Kedudukan Anak Sumbang Dalam Penerimaan Harta Warisan ( Analisis Hukum Islam Terhadap PasaL 867 KUH Perdata ) Chapter III V
BAB III
KEDUDUKAN ANAK MENURUT KUHPERDATA
A.
Kedudukan anak Menurut KUHPerdata
Ada Beberapa Status Anak Dalam Kitab Undang-Undang HukumPerdata
(Burgerlijk Wetboek) yang menggolongkan tiga penggolongan terhadap status
anak, yaitu:
1.
Anak sah, yaitu mereka yang lahir didalam suatu perkawinan,
pengertian ini berdasarkan Pasal 250 KUHPerdata, yakni : “ Tiaptiap anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan,
memperoleh si suami sebagai bapaknya”.
2.
Anak yang lahir di luar perkawinan, akan tetapi diakui oleh seorang
ayah saja atau seorang ibu atau diakui oleh ayah dan ibu keduaduanya. Dalam hal ini ditegaskan didalam Pasal 272 KUHPerdata,
Yakni: Kecuali anak-anak yang dibenihkan dalam zina atau dalam
sumbang, tiap-tiap anak yang terbuahkan diluar perkawinan, dengan
kemudian kawinnya bapak dan ibunya akan menjadi sah, apabila
kedua orang itu sebelum kawin telah mengakuinya menurut
ketentuan-ketentuan Undang-Undang atau apabila pengakuan itu
dilakukan dalam akta perkawinan sendiri.
Pengakuan anak menimbulkan pertalian kekeluargaan antara yang
mengakui dengan yang diakui. Maksudnya, apabila yang mengakui adalah
39
Universitas Sumatera Utara
ayah/ibu maka pertalian darah tersebut hanya dengan ayah, adapun yang lain tidak
terikat dalam oleh pengakuan orang lain.
Demikian pula apabila pengakuan tersebut dari pihak ibu, maka dalam hal
ini timbul pertalian kekeluargaan dengan ibu, akan tetapi tidak berlaku demikian
bagi keluarga yang lain. Seorang anak yang lahir diluar perkawinan kemudian
menjadi anak syah apabila ayah dan ibu melakukan perkawinan secara syah.
3.
Anak yang menurut hukum tidak punya ayah dan tidak punya ibu,
hal ini dapat terjadi pada anak diluar perkawinan, dan tidak diakui
oleh kedua orangtuanya. 59
Selain itu menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974, Pasal 42- 44,
ketentuan Undang-Undang perkawinan kedudukan anak diatur secara tegas
sebagai berikut:
Pasal 42 berbunyi : ”Anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau
sebagai akibat perkawinan yang sah”.
Pasal 43 berbunyi :
1)
Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai
hubungan Perdata dengan ibunya dan keluarga ibunnya.
2)
Kedudukan anak tersebut ayat (1) di atas selanjutnya akan diatur
dalam peraturan pemerintah.
Pasal 44 berbunyi :
1)
2)
59
Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh
istrinya bilamana ia dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzina
dan anak itu akibat daripada perzinaan tersebut.
Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak atas
Sudarsono., op.cit. Hlm. 90
40
Universitas Sumatera Utara
permintaan pihak yang berkepentingan.
Menurut KUHPerdata anak yang dilahirkan atau dibesarkan selama
perkawinan, memperoleh suami sebagai ayahnya (Pasal 250 KUH Perdata).
Sahnya anak yang dilahirkan sebelum hari keseratus delapan puluh (6 bulan) dari
perkawinan dapat diingkari oleh suami (Pasal 251 KUHPerdata). Anak luar
kawin, kecuali yang dilahirkan dari perzinahan atau sumbang, disahkan oleh
perkawinan yang menyusul dari ayah dan ibu mereka, bila sebelum melakukan
pengakuan secara sah terhadap anak itu. Apabila pengakuan terjadi dalam akta
perkawinannya sendiri (Pasal 272 KUHPerdata).
Terhadap anak luar kawin yang dapat diakui, agar dapat mempunyai
hubungan hukum dengan orang tuanya, maka ia harus diakui. Anak luar kawin
yang sudah diakui dapat disahkan atau menjadi anak sah, apabila kedua orang
tuanya (yang membenihkanya) kemudian melangsungkan perkawinan yang sah.
Hal yang perlu diingat, bahwa pengakuan anak luar kawin itu sifatnya personalijk.
Sifat arti personalijk di sini, bahwa hubungan kePerdataan hanya ada antara anak
luar kawin yang diakui dengan orang tua yang mengakuinya. Sedangkan dengan
sanak saudara yang mengakuinya tidak ada hubungan. 60
Oleh KUHPerdata ada kemungkinan seorang anak tidak hanya mempunyai
bapak, melainkan juga tidak mempunyai ibu dalam pengertian, bahwa antara anak
dengan seorang wanita yang melahirkanya itu, tidak ada hubungan hukum sama
sekali tentang pemberian nafkah, warisan dan lain- lainya. Antara anak dan ibu
60
Benyamin Asri dan Thabrani Asri, Dasar-Dasar Hukum Waris Barat Suatu
Pembahasan Teoritis Dan Praktek, ( Bandung : Tarsito, 1988), hlm. 13.
41
Universitas Sumatera Utara
baru ada perhubungan hukum, apabila si ibu mengakui anak itu sebagai anaknya,
di mana pengakuan itu harus dilaksanakan dengan sistem tertentu, yaitu menurut
Pasal 281 KUHPerdata dengan akta otentik sendiri (akte notaris) bila belum
diadakan dalam akta kelahiran si anak atau pada waktu pelaksanaan perkawinan,
dapat juga dilakukan dengan akta yang dibuat Pegawai Catatan Sipil (ambtenaar
bij de burgerlijk stand). 61
B.
Hak- hak Keperdataan anak luar kawin
Hak-hak Keperdataan anak luar kawin dalam peraturan perundang-
undangan diatur secara khusus dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
diberlakukan bagi warga non muslim dan dalam KHI yang diberlakukan bagi
warga muslim.
Hak Keperdataan anak merupakan hak yang melekat pada setiap anak
yang diakui oleh hukum dalam hubungan hukum dengan orang tua dan keluarga
orang tuanya, meliputi :
1.
Hak mengetahui asal usulnya
Hak mengetahui asal usul bagi seorang anak merupakan hak Perdata anak
yang dijamin dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan
Anak yang isi ketentuannya sama, bahwa setiap anak berhak untuk mengetahui
siapa orang tuanya.
61
Omar Salim, Dasar-Dasar Hukum Waris Di Indonesia, (Jakarta; PT. Reineka Cipta,
2006), hlm. 69.
42
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa pemenuhan hak asal usul anak
luar kawin secara KUHPerdata dapat dilakukan oleh orang tua biologisnya dengan
beberapa cara, yaitu:
a)
Dengan akta kelahiran di hadapan Pegawai Catatan Sipil sebelum
atau tidak adanya perkawinan orang tua
b)
Dengan akta otentik yang dibuat Pegawai Catatan Sipil, dibukukan
dalam register kelahiran dan dicatat dalam jihat akta kelahiran;
c)
Dengan akta perkawinan orang tuanya yang mengesahkannya;
d)
Dengan surat pengesahan Presiden.
Dengan demikian, dapat digaris bawahi bahwa setiap anak yang lahir di
luar perkawinan, baik anak luar kawin yang dapat diakui atau yang dapat
disahkan, anak sumbang, maupun anak zina berhak untuk mengetahui asal-usul
siapa orang tuanya. Hal itu bukan merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh
hukum, karena pada dasarnya hak untuk mengetahui asal usulnya tersebut melekat
pada harkat dan martabatnya sebagai manusia dan telah dijamin dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2.
Hak mendapat pemeliharaan dan pendidikan dari orang tua
Hak untuk mendapatkan pemeliharaan dan pendidikan dari orang tua
merupakan hak anak yang sangat penting bagi setiap anak guna pelangsungan
hidup secara wajar dan pengembangan potensi dirinya. Anak secara kodratnya,
baik secara fisik, psikis, sosial, maupun ekonomi sangat bergantung dan
membutuhkan perhatian dari pihak lain, terutama kepada kedua orang tuanya
43
Universitas Sumatera Utara
untuk mendampingi dan memelihara dirinya sebaik mungkin sampai dengan
dewasa.
Keberadaan anak yang lahir di luar perkawinan dalam KUHPerdata
dinyatakan sebagai anak yang tidak mempunyai hubungan Perdata dengan ibu dan
ayah biologisnya. Jika pada anak sah melekat hak mendapatkan pemeliharaan dan
pendidikan sampai dengan dewasa sebagaimana ditentukan dalam Pasal 298 ayat
(2) KUH Perdata,33 maka terhadap anak yang lahir di luar perkawinan terdapat
perbedaan. Bagi anak luar kawin yang disahkan berlaku Pasal 277 KUHPerdata
yang mengakibatkan anak tersebut akan berlaku ketentuan-ketentuan undangundang yang sama seolah-olah anak itu dilahirkan dalam perkawinan. Hal ini
dapat diartikan bahwa terhadap anak tersebut berlakulah ketentuan undangundang yang diberlakukan terhadap anak yang dilahirkan dalam perkawinan
sebagaimana yang terdapat dalam Buku Ke II, Bab Ke XIV KUHPerdata tentang
Ketuasaan Orang Tua.
Bagi anak luar kawin yang diakui oleh orang tuanya berlakulah ketentuan
Pasal 306 KUHPerdata ayat (1) bahwa anak-anak luar kawin yang telah diakui
berada dalam perwalian; ayat (2) terhadap mereka berlaku juga Pasal 298.
Berdasarkan ketentuan Pasal tersebut dapat diketahui bahwa anak luar kawin yang
diakui itu dalam mendapatkan hak pemeliharaan dan pendidikan sama dengan
anak sah, namun ia diletakkan di bawah perwalian dikarenakan kedua orang
tuanya tidak dalam ikatan perkawinan.
Suatu hal yang perlu disampaikan bahwa dalam KUHPerdata, peningkatan
status anak luar kawin melalui pranata pengesahan atau pengakuan anak itu
44
Universitas Sumatera Utara
sangatlah digantungkan pada inisiatif dari kedua orang tuanya atau ayahnya secara
sukarela. Dengan kata lain, jika tidak adanya pengesahan atau pengakuan itu,
maka haknya untuk mendapatkan pemeliharaan dan pendidikan dari orang tuanya
tidak dapat ia dapatkan.
Hukum positif Indonesia sekarang, semenjak adanya Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 yang terkait dengan uji materiil Pasal 43
ayat (1) Undang-Undang Pekawinan, mengalami perubahan yang cukup berarti
dalam hukum keluarga. Ketentuan Pasal 43 ayat (1) yang tadinya menentukan
bahwa anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan Perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya, sekarang harus dibaca anak yang lahir di luar
perkawinan mempunyai hubungan Perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya
serta laki-laki sebagai ayahnya.
Berdasarkan KUHPerdata dalam Pasal 298 ayat (2) ditentukan bahwa
bapak dan ibu, keduanya wajib memelihara dan mendidik anak sekalian anak
mereka yang belum dewasa. Kehilangan hak untuk memangku kekuasaan orang
tua atau untuk menjadi wali tidak membebaskan mereka dari kewajiban, memberi
tunjangan-tunjangan dalam keseimbangan dengan pendapatan mereka, guna
membiayai pemeliharaan dan pendidikan itu.
Ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum
mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan Perdata dengan keluarga
ayahnya. Hal tersebut dari sudut kepentingan yang anak lahir di luar perkawinan
adalah sebagai suatu jaminan kepastian hukum atas perlindungan hak-hak
Perdatanya. Jadi, jika dibandingkan dengan yang diatur dalam BW Baru Belanda,
45
Universitas Sumatera Utara
maka dapat diketahui bahwa perlindungan anak luar kawin dalam hukum
Indonesia jauh lebih menguntungkan bagi anak, karena undang-undang
membolehkan anak yang lahir di luar perkawinan untuk berinisiatif menggugat
atau memohon pada Pengadilan untuk pembuktikan hubungan darah dengan
ayahnya, dan jika pembuktian itu dikabulkan oleh hakim, maka hubungan
kePerdataan itu tidak hanya pada ayah atau ibu yang mengakuinya saja, tetapi
juga terhadap keluarga ibunya dan keluarga ayahnya.
Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 jika
dimaknai dari sudut perlindungan anak bagi golongan anak yang tunduk pada
KUHPerdata dapat dikatakan sebagai suatu putusan yang mengandung norma
hukum yang bersifat progresif. Dikatakan sebagai putusan yang progresif karena
dalam hukum progresif mempunyai asumsi dasar bahwa:
a.
Hukum adalah untuk manusia bukan sebaliknya;
b.
Sehubungan bahwa hukum adalah institusi yang bertujuan
mengantarkan manusia kepada kehidupan yang adil, sejahtera, dan membuat
manusia bahagia, maka hakim Mahkamah Konstitusi telah melakukan terobosan
hukum atau mengambil keputusan progresif sesuai dengan tuntutan rasa keadilan
setiap anak, khususnya bagi anak yang lahir di luar perkawinan yang tunduk pada
KUH Perdata, untuk memohon atau menggugat ke pengadilan untuk mendapatkan
pemehuhan hak kePerdataannya jika orang tuanya tidak melakukan pengakuan
atau pengesahan terhadapnya.
