SITI DAMAYANTI skripsi maya

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PREMENSTRUAL SYNDROM PADA MAHASISWA D-IV
KEBIDANAN DI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
U’BUDIYAH BANDA ACEH

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi salah satu syarat Menyelesaikan Program
Studi Diploma IV Kebidanan STIKes U‟Budiyah Banda Aceh

OLeh :

SITI DAMAYANTI
NIM : 121010210134

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN U’BUDIYAH
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KEBIDANAN BANDA
ACEH TAHUN 2013

ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PREMENSTRUAL SYNDROME PADA MAHASISWA D-IV
KEBIDANAN DI STIKES U’BUDIYAH TAHUN 2013
1

Siti Damayanti , Arlayda

2

x + 55 halaman: 10 Tabel, 2 Gambar dan 10 Lampiran
Latar Belakang: Prementrual Syndrom (PMS) adalah kombinasi gejala yang terjadi sebelum
menstruasi dan menghilang dengan keluarnya darah menstruasi, serta dialami oleh banyak wanita
sebelum atau setiap siklus menstruasi . Tingginya masalah PMS pada remaja akan berdampak pada
produktivitasnya dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Gejala – gejala fisik, psikologis dan
emosional yang sering dialami 23% wanita mengalami PMS. Masalah premenstrual syndrome (PMS
) ini dapat mencapai 85% dari seluruh populasi wanita usia reproduksi yang ada di Aceh, yang terdiri
dari 60-75 % mengalami premenstrual syndrome (PMS) sedang, sedangkan yang mengalami
Premenstual Syndrome berat 1,07 %-1,31 % dari jumlah penderita PreMenstruasi Syndrom datang
kebagian kebidanan untuk konsultasi masalah yang selalu di alami saat PMS.

Tujuan Penelitian: Untuk Mengetahui Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan

Premenstrual Syndrom Pada Mahasiswi D-IV Di Stikes U‟budiyah Banda Aceh Tahun 2013.
Metode Penelitian: Penelitian bersifat analitik dengan populasi 54 mahasiswa D-IV
Kebidanan, sampel dalam penelitian ini adalah 54 mahasiwa D-IV Kebidanan teknik
pengambilan sampel adalah total sampling, cara pengumpulan data dengan cara membagikan
kuesioner, penelitian ini telah dilaksanakan di Stikes U‟Budiyah Banda Aceh Tahun 2013
selama 7 hari, dari tanggal 5 sampai 12 februari 2014.
Hasil Penelitian: Hasil uji chi square square ibu yang mengalami Stres menunjukkan bahwa
dari 33 responden (100%) yang mengalami stres yaitu sebanyak 19 responden
(50,0%),dengan nilai (p=0,023), Pola Konsumsidari 33 responden (100%) yang mengalami
masalah pola konsumsi yaitu sebanyak 19 responden (50,0%) ,dengan nilai (p=0,023), pola
olahraga dari 33 responden (100%) yang melakukan olah raga secara rutin yaitu sebanyak 24
responden (72,7%) dengan nilai (P=0,056).
Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Stres dan pola konsumsi
ada hubungannya dengan premenstrual syndrom, sedangkan pola olah raga tidak ada
hubungannya dengan premenstrual syndrom. Disarankan kepada ibu agar dapat segera
mencegah masalah prementrual syndrome dan dapat mengendalikan stres, pola makan, dan
mengatur pola olahraga, dan kepada pihak kampus diharapkan bekerja sama dengan institusi
kesehatan untuk memberikan penyuluhan tentang masalah prementrualsyndrome (PMS).
: Stres, Pola Konsumsi, Dan Pola Olahraga
Kata Kunci

Daftar Bacaan : 20 buku, 6 situs internet
1. Mahasiswi Prodi D IV KebidananU‟budiyah Banda Aceh
2. Dosen Prodi D IV KebidananU‟budiyah Banda Aceh

ABSTRACT

FACTORS RELATED TO PREMENSTRUAL SYNDROME IN MIDWIFERY
STUDENTS IN D - IV STIKES U'BUDIYAH YEAR 2013
Siti Damayanti1 , Arlayda2
x + 55 pages : 10 Tables , 10 Figures and Appendix 2
Background : Prementrual Syndrom ( PMS ) is a combination of symptoms that occur before
menstruation and disappear with the release of menstrual blood , as well as experienced by many
women before or during each menstrual cycle . The high PMS problems in adolescents will have an
impact on productivity in performing daily activities . Symptoms - physical symptoms , psychological
and emotional that often experienced by 23 % of women experience PMS . Problem premenstrual
syndrome ( PMS ) can reach 85 % of the entire population of women of reproductive age in Aceh ,
which consists of 60-75 % experience premenstrual syndrome ( PMS ) medium, while experiencing
heavy Syndrome Premenstual 1.07 % -1 , 31 % of patients with premenstrual syndrome dating gets
obstetrics for consultation on issues that have always experienced when PMS .
Objective: To Know Factors Associated With Premenstrual Syndrome In D - IV student Stikes

U'budiyah In Banda Aceh Year 2013.
Methods : The study population is analytic with 54 student - IV D Midwifery , the samples in this
study were 54 students of the D - IV Midwifery sampling technique is the total sampling , the data
collected by distributing questionnaires , this study was conducted in Banda Stikes U'Budiyah Aceh in
2013 for 7 days , from 5 to 12 February 2014.
Results: The results of the chi squaresquare mothers who experience stress showed that of 33
respondents ( 100 % ) who experienced stress as many as 19 respondents ( 50.0 % ) , with values ( p =
0.023 ) , Pola Konsumsi dari 33 respondents ( 100 % ) were experiencing problems in consumption
patterns as many as 19 respondents ( 50.0 % ) , with values ( p = 0.023 ) , exercise patterns of the 33
respondents ( 100 % ) who exercise regularly as many as 24 respondents ( 72.7 % ) with grades ( P =
0.056 ) .
Conclusion : Based on the results of this study concluded that stress and consumption patterns do
with premenstrual syndrome , whereas the pattern of sports has nothing to do with premenstrual
syndrome . It is suggested to the mother in order to immediately prevent problems prementrual
syndrome and can control stress , diet , and set polaolahraga , and the campus is expected to
collaborate with healthcare institutions to provide education on issues premenstrual syndrome ( PMS )
.
Keywords : Stress , Consumption Patterns , and Pattern Sports
Reading list : 20 books , 6 internet sites
1 . Coed Prodi D IV KebidananU'budiyah Banda Aceh

2 . Lecturer Prodi D IV KebidananU'budiyah Banda Aceh

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT dengan berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul “FAKTOR
– FAKTOR YANG BERHUNGUNGAN DENGAN PREMENSTRUAL SYNDROME
PADA

MAHASISWA

D-IV

KEBIDANAN

DI

SEKOLAH

TINGGI


ILMU

KESEHATAN U’BUDIYAH BANDA ACEH TAHUN 2013 ”. Dalam penulisan skripsi ini,
peneliti banyak menerima bimbingan dan pengarahan dari ibu ARLAYDA ,SKM.MPH
Selaku pembimbing yang selalu memberikan kritik dan saran, serta dari berbagai pihak,
peneliti menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyusun skripsi ini, masih banyak
kekurangan-kekurangan yang ada. Kritik dan saran yang membangun, peneliti harapkan agar
dapat memperbaiki skripsi ini dan pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan ucapan
terima kasih yang tulus kepada:
1.

