Hubungan Pengetahuan dengan Pelaksanaan Cuci Tangan Five Moments Perawat di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Infeksi nosokomial yang lebih dikenal dengan Healthcare-associated
infections (HAIs) sudah mempengaruhi kesehatan ratusan juta pasien di seluruh
dunia setiap tahun menurut world health organization (WHO, 2013). HAIs adalah
masalah besar bagi keselamatan pasien, pencegahan dan pengawasan menjadi
prioritas utama untuk mengurangi lamanya pasien dirawat dirumah sakit (WHO,
2009).
Survey prevelensi yang dilakukan dibawah naungan WHO (2013)
menyatakan di 55 rumah sakit dari 14 negara yang mewakili empat wilayah WHO
(Asia Tenggara, Eropa, Timur Mediterania dan Pasifik Barat) bahwa rata-rata
8,7% rumah sakit menderita HAIs. Data HAIs di Indonesia yang disurvey di 10
RSU Pendidikan memperoleh angka 6-16% dengan rata-rata 9,8%. Penelitian
yang dilakukan di DKI Jakarta menunjukkan bahwa 9,8% pasien rawat inap
mendapat infeksi yang baru selama dirawat (Kemenkes, 2013). Survey penelitian
yang dilakukan Sukartik (2009) di dua rumah sakit di Sumatera utara tentang
kejadian Hais memperoleh data di Rumah Sakit Daerah Dr Pirngadi pada tahun
2009 di ruang rawat inap sebesar 2,69%. Data yang diperoleh dari Rumah Sakit
Putri Hijau melalui data rekam medik angka Hais tahun 2009 pada ruang rawat
inap sekitar 20%.
1
Universitas Sumatera Utara
2
Kejadian HAIs di ruangan rawat inap semakin meningkat, ini disebabkan
kurangnya tindakan pengawasan pencegahan HAIs dalam melaksanakan tindakan
cuci tangan (WHO, 2013). Beberapa kejadian HAIs memang tidak menyebabkan
kematian pada pasien, akan tetapi ini menjadi penyebab penting pasien dirawat
lebih lama di rumah sakit. Saat ini, angka kejadian HAIs telah dijadikan salah satu
tolak ukur mutu pelayanan rumah sakit. Mencegah terjadinya HAis adalah dengan
menjalankan universal precaution yang salah satunya adalah dengan mencuci
tangan pada setiap penanganan pasien di rumah sakit (Darmadi, 2008).
Cuci tangan juga diakui sebagai ukuran yang utama untuk mencegahnya
penularan mikroorganisme dan mengurangi terjadinya HAIs. Kebersihan tangan
dianggap penting sebagai cara yang mudah dan efektif untuk mencegah HAIs
(Shinde & Mohide, 2014). Tangan petugas kesehatan adalah penghubung yang
paling umum untuk penyebaran infeksi. Kebersihan tangan dari petugas kesehatan
sangat memengaruhi penyebaran infeksi (Allegranzi & Pittet, 2009). Sebuah studi
menyatakan bahwa dengan mencuci tangan dapat menurunkan 20%-40% kejadian
HAIs. Namun pelaksanaan cuci tangan itu sendiri belum mendapat respon yang
baik. Di negara berkembang, kegagalan dalam pelaksanaan cuci tangan sering
diakibatkan oleh keterbatasan dana untuk mengadakan fasilitas cuci tangan dan
kurangnya kepatuhan petugas kesehatan untuk mentaati prosedur. Studi di
Amerika Serikat menunjukkan tingkat kepatuhan perawat melakukan cuci tangan
masih sekitar 50% dan di Australia masih sekitar 65%. Sama halnya dengan
program cuci tangan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang sudah
sejak tahun 2008 tetapi sampai saat ini kepatuhan perawat melakukan cuci tangan
Universitas Sumatera Utara
3
hanya sekitar 60%. Hal ini dapat menjadi tantangan yang cukup besar bagi tim
pengendali infeksi rumah sakit untuk mempromosikan program cuci tangan ini
(Perdalin, 2010).