Dengan demikian, berlaku juga terhadap anak yang berstatus anak
sumbang atau anak zina. Secara umum peraturan perundang-undangan telah
46
Universitas Sumatera Utara
melakukan langkah-langkah untuk memberikan perlindungan terhadap hak anak
luar kawin dalam mendapatkan pemeliharaan dan pendidikan, namun efektivitas
keberlakuannya bergantung atas aspek penegakan hukum yang dilakukan oleh
subjek hukumnya dan kejelasan dari kaidah hukum yang mengaturnya atau
menindaklanjutinya.
3.
Hak diwakili dalam segala perbuatan hukum di dalam dan di luar
pengadilan dan Hak mengurus harta bendanya.
Dalam hukum Perdata terdapat suatu prinsip yang harus ditegakkan,
bahwa seseorang dapat melakukan perbuatan hukum dan dapat dimintakan
pertanggungjwabannya adalah terhadap mereka yang diakui kewenangannya
untuk berbuat.
Kewenangan berbuat itu ada dua pengertiannya, yaitu:
a.
Kecakapan atau kemampuan berbuat karena memenuhi syarat
hukum (bekwaamheid, capacity);
b.
Kekuasaan atau kewenangan karena diakui oleh hukum walaupun
tidak
memenuhi
syarat
hukum
(bevoegheid,
competence).
Perbuatan hukum yang dilakukan oleh orang yang tidak cakap atau
tidak mampu menurut hukum adalah tidak sah karena tidak
memenuhi syarat hukum.
Oleh karena itu, perbuatan hukum yang tidak sah tersebut dapat
dimintakan pembatalannya melalui hakim (vernietigbaar). Kepentingan orang
yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum harus diurus oleh pihak yang
mewakilinya. Kepentingan orang dewasa yang berada di bawah pengampuan
47
Universitas Sumatera Utara
diurus oleh wali pengampunya, anak yang belum dewasa diurus oleh orang
tuanya, dan kepentingan anak yang berada di bawah perwalian diurus oleh
walinya.
Berdasarkan Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan bahwa anak
yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan, yang tidak di bawah kekuasaan orang tua, berada di
bawah kekuasaan wali; ayat (2) bahwa perwalian itu mengenai pribadi anak yang
bersangkutan maupun harta bendanya. Dalam ketentuan Pasal 50 tersebut tidak
ada penjelasan lebih lanjut mengenai perwalian terhadap anak yang lahir di luar
perkawinan, tetapi hanya menentukan bahwa perwalian dilakukan untuk anak
yang tidak dalam kekuasaan orang tua. Perwalian (voogdij) adalah pengawasan
terhadap anak yang di bawah umur yang tidak berada di bawah kekuasaan orang
tua serta pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut diatur oleh undangundang.
Anak yang berada di bawah perwalian adalah:
a.
Anak sah yang kedua orang tunya telah dicabut kekuasaannya
sebagai orang tua;
b.
Anak sah yang orang tuanya telah bercerai;
c.
Anak yang lahir di luar perkawinan.
Dalam Undang-Undang Perkawinan tidak secara eksplisit mengatur
tentang kepentingan apa saja dari anak yang lahir di luar perkawinan yang dapat
dilakukan oleh walinya, sebagaimana terhadap anak sah dalam kekuasaan orang
tua yang diatur dalam Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan.
48
Universitas Sumatera Utara
Sehubungan dengan hal tersebut, Abdulkadir Muhammad berpendapat
bahwa karena kekuasaan wali itu sebenarnya mengoper kekuasaan orang tua,
maka wali juga dapat mewakili anak dalam segala perbuatan hukumnya baik di
dalam maupun di luar pengadilan, perwalian mengenai pribadi anak maupun harta
bendanya.
Oleh karena anak yang lahir di luar perkawinan tidak dalam kekuasaan
orang tua, maka berarti hak untuk wakili anak dalam segala perbuatan hukumnya.
Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan menentukan bahwa perwalian itu
mengenai pribadi anak yang bersangkuatn maupun harta bendanya. Selanjutnya
dalam Pasal 51 dan Pasal 52 Undang- Undang Perkawinan mengatur tentang
kewajiban seorang wali terhadap harta benda anak yang berada di bawah
perwaliannya adalah:
a.
wajib mengurus anak yang di bawah penguasaannya dan harta
bendanya sebaik-baiknya
dengan
menghormati
agama dan
kepercayaan anak itu;
b.
wajib membuat daftar harta benda anak yang berada di bawah
kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua
semua perubahan-perubahan harta benda anak atau anak-anak itu;
c.
bertanggung jawab tentang harta benda anak yang berada di bawah
perwaliannya serta kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan
atau karena kelalaiannya; dan
d.
tidak diperbolehkan memindahtangankan atau menggadaikan
barang-barang tetap yang dimiliki anak di bawah penguasaannya,
49
Universitas Sumatera Utara
kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya. baik di
dalam maupun di luar pengadilan, perwalian mengenai pribadi
anak maupun harta bendanya diurus walinya. Khusus terhadap
anak yang lahir di luar perkawinan yang tunduk pada KUH
Perdata, maka haknya untuk diwakili dalam segala perbuatan
hukumnya baik di dalam maupun di luar pengadilan, perwalian
mengenai pribadi anak maupun harta bendanya, sebagaimana
dimaksud dalam KUH Perdata., bahwa:
a)
Bagi anak luar kawin yang disahkan, kedudukannya tidak di
bawah perwalian tetapi ada dalam kekuasaan orang tua,
sehingga
orang
tuanya
tersebut
yang
mewakilinya,
sebagaimana kekuasaan orang tua terhadap kedudukan anak
sahnya.
b)
Bagi anak luar kawin yang diakui, perwaliannya dilakukan
oleh orang tua yang mengakuinya atau seorang wali yang
ditunjuk.
c)
Bagi anak sumbang karena hubungan perkawinan, yang
kedua orang tuanya mendapat dispensasi melakukan
perkawinan, kedudukannya tidak di bawah perwalian tetapi
ada dalam kekuasaan orang tua, sehingga orang tuanya
tersebut yang mewakilinya, sebagaimana kekuasaan orang
tua terhadap kedudukan anak sahnya.
50
Universitas Sumatera Utara
d)
Bagi anak zina dan anak sumbang dari hubungan darah,
perwaliannya
tidak
dilakukan
oleh
ibu
atau
ayah
biologisnya, namun setelah berlakunya Undang- Undang
Perkawinan, maka anak tersebut dalam perwalian ibunya
atau seorang wali yang ditunjuk.
Setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010,
maka setiap anak yang lahir di luar perkawinan, baik anak luar kawin, anak
sumbang, maupun anak zina mendapat jaminan perlindungan oleh hukum dapat
dengan inisiatif sendiri atau oleh pihak yang mewakili kepentingannya memohon
atau menggugat ayah biologisnya ke pengadilan untuk guna pemenuhan hak
perwaliannya tersebut.
4.
Hak dalam mendapatkan warisan bagi anak luar kawin
Hak untuk mendapatkan warisan bagi warga yang tunduk pada
KUHPerdata mengharuskan adanya hubungan Perdata dengan orang tuanya,
dengan cara orang tua kandungnya itu melakukan pengakuan atau pengesahan.
Tidak semua anak yang lahir di luar perkawinan dapat disahkan atau diakui oleh
orang tuanya.
Dalam Pasal 272 KUHPerdata mengatur bahwa, kecuali anak-anak yang
dibenihkan dalam zina atau dalam sumbang, tiap-tiap anak yang diperbuahkan di
luar pekawin sah apabila kedua orang itu sebelum kawin telah mengakui menurut
ketentuan undang-undang atau, apabila pengakuan itu dilakukan dalam akta
perkawinan sendiri. Demikian demikian, anak tersebut berkedudukan sebagai
anak luar kawin yang disahkan, sehingga terhadapnya berdasarkan Pasal 277
51
Universitas Sumatera Utara
KUHPerdata belaku ketentuan-ketentuan undang-undang yang sama seolah-olah
anak itu dilahirkan dalam perkawinan.
Sehubungan dengan hal itu, maka hak waris anak luar kawin yang
disahkan terhadap orang tuanya tunduk pada ketentuan tentang Pewarisan Para
Keluarga Sedarah yang Sah, dan Suami atau Isteri yang Hidup Terlama, pada
Buku ke Dua, Bagian II, Bab ke XII KUH Perdata.
Berdasarkan Pasal 280 KUHPerdata, terhadap anak luar kawin yang
diakui, timbul hubungan Perdata anak luar kawin dengan ayah atau ibunya,
termasuk juga hubungan kewarisannya, namun hanya bersifat terbatas, artinya
hanya pada hubungan antara anak dengan ibu atau ayah yang mengakuinya saja,
sedangkan dengan anggota keluarga lainnya tidak mempunyai hubungan hukum.
Bagi anak luar kawin yang telah diakui dapat mewaris bersama-sama dengan
golongan I, golongan II, golongan III, dan golongan IV.
Dapat dilihat dalam Pasal 863 KUHPerdata bahwa besarnya bagian
warisan anak luar kawin yang diakui itu bergantung pada golongan yang bersamasama pada saat mewaris, yaitu:
a.
Bilamana anak luar kawin mewaris bersama dengan golongan I
terdiri dari suami-isteri dan anak beserta keturunannya, maka
bagian anak tersebut adalah 1/3 bagian dari yang akan diperolehnya
seandainya ia anak sah;
b.
Bilamana anak luar kawin mewaris bersama-sama dengan
golongan II terdiri dari orangtua dan saudara-saudara beserta
keturunannya adalah 1/2 bagian dari harta warisan;
52
Universitas Sumatera Utara
c.
Bilamana anak luar kawin mewaris bersama-sama dengan
golongan III terdiri dari kakek-nenek serta seterusnya ke atas, atau
mewaris bersama-sama dengan golongan IV terdiri dari keluarga
dalam garis menyamping yang lebih jauh, termasuk saudarasaudara ahli waris golongan III beserta keturunannya adalah 3/4
bagian dari harta warisan;
d.
Bilamana anak luar kawin mewaris bersama dengan golongan ahli
waris yang derajatnya berbeda, maka bagiannya dihitung dengan
melihat keluarga yang terdekat hubungan derajatnya dengan
pewaris.
Dalam hal adanya pengakuan dari orang tua biologis terhadap anak luar
kawinnya, maka hubungan Perdata tersebut bersifat terbatas, yaitu hanya terhadap
orang tua yang mengakuinya saja, mempunyai juga batasan sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 872 KUHPerdata yang menentukan bahwa undang-undang
sama sekali tidak memberikan hak kepada seorang anak luar kawin yang diakui
terhadap barang-barang para keluarga sedarah dari kedua orang tuanya, kecuali
yang diatur dalam Pasal 873 KUH Perdata.
Pasal 873 KUHPerdata mengatur bahwa jika salah seorang keluarga
sedarah meninggal dunia dengan tidak meninggalkan sanak saudara dalam derajat
yang mengizinkan pewarisan, maupun suami atau isteri yang hidup terlama, maka
53
Universitas Sumatera Utara
si anak luar kawin adalah berhak menuntut seluruh warisan itu untuk diri sendiri
mengenyampingkan negara. 62
Dalam hal demikian anak luar kawin menerima 1/3 bagian dari hak yang
sedianya mereka terima, seandainya mereka anak sah. Jadi, cara menghitung hak
bagian anak luar kawin adalah mengandaikan mereka anak sah terlebih dahulu
baru kemudian dihitung haknya sebagai anak luar kawin.
Anak luar kawin yang diakui dengan sah menurut KUHPerdata adalah
sebagai ahli waris yang sah. Dia berhak mewarisi dari harta yang ditinggalkan.
oleh bapak atau ibu yang mengakuinya tersebut. Begitu juga sebaliknya, jika anak
luar kawin telah diakui dengan sah, maka sebagai akibat dari pengakuan itulah dia
berstatus sebagai anak dari yang mengakuinya. Mengenai kedudukan dia dalam
keluarga, anak luar kawin tidak berbeda dengan anak kandungnya sendiri,
sedangkan mengenai berapa besar hak waris anak luar kawin itu terhadap pewaris
sangat tergantung bersama siapa anak luar kawin itu mewaris. 63
Dengan demikian, KUHPerdata tidak hanya memandang status hukum
formal semata-mata terhadap anak luar kawin, lain halnya dengan UU No. 1
Tahun 1974 yang lebih selektif dalam menilai kedudukan anak, bukan hanya
status formal saja yang menjadi pertimbangan hukum, namun status nasab
(keturunan) juga harus jelas.
62
Abnan Pancasilawati, Perlindungan Hukum Bagi Hak-Hak Keperdataan Anak Luar
Kawin, STAIN Samarinda, Vol.6 No. 2, 2014. Hlm.190.
63
Ahmad Adib, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Lahir Diluar Perkawinan
Menurut UU No. 1 Tahuun 1974 Dan KUHPerdata (Studi Perbandingan), Skripsi S1, Fakultas
Syari’ah IAIN Walisongo, Semarang 2010, Hlm. 42
54
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG KEDUDUKAN ANAK SUMBANG
TERHADAP HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA
A.
Kedudukan Anak Sumbang Dalam Penerimaan Harta Warisan
Menurut Pasal 867 KUHPerdata.
1.
