Pengaruh Karakteristik Individu dan Motivasi terhadap Kepatuhan Dokter dalam Menulis Resep Obat Generik pada Pasien Umum Rawat Jalan di Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2013

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Motivasi
2.1.1 Pengertian Motivasi
Menurut Winardi (2001) dan Hasibuan (1996) istilah motivasi (motivation)
berasal dari bahasa latin yakni movere, yang berarti “dorongan” atau “menggerakan”.
Kata dasar motivasi adalah motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan
seseorang melakukan sesuatu. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya
mendorong gairah kerja bawahan agar dapat bekerja secara optimal untuk mencapai
serta mewujudkan tujuan yang ditetapkan. Motivasi adalah daya pendorong yang
mengakibatkan seseorang mau dan rela mengerahkan kemampuan dalam bentuk
keahlian atau ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai
kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam
rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran yang ditentukan (Siagian, 2003).
Sedangkan Harold Koontz dalam Hasibuan (1996), menambahkan bahwa motivasi
mengacu pada dorongan dan usaha untuk memuaskan kebutuhan atau pencapaian
suatu tujuan.
Gibson et.al (1996), menyatakan bahwa motivasi sebagai suatu dorongan
yang timbul pada atau di dalam diri seorang individu yang menggerakkan dan
mengarahkan perilaku. Oleh karena itu, motivasi dapat berarti suatu kondisi yang

mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan atau kegiatan.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan pada beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
motivasi adalah kondisi yang menggerakan atau mendorong seseorang untuk
memuaskan kebutuhan dan mencapai tujuan.
2.1.2 Teori Motivasi
Menurut Gibson et.al. (1996), teori motivasi dikelompokan pada 2 (dua)
kategori :
1. Teori Kepuasan (Content Theory), yang memusatkan perhatian kepada faktor
dalam diri seseorang yang menguatkan (energize), mengarahkan (direct),
mendukung (sustain) dan menghentikan (stop) perilaku.
2. Teori Proses (Process Theory) menguraikan dan menganalisis bagaimana perilaku
itu dikuatkan, diarahkan, didukung dan dihentikan.
Lebih lanjut Gibson et.al. (1996), mengelompokkan teori motivasi sebagai
berikut :
1. Teori Kepuasan terdiri dari :
a. Teori Hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow
b. Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg

c. Teori ERG (Existence, Relatednes, Growth) dari Alderfer
d. Teori Kebutuhan dari McClelland
2. Teori Proses terdiri dari :
a. Teori Harapan
b. Teori Modifikasi Perilaku

Universitas Sumatera Utara

c. Teori Keadilan
Lebih jelas berikut ini dipaparkan teori tentang motivasi yang dikemukakan di
atas sebagai berikut :
a. Teori Hirarki Kebutuhan dari Abraham Maslow
Teori ini dikemukakan oleh Abraham Maslow tahun 1943. Teori ini
menyatakan bahwa kebutuhan manusia tersusun dalam suatu hirarki atau urutan.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut di definisikan sebagai berikut :
1. Fisiologi (Phisiological Needs), antara lain kebutuhan makanan, minuman,
tempat tinggal, dan bebas dari sakit (disebut kebutuhan paling dasar).
2. Keamanan, Keselamatan (Safety and Security Needs), antara lain bebas dari
ancaman diartikan sebagai aman dari peristiwa atau lingkungan yang mengancam.
3. Rasa Memiliki, sosial dan cinta (Belongingness, Sosial and Love) antara lain

persahabatan, afiliasi, interaksi, dan cinta.
4. Harga Diri atau Penghargaan (Esteem), antara lain status, titel, promosi,
pengakuan dan perhatian.
5. Aktualisasi Diri (Self Actualization), antara lain memenuhi kebutuhan diri sendiri
dengan cara maksimal menggunakan kemampuan, keahlian, dan potensi.
Teori Maslow mengasumsikan bahwa manusia akan berusaha memenuhi
kebutuhan yang lebih mendasar (kebutuhan fisiologi) sebelum mengarahkan perilaku
untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Teori ini juga didasarkan atas
anggapan bahwa menusia memiliki keinginan untuk berkembang dan maju.

