Penyelesaian Kredit Bermasalah Dengan Jaminan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil Terhadap Pegawai Negeri Sipil yang Dipecat (Studi Pada PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang)

27

BAB II
PELAKSANAAN EKSEKUSI ATAS KREDIT BERMASALAH
DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KEPUTUSAN
PEGAWAI NEGERI SIPIL
A. Pengetian Lembaga Perbankan dan Fungsinya dalam Penyaluran Kredit
1.

Pengertian Lembaga Perbankan dan Fungsinya
Lembaga perbankan mempunyai peranan yang sangat penting dalam

menunjang dan meningkatkan taraf hidup masyarakat terutama dalam bidang
perkreditan. Fungsi bank di bidang perkreditan diperlukan adanya persyaratan pada
perjanjian kredit, karena pada dasarnya sumber dana yang disalurkan berasal dari
masyarakat atau tabungan masyarakat.

Budi Untung mengatakan bahwa pada

dasarnya usaha perbankan merupakan suatu usaha simpan-pinjam demi dan untuk
kepentingan pihak ketiga tanpa memperhatikan bentuk hukumnya apakah perorangan

ataukah badan hukum (rechtperson).41
Ditinjau dari segi etimologi dapat ditelaah pendapat Poerwadarminta dalam
kamus umum Bahasa Indonesia : ”Bank adalah yayasan keuangan yang mengurus
simpan-pinjam, pinjam meminjam uang. Perbankan adalah segala sesuatu mengenai
bank”.42 Jadi bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan,
artinya perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan, sehingga berbicara
mengenai bank tidak terlepas dari masalah keuangan.

41
42

Budi Untung, Kredit Perbankan Di Indonesia, Andi, Yogyakarta,2005, hal 13
WJS Poerwodarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,1983, hal 7.

27

Universitas Sumatera Utara

28


Aktivitas perbankan yang pertama adalah menghimpun dana masyarakat luas,
yang dikenal dengan istilah di dunia perbankan kegiatan menghimpun dana (funding).
Setelah memperoleh dana dalam bentuk simpanan dari masyarakat, maka oleh
perbankan dana tersebut diputarkan kembali atau disalurkan kembali ke masyarakat
dalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal dengan istilah kredit (lending). Dalam
pemberian kredit juga dikenakan jasa pinjaman kepada penerima kredit (debitor)
dalam bentuk bunga dan biaya administrasi.
Bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu
negara. Bahkan pada era globalisasi sekarang ini, bank juga telah menjadi bagian dari
sistem keuangan dan sistem pembayaran dunia. Mengingat hal yang demikian itu,
maka begitu suatu bank telah memperoleh izin berdiri dan beroperasi dari otoritas
moneter dari Negara yang bersangkutan, bank tersebut menjadi "milik" masyarakat.43
Oleh karena itu, eksistensinya bukan saja hanya harus dijaga oleh para pemilik bank
itu sendiri dan pengurusnya, tetapi juga oleh masyarakat nasional dan global.
Eksistensi lembaga perbankan sebagai salah satu bentuk lembaga keuangan
mempunyai nilai dan posisi yang strategis dalam kehidupan perekonomian suatu
negara. Kedudukannya bank sebagai perantara pihak-pihak yang mempunyai
kelebihan dana “surplus of funds” dengan

pihak-pihak yang kekurangan dan


memerlukan dana “lack of fund” tidak dapat dipisahkan begitu saja seperti sebuah
mata rantai yang tak terpisahkan.

43

Sutan Remy Sjahdeini, Rahasia Bank: Berbagai Masalah Disekitarnya, Makalah, Diskusi
Mengenai Legal Isues Seputar Pengaturan Rahasia Bank, Bank Indonesia, Jakarta. Juni 2005, hal. 1.

Universitas Sumatera Utara

29

Pasal 1 butir 2 UU No. 10 Tahun 1998 menyebutkan bahwa “Bank adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Dalam kaitan dengan
tugas dan fungsi utamanya dapat didefinisikan sebagai suatu badan yang selain tugas
utamanya menghimpun uang dari pihak ketiga, bank adalah juga suatu badan yang
berkedudukan sebagai perantara untuk menyalurkan penawaran dan permintaan

kredit pada waktu yang ditentukan.44
Bank dalam kerangka operasional yang lebih luas selain berkedudukan
sebagai “agent of development” dalam kaitannya dengan kredit yang diberikan bank
juga bertindak sebagai “agent of trust” dalam kaitannya dengan pelayanan atau jasajasa yang diberikan oleh bank baik kepada perorangan ataupun badan hukum.
Pasal 3 UU No.10 Tahun 1998 secara prinsip menjelaskan bahwa fungsi
utama bank adalah sebagai penghimpun dana dan penyalur dana masyarakat. Sesuai
dengan fungsinya yang demikian maka terdapatlah dua hubungan hukum antara bank
dengan nasabah, yaitu hubungan hukum dalam kaitannya bank dengan nasabah
penyimpan dan hubungan hubungan hukum antara bank dan nasabah debitur. Pasal 1
butir 16 dan 18 UU No.10 Tahun 1998 menyebutkan “Penyimpan adalah nasabah
yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian
bank dengan nasabah yang bersangkutan. Sedangkan nasabah atau debitur adalah
nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip
44

Thomas Suyatno, Kelembagaan Bank, PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta, 1994, hal.23.

Universitas Sumatera Utara

30


syari’ah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan
nasabah yang bersangkutan.
Bank dalam kaitan dengan fungsinya sebagai pengimpun dana dan penyalur
kredit juga mempunyai fungsi lainnya yaitu sebagai berikut :
a. Mengumpulkan dana yang sementara menganggur untuk dipinjamkan pada
pihak lain, atau membeli surat-surat berharga (finacial investment).
b. Mempermudah didalam lalu-lintas pembayaraan uang.
c. Menjamin keamanan uang masyarakat yang sementara tidak digunakan,
misalnya menghindari resiko hilang, kebakaran dan lain-lain.
d. Menciptakan kredit (created money deposit), yaitu dengan cara menciptakan
deposito yang sewaktu-waktu dapat diuangkan (demand deposit) dari
kelebihan cadangannya (excess reserves).45
Berdasarkan uraian tentang fungsi bank, maka dapat dipahami bahwa bank
mempunyai fungsi yang sifatnya multidimensional, karena bank tidak semata-mata
berfungsi sebagai penyimpan dana ataupun pemberi dana namun bank juga berfungsi
sebagai agent of development dalam kaitannya sebagai salah satu bentuk upaya yang
ditujukan untuk mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan pemerataan pembangunan nasional dan hasil-hasilnya maupun
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan taraf

hidup rakyat banyak.
Kemudian sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (2) UU No. 10 Tahun 1998,
Perbankan mempunyai fungsi pokok sebagai finansial intermediasi atau lembaga
perantara keuangan serta mempunyai fungsi tambahan memberikan jasa-jasa lainnya

45

Iswardono, Fungsi Bank Dalam Pembangunan, Majalah Info Bank,Edisi Februari 1998,

hal.19.

