EVALUASI KEBIJAKAN ANGGARAN BELANJA NEGA

EVALUASI KEBIJAKAN ANGGARAN BELANJA NEGARA
(Studi Kasus Anggaran Belanja Kementerian Kesehatan Dalam Mencapai
Target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Bidang Kesehatan
Tahun 2010-2014)
Janji Mustawa1

Abstrak
Kesehatan merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh seluruh masyarakat
Indonesia. Masyarakat yang sehat tentu akan membawa dampak positif terhadap
pembangunan. Untuk menciptakan kesehatan bagi masyarakat tidak hanya menjadi
tanggungjawab atau kesadaran individu sebagai manusia namun juga harus ada
intervensi yang dilakukan oleh pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Kesehatan
dalam melaksanakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Upaya untuk
mengintervensi kondisi kesehatan masyarakat dituangkan dalam kebijakan-kebijakan
yang salah satunya ada pada RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah)
yang diselenggarakan selama lima tahun. Dalam RPJMN dari program, sasaran, dan
indikator keberhasilan yang telah ditentukan. Untuk mencapai target yang telah dibuat
tentunya ada sumberdaya yang digunakan oleh Kementerian Kesehatan salah satunya
adalah anggaran. Anggaran akan berpengaruh besar dalam pencapaian target RPJMN
2010-2014 Kesehatan. Alokasi anggaran yang tertuang dalam Undang-Undang No 36
tahun 2009 tentang Kesehatan sebesar 5% dari total belanja negara diluar dari gaji

pegawai. Namun pada kenyataannya anggaran kesehatan pada RPJMN 2010-2014
dan realisasinya tidak sempai 5%, Anggaran yang tidak memenuhi konstitusi tersebut
juga tidak dikelola dengan baik. Kedua permasalahan ini kemudian akan
mempengaruhi dari pencapaian RPJMN 2010-2014 Kesehatan.
Kata Kunci : Kesehatan, Anggaran, RPJMN
Pendahuluan
Kesehatan merupakan suatu kebutuhan masyarakat yang sangat penting.
Karena masyarakatlah yang menunjang pertumbuhan ekonomi suatu Negara.Tanpa
masyarakat yang sehat mustahil bagi suatu Negara untuk meningkatkan produktifitas
kerja dan menunjang pertunbuhan ekonomi. Sebagai kebutuhan dasar masyarakat,
pelayanan kesehatan warga Negara wajib dipenuhi oleh pemerintah dengan sebaikbaiknya sesuai dengan amanat UUD 1945 yang diatur pada pasal 28H ayat 1. 2
Pentingnya pelayanan Kesehatan bagi masyarakat juga dibahas dalam
pertemuan dengan negara anggota PBB pada tahun 1990, merumuskan suatu konsep
yang bertujuan sebagai indikator keberhasilan Negara guna pemenuhan dasar hak-hak
rakyatnya. Konsep ini sering kita sebut dengan MDGs (millennium development
goals) yang berisi delapan tujuan yang harus dipenuhi pemerintah terhadap rakyatnya.
Delapan tujuan tersebut adalah menanggulangi kemiskinan, pendidikan dasar untuk
semua, medorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunka n
1


Penulis adalah mahasiswa Ilmu Politik Tahun 2010.
UUD 1945 pasal 28H ayat 1 “Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperolah pelayanan
kesehatan”
2

1

angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS dan
penyakit menular lainnya, memastikan keberlangsungan lingkungan hidup,
membangun kemitraan global. Kedelapan poin inilah merupakan kebutuhan dasar
yang harus dipenuhi oleh negara anggota PBB dengan target-target pencapaian yang
telah dirumuskan sampai pada tahun 2015 mendatang. Dari kedelapan variabel
tersebut ada tiga poin yang bersinggungan langsung dengan pelayanan kesehatan,
yaitu menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi
HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya.
Di Indonesia Kementerian Kesehatan memiliki tanggungjawab dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Untuk memenuhi
tanggungjawab tersebut, ada dua faktor penting yang akan mempengaruhi tingkat
pelayanan kesehatan pada masyarakat. Pertama, target yang telah ditetapkan oleh

pemerintah baik itu RKP (Rencana Kerja Pemerintah), RPJMN (Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional) dan RPJP (Rencana Pembanguna n Jangka
Panjang). RKP merupakan rencana kerja pemerintah yang harus direalisasikan dalam
waktu satu tahun yang dirumuskan berdasarkan RPJMN. Sedangkan RPJMN
merupakan penjabaran visi dan misi presiden terpilih dan harus direalisasikan dalam
jangka waktu lima tahun. Kedua, alokasi anggaran yang diberikan untuk memenuhi
target RPJMN tersebut.
Pada dokumen RPJMN 2010-2014 Kesehatan yang ada dalam buku evaluasi
paruh waktu RPJMN 2010-2014 yang dikeluarkan oleh BAPENAS/Kementerian PPN
pada lampiran 3 (tiga) memiliki 15 prioritas kegiatan, 15 sasaran kegiatan dan 28
indikator kesehatan. Diantaranya adalah Bidang kesehatan masyarakat, Pelaksanaan
upaya kesehatan preventif terpadu yang meliputi: Penurunan tingkat kematian ibu saat
melahirkan dari 228 (2007) menjadi 118 per 100.000 kelahiran hidup (2014);
Penurunan tingkat kematian bayi dari 34 (2007) menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup
(2014); Pemberian imunisasi dasar kepada 90% bayi pada tahun 2014; Penyediaan
akses sumber air bersih yang menjangkau 67% penduduk dan akses terhadap sanitasi
dasar berkualitas yang menjangkau 75% penduduk sebelum tahun 2014.
Bidang sarana kesehatan, dengan target ketersediaan dan peningkatan kualitas
layanan rumah sakit berakreditasi internasional di minimal 5 kota besar di Indone sia
dengan target 3 kota pada tahun 2012 dan 5 kota pada tahun 2014. Bidang Obat, target

Pemberlakuan Daftar Obat Esensial Nasional sebagai dasar pengadaan obat di seluruh
Indonesia dan pembatasan harga obat generik bermerek pada tahun 2010. Bidang
asuransi kesehatan nasional, target Penerapan Asuransi Kesehatan Nasional untuk
seluruh keluarga miskin dengan cakupan 100% pada tahun 2011 dan diperluas secara
bertahap untuk keluarga Indonesia lainnya antara tahun 2012-2014. Bidang Keluarga
Berencana, dengan target peningkatan kualitas dan jangkauan layanan KB melalui
23.500 klinik pemerintah dan swasta selama 2010-2014. Pengendalian penyakit
menular, target menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular pada 2014,
yang ditandai dengan: menurunnya prevalensi tuberculosis dari 235 menjadi 224 per
100.000 penduduk; menurunnya kasus malaria (annual parasite index -api) dari 2
menjadi 1 per 1.000 penduduk; terkendalinya prevalensi HIV pada populasi dewasa
(persen) hingga menjadi < 0,5.
Kementerian Kesehatan memiliki jumlah anggaran yang cukup besar, dalam
RAPBN 2014 Kementerian Kesehatan mendapatkan dana sebesar 45 trilyun rupiah
atau 2,47% dari belanja Negara dan berdasarkan tabel I.1 Kementerian Kesehatan
2