Universitas Sumatera Utara

b. Teori Dua Faktor dari Herzberg
Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg yang merupakan
pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow. Menurut teori ini ada
dua faktor yang memengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor pemuas
(motivation factor) yang disebut juga dengan satisfier atau instrinsic motivation dan
faktor kesehatan (hygienes) yang juga disebut disatisfier atau ekstrinsic motivation.
Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi
yaitu faktor intrinsik, merupakan daya dorong yang timbul dari dalam diri masingmasing orang, dan faktor ekstrinsik, yaitu daya dorong yang datang dari luar diri

seseorang (Siagian, 2003).
c. Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth) dari Alderfer
Menurut teori ERG dari Clayton Alderfer, ada 3 (tiga) kebutuhan pokok
manusia yaitu: 1).Existence (eksistensi); Kebutuhan yang dipuaskan oleh faktorfaktor keberadaan materil dasar seperti makanan, air, udara (kebutuhan psikologis
dan keamanan). 2).Relatednes (keterhubungan); Kebutuhan yang dimiliki untuk
memelihara hubungan antar pribadi (kebutuhan sosial dan penghargaan). 3).Growth
(pertumbuhan); Kebutuhan intrinsik untuk perkembangan pribadi (kebutuhan
aktualisasi diri).
Berbeda dengan teori Maslow, teori ERG tidak berasumsi bahwa terdapat
sebuah hirarki yang kaku dimana seseorang harus memenuhi kebutuhan tingkat
rendah terlebih dahulu sebelum naik ke tingkat selanjutnya. ERG menunjukan bahwa

Universitas Sumatera Utara

seseorang bisa mengusahakan kebutuhan pertumbuhan meskipun kebutuhan dasar
dan hubungan belum terpenuhi (Robbins, 2008).
d. Teori Kebutuhan dari McClelland
Teori kebutuhan dikemukakan oleh David McClelland. Teori ini berfokus
pada tiga kebutuhan. Hal-hal yang memotivasi seseorang menurut Mc.Clelland dalam
Hasibuan (1996), adalah :

1. Kebutuhan Akan Prestasi (Need for Achievement).
Kebutuhan akan prestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi
semangat bekerja seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengarahkan
semua kemampuan serta energi yang dimilikinya guna mencapai prestasi kerja yang
maksimal. Seseorang menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi kerja yang
tinggi akan memperoleh pendapatan yang besar yang akhirnya bisa memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya.
2. Kebutuhan Akan Kekuasaan (Need for Power)
Kebutuhan akan kekuasaan merupakan daya penggerak yang memotivasi
semangat kerja seseorang, yang dapat merangsang dan memotivasi gairah kerja
seseorang serta mengerahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau
kedudukan yang terbaik. Ego seseorang yang ingin lebih berkuasa dari orang lain
dapat menimbulkan persaingan. Persaingan ini oleh manajer dapat ditumbuhkan
secara sehat dalam memotivasi bawahannya agar dapat lebih termotivasi untuk
bekerja lebih giat.

Universitas Sumatera Utara

3. Kebutuhan Akan Afiliasi (Need for Affiliation)
Kebutuhan akan afiliasi menjadi daya penggerak yang memotivasi semangat

bekerja seseorang. Karena kebutuhan akan afiliasi akan merangsang gairah bekerja
seseorang yang menginginkan kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain,
perasaan dihormati, perasaan maju dan tidak gagal, dan perasaan ikut serta.
e. Teori Harapan (Expectancy Theory)
Teori harapan ini dikemukan oleh Victor H. Vroom. Teori ini berpendapat
bahwa orang-orang atau petugas akan termotivasi untuk bekerja atau melakukan halhal tertentu jika mereka yakin bahwa dari prestasinya itu mereka akan mendapatkan
imbalan besar. Seseorang mungkin melihat jika bekerja dengan giat kemungkinan
adanya suatu imbalan, misalnya kenaikan gaji, kenaikan pangkat dan inilah yang
menjadi perangsang seseorang dalam bekerja dengan giat.
f. Teori Modifikasi Perilaku (Operant Conditioning)
Teori ini berasumsi bahwa perilaku pegawai dapat dibentuk dan diarahkan
kearah aktivitas pencapaian tujuan. Teori modifikasi perilaku sering disebut dengan
istilah-istilah lain seperti : behavioral modification, positive reinforcement dan
skinerian conditioning. Menurut Siagian (2003) perilaku seseorang ditentukan pula
oleh berbagai konsekuensi eksternal dari perilaku, artinya berbagai faktor di luar diri
seseorang turut berperan sebagai penentu atau bahkan pengubah perilaku. Dalam hal
ini berlakulah “hukum pengaruh” yang menyatakan bahwa seseorang cenderung
untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekuensi yang menguntungkan