Anak Sumbang Menurut KUHPerdata
Dalam KUHPerdata ada dua macam anak luar nikah (perkawinan) yaitu
anak luar perkawinan yang dapat diakui dan dan anak luar kawin yang tidak dapat
diakui. Anak luar nikah mempunyai dua pengertian yaitu:
a.
Anak luar kawin yang dapat diakui adalah anak yang dilahirkan
oleh seorang ibu, tetapi yang tidak dibenihkan oleh seorang pria
yang berada dalam ikatan perkawinan sah dengan ibu si anak
tersebut dan tidak termasuk di dalam kelompok anak zina dan
anak-anak sumbang. 64 Menurut Pasal 280 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata bahwa “ Dengan pengakuan yang dilakukan
terhadap seorang anak luar kawin, timbullah hubungan Perdata
antara si bapak atau ibunya”. 65
Menurut Pasal 281 KUHPerdata bahwa “ Pengakuan terhadap anak luar
kawin, apabila yang demikian itu tidak telah dilahirkan dalam akta kelahiran si
anak atau pada waktu perkawinan berlangsung, dapat dilakukan dengan tiap-tiap
akta otentik. Pengakuan yang demikian dapat juga dilakukan dengan akta yang
64
65
J. Satrio, op.cit, Hlm. 151.
R. Subekti, dan R. Tjitrosudibio, op.cit, Hlm. 69.
55
Universitas Sumatera Utara
dibuat oleh pegawai catatan sipil dan dibukukan dalam register kelahiran menurut
hari penanggalannya. Pengakuan ini harus dicatat dalam jihat akta kelahiran. 66
Dengan adanya pengakuan ini, status anak luar nikah tersebut diakui
antara lain dalam pemberian izin nikah, kewajiban timbal balik dalam pemberian
nafkah, perwalian, hak memakai nama, mewaris, dan sebagainya. Setelah adanya
pengakuan dari orang tuanya, maka menurut kitab Undang-Undang Hukum
Perdata pengakuan tersebut harus ada pengesahan dengan cara:
1)
Perkawinan Orang Tuanya.
Menurut Pasal 285 KUHPerdata pengesahan karena perkawinan
orang tua yaitu bilamana seorang anak dibenihkan di luar
perkawinan, menjadi anak sah apabila sebelum perkawinan orang
tuanya telah mengakui anak luar nikah itu sebagai anaknya.
Pengakuan itu dapat dilakukan sebelum perkawinan atau
sekaligus dalam akte perkawinannya. 67
2)
Surat Pengesahan (Pasal 275 KUHPerdata).
Menurut Pasal 275 KUHPerdata bahwa :
“Dengan cara yang sama seperti yang diatur dalam pasal yang lalu,
dapat juga disahkan anak di luar kawin yang telah diakui menurut
undang-undang;
1. bila anak itu lahir dari orang tua, yang karena kematian
salah seorang dari mereka, perkawinan mereka tidak jadi
dilaksanakan;
2. bila anak itu dilahirkan oleh seorang ibu, yang termasuk
golongan Indonesia atau yang disamakan dengan
golongan itu; bila ibunya meninggal dunia atau bila ada
keberatankeberatan penting terhadap perkawinan orang
tua itu, menurut pertimbangan Presiden.
66
67
Ibid,
J. Satrio, op.cit, Hlm. 168.
56
Universitas Sumatera Utara
b.
Mengenai pengertian anak luar kawin yang tidak dapat diakui ada
dua golongan yaitu:
1)
Anak Zina (Overspeleg Kind)
Anak zina adalah anak yang lahir dari hubungan antara
seorang lakilaki dan seorang perempuan di mana salah satu
atau keduannya terikat dalam ikatan perkawinan yang sah
dengan pihak lain.
2)
Anak Sumbang (Bloed Schenneg / darah yang dikotori).
Anak sumbang yaitu anak yang dilahirkan dari hubungan
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang
diantara keduanya terdapat larangan untuk menikah (karena
terdapat hubungan darah, misalnya kakak dengan adik). 68
Anak-anak tersebut menurut Pasal 283 yang berbunyi: “Anak yang
dilahirkan karena perzinaan atau penodaan darah (incest, sumbang), tidak boleh
diakui tanpa mengurangi ketentuan Pasal 273 mengenai anak penodaan
darah”yaitu tidak dapat diakui.
Dan mengenai hak waris anak-anak ini Pasal 867 KUHPerdata
menentukan bahwa mereka tidak dapat mewaris dari orang yang membenihkanya.
Tetapi Undang-Undang memberikan kepada mereka hak menuntut pemberian
nafkah seperlunya terhadap boedel (warisan yang berupa kekayaan saja), nafkah
68
Benyamin Asri,op.cit. hlm. 12
57
Universitas Sumatera Utara
ditentukan menurut si ayah atau si ibu serta jumlah dan keadaan para pewaris
yang sah. 69
2.
Hak Waris Anak Sumbang Menurut Pasal 867 KUHPerdata
Pada dasarnya adalah adanya ketentuan dalam Pasal 867 KUHPerdata
yang menyatakan, bahwa peraturan mengenai hukum waris anak luar kawin, tidak
berlaku bagi anak yang dibenihkan dalam zina atau dalam sumbang. Karena anak
tersebut tidaka diatur warisannya dalam KUHPerdata, maka kesimpulannya
adalah bahwa mereka tidak berhak untuk mewaris.
Yang sekarang kita perlu ketahui adalah siapakah yang dinamakan anak
zina dan anak sumbang?
Untuk jelasnya kita buatkan skema daripada anak lebih dahulu.
Anak sah
anak zina
Anak-anak
anak sumbang
Anak tidak sah =
anak luar kawin yang dapat diakui
anak luar kawin
Anak zina adalah anak yang dilahirkan dari hubungan antara dua orang,
laki-laki dan perempuan, yang bukan suami isteri, dimana salah satu atau keduaduanya terikat dalam suatu perkawinan dengan orang lain.
Anak sumbang adalah anak-anak yang dilahirkan dari hubungan antara
dua orang yang mempunyai hubungan darah yang dekat, sehingga diantara
mereka dilarang oleh Undang-Undang untuk menikah.
69
Ali Afandi, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian Menurut KUH
Perdata (BW), (Jakarta: Bina Aksara, 1984), Cet. II,. Hlm.43
58
Universitas Sumatera Utara
Kepada anak-anak sumbang dan anak-anak zina Undang-Undang tidak
memberikan hak mewaris, tetapi Undang-Undang memberikan kepada mereka
hak menuntut pemberian nafkah seperlunya terhadap budel (Pasal 867 ayat 2),
yang besarnya tidak tertentu, tergantung dari besarnya kemampuan bapak atau
ibunya dan keadaan para ahli waris sah.
Keadaan ahli waris yang sah, apakah mereka mampu atau miskin, turut
menentukan besarnya hak alimentasi anak-anak zina atau sumbang. Di sini
nampak benar pembuat Undang-Undang mendahulukan kepentingan keluarga
yang sah. Yang kita kemukakan di atas adalah tuntutan anak zina dan anak
sumbang terhadap boedel.
Jadi sesudah bapak atau ibu alamiahnya meninggal dunia, tetapi kalau
pada waktu hidupnya si bapak atau ibu alamiah, anak tersebut telah menikmati
jaminan nafkah dari padanya, maka anak-anak tersebut tak mempunyai hak tuntut
lagi terhadap warisan bapak dan ibu alamiahnya. 70
Ketiga unsur hukum waris sebagai syarat adanya pewarisan, kalau tidak
ada salah satunya maka hukum waris tidak bisa diberlakukan/ tidak terlaksana
tanpa adanya :
a.
Pewaris
Dalam Pasal 830 BW yang berbunyi bahwa, “Pewarisan hanya
berlangsung karena kematian”. Pewaris adalah seseorang yang
meninggal dunia, baik laki-laki maupun perempuan yang
meninggalkan sejumlah harta kekayaan, maupun hak-hak yang
70
J. Satrio, op.cit, Hlm.172-173
59
Universitas Sumatera Utara
diperoleh beserta kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan
selama hidupnya, baik dengan surat wasiat maupun tanpa surat
wasiat. Karenanya adalah penting artinya untuk menetapkan
dengan teliti saat meninggal. 71
b.
Ahli waris (Erfenaam)
KUHPerdata
tidak
membedakan
ahli
waris
laki-laki
dan
perempuan, juga tidak membedakan urutan kelahiran, hanya ada
ketentuan bahwa ahli waris golongan pertama jika masih ada maka
akan menutup hak anggota keluarga lainnya dalam dalam garis
lurus ke atas maupun ke samping.
Demikian pula golongan yang lebih tinggi derajatnya menutup yang lebih
rendah derajatnya. Ahli Waris harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut
untuk dapat menerima warisan, yaitu meliputi:
1)
Pewaris telah meninggal dunia.
2)
Ahli waris atau para ahli waris harus ada pada saat pewaris
meninggal dunia. Ketentuan ini tidak berarti mengurangi makna
ketentuan pasal 2 hukum perdata, yaitu: “anak yang ada dalam
kandungan seorang perempuan dianggap sebagai telah dilahirkan,
bilamana kepentingan si anak menghendakinya”. Apabila ia
meninggal saat dilahirkan, ia dianggap tidak pernah ada. Berarti,
71
A Pitlo, Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Hukum Perdata
Belanda, (Jakarta : PT Intermasa, 1990), Hlm. 15.
60
Universitas Sumatera Utara
bayi dalam kandungan juga sudah diatur haknya oleh hukum
sebagai ahli waris dan telah dianggap cakap untuk mewaris.
3)
Seseorang ahli waris harus cakap serta berhak mewaris, dalam arti
ia tidak dinyatakan oleh undang-undang sebagai seorang yang tidak
patut mewaris karena kematian, atau tidak dianggap sebagi tidak
cakap untuk menjadi ahli waris. 72
c.
Warisan (nalaten schap)
Warisan atau yang disebut harta warisan yaitu: wujud kekayaan
yang ditinggalkan dan selalu beralih kepada para ahli waris
tersebut. Dalam sistem BW tidak mengenal istilah harta asal dan
harta gono-gini atau harta yang diperoleh bersama di dalam
perkawinan, sebab harta warisan dalam BW dari siapapun juga
merupakan “kesatuan” yang secara bulat dan utuh dalam
keseluruhan akan beralih dari tangan pewaris kepada seluruh ahli
warisnya; artinya dalam KUHPerdata tidak dikenal perbedaan
pengaturan atas dasar macam atau asal barang-barang yang
ditinggalkan pewaris.
Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 849 BW.
73
Sebelum ada pembagian
warisan maka kepada ahli waris ada beberapa ketentuan-ketentuan tentang
kewajiban-kewajiban yang harus dilunasi kewajiban dari mayit yaitu: Pembayaran
utang-utang mayit, pengurusan mayit, hibah wasiat. Dalam Pasal 1100
72
http://www.gultomlawconsultants.com/ketentuan-waris-berdasarkan-kuhperdata-bw/#
diakses pada hari Senin Tanggal 09-Juli-2017 Pukul. 11:07
73
Benyamin Asri, op. cit, Hlm. 5.
61
Universitas Sumatera Utara
disebutkan; “Para waris yang telah menerima suatu warisan diwajibkan dalam hal
pembayaran hutang, hibah wasiat dan lain-lain, memikul bagian yang seimbang
dengan apa yang diterima masing-masing dari warisan”.
Dalam hal pengurusan mayat yaitu pemakaman mayat bahwa harta
warisan yang pertama harus dimanfaatkan untuk membayar segala keperluan guna
terlaksananya pemakaman mayat tersebut. Dalam hal ini Burgerlijk Wetboek tidak
meancantumkan dalam bagian warisan, akan tetapi dalam Pasal 1149 kedua, yang
menjelaskan biaya pemakaman mayit itu sebagai utang preferent, yaitu terlebih
dahulu diutamakan pembayarannya dari harta warisannya, sebelum utang yang
lain dilunasi. 74
Hanya satu jenis utang yang harus lebih diutamakan pembayarannya
sebelum biaya pemakaman, yaitu biaya untuk menyita barang-barang yang
bersangkutan guna untuk dilelangkan barang-barang itu di muka umum untuk
melunasi utang-utang, itu bila mana harta warisan tidak memenuhi untuk dibayar
semua utang-utangnya. 75
Menurut Pasal 838 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dianggap
tidak patut menjadi ahli waris dan karenanya dikecualikan dari pewarisan ialah:
1.
Mereka
yang
dengan
putusan
hakim
dihukum
karena
dipersalahkan telah membunuh, atau mencoba membunuh orang
yang meninggal.
2.
Mereka yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan, karena
secara fitnah telah mengajukan pengaduan terhadap orang yang
74
75
Omar Salim, op.cit, Hlm. 19.
Ibid,
62
Universitas Sumatera Utara
meninggal, ialah pengaduan telah melakukan sesuatu kejahatan
yang terancam dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau
hukuman yang lebih berat.
3.
Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah
orang yang meninggal untuk membuat atau mencabut surat
wasiatnya;
4.
Mereka yang telah menggelapkan, merusak, atau memalsukan surat
wasiat orang yang sudah meninggal.
