunjukkan adanya investasi
yang dilakukan dengan menggunakan harta bersama maupun harta bawaan atau
harta pribadi suami dan isteri.Investasi berarti penanaman modal itu berasal dari
harta bersama atau harta bawaan atau harta pribadi suami dan isteri.Usaha yang
dapat menghasilkan keuntungan dapat dalam bentuk penyertaan saham suatu
perusahaan, tabungan deposito bank dan lain sebagainya.
Penegasan ini menunjukkan bahwa harta yang merupakan keuntungan dari
suatu usaha yang dilakukan oleh suami atau isteri akan menjadi harta bersama.
Dan dengan dimasukkannya penghasilan harta bawaan / pribadi menjadi harta
bersama menunjukkan bahwa fungsi harta pribadi adalah mendukung tumbuhnya
harta bersama dalam perkawinan guna kesejahteraan keluarga / rumah tangga.

4. Segala penghasilan suami isteri dalam perkawinan.
Suami merupakan orang yang paling bertanggung jawab terhadap
pemenuhan keperluan keluarga dalam rumah tangga, sebagaimana Pasal 34 UUP,
namun isteri selalu ikut berperan untuk membantu suami guna memenuhi
keperluan rumah tangga tersebut. Suami isteri ikut bekerja atau mempunyai usaha
yang menghasilkan uang maka penghasilan suami dan isteri tersebut menjadi
harta bersama dalam perkawinan.
Penghasilan suami menjadi harta bersama merupakan sesuatu yang wajar,
sebab peran dan kewajiban suami dalam keluarga. Namun demikian adalah

Universitas Sumatera Utara

34

sesuatu yang logis jika penghasilan isteri juga menjadi harta bersama, meski ia
tidak ikut memiliki kewajiban. Karena pada dasarnya isteri bekerja atau berusaha
atas dasar persetujuan suami sebagai kepala keluarga, sedangkan peran isteri,
seperti diatur dalam Pasal 31 ayat (3) Undang – Undang No.1 Tahun 1974 adalah
sebagai ibu rumah tangga, yang wajib mengatur urusan rumah tangga. Oleh
karena itu segala penghasilan suami akan jatuh menjadi harta bersama. Akan
tetapi semua itu sepanjang suami isteri tidak mengadakan perjanjian.

B. Pengurusan Harta Kekayaan Perkawinan dikaitkan dengan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974
Harta kekayaan termasuk dalam sistem hukum kebendaan.Hukum
kekayaan dalam KUHPerdata termasuk dalam Buku II tentang benda.Hukum
kekayaan mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan
uang.Harta kekayaan perkawinan juga merupakan hal yang berhubungan dengan
kekayaan seseorang, yaitu jumlah segala hak dan kewajiban orang itu, dinilai
dengan uang, yang terdapat dalam suatu perkawinan atau merupakan akibat dari
suatu perkawinan.Hubungan antara hukum harta kekayaan perkawinan dengan
hukum kekayaan di dasarkan pemikiran bahwa hukum harta perkawinan mengatur
akibat-akibat hukum dalam lapangan harta kekayaan di dalam keluarga.Hukum
harta kekayaan perkawinan mengatur tentang kekayaan suami isteri dan juga
menyangkut kepentingan pihak ke tiga.
Pemikiran tersebut diatas menimbulkan suatu pendapat bahwa hukum
harta

kekayaan

perkawinan

seharusnya

termasuk

di

dalam

hukum

kekayaan.Namun akibat perkawinan tidak hanya menimbulkan hubungan hukum

Universitas Sumatera Utara

35

antara suami isteri tetapi juga hubungan tentang harta kekayaannya.Akibat-akibat
perkawinan yang tidak saja meliputi akibat terhadap diri pribadi suami isteri tetapi
juga akibat terhadap kekayaan mereka pengaturannya termasuk ke dalam hukum
keluarga.Sehingga mengenai hukum harta kekayaan perkawinan ini tidak dapat
dimasukkan dalam Buku II tentang benda atau dalam hukum kekayaan.Hukum
harta kekayaan perkawinan lebih merupakan bagian dari hukum keluarga atau
termasuk dalam Buku I tentang orang dalam KUHPerdata. Hukum keluarga
mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan
kekeluargaan, yaitu: perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum
kekayaan antara suami dan isteri, hubungan antara orang tua dan anak, pewalian.
Bagian terpenting dari hukum keluarga adalah mengenai hukum perkawinan. 36
Hukum perkawinan meliputi hukum yang mengatur hubungan hukum
suami isteri dalam perkawinan dan hukum harta kekayaan perkawinan.Hukum
perkawinan adalah keseluruhan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan
suatu perkawinan.Hukum harta kekayaan perkawinan adalah peraturan hukum
yang mengatur akibat-akibat perkawinan terhadap harta kekayaan suami isteri
yang telah melangsungkan perkawinan.Pembagian hukum perkawinan tersebut
didasarkan pada akibat hukum yang muncul dari perkawinan, yaitu akibat
perkawinan terhadap diri pribadi suami isteri dan akibat perkawinan terhadap
harta kekayaan perkawinan.
Diberlakukannya UUP, dimaksudkan sebagai unifikasi hukum perkawinan
dengan memperhatikan nilai-nilai yang dianut dan diyakini masyarakat.
36

Ali Afandi, Hukum Waris,Hukum Keluarga,Hukum Pembuktian menurut Kitab
Undang Undang Hukum Perdata (BW), (Jakarta: Bina Aksara,1986), hlm.93.