Universitas Sumatera Utara


dirinya dan mengelakkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekuensi yang
merugikan.
g. Teori Keadilan (Equity Theory)
Teori motivasi ini didasarkan pada asumsi bahwa pegawai akan termotivasi
untuk meningkatkan produktivitas kerjanya, apabila ia diperlakukan secara adil dalam
pekerjaannya. Keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja
seseorang, dalam hal ini atasan harus bertindak adil terhadap semua bawahannya
bukan atas dasar suka atau tidak suka serta pemberian kompensasi atau hukuman
harus berdasarkan atas penilaian yang objektif dan adil (Hasibuan, 1996).
Dari pembahasan tentang berbagai teori motivasi maka dapat disimpulkan
bahwa motivasi adalah keseluruhan daya penggerak atau tenaga pendorong baik yang
berasal dari dalam maupun dari luar diri yang menimbulkan adanya keinginan untuk
melakukan suatu kegiatan atau aktivitas dalam menjalankan tugas untuk mencapai
tujuan.
Pada penelitian ini digunakan teori motivasi dua faktor yang dikemukakan
oleh Frederick Herzberg, yang mengemukakan ada dua faktor yang mendorong
karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik, merupakan daya dorong yang timbul dari
dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik, yaitu daya dorong yang
datang dari luar diri seseorang.


Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Motivasi
Faktor motivasi dikelompokan menjadi dua, yang pertama disebut faktor
intrinsik dan yang kedua adalah faktor ekstrinsik.
Faktor-faktor motivasi dua faktor Herzberg dalam Meliala (2011)

yang

mengutip pendapat Hasibuan (2005), yang disebut faktor intrinsik meliputi :
1) Tanggung Jawab (Responsibility)
Setiap orang ingin diikutsertakan dan ingin diakui sebagai orang yang berpotensi,
dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul
tanggung jawab yang lebih besar.
2) Prestasi yang Diraih (Achievement)
Setiap orang menginginkan keberhasilan dalam setiap kegiatan. Pencapaian
prestasi dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan yang bersangkutan
untuk melakukan tugas-tugas berikutnya.
3) Pengakuan Orang Lain (Recognition)

Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan
bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari kompensasi.
4) Pekerjaan itu Sendiri (The Work it Self)
Pekerjaan itu sendiri merupakan faktor motivasi bagi pegawai untuk berforma
tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu,
tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi pegawai,

Universitas Sumatera Utara

merupakan faktor motivasi, karena keberadaannya sangat menentukan bagi
motivasi untuk berforma tinggi.
5) Kemungkinan Pengembangan (The possibility of growth)
Karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya
misalnya melalui pelatihan-pelatihan, kursus dan juga melanjutkan jenjang
pendidikannya. Hal ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk tumbuh
dan berkembang sesuai dengan rencana karirnya yang akan mendorongnya lebih
giat dalam bekerja.
6) Kemajuan (Advancement)
Peluang untuk maju merupakan pengembangan potensi diri seorang pegawai
dalam melakukan pekerjaan, karena setiap pegawai menginginkan adanya

promosi kejenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk meningkatkan
pengalaman dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan potensi diri akan
menjadi motivasi yang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih baik.
Sedangkan yang berhubungan dengan faktor ketidakpuasan dalam bekerja
menurut Herzberg dalam Luthans (2003), dihubungkan oleh faktor ekstrinsik antara
lain :
1). Gaji
Tidak ada satu organisasipun yang dapat memberikan kekuatan baru kepada
tenaga kerjanya atau meningkatkan produktivitas, jika tidak memiliki sistem

Universitas Sumatera Utara

kompensasi yang realitis dan gaji bila digunakan dengan benar akan memotivasi
pegawai.
2). Keamanan dan Keselamatan Kerja
Kebutuhan akan keamanan dapat diperoleh melalui kelangsungan kerja.
3). Kondisi Kerja
Dengan kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang serta didukung oleh
peralatan yang memadai, karyawan akan merasa betah dan produktif dalam
bekerja sehari-hari.

4). Hubungan Kerja
Untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, haruslah didukung oleh
suasana atau hubungan kerja yang harmonis antara sesama pegawai maupun
atasan dan bawahan.
5). Prosedur Perusahaan
Keadilan dan kebijakasanaan dalam mengahadapi pekerja, serta pemberian
evaluasi dan informasi secara tepat kepada pekerja juga merupakan pengaruh
terhadap motivasi pekerja.
6). Status
Merupakan posisi atau peringkat yang ditentukan secara sosial yang diberikan
kepada kelompok atau anggota kelompok dari orang lain. Status pekerja
memengaruhi motivasinya dalam bekerja. Status pekerja yang diperoleh dari
pekerjaannya antara lain ditunjukkan oleh klasifikasi jabatan, hak-hak istimewa

Universitas Sumatera Utara

yang diberikan serta peralatan dan lokasi kerja yang dapat menunjukkan
statusnya.
2.1.4 Perangsang Motivasi
Azwar (2010) mengemukakan bahwa perangsang (insentive) motivasi
adakalanya dibutuhkan atau perlu agar seseorang bersedia melakukan hal-hal seperti
yang diharapkan. Perangsangan motivasi ini dibedakan atas dua macam yaitu :
a. Perangsang Positif
Perangsang Positif (positive incentive) ialah imbalan yang menyenangkan
yang disediakan untuk karyawan yang berprestasi. Rangsangan positif ini banyak
macamnya, antara lain hadiah, pengakuan, promosi dan ataupun melibatkan
karyawan tersebut pada kegiatan yang bernilai gengsi yang lebih tinggi.
b. Perangsangan Negatif
Perangsangan negatif (negative incentive) ialah imbalan yang tidak
menyenangkan berupa hukuman bagi karyawan yang tidak berprestasi dan
ataupun yang berbuat tidak seperti yang diharapkan. Perangsangan negatif ini
antara lain denda, teguran, pemindahan tempat kerja (mutasi) dan ataupun
pemberhentian.
2.1.5 Manfaat Motivasi
Arep dan Tanjung (2003), menyatakan bahwa manfaat motivasi yang
terutama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat.
Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang

Universitas Sumatera Utara

termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat. Artinya pekerjaan
diselesaikan sesuai standar yang ditetapkan dan dalam skala waktu yang ditentukan
serta orang akan senang melakukan pekerjaannya.
Sesuatu yang dikerjakan dengan adanya motivasi yang mendorongnya akan
membuat orang senang melakukannya. Orang pun akan merasa dihargai atau diakui,
hal ini terjadi karena pekerjaannya itu betul-betul berharga bagi orang yang
termotivasi, sehingga orang tersebut akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi karena
dorongan yang begitu tinggi untuk menghasilkan sesuai target yang mereka tetapkan.
Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan dan tidak akan
membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi.

2.2 Karakteristik Individu
Karakteristik

individu

merupakan

faktor

yang

menggerakkan

dan

memengaruhi prilaku dan prestasi kerja. Menurut Gibson (1996) dan Sunarto (2003),
karakteristik individu meliputi Umur, Jenis kelamin, Lama kerja dan Pendidikan.
Lebih jelas, berikut ini akan dipaparkan karekteristik individu tersebut :
1. Umur
Umur adalah lamanya hidup dihitung sejak dilahirkan hingga saat ini. Umur
berkaitan erat dengan tingkat kedewasaan. Berdasarkan Lubis (2009) yang mengutip
pendapat Ericson (1950), umur usia produktif pada usia dewasa muda (20-40 tahun),
usia dewasa matang (40-60 tahun) pada usia ini diharapkan usia telah mapan dan
tingkat kedisiplinan terhadap pekerjaan baik, dan usia lanjut pada usia > 60 tahun.

Universitas Sumatera Utara

Robbins (2008) mengungkapkan bahwa ada kualitas positif pada pekerja yang berusia
tua, meliputi pengalaman, pertimbangan, etika kerja yang kuat, dan komitmen
terhadap mutu.
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan karakteristik individu yang dibedakan antara lakilaki/pria dan perempuan/wanita yang dilihat secara fisik. Sunarto (2003)
mengemukakan bahwa tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita
dalam kemampuan memecahkan masalah, ketrampilan analisis dorongan kompetitif,
motivasi, sosiabilitas, atau kemampuan belajar. Sementara studi psikologis telah
menemukan bahwa wanita lebih bersedia untuk mematuhi wewenang, dan pria lebih
agresif dan lebih besar kemungkinannya daripada wanita dalam memiliki
pengharapan untuk sukses.
3. Lama Kerja
Lama kerja merupakan masa atau lamanya seseorang bekerja pada suatu
organisasi. Lama kerja diekspresikan sebagai pengalaman kerja (Sunarto, 2003).
Lebih lanjut, Soekidjo (2005) menyatakan bahwa pengalaman adalah guru yang baik,
oleh sebab itu pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau cara untuk
memperoleh pengetahuan seperti pengalaman pribadi.
4. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang berlangsung seumur hidup
dalam rangka mengalihkan pengetahuan oleh seseorang kepada orang lain.

Universitas Sumatera Utara

Pendidikan dapat bersifat formal, akan tetapi dapat bersifat non formal. Pendidikan
yang bersifat formal ditempuh melalui tingkat-tingkat pendidikan, mulai dari sekolah
taman kanak-kanak hingga bagi sebagian orang pendidikan di lembaga pendidikan
tinggi, terjadi di ruang kelas dengan program yang pada umumnya bersifat
“structured”. Dipihak lain, pendidikan yang sifatnya non formal dapat terjadi di mana
saja karena sifatnya yang “ unstructured”. Pada kedua situasi pendidikan itu,
pengalihan pengetahuan dan ketrampilan tetap terjadi (Siagian, 1992)
Sasaran pendidikan bukan hanya pengalihan pengetahuan dan ketrampilan
saja, akan tetapi pembinaan watak (character building), yang dimaksudkan antara
lain untuk mengembangkan kemampuan berfikir secara rasional, mengembangkan
kemampuan analisis, mengembangkan kepekaan terhadap perubahan yang terjadi di
masyarakat, menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai etika, menumbuhkan
kesadaran tentang pentingnya bekerja sama dengan orang lain dalam rangka membina
kehidupan. Jadi jelaslah bahwa pendidkan memainkan peran yang sangat penting
dalam pembentukan perilaku (Siagian, 1992).

2.3 Kepatuhan
Kepatuhan (compliance) berasal dari kata patuh yang berarti suka menurut,
taat pada perintah, aturan, dan disiplin. Selanjutnya, kepatuhan adalah taat atau tidak
taat pada perintah, aturan atau disiplin (Ridwan, 2012).
Kelman dalam Sarwono (1997) mengemukakan bahwa perubahan sikap dan
perilaku individu dimulai dengan tahap kepatuhan, identifikasi, kemudian

Universitas Sumatera Utara

internalisasi. Kepatuhan dapat didasarkan karena ingin menghindari hukuman/sangsi,
atau ingin memperoleh imbalan yang dijanjikan jika mematuhi anjuran. Kepatuhan
seperti ini adalah kepatuhan sementara. Sedangkan kepatuhan yang diharapkan
adalah kepatuhan dimana seseorang memahami makna, dan mengerti akan
pentingnya suatu tindakan atau suatu keadaan.

2.4 Dokter
2.4.1

Profesi Dokter
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran menyatakan bahwa dokter adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan
dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di
dalam maupun diluar negeri yang diakui Pemerintah Republik Indonesia sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut Meliala (2011) yang mengutip pendapat Iswandari (2006), strategi
WHO yang dikenal dengan sebutan Five Stars Doctor dimana setiap dokter
diharapkan dapat berperan :
a. Sebagai health care provider yang bermutu, berkesinambungan dan komprehensif
dengan mempertimbangkan keunikan individu, berdasarkan kepercayaan dalam
jangka panjang.
b. Sebagai decision maker yang mampu memilih teknologi yang tepat dengan
pertimbangan etika dan biaya.

Universitas Sumatera Utara

c. Sebagai communicator yang mampu mempromosikan gaya hidup sehat melalui
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) serta memberdayakan masyarakat untuk
mencapai derajat kesehatan yang optimal.
d. Sebagai community leader, yang mampu memperoleh kepercayaan, membangun
kesepakatan tentang kesehatan serta berinisiatif meningkatkan kesehatan bersama.
e. Sebagai manager yang mampu menggerakkan individu dan lingkungan demi
kesehatan bersama dengan menggunakan data yang akurat.
2.4.2

Hak Dokter
Menurut Hanafiah dan Amir (2008), dokter dalam melaksanakan praktek

kedokteran mempunyai hak, antara lain :
1. Melakukan praktik dokter setelah memperoleh Surat Izin Dokter dan Surat Izin
Praktik (SIP).
2. Memperoleh informasi yang benar dan lengkap dari pasien/keluarga tentang
penyakitnya.
3. Bekerja sesuai standar profesi.
4. Menolak melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan etika, hukum,
agama, dan hati nuraninya.
5. Mengakhiri hubungan dengan seorang pasien jika menurut penilaiannya kerja
sama pasien dengannya tidak berguna lagi, kecuali dalam keadaan darurat.
6. Menolak pasien yang bukan bidang spesialisasinya, kecuali dalam keadaan darurat
atau tidak ada dokter lain yang mampu menanganinya.

Universitas Sumatera Utara

7. Hak atas kebebasan pribadi (privacy) dokter.
8. Hak atas ketentraman bekerja.
9. Mengeluarkan surat-surat keterangan dokter.
10. Menerima imbalan jasa.
11. Menjadi anggota perhimpunan profesi.
12. Hak membela diri.
2.4.3

Kewajiban Dokter
Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyatakan

bahwa kewajiban dokter adalah :
1. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional serta kebutuhan medis pasien.
2. Merujuk pasien ke dokter lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang
lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan.
3. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga
setelah pasien itu meninggal dunia.
4. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin
pada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya.
5. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran.
6. Meminta persetujuan pada setiap melakukan tindakan kedokteran, khusus untuk
tindakan yang berisiko persetujuan dinyatakan secara tertulis. Persetujuan

Universitas Sumatera Utara

dimintakan setelah dokter menjelaskan tentang : diagnosa, tujuan tindakan,
alternatif tindakan, risiko tindakan, komplikasi dan prognose.
7. Membuat catatan rekam medis yang baik secara berkesinambungan berkaitan
dengan keadaan pasien.
8. Memenuhi hal- hal yang telah disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya.
9. Bekerjasama dengan profesi dan pihak lain yang terkait secara timbal balik dalam
memberikan pelayanan kepada pasien.
10. Dalam melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin
praktik dokter.
11. Dalam melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat tanda
registrasi dokter.
12. Dokter yang berhalangan menyelenggarakan praktik kedokteran harus membuat
pemberitahuan atau menunjuk dokter pengganti.
13. Wajib menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya dalam memberikan
pelayanan kesehatan.
14. Wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter dan kode
etik kedokteran Indonesia.
2.4.4

Obat
Kebijakan Obat Nasional (KONAS) menyatakan bahwa obat adalah bahan

atau paduan bahan-bahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki
sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,

Universitas Sumatera Utara

pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.
Sedangkan menurut Tjay dan Rahardja (2002), obat merupakan semua zat baik
kimiawi, hewani, maupun nabati yang dalam dosis layak dapat menyembuhkan,
meringankan, atau mencegah penyakit berikut gejalanya. Dalam pengertian umum,
obat adalah substansi yang melalui efek kimianya membawa perubahan dalam fungsi
biologik.
Idris (2008), mengemukakan bahwa secara internasional obat hanya dibagi
menjadi 2 yaitu obat paten dan obat generik.
a. Obat Paten
Merupakan obat yang baru ditemukan berdasarkan riset dan memiliki masa paten
yang tergantung dari jenis obatnya. Menurut UU No. 14 Tahun 2001 masa berlaku
paten di Indonesia adalah 20 tahun. Selama 20 tahun itu, perusahaan farmasi
tersebut memiliki hak eksklusif di Indonesia untuk memproduksi obat yang
dimaksud. Perusahaan lain tidak diperkenankan untuk memproduksi dan
memasarkan obat serupa kecuali jika memiliki perjanjian khusus dengan pemilik
paten.
b. Obat Generik
Setelah obat paten berhenti masa patennya, obat paten kemudian disebut sebagai
obat generik (generik = nama zat berkhasiatnya). Obat generik dibagi lagi menjadi
2 yaitu generik berlogo dan generik bermerek. Obat generik berlogo (OGB) yang
lebih umum disebut obat generik saja adalah obat yang menggunakan nama zat

Universitas Sumatera Utara

berkhasiatnya dan mencantumkan logo generik pada kemasan obat, sedangkan
obat generik bermerek yang lebih umum disebut obat bermerk adalah obat yang
diberi merek dagang oleh perusahaan farmasi yang memproduksinya.
2.4.4.1 Obat Generik
Obat generik adalah obat dengan nama resmi International Non-Proprietary
Names (INN) yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar
lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Obat generik merupakan obat yang
masa patennya sudah habis, sehingga dapat diproduksi oleh semua perusahaan
farmasi tanpa perlu membayar royalti. Selanjutnya, obat generik adalah program
pemerintah Indonesia yang bertujuan memberikan alternatif obat bagi seluruh lapisan
masyarakat, dengan kualitas obat yang terjamin, serta harga yang terjangkau. Obat
generik biasanya dikenal dari logo yang menjadi ciri khasnya, dikenal sebagai Obat
generik Berlogo (OGB). Logo OGB adalah lingkaran hijau bergaris putih dengan
tulisan “generik” di bagian tengah lingkaran. Logo OGB tersebut menunjukan bahwa
obat generik telah lulus uji kualitas, khasiat, dan keamanan. Garis-garis putih
menunjukkan obat generik dapat digunakan oleh berbagai lapisan masyarakat
(Purwatiningtiyas, 2012).
OGB diluncurkan pemerintah Indonesia sejak tahun 1989. Kualitas obat
generik tidak perlu diragukan lagi. Baik OGB, obat bermerek, maupun obat yang
dipatenkan, mengandung zat aktif atau komponen utama yang sama. OGB telah
memenuhi berbagai persyaratan sebagaimana obat yang dipatenkan. Persyaratan-

