Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Secara Cross Collateral (Studi Di PT. Bank Mandiri (Persero), TBK Cabang Medan Imam Bonjol

(1)

TESIS

Oleh

KIKI PUSPITA MAYASARI

107011119/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

KIKI PUSPITA MAYASARI

107011119/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Nama Mahasiswa : KIKI PUSPITA MAYASARI

Nomor Pokok : 107011119

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Notaris Syafnil Gani, SH, MHum) (Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum

2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 3. Dr. Dedi Harianto, SH, MHum


(5)

Nama : KIKI PUSPITA MAYASARI

Nim : 107011119

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN

KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

SECARA CROSS COLLATERAL (STUDI DI PT BANK MANDIRI (PERSERO), TBK MEDAN IMAM BONJOL)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :KIKI PUSPITA MAYASARI


(6)

i

dengan agunan fasilitas kredit. Oleh karena itu, hukum harus mampu memberikan perlindungan yang memadai terhadap variasi pemberian agunan fasilitas kredit tersebut. Variasi dan perlindungan hukum ini, antara lain berkaitan dengan adanya

cross collateraldan cross default dalam agunan kredit. Dilihat dari hubungan hukum antara pemberi kredit (lender) dan debitur (borrower), ada 3 (tiga) macam cara bagi seorang debitur dalam memperoleh kredit untuk keperluan usahanya dari lembaga pemberi kredit. Cara yang pertama, debitur memperoleh kredit hanya dari satu lembaga pemberi kredit bagi seluruh kebutuhan kreditnya. Cara yang kedua, debitur memperoleh kredit dari suatu sindikasi yang anggotanya terdiri atas lembaga-lembaga pemberi kredit. Pada cara yang kedua ini, terdapat satu perjanjian kredit saja, perjanjian antara debitur dengan sindikasi sebagai pemberi kredit, hal ini dikenal dengan sindikasi kredit. Cara yang ketiga, debitur menerima kredit dari beberapa lembaga pemberi kredit secara terpisah guna memperoleh seluruh jumlah kebutuhan kreditnya. Artinya, terdapat beberapa perjanjian kredit bilateral antara debitur dan masing-masing lembaga pemberi kredit tersebut. Secara hukum, masing-masing perjanjian kredit itu tidak berhubungan satu sama lain kecuali apabila di dalam masing-masing perjanjian kredit dicantumkan

cross default clause(klausula ingkar janji silang).

Pelaksanaan sistem pemberian kredit dengan jaminan secara cross collateral

dilakukan melalui pembuatan perjanjian kredit oleh masing-masing kreditur dengan debitur dengan pemberian jaminan yang dapat berupa Hak Tanggungan. Dalam sistem pemberian kredit dengan jaminan secara cross collateral, para kreditur mempunyai kedudukan yang sama dengan kreditur lainnya terutama pada saat pembagian hasil penjualan eksekusi jaminan apabila debitur cidera janji, meskipun berdasarkan UUHT mereka sebagai pemegang Hak Tanggungan dengan peringkat yang berbeda. Selain Hak Tanggungan, maka perjanjian berbagi jaminan memberi kepastian hukum atas jaminan pelunasan kredit yang telah diberikan oleh para kreditur kepada debitur dan dapat meminimalisir potensi konflik yang ada antara sesama kreditur yang tergabung dalam sistem pemberian kredit secaracross collateralini.

Adapun jenis penelitian atau metode pendekatan yang dilakukan adalah metode penelitian hukum normatif (yuridis normatif) sedangkan sifat penelitian yang dilaksanakan ini dikategorikan sebagai penelitian yang bersifat deskriptif-analitis,. Diperlukan peraturan khusus yang mengatur tentang cross collateral. Hal ini diperlukan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum baik itu terhadap kreditur maupun debitur dalam melakukan perjanjian kredit khususnya bila perjanjian tersebut menggunakan agunan yang saling silang ataucross collateral. Kata Kunci : Kredit,Cross Collateral, Hak Tanggungan


(7)

ii

should be able to provide proper legal protection to the variation of giving this credit facility collateral. Variation and legal protection are closely related to cross collateral and cross default in credit collateral. Viewed from legal correlation between a lender (person who gives credit) and a debtor (borrower), there are three kinds of method for a debtor in obtaining credit from a loan institution for his business. The first method is that a debtor obtains credit from only one loan institution for his business. The second method is that a debtor obtains a credit from loan syndication whose members consist of some loan institutions. In the latter method, there is only one credit contract; namely, a contract between a debtor and a loan syndication which is known as loan syndication. The third method is that a debtor obtains credit from some different loan institutions so that he can obtain the credit for covering all he needs for his business. It means that there are some bilateral credit contracts between the debtor and the loan institutions respectively. Legally, each credit contract does not have any correlation with one another unless a cross default clause is attached in each credit contract.

The implementation of giving credit with cross collateral method is done by making a credit contract with hypothecation by each creditor. In giving credit with cross collateral, each creditor has the same right, especially in obtaining the share of the proceeds of the sale of the execution when the debtor breaches the contract although based on UUHT, as the holders of hypothecation, they have different levels. Besides hypothecation, the agreement in sharing the collateral gives legal certainty in the debtor’s paying off the credit and can minimize potential conflict among the creditors who jointly give credit with cross collateral method.

The type of the research was judicial normative which was categorized as a descriptive analytic method. It is recommended that a specific regulation should be needed to regulate this collateral method in order to give legal certainty and legal protection, either to creditors or to debtors in implementing credit contract, especially when the contract uses cross collateral hypothecation.


(8)

iii

perlindungan-Nya karena hanya dengan berkat rahmat dan karunia-Nya penulisan tesis berjudul ” ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SECARA CROSS COLLATERAL (STUDI DI PT BANK MANDIRI (PERSERO), TBK CABANG MEDAN IMAM BONJOL) dapat terlaksana. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan amat terpelajar, Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., MS, CN., Bapak Notaris Syafnil Gani, S.H., M.Hum dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, S.H., CN, MHum

selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini. Demikian pula ucapan terima kasih kepada Dosen Penguji Ujian TesisBapak Dr. Dedi Herianto, S.H., MHum., dan Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, S.H., MS., yang telah memberikan masukan yang berharga terhadap kesempurnaan tesis ini.


(9)

iv

sempurna dan terarah.

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan dalam menyelesaikan pendidikan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, S.H., CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.


(10)

v

proses kegiatan belajar mengajar di bangku kuliah.

6. Seluruh Staf/Pegawai di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan kepada Penulis selama menjalani pendidikan.

7. Rekan-rekan Mahasiswa dan Mahasiswi di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya Angkatan Tahun 2008 yang telah banyak memberikan motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rezeki yang melimpah kepada kita semua.

Penyusunan tesis ini telah diupayakan semaksimal mungkin, namun kenyataannya masih ditemukan kekurangan yang disebabkan karena keterbatasan ilmu pengetahuan yang dimiliki. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan tesis ini.

Medan, Juli 2012 Penulis,


(11)

vi

Nama : Kiki Puspita Mayasari Tempat / Tanggal Lahir : Sidikalang, 20 Maret 1987 Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Karyawan BUMN

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat Rumah : Jalan Bakti Indah V No.44 Medan Telepon/HP : 061- 8441084 / 081263227720

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Negeri Barisan Nauli Sidikalang Lulus tahun 1999 2. SLTP Negeri 1 Sidikalang Lulus tahun 2002

3. SMU Negeri 4 Medan Lulus tahun 2005

4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Lulus tahun 2009 5. S-2 Program Magister Kenotariatan FH USU Lulus tahun 2012

III. PENDIDIKAN INFORMAL

IEC (International Education Centre) Jl. Hayam Wuruk No.17 Medan Tertanggal : 2008 s/d 2009

YPPIA (Yayasan Pengembangan Persahabatan Indonesia-Amerika) Jl.DR.T.Mansyur III No. 1-A Medan


(12)

vii

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI... vii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 14

E. Keaslian Penelitian... 14

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 15

1. Kerangka Teori... 15

2. Konsepsi….. ... 21

G. Metode Penelitian... 23

1. Jenis Penelitian ... 24

2. Sifat Penelitian ... 25

3. Sumber Data ... 25

4. Teknik Pengumpulan Data ... 26

5. Analisis Data…… ... 27

BAB II PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT SECARACROSS COLLATERALPADA PT BANK MANDIRI (PERSERO), TBK... 28

A. Gambaran Umum PT Bank Mandiri (Persero),Tbk ... 28

B. Prosedur Pemberian Kredit Secara Umum Pada Perbankan 34 1. Prinsip-prinsip Dalam Pemberian Kredit ... 34


(13)

viii

1. Proses Permohonan Kredit ... 45

2. Proses Analisa Kredit ... 50

3. Proses Persetujuan Kredit ... 51

4. Peran Notaris dalam Pemberian Kredit ... 52

D. Cross Collateral dan Cross Default (Jaminan Silang dan Ingkar Janji Silang)... 55

1. Cross Collateral/ Joint Collateral(Jaminan Silang/ Agunan Bersama)... 56

2. Cross Default... 66

3. Cross Default Sepihak ... 73

4. Sharing Collateral... 74

E. Perjanjian Kredit SecaraCross Collateralpada PT Bank Mandiri (Persero), Tbk... 82

1. Pengaturan Perjanjian Kredit Secara Umum... 82

2. Pengaturan Perjanjian Kredit Secara Cross Collateral pada PT Bank Mandiri (Persero), Tbk ... 91

BAB III PELAKSANAAN SISTEM PEMBERIAN KREDIT SECARA CROSS COLLATERAL DENGAN PEMBERIAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN PADA PT BANK MANDIRI (PERSERO) TBK ... 94

