Bilingualisme pada masyarakat kecamatan kutalimbaru
TENTANG KEDWIBAHASAAN
Dalam terminologi sosiolinguistik umum, bilinguslisme lazim diartikan
sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya
dengan orang lain secara bergantian (Mackey 1962:12, Fishman 1975:73
dalam Chaer danAgustina, 2004: 84). Istilah bilingualisme dalam bahasa
Inggris yaitu bilingualism sedangkan dalam bahasa Indonesia disebut juga
kedwibahasaan. Dari istilahnya secara harfiah sudah dapat dipahami apa
yang dimaksud dengan bilingualisme, yaitu berkenaan dengan penggunaan
dua bahasa atau dua kode bahasa. Berikut pengertian bilingualisme menurut
pandangan beberapa ahli bahasa:
• Oksaar
Berpendapat bahwa kedwibahasaan bukan hanya milik individu, namun harus
diperlakukan sebagai milik kelompok, sehingga memungkinkan adanya masyarakat
dwibahasawan. Hal ini terlihat di Belgia menetapkan bahasa Belanda dan Perencis
sebagai bahasa negara, Finlandia dengan bahasa Find dan bahasa Swedia. Di
Montreal Kanada, bahasa Inggris dan Perancis dipakai secara bergantian oleh
warganya, sehingga warga montreal dianggap sebagai masyarakat dwibahasawan
murni.
•
Bloomfield
(1933:56
dalam
Chaer
dan
Agustina,
2004:85)
mengatakan bahwa bilingualisme adalah “kemampuan seorang penutur
untuk menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya (native like control
of twolanguages)”.
•
Robert
Lado
(1964:214
mengatakan bahwa
dalam
bilingualisme
Chaer
adalah
dan
Agustina,
“kemampuan
2004:86)
menggunakan
bahasa oleh seseorang dengan sama baik atau hampir sama baiknya, yang
secara teknis mengacu pada pengetahuan dua buah bahasa bagaimanapun
tingkatnya”.
•Haugen (1961 dalam Chaer dan Agustina, 2004:86) “tahu akan dua bahasa
atau lebih berarti bilingual” menurut Haugen selanjutnya “seorang bilingual
tidak perlu secara aktif menggunakan kedua bahasa itu, tetapi cukup kalau
bisa memahaminya saja.”
• Weinreich
Kedwibahasaan adalah kebiasaan menggunakan dua bahasa atau lebih secara
bergantian
Untuk dapat dapat dikatakan sebagai bilingual atau dwibahasawan
tentunya seseorang harus menguasai kedua bahasa itu. Pertama adalah
bahasa ibunya sendiri atau bahasa pertamanya yang dikuasai, dan yang
kedua adalah bahasa lain yang menjadi bahasa keduanya. Kemampuan
untuk menggunakan
dua
bahasa
disebut
bilingualitas
atau
kedwibahasawanan.
Lebih lanjut, dalam banyak literatur sosiolinguistik umum disebutkan
bahwa bilingualisme terbagi juga ke dalam sejumlah tipologi, antara lain:
1. Bilingualisme
Majemuk
(compound
bilingualism)
adalah
hasil
belajar dalam dua bahasa dalam situasi yang sama oleh orang yang
sama.
Kedwibahasaan
yang
menunjukkan
bahwa
kemampuan
berbahasa di mana salah satu bahasa lebih baik dari pada kemampuan
berbahasa bahasa yang lain. Kedwibahasaan ini didasarkan pada
kaitan antara bahasa pertama (selanjutnya disebut sebagai B1 )
dengan bahasa kedua (selanjutnya disebut sebagai B2 ) yang dikuasai
oleh bilingual (dwibahasawan). Jadi, pada kedwibahasaan majemuk
kedua bahasa dikuasai oleh dwibahasawan tetapi masing-masing
berdiri sendiri-sendiri.
2.
Bilingualisme Koordinatif /sejajar. Kedwibahasaan yang menunjukkan
bahwa pemakaian dua bahasa yang sama-sama baiknya oleh seorang
individu.
Kedwibahasaan
dikaitkan
dengan
taraf
ini
dikatakan
penguasaan
B1
seimbang
dan
B2
sebagaimana
dwibahasawan
tersebut, bahwa kemampuan bahasa kedua-duanya baik B1 maupun
B2 dikatakan sama mahirnya.
3. Bilingualisme
Sub-ordinatif
(kompleks)
Kedwibahasaan
yang
menunjukkan bahwa
seorang individu padasaat memakai B1 sering memasukkan B2 atau
sebaliknya.