Universitas Sumatera Utara

36

Masyarakat Indonesia mengaku dan meyakini nilai-nilai agama yang didasarkan
KeTuhanan Yang Maha Esa, oleh karena itu prinsip perkawinan didasarkan
hukum agama dan kepercayaannya masing-masing.Oleh karena perkawinan tidak
hanya menimbulkan hubungan dengan manusianya tetapi juga tentang harta
kekayaannya sehingga hukum juga mengatur tentang hukum harta kekayaan
perkawinan.
Harta kekayaan merupakan kebendaan yang dimiliki oleh seseorang
sehingga pengaturan hak-haknya didasarkan pada sistem hukum benda.Di dalam
hukum benda, salah satu bentuk hak kebendaan adalah hak milik.Hukum
kekayaan menegaskan mengenai hak kebendaan sebagai suatu hak yang paling
sempurna atas suatu benda yang dimiliki oleh seseorang. Seorang yang memiliki
hak milik atas suatu benda dapat berbuat apa saja dengan benda itu (menjual,
menggadaikan, memberikan bahkan merusak), asal tidak melangar undangundang atau hak orang lain. Mengenai hak milik, dengan diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria (UUPA) dapat dibedakan menjadi hak milik atas tanah dan hak milik
bukan tanah.
Di dalam hukum harta kekayaan perkawinan, pengaturan mengenai hak
milik seseorang berbeda dengan hak milik dalam hukum benda. Hak milik
seseorang dalam perkawinan akan berubah statusnya menjadi harta kekayaan
perkawinan. Di dalam UUP, mengenai harta kekayaan perkawinan diatur dalam
Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37 UUP, Pasal 35 UUP mengatur bahwa harta benda
yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama dan harta bawaan dari

Universitas Sumatera Utara

37

masing-masing suami isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing
sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing
sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Nampak bahwa UUP mengenal 2
(dua) kelompok harta, yaitu :
1. Harta Bersama
Harta bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan.Jadi
merupakan harta yang diperoleh dari pendapatan suami dan pendapatan isteri
selama perkawinan atau dalam perkawinan mereka.Yaitu dihitung sejak
perkawinan dilangsungkan sampai putusnya perkawinan, baik karena cerai mati
(salah satu meninggal dunia) maupun karena cerai hidup (karena perceraian).
2. Harta Pribadi
Harta pribadi adalah harta yang sudah dimiliki suami atau isteri pada saat
perkawinan dilangsungkan tidak masuk kedalam harta bersama, kecuali
diperjanjikan lain. Menurut Pasal 35 Ayat (2) KUHP, harta pribadi suami atau
isteri terdiri dari :
a. Harta bawaan suami atau isteri yang bersangkutan adalah harta yang dibawa
oleh suami dan atau isteri ke dalam perkawinan.
b. Harta yang diperoleh suami atau isteri sebagai hadiah atau warisan.
Berdasarkan pembagian harta kekayaan perkawinan tersebut, maka dalam
hal hak milik termasuk dalam harta bersama statusnya akan berubah. Hak milik
tidak lagi merupakan hak istimewa yang dimiliki seseorang melainkan menjadi
hak istimewa yang dimiliki bersama oleh suami isteri.Hak milik yang
dimaksudkan dalam harta bersama tersebut termasuk juga hak milik atas

Universitas Sumatera Utara

38

tanah.Perubahan status hak milik yang merupakan hak milik dalam harta bersama
mengakibatkan perubahan terhadap kewenangan pengurusnya. Seorang yang
memiliki hak milik berwenang untuk berbuat apa saja terhadap bendanya
(menjual, menggadaikan, memberikan bahkan merusak), sepanjang tidak
melanggar undang-undang atau hak orang lain. Namun dalam hal hak milik
merupakan hak milik dalam harta bersama maka wewenang pengurusannya diatur
berdasarkan UUP.
Di dalam UUP, pengurusan harta bersama merupakan wewenang suami
isteri.Wewenang suami isteri terhadap harta bersama dapat dilihat dalam Pasal 36
Ayat (1) UUP, yang mengatur bahwa mengenai harta bersama, suami dan isteri
dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. Hal ini berarti wewenang atau
kekuasaan atau hak suami dan isteri sama besarnya. Oleh karena itu suami atau
isteri dapat menggunakan atau melakukan perbuatan hukum terhadap harta
bersama mereka, tetapi dengan syarat harus ada persetujuan dari pihak lainnya
(suami/isteri) karena ada hak pihak tersebut juga diatasnya.Suami dan isteri
bersama-sama berhak atas harta bersama karena kedudukan suami dan isteri yang
seimbang di dalam rumah tangga maupun di dalam masyarakat. Seperti yang
ditegaskan di dalam Pasal 31 ayat (1) UUP bahwa hak dan kedudukan isteri
adalah seimbang dengan hak lain kedudukan suami dalam rumah tangga dan
pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
Akibat kedudukan suami dan isteri yang seimbang itu, wewenang atas
harta bersama pun seimbang.Dikaitkan dengan wewenang suami isteri terhadap
harta bersama, maka baik suami maupun isteri bisa melakukan perbuatan hukum

Universitas Sumatera Utara

39

atas harta bersama, seperti misalnya menjaminkan harta bersama sebagai agunan
kredit, namun tetap harus dengan persetujuan suami/ isteri-nya. Benda-benda yang
termasuk harta bawaan dari suami dan isteri menurut Pasal 35 Ayat (2) UUP,
tetap berada di bawah penguasaannya masing-masing sepanjang para pihaknya
tidak menentukan lain. Selanjutnya di dalam Pasal 36 Ayat (2) Undang-Undang
yang sama, dikatakan bahwa terhadap harta bawaan itu para pihak mempunyai
hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum. Dari Pasal 36 ayat (2) UUP
tersebut dapat disimpulkan bahwa suami dan isteri tetap mempunyai kekuasaan
atas harta pribadi masing-masing yang dibawah dalam perkawinan mereka. Suami
dan isteri mempunyai hak sepenuhnya, berarti masing-masing mempunyai hak
milik atas harta pribadinya dan karenanya mereka berhak untuk melakukan apa
saja terhadap harta pribadi.
C. Pengaturan Harta Bersama Menurut Hukum di Indonesia
1. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 35
sampai Pasal 37 dikemukakan bahwa harta benda yang diperoleh selama
perkawinan menjadi harta bersama. Masing-masing suami isteri terhadap harta
yang diperoleh sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah pengawasan masing
– masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Tentang harta bersama ini,
suami atau isteri dapat bertindak untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu
atas harta bersama itu atas persetujuan kedua belah pihak.Bahwa suami atau isteri
mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta

Universitas Sumatera Utara

40

bersama tersebut apabila perkawinan putus karena perceraian, maka harta bersama
tersebut diatur menurut hukum masing-masing.
Pasal 36 ayat (2) UUP jo Pasal 87 ayat (2) Komplikasi Hukum Islam
bahwa suami/isteri, mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan
hukum terhadap harta pribadi masing-masing. Mereka bebas menentukan terhadap
harta tersebut tanpa ikut campur suami atau isteri untuk menjualnya, dihibahkan
atau mengagunkan.Juga tidak diperlukan bantuan hukum dari suami/isteri untuk
melakukan tindakan hukum atas harta pribadinya.Tidak ada perbedaan
kemampuan antara suami isteri menguasai dan melakukan tindakan terhadap harta
benda mereka.Pembakuan istilah harta bersama sebagai terminus hukum yang
berwawasan nasional baru dilaksanakan pada tahun 1974 dengan berlakunya
UUP.Sebelum pembakuan istilah harta bersama tersebut dalam berbagai macam
istilah yang dipengaruhi oleh hukum adat dan hukum Islam sebagaimana tersebut
di atas.Meskipun dalam peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi telah
disebutkan dengan jelas istilah harta bersama terhadap harta yang diperoleh
selama berlangsungnya perkawinan, tetapi dalam praktek masih saja disebut
secara beragam sebagaimana sebelum berlakunya UUP.Namun hal ini
mempengaruhi keseragaman pengertian sebab yang dimaksud harta benda adalah
semua harta yang diperoleh selama dalam ikatan perkawinan berlangsung.
Nilai-nilai hukum yang baru tersebut dalam Pasal 35 ayat (1) UUP
dikemukakan bahwa harta bersama suami isteri itu adalah harta yang diperoleh
selama

ikatan

perkawinan

berlangsung

dan

perolehannya

itu

tanpa

mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun. Hal ini berarti bahwa harta bersama

Universitas Sumatera Utara

41

itu adalah semua harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung, tanpa
mempersoalkan atas nama siapa di antara suami isteri yang mencarinya dan juga
tanpa mempersoalkan atas nama siapa harta kekayaan itu terdaftar. Harta bersama
itu dapat meliputi benda bergerak, benda tidak bergerak dan surat-surat berharga,
sedangkan yang tidak berwujud dapat berupa hak atau kewajiban.
2. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
Menurut Pasal 119 KUH Perdata disebutkan bahwa mulai saat perkawinan
dilangsungkan, secara hukum berlakulah kesatuan bulat atau percampuran antara
kekayaan suami dan isteri, jika tidak dipejanjikan apa-apa. Keadaan seperti itu
akan berlaku seterusnya dan tidak dapat diubah kecuali dengan membuat
perjanjian perkawinan (huwelijksvvorwaarden). Perjanjian itu dilakukan sebelum
acara pernikahan selesai serta dituangkan dalam akta notaris, dan perjanjian itu
berdasarkan Pasal 140 KUHPerdata, tidak boleh mengurangi hak-hak yang
menjadi beban suami.
Percampuran kekayaan itu berdasarkan Pasal 121 KUHPerdata adalah
meliputi seluruh aktiva dan passiva, baik yang dibawa oleh masing-masing pihak
ke

dalam

perkawinan

maupun

yang

akan

diperoleh

selama

perkawinan. 37Selanjutnya hak mengurus kekayaan bersama (gemeenschap) yang
berada ditangan suami yang mempunyai kekuasaan yang luas, sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 124 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa suami sendiri
harus mengatur harta kekayaan persatuan, dan suami boleh memindahtangankan

37

R. Subekti, Op.Cit., hlm.32.

Universitas Sumatera Utara

42

dan membebaninya tanpa campur tangan isteri kecuali dalam hal sebagaimana
dalam Pasal 140 KUHPerdata di atas.
Dengan kekuasaaan suami yang sangat luas terhadap harta kekayaan
persatuan, isteri dapat meminta kepada hakim untuk mengadakan pemisahan harta
kekayaan apabila ternyata suami dalam pengurusannya bersikap merugikan.
Menurut Pasal 186, 1e dan 2e KUHPerdata terdapat dua alasan isteri dapat
meminta diadakannya pemisahan harta kekayaan, yaitu apabila :
a. Suami sangat boros (mengobralkan kekayaannya); dan
b. Suami dalam pengurusannya sangat buruk (wanbeheer).
Disamping itu isteri juga dapat melepaskan haknya terhadap kekayaan
bersama.Tindakan itu ditunjukkan untuk menghindari dari penagihan hutang –
hutang bersama, baik hutang itu telah dilakukan oleh suami maupun isteri sendiri,
namun bukan terhadap hutang pribadi.Hutang bersama yang dilakukan oleh isteri,
misalnya adalah hutang yang dipergunakan untuk keperluan pribadi, misalnya
untuk biaya perbaikan rumah milik pribadi isteri.Lebih lanjut mengenai tanggung
jawab hutang harus ditetapkan terlebih dahulu sifat hutang tersebut, yakni hutang
pribadi atau hutang keperluan bersama atau hutang bersama.
Hutang pribadi tetap menjadi tanggung jawab pribadi yang berhutang dan
jika harta pribadi yang terhutang tidak mencukupi untuk membayarannya, maka
harta bersama dapat dibebani untuk membayarannya.Selanjutnya tanggung jawab
terhadap hutang bersama, maka jika harta bersama tidak mencukupi untuk
membayar, harta pribadi suami atau isteri dapat pula digunakan untuk
membayarnya.