Bapak Dedi Zefrijal, S.T selaku ketua Yayasan Pendidikan U‟budiyah Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan (Stikes) U‟budiyah Banda Aceh

2.

Ibu Marniati, M.Kes selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) U‟Budiyah
Banda Aceh

3.


Raudhatun Nuzul. ZA, S.ST selaku ketua Prodi D-IV Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan (STIKes) U‟Budiyah Banda Aceh

4.

Bapak Said usman, M.Kes selaku penguji I yang telah memberikan masukan demi
kesempurnaan skripsi ini.

5.

Ibu Susanti, SKM, M.Kes selaku penguji II skripsi yang telah memberikan masukan
demi kesempurnaan skripsi ini.

6.

Ayahanda (Dasuki) dan ibunda (Sri Hartati) serta seluruh anggota keluarga yang telah
memberikan dorongan dan do‟a.
vi


7.

Teman-teman seangkatan (Dian Aliya, Samira Sri Ayunda, Mak ellita, Vera Mahdalena,
Elva Nuriza, ibu hamil yusra dan seluruh teman-teman seangkatan lainya yang telah
banyak membantu sehingga selesainya penulisan Skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari kesalahan baik dalam merangkai

kata maupun dalam pengetikannya. Oleh karena itu, peneliti dengan lapang dada dan tangan
terbuka menerima kritikan dan saran yang sifatnya membangun guna melengkapnya karya
skripsi ini dan harapan penulis karya tulis yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi yang
memerlukannya. Amin yarabbal „alami

Banda Aceh, Maret 2014
Peneliti

SITI DAMAYANTI

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................................i
PERNYATAAN PERSETUJUAN....................................................................................... ii
PENGESAHAN PENGUJI...................................................................................................iv
KATA PENGANTAR..............................................................................................................v
DAFTAR ISI.............................................................................................................................vii
DAFTAR TABEL.....................................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................8
C. Tujuan Penulisan....................................................................................................8
D. Manfaat Penulisan.................................................................................................9
E. Keaslian penelitian.................................................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Prementrual syndrome ( PMS ).........................................................12
B. Etiologi PMS............................................................................................................13
C. Gejala PMS..............................................................................................................15
D. Tipe-tipe PMS.........................................................................................................17

E. penanganan PMS....................................................................................................20
F. Pencegahan PMS.....................................................................................................23
G. Faktor –faktor PMS...............................................................................................25
H. Kerangka tiori.........................................................................................................30
I. Kerangka konsep....................................................................................................31
J. Hipotesa.....................................................................................................................32
K. Defenisi operasional..............................................................................................23
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian.......................................................................................................34
B. Populasi dan Sampel.............................................................................................34
C. Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................................35
D. Pengumpulan data..................................................................................................35
E. Pengolahan dan Analisa Data.............................................................................36
1. Pengelohan Data................................................................................................36
2. Analisa Data........................................................................................................36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil penelitian.......................................................................................................41
B. Pembahasan ………..............................................................................................48


BAB V PENUTUP
A. Kesimpulsn …................................................................................... 55
B. Pembahasan ………............................................................................. 55
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN

x

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Gejala- gejala premenstrual syndrome……………………….

18

Tabel 2.2 Definisi Operasional ………………………………………….

34

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Distribusi Frekuensi Data Demografi
Responden Berdasarkan Umur Di Stikes U‟budiyah
Banda Aceh Tahun 2013. …………………………………….

42

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Distribusi Frekuensi PMS Pada
Mahasiswa D-IV Kebidanan di Stikes U‟Budiyah Banda Aceh
2013…………………………………………………………..

43

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Stress Pada Mahasiswa D-IV Kebidanan
Di Stikes U‟Budiyah Banda Aceh 2013....................................

44

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pola Konsumsi Pada Mahasiswa
D-IV Kebidanan DiStikes U‟Budiyah Banda Aceh Tahun
2013..............................................................................................

45

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Pola Olahraga Pada Mahasiswa D-IV
Kebidanan Di Stikes U‟Budiyah Banda AcehTahun2013...........

45

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi Hubungan Stres dengan PMS
Pada Mahasiswa D-IV Kebidanan Di Stikes U‟Budiyah
Banda Aceh Tahun 2013 Banda Aceh Tahun 2013......................

46

Tabel 4.7 Distribusi frekuensi Hubungan Pola Konsumsi dengan
PMS Pada Mahasiswa D-IV Kebidanan Di Stikes
U‟Budiyah Banda Aceh Tahu 2013..............................................

47

Tabel 4.8 Distribusi frekuensi Hubungan pola olahraga dengan
PMS Pada Mahasiswa D-IV Kebidanan
Di Stikes U‟BudiyahBanda Aceh Tahun 2013..............................
xi

47

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Konsep…………. ………………………………

30

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ………………………………

31

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

: Permohonan Menjadi Respoden

Lampiran 2

: Persetujuan Menjadi Respoden

Lampiran 3

: Lembaran Kuesioner

Lampiran 4

: Surat Pengambilan Data Awal

Lampiran 5

: Surat Balasan Pengambilan Data Awal

Lampiran 6

: Surat izin penelitian

Lampiran 7

: Surat Balasan izin penelitian

Lampiran 8

: Lembar Konsul

Lampiran 9

: Daftar Hadir Seminar

Lampiran 10 : Biodata

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Premenstrual Syndrom (PMS) adalah sekumpulan keluhan dan gejala fisik,
emosional, dan prilaku yang terjadi pada wanita reproduksi, yang muncul secara siklik
dalam rentang waktu 7-10 hari sebelum menstruasi dan menghilang setelah darah haid
keluar yang terjadi pada suatu tingkatan yang mampu mempengaruhi gaya hidup dan
aktivitas (Suparman, 2011).
PMS merupakan masalah yang cukup banyak dikeluhkan atau dialami wanita
menjelang masa menstruasinya. Suatu survey di Amerika Serikat menunjukkan 50%
wanita yang datang ke klinik ginekologi mengalami PMS. Lembaga independen yang
diprakarsai Bayer Schering Pharma melakukan penelitian yang melibatkan 1602 wanita
dari Australia, Hongkong, Pakistan, dan Thailand. Hasilnya menyimpulkan bahwa 22%
wanita Asia Pasifik menderita PMS (Evy, 2009).
Menurut WHO tahun 2005 menyebutkan bahwa permasalahan wanita di Indonesia
adalah seputar permasalahan mengenai gangguan PMS (38,45%), masalah gizi yang
berhubungan dengan anemia (20,3%), gangguan belajar (19,7%), gangguan psikologis
(0,7%), serta masalah kegemukan (0,5%) (Setiasih, 2007).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh American College of Obstetricians
and Gynecologist) bahwa sedikitnya 85% dari wanita menstruasi mengalami minimal
satu dari gejala PMS dan umumnya terjadi pada wanita usia 14 – 50 tahun dengan gejala
yang bervariasi dan berubah – ubah pada tiap wanita dari bulan ke bulan (Saryono, 2009).
Penelitian-penelitian yang dilakukan di Indonesia terkait dengan PMS menyatakan
hasil yang tidak terlalu berbeda. Suatu penelitian yang disponsori WHO tahun 2002