Menurut Pasal 840 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), anakanak dari ahli waris yang tidak pantas itu, tidak boleh dirugikan oleh salahnya
orang tua apabila anak-anak itu menjadi ahli waris atas kekuatan sendiri (uiteigenhoofde) artinya apabila menurut hukum warisan anak-anak itu tanpa perantara
orang tuanya mendapat hak selaku ahli waris. 76
Akibat dari perbuatan ahli waris tersebut yang tidak pantas mengenai
barang warisan adalah batal, dan bahwa seorang hakim dapat menyatakan tidak
pantas itu dalam jabatannya dengan tidak perlu menunggu penuntutan dari pihak
apapun juga. Selanjutnya dalam Pasal 839 KUHPerdata (BW), mewajibkan
seorang ahli waris yang tidak pantas itu untuk mengembalikan hasil yang ia telah
petik dari barang-barang warisan. 77
Setiap notaris yang dengan perantaranya telah membuat akta dari sesuatu
wasiat dan segala saksi yang telah menyaksikan pembuatan akta itu (demikian
juga pendeta yang telah melayani atau tabib yang merawat orang meninggal itu
76
77
Wirjono Prodjodikoro, op.cit, Hlm. 91.
Ibid,
63
Universitas Sumatera Utara
selama sakitnya yang terakhir), semua mereka itu tidak diperbolehkan menikmati
sedikit pun dari wasiat itu yang telah dihibahkannya. 78
Dalam hukum kewarisan, status anak sumbang sebagaimana diketahui
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 867 berbunyi: “Ketentuanketentuan tersebut di atas ini tidak berlaku bagi anak-anak yang lahir dari
perzinaan atau sumbang. Undang–undang hanya memberikan nafkah seperlunya
kepada mereka”.
Dalam Pasal di atas ada dua status anak yang mana tidak berhak menuntut
atas waris dari kedua orang tua mereka selama mendapat asupan nafkah selama
hidupnya anak tersebut yaitu; Anak zina (Overspeleg kind) dan anak sumbang
(Bloed Schenneg/ darah yang dikotori). Pasal 868 KUHPerdata juga menjelaskan
tentang hak waris terhadap sumbang. Undangundang hanya memberikan kepada
anak sumbang hak menuntut pemberian nafkah seperlunya terhadap harta yang
besarnya tidak tertentu tergantung dari besarnya kemampuan bapak atau ibunya
dan keadaan para ahli waris yang sah.100 79
Keadaan ahli waris yang sah, apakah mereka mampu atau miskin, turut
menentukan besarnya hak alimentasi anak-anak zina atau sumbang hal ini sesuai
dengan Pasal 868 KUH Perdata, yaitu nafkah diatur sesuai kekayaan bapak atau
ibu. Harus ditegaskan pula, bahwa tuntutan anak seperti itu akan memperoleh
sesuatu dari harta warisan, bukanlah merupakan sesuatu tuntutan sebagai ahli
waris, tetapi sebagai suatu tuntutan seperti dari seorang piutang (kreditur). 80
78
Subekti, op.cit, Hlm. 209
J. Satrio, op. cit. hlm. 173.
80
Ibid,
79
64
Universitas Sumatera Utara
Adakalanya anak seperti ini, oleh si ibu atau si bapak pada waktu mereka
masih hidup, sudah dijamin penghidupanya. Kalau ini terjadi maka menurut Pasal
869 KUH Perdata, untuk anak seperti ini sama sekali tidak ada kemungkinan
untuk mendapatkan bagian harta warisan yang ditinggalkan oleh sanak keluarga
dari atau si bapak.
B.
81
Analisis Hukum Islam Terhadap Pasal 867 KUHPerdata Terkait
Kedudukan Anak Sumbang Terhadap Harta Warisan
1.
Hak Waris Anak Sumbang Menurut Hukum Islam
Dalam hukum Islam terdapat dua faktor yang menyebabkan adanya
pewarisan yaitu :
a.
Adanya hubungan kekrabatan (Nasab).
b.
Adanya perkawinan yang sah.
Telah diketahui dalam hukum Islam anak zina sama kedudukannya dengan
anak mula’anah yaitu anak hasil hubungan di luar perkawinan yang sah,
Sedangkan anak mula’anah terjadi setelah adanya tuduh-menuduh zina diantara
kedua suami-istri. Mereka sama dinasabkan kepada ibunya saja. Masing-masing
terputus hubungan nasabnya dengan ayahnya. Oleh karena itu mereka dapat
mempusakai orang tuanya dari pihak ibu, bukan dari pihak ayah. 82
Sandaran para jumhur-ulama dalam ketetapan tersebut, bahwa anak zina
mendapatkan waris dari pihak ibu, yaitu dalam hadis :
“Rasulullah s.a.w menjadikan hak waris anak mula’anah kepada ibunya dan ahli
waris ibu”.
81
82
Wiryono Projdodikoro. loc.cit.
Muhamad Bin Ahmad Ibnu, Bidayatul-Mujtahid, Kairo, juz II
65
Universitas Sumatera Utara
Mereka juga dapat mempusakai ibunya dan kerabat ibunya dengan jalan
fardh saja tidak dengan jalan lain. Demikian juga ibunya dan kerabat-kerabat
ibunya dapat mewarisi harta peninggalannya dengan jalan faradh juga. Hak
mereka untuk mempusakai dan dipusakai dengan jalan ‘ushubah-nasabiyah. 83
Sedangkan anak sumbang tidak ada dalam hukum Islam karena dalam
hukum Islam hanya mengenal anak sah dan anak zina, namun dalam kasus ini,
anak sumbang disamakan dengan anak zina karena anak tersebut lahir di luar
perkawinan. Sebab sabda Nabi Muhammad SAW:
“Anak yang lahir adalah milik pemilik kasur (suami) dan pezinanya di hukum”.
Kemudian dalam Pasal 186 KHI yaitu anak yang lahir di luar perkawinan
hanya mempunyai hubungan saling mewaris dengan dengan ibunya dan keluarga
ibunya. jelas hal ini harus diikuti oleh masyarakat muslim di Indonesia. Maka,
dari ketiga faktor di atas sudah jelas bahwa anak zina dan anak mula’anah
dinasabkan kepada ibunya dan mempunyai hubungan mewaris dengan ibunya
begitu juga dengan perwalian yang bisa menjadi wali adalah dari pihak ibu ke
atas.
2.
Kedudukan Anak Sumbang Dalam Hal Penerimaan Harta Warisan
Ditinjau dari Hukum Islam Terhadap Pasal 867 KUHPerdata.
Didalam Pasal 76 KHI disebutkan bahwa batalnya suatu perkawinan tidak
akan memutuskan hubungan hukum antara anak dengan orang tuanya. Salah satu
alasan batalnya perkawinan dalam pasal 70 KHI disebutkan adanya perkawinan
yang dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah. Dalam KHI
83
Hasanain Muhammad Makhluf Al-Mawarits fi-Syari’ atil- Islamiyah Kairo LajnatulBayan Al-Araby, Cet. III
66
Universitas Sumatera Utara
dinyatakan bahwa anak yang lahir di luar perkawinan hanya memiliki nasab
dengan ibu dan keluarga ibunya (Pasal 100 KHI) sehingga anak luar kawin
tersebut hanyalah mewarisi dari ibu dan keluarga ibunya (Pasal 186 KHI), karena
pada prinsipnya setiap perkawinan harus didaftarkan/dicatatkan (Pasal 5 Ayat 1
KHI). Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VII/2010 menyatakan
bahwa anak luar kawin memiliki hubungan hukum dengan ayahnya jika dapat
dibuktikan dengan alat-alat bukti berdasarkan teknologi, hanyalah berakibat
bahwa si anak tersebut barhak atas nafkah sehari-hari dan biaya sampai dia
dewasa. Hal ini juga ditegaskan MUI yang menyatakan bahwa anak luar kawin
hanyalah berhak atas wasiat wajib.
Adapun pembuktian asal usul anak, Undang-Undang Perkawinan
mengaturnya dalam Pasal 55, dan Kompilasi menjelaskannya dalam Pasal 103
yang isinya sama:
(1)
Asal-usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akta
kelahiran atau alat bukti lainnya.
(2)
Bila akta kelahiran atau akta lainnya tersebut dalam ayat (1) tidak
ada, maka Pengadilan Agama dapat mengeluarkan penetapan
tentang asal-usul seorang anak setelah mengadakan pemeriksaan
yang teliti berdasarkan bukti-bukti yang sah.
(3)
Atas dasar ketetapan Pengadilan Agama tersebut ayat (2) maka
Instansi Pencatat Kelahiran yang ada dalam daerah hukum
Pengadilan Agama tersebut mengeluarkan akta kelahiran bagi anak
yang bersangkutan.
67
Universitas Sumatera Utara
Ketentuan hukum perlunya akta kelahiran sebagai bukti otentik asal-usul
anak, meski sesungguhnya telah diupayakan sejak lama, secara metodologis ia
merupakan inovasi hukum positif terhadap ketentuan hukum dalam hukum Islam.
Jika dalam hukum Islam asal-usul anak dapat diketahui dengan adanya ikatan
perkawinan yang sah, dipertegas dengan batasan minimal atau maksimal yang
lazim usia janin dalam kandungan, maka pembuktian secara formal kendati ini
bersifat administratif, asal-usul anak dengan akta kelahiran atau surat kelahiran.
Penetuan perlunya akta kelahiran tersebut, didasarkan atas prinsip maslahat
mursalah, yaitu merealisasikan kemaslahatan bagi anak. Selain anak akan
mengetahui secara persis siapa orang tuanya, juga apabila suatu saat timbul
permasalahan, dengan bantuan akta anak tersebut dapat melakukan upaya
hukum. 84
Dalam KUHPerdata Pasal 867 berbunyi: “Ketentuan-ketentuan tersebut di
atas ini tidak berlaku bagi anak-anak yang lahir dari perzinaan atau penodaan
darah. Undang–undang hanya memberikan nafkah seperlunya kepada mereka”.
Dalam Pasal di atas ada dua status anak yang mana tidak berhak menuntut
atas waris dari kedua orang tua mereka selama mendapat asupan nafkah selama
hidupnya anak tersebut yaitu; Anak zina (Overspeleg kind) dan anak sumbang
(Bloed Schenneg/ darah yang dikotori). Pasal 868 KUH Perdata juga menjelaskan
tentang hak waris terhadap sumbang. Undang-undang hanya memberikan kepada
anak sumbang hak menuntut pemberian nafkah seperlunya terhadap harta yang
besarnya tidak tertentu tergantung dari Keadaan ahli waris yang sah, apakah
84
http://nurisrnsw1.blogspot.co.id/2014/03/kedudukan-hak-waris-atas-anaksyubhat.html?m=1 diakses pada hari Senin Tanggal 09-Juli-2017 Pukul. 11:07 WIB
68
Universitas Sumatera Utara
mereka mampu atau miskin, turut menentukan besarnya hak alimentasi anak-anak
zina atau sumbang hal ini sesuai dengan Pasal 868 KUHPerdata, yaitu nafkah
diatur sesuai kekayaan bapak atau ibu. Harus ditegaskan pula, bahwa tuntutan
anak seperti itu akan memperoleh sesuatu dari harta warisan, bukanlah merupakan
sesuatu tuntutan sebagai ahli waris, tetapi sebagai suatu tuntutan seperti dari
seorang piutang (kreditur). 85
Adakalanya anak semacam ini oleh si ibu atau si bapak pada waktu mereka
masih hidup, sudah dijamin penghidupanya. Kalau ini terjadi maka menurut pasal
869 KUHPerdata, untuk anak seperti ini sama sekali tidak ada kemungkinan untuk
mendapatkan bagian harta warisan yang ditinggalkan oleh sanak keluarga dari
atau si bapak. 86
85
86
J. Satrio, op. cit. hlm. 173.
Ibid
69
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Setelah
diuraikan
tentang
kedudukan
anak
sumbang
dalam
penerimaan harta warisan yang mencakup juga tentang status anak, hak
keperdataan anak luar kawin, dan hak nasab, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1.
Anak sumbang menurut KUHPerdata yaitu anak yang dilahirkan dari
hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang diantara
keduanya terdapat larangan untuk menikah (karena terdapat hubungan
darah, misalnya: kakak dengan adik), dan anak tersebut bukan anak sah
dan tidak dapat diakui pula. Oleh karena kedudukannya sebagai anak luar
kawin, maka berdasarkan Pasal 867 KUHPerdata ia tidak mendapatkan
harta warisan dari orang tuanya, melainkan hanya mendapatkan nafkah
saja, itupun sebatas kemampuan orang tuanya.
2.
Berdasarkan Pasal 867 KUHPerdata anak sumbang tidak mendapatkan
warisan, tetapi hanya mendapatkan nafkah dari orang tuanya, sedangkan
Hukum Islam memandang dalam Pasal 186 KHI bahwa anak sumbang
dinasabkan kepada ibunya, dan juga akan mendapatkan waris dari pihak
ibunya, sedangkan dalam KUHPerdata tidak demikian.
70
Universitas Sumatera Utara
B.
Saran
1.
Dalam usaha penyusunan Hukum Waris Nasional sebaiknya Pemerintah
dengan DPR harus melakukan secara hati-hati, mengingat akan sifat
pekanya bidang ini yang memang erat sekali hubungannya dengan Agama
dan kebudayaan agar tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat.
2.
Disarankan juga kepada Badan Legislatif yang berwenang membuat suatu
peraturan khusus yang mengatur agar anak luar kawin memiliki kepastian
hukum, perlindungan hukum, dan kesejahteraan sebagai anak luar kawin
yang tercukupi kebutuhannya sekaligus agar ia dapat mewaris layaknya
anak sah.