A. Hak Tanggungan sebagai Salah Satu Jaminan Kredit... 94

1. Asas-asas Hak Tanggungan... 96

2. Objek Hak Tanggungan... 108

3. Hapusnya Hak Tanggungan ... 109

B. Pemberian Kredit dengan Jaminan Kredit ... 113

1. Jaminan Kredit ... 113


(14)

ix

3. KedudukanSecurity Agent (Agen Jaminan) Dalam

Perjanjian Berbagi Jaminan...……… 124

4. Perjanjian Berbagi Jaminan di PT Bank Mandiri (Persero), Tbk ... 126

D. Tahap Pembebanan Objek Jaminan Kebendaan dengan Hak Tanggungan Pada PT Bank Mandiri (Persero), Tbk 126 BAB IV PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH BAGI DEBITUR YANG WANPRESTASI DALAM ...PENGIKATAN KREDIT SECARA CROSS COLLATERAL PADA PT BANK MANDIRI, (PERSERO) TBK ... 131

A. Kelalaian atauDefaultdalam Suatu Perjanjian... 131

B. Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Bentuk Penyelesian Kredit Bermasalah... 136

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 144

A. Kesimpulan ... 144

B. Saran ... 145


(15)

i

dengan agunan fasilitas kredit. Oleh karena itu, hukum harus mampu memberikan perlindungan yang memadai terhadap variasi pemberian agunan fasilitas kredit tersebut. Variasi dan perlindungan hukum ini, antara lain berkaitan dengan adanya

cross collateraldan cross default dalam agunan kredit. Dilihat dari hubungan hukum antara pemberi kredit (lender) dan debitur (borrower), ada 3 (tiga) macam cara bagi seorang debitur dalam memperoleh kredit untuk keperluan usahanya dari lembaga pemberi kredit. Cara yang pertama, debitur memperoleh kredit hanya dari satu lembaga pemberi kredit bagi seluruh kebutuhan kreditnya. Cara yang kedua, debitur memperoleh kredit dari suatu sindikasi yang anggotanya terdiri atas lembaga-lembaga pemberi kredit. Pada cara yang kedua ini, terdapat satu perjanjian kredit saja, perjanjian antara debitur dengan sindikasi sebagai pemberi kredit, hal ini dikenal dengan sindikasi kredit. Cara yang ketiga, debitur menerima kredit dari beberapa lembaga pemberi kredit secara terpisah guna memperoleh seluruh jumlah kebutuhan kreditnya. Artinya, terdapat beberapa perjanjian kredit bilateral antara debitur dan masing-masing lembaga pemberi kredit tersebut. Secara hukum, masing-masing perjanjian kredit itu tidak berhubungan satu sama lain kecuali apabila di dalam masing-masing perjanjian kredit dicantumkan

cross default clause(klausula ingkar janji silang).

Pelaksanaan sistem pemberian kredit dengan jaminan secara cross collateral

dilakukan melalui pembuatan perjanjian kredit oleh masing-masing kreditur dengan debitur dengan pemberian jaminan yang dapat berupa Hak Tanggungan. Dalam sistem pemberian kredit dengan jaminan secara cross collateral, para kreditur mempunyai kedudukan yang sama dengan kreditur lainnya terutama pada saat pembagian hasil penjualan eksekusi jaminan apabila debitur cidera janji, meskipun berdasarkan UUHT mereka sebagai pemegang Hak Tanggungan dengan peringkat yang berbeda. Selain Hak Tanggungan, maka perjanjian berbagi jaminan memberi kepastian hukum atas jaminan pelunasan kredit yang telah diberikan oleh para kreditur kepada debitur dan dapat meminimalisir potensi konflik yang ada antara sesama kreditur yang tergabung dalam sistem pemberian kredit secaracross collateralini.

Adapun jenis penelitian atau metode pendekatan yang dilakukan adalah metode penelitian hukum normatif (yuridis normatif) sedangkan sifat penelitian yang dilaksanakan ini dikategorikan sebagai penelitian yang bersifat deskriptif-analitis,. Diperlukan peraturan khusus yang mengatur tentang cross collateral. Hal ini diperlukan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum baik itu terhadap kreditur maupun debitur dalam melakukan perjanjian kredit khususnya bila perjanjian tersebut menggunakan agunan yang saling silang ataucross collateral. Kata Kunci : Kredit,Cross Collateral, Hak Tanggungan


(16)

ii

should be able to provide proper legal protection to the variation of giving this credit facility collateral. Variation and legal protection are closely related to cross collateral and cross default in credit collateral. Viewed from legal correlation between a lender (person who gives credit) and a debtor (borrower), there are three kinds of method for a debtor in obtaining credit from a loan institution for his business. The first method is that a debtor obtains credit from only one loan institution for his business. The second method is that a debtor obtains a credit from loan syndication whose members consist of some loan institutions. In the latter method, there is only one credit contract; namely, a contract between a debtor and a loan syndication which is known as loan syndication. The third method is that a debtor obtains credit from some different loan institutions so that he can obtain the credit for covering all he needs for his business. It means that there are some bilateral credit contracts between the debtor and the loan institutions respectively. Legally, each credit contract does not have any correlation with one another unless a cross default clause is attached in each credit contract.

The implementation of giving credit with cross collateral method is done by making a credit contract with hypothecation by each creditor. In giving credit with cross collateral, each creditor has the same right, especially in obtaining the share of the proceeds of the sale of the execution when the debtor breaches the contract although based on UUHT, as the holders of hypothecation, they have different levels. Besides hypothecation, the agreement in sharing the collateral gives legal certainty in the debtor’s paying off the credit and can minimize potential conflict among the creditors who jointly give credit with cross collateral method.

The type of the research was judicial normative which was categorized as a descriptive analytic method. It is recommended that a specific regulation should be needed to regulate this collateral method in order to give legal certainty and legal protection, either to creditors or to debtors in implementing credit contract, especially when the contract uses cross collateral hypothecation.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Bank sebagai lembaga intermediasi, memiliki fungsi sebagai perantara keuangan. Dalam peranannya tersebut, terdapat hubungan antara bank dan nasabah didasarkan pada dua unsur yang saling terkait, yaitu hukum dan kepercayaan. Suatu bank hanya dapat melakukan kegiatan dan mengembangkan banknya, apabila masyarakat “percaya” untuk menempatkan uangnya dalam produk-produk perbankan yang ada pada bank tersebut. Berdasarkan kepercayaan masyarakat tersebut, bank dapat memobilisasi dana dari masyarakat untuk ditempatkan di banknya dan menyalurkan kembali dalam bentuk kredit serta memberikan jasa-jasa perbankan.1

Transaksi perbankan merupakan hubungan hukum antara bank dan nasabah di bidang bisnis, yang di dalamnya kedua belah pihak saling membutuhkan. Transaksi perbankan terdiri atas transaksi di bidang pendanaan dan transaksi di bidang perkreditan.

Transaksi perbankan di bidang perkreditan memberikan peran bagi bank sebagai lembaga penyedia dana bagi debitur. Bentuknya dapat berupa kredit, seperti kredit investasi, kredit modal kerja, kredit usaha kecil, dan jenis-jenis kredit lainnya sesuai dengan kebutuhan debiturnya. Hubungan antara debitur dan bank merupakan

1Johannes Ibrahim,Cross Default & Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit


(18)

hubungan interpersonal di bidang perkreditan bertumpu pada suatu kepercayaan atau lebih lazim dikenal dengan kredit.

Dalam istilah umum, kredit perbankan hampir dipersamakan dengan utang piutang pada umumnya. Namun senyatanya dalam kaidah hukum perdata, antara utang dan kredit merupakan dua perbuatan hukum yang berbeda dan memiliki konsekuensi yuridis yang berbeda pula.2

Utang piutang pada umumnya disebut dengan pinjam habis pakai atau dengan istilah verbuikleen dalam bahasa Belanda yang kemudian diartikan lebih lanjut sebagai pinjam mengganti.3 Pinjam mengganti menurut hukum perdata, yaitu salah satu pihak melepaskan sejumlah uang atau barang tertentu kepada pihak lain yang menghabiskannya apabila dipakai dengan janji bahwa di kemudian hari uang atau barang tersebut dikembalikan dalam jumlah yang sama, dalam keadaan yang sejenis, dalam keadaan yang sama.4

Ketentuan di atas sebagaimana dimuat dalam Pasal 1757 KUHPerdata menyatakan bahwa :

“Apabila sang debitur tidak membayar bunga atas pinjamannya maka kreditur tidak dapat membayar bunga atas pinjamannya maka kreditur tidak dapat menuntut kebatalan atas perjanjian utang piutangnya apabila bunga atas utang tidak diperjanjikan sebelumnya”.

2Harun Badriyah,Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, Pustaka Yustisia, Yogyakarta,

2010, hal.1

3Ibid

4Lihat Pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Pradnya


(19)

Dengan kata lain, tidak ada bunga utang piutang bila tidak diperjanjikan oleh para pihak sebelumnya. Ketentuan dalam pinjam mengganti atau utang piutang pada umumnya ini berbeda dengan ketentuan dalam kredit perbankan yang memiliki kekhasan tersendiri.

Istilah kredit berasal dari bahasa Latin “credere” (lihat pula “credo” dan “creditum”), yang kesemuanya berarti kepercayaan (dalam bahasa Inggris “faith” dan ”trust”). Dapat dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditur (yang memberi kredit, lazimnya bank) dalam hubungan perkreditan dengan debitur (nasabah, penerima kredit) mempunyai kepercayaan, bahwa debitur dalam waktu dan dengan syarat-syarat yang telah disetujui bersama dapat mengembalikan (membayar kembali) kredit yang bersangkutan.5

Dalam membangun suatu kepercayaan, antara para pihak dibutuhkan berbagai informasi. Informasi-informasi yang dibutuhkan dari nasabah akan diminta pihak bank yang dikenal dengan persyaratan-persyaratan kredit.