masuk 10 besar Kementerian yang mendapat alokasi terbesar. Bahkan Kementerian
Kesehatan berada posisi kelima dari 10 Kementerian yang mendapat belanja
terbanyak pada RAPBN 2014. Anggaran Kementerian Kesehatan tersebut setiap

tahun mengalami kenaikan baik secara persentase maupun nominal, kenaikkan
anggaran tersebut tidak diikuti dengan belanja fungsi Pemerintah pusat. Belanja
fungsi kesehatan pada RAPBN 2014 hanya sebesar 12 trilyun atau 1,35%. Belanja
fungsi kesehatan ini cenderung fliktuatif dari tahun 2007-2014, ini menandakan
bahwa alokasi anggaran di Kementerian Kesehatan tidak sepenuhnya digunakan
untuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Dalam UU No 36 tahun 2009 pasal 171 tentang kesehatan diatur tentang
anggaran kesehatan sebesar 5% dari APBN diluar gaji pegawai. Jumlah anggaran
yang diatur dalam Undang-Undang tersebut tentunya masih sangat minim. Jika
dibandingkan dengan Negara-negara berkembang lainnya seperti singapura dan
Malaysia yang memiliki jumlah anggaran lebih dari 10% dari belanja Negara. Apalagi
jika kita melihat jumlah penduduk Indonesia yang besar kurang lebih 250 juta dan
rata-rata tidak memiliki akses kesehatan yang memadai terutama di Indonesia bagian
timur.
Tahun 2009 dimana Undang-Undang kesehatan itu disahkan, tidak serta-merta
pemerintah mentaati amanat Undang-Undang tersebut. Pada tahun 2009 anggaran
kesehatan hanya 3% dari belanja negara, dan sampai dengan tahun 2012 anggaran
tersebut tidak beranjak dari 3%. Alokasi anggaran untuk kesehatan ini sampai
sekarangpun belum mencapai amanat UU No 36 tahun 2009. Bahkan sejak tahun
2007-2014 belanja fungsi kesehatan rata-rata hanya 1,35% dari belanja Negara.

Dengan memenuhi ketentuan Undang-Undang Kesehatan saja jumlah anggarannya
tadi kita asumsikan masih sangatlah kurang apa lagi jika tidak memenuhi UndangUndang tersebut. Jumlah ini tentunya sangat minim guna memberikan pelayanan
kesehatan yang layak bagi masyarakat Indonesia yang sebagian besar kurang
memahami bagaimana hidup sehat dan menjaga kesehatan.
Teori Perencanaan
Perencanaan atau planning merupakan salah satu tahapan manajemen di setiap
organisasi. Dalam penggunaannya planning sering diartikan sama atau diterjemahka n
dengan istilah rencana atau a plan, yang pada dasarnya memiliki perbedaan pokok.
George R. Terry mengatakan bahwa planning adalah suatu proses, suatu aktivitas,
sedang plan (rencana) adalah suatu kewajiban/perbuatan yang dianggap perlu untuk
mencapai hasil tertentu.3 Dengan demikian antara plan (rencana) dan planning
(perencanaan) sangat berkaitan erat. Rencana merupakan hasil yang diperoleh setelah
sebuah organisasi melakukan perencanaan. Perencanaan ini digunakan oleh
organisasi sebagai sebuah pedoman arah gerak organisasi untuk mencapai sebuah
tujuan yang dicita-citakan. Planning (Perencanaan) ialah suatu proses pemikiran yang
rasional dan penetapan secara tepat dari berbagai macam persoalan yang akan
dikerjakan untuk masa yang akan datang dalam usaha untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.4

3

4

Wursanto, Da sa r-Da sa r Ma na jemen Umum, (Jakarta : Pustaka Dian, 1983). hal 84
Ibid, hal 87

3

Politik Anggaran
Politik anggaran adalah penetapan berbagai kebijakan tentang proses anggaran
yang mencakup berbagai pertanyaan bagaimana pemerintah membiayai kegiatannya,
bagaimana uang publik didapatkan, dikelola dan disdistribusikan, siapa yang
diuntungkan dan dirugikan, peluang-peluang apa saja yang tersedia baik untuk
penyimpangan negatif maupun untuk meningkatkan pelayanan publik.
Selain itu ada 3 pengertian lainnya yang menjelaskan tentang politik anggaran
yaitu sebagai berikut :
 Politik anggaran bisa juga diartikan sebagai proses saling mempengaruhi di
antara berbagai pihak yang berkepentingan dalam menentukan skala prioritas
pembangunan akibat terbatasnya sumber dana publik yang tersedia.
 Politik anggaran adalah proses mempengaruhi kebijakan alokasi anggaran
yang dilakukan oleh berbagai pihak yang berkepentingan dengan anggaran.

 Politik anggaran adalah proses penegasan kekuasan atau kekuatan politik di
antara berbagai pihak yang terlibat dalam penentuan kebijakan maupun
alokasi anggaran.
Sejak awal hingga saat ini anggaran merupakan bagian integral dari sistem
politik bangsa, karena anggaran diletakkan pada pengambilan kebijakan publik,
artinya dapat dimaknai sebagai investasi politik warga dengan memiliki hak untuk
menentukan dalam setiap proses politik yang diselenggarakan negara. Upaya untuk
menemukan formulasi yang tepat dalam penentuan anggaran adalah mengena i
keadilan anggaran, maka seharusnya politik anggaran tentu akan berkaitan erat
dengan usaha negara dan pemerintah memberikan jaminan sosial yang tepat bagi
rakyat. Pola hubungan yang transparan, akuntabel, demokratis antara pemerinta h
dengan rakyat akan berdampak pada rasa curiga akan terhindari manakala mampu
melakukan proses dengan baik.5
Untuk menciptakan budaya birokrasi yang baik dan ditumjang oleh
mekanisme kerja yang sistematis dalam pengelolaan anggaran maka ada beberapa
asas yang biasa dan telah lama digunakan dalam sistem penganggaran dan
pengelolaan keuangan negara. seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan
dan asas spesialitas. Namun harus dipahami juga dalam pengelolaan anggaran yang
baik harus memenuhi prinsip-prinsip anggaran yaitu : Transparan, akuntabel,
ekonomis, efisiensi dan efektif, disiplin anggaran, format anggaran, rasional dan

terukur, keadilan anggaran, pendekatan kinerja, dokumen publik. 6
Kondisi kesehatan Masyarakat Indonesia
Kesehatan menurut WHO (world health organization ) adalah keadaan fisik,
mental dan kesejahteraan sosial secara lengkap dan bukan hanya sekedar tidak
mengidap penyakit atau kelemahan. Sementara itu pengertian kesehatan berdasarkan
UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis. Dari pengertian diatas masyarakat Indonesia
yang tergolong produktif adalah manusia yang sehat secara fisik, mental, spritual dan
sosial.
5
6

Suraji. Mengka ji Substa nsi Politik Angga ra n , 2012, hal. 4
Ibid hal 9

4

Terkait dengan kesehatan mental atau kejiwaan, berdasarkan data yang
dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Sekitar 0,46 persen dari total populasi

Indonesia atau setara dengan 1.093.150 penduduk Indonesia berisiko mengala mi
gangguan jiwa berat.7 Parahnya lagi hanya 10 % dari total penderita gangguan jiwa
yang memeriksakan diri ke Rumah Sakit dan mendapatkan pelayanan kesehatan. Hal
ini disebabkan karena ketidaktahuan masyarakat tentang gangguan jiwa dan Undang
– Undang No 3 tahun 1966 tentang kesehatan jiwa sudah terlalu lama dan tidak sesuai
dengan perkembangan zaman, sedangkan Undang-Undang yang baru masih menjadi
wacana di Komisi IX DPR RI.
Isu mengenai kesehatan masyarakat di Indonesia memang masih jarang sekali
diungkap baik oleh media massa maupun oleh pemerintah. Pemerintah seolah
menutup mata terhadap kondisi kesehatan masyarakatnya. Survei-survei dunia
Internasional tentang kesehatan masyarakat diberbagai negara sangat banyak,
diantaranya adalah angka harapan hidup, IPM (Indeks Pembangunan Manusia) dll.
Bahkan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) melalui komitmen besar anggotaanggotanya membuat agenda pembangunan yang sangat baik melalui Millenium
Development Goals (MDGs) yang terbagi menjadi 8 tujuan (goals), 20 target dan 60
indikator, yang hampir semua tujuannya memiliki keterkaitan erat dengan kesehatan.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia yang salah satu Indikatornya
adalah angka harapan hidup dan berkaitan langsung dengan kesehatan mengala mi
peningkatan. Berdasarkan data yang diliris UNDP (United Nations Development
Programme) tiga tahun terakhir 2010-2012 IPM Indonesia terus meningkat, pada
tahun 2010 sebesar 0,600, 2011 sebesar 0,617, dan tahun 2012 0,629. Kenaikkan ini

menempati Indonesia pada peringkat 121 dari 185 negara. Walaupun meningkat
Indonesia masih tergolong kepada negara kelas menenga h kebawah jika dilihat dari
peringkatnya di dunia Internaional, dan masih sangat jauh dari negara Norwegia
diperingkat pertama IPM sebesar 0,965.
Sementara itu angka harapan hidup masyarakat Indonesia berdasarkan data
WHO tahun 2011 adalah 68 tahun untuk laki-laki dan 71 tahun untuk wanita. Angka
statistik ini menempatkan Indonesia di 108 dari 191 anggota PBB. Data statistik dari
organisasi internasional ini menunjukkan Indonesia masih berada pada negara yang
menengah kebawah dalam melakukan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Data
WHO juga menyebutkan bahwa jumlah kematian bayi dan jumlah kematian balita di
Indonesia juga masih sangat tinggi. tahun 2012 jumlah kematian bayi berjumlah 31
per 1.000 kelahiran hidup dan angka kematian balita 26 per 1.000. jumlah ini masih
sangat besar daripada Negara-negara tetangga kita Malaysia dan singapura. Dan
jumlah kematian manusia dewasa yang berada dalam usia produktif 16-60 tahun, pada
2011 rata-rata 183 orang per 1.000 populasi, kematian manusia diusia produktif ya ng
sangat banyak ini merupakan kerugian besar bagi pemerintah karena pembanguna n
dapat terhambat apalagi kematian didominasi oleh penduduk berjenis kelamin lakilaki.
Dari segi penyakit menular, indonesia merupakan negara yang banyak
penduduknya rawan terserang penyakit. Tercatat ada beberapa penyakit menular yang
7

Cholis,
akbar,
Sejuta
Penduduk Indonesia berisiko Ga nggua n Jiwa
Bera t,
http://www.hidayatullah.com/read/2013/08/ 01/ 5752/sejuta-penduduk-indonesia-berisiko-gangguanjiwa-berat.html. Diakses 7 Maret 2014. Jam 15.00 WIB

5

belum bisa teratasi dengan baik seperti HIV/AIDS, Tuberkulosis, Avian influenza (flu
burung), khusus jenis penyakit yang terakhir Indonesia dianggap sebagai tempat yang
paling rawan untuk penyakit yang muncul karena iklim, keanekaragaman hayati,
interaksi yang dekat antara manusia dengan binatang, kerusakan hutan dan perubahan
tata guna lahan.8 Belum lagi penyakit-penyakit menular yang menghinggapi negaranegara tropis seperti kaki gajah dan cacing usus, sebanyak 125 juta orang Indonesia
beresiko terkena penyakit ini.
Kondisi keadaan lingkungan yang sehat di Indonesia juga sangat
mengkhawatirkan. Penyakit yang diakibatkan oleh air, sanitasi dan masalah
kebersihan (hygiene) berdasarkan data World Health Organization (WHO) 2008
menyumbangkan 3,5 persen dari total kematian di Indonesia, Sedangkan salah satu
penyakit akibat ketiga hal tersebut, yaitu diare, menyumbang kematian nomor satu
pada balita di Indonesia sebesar 25 persen. 9 Selain menyebabkan kematian pada
balita, hal ini juga mengakibatkan kerugian secara finansial bagi pemerintah data dari
Water Sanitation Programme (WSP) World Bank pada 2008 menunjukkan sanitasi
yang buruk menyebabkan kerugian sebesar Rp1,4 triliun di sektor pariwisata dan
Rp29 triliun di sektor kesehatan.10
Rendahnya peringkat Indonesia jika dibandingkan dengan Negara-negara
anggota PBB dalam memenuhi pelayanan kesehatan kepada penduduknya
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Diantaranya adalah infrastruktur yang kurang
memadahi, kesenjangan fasilitas kesehatan, kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan
yang minim terutama didaerah Indonesia bagian timur, dan ketersediaan obat yang
minim.
Tahun 2012 Indonesia mempunyai 1.744 Rumah Sakit yang terakreditasi oleh
Kementerian Kesehatan, baik itu rumah sakit umum maupun rumah sakit khusus.
Namun hanya ada lima rumah sakit yang memiliki akreditasi Internasional dari Joint
Commission-Accreditation (JCI) diantaranya adalah RS Siloam Karawaci Hospital,
RS Eka Bumi Serpong Damai di Tangerang, RS Santosa Bandung dan RS Bintaro
Premier dan RS Premier Jatinegara di Jakarta. Semua rumah sakit yang memilik i
akreditasi Internasional ini merupakan Rumah Sakit Swasta, dan berlokasi di Pulau
Jawa dekat dengan Ibukota Negara.
Kemudian Puskesmas yang merupakan tumpuan pelayanan kesehatan
bagi masyarakat menengah kebawah di Indonesia ternyata kondisi dan jumlahnya
sangat memprihatinkan. Data yang dikeluarakan oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya
Kesehatan, semua Rumah Sakit dan Puskesmas Di Indonesia kekurangan ruangan
rawat inap dan Kasur dengan perbandingan 1/1.000 penduduk. Dari kondisi kesehatan
masyarakat Indonesia yang masih sangat kekurangan. Kementerian Kesehatan
sebagai penanggungjawab dalam menyelenggarakan kesehatan perlu melakukan
kebijakan yang pro terhadap penyehatan lingkungan dan infrastruktur kesehatan yang
memadai guna memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Kedua elemen
8

KESEHATAN, http://www.usaid.gov/id/indonesia/health, diakses 2 Maret 2014. Jam 12.20.
Krisis Air Bersih, Cirebon Wa spa da Wa ba h Dia re , http://www.republika.co.id/berita/gayahidup/info-sehat/11/10/09/lsssp5-air-sanitasi-dan-masalah-kebersihan-masih-sumbang-kemat ian,
diakses 2 maret 2013. Jam 12.50 WIB.
10
Ayu
Rahmaningtyas,
Sa nita si
buruk,
Indonesia
rugi
Rp56
triliun ,
http://ekbis.sindonews.com/read/2013/10/29/34/799653/sanitasi-buruk-indonesia-rugi-rp56-triliun,
diakses 2 maret 2013. Jam 12.53 WIB.
9

6

kesehatan tersebut merupakan faktor terpenting dalam meningkatkan drajat kesehatan
masyarakat Indonesia.
Kebijakan RPJMN 2010-2014 Kesehatan
Sistem perencanaan pembangunan nasional Indonesia mengharuska n
pemerintah membuat acuan atau rancangan kerja yang sistematis dan disesuaikan
dengan isu-isu atau kekurangan dalam pencapaian perancanaan pembangunan tahuntahun sebelumnya. RPJMN yang dilaksanakan dalam jangka waktu lima tahun
dilandaskan dengan Peraturan Pemerintah No 40 tahun 2006. Bidang kesehatan
memiliki prioritas dalam meningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan, antara lain, ditandai oleh meningkatnya angka harapan hidup, menurunnya
tingkat kematian bayi, dan kematian ibu melahirkan. 11 Tabel 1 dibawah ini
menunjukkan rencana pembangunan kesehatan selama lima tahun sekaligus dengan
pagu anggaran yang dibutuhkan yang dilakukan oleh pemerintah.
Tabel 1 RPJMN 2010-2014 Kesehatan
RPJMN 2010-2014

No
Sasaran

Indikator

T arget
Satuan

2010

2011

2012

2013

2014

1. Kesehatan Masyarakat
Pelaksanaan upaya kesehatan preventif terpadu yang meliputi: penurunan tingkat kematian ibu saat melahirkan dari 228 (2007) menjadi 118
per 100.000 kelahiran hidup (2014); penurunan tingkat kematian bayi dari 34 (2007) menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup (2014 ); pemberian
imunisasi dasar kepada 90% bayi pada tahun 2014 penyediaan akses sumber air bersih yang menjangkau 67% penduduk dan akses terhadap
sanitasi dasar berkualitas yang menjangkau 75% penduduk sebelum tahun 2014.
1
Pembinaan Pelayanan Kesehatan ibu dan repruduksi
Persen-mil
Angka Kematian Ibu (AKI)
228
200
160
135
118
(pcm)
Persentase
ibu
bersalin
yang
ditolong
Penurunan tingkat
oleh tenaga kesehatan terlatih
Persen
kematian ibu saat
84
86
88
89
90
melahirkan dari 228
(cakupan persalinan oleh tenaga
(%)
(2007) menjadi 118 per
kesehatan (PN))
Persentase ibu hamil mendapatkan
Persen
100.000 kelahiran hidup
84
86
90
93
95
pelayanan antenatal (K4)
(%)
(2014)
Persentase fasilitas pelayanan
Persen
kesehatan yang memberikan
10
40
75
90
100
(%)
pelayanan KB sesuai standar
2
Pembinaan Pelayanan Kesehatan Anak
permil
Angka Kematian Bayi (AKB)
34
32
29
26
24
(‰)
Penurunan tingkat
Cakupan kunjungan neonatal
Persen
kematian bayi dari 34
84
86
88
89
90
pertama (KN1)
(%)
(2007) menjadi 24 per
Persen
1.000 kelahiran hidup
Cakupan pelayanan kesehatan bayi
84
85
86
87
90
(%)
(2014)
Persen
Cakupan pelayanan kesehatan balita
78
80
81
83
85
(%)
3
Pembinaan Imunisasi dan Karantina Kesehatan
Pemberian imunisasi
Persentase bayi 0-11 bulan yang
persen (%)
dasar kepada 90% bayi
80
82
85
88
90
mendapat imunisasi dasar lengkap
pada tahun 2014
4
Bantuan Operasional Kesehatan
Jumlah puskesmas yang
T ersedianya Bantuan
Puskes
mendapatkan BOK dan
Operasional (BOK) untuk menyelenggara-kan lokakarya mini
mas
300
8.608
8.737
8.868
9.000
puskesmas
untuk menunjang pencapaian Standar
Pelayanan Minimal (SPM)
5
Penyehatan lingkungan

11

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No 5 tahun 2010 Tenta ng Renca na Pemba ngunan Jangka
Menenga h Na siona l 2010-2014 , buku 1 Prioritas Nasional Hal I-44.

7

Pagu
milyar
(Rp)

2.194

1.723

1.205,
9

4.940

Penyediaan akses sumber
Persentase penduduk yang memiliki
Persen
air bersih yang
akses terhadap air minum berkualitas
62
62,5
63
63,5
(%)
menjangkau 67%
penduduk dan akses
Persentase kualitas air minum yang
Persen
85
90
95
100
terhadap sanitasi dasar
memenuhi syarat
(%)
berkualitas yang
menjangkau 75%
Persentase penduduk yang
Persen
64
67
69
72
penduduk sebelum tahun
menggunakan jamban sehat
(%)
2004
6*
Pengaturan, pembangunan, pegawasan, dan pelaksanaan pengembangan sistem penyediaan air minum*
179
247
159
195
kawasa
kawasa
kawasan
kawasa
1.063 kawasan dan 4.650
n
n
Jumlah kawasan dan desa yang
Kawa-san
dan
n
desa
dan
dan
terfasilitasi pembangunan air minum dan desa
1.472
dan 500
1.165
1000
desa
desa
desa
desa
7*

67
100

2.054,
5

75

263
kawasa
n
dan 700
desa

9.900

Pengaturan, pembangunan, pegawasan, dan pelaksanaan pengembangan sanitasi dan persampahan*

Jumlah kawasan dan kab/kota yang
Kawa-san,
terfasilitasi pembangunan sanitasi
kab/kot a
94
107
122
137
138
(air limbah dan drainase) dan
persampahan
2. Sarana Kesehatan
Ketersediaan dan peningkatan kualitas layanan rumah sakit berakreditasi internasional di minimal 5 kota besar di Indonesia de ngan target 3
kota pada tahun 2012 dan 5 kota pada tahun 2014
1
Pembinaan Upaya Kesehatan Rujukan
Meningkatnya kualitas
layanan rumah sakit
Jumlah kota di Indonesia yang
berakreditasi internasional
memiliki RS standar kelas Dunia
kota
di minimal 5 kota besar di
1
2
3
4
5
( world cla ss)
Indonesia dengan target 3
kota pada tahun 2012 dan
5 kota pada tahun 2014
3. O bat
Pemberlakuan Daftar Obat Esensial Nasional sebagai dasar pengadaan obat di seluruh Indonesia dan pembatasan harga obat generik bermerek
pada tahun 2010
1
Peningkatan ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Diberlakukannya DOEN
Persentase ketersediaan obat dan
persen (%)
dan HET dalam
vaksin
80
85
90
95
100
pengadaan obat generik
4. Asuransi Kesehatan Nasional
Penerapan Asuransi Kesehatan Nasional untuk seluruh keluarga miskin dengan cakupan 100% pada tahun 2011 dan diperluas secara bertahap
untuk keluarga Indonesia lainnya antara tahun 2012 -2014
1
Pembinaan Pengembangan Pembiayaan dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
T erumuskannya kebijakan Persentase cakupan keluarga miskin
persen (%)
59
70,3
84,4
94,5
100
pembiayaan dan jaminan
yang memiliki jaminan kesehatan
kesehatan
2
Pelayanan kesehatan rujukan bagi masyarakat miskin (jamkesmas)
Meningkatnya pelayanan
Persentase RS yang melayani pasien
persen (%)
75
80
85
90
95
kesehatan rujukan bagi
penduduk miskin peserta program
penduduk miskin di RS
jamkesmas
3
Pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat miskin (jamkesmas)
Meningkatnya pelayanan
Jumlah puskesmas yang memberikan puskes
kesehatan dasar bagi
pelayanan kesehatan dasar bagi
mas
8.481
8.608
8.737
8.868
9.000
penduduk miskin di
penduduk miskin
puskesmas
5. Keluarga Berencana*
Peningkatan kualitas dan jangkauan layanan KB melalui 23.500 klinik pemerintah dan swasta selama 2010 -2014
1*
Pengembangan kebijakan dan pembinaan kesertaan ber-KB
Jumlah peserta KB baru KPS dan
KSI yang mendapatkan jaminan
juta jiwa
Meningkatnya
23.500
23.500
23.500
23.500
23.500
ketersediaan alat kontrasepsi gratis
pembinaan, kesertaan,
dan kemandirian ber- KB
(juta
melalui 23.500 klinik KB Jumlah peserta KB aktif KPS dan
KSI yang mendapatkan jaminan
pemerintah dan swasta
juta jiwa
4.700
4.700
4.700
4.700
4.700
ketersediaan alat kontrasepsi gratis
(juta)
6. Pengendalian Penyakit Menular
kawasan bukan target
kumulatif