Kedwibahasaanini
dihubungkan
dengan
situasi
yang
dihadapi B1 seperti sekelompok kecilyang dikelilingi dan didominasi
oleh masyarakat suatu bahasa yang besar sehinga masyarakat kecil
ini dimungkinkan dapat kehilangan B1-nya.
Ada pula beberapa pakar bahasa yang membuat tipologi bilingualisme
dengan versi mereka sendiri, misalnya Pohl dan Arsenan.
Pohl (dalam Baetens Beardmore, 1985:5) membagi bilingualisme ke dalam
tiga tipe, yaitu:
a)
Bilingualisme Horisontal (horizontal bilingualisme) Merupakan situasi
pemakaian dua bahasa yang berbeda tetapimasing-masing bahasa memiliki
status yang sejajar baik dalam situasiresmi, kebudayaan maupun dalam
kehidupan keluarga dari kelompok pemakainya.
b) Bilingualisme Vertikal (vertical bilinguism) Merupakan pemakaian dua
bahasa apabila bahasa baku dan dialek, baik yang berhubungan ataupun
terpisah, dimiliki oleh seorang penutur.
c) Bilingualisme Diagonal (diagonal bilingualism) Merupakan pemakaian dua
bahasa dialek atau tidak baku secara bersama-sama tetapi keduanya tidak
memiliki hubungan secara genetik dengan bahasa baku yang dipakai oleh
masyarakat itu.
Sementara Arsenan (dalam Beardmore, 1985) membaginya ke dalam
dua tipe saja, yaitu:
a).
Bilingualisme
produktif
(productive
bilingualism)
atau
kedwibahasaanaktif atau kedwibahasaan simetrik (symmetrical bilingualism)
yaitu pemakaian dua bahasa oleh seorang individu terhadap seluruh
aspek keterampilan
menulis).
berbahasa
(menyimak,
berbicara,
membaca,
dan
b).
Bilingualisme
reseptif (reseptive
bilingualism)
atau
kedwibahasaan
pasif atau kedwibahasaan asimetrik (asymetrical bilingualism).
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A. Chaedar. 1993. Pengantar Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta:
Rineka Cipta.
Beardsmore, Hugo Baetens 1993, European Models of Bilingual Edication, Clevedon &
Philadelpia: Multilingual Matters
Dalam terminologi sosiolinguistik umum, bilinguslisme lazim diartikan
sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya
dengan orang lain secara bergantian (Mackey 1962:12, Fishman 1975:73
dalam Chaer danAgustina, 2004: 84). Istilah bilingualisme dalam bahasa
Inggris yaitu bilingualism sedangkan dalam bahasa Indonesia disebut juga
kedwibahasaan. Dari istilahnya secara harfiah sudah dapat dipahami apa
yang dimaksud dengan bilingualisme, yaitu berkenaan dengan penggunaan
dua bahasa atau dua kode bahasa. Berikut pengertian bilingualisme menurut
pandangan beberapa ahli bahasa:
• Oksaar
Berpendapat bahwa kedwibahasaan bukan hanya milik individu, namun harus
diperlakukan sebagai milik kelompok, sehingga memungkinkan adanya masyarakat
dwibahasawan. Hal ini terlihat di Belgia menetapkan bahasa Belanda dan Perencis
sebagai bahasa negara, Finlandia dengan bahasa Find dan bahasa Swedia. Di
Montreal Kanada, bahasa Inggris dan Perancis dipakai secara bergantian oleh
warganya, sehingga warga montreal dianggap sebagai masyarakat dwibahasawan
murni.
•
Bloomfield
(1933:56
dalam
Chaer
dan
Agustina,
2004:85)
mengatakan bahwa bilingualisme adalah “kemampuan seorang penutur
untuk menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya (native like control
of twolanguages)”.
•
Robert
Lado
(1964:214
mengatakan bahwa
dalam
bilingualisme
Chaer
adalah
dan
Agustina,
“kemampuan
2004:86)
menggunakan
bahasa oleh seseorang dengan sama baik atau hampir sama baiknya, yang
secara teknis mengacu pada pengetahuan dua buah bahasa bagaimanapun
tingkatnya”.
•Haugen (1961 dalam Chaer dan Agustina, 2004:86) “tahu akan dua bahasa
atau lebih berarti bilingual” menurut Haugen selanjutnya “seorang bilingual
tidak perlu secara aktif menggunakan kedua bahasa itu, tetapi cukup kalau
bisa memahaminya saja.”