Untuk memperoleh keyakinan, sebelum mengabulkan kredit, pihak kreditur atau bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari debitur. Dalam dunia perbankan kelima faktor diatas dikenal dengan sebutan “the five c’s of credit analysis” atau prinsip 5 C’s,

5Rachmadi Usman,Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama,


(20)

yaitu Character (sifat/watak), Capacity (kemampuan), Capital (modal), Collateral

(agunan) danCondition of Economy(keadaan/prospek ekonomi).6

Demi tercapainya falsafah tesebut maka apabila ada pihak yang ingin mengajukan permohonan kredit, bank harus melakukan pertimbangan dan analisa terhadap berbagai hal seperti analisa 5 C’s, kemampuan bank itu sendiri dalam memberikan kredit serta melaksanakan prinsip kehati-hatian yang tercantum dalam Pasal 8 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan.7

Untuk dilaksanakannya pemberian kredit itu, harus ada suatu kesepakatan antara bank sebagai kreditur dengan nasabah penerima kredit sebagai debitur yang dituangkan dalam suatu bentuk perjanjian. Adapun M. Yahya Harahap memberikan definisi perjanjian sebagai berikut :8

“Perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.”

Perjanjian antara bank dengan nasabah penerima kredit disebut juga sebagai Perjanjian kredit dimana perjanjian ini berakar pada perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur dalam Pasal 1754 KUH Perdata yang mempunyai definisi sebagai suatu perjanjian dengan pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat

6 Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Djambatan,

Jakarta, 1995, hal. 28

7Ibid ,hal.30

8 Sri Soesilowati, et al, Hukum Perdata (Suatu Pengantar), Gitama Jaya Jakarta, Jakarta,


(21)

bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula.9

Dilihat dari hubungan hukum antara pemberi kredit (lender) dan debitur (borrower), ada 3 (tiga) macam cara bagi seorang debitur dalam memperoleh kredit untuk keperluan usahanya dari lembaga pemberi kredit. Cara yang pertama, debitur memperoleh kredit hanya dari satu lembaga pemberi kredit bagi seluruh kebutuhan kreditnya. Cara yang kedua, debitur memperoleh kredit dari suatu sindikasi yang anggotanya terdiri atas lembaga-lembaga pemberi kredit. Pada cara yang kedua ini, terdapat satu perjanjian kredit saja, perjanjian antara debitur dengan sindikasi sebagai pemberi kredit, hal ini dikenal dengan “sindikasi kredit”.10

Cara yang ketiga, debitur menerima kredit dari beberapa lembaga pemberi kredit secara terpisah guna memperoleh seluruh jumlah kebutuhan kreditnya. Artinya, terdapat beberapa perjanjian kredit bilateral antara debitur dan masing-masing lembaga pemberi kredit tersebut. Secara hukum, masing-masing perjanjian kredit itu tidak berhubungan satu sama lain kecuali apabila di dalam masing-masing perjanjian kredit dicantumkancross default clause(“klausula ingkar janji silang”).

Klausul tersebut berisi pernyataan hukum yang mengikat para pihak bahwa apabila debitur mengalami kemacetan kredit yang diperoleh dari lembaga pemberi kredit yang lain maka kredit yang diterima debitur berdasarkan perjanjian tersebut

9R. Subekti,Aneka Perjanjian, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hlm. 125.

10Sindikasi kredit atauloan syndicationberbeda dengan kredit sindikasi atausyndicated loan.

Sindikasi kredit adalah suatu sindikasi yang peserta – pesertanya terdiri dari lembaga – lembaga pemberi kredit yang dibentuk dengan tujuan untuk memberikan kredit kepada suatu perusahaan yang memerlukan kredit untuk membiayai suatu proyek. Sedangkan yang dimaksud dengan kredit sindikasi adalah kredit yang diberikan oleh sindikasi kredit.


(22)

menjadi demi hukum ingkar janji (default) dan dengan demikian pemberi kredit berhak untuk seketika dan sekaligus menagih seluruh kredit sekalipun jangka waktu kredit belum berakhir atau masa penyicilan belum tiba saatnya. Hal ini disebut dengan sistem “joint financing”.11

Dalam joint financing kredit diberikan kepada pelanggan perusahaan pembiayaan (multifinance company) atau kepada debitur bank dengan sumber dana yang berasal dari beberapa bank atau bank dengan perusahaan pembiayaan non bank.12

Perikatan ditinjau dari segi pemenuhan pembayaran kembali uang yang dipinjam dapat dibagi menjadi dua jenis perikatan. Pertama, transaksi kredit “tanpa jaminan” atau “unsecured transaction” yang dapat dijabarkan sebagai perjanjian yang

11Sutan Remy, Sjahdeini,Kredit Sindikasi Proses, Teknik Pemberian, dan Aspek Hukumnya,

PT Kreatama, Jakarta, 2006, hlm. 1.

12Joint financingberbeda dengan kredit sindikasi, adapun perbedaan tersebut terletak

dalam bentuk perjanjian kredit yang dibuat antara kreditur dengan debitur. Dalamjoint financing, debitur menerima kredit dari beberapa lembaga pemberi kredit secara terpisah guna memperoleh seluruh jumlah kebutuhan kreditnya. Artinya, terdapat beberapa perjanjian kredit bilateral antara debitur dengan lembaga pemberi kredit, di mana di dalam masing-masing perjanjian kredit dicantumkan cross default clause. Agunan yang diberikan oleh debitur kepada para kreditur dalam pemberian kredit tersebut adalah satu atau sama dan para kreditur bersama-sama sebagai pemegang jaminan dengan adanya perjanjian berbagi jaminan di antara mereka, dimana pelaksanaan pemberian kredit tersebut diadministrasikan oleh satu agen yang sama. Sedangkan dalam kredit sindikasi, para kreditur bersama-sama mengikatkan diri dalam satu perjanjian kredit yang sama dengan agunan yang sama, untuk memberikan kredit kepada debitur pemohon dana. Definisi tersebut diatas mencakup semua unsur-unsur yang penting dari suatu kredit sindikasi. Pertama, kredit sindikasi melibatkan lebih dari satu lembaga pembiayaan dalam suatu fasilitas sindikasi. Kedua, definisi tersebut menyatakan bahwa kredit sindikasi adalah kredit yang diberikan berdasarkan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang sama bagi masing-masing peserta sindikasi. Hal ini diwujudkan dalam bentuk hanya ada satu perjanjian kredit antara nasabah dan sebuah bank peserta sindikasi. Ketiga, definisi tersebut menegaskan bahwa hanya ada satu dokumentasi kredit, karena dokumentasi inilah yang menjadi pegangan bagi semua bank peserta sindikasi secara bersama – sama. Keempat, sindikasi tersebut juga diadministrasikan oleh satu agen yang sama bagi semua bank peserta sindikasi. Bila tidak demikian halnya, maka terpaksa harus ada serangkaian fasilitas bilateral (dua pihak), yang sama tetapi mandiri, antara masing -masing bank peserta dengan nasabah.


(23)

tidak mempunyai jaminan (not guaranteed) atau tidak ada perlindungan (not protected) atas pemenuhan pembayaran kembali hutangnya. Dalam hal ini, pelunasan pembayaran kembali hutang, tidak dijamin dengan sesuatu barang yang mempunyai nilai atau harga yang sama atau melebihi jumlah pinjaman. Itulah sebabnya, ditinjau dari aspek bisnis, transaksi tersebut dapat dikategorikan sebagai unsecured debt

karena merupakan transaksi utang tanpa jaminan sedangkan dari aspek yuridis, disebut tuntutan tanpa jaminan (unsecured claim) dan krediturnya dikategorikan kreditur tanpa jaminan (unsecured kreditur).13

Apabila tidak ada jaminan khusus yang diberikan oleh debitur kepada kreditur maka apabila debitur lalai/cidera janji (wanprestasi) dalam memenuhi kewajibannya membayar hutang maka kreditur harus mengajukan gugatan untuk membuktikan kelalaian debitur dan apabila putusan telah menyatakan debitur lalai, kreditur dapat langsung memohon penetapan kepada Pengadilan Negeri setempat untuk mengeksekusi benda yang dijaminkan dalam perjanjian kredit tersebut. Setelah permohonan dikabulkan maka kelanjutan sita eksekusi adalah penjualan lelang. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 200 ayat (1)Herziene Indlansch Reglement (“HIR”) dan Pasal 218 ayat (2) Rechtsreglement Voor de Buitengewesten (“Rbg”) yang pada intinya menyatakan bahwa penjualan barang yang disita dilakukan dengan perantaraan Kantor Lelang, oleh pejabat yang menyita barang itu atau orang lain yang cakap dan dapat dipercaya, satu sama lain menurut pertimbangan Ketua Pengadilan

13 M. Yahya, Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Sinar


(24)

Negeri setempat. Jadi setelah sita eksekusi dilaksanakan, Undang-undang memerintahkan penjualan barang sitaan. Cara penjualannya dengan perantaraan Kantor Lelang dan penjualannya disebut Penjualan Lelang (executoriale verkoopatau

foreclosure sale).

Kedua, transaksi kredit yang “dilindungi jaminan” atau secured transaction, dimana terhadap utang atau pinjaman, debitur memberi barang jaminan sebagai perlindungan pemenuhan pembayaran kepada kreditur. Apabila debitur ingkar atau lalai memenuhi pembayaran utang sebagaimana mestinya sesuai dengan perjanjian, pemenuhan dapat dipaksa (imposed) dengan jalan eksekusi barang jaminan di mana kreditur dilindungi dengan hak preferensi (untuk menerima pelunasan terlebih dahulu dibanding kreditur lainnya) dan hak separatis serta hak parate eksekusi yang menyebabkan kreditur dapat memperoleh pelunasan piutangnya melalui “penjualan lelang” berdasarkan penetapan pengadilan tanpa perlu mengajukan gugatan terlebih dahulu atau melalui penjualan barang jaminan di bawah tangan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

Dari segi bisnis, transaksi ini dikategorikan sebagai transaksi utang yang dilindungi jaminan (secured debt) dan kreditur berada dalam posisi terjamin (secured creditor) sedangkan dari segi hukum, tuntutan pemenuhan pembayaran utang dilindungi dengan barang jaminan, sehingga dikategorikan sebagai secured claim

dengan jalan menjual atau mengeksekusi barang jaminan melalui pengadilan.14


(25)

Adapun dalam transaksi perkreditan atau peminjaman uang, jaminan yang diserahkan debitur harus dibuat dengan perjanjian antara pemilik jaminan dengan kreditur atau bank yang disebut perjanjian pengikatan jaminan yang sifatnya

accesoir.15

Sebagaimana telah disebutkan di atas, jaminan utang dapat berupa barang (benda) sehingga merupakan jaminan kebendaan dan atau berupa janji penanggungan utang sehingga merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak kebendaan kepada pemegang jaminan. Suatu hak kebendaan (zakelijk recht) ialah suatu hak memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda, yang dapat dipertahankan terhadap tiap orang.16

Secara umum, benda dalam Pasal 504 KUH Perdata dibagi dalam 2 (dua) kelompok besar, yaitu yang bergerak dan yang tidak bergerak, maka tanggung jawab si berhutang menurut Pasal 1131 KUH Perdata, pada asasnya meliputi seluruh harta si berhutang, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, dan yang dipakai sebagai patokan untuk mengukur ”yang sudah atau akan ada” adalah saat hutang dibuat.17

Hukum Jaminan dan untuk masing-masing kelompok benda oleh KUH Perdata diberikan lembaga jaminannya masing-masing. Untuk benda bergerak disediakan lembaga jaminan berbentuk gadai (diatur dalam Pasal 1150 KUH Perdata) dan Fidusia (diatur dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia)

15Accesoirartinya perjanjian pengikatan jaminan merupakan perjanjian tambahan yang

eksistensinya atau keberadaannya mengikuti perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit.