Universitas Sumatera Utara

31

dalam lalu lintas pembayaran. Menurut Iswantoro, Bank mempunyai fungsi sebagai
berikut:
a. Mengumpulkan dana yang sementara menganggur untuk dipinjamkan kepada
pihak lain atau membeli surat-surat berharga (financial investment);
b. Mempermudah di dalam lalu lintas pembayaran uang;

c. Menjamin keuangan masyarakat yang sementara tidak digunakan;46
d. Menciptakan Kredit (credit money deposit) yaitu dengan cara menciptakan
Demand Deposit (Deposit yang dapat diuangkan sewaktuwaktu dari kelebihan
cadangan) excess reserves.
Dalam Pasal 4 UU No 10 Tahun 1998 diatur bahwa tujuan bank adalah
menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan
pemerataan/pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan
kesejahteraan rakyat banyak.
Bank berkaitan dengan fungsinya yang menyalurkan kredit kepada
masyarakat harus mempunyai instrumen yang kuat agar kredit yang telah
dikucurkannya kepada para debiturnya berada dalam posisi yang secured.

Bank

dalam rangka pengadministrasian dan pengamanan kredit pada awal pemberian kredit
selalu didahului dengan penandatanganan perjanjian kredit oleh dan antara bank dan
debitur. Kata kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu “credere” yang artinya
percaya, kredit dapat diartikan juga sebagai pemberian prestasi (misalnya uang,
barang) dengan balas prestasi (kontraprestasi) yang akan terjadi pada waktu yang
akan datang.47


46
47

Iswardono, Uang dan Bank, Edisi ke-4 cetakan pertama, BPFE, Yogyakarta, hal. 62.
H. Budi Untung, Op.,Cit., 2000, hal.1

Universitas Sumatera Utara

32

Dalam kaitannya dengan pemberian kredit dapat dipahami bank adalah
berkedudukan sebagai kreditur yang dengan itikad baiknya mempercayai debitur
dengan meminjamkan sejumlah uang dalam jangka waktu tertentu. Pengertian kredit
menurut UU No.10 Tahun 1998 diartikan sebagai berikut :
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Kebutuhan akan dana yang merupakan salah satu faktor yang sangat penting

dan merupakan darah segar bagi dunia usaha, sehingga dengan demikian untuk
mewujudkan cita-cita tersebut sangat dibutuhkan adanya lembaga penyedia dana
yang dalam hal ini yaitu perbankan. Berkaitan dengan pentingnya dana sebagai modal
dalam dunia usaha tersebut dikatakan oleh Peter Mahmud Marzuki sebagai berikut:
Didalam pengembangan suatu usaha, modal sangat berperan penting
dan
jasa bank berupa kredit telah merupakan urat nadi bagi para pengusaha.
Dalam pemberian kredit perbankan, jaminan merupakan unsur yang sangat
penting dan mempunyai peran dalam penentuan analisis kredit.48
Berdasarkan pernyataan tersebut di atas telah menunjukan bahwa bank
memiliki peranan yang sangat penting dalam fungsinya untuk pengembangan suatu
usaha, karena bank adalah merupakan lembaga keuangan yang memiliki modal besar
dan dapat memberikan fasilitas kredit yang memadai. Hal ini disebabkan karena tugas
utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya dalam
bentuk kredit, sehingga sebelum bank memberikan kredit kepada calon debitur
(nasabah) haruslah memiliki keyakinan bahwa debitur memiliki kesanggupan untuk
48

Peter Mahmud Marzuki, Hukum Jaminan Indonesia, Elips, Jakarta, 1998, hal 59


Universitas Sumatera Utara

33

melunasi hutangnya serta memegang prinsip kehati-hatian seperti yang ditegaskan
dalam Pasal 8 ayat (1) UU No 10 Tahun 1998 yang didalamnya menyatakan sebagai
berikut:
Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank
umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas
itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi
utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang
diperjanjikan.49
Adanya lembaga perbankan tersebut tentunya akan dapat mendorong
peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan yang bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur dalam kehidupan sehariharinya. Sehubungan dengan pentingnya peranan bank tersebut oleh Mariam Darus
Badrul Zaman dikatakan bahwa:
Perbankan memiliki peranan yang stategis didalam trilogi pembangunan,
karena perbankan adalah suatu wahana yang dapat menghimpun dan
menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efesien, yang dengan
berasaskan demokrasi ekonomi mendukung pelaksanaan pembangunan

nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasilhasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan
taraf hidup rakyat banyak.50
Penyebab timbulnya kebutuhan masyarakat terhadap perbankan tersebut
disebabkan karena semakin banyaknya orang atau badan-badan usaha untuk
melakukan perjanjian-perjanjian terutama perjanjian kredit, kontrak-kontrak, pinjam
meminjam uang dan kegiatan lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan kehidupan
perekonomiannya.

49
50

Direktorat Hukum Bank Indonesia, Undang-Undang Perbankan, Jakarta, 1998, hal 14
Mariam Darus Badul zaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994, hal 106

Universitas Sumatera Utara

34

Banyaknya kebutuhan masyarakat yang melibatkan pihak bank tersebut secara
otomatis akan terwujud adanya suatu hubungan hukum berupa perjanjian kredit
dimana pihak bank berkedudukan sebagai kreditur sedangkan para nasabahnya
berkedudukan sebagai debitur. Hubungan hukum antara bank dengan nasabah
tersebut pada dasarnya adalah merupakan hubungan kontraktual, dan hal tersebut
ditegaskan oleh Setiawan yang mengatakan bahwa “Begitu seorang nasabah menjalin
hubungan dengan bank, maka pada dasarnya terciptalah hubungan kontraktual antara
mereka.”51
Perjanjian kredit dapat dilakukan baik di lingkungan bank maupun non bank.
Yang mana pada prinsipnya perjanjian kredit adalah hubungan hukum antara pihak
pemberi kredit (bank) dengan pihak penerima kredit (debitur) yang diatur dalam suatu
dokumen tertentu.52 Dalam pemberiaan kredit yang dilakukan oleh bank selaku
kreditur, bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Sebagaimana
yang dikemukakan oleh Mariam Darus Badzulzaman bahwa ada 12 asas-asas hukum
perdata yang menyangkut perjanjian kredit bank yaitu “Asas kebebasan membuat
perjanjian, Asas Konsensualisme, Asas kepercayaan, Asas kekuatan mengikat, Asas
persamaan hukum, Asas keseimbangan, Asas kepastian hukum, Asas moral, Asas
kepatutan, Asas kebiasaan, Asas perlindungan bagi golongan lemah dan Asas Sistem
terbuka”.53

51

Setiawan, Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, Alumni, Bandung, 1992,

hal 222
52

S.Mantayborbir, Sistem Hukum pengurusan Piutang Negara, Pustaka Bangsa Press,
Jakarta, 2004, hal 20
53
Mariam Darus Badrulzaman, dikutip dalam S.Mantaybordir, Ibid hal 22

Universitas Sumatera Utara

35

Selain asas-asas hukum tersebut di dalam perjanjian kredit tersebut yang harus
dilihat adalah kontrak standar dari perjanjian tersebut. Didalam Undang-Undang
Perbankan tidak disebutkan secara jelas dalam bentuk apa perjanjian kredit tersebut
harus dibuat, tetapi hanya disebutkan bahwa perjanjian kredit merupakan kesepakatan
antara bank dengan debitur. Di dalam praktek perbankan selama ini perjanjian kredit
dibuat dengan menggunakan formulir standar tertentu yang telah disediakan oleh
masing-masing bank.
Selanjutnya dalam menyalurkan kredit kepada nasabah, maka

bank

mensyaratkan nasabah untuk memenuhi syarat 3 (tiga) “R” yang meliputi :
a. Returns, yaitu : Penilaian atas hasil yang akan dicapai oleh calon nasabah
setelah mendapatkan kredit, apakah hasil tersebut cukup untuk menutup
pinjaman serta sekaligus memungkinkan pula usahanya untuk berkembang
terus.
b. Repayment, yaitu merupakan kelanjutan dari retrun di atas yang kemudian
diperhitungkan kemampuan, jadwal serta jangka waktu pengembalian kredit
tersebut.
c. Risk Bearing Ability, yaitu : untuk mengetahui sejauh mana ketahanan suatu
usaha calon nasabah peminjam dan benda yang dijadikan agunan oleh calon
nasabah peminjam untuk menanggung risiko kegagalan apabila

terjadi

sesuatu hal yang tidak diinginkan di kemudian hari.
Di samping itu juga, bank dalam pemberian kredit juga melihat syarat-syarat
sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

36

1. Jangka waktu kredit yang diberikan
2. Besarnya bunga yang harus dibayar
3. Jaminan yang wajib diberikan untuk mengamankan pembayaran kembali
kredit itu.
4. Bagian penyertaan modal dari debitur itu sendiri.54
Dalam memperoleh kredit, hal yang pertama dilakukan oleh nasabah
peminjam adalah mengajukan permohonan kredit pada bank. Menurut Thomas
Suyatno, permohonan fasilitas kredit mencakup :
1. Permohonan untuk membuat suatu jenis fasilitas kredit.
2. Permohonan tambahan untuk/pembaharuan masa laku kredit yang telah
berakhir masa lakunya.
3. Permohonan perpinjaman laku kredit yang telah berakhir masa lakunya.
4. Permohonan-permohonan lainnya untuk perubahan syarat-syarat fasilitas
kredit yang sedang berjalan antara lain penukaran jaminan,
perubahan/pengunduran jadwal angsuran dan lain sebagainya.55
Setelah permohonan diajukan, selanjutnya bank menganalisa setiap berkas
permohonan kredit dari nasabah yang terdiri dari :
1. Surat-surat permohonan nasabah yang ditanda tangani secara lengkap dan sah.
2. Daftar isian yang disediakan oleh bank secara sebenarnya dan lengkap diisi
oleh nasabah.
3. Daftar lampiran lainnya yang diperlukan menurut jenis fasilitas kredit.56
Jika permohonan kredit dipenuhi

oleh bank yaitu konsultan bank untuk

mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan kredit calon debitur, maka untuk
melindungi kepentingan bank dalam pelaksanaan kebutuhan tersebut, menurut

54
Subekti, Perkembangan Lembaga-lembaga Jaminan di Indonesia Dewasa ini,
BPHN, Bina Cipta, Jakarta, 1989 hal. 17.
55
Thomas Suyatno, et. al, Dasar-dasar Perkreditan, PT. Gramedia, Jakarta, 1988
hal. 52.
56
Ibid, hal. 53.

Universitas Sumatera Utara

37

Thomas Suyatno biasanya ditegaskan terlebih dahulu syarat-syarat fasilitas kredit
dan prosedur yang harus ditempuh antara lain :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Surat penegasan persetujuan permohonan kredit kepada pemohon bank;
Pengikatan jaminan
Penandatanganan perjanjian kredit;
Penandatangan surat askep;
Informasi untuk bagian lain;
Pembayaran material kredit;
Pembayaran provisi kredit atau comitment fee;
Asuransi barang jaminan;
Angsuran kredit.57
Berdasarkan uraian tersebut jelaslah bahwa untuk memperoleh kredit pada

Bank Umum, maka calon nasabah peminjam harus memenuhi persyaratan yang
ditentukan. Permohonan dimaksud sesuai dengan persyaratan bank dan juga jenis
kredit.
Berdasarkan uraian tersebut di atas jelaslah bahwa salah satu dari kegiatan
bank adalah menyalurkan dana dengan tingkat suku bunga yang ditawarkan, sebelum
kredit dicairkan pihak bank mesti mengkaji kelayakan nasabah yang menerima kredit
tersebut. Kredit tersebut mempunyai sifat dasar perkembangan kepentingan timbal
balik sehingga mendorong kedua belah pihak untuk mencapai sasaran tertentu yang
jika disertai dengan itikad baik keduanya akan mencapai suatu taraf kesejahteraan
kehidupan yang makmur. Perjanjian kredit pada PT Bank Aceh Cabang Kota Sabang
juga mengikuti ketentuan pemberian kredit pada umumnya di samping juga
pengaturan secara khusus lainnya menurut jenis kredit.

57

Ibid, hal. 62.

Universitas Sumatera Utara

38

2.

Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit dapat dilakukan baik di lingkungan bank maupun non bank,

di mana pada prinsipnya perjanjian kredit adalah hubungan hukum antara pihak
pemberi kredit (bank) dengan pihak penerima kredit (debitur) yang diatur dalam suatu
dokumen tertentu.58 Selain 12 asas-asas hukum perdata yang menyangkut perjanjian
kredit bank sebagaimana disebutkan sebelumnya menurut Tan Kamello terdapat 3
asas yang merupakan tonggak hukum perjanjian dalam sistem hukum perbankan yang
meliputi asas konsensualisme, asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan
mengikat.59
Selain asas-asas hukum diatas, hal yang sangat penting dalam suatu perjanjian
adalah persoalan kontrak standar dari perjanjian kredit tersebut. Dalam UU No. 10
Tahun 1998 perbankan tidak disebutkan secara jelas dan tegas bahwa dalam bentuk
apa perjanjian kredit harus dibuat.
R. Wirjono Prodjodikoro mendefinisikan bahwa “Perjanjian adalah suatu
perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak
berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak
melakukan suatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu”.60

58

Mantayborbir, S., Sistem Hukum pengurusan Piutang Negara, Pustaka Bangsa
Press, Jakarta, 2004, hal 20.
59
Tan Kammelo, Karakter Hukum Perdata Dalam Fungsi Perbankan Melalui
Hubungan Antara Bank Dengan Nasabah, Pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
dalam Bidang Ilmu Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan,
2006, hal 10
60
R.Wirjyono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung, 1989,
hal. 8.