• Weinreich
Kedwibahasaan adalah kebiasaan menggunakan dua bahasa atau lebih secara
bergantian
Untuk dapat dapat dikatakan sebagai bilingual atau dwibahasawan
tentunya seseorang harus menguasai kedua bahasa itu. Pertama adalah
bahasa ibunya sendiri atau bahasa pertamanya yang dikuasai, dan yang
kedua adalah bahasa lain yang menjadi bahasa keduanya. Kemampuan
untuk menggunakan
dua
bahasa
disebut
bilingualitas
atau
kedwibahasawanan.
Lebih lanjut, dalam banyak literatur sosiolinguistik umum disebutkan
bahwa bilingualisme terbagi juga ke dalam sejumlah tipologi, antara lain:
1. Bilingualisme
Majemuk
(compound
bilingualism)
adalah
hasil
belajar dalam dua bahasa dalam situasi yang sama oleh orang yang
sama.
Kedwibahasaan
yang
menunjukkan
bahwa
kemampuan
berbahasa di mana salah satu bahasa lebih baik dari pada kemampuan
berbahasa bahasa yang lain. Kedwibahasaan ini didasarkan pada
kaitan antara bahasa pertama (selanjutnya disebut sebagai B1 )
dengan bahasa kedua (selanjutnya disebut sebagai B2 ) yang dikuasai
oleh bilingual (dwibahasawan). Jadi, pada kedwibahasaan majemuk
kedua bahasa dikuasai oleh dwibahasawan tetapi masing-masing
berdiri sendiri-sendiri.
2.
Bilingualisme Koordinatif /sejajar. Kedwibahasaan yang menunjukkan
bahwa pemakaian dua bahasa yang sama-sama baiknya oleh seorang
individu.
Kedwibahasaan
dikaitkan
dengan
taraf
ini
dikatakan
penguasaan
B1
seimbang
dan
B2
sebagaimana
dwibahasawan
tersebut, bahwa kemampuan bahasa kedua-duanya baik B1 maupun
B2 dikatakan sama mahirnya.
3. Bilingualisme
Sub-ordinatif
(kompleks)
Kedwibahasaan
yang
menunjukkan bahwa
seorang individu padasaat memakai B1 sering memasukkan B2 atau
sebaliknya.
Kedwibahasaanini
dihubungkan
dengan
situasi
yang
dihadapi B1 seperti sekelompok kecilyang dikelilingi dan didominasi
oleh masyarakat suatu bahasa yang besar sehinga masyarakat kecil
ini dimungkinkan dapat kehilangan B1-nya.
Ada pula beberapa pakar bahasa yang membuat tipologi bilingualisme
dengan versi mereka sendiri, misalnya Pohl dan Arsenan.
Pohl (dalam Baetens Beardmore, 1985:5) membagi bilingualisme ke dalam
tiga tipe, yaitu:
a)
Bilingualisme Horisontal (horizontal bilingualisme) Merupakan situasi
pemakaian dua bahasa yang berbeda tetapimasing-masing bahasa memiliki
status yang sejajar baik dalam situasiresmi, kebudayaan maupun dalam
kehidupan keluarga dari kelompok pemakainya.
b) Bilingualisme Vertikal (vertical bilinguism) Merupakan pemakaian dua
bahasa apabila bahasa baku dan dialek, baik yang berhubungan ataupun
terpisah, dimiliki oleh seorang penutur.
c) Bilingualisme Diagonal (diagonal bilingualism) Merupakan pemakaian dua
bahasa dialek atau tidak baku secara bersama-sama tetapi keduanya tidak
memiliki hubungan secara genetik dengan bahasa baku yang dipakai oleh
masyarakat itu.
Sementara Arsenan (dalam Beardmore, 1985) membaginya ke dalam
dua tipe saja, yaitu:
a).
Bilingualisme
produktif
(productive
bilingualism)
atau
kedwibahasaanaktif atau kedwibahasaan simetrik (symmetrical bilingualism)
yaitu pemakaian dua bahasa oleh seorang individu terhadap seluruh
aspek keterampilan
menulis).
berbahasa
(menyimak,
berbicara,
membaca,
dan
b).
Bilingualisme
reseptif (reseptive
bilingualism)
atau
kedwibahasaan
pasif atau kedwibahasaan asimetrik (asymetrical bilingualism).
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A. Chaedar. 1993. Pengantar Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta:
Rineka Cipta.
Beardsmore, Hugo Baetens 1993, European Models of Bilingual Edication, Clevedon &
Philadelpia: Multilingual Matters