16R. Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT Intermasa, Jakarta, 2005, hlm. 62. 17J. Satrio,Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, PT Citra Aditya Bakti,


(26)

sedangkan untuk benda tetap (tidak bergerak) disediakan lembaga hipotik untuk kapal yang terdaftar dengan isi kotor 20 m3 (dua puluh meter kubik) atau lebih dan pesawat terbang (diatur dalam Pasal 1162 KUH Perdata) dan Hak Tanggungan untuk benda tidak bergerak berupa tanah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan (”UUHT”).18

Tanah digolongkan benda tidak bergerak menurut sifatnya di mana tiap bagian dari bumi yang dapat diberi batas dan segala sesuatu yang langsung atau tidak langsung melekat padanya dalam satu kesatuan, yakni tanah dengan segala sesuatu yang melekat dengan tanah, baik organis maupun mekanis, termasuk pekarangan serta kebun dan segala sesuatu yang tumbuh di atas tanah.19

Tanah merupakan barang jaminan untuk pembayaran utang yang paling disukai oleh lembaga keuangan yang memberikan fasilitas kredit sebab tanah pada umumnya mudah dijual, harganya terus meningkat, mempunyai tanda bukti hak dan sulit untuk digelapkan dan dapat dibebani dengan hak tanggungan yang merupakan jaminan khusus yang memberikan hak istimewa kepada kreditur sebagaimana telah dijelaskan di atas.

Hak Tanggungan memberikan kedudukan yang lebih tinggi (didahulukan) bagi kreditur pemegang Hak Tanggungan dibandingkan dengan kreditur lainnya, Hak Tanggungan juga selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam tangan siapa pun obyek itu berada dan Hak Tanggungan juga memenuhi asas spesialitas dan publisitas

18Salim, HS,Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hlm. 94. 19

Kie, Tan ThongStudi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris, PT Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta, 2007, hlm. 152.


(27)

sehingga dapat mengikat pihak ketiga, memberikan kepastian hukum kepada pihak pihak yang berkepentingan dan mudah serta pasti pelaksanaan eksekusinya.

Konsep mengenai kepastian hukum bagi para kreditur yang memberikan kredit dengan sistem cross collateral terutama dalam mengeksekusi jaminan Hak Tanggungan apabila debitur ingkar janji atau wanprestasi (default) merupakan topik yang sangat perlu diteliti, karena dalam kasus ini pemberian kredit diberikan oleh lebih dari satu kreditur kepada satu debitur yang sama dalam waktu yang berbeda atau tidak secara bersamaan dengan jaminan berupa tanah sehingga atas tanah tersebut dibebankan lebih dari 1 (satu) peringkat Hak Tanggungan kepada masing masing kreditur.

Ketentuan Hak Tanggungan sendiri mengatur bahwa suatu obyek Hak Tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu hutang.20 Apabila suatu obyek Hak Tanggungan dibebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan maka masing-masing Hak Tanggungan diberikan peringkat yang ditentukan menurut tanggal pendaftarannya pada kantor pertanahan.21Selanjutnya dalam hal debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan peringkat pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas

20Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 TentangHak Tanggungan atas Tanah

Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

21Pasal 5 ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 TentangHak Tanggungan atas Tanah


(28)

kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.22

Dengan ketentuan tersebut maka dalam hal joint financing kredit dengan pemberian jaminan tanah dan bangunan yang diikat dengan Hak Tanggungan tidak menutup kemungkinan akan timbul masalah dikemudian hari terkait dengan proses penjualan objek jaminan, pelunasan hutang dan pelaksanaanjoint financingkredit itu sendiri. Disebabkan karena kreditur kedua dan/atau seterusnya selaku pemegang Hak Tanggungan selain peringkat pertama atau terdahulu menurut ketentuan UUHT lebih memberikan hak preferen atau hak didahulukan pada kreditur pemegang Hak Tanggungan pertama dibandingkan dengan kreditur kedua dan atau seterusnya guna menjamin pelunasan hutangnya debitur (lebih utama pemegang Hak Tanggungan pertama).

Dalam penelitian ini Bank Mandiri merupakan bank yang dijadikan objek dari penelitian mengenai cross collateral. Bank Mandiri merupakan bank terbesar milik pemerintah saat ini yang menjadi pelaku ekonomi yang memiliki peran yang strategis di Indonesia. Yang tentu saja memiliki banyak permasalahan kompleks berkaitan dengan kredit perbankan.

Adapun sasaran penelitian ini adalah untuk mengetahui hakikat dari cross defaultdan cross collateraldalam perjanjian kredit serta upaya yang dapat dilakukan

22Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah


(29)

bank dalam mengeksekusi jaminan yang diikat secara cross collateralbila si debitur wanprestasi.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian-uraian yang dimuat dalam latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan pemberian kredit secara cross collateral pada PT Bank Mandiri (Persero), Tbk ?

2. Bagaimanakah pelaksanaan sistem pemberian kredit secaracross collateral pada PT Bank Mandiri (Persero), Tbk ?

3. Bagaimanakah penyelesaian kredit bermasalah terhadap debitur pemegang hak tanggungan yang jaminannnya diikat secara cross collateral pada PT Bank Mandiri (Persero), Tbk?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaturan pemberian kredit secaracross collateral pada PT Bank Mandiri (Persero), Tbk.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan sistem pemberian kredit secara cross collateral

pada PT Bank Mandiri (Persero), Tbk.

3. Untuk mengetahui penyelesaian kredit bermasalah terhadap debitur pemegang hak tanggungan yang jaminannnya diikat secara cross collateral pada PT Bank Mandiri (Persero), Tbk.


(30)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya di dalam bidang hukum perbankan, hukum jaminan dan hukum kepailitan yang menyangkut dalam hal proses pemberian kredit cross collateral.

2. Secara Praktis

Penelitian ini dapat memberikan pemahaman dan gambaran yang jelas kepada praktisi hukum khususnya notaris dan kalangan perbankan serta masyarakat luas dalam melaksanakan perjanjian kredit, khususnya perjanjian kredit secara cross collateral.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang dilakukan di Kepustakan Universitas Sumatera Utara dan Kepustakaan Sekolah Pascasarjana, maka penelitian dengan judulTinjauan Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Secara Cross Collateral Pada Perbankan (Studi di PT Bank Mandiri (Persero), Tbk Cabang Medan Iman Bonjol)” , belum pernah ada yang melakukan penelitian sebelumnya.

Namun sebagai bahan referensi terdapat penelitian yang dilakukan oleh saudara Ricky, mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara dengan


(31)

judul ”Analisis Yuridis Perjanjian Kredit Sindikasi Dengan Jaminan Hak Tanggungan “ (Studi di Bank UOB Indonesia)”. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2010 dan objek penelitiannya yaitu pada bank UOB Indonesia. Sedangkan penelitian tesis ini menjadikan PT Bank Mandiri (Persero), Tbk Cabang Medan Imam Bonjol menjadi objek yang diteliti.

Penelitian tersebut secara spesifik membahas jenis perjanjian kredit yaitu sindikasi dan akibat hukumnya bila terjadi wanprestasi.

Dengan demikian, maka penelitian ini dapat dijamin keasliannya dan dapat dipertangungjawabkan dari segi isinya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Sebelum peneliti mengetahui kegunaan dari kerangka teori, maka peneliti perlu mengetahui terlebih dahulu mengenai arti teori. Teori merupakan generalisasi yang dicapai setelah mengadakan pengujian dan hasilnya menyangkut ruang lingkup dan fakta yang luas.23

Sedangkan menurut Bintaro Tjokromijoyo dan Mustofa Adidjoto “teori diartikan sebagai ungkapan mengenai hubungan causal yang logis di antara perubahan (variabel) dalam bidang tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai

23Soejono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986,


(32)

kerangka berpikir (frame of thinking) dalam memahami serta menangani permasalahan yang timbul di dalam bidang tersebut”.24

Adapun teori sistem dari Mariam Darus yang mengemukakan bahwa sistem adalah kumpulan asas-asas hukum yang terpadu yang merupakan landasan di atas mana dibangun tertib hukum.25

Dari beberapa pengertian teori di atas dapat disimpulkan bahwa maksud kerangka teori adalah pengetahuan yang diperoleh dari tulisan dan dokumen serta pengetahuan kita sendiri yang merupakan kerangka dari pemikiran dan sebagai lanjutan dari teori yang bersangkutan, sehingga teori penelitian dapat digunakan untuk proses penyusunan maupun penjelasan serta meramalkan kemungkinan adanya gejala-gejala yang timbul. Dengan kata lain menurut M.Solly Lubis, kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis.26

Menurut Soejono Soekanto, kerangka teori pada penelitian hukum sosiologis atau empiris yaitu kerangka teoritis yang berdasarkan pada kerangka acuan hukum tanpa acuan hukumnya maka penelitian tersebut hanya berguna bagi sosiologi dan kurang relevan bagi ilmu hukum.27

24Bintaro Tjokroamidjoyo dan Mustofa Adijoyo,Teori dan Strategi Pembangunan Nasional,

Haji Mas Agung, Jakarta, 1998, hal 12

25Mariam Darus Badrulzaman,Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Bandung, Alumni,

1983, hal 15

26M.Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal.13 27Soejono Soekanto,Op.Cit, hal 127


(33)

Berkenaan dengan penelitian ini, maka kerangka teori diarahkan secara khusus pada ilmu hukum yang mengacu pada penelitian hukum normatif. Penelitian ini berupaya guna menganalisis secara hukum terhadap pemberian kredit secaracross collateral, artinya memahami asas hukum perjanjian (sebagai subjek), asas hukum jaminan (sebagai objek) serta akibat hukumnya bila terjadi wan prestasi.