Salah satu upaya yang dilakukan WHO (2013) untuk mengatasi atau
mencegah terjadinya HAIs di Rumah Sakit adalah pengenalan berbasis fivemoment. Sebutan lima momen yang mengartikan yaitu cuci tangan dalam lima
waktu: sebelum menyentuh pasien, sebelum melakukan tindakan bersih dan
aseptik, setelah terpapar dengan cairan tubuh pasien, setelah menyentuh pasien,
dan setelah menyentuh lingkungan pasien. WHO (2009) menyatakan bahwa cara
cuci tangan yang benar memiliki enam langkah. Sebelum cuci tangan membasahi
seluruh bagian tangan, langkah yang pertama mengusap sabun secara merata,
langkah yang kedua menggosok punggung tangan, langkah yang ketiga
menggosok sela-sela jari, langkah yang keempat menggosok punggung jari,
langkah kelima menggosok ibu jari dan langkah yang keenam menggosok ujung
jari.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ernawati, dkk (2013) peneliti
mengobservasi 54 perawat ruang rawat inap didapatkan 135 momen yang
mengindikasikan hand hygiene, hanya 47 prosedur hand hygiene yang
dilaksanakan, sehingga keseluruhan angka hand higiene yang didapatkan 35%.
Kepatuhan tertinggi ditemukan pada mencuci tangan sesudah kontak dengan
cairan tubuh pasien, sedangkan kepatuhan terendah sebelum kontak dengan
pasien. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Rumah
Sakit Immanuel pada tanggal 19 dan 21 November 2011, peneliti mengobservasi
Universitas Sumatera Utara
4
15 perawat dalam melakukan hand hygiene, didapatkan hasil kepatuhan perawat
melakukan hand hygiene hanya sebesar 40%. Hasil yang paling dominan perawat
tidak melakukan kebersihan tangan (hand hygiene) pada saat bersentuhan dengan
tubuh pasien dan setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien. Berdasarkan
hasil observasi, peneliti juga melihat bahwa perawat yang melakukan cuci tangan
di air yang mengalir tidak mengikuti bagaimana prosedur langkah mencuci tangan
yang benar yang telah ditetapkan oleh WHO (Damanik, dkk 2012).
Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau, peneliti
mengobservasi 77 perawat dalam melakukan cuci tangan, ditemukan 24,7%
perawat yang melaksakan cuci tangan dalam tindakan keperawatan. Hasil tersebut
menyatakan masih rendahnya pelaksanaan cuci tangan yang dilakukan perawat
dalam tindakan keperawatan (Hargustra, 2016). Strategi yang dilakukan
pelayanan kesehatan dalam pencegahan Hais adalah peningkatan kemampuan
petugas kesehatan termasuk perawat melakukan standar precautions yaitu
tindakan cuci tangan.
Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara adalah salah satu dari 20 Rumah
Sakit Perguruan Tinggi Negeri dengan status yang sama dan akan dikembangkan
di Indonesia oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan/Dikti. Rumah Sakit ini
beroperasi sejak Maret 2016 dan kunjungan pasien semakin meningkat.
Berdasarkan hasil penelitian perawat yang bekerja di Rumah Sakit ini mempunyai
pendidikan terakhir ners dan D3 keperawatan dengan jumlah yang sama yaitu
sebanyak 45%. Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti
Universitas Sumatera Utara
5
Hubungan Pengetahuan dan pelaksanaan five moment perawat di Rumah Sakit
Universitas Sumatera Utara.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan pertanyaan
penelitian yaitu “Hubungan Pengetahuan dengan pelaksanaan five moment
perawat di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.”.
1.3. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan dari penelitian ini adalah apakah ada Hubungan Pengetahuan
dengan pelaksanaan five moment perawat di Rumah Sakit Universitas Sumatera
Utara.
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Mengetahui apakah ada Hubungan Pengetahuan dengan pelaksanaan five
moment perawat di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.
1.4.2. Tujuan Khusus
1.4.2.1. Mengetahui karakteristik perawat di Rumah Sakit Universitas
Sumatera Utara.
1.4.2.2. Mengidentifikasi pengetahuan perawat dalam cuci tangan fivemoment di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
6
1.4.2.3. Mengidentifikasi pelaksanaan cuci tangan five moment perawat di
Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.
1.4.2.4. Mengidentifikasi hubungan dengan pelaksanaan cuci tangan five
moments di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1.5.1. Bagi Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tambahan kepada
mahasiswa mengenai Hubungan Pengetahuan dan pelaksanaan five moment
perawat di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara..
1.5.2. Bagi Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pemasukan bagi Praktisi.
Keperawatan mengenai bahan acuan yang efektif yang dapat digunakan oleh
perawat dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Hasil penelitian
ini juga dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam meningkatkan
pengetahuan dan pelaksaanaan cuci tangan five moment oleh perawat untuk
mengurangi risiko infeksi nosokomial di pelayanan kesehatan.