Universitas Sumatera Utara

39

Secara yuridis ada 2 jenis perjanjian atau pengikatan kredit yang digunakan
oleh bank dalam memberikan kreditnya yaitu61:
1. Perjanjian kredit dibawah tangan atau akta dibawah tangan yaitu perjanjian
kredit yang hanya dibuat di antara para pihak yaitu pihak bank dengan debitur
tanpa notaris. Tetapi dalam penandatangannya harus hadir saksi karena saksi
merupakan salah satu alat bukti pembuatan perkara perdata;
2. Perjanjian/pengikatan kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris atau
dengan kata lain akta autentik yaitu perjanjian kredit yang dibuat oleh bank
dengan debitur di hadapan notaris.
Mariam Darus Badrulzaman menyamakan pengertian perjanjian kredit bank
dengan perjanjian pinjam pengganti sebagaimana diatur dalam Pasal 1754
KUHPerdata dengan mengatakan bahwa:
Pinjam pengganti adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu
memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang
menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak belakangan ini akan
mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama
pula.
Konstruksi hukum yang terurai dalam Pasal 1745 tidak mengatur adanya
pengaturan ketentuan tentang bunga karena pengembalian kredit yang disyaratkan
hanyalah sebesar kredit yang telah dikucurkan. Perjanjian merupakan salah satu
sumber perikatan. Dalam KUH Perdata perjanjian kredit dapat diartikan sebagai
perjanjian

pendahuluan

(overeenkomst)

dari

penyerahan

uang.62

Perjanjian

pendahuluan adalah hasil dari kesepakatan “konsensus” antara kreditur/bank dengan
debitur/nasabah. Kesepakatan ini mengandung maksud bahwa diantara pihak yang
bersangkutan, telah tercapai suatu kesesuaian kehendak yang artinya apa yang

61
62

S.Mantayborbir, Op.Cit, hal 176
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung 1998, hal.28

Universitas Sumatera Utara

40

dikehendaki oleh dan antara para pihak telah tercapai suatu komitmen yang secara
riilnya dituangkan dalam suatu bentuk perjanjian kredit. Perjanjian kredit merupakan
perjanjian pendahuluan (pactum de contrahendo) karena realisasi perjanjian ini
mendahului perjanjian hutang-piutang (perjanjian pinjam-mengganti), sedang
perjanjian hutang-piutang merupakan pelaksanaan dari perjanjian pendahuluan atau
perjanjian kredit.63
Perjanjian

kredit

dapat

diartikan

sebagai

perjanjian

pendahuluan

(overeenkomst) dari penyerahan uang. Overeenkomst dapat juga diterjemahkan
dengan persetujuan,

menurut R. Subekti overeenkomst berasal dari kata

overeenkomen yang artinya setuju atau sepakat. Perjanjian pendahuluan adalah hasil
dari kesepakatan antara kreditur dengan debitur.
Perjanjian menganut asas konsensualitas dalam arti perjanjian itu lahir sejak
adanya kesepakatan dari kedua-belah pihak yang bersangkutan. R. Subekti dan
Achmat Ichsan lebih cenderung mengidentikkan overeenkomst dengan kata
persetujuan sedangkan Utrech menterjemahkan “overeenkomst” dengan perjanjian.64
Dalam perjanjian kredit pihak debitur adalah berkedudukan sebagai pihak
yang menerima pinjaman, menjadi pemilik modal/ uang yang dipinjam dengan
memberi kontraprestasi berupa bunga kepada kreditur selaku pihak yang
meminjamkan modal/uang. Hakekat dari perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam
meminjam, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1754 sampai dengan 1769 KUH

63
64

Hartono Pratiknyo, Hutang Piutang, Mustika Wikasa, Yogyakarta, 2000, hal. 3
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, 1982, hlm..28

Universitas Sumatera Utara

41

Perdata. Dalam perjanjian pinjam meminjam pihak yang meminjam tidak boleh
meminta kembali barang yang dipinjamkan sebelum jangka waktu yang diperjanjikan
berakhir

(Pasal

1759

KUH

Perdata)

dan

pihak

peminjam

berkewajiban

mengembalikan barang yang dipinjam dalam jumlah dan keadaan yang sama dalam
waktu yang ditentukan (Pasal 1763 KUH Perdata), selain itu peminjam berkewajiban
pula membayar bunga, karena undang-undang memperbolehkan diperjanjikannya
bunga atas peminjaman uang atau lain barang yang menghabis karena pemakaiannya
(Pasal 1765 KUH Perdata).
Hukum perjanjian sebagaimana diatur dalam KUH Perdata menganut asas
konsensualitas, yakni perjanjian itu lahir sejak adanya kesepakatan dari kedua belah
pihak yang bersangkutan. Sejak adanya kata sepakat tersebut maka secara yuridis
formal kreditur dan debitur telah mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu prestasi,
yang menurut undang-undang dapat berupa :
1. Menyerahkan suatu barang
2. Melakukan suatu perbuatan
3. Tidak melakukan suatu perbuatan.65
Perikatan itu adalah suatu hubungan hukum, artinya hubungan yang diatur dan
diakui oleh hukum. Dengan demikian dalam perikatan terdapat suatu ikatan antara
pihak yang satu dengan pihak yang lain dalam hal ini antara bank/kreditur dengan
nasabah/debitur yang masing-masing pihak terikat pada hak dan kewajiban.

65

R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1989, hlm..23

Universitas Sumatera Utara

42

Pasal 1313 KUH Perdata mendefinisikan persetujuan sebagai suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau
lebih. Dalam perjanjian, kesepakatan adalah hal yang sangat penting, sebab jika
antara kedua belah pihak ada yang merasa tidak bebas, merasa dirugikan, maka
perjanjian tersebut batal demi hukum.
Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata jelas menyatakan bahwa semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuat.
Kemudian untuk sah pembuatan perjanjian tersebut maka harus berpedoman pada
ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata.66 Dalam Pasal 1320 KUHPerdata dinyatakan
bahwa untuk sahnya suatu persetujuan-persetujuan diperlukan empat syarat, yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Syarat pertama dan kedua dinamakan syarat subyektif dikarenakan mengenai
orang-orang atau para subyek yang mengadakan perjanjian. Suatu perjanjian yang
tidak memenuhi syarat pertama dan kedua diancam dengan syarat batal relatif, selama
perjanjian tersebut belum dibatalkan oleh hakim sehubungan adanya tuntutan
pembatalan dari salah satu pihak maka perjanjian tersebut tetap berlaku mengikat
bagi kedua-belah pihak. Syarat ketiga dan keempat tersebut diatas lebih dikenal

66

Dahlan dan Sanusi Bintang, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2000, hal 17

Universitas Sumatera Utara

43

dengan syarat obyektif karena berkaitan dengan perjanjian itu sendiri. Apabila syarat
pertama dan kedua tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut diancam dengan syarat
batal mutlak. Suatu perjanjian yang tidak memenuhi syarat ketiga dan keempat adalah
batal demi hukum karenanya perjanjian yang telah dibuat dinyatakan tidak pernah ada
dan tidak berlaku mengikat bagi para pihak.
Perbedaan antara bentuk perjanjian pinjam meminjam dengan pinjam pakai
dapat dibedakan bahwa apabila antara barang yang dipinjam itu menghabis atau
musnah karena pemakaian, maka bentuk perjanjian itu adalah pinjam meminjam,
sedangkan kalau tidak menghabis atau musnah karena pemakaian bentuk perjanjian
tersebut adalah pinjam pakai.
Pasal 1741 KUH Perdata menjelaskan bahwa dalam perjanjian pinjam pakai,
pihak yang meminjamkan tetap menjadi pemilik barang yang dipinjam dan obyek
barang yang dipinjamkan tidak menghabis atau musnah karena pemakaian,
sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam pihak yang menerima pinjaman
menjadi pemilik barang yang dipinjam, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1755
KUH Perdata.
Dalam perjanjian kredit, pihak debitur sebagai pihak yang menerima
pinjaman, menjadi pemilik modal/uang yang dipinjam, dengan kontraprestasi berupa
bunga. Perjanjian kredit pada hakekatnya adalah perjanjian pinjam meminjam
sehingga dalam perjanjian kredit berlaku pula asas-asas dari hukum perjanjian.
Meskipun menurut asas-asas dalam hukum perjanjian terdapat kebebasan bagi
masing-masing dalam membuat perjanjian, namun kalau dilihat dalam realita