Dalam perjanjian kredit yang dilaksanakan antara kreditur dan debitur memuat seperangkat hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan atau ditepati oleh para pihak yang dinamakan prestasi. Menepati (“nakoming”) berarti memenuhi isi perjanjian, atau dalam arti yang lebih luas melunasi (“betaling”) pelaksanaan perjanjian, yaitu memenuhi dengan sempurna segala isi, tujuan dari ketentuan sesuai dengan kehendak yang telah disetujui oleh para pihak.28

Dalam ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, terdapat empat syarat untuk sahnya perjanjian yaitu, kata sepakat kecakapan, hal tertentu dan sebab yang halal.

Untuk mengetahui kapan terjadinya kata sepakat, KUH Perdata sendiri tidak mengaturnya, tetapi dalam ilmu pengetahuan terdapat beberapa teori sebagai berikut:29

1. Teori Kehendak (wilstheorie): Dalam teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi manakala para pihak menyatakan kehendaknya untuk mengadakan suatu perjanjian.

28Yahya Harahap,Segi-segi Hukum Perjanjian, Bandung: Allumni,1986, hal.56 29Gatot Supramono,Op.Cit, hal.37


(34)

2. Teori kepercayaan (vetrouwenstheorie): Berdasarkan teori kepercayaan, kata sepakat dalam suatu perjanjian dianggap telah terjadi pada saat pernyataan salah satu pihak dapat dipercaya secara obyektif oleh pihak yang lainnya.

3. Teori ucapan (uitingstheorie): Dalam teori ini yang dilihat adalah ucapan (jawaban) debitur. Kata sepakat dianggap telah terjadi pada debitur mengucapkan persetujuannya terhadap penawaran yang dilakukan kreditur. Kalau dilakukan dengan surat, maka kata sepakat terjadi pada saat menulis surat jawabannya. 4. Teori pengiriman (verzendingstheorie): Dalam teori ini kata sepakat dianggap

telah terjadi pada saat debitur mengirimkan surat jawaban kepada kreditur. Jika dilakukan pengirimannya melalui pos, maka kata sepakat dainggap telah terjadi pada saat surat jawaban tersebut distempel (cap) oleh kantor pos.

5. Teori penerimaan (ontvangstheorie): Menurut teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat kreditur menerima surat jawaban dari debitur. Tepatnya pada saat kreditur membaca surat jawaban tersebut, karena saat itu ia mengetahui kehendak debitur.

6. Teori pengetahuan (vernemingstheorie): Menurut teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat kreditur mengetahui bahwa debitur telah menyatakan menerima penawarannya. Tampak teori ini lebih luas dari teori penerimaan, karena dalam teori ini memandang kreditur mengetahui kehendak debitur baik melalui surat maupun secara lisan.


(35)

Dalam hukum perjanjian juga dikenal beberapa asas yaitu asas konsensualisme, asas kebebasan berkontrak dan asas kepribadian. 30 Asas konsensualisme adalah kesepakatan, maka asas ini menetapkan terjadinya suatu perjanjian setelah tercapainya kata sepakat kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian. Sebagaimana telah diketahui, kata sepakat diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang merupakan salah satu syarat sahnya perjanjian.

Sedangkan menurut asas kebebasan berkontrak yaitu setiap orang mempunyai kebebasan untuk mengadakan suatu perjanjian yang berisi apa saja dan macam apa saja, asalkan perjanjian itu tidak bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan dan undang-undang.

Dalam KUH Perdata asas kebebasan berkontrak terdapat dalam Pasal 1339. Asas tersebut sebenarnya malah membatasi kebebasan seseorang, karena tidak dapat menikmati kebebasan yang sebebas-bebasnya. Meskipun demikian asas ini dimaksudkan agar setiap orang selalu dapat membuat perjanjian demi kebaikan dan tidak merugikan pihak lain. Berikutnya yaitu asas kepribadian menurut asas ini seseorang hanya diperbolehkan mengikatkan diri untuk kepentingan dirinya sendiri dalam perjanjian. Asas tersebut diatur dalam Pasal 1315 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa pada umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji daripada untuk dirinya sendiri.

Pemenuhan prestasi yang dituntut pihak kreditur terhadap debitur dengan maksud agar kreditur tidak menderita suatu kerugian. Dengan mengatur saat-saat


(36)

seseorang debitur berada dalam keadaan lalai, pembentuk undang-undang bermaksud untuk menentukan saat yang pasti pada pihak debitur dan kreditur dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya, sehingga dengan mudah dapat ditentukan jumlah pembayaran ganti rugi, biaya dan bunga.

Kelalaian atau kegagalan merupakan suatu situasi yang terjadi karena salah satu pihak tidak melakukan kewajibannya atau membiarkan suatu keadaan berlangsung sedemikian rupa (non performance), sehingga pihak lainnya dirugikan secara tidak adil karena tidak dapat menikmati haknya berdasarkan kontrak yang telah disepakati bersama. Karena itu, biasanya cedera janji dirumuskan secara aktif dalam arti bahwa cedera janji dirumuskan secara aktif dalam arti bahwa cedera janji terjadi jika pihak yang berkewajiban tidak melaksanakan kewajibannya atau secara pasif dengan membiarkan keadaan (yang seharusnya dicegah) sebagaimana yang dirumuskan dalam ketentuan-ketentuan tertentu.31

Akibat dari tidak dipenuhinya perikatan, kreditur dapat meminta ganti rugi dan bunga yang dideritanya. Untuk adanya kewajiban ganti rugi yang dideritanya. Untuk adanya kewajiban ganti rugi bagi debitur maka undang–undang menentukan bahwa debitur harus terlebih dahulu dinyatakan dalam keadaan lalai (ingebreke stelling). Lembaga pernyataan lalai ini adalah merupakan upaya hukum untuk sampai pada suatu fase, dimana debitur dinyatakan ingkar janji (wanprestasi).

31Budiono Kusumohamidjojo,Panduan Untuk Merancang Kontrak,Jakarta, Gramedia, 2001,


(37)

Pasal 1243 KUH Perdata mengatakan : “Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya,tetap melalaikannyam atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya dalam tenggang waktu tertentu telah dilampauinya.”

Jadi yang dimaksud dengan “berada dalam keadaan lalai” ialah peringatan atau pernyataan dari kreditur tentang saat itu dilampauinya, maka debitur ingkar janji (wanprestasi).32

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi , antara abstraksi dan realitas.33 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstaksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan defenisi operasional.34 Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua(dubius)dari suatu istilah yang dipakai. Selain itu dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian. Berikut peneliti akan sampaikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi, yang berkenaan dengan penulisan tesis ini sebagai rangkaian operasional, yaitu sebagaimana yang tertera di bawah ini:

32

Mariam Darus Badrulzaman,Op.cit, hal.19

33


(38)

1. Kredit adalah “Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-memimjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.35

2. Perjanjian kredit Bank adalah perjanjian yang isinya telah disusun oleh bank secara sepihak alam bentuk baku mengenai kredit yang memuat hubungan hukum antara bank dengan nasabah (debitur).36

3. Bank adalah “Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”37 4. Kreditur adalah Pihak yang berpiutang dalam suatu hubungan hutang piutang

tertentu.

5. Debitur adalah Pihak yang berhutang dalam suatu hubungan hutang piutang tertentu.

6. Cross Collateral adalah jaminan yang diserahkan oleh debitur yang telah diikat sesuai dengan jenis jaminannya akan mengkait ke beberapa debitur pada bank atau kreditur yang sama.38

35Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 TentangPerubahan Atas

Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

36Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Alumni,

Bandung, 2006, hal 33

37

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 TentangPerubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.


(39)

7. Wanprestasi menurut Subekti adalah “Apabila ia berutang (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikannya, maka ia dikatakan melakukan “wan prestasi”, ia alpa atau lalai atau ingkar janji atau juga ia melanggar perjanjian, bila ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya”.39

Sedangkan menurut Yahya Harahap yang dimaksud dengan wan prestasi adalah “Pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Seorang debitur disebutkan dan berada dalam keadaan wan prestasi, apabila ia dalam melakukan pelaksanaan perjanjian telah lalai sehingga ‘terlambat’ dari jadwal waktu yang ditentukan atau dalam melaksanakan prestasi tidak menurut sepatutnya/selayaknya”.40

G. Metode Penelitian

Dalam setiap penelitian pada hakekatnya mempunyai metode penelitian masing-masing dan metode penelitian tersebut ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian.41 Kata Metode berasal dari bahasa Yunani “methods” yang berarti cara atau jalan sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.42

Metode Penelitian disebut juga sebagai metodologi yang berarti “jalan ke” Terhadap “metodologi”, biasanya diberikan arti-arti sebagai berikut :

1. Logika dari penelitian ilmiah

39Subekti,Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1884, hal 45 40Yahya Harahap,Op.cit,hal.60

41Jujun Suria Sumantri,Filsafat Hukum Suatu Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan,

Jakarta, 1995 hal.328

42 Koenjtaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Gramedia Pustaka Utama,


(40)

2. Studi terhadap prosedur dan teknik penelitian 3. Suatu sistem dari prosedur dan teknik penelitian.43

Adapun dalam penulisan tesis ini, digunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, adapun jenis penelitian atau metode pendekatan yang dilakukan adalah metode penelitian hukum normatif (yuridis normatif) atau disebut juga penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.44

Ronny Hanitijo Soemitro menyatakan bahwa penelitian yuridis-normatif terdiri atas :45

a. Penelitian inventarisasi hukum positif b. Penelitian terhadap asa-asas hukum

c. Penelitian untuk menemukan hukum in-konkrito d. Penelitian terhadap sistematika hukum

e. Penelitian terhadap sinkronisasi vertikal dan horizontal.

Maka dengan kata lain peneliti akan melakukan penelitian hukum dengan melakukan abstraksi melalui proses deduksi dari hukum positif yang berlaku, yang merupakan sistematisasi hukum dan sinkronisasi hukum secara horizontal terhadap

43Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2008, hal.5-6 44Soejono Soekanto dan Sri Mamuji, 2003, Op.cit, hal.13-14

45Ronny Hanitijo Soemitro,Metode Penelitian Hukum, Ghalian Indonesia, Jakarta, 1982,


(41)

perjanjian kredit secara cross collateral pada PT Bank Mandiri (Persero), Tbk, Cabang Imam Bonjol Medan.

2. Sifat Penelitian

Sebagai suatu hasil karya ilmiah yang memenuhi nilai-nilai ilmiah, maka menurut sifatnya penelitian yang dilaksanakan ini dikategorikan sebagai penelitian yang bersifat deskriptif-analitis, maksudnya adalah suatu analisis data yang berdasarkan pada teori hukum yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data yang lain.46

Artinya penelitian ini termasuk lingkup penelitian yang menggambarkan, menelaah, dan menjelaskan secara tepat serta menganalisa peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun dari berbagai pendapat ahli hukum, sehingga diharapkan dapat diketahui gambaran jawaban atas permasalahan mengenai Pemberian Kredit Secara Cross Collateral, khusunya implikasinya bila terjadi wan prestasi oleh debiturnya pada PT Bank Mandiri (Persero), Tbk Cabang Imam Bonjol Medan.

3. Sumber Data

Sebagai penelitian hukum normatif, penelitian ini menitikberatkan pada studi kepustakaan yang telah ditekankan pada pengambilan data sekunder.47 Adapun sumber data yang digunakan dalam penulisan ini adalah terdiri dari :

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat yang diurut berdasarkan hierarki perundang-undangan yang meliputi:

46Bambang Sunggono, Metodologi Penellitian Hukum, PT Raja Grafindo, Persada, Jakarta,

1997, hal 38


(42)

a. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

b. Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

c. Akta Perjanjian Kredit yang berlaku di PT Bank Mandiri, (Persero), Tbk. 2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan

hukum primer, yang meliputi :

a. Literatur yang membahas mengenai masalah perbankan b. Literatur yang membahas mengenai masalah perjanjian c. Literatur yang membahas mengenai masalah hukum jaminan

3. Bahan hukum tersier, yaitu berupa berbagai referensi lainnya yangberkaitan dengan topik penelitian. Bahan hukum tersier ini memberikan informassi lebih lanjut mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, antara lain dapat berupa kamus hukum, kamus bahasa Belanda dan kamus bahasa Inggris serta berbagai majalah hukum dan klipping dari media massa dan internet yang berkaitan dengan masalah yang diteliti tersebut.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian hukum, dikenal paling sedikit 3 (tiga) alat pengumpulan data atau alat penelitian (research instrument), yaitu studi dokumen akta perjanjian kredit atau bahan pustaka, pengamatan dan wawancara atau interview. Ketiga alat penelitian tersebut dapat dipergunakan masing-masing maupun secara bergabung.48

a. Studi dokumen, dipakai terhadap kajian buku-buku, hasil penelitian dalam bentuk disertasi dan tesis, peraturan perundangan, terbitan berkala seperti


(43)

majalah,bulletin dan surat kabar yang berkaitan dengan masalah penelitian. Metode yang dipakai untuk mengetahui isi dokumen tersebut adalah analisis isi (content analysis).

b. Wawancara yang dilakukan adalah dengan Legal Document and Safe Keeping

pada unit bisnis Consumer Loan Business Center, Legal Officer pada unit

Recovery Credit Regional dan Relationship Officer pada unit Business Banking Center. Kesemua unit tersebut merupakan unit bisnis pada PT Bank Mandiri (Persero), Tbk Cabang Medan Imam Bonjol Medan.

5. Analisis Data

Teknik analisis data penelitian ini adalah menggunakan teknik analisis kualitatif, yaitu metode analisis data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian lapangan menurut kualitas dan kebenarannya kemudian dihubungkan dengan teori-teori yang diperoleh dari studi kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan. Sedang metode deskriptif yaitu metode analisis dengan memilih data yang menggambarkan keadaan sebenarnya dilapangan.

Seluruh data primer dan sekunder yang diperoleh dari penelitian lapangan dan pustaka diklasifikasikan dan disusun secara sistematis, sehingga dapat dijadikan acuan dalam melaksanakan analisis. Langkah selanjutnya data sekunder yang telah disusun dan ditetapkan sebagai sumber dalam penyusunan tesis ini kemudian dianalisa secara kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif.


(44)

BAB II

PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT SECARA CROSS COLLATERAL PADA PT BANK MANDIRI, (PERSERO) TBK

A. Gambaran Umum PT Bank Mandiri Persero, Tbk

Bank Mandiri didirikan pada 2 Oktober 1998, sebagai bagian dari program restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Pada bulan Juli 1999, empat bank pemerintah yaitu Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor Impor Indonesia dan Bank Pembangunan Indonesia dilebur menjadi Bank Mandiri. Masing-masing dari keempatlegacy banksmemainkan peran yang tak terpisahkan dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Sampai dengan hari ini, Bank Mandiri meneruskan tradisi selama lebih dari 140 tahun memberikan kontribusi dalam dunia perbankan dan perekonomian Indonesia.49

Segera setelah merger, Bank Mandiri melaksanakan proses konsolidasi secara menyeluruh. Pada saat itu, kami menutup 194 kantor cabang yang saling berdekatan dan rasionalisasi jumlah karyawan dari jumlah gabungan 26.600 menjadi 17.620.

Brand Bank Mandiri diimplementasikan ke semua jaringan dan seluruh kegiatan periklanan dan promosi lainnya. Selain itu, Bank Mandiri berhasil mengimplementasikancore banking systembaru yang terintegrasi menggantikancore banking system legacyyang terpisah.

Semenjak didirikan, kinerja Bank Mandiri terus meningkat terlihat dari laba yang terus meningkat dari Rp 1,18 Triliun di tahun 2000 hingga mencapai Rp 5,3


(45)

Triliun di tahun 2004. Selain itu, Bank Mandiri juga mencatat prestasi penting dengan melakukan penawaran saham perdana pada 14 Juli 2003 sebesar 20% atau ekuivalen dengan 4 Milliar lembar saham.

Pada tahun 2005 Bank Mandiri mengalami permasalahan yang mengakibatkan menurunnya kinerja bank. Salah satunya adalah dengan meningkatnya kredit bermasalah, tercermin dari rasio Non Performing Loan (NPL)

net konsolidasi yang meningkat dari 1,60% di tahun 2004 menjadi 15,34% di tahun 2005. Hal ini secara langsung berdampak pada penurunan laba Bank Mandiri secara signifikan dari sebelumnya sebesar Rp 5,3 Triliun di tahun 2004, menjadi Rp 603 Miliar di tahun 2005 atau mengalami penurunan sebesar sekitar 80%. Dari sisi kepercayaan investor di bursa, harga saham Bank Mandiri juga mengalami penurunan dari Rp 2.050 pada Januari 2005 hingga ke level Rp 1.110 pada November 2005.

Visi dari Bank Mandiri adalah membangun masyarakat Indonesia mandiri melalui program PKBL sebagai inspirasi guna menjadi lembaga keuangan Indonesia yang progresif dan tumbuh bersama Indonesia50. Sedangkan Misinya adalah menjadi mitra utama terpercaya bagi pengembangan masyarakat yang mandiri dan sejahtera. Dengan melakukan hal-hal sebagai berikut :

1. Menjalankan program PKBL yang memperkuat strategi Bank Mandiri dengan governance yang terbaik.

2. Menjadi bagian strategi komprehensif branding Bank Mandiri sebagai lembaga keuangan bagi semua stakeholders.


(46)

Tahun 2005 menjadi titik balik bagi Bank Mandiri, dimana Bank Mandiri memutuskan untuk menjadi Bank yang unggul di regional atau menjadi Regional Champion. Bank Mandiri mencanangkan program Transformasi yang dilaksanakan melalui 4 (empat) strategi utama, yaitu :51

1. Implementasi budaya, melalui restrukturisasi organisasi berbasis kinerja, penataan ulang sistem penilaian berbasis kinerja, pengembanganleadership dan

talent, serta penyesuaian sumber daya manusia dengan kebutuhan strategis.

2. Pengendalian Non Performing Loansecara agresif, dimana Bank Mandiri fokus pada penanganan kredit macet dan memperkuatrisk management system.

3. Meningkatkan pertumbuhan bisnis yang melebihi rata-rata pertumbuhan pasar melalui strategi dan value preposition yang distinctive untuk masing-masing segmen.

4. Pengembangan dan pengelolaan program aliansi antar Direktorat atau Business Unit dalam rangka optimalisasi layanan kepada nasabah, serta untuk lebih menggali potensi bisnis nasabah-nasabah eksisting maupun value chain dari nasabah-nasabah dimaksud.

Untuk dapat meraih aspirasinya menjadi Regional Champion Bank, Bank Mandiri melakukan transformasi secara bertahap melalui 3 (tiga) fase:

51


(47)

1. Fase pertama"Back on Track"(2006 - 2007), yakni fokus untuk membenahi dan membangun dasar-dasar pertumbuhan Bank Mandiri di masa datang;

2. Fase kedua "Outperform the Market" (2008 - 2009), yakni fokus pada

pertumbuhan bisnis Bank Mandiri agar dapat tumbuh signifikan di seluruh segmen dan memiliki profitabilitas diatas rata-rata pasar;

3. Fase ketiga "Shaping the End Game" (2010), yakni fase dimana Bank Mandiri

dapat memiliki peranan aktif dalam proses konsolidasi sektor Perbankan Indonesia.