71
Universitas Sumatera Utara
KEDUDUKAN ANAK MENURUT KUHPERDATA
A.
Kedudukan anak Menurut KUHPerdata
Ada Beberapa Status Anak Dalam Kitab Undang-Undang HukumPerdata
(Burgerlijk Wetboek) yang menggolongkan tiga penggolongan terhadap status
anak, yaitu:
1.
Anak sah, yaitu mereka yang lahir didalam suatu perkawinan,
pengertian ini berdasarkan Pasal 250 KUHPerdata, yakni : “ Tiaptiap anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan,
memperoleh si suami sebagai bapaknya”.
2.
Anak yang lahir di luar perkawinan, akan tetapi diakui oleh seorang
ayah saja atau seorang ibu atau diakui oleh ayah dan ibu keduaduanya. Dalam hal ini ditegaskan didalam Pasal 272 KUHPerdata,
Yakni: Kecuali anak-anak yang dibenihkan dalam zina atau dalam
sumbang, tiap-tiap anak yang terbuahkan diluar perkawinan, dengan
kemudian kawinnya bapak dan ibunya akan menjadi sah, apabila
kedua orang itu sebelum kawin telah mengakuinya menurut
ketentuan-ketentuan Undang-Undang atau apabila pengakuan itu
dilakukan dalam akta perkawinan sendiri.
Pengakuan anak menimbulkan pertalian kekeluargaan antara yang
mengakui dengan yang diakui. Maksudnya, apabila yang mengakui adalah
39
Universitas Sumatera Utara
ayah/ibu maka pertalian darah tersebut hanya dengan ayah, adapun yang lain tidak
terikat dalam oleh pengakuan orang lain.
Demikian pula apabila pengakuan tersebut dari pihak ibu, maka dalam hal
ini timbul pertalian kekeluargaan dengan ibu, akan tetapi tidak berlaku demikian
bagi keluarga yang lain. Seorang anak yang lahir diluar perkawinan kemudian
menjadi anak syah apabila ayah dan ibu melakukan perkawinan secara syah.
3.
Anak yang menurut hukum tidak punya ayah dan tidak punya ibu,
hal ini dapat terjadi pada anak diluar perkawinan, dan tidak diakui
oleh kedua orangtuanya. 59
Selain itu menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974, Pasal 42- 44,
ketentuan Undang-Undang perkawinan kedudukan anak diatur secara tegas
sebagai berikut:
Pasal 42 berbunyi : ”Anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau
sebagai akibat perkawinan yang sah”.
Pasal 43 berbunyi :
1)
Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai
hubungan Perdata dengan ibunya dan keluarga ibunnya.
2)
Kedudukan anak tersebut ayat (1) di atas selanjutnya akan diatur
dalam peraturan pemerintah.
Pasal 44 berbunyi :
1)
2)
59
Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh
istrinya bilamana ia dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzina
dan anak itu akibat daripada perzinaan tersebut.
Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak atas
Sudarsono., op.cit. Hlm. 90
40
Universitas Sumatera Utara
permintaan pihak yang berkepentingan.
Menurut KUHPerdata anak yang dilahirkan atau dibesarkan selama
perkawinan, memperoleh suami sebagai ayahnya (Pasal 250 KUH Perdata).
Sahnya anak yang dilahirkan sebelum hari keseratus delapan puluh (6 bulan) dari
perkawinan dapat diingkari oleh suami (Pasal 251 KUHPerdata). Anak luar
kawin, kecuali yang dilahirkan dari perzinahan atau sumbang, disahkan oleh
perkawinan yang menyusul dari ayah dan ibu mereka, bila sebelum melakukan
pengakuan secara sah terhadap anak itu. Apabila pengakuan terjadi dalam akta
perkawinannya sendiri (Pasal 272 KUHPerdata).
Terhadap anak luar kawin yang dapat diakui, agar dapat mempunyai
hubungan hukum dengan orang tuanya, maka ia harus diakui. Anak luar kawin
yang sudah diakui dapat disahkan atau menjadi anak sah, apabila kedua orang
tuanya (yang membenihkanya) kemudian melangsungkan perkawinan yang sah.
Hal yang perlu diingat, bahwa pengakuan anak luar kawin itu sifatnya personalijk.
Sifat arti personalijk di sini, bahwa hubungan kePerdataan hanya ada antara anak
luar kawin yang diakui dengan orang tua yang mengakuinya. Sedangkan dengan
sanak saudara yang mengakuinya tidak ada hubungan. 60
Oleh KUHPerdata ada kemungkinan seorang anak tidak hanya mempunyai
bapak, melainkan juga tidak mempunyai ibu dalam pengertian, bahwa antara anak
dengan seorang wanita yang melahirkanya itu, tidak ada hubungan hukum sama
sekali tentang pemberian nafkah, warisan dan lain- lainya. Antara anak dan ibu
60
Benyamin Asri dan Thabrani Asri, Dasar-Dasar Hukum Waris Barat Suatu
Pembahasan Teoritis Dan Praktek, ( Bandung : Tarsito, 1988), hlm. 13.
41
Universitas Sumatera Utara
baru ada perhubungan hukum, apabila si ibu mengakui anak itu sebagai anaknya,
di mana pengakuan itu harus dilaksanakan dengan sistem tertentu, yaitu menurut
Pasal 281 KUHPerdata dengan akta otentik sendiri (akte notaris) bila belum
diadakan dalam akta kelahiran si anak atau pada waktu pelaksanaan perkawinan,
dapat juga dilakukan dengan akta yang dibuat Pegawai Catatan Sipil (ambtenaar
bij de burgerlijk stand). 61
B.
Hak- hak Keperdataan anak luar kawin
Hak-hak Keperdataan anak luar kawin dalam peraturan perundang-
undangan diatur secara khusus dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
diberlakukan bagi warga non muslim dan dalam KHI yang diberlakukan bagi
warga muslim.
Hak Keperdataan anak merupakan hak yang melekat pada setiap anak
yang diakui oleh hukum dalam hubungan hukum dengan orang tua dan keluarga
orang tuanya, meliputi :
1.
Hak mengetahui asal usulnya
Hak mengetahui asal usul bagi seorang anak merupakan hak Perdata anak
yang dijamin dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan
Anak yang isi ketentuannya sama, bahwa setiap anak berhak untuk mengetahui
siapa orang tuanya.
61
Omar Salim, Dasar-Dasar Hukum Waris Di Indonesia, (Jakarta; PT. Reineka Cipta,
2006), hlm. 69.
42
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa pemenuhan hak asal usul anak
luar kawin secara KUHPerdata dapat dilakukan oleh orang tua biologisnya dengan
beberapa cara, yaitu:
a)
Dengan akta kelahiran di hadapan Pegawai Catatan Sipil sebelum
atau tidak adanya perkawinan orang tua
b)
Dengan akta otentik yang dibuat Pegawai Catatan Sipil, dibukukan
dalam register kelahiran dan dicatat dalam jihat akta kelahiran;
c)
Dengan akta perkawinan orang tuanya yang mengesahkannya;
d)
Dengan surat pengesahan Presiden.
Dengan demikian, dapat digaris bawahi bahwa setiap anak yang lahir di
luar perkawinan, baik anak luar kawin yang dapat diakui atau yang dapat
disahkan, anak sumbang, maupun anak zina berhak untuk mengetahui asal-usul
siapa orang tuanya. Hal itu bukan merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh
hukum, karena pada dasarnya hak untuk mengetahui asal usulnya tersebut melekat
pada harkat dan martabatnya sebagai manusia dan telah dijamin dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2.
Hak mendapat pemeliharaan dan pendidikan dari orang tua
Hak untuk mendapatkan pemeliharaan dan pendidikan dari orang tua
merupakan hak anak yang sangat penting bagi setiap anak guna pelangsungan
hidup secara wajar dan pengembangan potensi dirinya. Anak secara kodratnya,
baik secara fisik, psikis, sosial, maupun ekonomi sangat bergantung dan
membutuhkan perhatian dari pihak lain, terutama kepada kedua orang tuanya
43
Universitas Sumatera Utara
untuk mendampingi dan memelihara dirinya sebaik mungkin sampai dengan
dewasa.
Keberadaan anak yang lahir di luar perkawinan dalam KUHPerdata
dinyatakan sebagai anak yang tidak mempunyai hubungan Perdata dengan ibu dan
ayah biologisnya. Jika pada anak sah melekat hak mendapatkan pemeliharaan dan
pendidikan sampai dengan dewasa sebagaimana ditentukan dalam Pasal 298 ayat
(2) KUH Perdata,33 maka terhadap anak yang lahir di luar perkawinan terdapat
perbedaan. Bagi anak luar kawin yang disahkan berlaku Pasal 277 KUHPerdata
yang mengakibatkan anak tersebut akan berlaku ketentuan-ketentuan undangundang yang sama seolah-olah anak itu dilahirkan dalam perkawinan. Hal ini
dapat diartikan bahwa terhadap anak tersebut berlakulah ketentuan undangundang yang diberlakukan terhadap anak yang dilahirkan dalam perkawinan
sebagaimana yang terdapat dalam Buku Ke II, Bab Ke XIV KUHPerdata tentang
Ketuasaan Orang Tua.
Bagi anak luar kawin yang diakui oleh orang tuanya berlakulah ketentuan
Pasal 306 KUHPerdata ayat (1) bahwa anak-anak luar kawin yang telah diakui
berada dalam perwalian; ayat (2) terhadap mereka berlaku juga Pasal 298.
Berdasarkan ketentuan Pasal tersebut dapat diketahui bahwa anak luar kawin yang
diakui itu dalam mendapatkan hak pemeliharaan dan pendidikan sama dengan
anak sah, namun ia diletakkan di bawah perwalian dikarenakan kedua orang
tuanya tidak dalam ikatan perkawinan.
Suatu hal yang perlu disampaikan bahwa dalam KUHPerdata, peningkatan
status anak luar kawin melalui pranata pengesahan atau pengakuan anak itu
44
Universitas Sumatera Utara
sangatlah digantungkan pada inisiatif dari kedua orang tuanya atau ayahnya secara
sukarela. Dengan kata lain, jika tidak adanya pengesahan atau pengakuan itu,
maka haknya untuk mendapatkan pemeliharaan dan pendidikan dari orang tuanya
tidak dapat ia dapatkan.
Hukum positif Indonesia sekarang, semenjak adanya Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 yang terkait dengan uji materiil Pasal 43
ayat (1) Undang-Undang Pekawinan, mengalami perubahan yang cukup berarti
dalam hukum keluarga. Ketentuan Pasal 43 ayat (1) yang tadinya menentukan
bahwa anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan Perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya, sekarang harus dibaca anak yang lahir di luar
perkawinan mempunyai hubungan Perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya
serta laki-laki sebagai ayahnya.
Berdasarkan KUHPerdata dalam Pasal 298 ayat (2) ditentukan bahwa
bapak dan ibu, keduanya wajib memelihara dan mendidik anak sekalian anak
mereka yang belum dewasa. Kehilangan hak untuk memangku kekuasaan orang
tua atau untuk menjadi wali tidak membebaskan mereka dari kewajiban, memberi
tunjangan-tunjangan dalam keseimbangan dengan pendapatan mereka, guna
membiayai pemeliharaan dan pendidikan itu.
Ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum
mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan Perdata dengan keluarga
ayahnya. Hal tersebut dari sudut kepentingan yang anak lahir di luar perkawinan
adalah sebagai suatu jaminan kepastian hukum atas perlindungan hak-hak
Perdatanya. Jadi, jika dibandingkan dengan yang diatur dalam BW Baru Belanda,
45
Universitas Sumatera Utara
maka dapat diketahui bahwa perlindungan anak luar kawin dalam hukum
Indonesia jauh lebih menguntungkan bagi anak, karena undang-undang
membolehkan anak yang lahir di luar perkawinan untuk berinisiatif menggugat
atau memohon pada Pengadilan untuk pembuktikan hubungan darah dengan
ayahnya, dan jika pembuktian itu dikabulkan oleh hakim, maka hubungan
kePerdataan itu tidak hanya pada ayah atau ibu yang mengakuinya saja, tetapi
juga terhadap keluarga ibunya dan keluarga ayahnya.
Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 jika
dimaknai dari sudut perlindungan anak bagi golongan anak yang tunduk pada
KUHPerdata dapat dikatakan sebagai suatu putusan yang mengandung norma
hukum yang bersifat progresif. Dikatakan sebagai putusan yang progresif karena
dalam hukum progresif mempunyai asumsi dasar bahwa:
a.
Hukum adalah untuk manusia bukan sebaliknya;
b.
Sehubungan bahwa hukum adalah institusi yang bertujuan
mengantarkan manusia kepada kehidupan yang adil, sejahtera, dan membuat
manusia bahagia, maka hakim Mahkamah Konstitusi telah melakukan terobosan
hukum atau mengambil keputusan progresif sesuai dengan tuntutan rasa keadilan
setiap anak, khususnya bagi anak yang lahir di luar perkawinan yang tunduk pada
KUH Perdata, untuk memohon atau menggugat ke pengadilan untuk mendapatkan
pemehuhan hak kePerdataannya jika orang tuanya tidak melakukan pengakuan
atau pengesahan terhadapnya.