melaporkan 23% wanita Indonesia mengalami PMS (Essel, 2007).Dilihat dari segi
kuantitas, jumlah penduduk usia remaja (10-19 tahun) di Indonesia sebesar 22,2% dari total
penduduk Indonesia yang terdiri dari 50,9 % laki laki dan 49,1% perempuan (Kurniawan,
2002)

Sementara di Indonesia angka prevalensi ini dapat mencapai 85% dari seluruh
populasi wanita usia reproduksi, yang terdiri dari 60-75 % mengalami PMS sedang dan
berat. Sedangkan bahwa “1,07 %-1,31 % wanita dari jumlah penderita Premenstrual
Syndrom datang kebagian kebidanan” (Aceh sehat.com, 2012).
Dari penelitian di Asia Pasifik, di ketahui bahwa di Jepang PMS dialami oleh 34 %
populasi perempuan dewasa. Di Hongkong PMS dialami oleh 17 % populasi perempuan
dewasa. Di Pakistan PMS dialami oleh 13 % populasi perempuan dewasa. Di Australia
dialami oleh 44 % perempuan dewasa, di Indonesia belum dilakukan penilitian tentang
hal ini (Elvira, 2010).
Tingginya masalah PMS pada remaja akan berdampak pada produktivitasnya dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Gejala – gejala fisik, psikologis dan emosional yang sering
dialami atau dilaporkan adalah rasa kembung, pembengkakan dan nyeri payudara,
ketegangan, depresi, mood yang berubah-ubah dan perasaan lepas kendali (Glasier, 2006).
Penyebab PMS belum dapat diketahui secara pasti. Namun ada beberapa teori yang
menyebutkan bahwa PMS disebabkan salah satunya oleh faktor status gizi wanita. Penyebab
lain adalah akibat ketidak seimbangan hormon estrogen dan progesterone, faktor kejiwaan,
masalah sosial, dan gangguan fungsi serotonin (Karyadi, 2008).

PMS merupakan masalah kesehatan umum yang paling banyak dilaporkan oleh
wanita usia reproduktif. Menurut BKKBN (Badan Kesejahteraan Keluarga Berencana
Nasional) tahun 2005, Wanita Usia Subur (Wanita usia Reproduktif) adalah wanita yang
berumur 18 – 49 tahun yang berstatus belum kawin, kawin ataupun janda. Terdapat fakta
yang mengungkapkan bahwa sebagian remaja mengalami gejala–gejala yang sama dan

kekuatan Premenstrual Syndrome (PMS) yang sama sebagaimana yang dialami oleh
wanita yang lebih tua (Freeman, 2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi masalah prementrual syndrome adalah stres, pola
konsumsi, dan pola olahraga . Sindroma pra menstruasi adalah adalah kombinasi gejala
yang terjadi. Menurut Banjari (2009) Stres merupakan reaksi tanggung jawab seseorang,
baik secara fisik maupun psikologis karna adanya perubahan. kemarahan, kecemasan dan
bentuk lain emosi merupakan reaksi stres. ketegangan merupakan respon psikologis dan
fisiologis seseorang terhadap stressor berupa ketakutan,kemarahan, kecemasan, frustasi
atau aktivitas saraf otonom.sebelum menstruasi dan menghilang dengan keluarnya darah
menstruasi, serta dialami oleh banyak wanita sebelum awitan setiap siklus menstruasi
(Brunne & Suddarth, 2001) Menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang rumit antara
ketidak seimbangan hormon, stres dan kekurangan gizi yang dapat menyebabkan
terjadinya sindroma ini. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
sindroma pra menstruasi, antara lain stres, status gizi, kebiasaan makan makanan tertentu,
aktivitas olahraga, merokok dan alkohol.
Suheimi (2008), mengatakan bahwa penyebab terjadinya gejala PMS adalah
interaksi yang kompleks antara hormon,nutrisi esensial dan neurotransmitter yang
dikombinasikan dengan strespsikologis. Jadi PMS merupakan keadaan abnormalitasdari
wanita untuk beradaptasi terhadap perubahan fluktuasi hormonal bulanannya. Kehidupan
yang penuh stres akan memperparah gejala-gejala fisik maupun psikologis dari PMS ini.
Beberapa wanita melaporkan gangguan hidup yang parah akibat sindroma pra menstruasi
yang secara negatif mempengaruhi hubungan interpersonal mereka.
Gejala-gejala

tersebut

meliputi

tingkahlaku

seperti

kegelisahan,

depresi,

iritabilitas/sensitif, lekas marah, gangguan tidur, kelelahan, lemah, dan kadang-kadang
perubahansuasana hati yang sangat cepat.Selain itu juga keluhan fisik seperti

payudaraterasa sakit atau membengkak, perut kembung atau sakit, sakit kepala,
sakitsendi,

Penyebab

PMS

,menurut

beberapa

teori,

dikarenakan

adanya

ketidakseimbangan antara hormone estrogen dan progesterone (Smith, 2006).
Wanita yang bekerja mengalami berbagai stres ditempat kerja, baik stres yang bersifat fisik
karena beberapa kondisi lingkungan kerja fisik yang berada diatas nilai ambang batas yang
diperkenankan, atau juga dapat ditambah oleh adanya stres yang bersifat non fisik (psikososial),
yang dapat berpengaruh terhadap kondisi kesehatannya (Mulyono dkk, 2001).

Kebiasaan makan berpengaruh terhadap Kejadian PMS

Makanan yang

mengandung karbohidrat seperti roti, kentang, jagung, gandum,dan membantu
meringankan gejala sindrom pramenstruasi terutama berkaitan dengan mood Karbohidrat
dapat meringankan gejala PMS karena karbohidrat berperan dalam meningkatkan gula
darah.Ketika

tingkat

gula

darah

turun,

tubuh

mengeluarkan

adrenalin

yang

menghentikanefektifitas hormon progesteron yang membantu penyembuhan gula darah
.Mengurangi konsumsi makanan bergaram dapat menurunkan keluhan PMS karenagaram
dapat menyebabkan penahanan air (retensi) dan pembengkakan pada perut. Usaha dengan
mengurangi asupan garam maka rasa kembung dan sakit saat menjelang menstruasi dapat
berkurang (Simon,2003).
Memperbanyak makan makanan yang berserat seperti sayur sayuran dan
buahbuahan dapat mengurangi keluhan PMS seperti sakit kepala dan nyeri perut . Sayur
sayuran dan buah buahan selain mengandungserat kasar, juga banyak mengandung
vitamin dan mineral yang dapat menurunkankeluhan sindrom pramenstruasi.Hasil
penelitian di Jepang menunjukkanbahwa konsumsi makanan mengandung rendah serat
ditemukan hubungan yangnyata dengan keluhan nyeri perut(Nagata, 2005).
Menurut London et al. (1987), konsumsi rendah lemak dapat mencegah terjadinya
PMS . merekomendasikan konsumsi rendah lemak pangan hewani dapat mencegah
terjadinya sindrom

PMS dapat Minum air minimal 8 gelas sehari untuk membantu pengangkutan
vitamin dan mineral ke seluruh bagian tubuh dan memproduksi enzim pencernaan yang
membantu proses tubuh. Minum denganjumlah yang cukup dapat mengurangi
pembengkakan, retensi air, dan gejala PMS lainnya (Simon,2003).
Menjaga berat badan merupakan salah satu penanganan PMS, karena berat badan
yang berlebihan dapat meningkatkan resiko menderita PMS.
(widayati,2007). Hasil penelitian menunjukkan peluang terjadinya PMS, lebih besar pada
wanita yang tidak melakukan olahraga rutin dari pada wanita yang sering melakukan
olahraga. Karena olahraga sangat berpengaruh terhadap terjadinya PMS, et al (2008).
Menyatakan bahwa aktifitas olahraga yang teratur dan berkelanjutan berkontribusi untuk
meningkatkan produksi dan pelepasan endorphin. Endorphin memerankan peran dalam
pengaturan endogen. Wanita yang mengalami PMS, terjadi karena kelebihan estrogen,
kelebihan estrogen dapat di cegah dengan meningkatnya endhorpin. Hal ini membuktikan
olahraga yang teratur dapat mencegah atau mengurangi PMS. Pada wanita yang jarang
melakukan olahraga secara rutin hormone estrogen akan lebih tinggi sehingga
kemungkinan akan terjadi PMS lebih besar.
PMS dapat dihubungkan dengan siklus ovulasi, karena itu gejala-gejala PMS dapat terjadi
kapan saja setelah menarche dan berlanjut hingga ovulasi berhenti pada saat menopause. Sebagian
besar pasien yang mencari pengobatan untuk PMS berusia antara pertengahan 20-an sampai
dengan akhir 30-an, meskipun banyak wanita melaporkan mengalami gejala-gejala PMS lebih
awal. Walaupun ada fakta yang mengungkapkan bahwa sebagian remaja mengalami gejala-gelaja
yang sama dan kekuatan PMS yang sama sebagaimana yang dialami oleh wanita yang lebih tua
(Freeman, 2007).
Pada sekitar 14 persen perempuan antara usia 20 hingga 35 tahun PMS, dapat sangat hebat
pengaruhnya sehingga mengharuskan mereka beristirahat dari sekolah atau kantornya. Gejala

yang sering terjadi berupa depresi, pusing, perasaan sensitif berlebihan sekitar dua minggu
sebelum haid (Aulia, 2009).
Data yang diperoleh dari survei awal di STIkes U‟Budiyah pada tahun 2013 jumlah
mahasiswi kelas B adalah 54 orang, dimana dari 10 orang yang menstruasi 7 orang orang yang
mengalami PMS. Kehidupan yang penuh stress dan hubungan yang bermasalah secara umum
dapat berhubungan dengan keparahan gejal-gejala fisik. Beberapa wanita melaporkan gangguan
hidup yang parah akibat PMS yang secara negatif mempengaruhi hubungan interpersonal mereka.
PMS juga dapat menjadi faktor dalam mengurangi produktivitas, kecelakaan yang berkaitan
dengan kebiasaan makan dan malasnya beraktifitas (Smeltzer, 2001).
Dari latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Premenstrual Syndrom Pada Mahasiswa D-IV Di
STIkes U‟budiyah Banda Aceh Tahun 2013

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah
Apakah Ada Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Premenstrual Syndrom Pada
Mahasiswa D-IV Di STIkes U‟budiyah Banda Aceh Tahun 2013.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Untuk Mengetahui Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Premenstrual

Syndrom Pada Mahasiswi D-IV Di Stikes U‟budiyah Banda Aceh Tahun 2013

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui hubungan stres dengan Premenstrual Syndrom Pada Mahasiswa
D-IV Di STIkes U‟budiyah Banda Aceh Tahun 2013.
b. Untuk mengetahui hubungan pola konsumsi dengan Premenstrual Syndrom Pada
Mahasiswa D-IV Di STIkes U‟budiyah Banda Aceh Tahun 2013.
c. Untuk mengetahui hubungan pola olahraga dengan Premenstrual Syndrom Pada
Mahasiswa D-IV Di STIkes U‟budiyah Banda Aceh Tahun 2013.

D. Manfaat Penulisan
a. Bagi Penelitian
Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam penerapan ilmu pada bidang asuhan
kebidanan khususnya dalam masalah PMS.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat mengahasilkan lulusan yang berpotensi tinggi, dan dapat menjadi masukan bagi
yang berminat ingin membaca.
c. Bagi Lahan penelitian
Dapat menambah wawasan dan informasi kepada ibu tentang masalah PMS. Sehingga
ibu dapat melakukan pencegahan dan dapat melakukan rutinitas sehari-harinya lebih
baik lagi untuk menghindari terjadinya PMS.