Proses transformasi yang telah dijalankan Bank Mandiri sejak tahun 2005 hingga tahun 2010 secara konsisten berhasil meningkatkan kinerja Bank Mandiri, tercermin dari peningkatan berbagai parameter finansial. Kredit bermasalah turun signifikan, tercermin dari rasio NPL net konsolidasi yang turun dari sebesar 15,34% di tahun 2005 menjadi 0,62% di tahun 2010. Selain itu laba bersih Bank Mandiri juga tumbuh sangat signifikan dari Rp 0,6 Triliun di tahun 2005 menjadi Rp 9,2 Triliun di tahun 2010.

Sejalan dengan transformasi bisnis, Bank Mandiri juga melakukan transformasi budaya dengan merumuskan kembali nilai-nilai budaya untuk menjadi pedoman pegawai dalam berperilaku. Bank Mandiri menetapkan 5 (lima) nilai budaya perusahaan yang disebut "TIPCE" yaitu: Kepercayaan (Trust), Integritas

(Integrity), Profesionalisme (Professionalism), Fokus pada pelanggan (Customer focus), dan Kesempurnaan(Excellence).


(48)

Bank Mandiri juga berhasil mencatat sejarah dalam peningkatan kualitas layanan. Selama empat tahun berturut-turut pada tahun 2007, 2008, 2009 dan 2010, Bank Mandiri berhasil menempati posisi sebagai service leader perbankan nasional berdasarkan survey Marketing Research Indonesia (MRI) dengan menempati urutan pertama pelayanan prima. Selain itu, Bank Mandiri juga mendapat apresiasi dari berbagai pihak dalam hal penerapanGood Corporate Governance.

Kinerja Bank Mandiri yang terus meningkat ini direspon positif oleh investor yang tercermin dari meningkatnya harga saham Bank Mandiri secara signifikan dari posisi terendah Rp 1.110 per lembar saham pada tanggal 16 November 2005 menjadi Rp 6.500 per lembar saham pada akhir tahun 2010. Dalam kurun waktu kurang lebih 5 tahun, nilai kapitalisasi pasar Bank Mandiri meningkat sekitar 6 kali lipat dari sebelumnya hanya sebesar Rp 21,8 Triliun menjadi Rp 136,5 Triliun.

Bank Mandiri saat ini sedang dalam tahap pelaksanaan transformasi lanjutan tahun 2010-2014 dimana Bank Mandiri telah melakukan revitalisasi visinya untuk

"Menjadi Lembaga Keuangan Indonesia yang paling dikagumi dan selalu progresif". Dengan visi tersebut Bank Mandiri mencanangkan untuk mencapai milestone

keuangan di tahun 2014, yaitu nilai kapitalisasi pasar mencapai di atas Rp 225 Triliun dengan pangsa pasar pendapatan mendekati 16%, ROA mencapai kisaran 2,5% dan ROE mendekati 25%, namun tetap menjaga kualitas asset yang direfleksikan dari rasio NPL gross di bawah 4%. Pada tahun 2014, Bank Mandiri ditargetkan mampu mencapai nilai kapitalisasi pasar terbesar di Indonesia serta masuk dalam jajaran Top 5 Bank di ASEAN. Selanjutnya di tahun 2020, Bank Mandiri mentargetkan untuk


(49)

dapat masuk dalam jajaran Top 3 di ASEAN dalam hal nilai kapitalisasi pasar dan menjadi pemain utama di regional.

Untuk mewujudkan visi tersebut, transformasi bisnis di Bank Mandiri tahun 2010 - 2014 akan difokuskan pada 3 (tiga) area bisnis yaitu:

1. Wholesale transaction: Bank Mandiri akan memperkuat leadership-nya dengan menawarkan solusi transaksi keuangan yang komprehensif dan membangun hubungan yang holistik melayani institusi corporate & commercial di Indonesia.

2. Retail deposit & payment:Bank Mandiri memiliki aspirasi untuk menjadi bank pilihan nasabah di bidang retail deposit dengan menyediakan pengalaman perbankan yang unik dan unggul bagi para nasabahnya.

3. Retail financing: Bank Mandiri memiliki aspirasi untuk meraih posisi nomor 1 atau 2 dalam segmen pembiayaan ritel, terutama untuk memenangkan persaingan di bisnis kredit perumahan, personal loan, dan kartu kredit serta menjadi salah satu pemain utama dimicro banking.

Ketiga area fokus tersebut didukung dengan penguatan organisasi dan peningkatan infrastruktur (cabang, IT, operation, risk management) untuk memberikan solusi layanan terpadu. Disamping itu, Bank Mandiri memiliki dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal, teknologi yang selaluupdate, penerapan manajemen risiko dalam menjalankan bisnis secaraprudentdan penerapan Good Corporate Governance (GCG) yang telah teruji.


(50)

B. Prosedur Pemberian Kredit Secara Umum Pada Perbankan 1. Prinsip-prinsip Dalam Pemberian Kredit

Dari berbagai macam usaha perbankan, maka pemberian kredit menempati posisi yang paling utama mengingat usaha perkreditan akan membantu pelaksanaan pembangunan ekonomi dan memberikan perluasan kesempatan kerja yang pada akhirnya dimaksudkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Disamping itu bagi bank sendiri, perkreditan merupakan usaha yang memberikan keuntungan dan pendapatan yang terbesar dalam penerimaan bank.

Pemberian kredit selalu didasarkan kepada prinsip kehati-hatian (prudential banking system)dimana ada keyakinan dan bank bahwa kredit yang diberikan benar-benar akan kembali. Keyakinan tersebut diperoleh dari hasil penilaian kredit sebelum kredit tersebut disalurkan. Biasanya kriteria penilaian yang hams dilakukan oleh bank untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar menguntungkan dilakukan dengan analisa 5 C dan 7 P.

Menurut pendapat Kasmir, adapun penjelasan untuk analisis dengan 5 C adalah sebagai berikut:52

a. Karakter(Character)

Suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya, hal ini tercermin dan latar belakang si nasabah baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi

52Kasmir,Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta Raja Grafindo Persada, 2001. hal


(51)

seperti: cara hidup atau gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga, hobi dan

social standingnya. Ini semua merupakan ukuran kemauan membayar. b. Kemampuan(Capacity).

Untuk melihat nasabah dalam kemampuannya dalam bidang bisnis yang dihubungkan dengan pendidikannya, kemampuan bisnis juga diukur dengan kemampuannya dalam memahami tentang ketentuan-ketentuan pemerintah. Begitu pula dengan kemampuannya dalam menjalankan usahanya selama ini. Pada akhirnya akan terlihat kemampuannya dalam mengembalikan kredit yang disalurkan.

c. Permodalan (Capital)

Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat dari laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba) dengan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas, solvabilitas, rentabilitas dan ukuran lainnya. Capital ini harus dilihat dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini.

d. Jaminan (Collateral)

Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya sehingga jika terjadi suatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin.

e. Kondisi (Condition)

Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi dan politik sekarang dan di masa yang akan datang sesuai sektor masing-masing, serta


(52)

prospek usaha dari sektor yang dijalankan. Penilaian prospek bidang usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil.

Adapun Kasmir juga memberikan penilaian kredit dengan metode analisis 7 P adalah sebagai berikut:53

a. Personality

Yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-hari maupun masa lalunya.Personalityjuga mencakup sikap, emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah.

b. Party

Yaitu mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya. Sehingga nasabah dapat digolongkan ke golongan tertentu dan akan mendapat fasilitas yang berbeda dan bank.

c. Purpose

Yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah. Tujuan pengambilan kredit dapat bermacam-macam. Sebagai contoh apabila untuk modal kerja atau investasi, konsumtif atau produktif dan lain sebagainya.

d. Prospect

53


(53)

Yaitu untuk menilai usaha nasabah dimasa yang akan datang menguntungkan atau tidak atau dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya Hal ini penting mengingat jika suatu fasilitas kredit yang dibiayai tanpa mempunyai prospek, bukan hanya bank yang rugi akan tetapi juga nasabah.

e. Payment

Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit. Semakin banyak sumber penghasilan debitur maka akan semakin baik. Sehingga jika salah satu usahanya merugi akan dapat ditutupi oleh sektor lainnya.

f. Profitability

Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba.

Profitability diukur dan periode ke periode apakah akan tetap sama atau akan semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang akan diperolehnya. g. Protection

Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang atau orang atau jaminan asuransi.

Berdasarkan Surat Keputusan Nomor 28/37/KEP/DIR tanggal 10 Juli 1995 tentang Informasi Debitur disebutkan Bank dalam rangka pemberian kredit dan memerlukan informasi mengenai 5C dan 7P dapat diperoleh di Pusat Informasi Bank Indonesia. Untuk keamanan dan kelancaran pemberian kredit, berdasarkan Surat


(54)

Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/120/KEP/DIR tanggal 25 Januari 2008 disebutkan bahwa bank dapat saling bertukar informasi.

2. Tujuan Dan Fungsi Kredit

Menurut pendapat Kasmir, tujuan utama pemberian suatu kredit antara lain: a. Mencari keuntungan

Yaitu bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut. Hasil tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah. Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup bank. Jika bank terus menerus menderita kerugian, maka besar kemungkinan bank tersebut akan dilikuidir (dibubarkan). b. Membantu usaha nasabah

Tujuan lainnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana baik dana investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak debitur akan dapat mengembangkan dan memperluas usahanya.

c. Membantu pemerintah

Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan, maka semakin baik, mengingat semakin banyak kredit berarti adanya peningkatan pembangunan di berbagai sektor.Keuntungan bagi pemerintah dengan menyebarnya pemberian kredit adalah:


(55)

2) Membuka kesempatankerja, dalam hal ini untuk kredit pembangunan usaha barn atau perluasan usaha akan membutuhkan tenaga kerja baru sehingga dapat menyedot tenaga kerja yang masih menganggur.