8

10.845

434,5

7.473,
2

824,4

24.782
,7

6.477,
2

4.478,
15

Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular pada 2014, yang ditandai dengan: Menurunnya prevalensi T uberculosis dari 235
menjadi 224 per 100.000 penduduk; Menurunnya kasus malaria (Annual Parasite Index -API) dari 2 menjadi 1 per 1.000 penduduk;
T erkendalinya prevalensi HIV pada populasi dewasa (persen) hingga menjadi < 0,5.
1
Pengendalian Penyakit Menular Langsung
Prevalensi tuberkolosis
persen–
235
231
228
226
224
mil (pcm)
permil
Prevalensi HIV
0,2
< 0,5
< 0,5
< 0,5
< 0,5
(‰)
Menurunnya angka
Persentase kasus baru T B Paru (BTA persen (%)
kesakitan dan kematian
73
75
80
85
90
positif) yang ditemukan
akibat penyakit menular
Persentase kasus baru T B Paru (BTA persen (%)
langsung
85
86
87
87
88
positif) yang disembuhkan
Persentase penduduk 15 tahun ke
persen (%)
atas menurut pengetahuan tentang
65
75
85
90
95
HIV dan AIDS
2
Pengendalian penyakit bersumber binatang
Meningkatnya
Annual Parasite Index (API)
Permil (%)
pencegahan dan
2
1,75
1,5
1,25
1
penanggulangan penyakit
bersumber binatang

Sumber
6* dan 7*
5*

: Diolah dari lampiran dalam Peraturan Presiden No 5 tahun 2010
: Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan Kementerian PU dal am
menyelenggarakan program.
: Kementerian Kesehtana Dan BKKBN bekerjasama dengan Kementerian PU
dalam menyelenggarakan program.

Data RPJMN 2010-2014 memperlihatkan ketidakseriusan pemerintah dalam
memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Pada tabel 4.4 diatas tidak
ada prioritas program untuk menanggulangi masyarakat yang mengalami ganggua n
jiwa. Padahal angka penderita gangguan jiwa di Indonesia lumayan tinggi, sebagian
besar masyarakat yang mengalami gangguan jiwa tidak mendapatkan pelayanan
kesehatan yang layak. Tabel 1 menggambarakan minimnya optimisme atau kerja
keras dari pemenrintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan. Dengan anggaran yang
cukup, rata-rata target yang ingin dicapai sangatlah minim. Seperti program
Pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat miskin (Jamkesmas) yang mempunya i
anggaran sebesar Rp 6.477 Milyar, mereka hanya menargetkan 9.000 Puskesmas yang
angka awalnya 8.481 Puskesmas, ini berarti dalam lima tahun Kementerian Kesehatan
hanya membuat 519 Puskesmas. Jumlah ini sangatlah minim untuk mempermuda h
akses masyarakat terhadap layanan kesehatan padahal jumlah masyarakat miskin di
Indonesia pada tahun 2013 berdasarkan data BPS sebanyak 28 Juta orang dan
penduduk miskin rata-rata rentan terhadap masalah kesehatan.
Kemudian program pengendalian penyakit menular langsung, diantaranya ada
Prevalensi tuberkolosis dengan selisih 0,3 % dari target, Prevalensi HIV selisih 11%,
Persentase kasus baru tuberculosis paru dengan jenis bakteri yang tahan asam positif
(BTA positif) yang ditemukan selisih 17%, Persentase kasus baru tuberculosis paru
(BTA positif) yang disembuhkan selisih 3%, Persentase penduduk 15 tahun ke atas
menurut pengetahuan tentang HIV dan AIDS selisih 30% dalam lima tahun. Padahal
untuk melaksanakan program tersebut mereka mengalokasikan dana sebesar Rp
1,237,3 milyar. Target yang ingin dicapai Kementerian Kesehatan dalam Persentase
kasus baru tuberculosis paru (BTA positif) yang ditemukan sebesar 90% namun yang
ingin disembuhkan hanya 88%, ini menandakan bahwa ada 2% masyarakat Indonesia
yang mengidap penyakit TB Paru tidak disembuhkan.
Pemerintah juga terlihat setengah hati dalam melakukan penyehatan
lingkungan, target yang minimalis juga dicanangkan oleh pemerintah seperti pada
9

1.237,
3

1.254

indikator kesehatan persentase penduduk yang memiliki akses terhadap air minum
berkualitas dan persentase penduduk yang menggunakan jamban berkualitas. Padahal
seperti yang sudah kita urai sebelumnya bahwa lingkungan yang kurang sehat dan
minimnya air minum berkualitas menyebakan kematian balita yang sangat besar
karena penyakit diare.
Analisis Anggaran Kesehatan 2010-2014
Anggaran Kesehatan merupakan salah satu elemen penting dalam
terlaksananya kebijakan prioritas kesehatan yang diterapkan pada RPJMN 20102014. UU No 36 tahun 2009 pasal 170 menyebutkan pembiayaan kesehatan bertujuan
untuk penyediaan pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah
yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan
berdaya guna untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan agar
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Sumber dari
pembiayaan kesehatan ini berasal dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat,
swasta dan sumber lain.12 Peraturan ini menggambarkan bahwa dalam pelaksanaan
pelayanan kesehatan pemerintah, masyarakat dan swasta bergotong-royong dalam
melakukan pembiayaan kesehatan.
UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 171, juga membuat suatu
patokan bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam mengalokas ika n
anggaran kesehatan sebagaimana berikut :
1. Besar anggaran kesehatan Pemerintah dialokasikan minimal sebesar 5% (lima
persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara di luar gaji.
2. Besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota
dialokasikan minimal 10% (sepuluh persen) dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah di luar gaji.
3. Besaran anggaran kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diprioritaskan untuk kepentingan pelayanan publik yang besarannya
sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari anggaran kesehatan dalam
anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja
daerah.
UU inilah yang seharusnya menjadi acuan bagi pemerintah dalam melaksanakan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Gambar 1 Alokasi Anggaran Kesehatan dan Kementerian Kesehatan

12

Republik Indonesia, Undang – Undang No 36 tahun 2009 Tentang Keseha ta n , pasal 170 ayat 3.