1.5.3. Bagi Penelitian Keperawatan
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan bagi penelitipeneliti lain yang ingin membahas masalah yang berkaitan dengan penelitian
ini dan dapat menjadi sumber referensi pada penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Infeksi nosokomial yang lebih dikenal dengan Healthcare-associated
infections (HAIs) sudah mempengaruhi kesehatan ratusan juta pasien di seluruh
dunia setiap tahun menurut world health organization (WHO, 2013). HAIs adalah
masalah besar bagi keselamatan pasien, pencegahan dan pengawasan menjadi
prioritas utama untuk mengurangi lamanya pasien dirawat dirumah sakit (WHO,
2009).
Survey prevelensi yang dilakukan dibawah naungan WHO (2013)
menyatakan di 55 rumah sakit dari 14 negara yang mewakili empat wilayah WHO
(Asia Tenggara, Eropa, Timur Mediterania dan Pasifik Barat) bahwa rata-rata
8,7% rumah sakit menderita HAIs. Data HAIs di Indonesia yang disurvey di 10
RSU Pendidikan memperoleh angka 6-16% dengan rata-rata 9,8%. Penelitian
yang dilakukan di DKI Jakarta menunjukkan bahwa 9,8% pasien rawat inap
mendapat infeksi yang baru selama dirawat (Kemenkes, 2013). Survey penelitian
yang dilakukan Sukartik (2009) di dua rumah sakit di Sumatera utara tentang
kejadian Hais memperoleh data di Rumah Sakit Daerah Dr Pirngadi pada tahun
2009 di ruang rawat inap sebesar 2,69%. Data yang diperoleh dari Rumah Sakit
Putri Hijau melalui data rekam medik angka Hais tahun 2009 pada ruang rawat
inap sekitar 20%.
1
Universitas Sumatera Utara
2
Kejadian HAIs di ruangan rawat inap semakin meningkat, ini disebabkan
kurangnya tindakan pengawasan pencegahan HAIs dalam melaksanakan tindakan
cuci tangan (WHO, 2013). Beberapa kejadian HAIs memang tidak menyebabkan
kematian pada pasien, akan tetapi ini menjadi penyebab penting pasien dirawat
lebih lama di rumah sakit. Saat ini, angka kejadian HAIs telah dijadikan salah satu
tolak ukur mutu pelayanan rumah sakit. Mencegah terjadinya HAis adalah dengan
menjalankan universal precaution yang salah satunya adalah dengan mencuci
tangan pada setiap penanganan pasien di rumah sakit (Darmadi, 2008).
Cuci tangan juga diakui sebagai ukuran yang utama untuk mencegahnya
penularan mikroorganisme dan mengurangi terjadinya HAIs. Kebersihan tangan
dianggap penting sebagai cara yang mudah dan efektif untuk mencegah HAIs
(Shinde & Mohide, 2014). Tangan petugas kesehatan adalah penghubung yang
paling umum untuk penyebaran infeksi. Kebersihan tangan dari petugas kesehatan
sangat memengaruhi penyebaran infeksi (Allegranzi & Pittet, 2009). Sebuah studi
menyatakan bahwa dengan mencuci tangan dapat menurunkan 20%-40% kejadian
HAIs. Namun pelaksanaan cuci tangan itu sendiri belum mendapat respon yang
baik. Di negara berkembang, kegagalan dalam pelaksanaan cuci tangan sering
diakibatkan oleh keterbatasan dana untuk mengadakan fasilitas cuci tangan dan
kurangnya kepatuhan petugas kesehatan untuk mentaati prosedur. Studi di
Amerika Serikat menunjukkan tingkat kepatuhan perawat melakukan cuci tangan
masih sekitar 50% dan di Australia masih sekitar 65%. Sama halnya dengan
program cuci tangan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang sudah
sejak tahun 2008 tetapi sampai saat ini kepatuhan perawat melakukan cuci tangan
Universitas Sumatera Utara
3
hanya sekitar 60%. Hal ini dapat menjadi tantangan yang cukup besar bagi tim
pengendali infeksi rumah sakit untuk mempromosikan program cuci tangan ini
(Perdalin, 2010).