Dengan demikian, berlaku juga terhadap anak yang berstatus anak
sumbang atau anak zina. Secara umum peraturan perundang-undangan telah
46
Universitas Sumatera Utara
melakukan langkah-langkah untuk memberikan perlindungan terhadap hak anak
luar kawin dalam mendapatkan pemeliharaan dan pendidikan, namun efektivitas
keberlakuannya bergantung atas aspek penegakan hukum yang dilakukan oleh
subjek hukumnya dan kejelasan dari kaidah hukum yang mengaturnya atau
menindaklanjutinya.
3.
Hak diwakili dalam segala perbuatan hukum di dalam dan di luar
pengadilan dan Hak mengurus harta bendanya.
Dalam hukum Perdata terdapat suatu prinsip yang harus ditegakkan,
bahwa seseorang dapat melakukan perbuatan hukum dan dapat dimintakan
pertanggungjwabannya adalah terhadap mereka yang diakui kewenangannya
untuk berbuat.
Kewenangan berbuat itu ada dua pengertiannya, yaitu:
a.
Kecakapan atau kemampuan berbuat karena memenuhi syarat
hukum (bekwaamheid, capacity);
b.
Kekuasaan atau kewenangan karena diakui oleh hukum walaupun
tidak
memenuhi
syarat
hukum
(bevoegheid,
competence).
Perbuatan hukum yang dilakukan oleh orang yang tidak cakap atau
tidak mampu menurut hukum adalah tidak sah karena tidak
memenuhi syarat hukum.
Oleh karena itu, perbuatan hukum yang tidak sah tersebut dapat
dimintakan pembatalannya melalui hakim (vernietigbaar). Kepentingan orang
yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum harus diurus oleh pihak yang
mewakilinya. Kepentingan orang dewasa yang berada di bawah pengampuan
47
Universitas Sumatera Utara
diurus oleh wali pengampunya, anak yang belum dewasa diurus oleh orang
tuanya, dan kepentingan anak yang berada di bawah perwalian diurus oleh
walinya.
Berdasarkan Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan bahwa anak
yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan, yang tidak di bawah kekuasaan orang tua, berada di
bawah kekuasaan wali; ayat (2) bahwa perwalian itu mengenai pribadi anak yang
bersangkutan maupun harta bendanya. Dalam ketentuan Pasal 50 tersebut tidak
ada penjelasan lebih lanjut mengenai perwalian terhadap anak yang lahir di luar
perkawinan, tetapi hanya menentukan bahwa perwalian dilakukan untuk anak
yang tidak dalam kekuasaan orang tua. Perwalian (voogdij) adalah pengawasan
terhadap anak yang di bawah umur yang tidak berada di bawah kekuasaan orang
tua serta pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut diatur oleh undangundang.
Anak yang berada di bawah perwalian adalah:
a.
Anak sah yang kedua orang tunya telah dicabut kekuasaannya
sebagai orang tua;
b.
Anak sah yang orang tuanya telah bercerai;
c.
Anak yang lahir di luar perkawinan.
Dalam Undang-Undang Perkawinan tidak secara eksplisit mengatur
tentang kepentingan apa saja dari anak yang lahir di luar perkawinan yang dapat
dilakukan oleh walinya, sebagaimana terhadap anak sah dalam kekuasaan orang
tua yang diatur dalam Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan.
48
Universitas Sumatera Utara
Sehubungan dengan hal tersebut, Abdulkadir Muhammad berpendapat
bahwa karena kekuasaan wali itu sebenarnya mengoper kekuasaan orang tua,
maka wali juga dapat mewakili anak dalam segala perbuatan hukumnya baik di
dalam maupun di luar pengadilan, perwalian mengenai pribadi anak maupun harta
bendanya.
Oleh karena anak yang lahir di luar perkawinan tidak dalam kekuasaan
orang tua, maka berarti hak untuk wakili anak dalam segala perbuatan hukumnya.
Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan menentukan bahwa perwalian itu
mengenai pribadi anak yang bersangkuatn maupun harta bendanya. Selanjutnya
dalam Pasal 51 dan Pasal 52 Undang- Undang Perkawinan mengatur tentang
kewajiban seorang wali terhadap harta benda anak yang berada di bawah
perwaliannya adalah:
a.
wajib mengurus anak yang di bawah penguasaannya dan harta
bendanya sebaik-baiknya
dengan
menghormati
agama dan
kepercayaan anak itu;
b.
wajib membuat daftar harta benda anak yang berada di bawah
kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua
semua perubahan-perubahan harta benda anak atau anak-anak itu;
c.
bertanggung jawab tentang harta benda anak yang berada di bawah
perwaliannya serta kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan
atau karena kelalaiannya; dan
d.
tidak diperbolehkan memindahtangankan atau menggadaikan
barang-barang tetap yang dimiliki anak di bawah penguasaannya,
49
Universitas Sumatera Utara
kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya. baik di
dalam maupun di luar pengadilan, perwalian mengenai pribadi
anak maupun harta bendanya diurus walinya. Khusus terhadap
anak yang lahir di luar perkawinan yang tunduk pada KUH
Perdata, maka haknya untuk diwakili dalam segala perbuatan
hukumnya baik di dalam maupun di luar pengadilan, perwalian
mengenai pribadi anak maupun harta bendanya, sebagaimana
dimaksud dalam KUH Perdata., bahwa:
a)
Bagi anak luar kawin yang disahkan, kedudukannya tidak di
bawah perwalian tetapi ada dalam kekuasaan orang tua,
sehingga
orang
tuanya
tersebut
yang
mewakilinya,
sebagaimana kekuasaan orang tua terhadap kedudukan anak
sahnya.
b)
Bagi anak luar kawin yang diakui, perwaliannya dilakukan
oleh orang tua yang mengakuinya atau seorang wali yang
ditunjuk.
c)
Bagi anak sumbang karena hubungan perkawinan, yang
kedua orang tuanya mendapat dispensasi melakukan
perkawinan, kedudukannya tidak di bawah perwalian tetapi
ada dalam kekuasaan orang tua, sehingga orang tuanya
tersebut yang mewakilinya, sebagaimana kekuasaan orang
tua terhadap kedudukan anak sahnya.
50
Universitas Sumatera Utara
d)
Bagi anak zina dan anak sumbang dari hubungan darah,
perwaliannya
tidak
dilakukan
oleh
ibu
atau
ayah
biologisnya, namun setelah berlakunya Undang- Undang
Perkawinan, maka anak tersebut dalam perwalian ibunya
atau seorang wali yang ditunjuk.
Setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010,
maka setiap anak yang lahir di luar perkawinan, baik anak luar kawin, anak
sumbang, maupun anak zina mendapat jaminan perlindungan oleh hukum dapat
dengan inisiatif sendiri atau oleh pihak yang mewakili kepentingannya memohon
atau menggugat ayah biologisnya ke pengadilan untuk guna pemenuhan hak
perwaliannya tersebut.
4.
Hak dalam mendapatkan warisan bagi anak luar kawin
Hak untuk mendapatkan warisan bagi warga yang tunduk pada
KUHPerdata mengharuskan adanya hubungan Perdata dengan orang tuanya,
dengan cara orang tua kandungnya itu melakukan pengakuan atau pengesahan.
Tidak semua anak yang lahir di luar perkawinan dapat disahkan atau diakui oleh
orang tuanya.
Dalam Pasal 272 KUHPerdata mengatur bahwa, kecuali anak-anak yang
dibenihkan dalam zina atau dalam sumbang, tiap-tiap anak yang diperbuahkan di
luar pekawin sah apabila kedua orang itu sebelum kawin telah mengakui menurut
ketentuan undang-undang atau, apabila pengakuan itu dilakukan dalam akta
perkawinan sendiri. Demikian demikian, anak tersebut berkedudukan sebagai
anak luar kawin yang disahkan, sehingga terhadapnya berdasarkan Pasal 277
51
Universitas Sumatera Utara
KUHPerdata belaku ketentuan-ketentuan undang-undang yang sama seolah-olah
anak itu dilahirkan dalam perkawinan.
Sehubungan dengan hal itu, maka hak waris anak luar kawin yang
disahkan terhadap orang tuanya tunduk pada ketentuan tentang Pewarisan Para
Keluarga Sedarah yang Sah, dan Suami atau Isteri yang Hidup Terlama, pada
Buku ke Dua, Bagian II, Bab ke XII KUH Perdata.
Berdasarkan Pasal 280 KUHPerdata, terhadap anak luar kawin yang
diakui, timbul hubungan Perdata anak luar kawin dengan ayah atau ibunya,
termasuk juga hubungan kewarisannya, namun hanya bersifat terbatas, artinya
hanya pada hubungan antara anak dengan ibu atau ayah yang mengakuinya saja,
sedangkan dengan anggota keluarga lainnya tidak mempunyai hubungan hukum.
Bagi anak luar kawin yang telah diakui dapat mewaris bersama-sama dengan
golongan I, golongan II, golongan III, dan golongan IV.
Dapat dilihat dalam Pasal 863 KUHPerdata bahwa besarnya bagian
warisan anak luar kawin yang diakui itu bergantung pada golongan yang bersamasama pada saat mewaris, yaitu:
a.
Bilamana anak luar kawin mewaris bersama dengan golongan I
terdiri dari suami-isteri dan anak beserta keturunannya, maka
bagian anak tersebut adalah 1/3 bagian dari yang akan diperolehnya
seandainya ia anak sah;
b.
Bilamana anak luar kawin mewaris bersama-sama dengan
golongan II terdiri dari orangtua dan saudara-saudara beserta
keturunannya adalah 1/2 bagian dari harta warisan;
52
Universitas Sumatera Utara
c.
Bilamana anak luar kawin mewaris bersama-sama dengan
golongan III terdiri dari kakek-nenek serta seterusnya ke atas, atau
mewaris bersama-sama dengan golongan IV terdiri dari keluarga
dalam garis menyamping yang lebih jauh, termasuk saudarasaudara ahli waris golongan III beserta keturunannya adalah 3/4
bagian dari harta warisan;
d.
Bilamana anak luar kawin mewaris bersama dengan golongan ahli
waris yang derajatnya berbeda, maka bagiannya dihitung dengan
melihat keluarga yang terdekat hubungan derajatnya dengan
pewaris.
Dalam hal adanya pengakuan dari orang tua biologis terhadap anak luar
kawinnya, maka hubungan Perdata tersebut bersifat terbatas, yaitu hanya terhadap
orang tua yang mengakuinya saja, mempunyai juga batasan sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 872 KUHPerdata yang menentukan bahwa undang-undang
sama sekali tidak memberikan hak kepada seorang anak luar kawin yang diakui
terhadap barang-barang para keluarga sedarah dari kedua orang tuanya, kecuali
yang diatur dalam Pasal 873 KUH Perdata.
Pasal 873 KUHPerdata mengatur bahwa jika salah seorang keluarga
sedarah meninggal dunia dengan tidak meninggalkan sanak saudara dalam derajat
yang mengizinkan pewarisan, maupun suami atau isteri yang hidup terlama, maka
53
Universitas Sumatera Utara
si anak luar kawin adalah berhak menuntut seluruh warisan itu untuk diri sendiri
mengenyampingkan negara. 62
Dalam hal demikian anak luar kawin menerima 1/3 bagian dari hak yang
sedianya mereka terima, seandainya mereka anak sah. Jadi, cara menghitung hak
bagian anak luar kawin adalah mengandaikan mereka anak sah terlebih dahulu
baru kemudian dihitung haknya sebagai anak luar kawin.
Anak luar kawin yang diakui dengan sah menurut KUHPerdata adalah
sebagai ahli waris yang sah. Dia berhak mewarisi dari harta yang ditinggalkan.
oleh bapak atau ibu yang mengakuinya tersebut. Begitu juga sebaliknya, jika anak
luar kawin telah diakui dengan sah, maka sebagai akibat dari pengakuan itulah dia
berstatus sebagai anak dari yang mengakuinya. Mengenai kedudukan dia dalam
keluarga, anak luar kawin tidak berbeda dengan anak kandungnya sendiri,
sedangkan mengenai berapa besar hak waris anak luar kawin itu terhadap pewaris
sangat tergantung bersama siapa anak luar kawin itu mewaris. 63
Dengan demikian, KUHPerdata tidak hanya memandang status hukum
formal semata-mata terhadap anak luar kawin, lain halnya dengan UU No. 1
Tahun 1974 yang lebih selektif dalam menilai kedudukan anak, bukan hanya
status formal saja yang menjadi pertimbangan hukum, namun status nasab
(keturunan) juga harus jelas.
62
Abnan Pancasilawati, Perlindungan Hukum Bagi Hak-Hak Keperdataan Anak Luar
Kawin, STAIN Samarinda, Vol.6 No. 2, 2014. Hlm.190.
63
Ahmad Adib, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Lahir Diluar Perkawinan
Menurut UU No. 1 Tahuun 1974 Dan KUHPerdata (Studi Perbandingan), Skripsi S1, Fakultas
Syari’ah IAIN Walisongo, Semarang 2010, Hlm. 42
54
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG KEDUDUKAN ANAK SUMBANG
TERHADAP HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA
A.
Kedudukan Anak Sumbang Dalam Penerimaan Harta Warisan
Menurut Pasal 867 KUHPerdata.
1.
Anak Sumbang Menurut KUHPerdata
Dalam KUHPerdata ada dua macam anak luar nikah (perkawinan) yaitu
anak luar perkawinan yang dapat diakui dan dan anak luar kawin yang tidak dapat
diakui. Anak luar nikah mempunyai dua pengertian yaitu:
a.