10

1,842,495
1,683,000
1,418,498
1,229,559

2010

2011

kementerian Kesehatan

2012

2013

Anggaran Kesehatan

3.66%

1.34%

3.70%

2.05%

3,38 %

2.11%

3,56 %

2.25%

2,99 %

1,056,510

2.12%

2,000,000
1,800,000
1,600,000
1,400,000
1,200,000
1,000,000
800,000
600,000
400,000
200,000
-

2014
Total APBN

Sumber : Diolah dari UU APBN tahun 2010-2014

Namun fakta menyebutkan keadaan yang berbeda, sejak dikeluarkannya UU
Kesehatan pada tahun 2009 alokasi anggaran kesehatan tidak pernah sampai 5 %
sesuai dengan amanat kontitusi. Pada gambar 4.6. dari tahun 2010-2014 pemerinta h
mengalokasikan anggaran kesehatan rata-rata sebesar 3,54 % dari Anggaran belanja
negara. Sedangkan alokasi anggaran untuk Kementerian Kesehatan rata-rata hanya 2
% dari Anggaran belanja negara.
Pada Tahun 2010 anggaran Kesehatan hanya sebesar Rp 31.584 milyar atau
2,99% dari APBN, kemudian meningkat cukup signifikan pada tahun 2011 sebesar
Rp 43.813 milyar atau 3,56%. Kenaikkan ini dikarenakan APBN pada tahun tersebut
tumbuh sebesar 16,38% dari tahun sebelumnya, bukan karena pemerintah lebih
memperhatikan sektor kesehatan ini. Tren kenaikkan anggaran Kesehatan ini terus
berlanjut sampai pada tahun 2014 yang sebesar Rp 67.500 milyar.
Anggaran yang tidak mencapai Konstitusi tersebut sebenarnya sudah
dipermasalahkan oleh masyarakat Indonesia. Kongres Kesehatan Rakyat Indonesia
(KKRI) yang terdiri dari sejumlah organisasi profesi bidang kesehatan, telah
mengajukan judicial review terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN
2014 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan ini dilancarkan lantaran RAPBN
dinilai tidak memenuhi amanah UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, khusus
mengenai besaran anggaran kesehatan minimal 5% dari belanja APBN. Namun upaya
tersebut gagal karena anggaran kesehatan tetap tidak memenuhi amanat Konstitusi.
Pelanggaran pemerintah terhadap konstitusi ini menandakan bahwa perhatian
Pemerintah Indonesia sangat minim terhadap permasalahan kesehatan padahal jumlah
penduduk makin bertambah dan permasalahan kesehatan yang dihadapi akan semakin
kompleks. Asumsi ini diperkuat oleh data yang dikeluakan oleh WHO (World Health
Organization) Anggaran belanja pemerintah per kapita untuk kesehatan dengan
menggunakan kurs rata-rata (US $) pada tahun 2011 hanya sebesar $ 32,4 per tahun
dan menempatkan Indonesia di peringkat 151 dari 191 negara. Angka ini jauh
dibawah Negara tetangga Malaysia sebesar $ 211,2 diperingkat 92, Thailand sebesar
$ 152,3 diperingkat 107 atau bahkan Negara yang baru merdeka Timor leste sebesar
$ 33,1 satu tingkat diatas Indonesia.
Kementerian Kesehatan yang bertanggungjawab dalam melaksanakan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat tentunya mendapatkan ujian yang sangat berat.
Anggaran Kesehatan yang tidak memenuhi konstitusi tersebut tidak sepenuhnya
dikelola oleh Kementerian Kesehatan. Kementerian Kesehatan dari tahun 2010-2014
11

hanya mengelola rata-rata 60% anggaran kesehatan. Sisanya 40 % dialokasikan
melalui seluruh Kementerian atau Lembaga, subsidi untuk air bersih, Askes PNS
(belanja pegawai), DAK (Dana Alokasi Khusus) Kesehatan, dan dana otonomi khusus
kesehatan untuk Papua dan Papua Barat. Masuknya anggaran untuk Askes PNS pada
anggaran Kesehatan ini sangat membebani dan melanggar konstitusi. Pada tahun 2012
Rp 2.646 milyar anggaran kesehatan dipergunakan untuk Askes PNS tersebut.
Anggaran Kementerian Kesehatan dari tahun 2011 meningkat 23 % dari tahun
2010 yang sebesar Rp 22.445 milyar menjadi Rp 27.657 milyar. Kemudian meningkat
lagi di tahun 2012 sebesar Rp 29.916 milyar dan di tahun 2013 sebesar Rp 34.582
milyar dan meningkat kembali pada tahun 2014 sebesar Rp 46.459. Kenaikkan ini
lebih disebabkan karena pada tahun 2010-2014 tersebut APBN selalu meningkat.
Sehingga alokasi anggaran di setiap kementerian ikut meningkat, namun
meningkatnya anggaran Kementerian Kesehatan dalam angka nominal setiap
tahunnya tapi secara persentase dari anggaran belanja Negara stagnan di kisaran 34%.
Pola penganggaran Kementerian Kesehatan juga menjadi permasalahan, pada
tabel 4.5. kita bisa melihat bahwa program yang paling banyak menggunaka n
anggaran adalah pelayanan Pelayanan kesehatan rujukan bagi masyarakat miskin
(Jamkesmas) sebesar Rp 24,783 milyar. Jumlah tersebut masih tergolong kecil bagi
masyarakat miskin yang berjumlah 28 juta orang, dengan alokasi sebesar itu maka
hitung-hitungan kasarnya satu masyarakat miskin hanya memperoleh bantuan sebesar
Rp 900 ribu dalam lima tahun. Inilah yang menyebabkan banyak kasus dimana
masyarakat miskin ditelantarkan oleh pihak rumah sakit.
Tabel 2 Alokasi Anggaran Belanja Kementerian Kesehatan Berdasarkan Jenis Belanja
(dalam Ribu rupiah)
2013
Unit O rganisasi

Belanja
Pegawai

Belanja Barang

Belanja Modal

Bantuan Sosial

Jumlah

Sekretariat Jenderal

1,787,454,175

1,103,361,959

163,145,462

-

3,053,961,596

Inspektorat Jenderal
Ditjen Bina Gizi
Dan Kesehatan Ibu Dan Anak

16,008,089

82,311,675

2,151,136

-

100,470,900

30,078,032

1,910,165,976

34,684,033

-

1,974,928,041

Ditjen Bina Upaya Kesehatan

1,841,048,956

6,808,766,776

5,758,898,109

8,098,800,000

22,507,513,841

221,547,042

1,046,404,720

364,435,557

7,850,000

1,640,237,319

13,210,038

1,668,906,061

6,693,230

-

1,688,809,329

80,432,909

437,597,297

35,216,733

-

553,246,939

749,995,800

1,713,389,318

599,404,302

-

3,062,789,420

4,739,775,041

14,770,903,782

6,964,628,562

8,106,650,000

34,581,957,385

Ditjen Pengendaliaan Penyakit
Dan Penyehatan Lingkungan
Ditjen Bina Kefarmasian
Dan Alat Kesehatan
Badan Penelitian
Dan Pengembangan Kesehatan
Badan Pengembangan
Dan Pemberdayaan SDM Kesehatan
T otal

2014
Unit O rganisasi

Belanja
Pegawai

Belanja Barang

Belanja Modal

Bantuan Sosial

Jumlah

Sekretariat Jenderal

1,662,976,303

1,914,118,208

1,696,789,437

19,937,480,000

25,211,363,948

Inspektorat Jenderal

14,893,290

83,003,893

2,573,717

-

100,470,900

12

Ditjen Bina Gizi
Dan Kesehatan Ibu Dan Anak

27,983,405

1,997,442,459

22,431,809

-

2,047,857,673

Ditjen Bina Upaya Kesehatan

1,712,838,758

7,062,198,529

4,193,233,168

-

12,968,270,455

237,603,548

1,184,047,740

304,943,524

-

1,726,594,812

13,292,615

1,444,722,229

25,973,642

-

1,483,988,486

74,831,581

426,440,854

48,343,167

-

549,615,602

697,766,276

1,629,459,059

43,646,250

-

2,370,871,585

4,442,185,776

15,741,432,971

6,337,934,714

19,937,480,000

46,459,033,461

Ditjen Pengendaliaan Penyakit
Dan Penyehatan Lingkungan
Ditjen Bina Kefarmasian
Dan Alat Kesehatan
Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan
Badan Pengembangan Dan
Pemberdayaan SDM Kesehatan
T otal

Sumber : Diolah penulis dari rincian APBN tahun 2013 dan 2014

Anggaran yang dikelola oleh Kementerian Kesehatan jika dilihat dari jenis
belanja akan terlihat pada tabel 4.6. Dari data yang dikumpulkan pada tahun 2013 dan
2014 ada kenaikkan sebesar 34%, atau bertambah Rp 11.877 milyar pada tahun 2014.
Kemudian jika kita melihat alokasi anggaran berdasarkan jenis belanja maka total
yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan untuk belanja pegawai rata-rata sebesar Rp
4.590 milyar atau 12% dari total belanja, yang terbesar terjadi pada tahun 2013 sebesar
Rp 4.739 milyar atau 14%. Jumlah ini sangat besar karena belanja pegawai hanya
dialokasikan untuk pembayaran rutin gaji pokok dan tunjangan pegawai di
Kementerian Kesehatan yang total memiliki 51.000 pegawai.
Belanja barang di Kementerian Kesehatan merupakan jenis belanja terbesar di
Kementerian Kesehatan setiap tahunnya rata-rata sebesar 38 % dari total belanja.
Tahun 2013 jumlah anggaran yang dikeluarkan sebesar Rp 14.770 milyar atau 43 %
dari total belanja kementerian, dan meningkat di tahun 2014 sebesar Rp 15.741
milyar. Besarnya alokasi belanja barang ini juga merupakan pemborosan dan tidak
berdampak signifikan terhadap pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Belanja ini
terdiri dari belanja barang dan jasa, belanja pemeliharaan dan belanja perjalanan
dinas. belanja barang ini lebih bersifat pengeluaran untuk menampung pembelian
barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan
maupun yang tidak dipasarkan serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk
diserahkan atau dijual kepada masyarakat.
Belanja modal merupakan Pengeluaran anggaran yang digunakan, dalam
rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat
lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap
atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Aset Tetap tersebut dipergunakan untuk
operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja bukan untuk dijual. 13 Dalam artian
diatas maka belanja modal menambah infrastruktur yang akan digunakan untuk
kegiatan opersaional sehari – hari. Kementerian Kesehatan mengalokasikan belanja
modal pada tahun 2013 sebesar Rp 6.964 milyar atau 20 % dari total belanja
Kementerian, kemudian berkurang pada tahun 2014 sebesar Rp 6.337 milyar.
Berkurangnya anggaran belanja modal di Kementerian Kesehatan ini menandakan
akan berkurangnya infrastruktur, sarana dan prasarana yang akan dibangun guna
menjalankan tugas melayani masyarakat.

13

Amirsyah,
Mengena l Jenis-jenis
Bela nja
Pemerinta h
Pusa t
Da la m
APBN,
http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2013/09/02/ mengenal-jenis-jenis-belan ja-pemerintah-pusatdalam-apbn-586086.ht ml, diakses 23 februri 2014. Jam 16.00

13

Belanja bantuan sosial merupakan belanja yang memiliki kenaikkan cukup
signifikan di tahun 2014. Pada tahun 2013 Rp 8.106 milyar kemudian meningkat lebih
dari 100% di tahun 2014 sebesar Rp 19.937 milyar. Kenaikkan belanja bantuan sosial
berarti juga meningkatkan pelayanan langsung kepada masyarakat. Karena belanja
bantuan sosial ini pada dasarnya merupakan anggaran yang diberikan kepada
masyarakat untuk menanggulangi resiko – resiko sosial yang akan maupun sedang
terjadi. Pada tahun 2013 belanja bantuan sosial dialokasikan ke dua unit organisasi
yaitu Bina upaya kesehatan sebesar Rp 8.098 milyar dan Ditjen pengendaliaa n
penyakit dan penyehatan lingkungan Rp 7 juta, namun di tahun 2014 Belanja bantuan
sosial dimonopoli oleh Sekertariat Jenderal dan sebagian besar digunakan untuk
kegiatan pembinaan, pengembangan pembiayaan dan jaminan pemeliharaa n
kesehatan.
Pemborosan Anggaran Di Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan memiliki anggaran yang cukup besar jika dilihat dari
alokasi belanja pemerintah pusat ke Kementerian atau Lembaga, walaupun pada
kenyataannya anggaran tersebut tidak memenuhi amanat konstitusi. Dengan alokasi
anggaran yang sedemikian tersebut seharusnya dapat digunakan oleh Kementerian
Kesehatan untuk mengadakan pelayanan kepada masyarakat.
Alokasi anggaran di Kementerian Kesehatan pada tahun 2013-2014 banyak
terjadi pemborosan dan berpotensi juga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya karena
anggaran ini disusun satu tahun sekali dan kecenderungannya selalu mengala mi
kenaikain. Pemborosan anggaran yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan
diantaranya adalah Belanja Rutin layanan Perkantoran, pengadaan dan perawatan
kendaraan bermotor, dan perawatan gedung yang total menghabiskan Rp 3.127 milyar
pada tahun 2013 dan Rp 3.267 milyar Tahun 2014 atau rata-rata sekitar 10 % dari total
Anggaran Kementerian Kesehatan.
Belanja layanan kantor di Kementerian Kesehatan memiliki anggaran yang
sangat besar total rata-rata dihabiskan Rp 2,278 milyar untuk kedua Item ini yang
terbagi menjadi belanja layanan perkantoran Rp 1.629 milyar dan belanja fasilitas dan
peralatan kantor sebesar Rp 650 milyar. Ada 59 item layanan perkantoran yang harus
dibayarkan Kementerian Kesehatan dan yang terbesar dari penggunaan layanan
tersebut adalah Sekertariat jenderal sebanyak 20 item.
Jika kita melihat tabel dibawah ini maka eselon yang paling banyak
melakukan belanja layanan perkantoran adalah Badan pengembangan dan
pemberdayaan SDM Kesehatan rata-rata Rp 1.066 milyar, Ditjen pengendaliaa n
penyakit dan penyehatan lingkungan rata-rata Rp 310 milyar, Badan penelitian dan
pengembangan kesehatan rata-rata Rp 125 milyar, Ditjen bina gizi dan kesehatan ibu
dan anak rata-rata Rp 624 milyar, Ditjen bina kefarmasian dan alat kesehatan rata-rata
Rp 28 milyar, Inspektorat jenderal rata-rata Rp 22 milyar, Ditjen bina upaya kesehatan
rata-rata Rp 10 milyar, Sekretariat jenderal rata-rata Rp 1,6 milyar.
Besarnya anggaran belanja rutin kantor ini seharusnya masih bisa untuk
dikurangi lagi. Kementerian Kesehatan seharusnya melakukan penghemata n terhadap
belanja rutin ini. Karena anggaran tersebut selalu dianggarkan setiap tahun padahal
banyak peralatan yang mungkin tidak akan rusak atau tidak dapat digunakan selama
satu tahun seperti komputer, laptop, mesin dll yang bukan merupakan barang habis

14

pakai. Penghematan anggaran ini nantinya bisa dialokasikan ke program pelayanan
langsung kepada masyarakat.
Pemborosan kedua yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan yang kedua
adalah pengadaan kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat. Tahun
2013-2014 anggaran pembelian kendaraan bermotor di Kementerian Kesehatan ratarata sebesar Rp 105 milyar. Berdasarkan tabel 4.9 Ditjen buna upaya kesehatan
memiliki anggaran rata-rata Rp 62 milyar tahun 2013-2014. Anggaran tersebut
digunakan untuk membeli 32 kendaraan bermotor baik roda empat maupun roda dua,
kendaraan bermotor dalam mendukung pelayanan kesehatan dasar sebanyak 20 unit,
dan kendaraan khusus dua unit. Jumlah ini terbilang sangat mahal karena setiap satu
unit kendaraan dihargai Rp 1,149 milyar.
Kemudian eselon kedua yang memiliki anggaran pengadaan kendaraan
bermotor adalah Ditjen pengendaliaan penyakit dan penyehatan lingkungan yang ratarata sebesar Rp 21 milyar. Anggaran yang cukup besar ini digunakan untuk pembelian
kendaraan khusus sebanyak 26 unit, kendaraan bermotor sebanyak 76 unit dan
kendaraan operasional roda dua sebanyak 20 unit. Badan pengembangan dan
pemberdayaan SDM kesehatan mendapatkan jatah anggaran pembelian kendaraan
bermotor rata-rata sebesar Rp 13 milyar, yang digunakan untuk membeli 83 unit
kendaraan bermotor. Yang berarti satu unit kendaraan dihargai sebesar Rp 160 juta.
Sekertariat Jenderal Kementerian Kesehatan juga mendapatkan jumlah
anggaran yang cukup besar rata-rata Rp 8 milyar digunakan untuk pengadaan
kendaraan bermotor pada tahun 2013-2014. Anggaran tersebut digunakan untuk
membeli 33 unit kendaraan bermotor roda empat dan dua unit kendaraan bermotor
roda dua. Ditjen bina gizi dan kesehatan ibu dan anak juga mendapatkan anggaran Rp
732 juta yang digunakan untuk membeli dua unit kendaraan bermotor roda empat dan
satu unit kendaraan bermotor roda dua. Dan yang terakhir adalah Badan penelitia n
dan pengembangan kesehatan Rp 40 juta yang digunakan untuk membeli dua unit
kendaraan bermotor fungsional.
Jika kita menganalisis lebih dalam jumlah kendaraan yang dibeli oleh
Kementerian Kesehatan sebagian besar bukanlah kendaraan khusus operasional
kegiatan atau program kesehatan, melainkan kendaraan dinas yang digunakan seharihari oleh pejabat di lingkungan Kementeraian Kesehatan.
Anggaran perawatan gedung atau bangunan ini juga memiliki jumlah yang
sangat besar, hampir Rp 1 trilyun digunakan untuk melakukan perawatan atau
pembangunan gedung yang dimiliki oleh Kementerian Kesehatan. Pada tahun 2013
anggaran perawatan gedung mencapai Rp 862 milyar, kemudian mengala mi
penurunan sedikit pada tahun 2014 sebesar Rp 855 milyar. Penurunan ini lebih
disebabkan karena penurunan alokasi anggaran pada 2014 untuk Kementerian
Kesehatan sehingga mereka dipaksa berhemat dalam membelanjakan anggarannya.
dari rata-rata Rp 859 milyar, Ditjen bina upaya kesehatan menggunakan ratarata Rp 338 milyar untuk memelihara lima buah gedung dalam tempo satu tahun.
Kemudian Badan pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan rata-rata
menggunakan Rp 263 milyar pada tahun 2013-2014 untuk perawatan dan pelayanan
empat gedung. Rp 168 milyar juga digunakan rata-rata setiap tahunnya oleh Ditjen
pengendaliaan penyakit dan penyehatan lingkungan untuk pemeliharaan gedung,
renovasi, dan perlengkapan sarana gedung/bangunan.

15

Selanjutnya Sekertariat Jenderal menggunakan dana sebesar Rp 65 milyar
yang digunakan untuk pemeliharaan dua buah gedung dan pemeliharaan gedung
penanggulangan krisis kesehatan regional. Sementara itu Ditjen bina gizi dan
kesehatan ibu dan anak memiliki Rp 14 milyar yang digunakan untuk perawatan dua
buah gedung selama satu tahun. Rp 8 milyar juga digunakan Badan penelitian dan
pengembangan kesehatan untuk pemeliharaan tiga unit laboratorium dan satu unit
gedung/bangunan. Ditjen bina kefarmasian dan alat kesehatan memiliki anggaran
yang paling sedikit Rp 667 juta digunakan untuk satu unit bangunan.
Anggaran untuk pemeliharaan gedung/bangunan selama satu tahun ini
tentunya sangatlah besar. Contohnya adalah pemeliharaan satu unit gedung dengan
luas 1.200 M2 , di Ditjen bina kefarmasian dan alat kesehatan menggunakan anggaran
sebesar Rp 667 juta dalam satu tahun. padahal harga pemeliharaan sebesar itu dapat
membuat satu unit gedung baru dengan luas tanah yang sama. Hal ini juga terjadi di
eselon lain dilingkungan Kementerian Kesehatan.
Kesimpulan
RPJMN 2010-2014 Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kondisi
kesehatan masyarakat Indonesia yang tidak mengalami peningkatan secara signifika n.
Didalam rencana pembangunan lima tahunan itu terdapat program-program yang
seharusnya mampu mengentaskan permasalahan-permasalahan kesehatan yang ada di
Indonesia. Namun pada kenyataannya banyak dari rencana pembangunan di bidang
kesehatan itu diperkirakan akan meleset dari apa yang sudah direncanakan
sebelumnya.
Faktor utama yang mempengaruhi melesetnya target-target pembangunan di
bidang kesehatan ini adalah ketersediaan anggaran yang minim, dan alokasi anggaran
yang tidak tepat sasaran. UU No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan sudah ditetapkan
DPR RI sejak tahun 2009. Undang-Undang ini mengamanatkan anggaran kesehatan
sebesar 5% dari APBN diluar dari belanja pegawai. Namun kenyataannya setelah
melewati proses politik anggaran di DPR RI, ternyata anggaran kesehatan bukan
merupakan prioritas bagi pemerintah. Ini terbukti sejak disahkannya Undang-Undang
ini pada tahun 2009, anggaran kesehatan tidak pernah mencapai amanat konstitusi.
Anggaran minim tersebut diperparah dengan alokasi anggaran yang ti