Salah satu upaya yang dilakukan WHO (2013) untuk mengatasi atau
mencegah terjadinya HAIs di Rumah Sakit adalah pengenalan berbasis fivemoment. Sebutan lima momen yang mengartikan yaitu cuci tangan dalam lima
waktu: sebelum menyentuh pasien, sebelum melakukan tindakan bersih dan
aseptik, setelah terpapar dengan cairan tubuh pasien, setelah menyentuh pasien,
dan setelah menyentuh lingkungan pasien. WHO (2009) menyatakan bahwa cara
cuci tangan yang benar memiliki enam langkah. Sebelum cuci tangan membasahi
seluruh bagian tangan, langkah yang pertama mengusap sabun secara merata,
langkah yang kedua menggosok punggung tangan, langkah yang ketiga
menggosok sela-sela jari, langkah yang keempat menggosok punggung jari,
langkah kelima menggosok ibu jari dan langkah yang keenam menggosok ujung
jari.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ernawati, dkk (2013) peneliti
mengobservasi 54 perawat ruang rawat inap didapatkan 135 momen yang
mengindikasikan hand hygiene, hanya 47 prosedur hand hygiene yang
dilaksanakan, sehingga keseluruhan angka hand higiene yang didapatkan 35%.
Kepatuhan tertinggi ditemukan pada mencuci tangan sesudah kontak dengan
cairan tubuh pasien, sedangkan kepatuhan terendah sebelum kontak dengan
pasien. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Rumah
Sakit Immanuel pada tanggal 19 dan 21 November 2011, peneliti mengobservasi
Universitas Sumatera Utara
4
15 perawat dalam melakukan hand hygiene, didapatkan hasil kepatuhan perawat
melakukan hand hygiene hanya sebesar 40%. Hasil yang paling dominan perawat
tidak melakukan kebersihan tangan (hand hygiene) pada saat bersentuhan dengan
tubuh pasien dan setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien. Berdasarkan
hasil observasi, peneliti juga melihat bahwa perawat yang melakukan cuci tangan
di air yang mengalir tidak mengikuti bagaimana prosedur langkah mencuci tangan
yang benar yang telah ditetapkan oleh WHO (Damanik, dkk 2012).
Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau, peneliti
mengobservasi 77 perawat dalam melakukan cuci tangan, ditemukan 24,7%
perawat yang melaksakan cuci tangan dalam tindakan keperawatan. Hasil tersebut
menyatakan masih rendahnya pelaksanaan cuci tangan yang dilakukan perawat
dalam tindakan keperawatan (Hargustra, 2016). Strategi yang dilakukan
pelayanan kesehatan dalam pencegahan Hais adalah peningkatan kemampuan
petugas kesehatan termasuk perawat melakukan standar precautions yaitu
tindakan cuci tangan.
Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara adalah salah satu dari 20 Rumah
Sakit Perguruan Tinggi Negeri dengan status yang sama dan akan dikembangkan
di Indonesia oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan/Dikti. Rumah Sakit ini
beroperasi sejak Maret 2016 dan kunjungan pasien semakin meningkat.
Berdasarkan hasil penelitian perawat yang bekerja di Rumah Sakit ini mempunyai
pendidikan terakhir ners dan D3 keperawatan dengan jumlah yang sama yaitu
sebanyak 45%. Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti
Universitas Sumatera Utara
5
Hubungan Pengetahuan dan pelaksanaan five moment perawat di Rumah Sakit
Universitas Sumatera Utara.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan pertanyaan
penelitian yaitu “Hubungan Pengetahuan dengan pelaksanaan five moment
perawat di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.”.
1.3. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan dari penelitian ini adalah apakah ada Hubungan Pengetahuan
dengan pelaksanaan five moment perawat di Rumah Sakit Universitas Sumatera
Utara.
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Mengetahui apakah ada Hubungan Pengetahuan dengan pelaksanaan five
moment perawat di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.
1.4.2. Tujuan Khusus
1.4.2.1. Mengetahui karakteristik perawat di Rumah Sakit Universitas
Sumatera Utara.
1.4.2.2. Mengidentifikasi pengetahuan perawat dalam cuci tangan fivemoment di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
6
1.4.2.3. Mengidentifikasi pelaksanaan cuci tangan five moment perawat di
Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.
1.4.2.4. Mengidentifikasi hubungan dengan pelaksanaan cuci tangan five
moments di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1.5.1. Bagi Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tambahan kepada
mahasiswa mengenai Hubungan Pengetahuan dan pelaksanaan five moment
perawat di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara..
1.5.2. Bagi Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pemasukan bagi Praktisi.
Keperawatan mengenai bahan acuan yang efektif yang dapat digunakan oleh
perawat dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Hasil penelitian
ini juga dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam meningkatkan
pengetahuan dan pelaksaanaan cuci tangan five moment oleh perawat untuk
mengurangi risiko infeksi nosokomial di pelayanan kesehatan.
1.5.3. Bagi Penelitian Keperawatan
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan bagi penelitipeneliti lain yang ingin membahas masalah yang berkaitan dengan penelitian
ini dan dapat menjadi sumber referensi pada penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara