Pengaruh Pembersihan Dengan Energi Microwave Terhadap Kekasaran Permukaan Bahan Basis Gigitiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Basis Gigitiruan
Berbagai bahan telah digunakan dalam pembuatan basis gigitiruan. Kayu, tulang,
keramik, logam, logam aloi, dan berbagai polimer telah diaplikasikan untuk basis
gigitiruan.21 Pemilihan bahan basis berdasarkan pada biokompabilitas, sifat fisis, mekanis,
dan estetis dari bahan.5

2.1.1 Pengertian
Basis gigitiruan merupakan bagian dari gigitiruan yang bersandar pada jaringan lunak
rongga mulut.3 Basis gigitiruan menerima tekanan pengunyahan dan menyalurkannya ke
jaringan pendukung rongga mulut.22

2.1.2 Persyaratan
Persyaratan suatu bahan basis gigitiruan antara lain :14,22
1. Adaptasi yang baik terhadap jaringan rongga mulut
2. Permukaan yang padat, kilat, dan halus
3. Penghantar termis yang baik
4. Kuat dan tahan terhadap fraktur


Universitas Sumatera Utara

5. Mudah dibersihkan
6. Estetis yang dapat diterima
7. Dapat dilakukan reline dan rebase
8. Harga yang terjangkau
9. Biokompatibel, tidak toksik, dan tidak mengiritasi
10. Stabilitas warna
11. Radiopak
12. Tidak menyerap cairan
Namun, sampai saat ini belum ada satu pun bahan yang dapat memenuhi semua
persyaratan di atas.

2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi basis gigitiruan berdasarkan bahan yang digunakan secara umum terdiri
atas basis logam dan resin.23

2.1.3.1 Basis Logam
Basis logam dapat dibuat dari berbagai bahan yang berbeda, di antaranya : emas aloi,
aluminium-mangan, platinum aloi, cobalt-chromium, dan stainless steel. Logam sebagai

bahan basis gigitiruan memiliki beberapa keuntungan di antaranya :22,24
1. Ketepatan dimensi
Basis yang terbuat dari emas aloi, krom, atau titanium aloi tidak hanya lebih tepat,
tetapi juga mampu

mempertahankan bentuk tanpa terjadi perubahan selama pemakaian

dalam mulut.

Universitas Sumatera Utara

2. Ketahanan terhadap abrasi
Basis logam yang tahan terhadap abrasi sehingga akan meningkatkan toleransi
jaringan, permukaan basis yang licin dan mengkilat serta akan menghindari penumpukan
plak dan kalkulus.
3. Konduktivitas termal
Logam memiliki konduktivitas termal yang baik dibandingkan dengan resin. Adanya
perubahan temperatur yang terjadi akan langsung disalurkan ke jaringan di bawahnya, maka
hal ini akan menjaga kesehatan jaringan rongga mulut. Adanya kesamaan termal antara
jaringan yang tertutupi basis gigitiruan dengan jaringan yang tidak tertutupi memberikan

kenyamanan bagi pemakai gigitiruan.
4. Kekuatan maksimal dengan ketebalan minimal
Bahan logam dapat dibuat lebih tipis dibandingkan bahan resin akrilik dan tetap
memiliki kekuatan yang maksimal dan kaku. Keuntungan dari basis yang tipis adalah
memungkinkan ruang gerak lidah yang maksimal.
Adapun beberapa kerugian dari bahan basis logam antara lain :23,24
1. Biaya yang relatif mahal
2. Tidak dapat dilakukan reline dan rebase
3. Warna basis logam tidak harmonis dengan warna jaringan sekitarnya
4. Perluasan basis logam hingga lipatan bukal serta pengembalian kontur pipi dan
bibir sulit dilakukan dengan basis logam

2.1.3.2 Basis Resin

Universitas Sumatera Utara

Basis resin dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat termal yaitu termoplastik dan
termoset :

a. Termoplastik

Resin termoplastik merupakan resin yang dapat dilunakkan berulang kali pada suhu
dan tekanan yang tinggi tanpa mengalami perubahan kimia. Contoh dari resin termoplastik
adalah selulosa nitrat, resin vinil, nilon/poliamida, polikarbonat, dan poliesteren.1,25,26
b. Termoset
Resin termoset merupakan resin yang dapat dibentuk satu kali dengan adanya
pemanasan. Setelah diproses, bahan tidak dapat dilunakkan kembali untuk dibentuk. Bahan
termoset yang banyak digunakan di bidang kedokteran gigi antara lain : resin akrilik,
vulkanit, fenol formaldehid.1,26
Sebagai bahan basis gigitiruan, bahan resin memiliki keuntungan di antaranya :24
1. Teknik pembuatan dan pemolesannya mudah
2. Warna harmonis dengan jaringan sekitar
3. Dapat dilakukan reline dan rebase
4. Relatif lebih ringan
5. Harganya relatif lebih murah
Di samping keuntungannya tersebut, basis resin juga memiliki kerugian :24
1. Dimensi yang tak stabil baik pada waktu pembuatan, pemakaian maupun
reparasinya
2. Dapat terjadi abrasi dan fraktur pada saat pembersihan atau pemakaian

Universitas Sumatera Utara


3. Resin menyerap cairan mulut sehingga mempengaruhi warna basis
4. Konduktivitas termal yang buruk dibandingkan dengan basis logam
5. Lebih poreus dibandingkan dengan basis logam

2.2 Resin Akrilik Polimerisasi Panas
Bahan yang paling sering digunakan untuk membuat basis gigitiruan adalah polimetil
metakrilat dan biasanya disebut dengan resin akrilik.24 Resin akrilik digunakan sebagai bahan
basis gigitiruan sejak tahun 1937 dan polimetil metakrilat yang diaktivasi oleh panas terdiri
dari rantai monomer-monomer metil metakrilat merupakan salah satu yang paling terkenal di
antara semuanya.11 Resin akrilik polimerisasi panas (polimetil metakrilat) digunakan secara
luas sebagai bahan dari gigitiruan di antaranya : mahkota jaket, mahkota dan jembatan
sementara, gigitiruan penuh, dan gigitiruan sebagian lepasan.10 (Gambar 1)

Gambar 1 : Gigitiruan Penuh Resin Akrilik27

2.2.1 Komposisi
Unsur pokok dari resin akrilik polimerisasi panas adalah :2,21

Universitas Sumatera Utara


a) Bubuk
Polimer : butiran atau granul polimetil metakrilat
Inisiator : benzoil peroksida
Pigmen/pewarna : garam cadmium atau besi, atau pewarna organik
b) Cairan
Monomer : metil metakrilat
Cross-linking agent : etilenglikol dimetilakrilat
Inhibitor : hidroquinon
Komponen utama dari bubuk adalah butiran polimetil metakrilat dengan diameter 100
µm dan massa jenis 1,19 g/cm3, sedangkan komponen utama dari cairan adalah monomer
metil metakrilat yang bening, tidak berwarna, tidak kental, dan berbau menyengat yang
disebabkan tekanan penguapan yang relatif tinggi pada suhu ruangan.21

2.2.2 Manipulasi
Manipulasi bahan basis resin akrilik polimerisasi panas meliputi pencampuran bubuk
dan cairan sampai menjadi fase dough yang akan dimasukkan ke dalam mold untuk proses
kuring. Perbandingan antara bubuk dan cairan biasanya 3 sampai 3,5 : 1 satuan volume atau
2,5 : 1 satuan berat.3,5,28
Setelah bubuk dan cairan dicampur, adonan atau campuran akrilik akan mengalami 4

fase yaitu :3,28
a. Fase pertama : fase basah, seperti pasir (wet sand stage)
b. Fase kedua : fase lengket berserat, berbenang (tacky fibrous) selama polimer larut
dalam monomer (sticky stage)

Universitas Sumatera Utara

c. Fase ketiga : fase lembut, menyerupai adonan, sesuai untuk diisi ke dalam mold
(dough stage/gel stage)
d. Fase keempat: fase kaku, seperti karet (rubbery stage)

Setelah pembuangan malam, adonan diisikan dalam mold gips dinamakan packing.28
Kuvet ditempatkan dalam alat pengepres dan tekanan diaplikasikan, kemudian kuvet
dimasukkan ke dalam unit kuring dengan waktu dan suhu terkontrol untuk memulai
polimerisasi resin akrilik polimerisasi panas. Umumnya kuvet yang berisi resin akrilik
o

ditempatkan dalam unit kuring suhu konstan pada 70 C selama 90 menit dan dilanjutkan
o


dengan perebusan akhir pada suhu 100 C selama 30 menit.21
Setelah prosedur polimerisasi, kuvet dibiarkan dingin secara perlahan hingga
mencapai suhu kamar untuk memungkinkan pelepasan internal stress yang cukup sehingga
meminimalkan perubahan bentuk basis. Selanjutnya dilakukan pemisahan kuvet dan harus
dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah fraktur atau distorsi gigitiruan. Setelah
dikeluarkan dari kuvet, basis gigitiruan resin akrilik siap untuk dihaluskan dan dipoles.19

2.2.3 Sifat-sifat Resin Akrilik Polimerisasi Panas
Sifat bahan basis gigitiruan terbagi atas sifat mekanis, kemis dan biologis, stabilitas
dimensi dan akurasi, serta fisis.2-4,28

2.2.3.1 Sifat Mekanis
Resin akrilik dapat diklasifikasikan sebagai suatu bahan yang lebih lunak, lemah, dan

Universitas Sumatera Utara

fleksibel dibandingkan dengan bahan logam. Nilai kekerasan resin akrilik polimerisasi panas
adalah 20 VHN. Nilai kekerasan ini menunjukkan bahwa resin akrilik merupakan suatu
bahan yang lunak dan mengakibatkan basis resin akrilik cenderung menipis. Penipisan bisa
disebabkan makanan yang abrasif dan pasta gigi pembersih yang abrasif.3

Secara umum, kekuatan tensil resin akrilik adalah 55 MPa.21 Kekuatan tensil yang
rendah ini merupakan salah satu kekurangan utama resin akrilik. Gigitiruan dapat patah oleh
karena dua hal. Pertama, kekuatan impak yang rendah, misalnya gigitiruan terjatuh pada
permukaan kasar. Kedua, fatique merupakan akibat dari pemakaian gigitiruan yang tidak
didesain dengan baik sehingga basis gigitiruan melengkung setiap menerima tekanan
pengunyahan.3,29

2.2.3.2 Sifat Kemis dan Biologis
Lingkungan rongga mulut merupakan lingkungan yang agresif. Bahan basis gigitiruan
bisa larut ke dalam air atau melarutkan komponen-komponen ke dalam saliva. Erosi bisa
terjadi dengan adanya asam di dalam mulut ataupun terjadinya diskolorasi yang diakibatkan
absorbsi saliva. Semua kemungkinan-kemungkinan tersebut bisa berdampak pada stabilitas
dan durabilitas bahan. Komponen yang dilepaskan bisa mempunyai efek samping terhadap
tubuh, baik lokal maupun sistemik.2
Resin akrilik menyerap air secara perlahan dan mencapai titik keseimbangan sekitar
2% setelah periode beberapa hari atau minggu tergantung pada ketebalan gigitiruan.
Penyerapan air menyebabkan perubahan dimensi, meskipun hal ini tidak signifikan.3 Yu-lin
Lai (2003) mempelajari stabilitas warna dan ketahanan terhadap stain dari nilon, silikon serta

Universitas Sumatera Utara


dua jenis resin akrilik dan menemukan bahwa resin akrilik menunjukkan nilai diskolorasi
yang paling rendah setelah direndam dalam larutan kopi.21
Secara umum, resin akrilik polimerisasi panas sangat biokompatibel. Adanya reaksi
alergi terhadap bahan resin akrilik jarang dijumpai di dalam rongga mulut. Monomer sisa
pada gigitiruan resin akrilik yang diproses dengan baik sekitar 0,4%.1 Batas maksimal
konsentrasi monomer sisa untuk resin akrilik polimerisasi panas menurut standar ISO adalah
2,2 %.3

2.2.3.3 Stabilitas Dimensi dan Akurasi
Ketepatan dimensi dan akurasi mempunyai peranan yang penting dalam memperoleh
adaptasi yang baik antara gigitiruan dengan jaringan rongga mulut.2 Kestabilan dimensi
berhubungan dengan absorbsi air yang dapat menyebabkan ekspansi resin akrilik. Kestabilan
dimensi dapat terjadi karena hilangnya internal stress selama pemakaian gigitiruan. Pengaruh
ini sangat kecil dan secara klinis tidak bermakna. Ketepatan dimensi resin akrilik
polimerisasi panas dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah ekspansi mold
sewaktu pengisian resin akrilik, ekspansi termal dari adonan resin akrilik, pengerutan yang
terjadi sewaktu polimerisasi, pengerutan termal yang terjadi sewaktu pendinginan dan
hilangnya stress yang terjadi saat pemolesan basis resin akrilik.29


2.2.3.4 Sifat Fisis
Sifat fisis bahan resin akrilik penting untuk ketepatan dan fungsi gigitiruan. Adanya
gelembung di permukaan dan di bawah permukaan dapat mempengaruhi sifat fisis, estetis,
dan kebersihan basis gigitiruan. Porositas cenderung terjadi pada bagian basis gigitiruan yang

Universitas Sumatera Utara

lebih tebal. Porositas terjadi akibat dari penguapan monomer yang tidak bereaksi dan
temperatur resin akrilik selama kuring mencapai atau melebihi titik didih bahan tersebut.
Porositas juga dapat berasal dari pengadukan yang tidak tepat antara komponen bubuk dan
cairan. Porositas jenis ketiga dapat disebabkan karena tekanan tidak adekuat atau tidak
cukupnya bahan dalam rongga kuvet selama polimerisasi.28
Resin akrilik mempunyai massa jenis yang relatif rendah yaitu sekitar 1,2 g/cm3. Hal
ini disebabkan resin akrilik terdiri dari kumpulan atom-atom yang ringan, seperti karbon,
oksigen, dan hidrogen. Ringannya bahan basis resin akrilik memberikan keuntungan yaitu
dapat mengurangi dislokasi gigitiruan rahang atas akibat gaya gravitasi. Resin akrilik
termasuk konduktor termal yang jelek karena konduktivitasnya 100-1000 kali kurang dari
logam dan aloi. Hal ini dapat menghambat stimulasi termal terhadap mukosa mulut. Pemakai
gigitiruan juga dapat kehilangan respon protektif terhadap stimulus panas dan dingin ketika
minum dan makan.3
Ketika bahan resin akrilik menerima panas, kelebihan energi akan diabsorbsi yang
akan

menyebabkan

atom-atom

bergetar

dengan

peningkatan

amplitudo.

Sebagai

konsekuensinya, bahan resin akrilik akan ekspansi. Koefisien ekspansi termal resin akrilik
polimerisasi panas adalah sekitar 80 ppm/˚C. Nilai ini merupakan angka yang cukup tinggi.2
Karakteristik permukaan seperti kekasaran permukaan mempengaruhi estetis,
stabilitas warna, perlekatan bakteri, dan pembentukan biofilm. Kekasaran permukaan dari
bahan kedokteran gigi yang dipertimbangkan ideal oleh Quirynen dan Bollen, dkk (1997)
adalah mendekati 0,2 µm atau kurang. Untuk resin akrilik dengan kekasaran permukaan
sekitar 0,2 µm dapat diabaikan, karena resin akrilik mengandung monomer sisa yang dapat

Universitas Sumatera Utara

bertindak sebagai antibakterial pada mikroorganisme yang berada pada permukaan resin
akrilik.30

2.3 Kekasaran Permukaan Bahan Basis Resin Akrilik Polimerisasi Panas
Kekasaran permukaan

adalah ukuran ketidakteraturan dari permukaan setelah

penyelesaian akhir dan pemolesan, diukur dengan satuan mikrometer (µm).19 Nilai ini
menunjukkan ukuran deviasi vertikal suatu permukaan dari bentuk idealnya. Apabila deviasi
ini besar, maka permukaan tersebut kasar, apabila deviasi ini kecil, maka permukaan tersebut
halus.31
Quirynen dan Bollen, dkk (1997) menyatakan bahwa kekasaran permukaan dari
bahan kedokteran gigi yang ideal adalah mendekati 0,2 µm atau kurang. Gigitiruan dengan
permukaan yang kasar dapat menyebabkan perlekatan plak bakteri. Penemuan oleh Radford
dan Taylor, dkk (1998) bahwa perlekatan bakteri lebih banyak terdapat pada permukaan yang
kasar.30 Perlekatan mikroorganisme dapat menyebabkan terjadinya bau mulut, denture
stomatitis, dan berbagai keluhan lain yang berhubungan dengan gigitiruan seperti
inflammatory papillary hyperplasia dan kandidiasis kronis.32 Kekasaran permukaan juga
mempengaruhi estetis, stabilitas warna, dan pembentukan biofilm.19,30 Umumnya permukaan
yang kasar lebih cepat aus dan memiliki koefisien gesek yang lebih tinggi daripada
permukaan yang halus.31
Penyelesaian akhir dan pemolesan merupakan tahap yang penting dalam
mendapatkan permukaan akrilik yang halus. Ada dua teknik pemolesan yang sering
digunakan yaitu pemolesan mekanis dan kemis. Pemolesan mekanis dilakukan dengan brush
wheel hitam pada permukaan sampel yang telah dioleskan bubuk pumis dengan kecepatan

Universitas Sumatera Utara

500 rpm selama 5 menit. Pemolesan dilanjutkan dengan brush wheel putih yang telah
dipasangkan pada mesin poles dan diolesi bubuk pumis dengan kecepatan putaran 500 rpm
selama 5 menit.9,18,33-4 Menurut Gotuso (1969), pemolesan kemis dilakukan dengan
mencelupkan sampel ke dalam larutan metil metakrilat yang telah dipanaskan hingga
mencapai temperatur 70˚ C selama 10 detik.20
2.3.1 Metode Pengukuran
Kekasaran permukaan dapat diukur dengan dua metode, antara lain : metode sentuhan
(contact method) dan metode tanpa sentuhan (non-contact method). Metode sentuhan
dilakukan dengan menarik suatu stylus pengukuran sepanjang permukaan. Alat untuk metode
sentuhan ini disebut profilometer atau profile meter. Untuk pengukuran dua dimensi, alat
peraba stylus biasanya mengikuti suatu garis lurus di atas permukaan yang rata atau suatu
garis lengkung mengelilingi suatu permukaan silindris. Panjang pergerakan stylus yang
diikuti disebut panjang pengukuran (measurement length). Dalam beberapa kasus, sifat fisis
dari alat pengukur memiliki pengaruh yang besar terhadap data. Hal ini nyata ketika
mengukur permukaan yang sangat halus. Masalah utama pengukuran dengan metode
sentuhan adalah stylus dapat menggores permukaan yang diukur ataupun stylus mungkin
terlalu tumpul untuk mencapai dasar dari lekukan yang dalam dan dapat membulatkan
permukaan yang tajam.31 (Gambar 2)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2 : Profile meter (Mitutoyo-Surf
Test 301, Japan)

Metode tanpa sentuhan antara lain :31
a.

Interferometry

b.

Confocal microscopy

c.

Variasi fokus (focus variation)

d.

Cahaya terstruktur (structured light)

e.

Electrical capacitance

f.

Mikroskop elektron dan photogrametry

Alat pengukuran tanpa sentuhan juga memiliki keterbatasan, yaitu alat pengukuran
yang mengandalkan penggunaan optik tidak dapat mengukur kekasaran yang lebih kecil
daripada pecahan dari frekuensi panjang gelombang. Keterbatasan ini dapat menyulitkan alat
untuk mengukur kekasaran permukaan dengan akurat bahkan pada benda yang umum, karena
kekasaran benda yang diukur mungkin lebih kecil daripada panjang gelombang cahaya.31

Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekasaran Permukaan
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kekasaran permukaan di antaranya :
a)

Metode polimerisasi

Menurut penelitian Campos, dkk (2009) bahwa bahan basis gigitiruan resin
polimerisasi dengan microwave menunjukkan nilai kekasaran permukaan yang lebih besar
dibandingkan bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas sedangkan menurut
Rizzatti-Barbosa, dkk (2006) bahwa metode polimerisasi baik dengan microwave maupun
dengan unit kuring pada bahan basis resin akrilik tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai
dari kekasaran permukaan.6,18
b)

Teknik Pemolesan

Kekasaran permukaan merupakan salah satu sifat fisis yang penting dari bahan basis
resin akrilik karena basis gigitiruan berkontak dengan bagian bukal dari jaringan dan adanya
permukaan yang kasar bisa mempengaruhi kesehatan jaringan yang berhubungan dengan
perlekatan bakteri. Permukaan yang halus dan adanya pemolesan dari permukaan gigitiruan
sangat penting bagi kenyamanan pasien dan ketahanan gigitiruan. Selain itu, bisa
meningkatkan estetis, oral higiene, perlekatan plak yang minimal serta mencegah penyakitpenyakit rongga mulut. Penghalusan dan prosedur pemolesan merupakan tahap-tahap yang
diperlukan dalam mendapatkan permukaan basis gigitiruan yang halus.18
Ada dua metode yang paling sering digunakan dalam pemolesan yaitu pemolesan
mekanis dan kemis. Pemolesan mekanis menggunakan fraser bur, kertas pasir dalam
mengurangi butiran-butiran yang timbul pada permukaan basis, bubuk pumis dengan felt
cone, dan bubuk kapur dengan brush halus.18 Menurut Gotuso (1969) , pemolesan kemis

Universitas Sumatera Utara

dilakukan dengan mencelupkan sampel ke dalam larutan metil metakrilat yang telah
dipanaskan hingga mencapai temperatur˚ 70
C selama 10 detik.

20

Pemolesan kemis

mempunyai keuntungan berupa waktu yang relatif singkat.33
Rahal, dkk (2004) mengevaluasi efek teknik pemolesan kemis dan mekanis terhadap
kekasaran pada empat tipe resin akrilik yang digunakan pada basis gigitiruan, menemukan
bahwa pemolesan mekanis memperoleh hasil yang lebih baik.30 Permukaan yang kasar dan
pemolesan yang buruk bisa menjadi sumber dari retensi bakteri dan debris makanan.20
Menurut Rizzatti-Barbosa, dkk (2006) bahwa metode polimerisasi baik dengan microwave
maupun dengan unit kuring pada bahan basis resin akrilik tidak mempunyai pengaruh
terhadap nilai dari kekasaran permukaan; teknik pemolesan mekanis dan kemis berpengaruh
terhadap nilai kekasaran permukaan; pemolesan mekanis menghasilkan permukaan yang
lebih halus dibandingkan pemolesan kemis.18
c)

Porositas

Selama proses kuring, sebagian monomer dari resin akrilik tidak bereaksi dengan
polimer yang mengakibatkan terbentuknya monomer sisa. Sebagai konsekuensinya,
monomer sisa tersebut berperan sebagai plasticizer yang mana akan meningkatkan kelarutan
dari resin dan memperburuk sifat fisis dari bahan. Jumlah dari monomer harus sesuai dengan
petunjuk pabrik karena kelebihan dari monomer bisa berakibat timbulnya gelembung dan
konsekuensinya porositas meningkat.
Beberapa faktor penyebab terjadinya porositas diantaranya adalah perbandingan
monomer dan polimer yang salah, pengisian adonan resin akrilik pada fase yang tidak tepat,
waktu kuring yang tidak tepat.20 Bahan basis gigitiruan resin akrilik swapolimerisasi

Universitas Sumatera Utara

menunjukkan porositas yang lebih besar dibandingkan bahan basis resin akrilik polimerisasi
panas.1
d)

Daya atau waktu pembersihan dengan energi microwave

Menurut penelitian Campos, dkk (2009) bahwa daya energi microwave yang rendah
dari 690 Watt dalam 6 menit akan lebih aman untuk pembersihan gigitiruan yang rutin dan
untuk menjaga sifat-sifat fisis dari bahan basis gigitiruan resin akrilik karena daya energi
microwave lebih berpengaruh daripada waktu pembersihan.6

2.4 Metode Pembersihan Gigitiruan
Bermacam-macam bahan

pembersih gigitiruan

digunakan oleh pasien untuk

membersihkan gigitiruan di antaranya : bahan pembersih gigitiruan, pasta gigi dan air, garam
dan soda, pemutih, serta CH3COOH (cuka). Jenis bahan pembersih gigitiruan yang paling
umum digunakan adalah bahan-bahan dalam bentuk bubuk atau tablet yang digunakan
dengan cara merendam.1
Syarat ideal suatu bahan pembersih adalah :5,19,21
1. Efektif dapat melarutkan bahan organik dan anorganik yang terdapat pada
gigitiruan
2. Tidak toksik dan tidak bersifat mengiritasi
3. Bersifat bakterisidal dan fungisidal
4. Tidak menyebabkan perubahan pada basis gigitiruan dan anasir gigitiruan
5. Mudah dihilangkan dan tidak berbahaya apabila dengan tidak sengaja tertumpah
atau terpecik
6. Stabil dalam penyimpanan dan tidak mahal

Universitas Sumatera Utara

2.4.1 Klasifikasi Metode Pembersihan
Metode pembersihan gigitiruan ada tiga, yaitu : kemis, mekanis, dan kombinasi.5,35

2.4.1.1 Metode Kemis
Sebagai tambahan dari penyikatan gigitiruan, penggunaan secara rutin dari bahan
pembersih kemis juga disarankan. Bahan pembersih kemis dapat membersihkan plak yang
berada di samping permukaan gigitiruan yang areanya tidak terjangkau dengan penyikatan.5
Bahan pembersih kemis bisa juga digunakan sebagai alternatif pembersihan gigitiruan pada
pasien geriatrik atau pasien yang cacat.13 Pembersihan secara kemis dapat dibagi menjadi
beberapa jenis, yaitu :5,10,35
1.

Asam

Salah satu tipe dari asam adalah asam hidroklorik 5%. Asam ini bisa dipakai untuk
melunakkan kalkulus, kemudian dibersihkan dengan penyikatan. Korosi pada bahan basis
logam bisa terjadi jika asam hidroklorik digunakan secara rutin.
Tipe lain dari bahan pembersih asam adalah asam sulfamik. Asam ini juga digunakan
untuk mengontrol pembentukan kalkulus pada gigitiruan. Kompatibilitas dari asam sulfamik
terhadap gigitiruan bagus terutama untuk bahan basis logam, yang termasuk golongan asam
antara lain : Denclen, Denture Cleansing Liquid.36
2.

Klorheksidin

Klorheksidin merupakan bahan pembersih kemis yang mempunyai antiseptik efektif

Universitas Sumatera Utara

terhadap bakteri gram positif, bakteri gram negatif, jamur, bakteri fakultatif anaerob, dan
bakteri aerob. Salah satu kerugian dari larutan klorheksidin adalah terjadinya perubahan
warna yang berwarna kecoklatan pada basis gigitiruan.10
3.

Natrium Hipoklorit

Natrium

hipoklorit

direkomendasikan

sebagai

bahan

pembersih

karena

keunggulannya dalam membersihkan gigitiruan, merupakan desinfektan yang berspektrum
luas, membersihkan kalkulus dari gigitiruan, bisa digunakan secara rutin untuk pembersihan
permukaan gigitiruan yang terkontaminasi, abrasi yang minimal pada basis gigitiruan dan
gigi.5,10,36 Perendaman gigitiruan dalam larutan pembersih natrium hipoklorit selama lebih
kurang 6 jam bisa membersihkan plak dan stain.5
Kelemahan dari bahan pembersih ini adalah timbulnya bau yang diakibatkan
pelepasan gas klorin, terjadinya korosi pada permukaan basis gigitiruan logam, yang
termasuk golongan Natrium Hipoklorit antara lain : Milton, Dentural.10,36
4.

Energi microwave

Energi microwave adalah salah satu metode yang disarankan untuk mengatasi
masalah yang berkaitan dengan pembersihan gigitiruan.9 Penggunaan energi microwave lebih
dipertimbangkan untuk pembersihan gigitiruan daripada pembersihan dengan bahan larutan
kemis lainnya karena energi microwave dapat membunuh beberapa mikroorganisme, lama
pembersihan yang lebih singkat, dapat mencegah denture stomatitis, tidak memerlukan
tempat penyimpanan yang khusus, tidak mempunyai masa kadaluarsa, tidak mengubah warna
atau bau, tidak menimbulkan reaksi alergi, dan tidak menyebabkan resistensi pada Candida
albicans.6-8,12 Salah satu kerugian dari penggunaan energi microwave terhadap sifat-sifat
bahan adalah kekasaran permukaan dan porositas pada basis gigitiruan.15

Universitas Sumatera Utara

2.4.1.2 Metode Mekanis
Pada tahap pemasangan gigitiruan, pasien diberi nasihat untuk membersihkan
gigitiruan secara teratur, menggunakan pasta gigi, air, dan sikat nilon yang halus untuk
mencapai semua area dari permukaan gigitiruan. Pembersihan secara mekanis dengan sikat
cukup untuk membersihkan sisa debris makanan. Penggunaan sikat yang kasar, penyikatan
yang kuat atau bahan pembersih yang abrasif seperti kalsium karbonat atau silika bisa
menyebabkan abrasi atau goresan-goresan pada permukaan basis gigitiruan. Permukaan yang
kasar dan tidak teratur memicu penumpukan plak, meningkatkan stain, dan tentu saja
mempengaruhi estetis gigitiruan.5
2.4.1.3 Metode Kombinasi
Kombinasi kedua-duanya yaitu cara pembersihan secara mekanis dan kemis
digunakan bersamaan misalnya kombinasi sikat gigi dengan effervescent, kombinasi sikat
gigi dengan asam, dan kombinasi sikat gigi dengan energi microwave.35 Alat ultrasonik
dengan ditambahkan bahan pembersih kemis termasuk ke dalam kombinasi pembersihan
mekanis dan kemis. Ultrasonik merupakan suatu alat pembersih gigitiruan yang dapat
bergetar dimana gigitiruan dimasukkan ke dalamnya yang berisi bahan pembersih kemis.5

2.4.2 Energi Microwave sebagai Alternatif Pembersihan Gigitiruan
Energi microwave adalah suatu gelombang elektromagnetik dengan batas frekuensi
antara 1.000 MHz hingga 300.000 MHz dan batas panjang gelombang di antara infra merah
dan gelombang radio (1mm-30cm). Microwave bekerja dengan memancarkan radiasi
gelombang mikro, biasanya pada frekuensi 2.450 MHz dan panjang gelombang 12,24 cm

Universitas Sumatera Utara

pada makanan. Molekul air, lemak, dan gula dalam makanan akan menyerap energi dari
gelombang mikro tersebut dalam sebuah proses yang disebut pemanasan dielektrik.
Kebanyakan molekul adalah dipol listrik, yang berarti sebuah muatan positif pada satu sisi
dan sebuah muatan negatif di sisi lainnya, yang akan berputar pada saat mensejajarkan
dengan medan listrik yang berubah-ubah yang diinduksi oleh pancaran gelombang mikro.
Gerakan molekuler inilah yang menciptakan panas.37 Energi microwave berbeda dengan
energi radioaktif karena energi microwave tidak dapat mengionisasi dan hanya dapat
membuat molekul-molekul bergetar, hal ini menyebabkan pergeseran molekul dan terjadinya
panas.38-40 Energi microwave bisa digunakan untuk dekontaminasi makanan, alat-alat
laboratorium, alat-alat kedokteran gigi, lensa kontak, sponge rumah tangga, dan alat-alat
kesehatan rumah.7 (Gambar 3)

Gambar 3. Microwave (Samsung MW 71C)

Dalam kedokteran gigi, energi microwave banyak digunakan untuk berbagai tujuan,
di antaranya : pembersihan sikat gigi, alat pembersih lidah, alat bur, dan alat poles. Selain
untuk tujuan tersebut di atas, penggunaan energi microwave adalah untuk pembersihan

Universitas Sumatera Utara

gigitiruan.15 Baru-baru ini, penggunaan energi microwave untuk pembersihan gigitiruan telah
disarankan untuk mengatasi masalah pembersihan dengan bahan larutan kemis.19 Beberapa
studi telah menggunakan energi microwave untuk menginaktivasi mikrooganisme patogen.
Di antara berbagai mikroorganisme patogen, beberapa mikroorganisme dianggap sebagai
indikator dalam sterilisasi seperti Staphilococcus aureus (bakteri gram positif), Pseudomonas
aeruginosa (bakteri gram negatif), dan Bacillus subtilis (mikroorganisme aerob yang
berspora).15
Rohrer dan Bulard (1985) menyimpulkan bahwa penggunaan energi microwave
selama 8 menit dengan daya 720

Watt cukup untuk mensterilisasikan gigitiruan yang

terkontaminasi dengan lima jenis bakteri dan jamur. Thomas dan Webb (1995) mengamati
bahwa energi microwave dapat digunakan dalam pembersihan gigitiruan dan menunjukkan
bahwa sterilisasi gigitiruan yang diinokulasi dengan Candida albicans dan Streptococcus
gordonii dapat dicapai pada 2, 4, 6, 8, dan 10 menit dengan daya 650 Watt.15
Microwave terdiri dari sebuah tabung magnetron yang menghasilkan energi
microwave. Energi microwave yang dihasilkan tersebut akan dipantulkan oleh lapisan logam
dalam microwave dan diserap oleh bahan-bahan yang mengandung air dan lemak, sehingga
molekul-molekul bahan tersebut bergetar dan menghasilkan gesekan yang menimbulkan
panas. Beberapa peneliti menyatakan bahwa inaktivasi mikrooganisme dengan energi
microwave bisa dijelaskan dengan efek termal. Sel-sel hidup mempunyai molekul air di
dalamnya, maka dapat disimpulkan bahwa sel-sel hidup rentan terhadap energi microwave.
Secara keseluruhan, mikroorganisme mempunyai konsentrasi ion intraselular yang tinggi,
sehingga dapat menyerap termal lebih banyak dari medium cairan di sekitarnya. Proses

Universitas Sumatera Utara

mechanical disruption terjadi saat electromagnetic field menggerakkan molekul sel dengan
kecepatan yang tinggi sehingga dapat melampaui batas elastis dinding sel, akibatnya sel
menjadi pecah.13 Beberapa penelitian juga membuktikan bahwa mikroorganisme dapat
dibunuh pada suhu termal yang lebih rendah, hal ini disebabkan oleh karena interaksi
elektromagnetik dengan molekul sel dan medium cairan disekitarnya akan menghasilkan efek
yang tidak dipengaruhi oleh termal.15
Neppelenbroek, dkk (2003) menyatakan bahwa pembersihan gigitiruan dengan energi
microwave akan lebih efektif untuk membunuh Candida albicans bila dibersihkan dalam air
atau dibasahi selama pemaparan dengan energi microwave.8 Sartori, dkk (2006) menyatakan
bahwa kekasaran permukaan meningkat pada kelompok dengan pemolesan mekanis setelah
dilakukan pembersihan dengan energi microwave selama 6 menit dengan daya 690 Watt.9
Novais, dkk (2009) menyatakan bahwa terjadi porositas pada permukaan dari empat resin
swapolimerisasi dan satu resin polimerisasi panas, setelah tujuh siklus pembersihan dengan
energi microwave daya 650 Watt dan waktu 6 menit.15 Menurut Hugh, dkk (2005) bahwa
absorpsi air pada bahan basis resin akrilik akan meningkat dengan adanya suhu yang panas
mengakibatkan terganggunya struktur permukaan akrilik dan terjadi modifikasi sifat-sifat
permukaan resin akrilik.16 Menurut Silvia, dkk (2006) bahwa pembersihan dengan energi
microwave daya 650 Watt dalam 6 menit dapat mensterilkan gigitiruan penuh secara
menyeluruh

dari

yang

terkontaminasi

Staphilococcus

aureus,

Candida

albicans,

Pseudomonas aeruginosa, dan Bacillus subtilis.13

Universitas Sumatera Utara