Universitas Sumatera Utara

43

Adapun

mengenai

hutang

bersama

yang

dilakukan

oleh

isteri,

pertanggggung jawabannya dapat dibebankan kepada suami, tetapi isteri tidak
dapat dipertangggungjawabkan untuk hutang-hutang bersama yang diperbuat oleh
suaminya. Terhadap hutang-hutang bersama setelah harta kekayaan bersama
dihapuskan, KUHPerdata mengaturnya sebagai berikut :
(1) Suami isteri tetap bertanggung jawab terhadap hutang – hutang yang telah
dibuatnya;
(2) Suami dapat dituntut terhadap hutang – hutang yang telah dibuat oleh
isteri;
(3) Isteri dapat dituntut untuk separoh hutang yang dibuat suami;
(4) Setelah diadakan pembagian, pihak lain tidak lagi dapat dituntut terhadap
hutang yang dibuat pihak lain sebelum perkawinan. 38
Dengan aturan tersebut bahwa isteri dapat dituntut untuk membayar
separoh dari hutang yang dibuat oleh suaminya. Akan tetapi sebagaimana telah
disebutkan, bahwa isteri dapat menghindarkan diri dari tuntutan tersebut dengan
menyatakan kehendaknya itu kepada Panitera Pengadilan Negeri setempat secara
tertulis, paling lambat sebulan setelah hari kekayaan bersama dihapuskan.
3. Menurut Hukum Islam
Sebahagian pendapat para pakar hukum Islam mengatakan bahwa agama
Islam tidak mengatur tentang harta bersama dalam Al-Qur’an, oleh karena itu
terserah

sepenuhnya

kepada

mereka

untuk

mengaturnya.Pendapat

ini

dikemukakan oleh Hazairin, Anwar Harjono dan Andoerraoef serta diikuti oleh

38

Ibid., hlm 36

Universitas Sumatera Utara

44

murid-muridnya. Sebagian pakar hukum Islam yang lain mengatakan bahwa suatu
hal yang tidak mungkin jika agama Islam tidak mengatur tentang harta bersama
ini, sedangkan hal-hal lain yang kecil-kecil saja diatur secara rinci oleh agama
Islam dan ditentukan kadar hukumnya. Tidak ada satupun yang tertingggal,
semuanya termasuk dalam ruang lingkup pembahasan hukum Islam.Jika tidak
disebutkan dalam Al-Qur’an, maka ketentuan itu pasti dalam Al-Hadistyang
merupakan sumber hukum Islam juga. 39
Menurut M.Yahya Harahap bahwa sudut pandang hukum Islam terhadap
harta bersama ini adalah sejalan dengan dikemukakan oleh Ismail Muhammad
Syah bahwa pencaharian bersama suami isteri mestinya masuk dalam rub’u
mu’amalah, tetapi ternyata secara khusus tidak dibicarakan. 40 Hal ini munngkin
disebabkan oleh karena pada umumnya pengarang kitab – kitab fiqih adalah orang
Arab yang tidak mengenal adanya adat mengenai pencaharian bersama – sama
dengan isteri. Tetapi ada dibicarakan tentang perkongsian yang dalam bahasa
Arab disebutkan syarikat atau syirkah.Oleh karena masalah pencaharian bersama
suami isteri adalah termasuk perkongsian atau syirkah, maka untuk mengetahui
hukumnya perlu dibahas terlebih dahulu tentang bermacam-macam perkongsian
sebagaimana telah dibicarakan oleh para ulama dalam kitab fiqih.Harta bersama
dalam perkawinan itu digolongkan dalam bentuk syarikat abdan dan tnufawadlah
sebagaimana yang telah dikemukakan di atas.Suatu hal yang penting untuk dicatat
bahwa doktrin hukum fiqih tidak ada yang membahas secara rinci tentang masalah
harta bersama suami isteri dalam perkawinan.
39

T. Jafizham, Persentuhan Hukum Di Indonesia Dengan Hukum Islam, (Medan :
Mestika, 1977), hlm.119.
40
M. Yahya Harahap, Op. Cit. Hlm. 297

Universitas Sumatera Utara

45

Para pakar hukum Islam di Indonesia ketika merumuskan Pasal 85 sampai
dengan Pasal 97 Komplikasi Hukum Islam setuju untuk mengambil syarikat
abdan sebagai landasan merumusakan kaidah – kaidah harta bersama suami isteri
dalam komplikasi. Para perumusan Komplikasi Hukum Islam melakukan
pendekatan dari jalur syarikat abdan dengan hukum adat.Cara pendekatan yang
demikian ini tidak bertentangan dengan kebolehan menjadi urf sebagai sumber
hukum dan sejiwa dengan kaidah yang mengajarkan “al adatu muhakkamah”.41
Wirjono Prodjodikoro mengemukakan, bahwa di antara tiga sistem hukum
yang berlaku di Indonesia ini, dalam hal harta bersama suami isteri ini, hukum
Islam paling sederhana pengaturannya, tidak rumit dan mudah untuk
dipraktekkannya. 42Hukum Islam tidak mengenal adanya percampuran harta milik
suami dengan harta milik isteri, masing-masing pihak bebas mengatur harta milik
masing-masing dan tidak diperkenankan adanya campur tangan salah satu pihak
dalam pengaturannya.Ikut campurnya salah satu pihak hanya bersifat nasehat saja,
bukan penentu dalam pemgelolaan harta milik pribadi suami atau isteri tersebut.
Ketentuan hukum Islam tersebut sangat erat, karena kenyataannya
percampuran hak milik suami isteri menjadi harta bersama banyak menimbulkan
masalah

dan

kesulitan

sehinggga

memerlukan

aturan

khusus

untuk

menyelesaikannya.Meskipun hukum Islam tidak mengenal adanya percampuran
harta pribadi masing-masing ke dalam harta bersama suami isteri tetapi dianjurkan
adanya saling pengertian antara suami isteri dalam mengelola harta pribadi

41

Abdul Manan, Hukum Materiel Dalam Praktek Peradilan Agama, (Jakarta : Pustaka
Bangsa, 2003) hlm.156
42
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan Di Indonesia, (Bandung: Sumur, 1984),
hlm.140

Universitas Sumatera Utara

46

tersebut, jangan sampai di dalam pengelolaan kekayaan pribadi ini dapat merusak
hubungan suami isteri yang menjurus kepada perceraian.
Apabla dikhawatirkan akan timbul hal-hal yang tidak diharapkan, maka
hukum Islam memperbolehkan diadakan perjanjian perkawinan sebelum
pernikahan dilaksanakan. Perjanjian itu dapat berupa penggabungan harta milik
pribadi masing – masing menjadi harta bersama, dapat pula ditetapkan tentang
penggabungan hasil harta milik pribadi masing- masing suami isteri dan dapat
pula ditetapkan tidak adanya penggabungan milik pribadi masingmasing harta
bersama suami isteri.Jika dibuat perjanjian sebelum pernikahan dilaksanakan,
maka perjanjian itu adalah sah dan harus dilaksanakan.
4. Menurut Hukum Adat
Pasal 35 sampai dengan Pasal 37 UUP adalah sejalan dengan ketentuan
tentang Hukum Adat di Indonesia.Dalam konsepsi Hukum Adat tentang harta
bersama yang adan di Nusantara banyak ditemukan prinsip bahwa masing-masing
suami-isteri berhak menguasai harta bendanya sendiri dan ini berlaku
sebagaimana sebelum mereka menjadi suami-isteri. Hanya saja apabila ditinjau
dari pendekatan fisiologis, dimana perkawinan tidak lain merupakan ikatan lahir
batin di antara suami-isteri guna mewujudkan rumah tangga yang kekal dan penuh
kerukunan, maka Hukum Adat yang mengharapkan adanya komunikasi yang
terbuka dalam pengelolaan dan pengusaan harta pribadi tersebut. Oleh sebab itu

Universitas Sumatera Utara

47

sangat perlu dikembangkan sikap saling menghormati, saling membantu dan
saling kerjasama serta saling bergantung. 43
Soerjono Soekanto menyatakan bahwa harta bersama dalam Hukum Adat
terlebih dahulu membagi harta bersama berdasarkan asal atau sumbernya, yaitu :
1. Warisan atau hibah, dari orang lain kepada suami atau isteri;
2. Usaha suami atau isteri sebelum perkawinan;
3. Hadiah yang diberikan kepada suami atau isteri sebelum perkawinan;
4. Usaha suami atau isteri selama perkawinan. 44
Hilman Hadikusuma mengatakan Hukum Adat dipengaruhi oleh susunan
masyarakat

adatnya,

bentuk

perkawinan

yang

berlaku

dan

jenis

hartanya. 45Menurutnya, susunan masyarakat adat patrilinial berbeda dengan yang
susunan masyarakat adatnya matrilineal maupun parental.Bentuk masyarakat
patrilinial, pada umumnya semua harta perkawinan dikuasai oleh suami sebagai
kepala keluarga dengan dibantu oleh isteri sebagai ibu rumah tangga.Semua harta
perkawinan baik harta pencaharian bersama maupun harta bawaan (hadiah dan
warisan) penguasaan dan hak mengaturnya untuk kehidupan keluarga dipegang
oleh suami.Berikutnya dalam susunan masyarakat adatnya matrilineal, maka
terdapat pemisahaan kekuasaan terhadap harta perkawinan. Kekuasaan terhadap
harta pusaka milik bersama kerabat dipegang oleh Mamak Kepala Waris,
sedangkan isteri dan suami hanya mempunyai hak ganggam bantuik (hak
mengusahakan dan menikmati hasil panen terhadap bidang tanah atau hak
43

Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia ,(Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2001) hlm.

240.
44

Ibid., hlm.144.
Hilman Hadikusuma1992, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia,(Bandung : Mandar
Maju, 1992) hlm.198.
45

Universitas Sumatera Utara

48

mendiami terhadap rumah gadang), tetapi terhadap harta pencaharian, suami-isteri
secara bersama menguasainya dan terhadap harta bawaan masing-masing dikuasai
oleh masing-masing suami-isteri. 46
Selanjutnya pada masyarakat adat yang susunannya parental dan bilateral,
maka harta bersama dikuasai bersama oleh suami-isteri untuk kepentingan
bersama dan harta bawaan dikuasai masing-masing.Hal tersebut jika kedudukan
suami-isteri sejajar.Sedangkan apabila tidak sejajar, maka harta bersama dikuasai
oleh yang kedudukkannya lebih tinggi. 47

46
47

Ibid.
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
PERLINDUNGAN HUKUM PERJANJIAN KREDIT BANK OLEH
SUAMI ATAU ISTRI TERKAIT DENGAN JAMINAN HARTA BERSAMA
(Studi Pada PT. Bank Mandiri, Tbk Cabang Imam Bonjol Medan)

A. Jaminan Harta Bersama terkait Perjanjian Kredit Bank
Dengan adanya perkawinan, maka akan terjadi suatu percampuran harta
sebagaimana diatur dalam Pasal 35 ayat (1) UUP. Kecuali dalam hal adanya
perjanjian kawin yaitu perjanjian pisah harta (prenuptial agreement).Sepanjang
tidak ada perjanjian pisah harta, maka harta yang diperoleh adalah harta bersama
dan terhadap harta bersama, suami/istri dapat bertindak atas persetujuan kedua
belah pihak.
Dalam hal perjanjian kredit dengan jaminan berupa harta bersama yang
dilakukan oleh pihak suami/istri, maka pihak suami/istri harus mendapatkan
persetujuan berupa tanda tangan dari pasangannya masing-masing. Dalam hal
suami/istri berhalangan untuk menandatangani perjanjian tersebut, harus ada
kuasa yang diberikan kepada suami/istri dalam bentuk surat kuasa (surat kuasa
yang dibuat di hadapan notaris). Hal ini berupa persyaratan prosedural yang
diberikan dalam perjanjian kredit untuk menerapkan manajemen risiko. 48
Adapun jenis kredit yang terdapat di Bank Mandiri, dapat dibagi menjadi
dua bagian yaitu : 49
a. secara umum, yakni:
kredit komersil (produktif) dan kredit konsumsi (konsumtif)

48

Hasil Wawancara dengan Indita Sumantha ,Team Leader Bank Mandiri Cabang Imam
Bonjol, Medan, Kamis, 6 Februari 2014.
49
Hasil Wawancara dengan Inditha Sumantha, Team Leader Bank Mandiri Cabang Imam
Bonjol, Medan, jumat, 7 februari2014.