Universitas Sumatera Utara

44

penyusunan perjanjian kredit seolah-olah tidak terdapat kebebasan pada salah satu
pihak. Syarat-syarat perjanjian pemberian kredit dalam suatu perjanjian kredit telah
ditetapkan secara sepihak oleh bank yang dalam hal ini berkedudukan sebagai pihak
pemberi kredit/kreditur sehingga syarat kata sepakat atau kesesuaian pendapat “asas
konsensualisme” yang ditentukan dalam Pasal 1320 untuk sahnya suatu perjanjian
adalah tidak tercapai.
Menurut Wiryono Projodikoro istilah perjanjian memiliki arti sebagai suatu
perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu
pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak
melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.67
Selanjutnya mengenai apa yang dimaksud dengan kredit, menurut Vitzhal Rivai
dikatakan bahwa istilah kredit berasal dari bahasa Romawi “credere” yang berarti
“percaya” dan kepercayaan ini adalah merupakan dasar dari setiap perjanjian.68
Sementara itu Edy Putra The’aman mengartikan bahwa Kredit adalah suatu
pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lainya dan prestasi itu akan
dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu yang akan datang dengan suatu kontra
prestasi berupa uang.
Menurut Thomas Suyatno, dkk bahwa “seseorang atau sesuatu badan yang
memberikan suatu kredit (kreditor) percaya bahwa penerima kredit (debitor) dimasa

67

Wiryono Projodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Mandar Maju, Bandung, 2000,

68

Vitzhal Rivai, Esensi Hukum Bisnis Indonesia, Pranada Media, Jakarta, 2004,

hal 4
hal 20.

Universitas Sumatera Utara

45

mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan, dan apa-apa
yang diperjanjikan itu dapat berupa barang, uang atau juga dapat berupa jasa”.69
Unsur-unsur seperti tersebut di atas tertuju pada ruang lingkup kredit dalam
kerangka yang lebih sempit tetapi unsur tersebut merupakan unsur yang asasi.
Sedangkan apabila kredit dalam sektor perbankan yang lebih luas lagi terutama dari
pelaksanaan perkreditan itu sendiri, maka unsur-unsurnya paling tidak di dalamnya
juga meliputi organisasi dan menejemen perkreditan; Dokumen dan administrasi
kredit; Perjanjian Kredit; Agunan; Penyelesaian kredit macet dan unsur-unsur
lainnya.
Dalam perjanjian kredit, pihak debitur sebagai pihak yang menerima
pinjaman, menjadi pemilik modal/uang yang dipinjam, dengan kontraprestasi berupa
bunga. Perjanjian kredit pada hakekatnya adalah perjanjian pinjam meminjam
sehingga dalam perjanjian kredit berlaku pula asas-asas dari hukum perjanjian.
Meskipun menurut asas-asas dalam hukum perjanjian terdapat kebebasan bagi
masing-masing pihak dalam membuat perjanjian, namun kalau dilihat dalam realita
penyusunan perjanjian kredit seolah-olah tidak terdapat kebebasan pada salah satu
pihak. Syarat-syarat perjanjian pemberian kredit dalam suatu perjanjian kredit telah
ditetapkan secara sepihak oleh bank yang dalam hal ini berkedudukan sebagi pihak
pemberi kredit/kreditur sehingga syarat kata sepakat atau kesesuaian pendapat “asas

69

Thomas Suyatno, Dasar-dasar Perkreditan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
1990, hal 12-13

Universitas Sumatera Utara

46

konsensualisme” yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata untuk sahnya suatu
perjanjian adalah tidak tercapai.
Bentuk dan materi perjanjian kredit antara satu bank dengan bank lainnya
tidaklah sama, karena disesuaikan dengan kebutuhan dari masing-masing bank.
Dalam praktek perbankan perjanjian standar sudah bukan merupakan hal yang asing
didengar. Perjanjian standar digunakan karena gerak laju perbankan yang sangat
cepat

tidak

dapat

memungkinkan

bagi

para

pihak

untuk

berlama-lama

memformulasikan kehendaknya dalam suatu bentuk perjanjian tersendiri.
Perjanjian kredit yang dibuat oleh masing-masing bank adalah tidak selalu
sama karena secara prinsip tidak adanya ketentuan yang mengatur mengenai
standarisasi bentuk perjanjian kredit dalam form baku, namun demikian perlu
diperhatikan adanya hal-hal prinsipiil yang harus selalu ada dan dicermati dalam
setiap perjanjian kredit antara lain sebagai berikut :
1. Perjanjian kredit dapat dibuat secara dibawah tangan (onderhans) saja,
dibawah tangan didaftarkan (warmeker), dibawah tangan yang dilegalisir
ataupun dibuat secara notariil. Bagi kreditur perjanjian tersebut dapat pula
dipakai sebagai alat bukti bahwa debitur telah meminjam uang/berhutang
kepada kreditur.
2. Materi dan hal-hal lain yang menyangkut perjanjian kredit, antara lain:
a.
b.
c.

Nomor, tempat, tanggal, bulan dan tahun dibuatnya perjanjian.
Pihak-pihak dalam perjanjian (komparisi)
Persetujuan :
(1) Suami / isteri dari debitur

Universitas Sumatera Utara

47

(2) Persetujuan Komisaris / Rapat Umum Pemegang Saham sesuai
dengan ketentuan anggaran dasar (untuk perseroan terbatas).
d. Jumlah, mata uang dan jenis kredit
e. Cara penarikan kredit
f. Tingkat suku bunga, provisi, denda, commitment fee
g. Biaya-biaya dan pajak yang menjadi tanggungan debitur
h. Jangka waktu / jatuh tempo perjanjian kredit
i. Cara pembayaran (hutang pokok dan bunga)
j. Positive covenants dan negative covenants (merupakan lampiran dari
perjanjian kredit)
k. Ketentuan kelalaian (events of default)
l. Ketentuan pengalihan (assignment)
m. Janji memberikan agunan dari rincian agunan yang diperjanjikan akan
diagunkan
n. Asuransi dan klasula yang mewajibkan adanya Banker’s Clause
o. Kuasa yang diberikan oleh debitur (kuasa dari pemberi agunan yang
bukan debitur harus dibuat tersendiri)
p. Syarat-syarat dan ketentuan lain
q. Alamat surat
r. Perubahan / penambahan perjanjian
s. Pemilihan domisili hukum
t. Tanda tangan para pihak (notaris dan saksi-saksi, jika perjanjian kredit
dibuat secara notariil)
u. Materai
v. Cap perusahaan (jika perlu)
3. Debitur selain harus tunduk pada syarat-syarat yang diatur dalam perjanjian
kredit juga harus tunduk pada syarat- syarat umum pemberian kredit yang
ditetapkan oleh Bank.
4. Selain syarat-syarat tersebut diatas Debitur juga diminta untuk memberikan
representations, warranties dan covenants. Yang dimaksud representations
adalah keterangan-keterangan yang benar yang diberikan oleh debitur guna
pemprosesan pemberian kredit. Adapun warranties adalah suatu janji, misal
janji bahwa debitur akan melindungi kekayaan perusahaannya atau asset yang
telah dijadikan jaminan untuk mendapatkan kredit tersebut. Sedangkan

Universitas Sumatera Utara

48

covenant adalah janji untuk tidak melakukan sesuatu seperti misalnya janji
bahwa debitur tidak akan mengadakan merger dengan perusahaan lain.70
Pada saat belum ditanda-tanganinya perjanjian kredit oleh dan antara bank
dengan debitur maka Legal Officer (LO) bank harus mampu secara detail
memformulasikan segenap hak-hak dan kepentingannya bank selaku kreditur secara
maksimal dalam perjanjian kredit yang akan dibuat. Keahlian LO sebagai drafting
dengan penguasaan materi hukum yang memadai akan dapat melindungi bank atas
segenap hak dan kepentingan bank sebagaimana terurai dalam perjanjian kredit.
Dalam praktek dunia perbankan perjanjian kredit yang dibuat oleh dan antara
debitur sudah diatur tersendiri dalam suatu format perjanjian yang dibuat oleh bank.
Perjanjian standar merupakan suatu perjanjian yang telah dipersiapkan oleh Bank
untuk selanjutnya disodorkan kepada calon debitur dengan syarat-syarat baku dalam
suatu formulir tersendiri yang tidak memberikan kesempatan bagi calon debitur untuk
bernegosiasi mengenai syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang diatur oleh bank
dalam rangka pemberian kreditnya kepada debitur.
Tujuan bank dengan membuat suatu perjanjian kredit dalam bentuk yang
sudah standart selain ditujukan untuk dapat mengikuti cepatnya gerak laju pemberian
kredit juga diharapkan dapat dipakai sebagai secured instrumen bank atas kredit yang
telah dikucurkan.

70

Ch. Gatot Wardoyo, Sekitar Klausul-klausul Perjanjian Kredit Bank, Bank dan Manajemen,
(Nopember-Desember 1992), hal..64

Universitas Sumatera Utara

49

Berdasarkan jenis kredit yang diberikan oleh bank kepada debitur, terdapat
banyak tujuan dan manfaatnya. Bank sebagai salah satu lembaga keuangan selaku
pemberi pinjaman berharap akan memperoleh hasil dari kredit yang diberikan berupa
keuntungan, dimana keuntungan ini diperoleh dengan pemungutan provisi,
administrasi, bunga ataupun biaya-biaya lainnya. Tingkat keamanan bank
sehubungan dengan kredit yang telah diberikan kepada debitur harus benar-benar
terjamin sehingga tujuan untuk memperoleh hasil kredit berupa keuntungan dapat
tercapai tanpa adanya hambatan.
Jenis-jenis kredit dapat dilihat beberapa segi sebagaimana dikemukakan
Muhamad Djumhana, bahwa :
1. Dari segi lembaga pemberi –penerima kredit
2. Dari segi agunan kredit
3. Dari segi dokumen berharga
4. Dari segi besar kecilnya aktivitas usaha
5. Dari segi jangka waktu
6. Dari segi jaminannya.71
Untuk lebih jelasnya mengenai jenis kredit ini dapat dilihat pada uraian
berikut.
1).Dari segi lembaga pemberi–penerima kredit yang menyangkut struktur
pelaksanaan kredit di Indonesia maka jenis kredit ini terdiri dari :

71

Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993,

hal. 221

Universitas Sumatera Utara

50

a.

Kredit perbankan kepada masyarakat untuk kegiatan usaha, atau
konsumsi. Kredit itu diberikan oleh pemerintah atau bank swasta kepada
dunia usaha guna membiayai sebagian kebutuhan permodalan atau kredit
dari bank kepada individu untuk membiayai kebutuhan hidup yang berupa
barang ataupun jasa.

b.

Kredit likuiditas, yaitu kredit yang diberikan oleh Bank Sentral kepada
bank-bank yang beroperasi di Indonesia, yang selanjutnya digunakan
sebagai dana untuk membiayai kegiatan perkreditannya.

c.

Kredit langsung, kredit itu diberikan oleh Bank Indonesia kepada
lembaga pemerintah, atau semi pemerintah.

2). Dari segi tujuan penggunaan kredit, jenis kredit terdiri dari :
a. Kredit konsumtif, yaitu kredit yang diberikan oleh bank pemerintah atau bank
swasta yang diberikan kepada perseorangan untuk membiayai keperluan
konsumsi sehari hari.
b. Kredit produktif :
1) Kredit investasi, kredit yang ditujukan untuk penggunaan sebagai
pembiayaan modal tetap yaitu peralatan produksi, gedung dan mesinmesin, juga untuk membiayai rehabilitasi dan ekspansi, yang jangka
waktunya 5 (lima) tahun atau lebih.
2) Kredit eksploitasi, kredit yang ditujukan untuk pembiayaan kebutuhan
dunia usaha akan modal kerja baik berupa persediaan bahan baku,

Universitas Sumatera Utara

51

persediaan produk akhir barang dalam proses produksi serta piutang,
dengan jangka waktu kredit yang relatif berlaku pendek.
3) Perpaduan antara kredit konsumtif dengan kredit produktif (semi
konsumtif dan semi produktif).
3).Dari segi dokumen, yaitu kredit yang sangat terikat dengan dokumen berharga
yang memiliki substitusi nilai sejumlah uang, dan dokumen tersebut
merupakan jaminan pokok pemberian kredit. Kredit ini banyak digunakan
oleh orang yang mengadakan transaksi dagang yang berlainan tempat. Jenis
kredit ini terdiri dari :
a.

Kredit ekspor, adalah semua bentuk kredit sebagai sumber pembiayaan
bagi usaha ekspor.

b.

Kredit impor, adalah kebalikan dari kredit ekspor yaitu semua bentuk
kredit sebagai sumber pembiayaan bagi usaha impor.

4).Dari segi besar kecilnya aktivitas perputaran usaha, yaitu melihat dinamika,
sektor usaha yang digeluti dan aset yang dimiliki maka jenis kredit
dikelompokkan menjadi :
a.

Kredit kecil, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha kecil

b.

Kredit menengah, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang
asetnya lebih besar dari pengusaha kecil

c.

Kredit besar, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang asetnya
lebih besar dari pengusaha menengah.

5). Dari segi jangka waktunya jenis kredit dikelompokkan menjadi :

Universitas Sumatera Utara

52

a.