3) Meningkatkan jumlah barang dan jasa, jelas sekali bahwa sebagian besar kredit yang disalurkan akan dapat meningkatkan jumlah barang dan jasa yang beredar di masyarakat.

4) Menghemat devisa Negara, terutama untuk produk-produk yang sebelumnya diimpor dan apabila sudah dapat diproduksi di dalam negeri dengan fasilitas kredit yang ada jelas akan menghemat devisa negara.

5) Meningkatkan devisa negara, apabila produk dan kredit yang dibiayai untuk keperluan ekspor.

Fasilitas kredit memiliki fungsi sebagai berikut:54 a. Untuk meningkatkan daya guna uang

Dengan adanya kredit dapat meningkatkan daya guna uang maksudnya jika uang hanya disimpan saja tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna. Dengan diberikannya kredit uang tersebut menjadi berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh si penerima kredit.

b. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang

Dalam hal ini uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Sehingga suatu daerah yang kekurangan uang


(56)

dengan memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang dari daerah lainnya.

c. Untuk meningkatkan daya guna barang

Kredit yang diberikan oleh bank akan digunakan oleh si debitur untuk mengolah barang yang tidak berguna menjadi berguna atau bermanfaat. d. Meningkatkan peredaran barang

Kredit dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari satu wilayah ke wilayah lainnya, sehingga jumlah barang yang beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya bertambah atau kredit dapat pula meningkatkan jumlah barang yang beredar.

e. Sebagai alat stabilitas ekonomi

Dengan memberikan kredit dapat dikatakan sebagai stabilitas ekonomi karena dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh masyarakat. Kemudian dapat pula kredit membantu dalam mengekspor barang dari dalam negeri ke luar negeri sehingga meningkatkan devisa negara.

f. Untuk meningkatkan kegairahan berusaha

Bagi si penerima kredit tentu akan dapat meningkatkan kegiatan berusaha apalagi bagi si nasabah yang modalnya pas-pasan.

g. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan

Semakin banyak kredit yang disalurkan maka akan semakin baik terutama dalam hal meningkatkan pendapatan. Jika sebuah kredit diberikan untuk


(57)

membangun pabrik, maka pabrik tersebut tentu membutuhkan tenaga kerja sehingga dapat pula mengurangi pengangguran. Disamping itu bagi masyarakat sekitar pabrik juga akan dapat meningkatkan pendapatannya seperti membuka waning atau menyewa rumah kontrakan atau jasa lainnya h. Untuk meningkatkan hubungan internasional

Dalam hal pinjaman internasional akan dapat meningkatkan saling membutuhkan antara si penerima kredit dengan si pemberi kredit. Pemberian kredit oleh Negara lain akan meningkatkan kerjasama dibidang lainnya.

3. Jenis-jenis Kredit

Secara umum jenis-jenis kredit dapat dilihat dari berbagai segi antara lain:55 a. Dilihat dari segi kegunaan

1) Kredit investasi

Biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek/ pabrik barn atau untuk keperluan rehabilitasi. Contoh kredit investasi misalnya untuk membangun pabrik atau membeli mesin-mesin. Pendek kata masa pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lebih lama.

2) Kredit modal kerja

Digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya Sebagai contoh kredit modal kerja diberikan untuk membeli bahan baku,


(1)

PT Bank Mandiri, (Persero), Tbk (yang bertindak mewakili kreditur) berwenang untuk mengakhiri perjanjian kredit setelah memperoleh pemberitahuan tentang adanya kelalaian debitur dari para kreditur, tanpa diperlukan gugatan lagi. Setelah obyek Hak Tanggungan dijual, maka pembagian hasil penjualan tidak dilakukan berdasarkan peringkat masing-masing kreditur sebagai pemegang Hak Tanggungan dari tanah yang dijaminkan, akan tetapi pembagian dilakukan secara pari passu dan proporsional sebesar jumlah kewajiban debitur yang terhutang kepada masing- masing kreditur .

B. SARAN

1. Seyogiayanya untuk PT Bank Mandiri, (Persero), Tbk diperlukan peraturan khusus yang mengatur tentang cross collateral. Hal ini diperlukan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum baik itu terhadap kreditur maupun debitur dalam melakukan perjanjian kredit khususnya bila perjanjian tersebut menggunakan agunan yang saling silang ataucross collateral.

2. Dalam pelaksanaan security sharing agreement (perjanjian berbagi jaminan), hendaknya memiliki agen jaminan ataupun yang dipersamakan dengan itu yang bertugas dalam pembagian jaminan, manakala terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh debitur. Sehingga lebih memudahkan pihak bank selaku masing-masing debitur untuk mendapatkan haknya.

3. Negara perlu membuat suatu aturan lebih lanjut yang mengakomodir ketentuan mengenai eksekusi jaminan dalam sistem pemberian kredit secara cross collateral terutama ketentuan mengenai klausula ingkar janji silang (cross


(2)

default) dan cross collateral, agar putusan hakim terkait dengan permasalahan atau sengketa hukum dalam pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan yang dilakukan secara silang(cross collateral)dapat lebih memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi para kreditur yang beritikad baik.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Ashsofa, Burhan,Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996.

Badrulzaman, Mariam Darus, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan,Alumni, Bandung, 1996.

Budiono Kusumohamidjojo,Panduan Untuk Merancang Kontrak, Gramedia, Jakarta, 2001.

Djuhaendah, Hasan,Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal,PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.

Djumhana, Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.

Dunne, Van, Wanprestasi dan Keadaan Memaksa, Ganti Kerugian, Dewan Kerja Sama Ilmu Belanda dengan Proyek Hukum Perdata, Yogyakarta, 1987.

Fuady, Munir,Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, PT Citra Aditya Bakti, 1996. ___________.Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

___________. Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek Edisi Revisi (Disesuaikan dengan UU No. 37 Tahun 2004, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005. ___________. Hukum Perkreditan Kontemporer, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,

1996.

___________. Hukum Tentang Pembiayaan dalam Teori dan Praktek, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995.

Harahap, M. Yahya, Eksekusi Hak Tanggungan Sebelum dan Sesudah Berlakunya Undang-Undang Hak Tanggungan. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional ”Menyongsong Berlakunya UU Hak Tanggungan atas Tanah dan Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah”, Yogyakarta, 1996.


(4)

___________,Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986.

___________. Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2004.

___________. Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2005.

Hermansyah,Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005.

HS, Salim,Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, 2003. Ibrahim, Johannes,Cross Default & Cross Collateral Dalam Upaya Penyelesaian

Kredit Bermasalah,PT Refika Aditama, Bandung, 2004.

____________, Pengimpasan Pinjaman (Kompensasi) dan Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian Kredit Bank, CV. Utomo, Bandung, 2003. Lubis, M. Solly,Filsafat Ilmu Dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994. Lubis, Muhammad Yamin, et. al, Hukum Pendaftaran Tanah, CV. Mandar Maju,

Bandung, 2010.

Mamudji, Sri, Et al, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2005.

Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 2005.

Kaban, Maria, Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian, Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara, 2009.

Kie, Tan ThongStudi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris, PT Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta, 2007.

Rahman, Hasanuddin, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan Di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995.

Sari, Elsi, Kartika,Hukum Dalam Ekonomi, Grasindo, Jakarta, 2007.

Satrio, J, Hukum Jaminan Hak-hak Jaminan Kebendaan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005.


(5)

________.Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005.

Sjahdeini, Sutan Remy, Hak Tanggungan: Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah-Masalah yang dihadapi oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan), Bandung: Alumni, Bandung, 1999.

Sianturi, Purnama, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Barang Jaminan Tidak Bergerak Melalui Lelang, CV. Mandar Maju, Bandung, 2008.

Sjahdeini, Sutan Remy,Kredit Sindikasi Proses, Teknik Pemberian, dan Aspek Hukumnya, PT. Kreatama, Jakarta, 2006.

Subekti, R,Aneka Perjanjian, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995. ________.Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT Intermasa, Jakarta, 2005. Sukanto, Soerjono,Pengantar Penelitian Hukum,UI Press, Jakarta, 1986. Surakhmad, Winarno,Dasar dan Teknik Research, Tarsito, Bandung, 2005. Suyatno, Thomas,Dasar-Dasar Perkreditan, Gramedia, Jakarta, 2003.

Soesilowati, Sri,et al,Hukum Perdata (Suatu Pengantar), Gitama Jaya Jakarta, Jakarta, 2005.

Soewarso, Indrawati, AspekHukum Jaminan Kredit, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 2002.

Sutedi, Adrian,Implikasi Hak Tanggungan Terhadap Pemberian Kredit Oleh Bank dan Penyelesaian Kredit Bermasalah, BP Cipta Jaya, Jakarta, 2006.

Yurisprudensi Indonesia Penerbitan 1985-I, Mahkamah Agung Republik Indonesia, Jakarta 1992.

B. Peraturan Perundang-undangan

Hindia Belanda,Herziene Indlansch Reglement.


(6)

Indonesia. Undang-Undang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.UU No. 4 tahun 1996. LN No. 1996-42. TLN No. 3632.

Indonesia. Undang-Undang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.UU No. 10 tahun 1998. LN No. 182.

Indonesia. Undang-Undang Perseroan Terbatas. UU No. 40 tahun 2007. LN No. 106. TLN. No. 4576.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek). Diterjemahkan oleh R. Subekti. Jakarta : Pradnya Pramita, 1999.

C. Internet

http//www.total.or.id/info.php?kk=analysis, diakses pada tanggal 15 Desember 2011 http//www/legalbanking.wordpress.com/perjanjian-kredit-dan-pengakuan–hutang/,

diakses pada tanggal 20 Desember 2011

http//www.alumni.unair.ac.id/kumpulanfile/1572845357abs.pdf, diakses pada tanggal 5 Januari 2012

http//www.mandiri.co.id/GAYP34399640_Materi_Public_Expose_30_Nop_2005.pd, diakses pada tanggal 20 desember 2011.