49
Universitas Sumatera Utara

50

b. berdasarkan jangka waktunya, yakni :
kredit jangka pendek, kredit menengah dan kredit jangka panjang.
Pasal 36 ayat (1) UU Perkawinan menyebutkan bahwa :
(1) Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan
kedua belah pihak.
(2) Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan isteri mempunyai hak
sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.
Ketentuan Pasal 36 tersebut tentu harus dipahami bahwa harta bersama
yang dimaksudkan ini adalah harta yang sudah ada, bukan terhadap harta yang
akan ada. Ketika salah satu pihak melakukan perbuatan hukum seperti menjual,
menjaminkan ataupun mengalihkan harta bersama, maka ia tidak berwenang
melakukan tindakan hukum tersebut tanpa melibatkan suami/istrinya, kecuali
dalam hal sebelumnya telah ada perjanjian perkawinan yang menyatakan pisah
harta.
Kalau harta perkawinan menyangkut harta benda tak bergerak seperti
tanah, maka sudah menjadi kewajiban bagi pejabat Pembuat Akte Tanah
(selanjutnya disingkat PPAT) yang diberi wewenang untuk melegalkan transaksi
terkait tanah untuk meneliti kedudukan dan kewenangan bertindak pihak
penjual.PPAT sebagai pejabat yang “meresmikan” perbuatan hukum tersebut
harus cermat karena konsekuensi dari ketidakberwenangan para pihak berakibat
fatal.Tindakan mengalihkan atau memindahtangankan harta bersama tanpa
melibatkan pasangannya tentu tidak sah.Dalam hal ini, PPAT wajib menolak
pembuatan AJB (Akta Jual Beli) kalau para pihaknya tidak lengkap atau tidak

Universitas Sumatera Utara

51

berwenang.Dalam membuat akta-akta terkait dengan tanah, PPAT tidak hanya
berperan sebagai pejabat yang men-sah-kan transaksi akta tersebut, melainkan
juga sebagai pelaksana pendaftaran tanah karena PPAT ikut menjalankan sebagian
kecil kewenangan pemerintah.Oleh sebab itu, PPAT wajib meneliti kewenangan
bertindak para pihak, apakah dapat melakukan perbuatan hukum tersebut atau
tidak.
Di dalam Bank Mandiri, apabila seseorang ataupun badan usaha yang
ingin melakukan kredit harus memberikan suatu jaminan terhadap Bank tersebut
yang mana jaminan tersebut harus memenuhi kriteria, yaitu : 50
1. Mempunyai nilai ekonomis dalam arti dapat dinilai dengan uang dan dapat
dijadikan uang
2. Kepemilikan dapat dipindahtangankan dari pemilik semula kepada pihak
lain (marketable, executeur baar).
3. Mempunyai nilai yuridis dalam arti dapat diikat secara sempurna
berdasarkan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku sehingga
kreditur memiliki hak yang didahulukan (preferen) terhadap hasil likuidasi
barang tersebut.
Pada umumnya kredit yang diterima oleh debitur diamankan dengan
adanya jaminan kredit. Faktor jaminan merupakan faktor yang sangat penting bagi
debitur, maka memerlukan kepastian,bahwa pinjaman yang diberikan itu akan
dilunasi debitur tepat pada waktunya, jadi fungsi pemberian jaminan adalah dalam
rangka memperkecil resiko kerugian yang mungkin akan timbul, apabila
50

Hasil Wawancara dengan Inditha Sumantha, Team Leader Bank Mandiri Cabang Imam
Bonjol, Medan kamis, 6 februari2014.

Universitas Sumatera Utara

52

debituringkar janji, dengan kata lain fungsi pemberian jaminan adalah memberi
hak dan kekuasaaan kepada bank, untuk mendapatkan pelunasan dari hasil lelang
benda yang dijaminkan apabila debitur tidak membayar kembali hutangnya tepat
pada waktunya yang telah ditentukan dalam perjanjian kredit. 51
Pada

prinsipnya,

mereka

yang

berwenang

untuk

mengikatkan

hartapersatuan (pada pihak ketiga) adalah mereka yang dapat dimintapertanggung
jawabannya.Karena suami adalah orang yang mengelolamelakukan pengurusan
harta persatuan, maka dialah yang menanggungkemungkinan adanya pungutan
untuk hutang – hutang persatuan.Dalam keadaan normal umumnya suatu tagihan
dibayar oleh suamiatau isteri dengan harta yang mana saja yang tersedia. Paling –
paling jika ada sesuatu yang ekstrim nanti antar suami isteri diadakan perhitungan
sendiri.Hanya dalam hal suami isteri tidak bersedia untuk secara sukarela
memenuhihutangnya, maka timbul masalah tentang harta mana yang dapat disita.

B. Akibat Hukum Perjanjian Kredit Terkait dengan Penjaminan Harta
Bersama terhadap Suami atau Istri Debitur pada PT. Bank Mandiri, Tbk
Cabang Imam Bonjol Medan
1. Akibat Hukum Pada Perjanjian Kredit
Sepanjang dalam ikatan perkawinan tidak ada perjanjian mengenai
pemisahan harta, suami atau istri tidak dibenarkan secara hukum melakukan
perbuatan hukum mengalihkan hak kepemilikannya dalam bentuk apapun,
termasuk memperjanjikannya sebagai jaminan kredit kepada pihak bank. Sebagai
milik bersama, baik suami maupun istri mempunyai hak yang sama atas harta

51

Sunarti Hartono,Beberapa pemikiran ke Arah Pembaharuan Hukum Tanah, (Bandung:
Alumni, 1998), hlm. 20.