Kredit jangka pendek (short term loan), yaitu kredit yang berjangka waktu
maksimum 1 (satu) tahun yang bentuknya dapat berupa rekening koran,
kredit penjualan, kredit pembeli dan kredit wesel.

b.

Kredit jangka menengah (medium term loan), yatu kredit yang berjangka
waktu antara 1 (satu) tahun sampai 3 (tiga) tahun.

c.

Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang berjangka waktu lebih dari tiga
tahun, kredit jangka panjang ini pada umumnya adalah kredit investasi
yang bertujuan menambah modal perusahaan dalam rangka untuk
melaksanakan rehabilitasi, ekspansi, dan pendirian proyek baru.

6). Dari jaminannya, jenis kredit dapat dibedakan :
a.

Kredit tanpa jaminan (unsecured loan).
Kredit ini menurut UU No. 10 Tahun 1998 Jo UU No. 7 Tahun 1992
Tentang Perbankan mungkin saja bisa direalisasikan, karena UU
ini tidak secara ketat menentukan bahwa pemberian kredit harus memiliki
jaminan. Hanya disarankan dalam pemberian kredit bank harus
mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk
melunasi hutangnya dengan yang diperjanjikan.

b.

Kredit dengan jaminan (secured loan).
Kredit dengan jaminan yaitu kredit yang diberikan pihak kreditur
mendapatkan jaminan bahwa debitur dapat melunasi hutangnya. Dalam
rangka meminimalisir resiko gagal bayar dari debitur maka debitur

Universitas Sumatera Utara

53

selayaknya diwajibkan untuk memberikan jaminan baik jaminan yang
sifatnya kebendaan ataupun jaminan perorangan.
Dalam rangka mencapai tujuan untuk memperoleh hasil kredit yang baik,
maka seluk beluk kegiatan bank untuk menjamin rentabilitas serta penjagaan posisi
likuiditas perlu dilakukan dengan seksama dan integral komprehensif. Tujuan kredit
mencakup jangkauan yang luas, dalam hal ini terdapat 2 (dua) hal pokok yang saling
berkaitan dari kredit adalah :
1.
2.

Profibility yaitu tujuan untuk memperoleh hasil dari kredit berupa
keuntungan yang diraih dari pemungutan bunga.
Safety yaitu keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan harus
benar-benar terjamin sehingga tujuan profibility dapat benar-benar
tercapai tanpa hambatan-hambatan yang berarti. 72

Dilain pihak debitur dengan diterimanya kredit dari bank dapat menggunakan
kredit tersebut untuk keperluan pengembangan usahanya, pihak lainnya bank akan
memperoleh keuntungan baik berupa bunga, provisi ataupun biaya-biaya lainnya
yang dipungut bank atas kredit yang diberikan kepada debitur.
Pada awal pemberian kredit maka tujuan pemberian kredit adalah diarahkan
fungsinya untuk merangsang kedua belah pihak melakukan suatu hubungan yang
saling menguntungkan “mutualisme” bagi kedua belah pihak untuk mencapai tujuan
masing-masing. Pihak yang mendapatkan kredit harus bisa menunjukan prestasi yang
lebih tinggi dari kemajuan usahanya itu sendiri, sedangkan pihak yang memberikan
kredit, secara material harus mendapat rentabilitas berdasarkan perhitungan yang

72

Muchdarsyah Sinungan, Dasar-dasar Teknik Manajemen, Bina Aksara, Jakarta , 1983,

hal.4.

Universitas Sumatera Utara

54

wajar dari modal yang dijadikan obyek kredit dan secara spiritual mendapatkan
kepuasan dengan dapat membantu pihak lain untuk mencapai kemajuan.
Suatu kredit mencapai fungsinya apabila, secara sosial ekonomis, baik bagi
debitur, kreditur, maupun masyarakat membawa pengaruh yang lebih baik. Bagi
pihak debitur dan kreditur selain mereka memperoleh keuntungan diharapkan dengan
kredit yang telah dikucurkan juga akan mengalami peningkatan kesejahteraan,
sedangkan bagi negara akan memberikan dan atau meningkatkan penerimaan negara
dari sektor pajak.
Kredit dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan pada umumnya
mempunyai fungsi :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Meningkatkan daya guna uang/modal
Meningkatkan daya guna dan peredaran barang
Meningkatkan peredaran dan lalulintas uang
Meningkatkan kegairahan berusaha
Salah satu alat stabilitas ekonomi
Kredit sebagai jembatan untuk peningkatan pendapatan nasional.73
Perjanjian kredit dalam kaitan dengan fungsinya sebagai secured instrument

sangat perlu mendapat perhatian khusus dan tersendiri dari para pihak baik oleh bank
sebagai pemberi kredit maupun oleh nasabah sebagai debitur. Pentingnya perjanjian
kredit adalah berkaitan dengan fungsinya yang sangat penting dalam pemberian,
pengelolaan maupun penatalaksanaan kredit itu sendiri. Perjanjian kredit mempunyai
beberapa fungsi, yaitu :
1.

73

Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian
kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya

Ibid, hlm. 5

Universitas Sumatera Utara

55

2.
3.

perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan
jaminan.
Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan
hak dan kewajiban diantara kreditur dan debitur
Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring
kredit.74

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dipahami bahwa perjanjian kredit
secara prinsip mempunyai peran yang sangat penting, dominan dan strategis dalam
rangka pengawasan, pengamanan dan atau penatalaksanaan dalam suatu pemberian
kredit.
Dalam relevansinya dengan tertib administrasi pada perjanjian kredit dapat
digunakan sebagai instrumen pengaman “secured instrument” kredit yang telah
dicairkan. Bank dengan perjanjian kredit yang telah dibuat dan ditandatangani para
pihak diharapkan dapat memperoleh payung hukum yang kuat serta ditempatkan pada
posisi yang aman mana kala debitur tidak dapat memenuhi kewajiban hutangnya
kepada bank. Bank harus yakin bahwa segala hak dan kepentigannya telah
terakomodir dalam syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam
perjanjian kredit.
B. Perjanjian Kredit dengan Jaminan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil
Pada bagian terdahulu telah dijelaskan bahwa dalam praktek perbankan, setiap
bank telah menyediakan formulir atau blanko perjanjian kredit. Formulir tersebut
disodorkan pada setiap pemohon kredit yang isinya tidak diperbincangkan melainkan

74

CH. Gatot Wardoyo, Selintas Klausul-Klausul Perjanjian Kredit Bank, Bank dan
Manajemen, hlm. 65 dalam bukunya H. Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, Andi,
Yogyakarta, 2000, hal. 43