E. Keaslian Penelitian
(Mayane,2011) hubungan antara tingkat stres dengan kejadian PMS, padasiswi sma
negeri 1 padang panjang tahun 2011. Pengumpulan data dilakukan di SMA Negeri 1
Padang Panjang daritanggal 8 - 11 Januari 2011. Sesuai dengan teknik sampel yang
digunakan peneliti, jumlah responden sebanyak 144 siswi yang tinggal diasrama dengan
purposive sampling. Pengumpulan data ini dilakukan dengan cara memberikan kuesioner

secara langsung pada responden. Sebelumnya responden diberikan penjelasan tentang
petunjuk dan cara pengisian kuesioner, setelah responden mengisi kuesioner, kuesioner
dikumpulkan langsung kepada peneliti pada hariyang sama.dari 109 responden yang
mengalami
stres tingkat sedang, sebagian besar (75,2%) mengalami sindroma pramenstruasidan
sisanya (24,8%) tidak mengalami sindroma pra menstruasi.Selanjutnya, dari 35
responden yang mengalami stres tingkat ringan, sebagian besar (74,3%) tidak mengalami
sindroma pra menstruasi, sisanya (25,7%) mengalami sindroma pra menstruasi. Dari hasil
penelitian pada tabel. 7 mengenai distribusi frekuensi tingka stress pada siswi SMA
Negeri 1 Padang Panjang tahun 2011 memperlihatkan bahwa sebagian besar (75,7%)
responden mengalami tingkat stres sedang,sebagian kecil (24,3%) responden mengalami
tingkat stres ringan, dan tidakada responden yang mengalami tingkat stres berat. Siswi
yang diasrama berjumlah 144 orang, terdiri dari 58 siswi kelasX, 47 sisiw kelas XI dan 39
siswi kelas XII. Siswi kelas XI dan XII merupakan kelas IPA. Sebagian besar siswi
mengalami stres tingkat sedang,dimana kelas X 40 responden (69%), XI 41 responden
(87%), dan XII 28responden (72%). Banyaknya siswi yang mengalami stres tingkat
sedang menurut peneliti disebabkan oleh aktivitas siswi yang diasrama sangat padat,ini
dapat dilihat dari kegiatan siswi sehari-hari yang diawali dengan shalat Subuh sampai
Isya berjama‟ah. Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel independennya yaitu
tentang stress, pola makanan, dan pola konsumsi. Serta tempat , waktu dan responden,
sedangkan persamaan dalam penelitian ini adalah sama- sama meneliti masalah
premenstrual syndrome.
(Ressasiantina,2010).Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai hubungan
antara asupan zat gizi dan aktivitas olahraga dengan kejadian PMS, pada remeja putri di SMA
Negeri1 padang tahun2010,maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Lebih dari

separuh remaja putri di SMA Negeri1 Padang mengalami PMS, yaitu sebanyak 51,8%.Cukup
yaitu sebanyak51,2%. Hampir separuh remaja putri di SMA Negeri1 Padang memiliki asupan
vitaminB6 cukup yaitu sebanyak 49,4%. Lebih dari separuh remaja putri di SMA
Negeri1Padang memiliki asupan vitaminE Kurang yaitu sebanyak 57,1%.Hampir separuh
remaja putri diSMA Negeri1 Padang memiliki asupan magnesium.Rendah yaitu
sebanyak49,4%..Lebih dari separuh remaja putri di SMA Negeri1 Padang memiliki asupan
kalsium Rendah yaitu sebanyak 52,4% . Kurang dari separuh remaja putri di SMA Negeri1
Padang memiliki aktivitas olahraga Ringan yaitu sebanyak 38,7%. Perbedaan dengan
penelitian ini adalah variabel independennya yaitu tentang stress, pola makanan, dan pola
konsumsi. Serta tempat , waktu dan responden, sedangkan persamaan dalam penelitian ini adalah
sama- sama meneliti masalah premenstrual syndrome.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

Konsep Premenstrual Syndrome (PMS)

Prementrual Syndrom (PMS) adalah adalah kombinasi gejala yang terjadi sebelum
menstruasi dan menghilang dengan keluarnya darah menstruasi, serta dialami oleh
banyak wanita sebelum awitan setiap siklus menstruasi (Brunner & Suddarth, 2001). Tan
(2006), menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang rumit antara ketidakseimbangan
hormon, stres dan kekurangan gizi yang dapat menyebabkan terjadinya sindroma ini.
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya sindroma pra menstruasi,
antara lain : stres,status gizi, kebiasaan makan makanan tertentu, aktivitas olahraga,
merokok.
PMS merupakan keluhan-keluhan yang biasanya mulai satu minggu sampai
beberapa hari sebelum datangnya haid, dan menghilang sesudah haid datang, walaupun
kadang-kadang berlangsung terus sampai haid berhenti (Wiknjosastro, 2005).
PMS adalah sekumpulan keluhan dan gejala fisik, emosional, dan prilaku yang
terjadi pada wanita reproduksi, yang muncul secara siklik dalam rentang waktu 7-10 hari
sebelum menstruasi dan menghilang setelah darah haid keluar yang terjadi pada suatu
tingkatan yang mampu mempengaruhi gaya hidup dan aktivitas (Suparman, 2011).

PMS berkaitan dengan perubahan hormon tubuh. Seperti kadar hormon naik dan
turun selama siklus menstruasi wanita, mereka dapat mempengaruhi cara dia merasa, baik
secara emosional dan fisik. Beberapa gadis, selain merasakan emosi lebih intens daripada
yang biasanya mereka lakukan, perhatikan perubahan fisik bersama dengan periode
mereka - sebagian merasa kembung atau bengkak karena retensi air, yang lain melihat
payudara bengkak dan sakit, dan terkadang sakit kepala. Hal ini juga tidak biasa bagi
perempuan untuk memiliki jerawat selama waktu-waktu tertentu dari siklus mereka, lagi,
hal ini disebabkan hormon (Admin, 2012).
Magos dalam Hacker (2001), mendefenisikan bahwa PMS adalah gejala fisik,
psikologis dan perilaku yang menyusahkan yang tidak disebabkan oleh penyakit organik
yang secara teratur berulang selama fase siklus haid menghilang selama waktu haid yang
tersisa. Sekitar 5-10% wanita menderita PMS yang berat sehingga mengganggu kegiatan
sehari-harinya.
B.

Etiologi Premenstrual Syndrome (PMS)
Penyebab pasti PMS tidak diketahui, tetapi beberapa teori menunjukkan adanya
kelebihan estrogen atau defisit progesteron dalam fase luteal dari siklus menstruasi.
Selama bertahun-tahun teori ini mendapat dukungan yang cukup banyak dan terapi
progesteron biasa dipakai untuk mengatasi PMS. Penelitian lebih lanjut menunjukkan
bahwa terapi progesteron kelihatan tidak efektif bagi kebanyakan wanita, selain kadar
progesteron pada penderita tidak menurun secara konsisten. Bila kadar progesteron yang
menurun dapat ditemukan hampir pada semua wanita yang menderita PMS, maka dapat
dipahami bahwa kekurangan hormon ini merupakan sebab utama. Sebagian wanita yang
menderita PMS terjadi penurunan kadar progesteron dan dapat sembuh dengan
penambahan progesteron, akan tetapi banyak juga wanita yang menderita gangguan PMS
hebat tapi kadar progesteronnya normal (Shreeve, 1983 dan Brunner & Suddarth, 2001).