Anak luar kawin yang dapat diakui adalah anak yang dilahirkan
oleh seorang ibu, tetapi yang tidak dibenihkan oleh seorang pria
yang berada dalam ikatan perkawinan sah dengan ibu si anak
tersebut dan tidak termasuk di dalam kelompok anak zina dan
anak-anak sumbang. 64 Menurut Pasal 280 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata bahwa “ Dengan pengakuan yang dilakukan
terhadap seorang anak luar kawin, timbullah hubungan Perdata
antara si bapak atau ibunya”. 65
Menurut Pasal 281 KUHPerdata bahwa “ Pengakuan terhadap anak luar
kawin, apabila yang demikian itu tidak telah dilahirkan dalam akta kelahiran si
anak atau pada waktu perkawinan berlangsung, dapat dilakukan dengan tiap-tiap
akta otentik. Pengakuan yang demikian dapat juga dilakukan dengan akta yang
64
65
J. Satrio, op.cit, Hlm. 151.
R. Subekti, dan R. Tjitrosudibio, op.cit, Hlm. 69.
55
Universitas Sumatera Utara
dibuat oleh pegawai catatan sipil dan dibukukan dalam register kelahiran menurut
hari penanggalannya. Pengakuan ini harus dicatat dalam jihat akta kelahiran. 66
Dengan adanya pengakuan ini, status anak luar nikah tersebut diakui
antara lain dalam pemberian izin nikah, kewajiban timbal balik dalam pemberian
nafkah, perwalian, hak memakai nama, mewaris, dan sebagainya. Setelah adanya
pengakuan dari orang tuanya, maka menurut kitab Undang-Undang Hukum
Perdata pengakuan tersebut harus ada pengesahan dengan cara:
1)
Perkawinan Orang Tuanya.
Menurut Pasal 285 KUHPerdata pengesahan karena perkawinan
orang tua yaitu bilamana seorang anak dibenihkan di luar
perkawinan, menjadi anak sah apabila sebelum perkawinan orang
tuanya telah mengakui anak luar nikah itu sebagai anaknya.
Pengakuan itu dapat dilakukan sebelum perkawinan atau
sekaligus dalam akte perkawinannya. 67
2)
Surat Pengesahan (Pasal 275 KUHPerdata).
Menurut Pasal 275 KUHPerdata bahwa :
“Dengan cara yang sama seperti yang diatur dalam pasal yang lalu,
dapat juga disahkan anak di luar kawin yang telah diakui menurut
undang-undang;
1. bila anak itu lahir dari orang tua, yang karena kematian
salah seorang dari mereka, perkawinan mereka tidak jadi
dilaksanakan;
2. bila anak itu dilahirkan oleh seorang ibu, yang termasuk
golongan Indonesia atau yang disamakan dengan
golongan itu; bila ibunya meninggal dunia atau bila ada
keberatankeberatan penting terhadap perkawinan orang
tua itu, menurut pertimbangan Presiden.
66
67
Ibid,
J. Satrio, op.cit, Hlm. 168.
56
Universitas Sumatera Utara
b.
Mengenai pengertian anak luar kawin yang tidak dapat diakui ada
dua golongan yaitu:
1)
Anak Zina (Overspeleg Kind)
Anak zina adalah anak yang lahir dari hubungan antara
seorang lakilaki dan seorang perempuan di mana salah satu
atau keduannya terikat dalam ikatan perkawinan yang sah
dengan pihak lain.
2)
Anak Sumbang (Bloed Schenneg / darah yang dikotori).
Anak sumbang yaitu anak yang dilahirkan dari hubungan
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang
diantara keduanya terdapat larangan untuk menikah (karena
terdapat hubungan darah, misalnya kakak dengan adik). 68
Anak-anak tersebut menurut Pasal 283 yang berbunyi: “Anak yang
dilahirkan karena perzinaan atau penodaan darah (incest, sumbang), tidak boleh
diakui tanpa mengurangi ketentuan Pasal 273 mengenai anak penodaan
darah”yaitu tidak dapat diakui.
Dan mengenai hak waris anak-anak ini Pasal 867 KUHPerdata
menentukan bahwa mereka tidak dapat mewaris dari orang yang membenihkanya.
Tetapi Undang-Undang memberikan kepada mereka hak menuntut pemberian
nafkah seperlunya terhadap boedel (warisan yang berupa kekayaan saja), nafkah
68
Benyamin Asri,op.cit. hlm. 12
57
Universitas Sumatera Utara
ditentukan menurut si ayah atau si ibu serta jumlah dan keadaan para pewaris
yang sah. 69
2.
Hak Waris Anak Sumbang Menurut Pasal 867 KUHPerdata
Pada dasarnya adalah adanya ketentuan dalam Pasal 867 KUHPerdata
yang menyatakan, bahwa peraturan mengenai hukum waris anak luar kawin, tidak
berlaku bagi anak yang dibenihkan dalam zina atau dalam sumbang. Karena anak
tersebut tidaka diatur warisannya dalam KUHPerdata, maka kesimpulannya
adalah bahwa mereka tidak berhak untuk mewaris.
Yang sekarang kita perlu ketahui adalah siapakah yang dinamakan anak
zina dan anak sumbang?
Untuk jelasnya kita buatkan skema daripada anak lebih dahulu.
Anak sah
anak zina
Anak-anak
anak sumbang
Anak tidak sah =
anak luar kawin yang dapat diakui
anak luar kawin
Anak zina adalah anak yang dilahirkan dari hubungan antara dua orang,
laki-laki dan perempuan, yang bukan suami isteri, dimana salah satu atau keduaduanya terikat dalam suatu perkawinan dengan orang lain.
Anak sumbang adalah anak-anak yang dilahirkan dari hubungan antara
dua orang yang mempunyai hubungan darah yang dekat, sehingga diantara
mereka dilarang oleh Undang-Undang untuk menikah.
69
Ali Afandi, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian Menurut KUH
Perdata (BW), (Jakarta: Bina Aksara, 1984), Cet. II,. Hlm.43
58
Universitas Sumatera Utara
Kepada anak-anak sumbang dan anak-anak zina Undang-Undang tidak
memberikan hak mewaris, tetapi Undang-Undang memberikan kepada mereka
hak menuntut pemberian nafkah seperlunya terhadap budel (Pasal 867 ayat 2),
yang besarnya tidak tertentu, tergantung dari besarnya kemampuan bapak atau
ibunya dan keadaan para ahli waris sah.
Keadaan ahli waris yang sah, apakah mereka mampu atau miskin, turut
menentukan besarnya hak alimentasi anak-anak zina atau sumbang. Di sini
nampak benar pembuat Undang-Undang mendahulukan kepentingan keluarga
yang sah. Yang kita kemukakan di atas adalah tuntutan anak zina dan anak
sumbang terhadap boedel.
Jadi sesudah bapak atau ibu alamiahnya meninggal dunia, tetapi kalau
pada waktu hidupnya si bapak atau ibu alamiah, anak tersebut telah menikmati
jaminan nafkah dari padanya, maka anak-anak tersebut tak mempunyai hak tuntut
lagi terhadap warisan bapak dan ibu alamiahnya. 70
Ketiga unsur hukum waris sebagai syarat adanya pewarisan, kalau tidak
ada salah satunya maka hukum waris tidak bisa diberlakukan/ tidak terlaksana
tanpa adanya :
a.
Pewaris
Dalam Pasal 830 BW yang berbunyi bahwa, “Pewarisan hanya
berlangsung karena kematian”. Pewaris adalah seseorang yang
meninggal dunia, baik laki-laki maupun perempuan yang
meninggalkan sejumlah harta kekayaan, maupun hak-hak yang
70
J. Satrio, op.cit, Hlm.172-173
59
Universitas Sumatera Utara
diperoleh beserta kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan
selama hidupnya, baik dengan surat wasiat maupun tanpa surat
wasiat. Karenanya adalah penting artinya untuk menetapkan
dengan teliti saat meninggal. 71
b.
Ahli waris (Erfenaam)
KUHPerdata
tidak
membedakan
ahli
waris
laki-laki
dan
perempuan, juga tidak membedakan urutan kelahiran, hanya ada
ketentuan bahwa ahli waris golongan pertama jika masih ada maka
akan menutup hak anggota keluarga lainnya dalam dalam garis
lurus ke atas maupun ke samping.
Demikian pula golongan yang lebih tinggi derajatnya menutup yang lebih
rendah derajatnya. Ahli Waris harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut
untuk dapat menerima warisan, yaitu meliputi:
1)
Pewaris telah meninggal dunia.
2)
Ahli waris atau para ahli waris harus ada pada saat pewaris
meninggal dunia. Ketentuan ini tidak berarti mengurangi makna
ketentuan pasal 2 hukum perdata, yaitu: “anak yang ada dalam
kandungan seorang perempuan dianggap sebagai telah dilahirkan,
bilamana kepentingan si anak menghendakinya”. Apabila ia
meninggal saat dilahirkan, ia dianggap tidak pernah ada. Berarti,
71
A Pitlo, Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Hukum Perdata
Belanda, (Jakarta : PT Intermasa, 1990), Hlm. 15.
60
Universitas Sumatera Utara
bayi dalam kandungan juga sudah diatur haknya oleh hukum
sebagai ahli waris dan telah dianggap cakap untuk mewaris.
3)
Seseorang ahli waris harus cakap serta berhak mewaris, dalam arti
ia tidak dinyatakan oleh undang-undang sebagai seorang yang tidak
patut mewaris karena kematian, atau tidak dianggap sebagi tidak
cakap untuk menjadi ahli waris. 72
c.
Warisan (nalaten schap)
Warisan atau yang disebut harta warisan yaitu: wujud kekayaan
yang ditinggalkan dan selalu beralih kepada para ahli waris
tersebut. Dalam sistem BW tidak mengenal istilah harta asal dan
harta gono-gini atau harta yang diperoleh bersama di dalam
perkawinan, sebab harta warisan dalam BW dari siapapun juga
merupakan “kesatuan” yang secara bulat dan utuh dalam
keseluruhan akan beralih dari tangan pewaris kepada seluruh ahli
warisnya; artinya dalam KUHPerdata tidak dikenal perbedaan
pengaturan atas dasar macam atau asal barang-barang yang
ditinggalkan pewaris.
Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 849 BW.
73
Sebelum ada pembagian
warisan maka kepada ahli waris ada beberapa ketentuan-ketentuan tentang
kewajiban-kewajiban yang harus dilunasi kewajiban dari mayit yaitu: Pembayaran
utang-utang mayit, pengurusan mayit, hibah wasiat. Dalam Pasal 1100
72
http://www.gultomlawconsultants.com/ketentuan-waris-berdasarkan-kuhperdata-bw/#
diakses pada hari Senin Tanggal 09-Juli-2017 Pukul. 11:07
73
Benyamin Asri, op. cit, Hlm. 5.
61
Universitas Sumatera Utara
disebutkan; “Para waris yang telah menerima suatu warisan diwajibkan dalam hal
pembayaran hutang, hibah wasiat dan lain-lain, memikul bagian yang seimbang
dengan apa yang diterima masing-masing dari warisan”.
Dalam hal pengurusan mayat yaitu pemakaman mayat bahwa harta
warisan yang pertama harus dimanfaatkan untuk membayar segala keperluan guna
terlaksananya pemakaman mayat tersebut. Dalam hal ini Burgerlijk Wetboek tidak
meancantumkan dalam bagian warisan, akan tetapi dalam Pasal 1149 kedua, yang
menjelaskan biaya pemakaman mayit itu sebagai utang preferent, yaitu terlebih
dahulu diutamakan pembayarannya dari harta warisannya, sebelum utang yang
lain dilunasi. 74
Hanya satu jenis utang yang harus lebih diutamakan pembayarannya
sebelum biaya pemakaman, yaitu biaya untuk menyita barang-barang yang
bersangkutan guna untuk dilelangkan barang-barang itu di muka umum untuk
melunasi utang-utang, itu bila mana harta warisan tidak memenuhi untuk dibayar
semua utang-utangnya. 75
Menurut Pasal 838 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dianggap
tidak patut menjadi ahli waris dan karenanya dikecualikan dari pewarisan ialah:
1.
Mereka
yang
dengan
putusan
hakim
dihukum
karena
dipersalahkan telah membunuh, atau mencoba membunuh orang
yang meninggal.
2.
Mereka yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan, karena
secara fitnah telah mengajukan pengaduan terhadap orang yang
74
75
Omar Salim, op.cit, Hlm. 19.
Ibid,
62
Universitas Sumatera Utara
meninggal, ialah pengaduan telah melakukan sesuatu kejahatan
yang terancam dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau
hukuman yang lebih berat.
3.
Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah
orang yang meninggal untuk membuat atau mencabut surat
wasiatnya;
4.
Mereka yang telah menggelapkan, merusak, atau memalsukan surat
wasiat orang yang sudah meninggal.