Universitas Sumatera Utara

56

setelah dibaca oleh pemohon, pihak bank hanya meminta pendapat calon nasabah,
apakah dapat menerima syarat-syarat yang tersebut dalam formulir itu atau tidak.
Sedangkan hal-hal yang kosong di dalam formulir, seperti jumlah pinjaman, besarnya
bunga, tujuan pemakaian kredit, dan jangka waktu kredit adalah hal-hal yang tidak
mungkin diisi sebelum ada persetujuan dari kedua belah pihak.
Adapun ciri-ciri perjanjian baku adalah sebagai berikut :
1. Isi atau syarat yang diperjanjikan telah ditetapkan secara sepihak ;
2. Masyarakat sama sekali tidak dapat menentukan isi atau syarat yang
diperjanjikan ;
3. Masyarakat terdorong oleh kebutuhan terpaksa menerima isi atau syarat yang
diperjanjikan, sehingga apabila kemudian akan mengadakan perubahan isi
atau syarat tersebut sama sekali tidak bisa;
4. Isi atau syarat yang diperjanjikan telah dipersiapkan terlebih dahulu.75
Perjanjian kredit ini mengandung kelemahan terutama dihubungkan dengan
Pasal 1320 jo 1338 KUH Perdata, karena dalam perjanjian kredit tidak mengandung
adanya kesepakatan dalam arti luas dari kedua belah pihak, melainkan hanya sepihak.
Sedangkan pihak pemohon dalam memberi kesepakatannya hanya fiktif belaka.
Dengan demikian perjanjian kredit tidak hanya mengandung kelemahan tetapi
sekaligus menyimpang dari asas-asas yang terkandung dalam Pasal 1320 jo 1338
KUH Perdata.
Terlepas dari kelemahan dari penyimpangan Pasal 1320 jo 1338 KUH
Perdata, kita harus menerima keadaan tersebut sebagai kenyataan. Sebab di satu segi,
timbulnya perjanjian (standart) kredit tidak dilatar belakangi oleh kaum ekonomi
75

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Baku Standart dan Perkembangannya di Indonesia.
Alumni, Bandung,1991, hal. 97.

Universitas Sumatera Utara

57

kuat, tetapi oleh kemauan pemerintah untuk membantu dan merangsang pertumbuhan
pengusaha ekonomi lewat bantuan kredit. Sedangkan disisi lain, pemberian atau
pelepasan kredit tanpa disertai adanya persyaratan yang ketat akan mengakibatkan
terbukanya risiko yang besar bagi kelangsungan usaha bank dan pada akhirnya akan
melumpuhkan tujuan yang terkandung dalam penyaluran atau pemberian kredit itu
sendiri.
Penyaluran kredit kepada masyarakat oleh bank sering terbentur kepada
ketiadaan jaminan berupa agunan yang dimiliki oleh calon debitor. Menghadapi
kendala ketiadaan jaminan tersebut, bank sebagai penyalur dana menyikapi dengan
mengadakan penawaran kepada pegawai negeri sipil berupa penawaran kredit dengan
tanpa penyertaan agunan.
Selanjutnya mengenai jaminan kredit dilihat dari fungsinya dibedakan
menjadi dua, yaitu :
1.

2.

Jaminan yang didasarkan atas keyakinan bank terhadap karakter dan
kemampuan nasabah/debitor untuk membayar kembali kreditnya, dengan
dana yang berasal dari usaha yanng dibiayai kredit, yang tercermin dalam
cash low nasabah/debitor atau yang lebih dikenal dengan first way out.
Untuk memperoleh keyakinan tersebut, bank harus melakukan analisis
dan evaluasi atas watak/karakter, kemampuan, modal serta prospek
debitor;
Jaminan yang didasarkan atas likuiditas agunan/second way out apabila
dikemudian hari first way out tidak dapat digunakan sebagai alat
pembayaran kembali kredit.76

Sedangkan berdasarkan sumber pendanaannya, agunan kredit dibedakan
menjadi agunan pokok dan agunan tambahan, yaitu :

76

SE BRI NOSE S.8-DIR/ADK/05/2004 Tentang Agunan Kredit, hal 2.

Universitas Sumatera Utara

58

1. Agunan Pokok
Pada penjelasan Pasal 8 UU No 10 Tahun 1998, tersirat bahwa agunan pokok
adalah agunan yang pengadaannya bersumber/dibiayai dari dana kredit bank.
Agunan ini dapat berupa barang, proyek (tanah dan bangunan, mesin-mesin,
persediaan dagang/hak tagih, dan lain-lain). Agunan kredit dapat hanya berupa
agunan pokok tersebut apabila berdasarkan aspek-aspek lain dalam jaminan
utama (watak, kemampuan, modal dan prospek), diperoleh keyakinan atas
kemampuan debitor untuk mengembalikan hutangnya.
2. Agunan Tambahan
Anggunan tambahan dimaksud adalah agunan yang tidak termasuk di dalam
batasan agunan pokok tersebut diatas. Misalnya surat berharga, surat rekta,
garansi risiko, jaminan pemerintah, lembaga penjamin dan lain-lain.
PT. Bank Aceh termasuk dalam hal ini Cabang Kota Sabang menunjukkan
bahwa dari berbagai macam kredit yang ditawarkan oleh bank tersebut kepada
masyarakat, bank tersebut memiliki penawaran suatu kredit dengan tanpa penyertaan
agunan. Penawaran kredit tersebut untuk keperluan konsumsi (konsumtif). Para calon
debitor tidak dihadapkan kepada syarat-syarat yang dapat memberatkan misalkan
agunan yang masih menjadi kendala utama di dalam penyaluran kredit. Pada kredit
ini untuk calon debitor yang mempunyai profesi

Dokumen yang terkait

STRATEGI PENGEMBANGAN SISTEM INSENTIF PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL: STUDI KASUS PEMERINTAH KOTA MEDAN

0 46 11

Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil Dalam Pelayanan Publik (Studi pada Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Aceh Tamiang)

9 136 135

Pembayaran Klaim Asuransi Pegawai Negeri Sipil Kepada Para Ahli Waris Korban Bencana Alam Tsunami Di Nanggroe Aceh Darussalam (Studi Kasus PT. TASPEN Cab. Nanggroe Aceh Darussalam)

1 27 100

Mekanisme objek agunan kredit pada Bank Rakyat Indonesia dengan jaminan surat keputusan pegawai negeri sipil dilingkungan pemerintahan daerah khusus ibukota Jakarta

0 8 104

ASPEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN SURAT KEPUTUSAN PEGAWAI NEGERI SIPIL ASPEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN SURAT KEPUTUSAN PEGAWAI NEGERI SIPIL (Studi di PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Solo Slamet Riyadi Unit Palur).

0 1 12

Penyelesaian Kredit Bermasalah Dengan Jaminan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil Terhadap Pegawai Negeri Sipil yang Dipecat (Studi Pada PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang)

0 0 13

Penyelesaian Kredit Bermasalah Dengan Jaminan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil Terhadap Pegawai Negeri Sipil yang Dipecat (Studi Pada PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang)

0 0 2

Penyelesaian Kredit Bermasalah Dengan Jaminan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil Terhadap Pegawai Negeri Sipil yang Dipecat (Studi Pada PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang)

0 6 26

Penyelesaian Kredit Bermasalah Dengan Jaminan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil Terhadap Pegawai Negeri Sipil yang Dipecat (Studi Pada PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang) Chapter III V

2 53 58

Penyelesaian Kredit Bermasalah Dengan Jaminan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil Terhadap Pegawai Negeri Sipil yang Dipecat (Studi Pada PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang)

0 0 6