Teori lain menyatakan bahwa penyebab PMS adalah karena meningkatnya kadar estrogen
dalam darah, yang akan menyebabkan gejala PMS.
Terdapat banyak teori tentang etiologi dari PMS, dan tidak ada teori atau
patofisiologi yang dapat diterima secara universal. Kenaikan estrogen dikemukakan
sebagai penyebab. Satu faktor yang memegang peranan ialah ketidak seimbangan antara
estrogen dan progesterone dengan akibat retensi cairan dan natrium, penambahan berat
badan, dan kadang-kadang edema (Wiknjosastro, 2005). Penyebab pasti PMS tidak
diketahui, tetapi beberapa teori menunjukkan adanya kelebihan estrogen atau defisit
progesteron dalam fase luteal dari siklus menstruasi. Selama bertahun-tahun teori ini
mendapat dukungan yang cukup banyak dan terapi progesteron biasa dipakai untuk
mengatasi PMS, (Brunner & Suddarth, 2001 dalam Maulana, 2008). Keluhan
premenstrual syndrome PMS, belum ditemukan penyebabnya secara pasti namun ada
yang mengaitkan dengan zat gizi tertentu seperti gangguan metabolisme asam lemak
esensial ataupun kekurangan vitamin B6 dan mineral kalsium (Bardosono, 2006).

C.

Gejala Premenstrual Syndrome (PMS)
Gejala PMS biasanya hanya berlangsung selama beberapa hari sebelum menstruasi,
meskipun beberapa perempuan terkadang mengalami gejala-gejala tersebut sampai siklus
menstruasi berakhir. Meskipun tidak ada tes untuk membuktikan keberadaan PMS,
namun bagi perempuan yang pernah mengalaminya bahkan dan menderita karenanya
tahu bahwa PMS itu nyata. Gejala-gejala PMS ini diperkirakan disebabkan oleh fluktuasi
kadar hormon menjelang menstruasi. Berikut adalah 7 gejala PMS yang sering muncul
(Riyanto, 2011)
Keluhan-keluhan terdiri atas gangguan emosional berupa iritabilitas, gelisah,
insomnia, nyeri kepala, perut kembung, mual, pembesaran dan rasa nyeri pada mammae,
dan sebagainya, sedang pada kasus-kasus yang berat terdapat depresi, rasa ketakutan,

gangguan konsentrasi, dan peningkatan gejala-gejala fisik tersebut diatas (Wiknjosastro,
2005). Dikatakan PMS, jika ditemukan 8 gejala yang sering muncul atau terjadi
(Maulana, 2008).
Hormon lain yang dikatakan sebagai penyebab gejala PMS adalah prolaktin.
Prolaktin dihasilkan oleh kelenjar hipofisis dan dapat mempengaruhi jumlah estrogen dan
progesteron yang dihasilkan pada setiap siklus. Jumlah prolaktin yang terlalu banyak
dapat mengganggu keseimbangan mekanisme tubuh yang mengontrol produksi kedua
hormon tersebut. Wanita yang mengalami PMS tersebut kadar prolaktin dapat tinggi atau
normal. Wanita yang mempunyai kadar prolaktin cukup tinggi dapat disembuhkan dengan
menekan produksi prolaktin ( Hacker et, al., 2001 dan Brunner & Suddarth, 2001).
Teori lainnya mengatakan bahwa hormon yang tidak teridentifikasi menyebabkan
gejala pada waktu terjadi perubahan menstruasi seperti peningkatan aktivitas beta
endorphin, defisiensi serotonin, retensi cairan, metabolisme prostaglandin abnormal dan
gangguan aksis hipotalamik pituitary ovarium sebagai penyebabnya (Brunner &
Suddarth, 2001).
Hacker et al., (2001) juga mengemukakan penyebab PMS adalah kelebihan atau
defisiensi kortisol dan androgen, kelebihan hormon anti diuresis, abnormalitas sekresi
opiate endogen atau melatonin, defisiensi vitamin A, B1, B6 atau mineral, seperti
magnesium, hipoglikemia reaktif, alergi hormon, toksin haid,serta faktor-faktor evolusi
dan genetik.
Menurut Simanjuntak dalam Prawiroharjo (2005), faktor kejiwaan, masalah dalam
keluarga, masalah sosial dan lain-lain juga memegang peranan penting. Yang lebih mudah
menderita PMS adalah wanita yang lebih peka terhadap perubahan hormonal dalam siklus
haid dan terhadap faktor-faktor psikologis.

Gejala utama termasuk sakit kepala, keletihan, sakit pinggang, pembesaran dan
nyeri pada payudara, dan perasaan begah pada abdomen. Irritabilitas umum, perubahan
suasana hati, ketakutan akan kehilangan kontrol, makan sangat berlebihan dan menangis
tiba-tiba dapat juga terjadi. Gejala-gejala sangat beragam dari satu wanita ke wanita
lainnya dan dari satu siklus ke siklus berikutnya pada wanita yang sama (Brunner &
Suddarth, 2001).
Menurut Hacker et. al. (2001), gejala-gejala yang paling banyak ditemukan pada
PMS adalah perasaan bengkak, kenaikan berat badan, hilangnya efisiensi, sukar
konsentrasi, kelelahan, perubahan suasana hati, depresi, termasuk gangguan tidur
(insomnia).
Scott et. al. (2002) membagi gejala-gejala PMS berdasarkan fungsi yang terganggu.
Gangguan psikologik berupa irritabilitas, ketidakseimbangan emosional, cemas, depresi
dan

perasaan

bermusuhan.

Gangguan

kognitif

dapat

berupa

ketidakmampuan

berkonsentrasi dan bingung. Gangguan somatik berupa mastalgia (nyeri tekan pada
payudara), kembug, sakit kepala, kelelahan dan insomnia serta gangguan perilaku sosial
berupa kecanduan karbohidrat dan membantah.
Rayburn (2001), mengklasifikasikan gejala-gejala PMS berdasarkan gangguan pada
fungsi fisik dan emosional. Klasifikasinya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2.1
Gejala-gejala premanstrual syndrome
Gejala fisik

Gejala emosional

a. Perut kembung

a. Depresi

b. Nyeri payudara

b. Cemas

c. Sakit kepala

c. Suka menangis

d. Kejang atau bengkak pada kaki

d. Sifat agresif atau pemberontakan

e. Nyeri panggul

e. Pelupa

f.

f.

Hilang koordinasi

Tidak bisa tidur

g. Nafsu makan bertambah

g. Merasa tegang

h. Hidung tersumbat

h. Irritabilitas

i.

Perubahan defekasi

i.

Rasa bermusuhan

j.

Tumbuh jerawat

j.

Suka marah

k. Sakit pinggul

k. Paranoid

l.

l.

Suka makan manis atau asin

Perubahan dorongan seksual

m. Palpitasi

m. Konsentrasi berkurang

n. Peka suara atau cahaya

n. Merasa tidak aman

o. Rasa gatal pada kulit

o. Pikiran bunuh diri

p. Kepanasan

p. Keinginan menyendiri
q. Perasaan bersalah
r.