Menurut Pasal 840 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), anakanak dari ahli waris yang tidak pantas itu, tidak boleh dirugikan oleh salahnya
orang tua apabila anak-anak itu menjadi ahli waris atas kekuatan sendiri (uiteigenhoofde) artinya apabila menurut hukum warisan anak-anak itu tanpa perantara
orang tuanya mendapat hak selaku ahli waris. 76
Akibat dari perbuatan ahli waris tersebut yang tidak pantas mengenai
barang warisan adalah batal, dan bahwa seorang hakim dapat menyatakan tidak
pantas itu dalam jabatannya dengan tidak perlu menunggu penuntutan dari pihak
apapun juga. Selanjutnya dalam Pasal 839 KUHPerdata (BW), mewajibkan
seorang ahli waris yang tidak pantas itu untuk mengembalikan hasil yang ia telah
petik dari barang-barang warisan. 77
Setiap notaris yang dengan perantaranya telah membuat akta dari sesuatu
wasiat dan segala saksi yang telah menyaksikan pembuatan akta itu (demikian
juga pendeta yang telah melayani atau tabib yang merawat orang meninggal itu
76
77
Wirjono Prodjodikoro, op.cit, Hlm. 91.
Ibid,
63
Universitas Sumatera Utara
selama sakitnya yang terakhir), semua mereka itu tidak diperbolehkan menikmati
sedikit pun dari wasiat itu yang telah dihibahkannya. 78
Dalam hukum kewarisan, status anak sumbang sebagaimana diketahui
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 867 berbunyi: “Ketentuanketentuan tersebut di atas ini tidak berlaku bagi anak-anak yang lahir dari
perzinaan atau sumbang. Undang–undang hanya memberikan nafkah seperlunya
kepada mereka”.
Dalam Pasal di atas ada dua status anak yang mana tidak berhak menuntut
atas waris dari kedua orang tua mereka selama mendapat asupan nafkah selama
hidupnya anak tersebut yaitu; Anak zina (Overspeleg kind) dan anak sumbang
(Bloed Schenneg/ darah yang dikotori). Pasal 868 KUHPerdata juga menjelaskan
tentang hak waris terhadap sumbang. Undangundang hanya memberikan kepada
anak sumbang hak menuntut pemberian nafkah seperlunya terhadap harta yang
besarnya tidak tertentu tergantung dari besarnya kemampuan bapak atau ibunya
dan keadaan para ahli waris yang sah.100 79
Keadaan ahli waris yang sah, apakah mereka mampu atau miskin, turut
menentukan besarnya hak alimentasi anak-anak zina atau sumbang hal ini sesuai
dengan Pasal 868 KUH Perdata, yaitu nafkah diatur sesuai kekayaan bapak atau
ibu. Harus ditegaskan pula, bahwa tuntutan anak seperti itu akan memperoleh
sesuatu dari harta warisan, bukanlah merupakan sesuatu tuntutan sebagai ahli
waris, tetapi sebagai suatu tuntutan seperti dari seorang piutang (kreditur). 80
78
Subekti, op.cit, Hlm. 209
J. Satrio, op. cit. hlm. 173.
80
Ibid,
79
64
Universitas Sumatera Utara
Adakalanya anak seperti ini, oleh si ibu atau si bapak pada waktu mereka
masih hidup, sudah dijamin penghidupanya. Kalau ini terjadi maka menurut Pasal
869 KUH Perdata, untuk anak seperti ini sama sekali tidak ada kemungkinan
untuk mendapatkan bagian harta warisan yang ditinggalkan oleh sanak keluarga
dari atau si bapak.
B.
81
Analisis Hukum Islam Terhadap Pasal 867 KUHPerdata Terkait
Kedudukan Anak Sumbang Terhadap Harta Warisan
1.
Hak Waris Anak Sumbang Menurut Hukum Islam
Dalam hukum Islam terdapat dua faktor yang menyebabkan adanya
pewarisan yaitu :
a.
Adanya hubungan kekrabatan (Nasab).
b.
Adanya perkawinan yang sah.
Telah diketahui dalam hukum Islam anak zina sama kedudukannya dengan
anak mula’anah yaitu anak hasil hubungan di luar perkawinan yang sah,
Sedangkan anak mula’anah terjadi setelah adanya tuduh-menuduh zina diantara
kedua suami-istri. Mereka sama dinasabkan kepada ibunya saja. Masing-masing
terputus hubungan nasabnya dengan ayahnya. Oleh karena itu mereka dapat
mempusakai orang tuanya dari pihak ibu, bukan dari pihak ayah. 82
Sandaran para jumhur-ulama dalam ketetapan tersebut, bahwa anak zina
mendapatkan waris dari pihak ibu, yaitu dalam hadis :
“Rasulullah s.a.w menjadikan hak waris anak mula’anah kepada ibunya dan ahli
waris ibu”.
81
82
Wiryono Projdodikoro. loc.cit.
Muhamad Bin Ahmad Ibnu, Bidayatul-Mujtahid, Kairo, juz II
65
Universitas Sumatera Utara
Mereka juga dapat mempusakai ibunya dan kerabat ibunya dengan jalan
fardh saja tidak dengan jalan lain. Demikian juga ibunya dan kerabat-kerabat
ibunya dapat mewarisi harta peninggalannya dengan jalan faradh juga. Hak
mereka untuk mempusakai dan dipusakai dengan jalan ‘ushubah-nasabiyah. 83
Sedangkan anak sumbang tidak ada dalam hukum Islam karena dalam
hukum Islam hanya mengenal anak sah dan anak zina, namun dalam kasus ini,
anak sumbang disamakan dengan anak zina karena anak tersebut lahir di luar
perkawinan. Sebab sabda Nabi Muhammad SAW:
“Anak yang lahir adalah milik pemilik kasur (suami) dan pezinanya di hukum”.
Kemudian dalam Pasal 186 KHI yaitu anak yang lahir di luar perkawinan
hanya mempunyai hubungan saling mewaris dengan dengan ibunya dan keluarga
ibunya. jelas hal ini harus diikuti oleh masyarakat muslim di Indonesia. Maka,
dari ketiga faktor di atas sudah jelas bahwa anak zina dan anak mula’anah
dinasabkan kepada ibunya dan mempunyai hubungan mewaris dengan ibunya
begitu juga dengan perwalian yang bisa menjadi wali adalah dari pihak ibu ke
atas.
2.
Kedudukan Anak Sumbang Dalam Hal Penerimaan Harta Warisan
Ditinjau dari Hukum Islam Terhadap Pasal 867 KUHPerdata.
Didalam Pasal 76 KHI disebutkan bahwa batalnya suatu perkawinan tidak
akan memutuskan hubungan hukum antara anak dengan orang tuanya. Salah satu
alasan batalnya perkawinan dalam pasal 70 KHI disebutkan adanya perkawinan
yang dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah. Dalam KHI
83
Hasanain Muhammad Makhluf Al-Mawarits fi-Syari’ atil- Islamiyah Kairo LajnatulBayan Al-Araby, Cet. III
66
Universitas Sumatera Utara
dinyatakan bahwa anak yang lahir di luar perkawinan hanya memiliki nasab
dengan ibu dan keluarga ibunya (Pasal 100 KHI) sehingga anak luar kawin
tersebut hanyalah mewarisi dari ibu dan keluarga ibunya (Pasal 186 KHI), karena
pada prinsipnya setiap perkawinan harus didaftarkan/dicatatkan (Pasal 5 Ayat 1
KHI). Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VII/2010 menyatakan
bahwa anak luar kawin memiliki hubungan hukum dengan ayahnya jika dapat
dibuktikan dengan alat-alat bukti berdasarkan teknologi, hanyalah berakibat
bahwa si anak tersebut barhak atas nafkah sehari-hari dan biaya sampai dia
dewasa. Hal ini juga ditegaskan MUI yang menyatakan bahwa anak luar kawin
hanyalah berhak atas wasiat wajib.
Adapun pembuktian asal usul anak, Undang-Undang Perkawinan
mengaturnya dalam Pasal 55, dan Kompilasi menjelaskannya dalam Pasal 103
yang isinya sama:
(1)
Asal-usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akta
kelahiran atau alat bukti lainnya.
(2)
Bila akta kelahiran atau akta lainnya tersebut dalam ayat (1) tidak
ada, maka Pengadilan Agama dapat mengeluarkan penetapan
tentang asal-usul seorang anak setelah mengadakan pemeriksaan
yang teliti berdasarkan bukti-bukti yang sah.
(3)
Atas dasar ketetapan Pengadilan Agama tersebut ayat (2) maka
Instansi Pencatat Kelahiran yang ada dalam daerah hukum
Pengadilan Agama tersebut mengeluarkan akta kelahiran bagi anak
yang bersangkutan.
67
Universitas Sumatera Utara
Ketentuan hukum perlunya akta kelahiran sebagai bukti otentik asal-usul
anak, meski sesungguhnya telah diupayakan sejak lama, secara metodologis ia
merupakan inovasi hukum positif terhadap ketentuan hukum dalam hukum Islam.
Jika dalam hukum Islam asal-usul anak dapat diketahui dengan adanya ikatan
perkawinan yang sah, dipertegas dengan batasan minimal atau maksimal yang
lazim usia janin dalam kandungan, maka pembuktian secara formal kendati ini
bersifat administratif, asal-usul anak dengan akta kelahiran atau surat kelahiran.
Penetuan perlunya akta kelahiran tersebut, didasarkan atas prinsip maslahat
mursalah, yaitu merealisasikan kemaslahatan bagi anak. Selain anak akan
mengetahui secara persis siapa orang tuanya, juga apabila suatu saat timbul
permasalahan, dengan bantuan akta anak tersebut dapat melakukan upaya
hukum. 84
Dalam KUHPerdata Pasal 867 berbunyi: “Ketentuan-ketentuan tersebut di
atas ini tidak berlaku bagi anak-anak yang lahir dari perzinaan atau penodaan
darah. Undang–undang hanya memberikan nafkah seperlunya kepada mereka”.
Dalam Pasal di atas ada dua status anak yang mana tidak berhak menuntut
atas waris dari kedua orang tua mereka selama mendapat asupan nafkah selama
hidupnya anak tersebut yaitu; Anak zina (Overspeleg kind) dan anak sumbang
(Bloed Schenneg/ darah yang dikotori). Pasal 868 KUH Perdata juga menjelaskan
tentang hak waris terhadap sumbang. Undang-undang hanya memberikan kepada
anak sumbang hak menuntut pemberian nafkah seperlunya terhadap harta yang
besarnya tidak tertentu tergantung dari Keadaan ahli waris yang sah, apakah
84
http://nurisrnsw1.blogspot.co.id/2014/03/kedudukan-hak-waris-atas-anaksyubhat.html?m=1 diakses pada hari Senin Tanggal 09-Juli-2017 Pukul. 11:07 WIB
68
Universitas Sumatera Utara
mereka mampu atau miskin, turut menentukan besarnya hak alimentasi anak-anak
zina atau sumbang hal ini sesuai dengan Pasal 868 KUHPerdata, yaitu nafkah
diatur sesuai kekayaan bapak atau ibu. Harus ditegaskan pula, bahwa tuntutan
anak seperti itu akan memperoleh sesuatu dari harta warisan, bukanlah merupakan
sesuatu tuntutan sebagai ahli waris, tetapi sebagai suatu tuntutan seperti dari
seorang piutang (kreditur). 85
Adakalanya anak semacam ini oleh si ibu atau si bapak pada waktu mereka
masih hidup, sudah dijamin penghidupanya. Kalau ini terjadi maka menurut pasal
869 KUHPerdata, untuk anak seperti ini sama sekali tidak ada kemungkinan untuk
mendapatkan bagian harta warisan yang ditinggalkan oleh sanak keluarga dari
atau si bapak. 86
85
86
J. Satrio, op. cit. hlm. 173.
Ibid
69
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Setelah
diuraikan
tentang
kedudukan
anak
sumbang
dalam
penerimaan harta warisan yang mencakup juga tentang status anak, hak
keperdataan anak luar kawin, dan hak nasab, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1.
Anak sumbang menurut KUHPerdata yaitu anak yang dilahirkan dari
hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang diantara
keduanya terdapat larangan untuk menikah (karena terdapat hubungan
darah, misalnya: kakak dengan adik), dan anak tersebut bukan anak sah
dan tidak dapat diakui pula. Oleh karena kedudukannya sebagai anak luar
kawin, maka berdasarkan Pasal 867 KUHPerdata ia tidak mendapatkan
harta warisan dari orang tuanya, melainkan hanya mendapatkan nafkah
saja, itupun sebatas kemampuan orang tuanya.
2.
Berdasarkan Pasal 867 KUHPerdata anak sumbang tidak mendapatkan
warisan, tetapi hanya mendapatkan nafkah dari orang tuanya, sedangkan
Hukum Islam memandang dalam Pasal 186 KHI bahwa anak sumbang
dinasabkan kepada ibunya, dan juga akan mendapatkan waris dari pihak
ibunya, sedangkan dalam KUHPerdata tidak demikian.
70
Universitas Sumatera Utara
B.
Saran
1.
Dalam usaha penyusunan Hukum Waris Nasional sebaiknya Pemerintah
dengan DPR harus melakukan secara hati-hati, mengingat akan sifat
pekanya bidang ini yang memang erat sekali hubungannya dengan Agama
dan kebudayaan agar tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat.
2.
Disarankan juga kepada Badan Legislatif yang berwenang membuat suatu
peraturan khusus yang mengatur agar anak luar kawin memiliki kepastian
hukum, perlindungan hukum, dan kesejahteraan sebagai anak luar kawin
yang tercukupi kebutuhannya sekaligus agar ia dapat mewaris layaknya
anak sah.
71
Universitas Sumatera Utara