Universitas Sumatera Utara

53

bersama sehingga pihak yang akan melakukan tindakan penjaminan harta bersama
perlu meminta persetujuan pihak lainnya. Jika debitur membebani harta bersama
dalam perkawinan sebagai jaminan kredit tanpa ada persetujuan dari suami atau
istrinya maka telah melanggar hak pasangan kawinnya atas harta bersama
tersebut.
Bank Mandiri sendiri juga menyatakan bahwa pihak Bank tidak menerima
jaminan yang menyangkut dengan jaminan harta bersama apabila salah satu dari
kedua belah pihak yang memiliki harta bersama tidak menandatangani ataupun
mengetahui perjanjian yang disepakati dengan pihak Bank. Pihak Bank sendiri
dapat menerima jaminan terkait dengan jaminan harta bersama apabila jaminan
tersebut diketahui oleh kedua belah pihak yaitu pihak suami dan pihak istri. 52
Sesuai dengan Pasal 10 Ayat 1 UU No.4 Tahun 1996, pemberian jaminan
dalam bentuk Hak Tanggungan terlebih dahulu diperjanjikan dalam perjanjian
pokok yang pada umumnya terdapat dalam klausula “jaminan kredit” dalam
Perjanjian Kredit. Dalam hal ini maka debitur membuat suatu janji, yang juga
telah disepakati oleh pihak bank melalui analisis kelayakan objek untuk dijadikan
jaminan kredit, bahwa akan dilakukan pengikatan objek jaminan dalam lembaga
Hak Tanggungan guna menjamin pelunasan kredit. Baik suami maupun istri
mempunyai hak untuk memperjanjikan harta bersama sebagai jaminan kredit
karena konsep harta bersama yang merupakan milik bersama antara suami dan
istri.Namun,

berdasarkan

Pasal

36

ayat

(1)

UUP,

perbuatan

hukum

memperjanjikan harta bersama untuk dibebani Hak Tanggungan oleh salah satu
52

Wawancara dengan Indita Sumantha, Team Leader Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol.
Medan, Kamis, 6 Februari 2014.

Universitas Sumatera Utara

54

pihak tentu harus terdapat persetujuan dari pihak lainnya (suami atau
istrinya).Maka, yang mempunyai kewenangan untuk memperjanjikannya sebagai
jaminan dalam Perjanjian Kredit adalah suami dan istri sebagai pemilik
bersama.Salah satu pihak tidak dapat menjaminkan harta bersama tanpa
persetujuan pasangannya karena itu berarti dia tidak memiliki kewenangan penuh
untuk melakukan perbuatan hukum tersebut.
Bank Mandiri sendiri memiliki Early Warning Signal, apabila pihak yang
melakukan kredit tidak sanggup membayar bunga kredit di mana pengelola
account suatu debitur akan memonitoring performance dari kinerja debiturnya,
jika cashflow dan usaha debitur menunjukan signal yang kurang baik sehingga
menunjukkan kredit bermasalah, maka Bank Mandiri akan melakukan pembinaan
terhadap kredit bermasalah yang dilakukan kepada debitur dengan criteria sebagai
berikut: 53
1. Usaha debitur masih berprospek atau berjalan sehingga masih mampu
memberikan penghasilan.
2. Debitur masih memiliki itikad baik
3. Debitur memiliki persediaan (inventory) berupa bahan baku, barang setengah
jadi, barang jadi, dan barang dagangan, serta masih memiliki tagihan-tagihan
kepada pihak ketiga.
4. Kondisi usaha debitur telah menunjukkan gejala-gejala kearah kredit
bermasalah

53

Wawancara dengan Indita Sumantha, Team Leader Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol.
Medan, Kamis, 6 Februari 2014.

Universitas Sumatera Utara

55

Tindakan penyelamatan yang dilakukan terhadap debitur bermasalah yang
diberikan oleh pihak Bank Mandiri berupa:
1. Restrukturisasi kredit
2. Tindakan penyelamatan kredit lainnya seperti pengambilalihan asset
debitur/agunan yang diambil alih
Jika upaya-upaya penyelamatan kredit telah dilakukan namun tidak
menunjukkan hasil yang diharapkan, maka akan dilakukan penyelesaian kredit
bermasalah yang dapat dilaksanakan antara lain melalui; pelunasan, penagihan
utang, ataupun Likuidasi agunan.
Sehubungan dengan prinsip kehati-hatian dan fungsi Perjanjian Kredit
sebagai alat bukti, maka kesepakatan atau persetujuan antara suami dan istri
dalam

Perjanjian

Kredit

harus

dilakukan

secara

tegas

dalam

bentuk

penandatanganan perjanjian.Hal ini berkaitan dengan kata sepakat dalam
Perjanjian Kredit sebagai perjanjian formil adalah adanya penandatanganan
perjanjian sehingga pada saat itulah mempunyai kekutan mengikat.Tidak
ditandatanganinya Perjanjian Kredit oleh suami atau istri debitur dapat diartikan
tidak ada atau belum ada kata sepakat antara bank dengan suami atau istri debitur
dalam hal memperjanjikan harta bersama sebagai jaminan pelunasan hutang untuk
dibebani hak tanggungan.Oleh karena itu maka perjanjian yang dibuat tidak
memenuhi syarat sahnya perjanjian.Karena yang tidak terpenuhi adalah syarat
subjektif perjanjian yaitu sepakat mereka yang mengikatkan diri maka pihak yang
merasa dirugikan dapat meminta agar perjanjian tersebut dibatalkan. Selain itu,
pada Perjanjian Kredit yang tidak ditandatangani oleh suami atau istri debitur,

Universitas Sumatera Utara

56

tidak akan ada kekuatan hukum bagi bank untuk melakukan penagihan kredit bila
debitur wanprestasi, karena statusnya adalah perjanjian yang tidak sempurna atau
cacat hukum. 54
2. Akibat Hukum Pada Perjanjian Pengikatan Jaminan
Hak Tanggungan sebagai bentuk jaminan yang memerlukan pendaftaran
untuk lahirnya hak jaminan terdapat pada Pasal 8 ayat 2 UUHTyang
mensyaratkan bahwa kewenangan seseorang untuk melakukan perbuatan hukum
terhadap objek jaminan harus ada pada pemberi hak tanggungan pada saat
pendaftaran hak tanggungan dilakukan. Walaupun kepastian dimilikinya
kewenangan tersebut

baru dipersyaratkan pada waktu pendaftaran hak

tanggungan, namun pada saat pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan (SKMHT) dan Akte Pemberian Hak Tanggungan (APHT) harus
sudah ada keyakinan pada notaris dan PPAT yang bersangkutan bahwa pemberi
Hak Tanggungan mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum
terhadap objek yang akan dibebankan.
Berdasarkan hal tersebut, maka notaris atau PPAT harus terlebih dahulu
mempunayi keyakinan bahwa pemberi Hak Tanggungan memang benar-benar
merupakan pihak

yang

berwenang

menjadikan objek

sebagai

jaminan

kredit.Karena itu, sebelum membuat SKMHT dan APHT harus memeriksa dan
meneliti Perjanjian Kredit sebagai perjanjian pokok yang melahirkan perjanjian

54

Wawancara dengan Indita Sumantha, Team Leader Bank Mandiri Cabang Imam
Bonjol.Medan, kamis, 6 Februari 2014.

Universitas Sumatera Utara

57

pengikatanjaminannya. 55 Karena pihak yang bertandatangan dalam Perjanjian
Kredit akan bertandatangan pula dalam perjanjian jaminan sebagai assessoirnya.
Pada penjaminan harta bersama sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya,
harus terdapat persetujuan bersama antara suami dan istri.Sesuai dengan sifatnya
sebagai perjanjian assessoir yang mengikuti keberadaan perjanjian pokoknya
yaitu Perjanjian Kredit, maka aspek hukum dalam Perjanjian Kredit menentukan
dapat atau tidaknya dilakukan perjanjian pengikatan Hak Tanggungan. Apabila
perjanjian kreditnya cacat hukum karena tidak ditandatangani oleh suami atau istri
debitur yang perlu diminta persetujuannya dalam pembebanan Hak Tanggungan
terhadap harta bersama, maka akan mempengaruhi perjanjian jaminannya. Notaris
atau PPAT tidak dapat membuat SKMHT maupun APHT berdasarkan pada suatu
Perjanjian kredit yang cacat hukum karena terdapat kemungkinan untuk
dibatalkan.
Dengan kata lain, perjanjian pengikatan jaminannya tidak dapat
dilaksanakan. Sesuai dengan definisi perjanjian yang tercantum dalam Pasal 1313
KUHPerdata maka dalam perjanjian pemberian kredit, antara bank dengan debitur
saling mengikatkan diri dalam suatu hubungan kontraktual yang berdasarkan pada
Perjanjian Kredit. Pada pemberian kredit, bank mempunyai posisi tawar
(bargaining position) yang kuat pada saat fasilitas kredit belum dicairkan. Akan
tetapi apabila kredit sudah cair maka bank akan berada pada posisi tawar yang
lemah, karena pengembalian dananya tergantung pada ketentuan yang disepakati

55

Wawancara dengan Indita Sumantha, Team Leader Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol.
Medan, Kamis, 6 Februari 2014.

Universitas Sumatera Utara

58

dalam Perjanjian Kredit. Oleh karena itu bank harus membentengi diri dengan
berbagai ketentuan yang ketat termasuk dalam prosedur pembuatan Perjanjian
Kredit untuk meminimalisir kemungkinan resiko yang akan terjadi. Sahnya
perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok ikut menentukan apakah perjanjian
pengikatan jaminan dengan lembaga Hak Tanggungan dapat dilaksanakan atau
tidak. Oleh karena itu aspek hukum yang berhubungan dengan kapasitas (yaitu
kecakapan sekaligus kewenangan mengadakan Perjanjian Kredit) dari pihak
debitur yang harus menyepakati Perjanjian Kredit harus dipenuhi karena berkaitan
dengan syarat sah dari Perjanjian

C. Perlindungan Hukum Perjanjian Kredit Bank terhadap suami/istri
dengan Jaminan Harta Bersama pada PT. Bank Mandiri, Tbk Cabang
Imam Bonjol Medan

Keberadaan hukum dalam masyarakat merupakan suatu sarana untuk
menciptakan ketentraman dan ketertiban masyarakat, sehingga dalam hubungan
antar anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya dapat dijaga
kepentingannya. Hukum tidak lain adalah perlindungan kepentingan manusia
yang berbentuk norma atau kaedah. Hukum sebagai kumpulan peraturan atau
kaedah mengandung isi yang bersifat umum dan normatif, umum karena berlaku
bagi setiap orang, dan normatif karena menentukan apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan, serta menentukan bagaimana cara melaksanakan kepatuhan pada
kaedah 56

56

Sudikno Mertokusumo. 2003. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. (Yogyakarta :
Liberty).hlm 39

Universitas Sumatera Utara

59

Wujud dari peran hukum dalam masyarakat adalah memberikan
perlindungan

hukum

kepada

anggota

masyarakat

yang

kepentingannya

terganggu.Persengketaan yang terjadi dalam masyarakat harus diselesaikan
menurut hukum yang berlaku, sehingga dapat mencegah perilaku main hakim
sendiri.Tujuan pokok hukum sebagai perlindungan kepentingan manusia adalah
menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, sehingga terwujud kehidupan yang
seimbang.
Undang – Undang No.1 Tahun 1974 tujuan pokok dari suatu perkawinan
adalah mem