Kelemahan

Sumber : dikutip dari Rayburn et.al., (2001), halaman 287
D. Tipe-Tipe Gejala PMS
Tipe dan gejala PMS bermacam-macam. Dr.Guy E. Abraham, ahli kandungan dan
kebidanan dari fakultas kedokteran UCLA, AS, membagi PMS menurut gejalanya yakni
PMS tipe A, H, C, dan D. Delapan puluh persen gangguan PMS, termasuk tipe A.
Penderita tipe H sekitar 60%. PMS, tipe C 40%, dan PMS tipe D 20%. Kadang-kadang
seorang wanita mengalami gejala gabungan, misalnya tipe A dan D secara bersamaan.
Setiap tipe memiliki gejalanya sendiri.

1. PMS tipe A anxiety
Ditandai dengan gejala seperti rasa cemas, sensitif, saraf tegang, perasaan labil.
Bahkan beberapa wanita mengalami depresi ringan sampai sedang saat sebelum
mendapat haid. Gejala ini timbul akibat ketidakseimbangan hormon estrogen dan
progesteron ; hormon estrogen terlalu tinggi dibandingkan hormon progesteron.
Pemberian hormon progesteron kadang dilakukan untuk mengurangi gejala, tetapi
beberapa peneliti mengatakan, pada penderita PMS, bisa jadi kekurangan vitamin B6
dan magnesium. Penderita PMS, A sebaiknya banyak mengkonsumsi makanan
berserat dan membatasi atau mengurangi minum kopi.
2. PMS tipe H hyperhydration
Tipe ini memiliki gejala edema (pembengkakan), perut kembung, nyeri pada
buah dada, pembengkakan pada tangan dan kaki, peningkatan berat badan sebelum
haid. Gejala tipe ini dapat juga dirasakan bersamaan dengan tipe PMS, yang lain.
Pembengkakan itu terjadi akibat berkumpulnya air pada jaringan di luar sel (ekstrasel)
karena tingginya asupan garam atau gula pada diet penderita. Pemberian obat
diuretika untuk mengurangi retensi (penimbunan) air dan natrium pada tubuh hanya
mengurangi gejala yang ada. Untuk mencegah terjadinya gejala ini penderita
dianjurkan mengurangi asupan garam dan gula pada diet makanan serta membatasi
minum sehari-hari.
3. PMS tipe C craving
Tipe ini ditandai dengan rasa lapar ingin mengkonsumsi makanan yang manismanis (biasanya coklat) dan karbohidrat sederhana (biasanya gula). Pada umumnya
sekitar 20 menit setelah menyantap gula dalam jumlah banyak, timbul gejala
hipoglikemia seperti kelelahan, jantung berdebar, pusing kepala yang terkadang
sampai pingsan. Hipoglikemia timbul karena pengeluaran hormon insulin dalam

tubuh meningkat. Rasa ingin menyantap makanan manis dapat disebabkan oleh stres,
tinggi garam dalam diet makanan, tidak terpenuhinya asam lemak esensial (omega 6),
atau kurangnya magnesium.
4. PMS tipe D depression
Tipe ini ditandai dengan gejala rasa depresi, ingin menangis, lemahh, gangguan
tidur, pelupa, bingung, sulit dalam mengucapkan kata-kata (verbalisasi), bahkan
kadang-kadang muncul rasa ingin bunuh diri atau mencoba bunuh diri. Biasanya
PMS, tipe D berlangsung bersamaan dengan PMS tipe A, hanya sekitar 3% dari
seluruh tipe PMS, benar-benar murni tipe D.
PMS tipe D murni disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon progesteron dan
estrogen, dimana hormon progesteron dalam siklus haid terlalu tinggi dibandingkan
dengan hormon estrogennya.
Kombinasi PMS tipe D dan TIPE A dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
stres, lkekurangan asam amino tyrosine, penyerapan dan penyimpanan timbal di
tubuh, atau kekuranagn magnesium dan vitamin B (terutama B6). Meningkatkan
konsumsi makanan yang mengandung vitamin B6 dan magnesium dapat membantu
mengatasi gangguan PMS tipe D yang terjadi bersamaan dengan PMS tipe A.
E.

Penanganan Premenstrual Syndrome (PMS)
Menurut (Sylvia, 2010: 26), terapi PMS dibagi menjadi tiga kategori, yaitu :
1. Terapi Obat
Menggunakan analgesik (yang dapat dibeli bebas). Pengobatan PMSS dapat
menggunakan anagesik (obat penghilang rasa sakit) dan bersifat simptomatis, hanya
membantu mengatasi rasa nyeri dan gejala sedang lainnya serta bersifat sementara.
Analgesik yang dijual bebas seperti paracetamol, asetaminofen dapat digunakan untuk

mengatasi nyeri. Nmaun analgesik yang dijual bebas tidak efektif terhadap beberapa
gejala fisik atau emosional yang lebih parah.
2. Menggunakan Anti depresi
Obat anti depresi seperti selective serotonin reuptake inhibitor (SSRIs) dapat
digunakan setiap hari atau selama 14 ahri sebelum menstruasi. SSRIs membantu
mengurangi dampak perubahan hormon pada zat kimiawi otak (neurotransmitter),
misalnya serotonin. Selain itu, anti depresi non SSRIs juga dapat digunakan untuk
pengobatan PMS. Penggunaan kedua obat jenis ini harus dengan pengawasan dan
resep dokter.

3. Vitamin B6
Vitamin B6 berperan sebagai kofaktor dalam proses akhir pembentukan
neurotransmitter, yang akan mempengaruhi sistem endokrin otak agar menjadi lebih
baik.
4. Menggunakn kontrasepsi Oral
Pil kontrasepsi oral yang mengandung kombinasi progestin-drospirenon dapat
membantu mengatasi berbagai gejala pra-menstruasi yang parah atau berat
5. Psikoterapi
Psikoterapi, merupakan suatu pengobatan yang diberikan dengan cara-cara
psikologik. Untuk PMS dapat diberikan berupa
a. Terapi relaksasi
b. Terapi kognitif perilaku
c. Psikoterapi dinamik
Terapi relaksasi bermanfaat meredakan secara relatif cepat ketegangan yang
dialami seorang perempuan saat mengalami PMS, , namun hal itu dapat dicapai bagi
yang telat berlatih setiap hari. Prinsipnya adalah melatih pernafasan (menarik nafas

dalam dan lambat, lalu memngeluarkannya dengan lambat pula), mmengendurkan
seluruh otot tubuh dan mensugesti pikiran ke arah konstruktif atau yang diinginkan
akan dicapai. Dalam proses terapi, dokter akan membimbing seorang perempuan
melakukan ini secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung 20-30 menit atau lebih
lama lagi. Setelah itu, perempuan tersebut diminta untuk melakukannya sendiri
dirumah setiap hari, sehingga bila PMS muncul kembali, tubuh sudah siap bila
“diajak” untuk rileks atau santai.
Selain itu, diberikan pula salah satu dari terapi kognitif perilaku atau psikoterapi
dinamik. Pemilihan jenis ini berdasarkan kondisisaat itu, motivasi individu,
kepribadiannya, serta tentunya pertimbangan dokter yang akn melakukannya. Kedua
jenis terapi ini akan berhasil bila motivasi individu yang akan dibantu itu tinggi serta
bersedia bekerja sama dengan terapis atau dokternya.
Pada terapi kognitif perilaku, individu diajak untuk bersama-sama melakukan
restrukturisasi kognitif, yaitu membentuk kembali poal perilaku dan pikiran yang
irasional dan menggantinya dengan yang lebih rasional. Terapi biasanya berlangsung
30-45 menit. Individu kemudian diberi pekerjaan rumah yang harus dibuat setiap hari.
Pekerjaan rumah ini akan dibahas pada kunjungan konsultasi berikutnya. Biasanya
terapi ini memerlukan 10-15 kali pertemuan, bisa kurang dari itu namun dapat pula
lebih, tergantung pada kondisi individu yang mengalaminya.
Pada psikoterapi dinamik, individu diajak untuk lebih memahami diri dan
kepribadiannya, bukan sekedar menghilangkan gejalanya semata. Pada psikoterapi
ini, biasanya individu lebih banhyak berbicara, sedangkan dokter lebih banyak
mendengar, kecuali pada individu yang benar-benar pendiam, maka dokter yang lebih
aktif. Terapi bulan bahkan bertahun. Hal ini tentu memrlukan kerjasama yang baik
antara individu dengan dokternya, serta kesabaran kedua belah pihak.

F.

Pencegahan Premenstrual Syndrome
(PMS) 1. Edukasi dan konseling
Tatalaksana pertama kali adalah meyakinkan seorang wanita bahwa wanita
lainnya pun ada yang memiliki keluhan yang sama ketika menstruasi. Pencatatan
secara teratur siklus menstruasi setiap bulannya dapat memberikan gambaran seorang
wanita mengenai waktu terjadinya pre-menstrual syndrome. Sangat berguna bagi
seorang wanita dengan pre-menstrual syndrome untuk mengenali gejala yang akan
terjadi sehingga dapat mengantisipasi waktu setiap bulannya ketika ketidakstabilan
emosi sedang terjadi.
2. Modifikasi gaya hidup
Wanita dengan gejala ini sebaiknya mendiskusikan masalahnya dengan orang
terdekatnya, baik pasangan, teman, maupun keluarga. Terkadang konfrontasi atau
pertengkaran dapat dihindari apabila pasangan maupun teman mengerti dan
mengenali penyebab dari kondisi tidak stabil wanita tersebut.
3. Diet
Penurunan asupan garam dan karbohidrat (nasi, kentang, roti) dapat mencegah
edema (bengkak) pada beberapa wanita. Penurunan konsumsi kafein (kopi) juga dapat
menurunkan ketegangan, kecemasan dan insomnia (sulit tidur). Pola makan
disarankan lebih sering namun dalam porsi kecil karena berdasarkan bukti bahwa
selama periode premenstruasi terdapat gangguan pengambilan glukosa untuk energi.
Menjaga berat badan, karena berat badan yang berlebihan dapat meningkatkan risiko
menderita pre-menstrual syndrome (PMS).
4. Obat-obatan

Apabila gejala premenstrual syndrome begitu hebatnya sampai mengganggu
aktivitas sehari-hari, umumnya modifikasi hidup jarang berhasil dan perlu dibantu
dengan obat-obatan.
Asam mefenamat (500 mg, 3 kali sehari) berdasarkan penelitian dapat mengurangi
gejala premenstrual syndrome seperti dismenorea dan menoragia (menstruasi
dalam jumlah banyak) namun tidak semua. Asam mefenamat tidak diperbolehkan
pada wanita yang sensitif dengan aspirin atau memiliki risiko ulkus peptikum.
Kontrasepsi oral dapat mengurangi gejala premenstrual syndrome seperti
dismenorea dan menoragia, namun tidak berpengaruh terhadap ketidakstabilan
mood. Pada wanita yang sedang mengkonsumsi pil KB namun mengalami gejala
premenstrual syndrome sebaiknya pil KB tersebut dihentikan sampai gejala
berkurang.
Obat penenang seperti alparazolam atau triazolam, dapat digunakan pada wanita
yang merasakan kecemasan, ketegangan berlebihan, maupun kesulitan tidur.
Obat anti depresi hanya digunakan bagi mereka yang memiliki gejala
premenstrual syndrome yang parah.
Menurut Barizad (2005) dampak gejala PMS, yang tidak tertangani dengan baik
antara lain :
1) Mengakibatkan stres fisik dan psikis. Jika tidak dilakukan penanganan terhadap stres
tersebut maka dapat mengakibatkan deplesimagnesium. Deplesi ini dapat
mengakibatkan kerapuhan tulang dan meningkatnya resiko osteoporosis. Jika hal ini
terjadi maka resiko patahtulang akibat tulang yang keropos menjadi lebih besar.
2) PMS yang sudah parah dan tidak ditangani dengan baik dapat berlanjut menjadi PMS
Dysphoric Disorder (PMDD) menyatakan bahwa wanita yang mengalami PMDD
mengalami kegagalan penyesuaian sosial dan pengurangan kualitas kehidupan.

Kegagalan ini berupa gangguan pada diri anita sendiri berupa emosi yang tidak stabil
dan rasa cepat marah. Kondisi ini menyebabkan wanita tersebut menjadi lebih sering
marah ketika mengalami menstruasi sehingga membuat orang lain tidak nyaman
untuk berinteraksi.
G. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Prementrual Syndrome.
Terdapat beberapa faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya PMS, , antara lain:,
stres, meningkatnya usia, pola makan yang tidak baik, faktor diet yaitu rendahnya
beberapa vitamin dan mineral, terutama magnesium, vitamin E dan vitamin B, rutinitas
sehari- hari yang jarang dilakukan. Faktor psikologik dan sosio-kultural yang mungkin
mempunyai kontribusii terhadap PMS antara lain kepribadian, serta dukungan orangorang terdekat. Kepribadian seseorang turut berkontribusi, terutama pada yang bersifat
tidak fleksibel (cenderung kaku) atau disebut sebagai gangguan kepribadian. Individu
dengan gangguan kepribadian akan lebih rentan dan sulit beradaptasi dengan PMS, serta
tidak mudah menerima saran dan terapi. Terlalu sedikit makan juga merupakan faktor
yang mempengaruhi terjadinya siklus menstruasi yang tidak teratur. (Sylvia, 2010: 18)
1. Stress
Faktor stres akan memperberat gangguan PMS. Hal ini sangat mempengaruhi
kejiwaan dan koping seseorang dalam me