Universitas Sumatera Utara

persyaratan tersebut di antaranya mengikuti aturan pembuatan obat internasional,
memenuhi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang telah ditentukan oleh
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia, dan lolos uji
bioavailabilitas atau bioekivalensi (BA/BE) untuk menjamin obat generik setara
dengan obat yang dipatenkan. Jadi, dalam hal kualitas, OGB sama baiknya dengan
obat yang dipatenkan maupun obat generik bermerek. OGB mempunyai kelebihan
dari segi harga yang terjangkau. Jika dibandingkan dengan obat yang dipatenkan
maupun teman sejawatnya, yaitu obat bermerek, OGB menempati posisi harga yang
paling murah karena harga jual OGB tidak memerlukan biaya penelitian dan biaya
promosi OGB tidak setinggi obat yang dipatenkan. Di samping itu, kesederhanaan
kemasan OGB juga menjadikannya lebih murah jika dibandingkan obat bermerek.
Kemasan OGB hanya berupa kemasan sederhana dengan logo OGB. Pengemasan
OGB hanya bertujuan untuk melindungi obat di dalamnya (Purwatiningtyas, 2012).
Jadi, beberapa hal yang perlu dipahami tentang OGB adalah kualitasnya yang
tidak perlu diragukan lagi, dan OGB mempunyai kelebihan dari segi harga yang
terjangkau.
2.4.4.2 Kebijakan Obat Generik
Menurut Depkes RI (2000), Kebijakan obat generik merupakan kebijakan
untuk memudahkan akses masyarakat terhadap obat yang mutunya terjamin dengan
harga terjangkau. Agar upaya pemanfaatan obat generik ini dapat mencapai tujuan
yang diinginkan, maka kebijakan tersebut mencakup komponen-komponen berikut :

Universitas Sumatera Utara

1. Produksi obat generik dengan Cara Produksi Obat yang baik (CPOB).
2. Pengendalian mutu obat generik secara ketat.
3. Distribusi dan penyediaan obat generik di unit-unit pelayanan kesehatan.
4. Peresepan berdasarkan atas nama generik, bukan nama dagang.
5. Penggantian (substitusi) dengan obat generik diberlakukan di unit-unit pelayanan
kesehatan.
6. Informasi dan komunikasi mengenai obat generik bagi dokter dan masyarakat luas
secara berkesinambungan.
7. Pemantauan dan evaluasi penggunaan obat generik secara berkala.
2.4.4.3 Peraturan Menteri Kesehatan RI No. HK.02.02/MENKES/068/I/2010
tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Pemerintah
Peraturan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik Di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah mengemukakan beberapa ketentuan yang
berhubungan dengan penulisan resep obat generik, sebagai berikut :
1. Pasal 2 menyatakan bahwa Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, Pemerintah
Daerah wajib menyediakan obat generik untuk kebutuhan pasien rawat jalan dan
rawat inap dalam bentuk formularium.
2. Pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa Dokter yang bertugas di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Pemerintah wajib menulis resep obat generik bagi semua pasien sesuai
indikasi medis.

Universitas Sumatera Utara

3. Pasal 4 ayat (2) menyatakan bahwa Dokter dapat menulis resep untuk diambil di
Apotek atau di luar fasilitas pelayanan kesehatan dalam hal obat generik
sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) tidak tersedia di fasilitas pelayanan

kesehatan.
4. Pasal 7 menyatakan bahwa Apoteker dapat mengganti obat merek dagang/obat
peten dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang
lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien.
5. Pasal 8 menyatakan bahwa Dokter di Rumah Sakit atau Puskesmas dan Unit
pelaksana Teknis lainnya dapat menyetujui pergantian resep obat generik dengan
obat generik bermerek/bermerek dagang dalam hal obat generik tertentu belum
tersedia.
6. Pasal

10

ayat

(1)

menyatakan

bahwa

Pemerintah,

Pemerintah

Provinsi/Kabupaten/Kota dapat memberikan peringatan lisan atau tertulis kepada
dokter, tenaga kefarmasian dan pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah
yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
7. Pasal 10 ayat (2) menyatakan bahwa Peringatan lisan atau tertulis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan sebanyak 3 (tiga) kali dan apabila peringatan
tersebut tidak dipatuhi, Pemerintah dan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dapat
menjatuhkan sanksi administratif kepegawaian kepada yang bersangkutan.
Selanjutnya, Peraturan tersebut mengharapkan dokter mematuhi peraturan dan
meresepkan obat generik agar semua lapisan masyarakat dapat memenuhi kebutuhan

Universitas Sumatera Utara

obat dengan harga terjangkau dan mutu terjamin serta dapat memperbaiki derajat
kesehatan masyarakat. Pemerintah juga mengharapkan agar penggunaan obat generik
dapat mencapai 80%-90% di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah (Kemenkes
2010). Adapun kepatuhan dokter merupakan suatu perilaku dokter dalam mentaati
ketetapan peraturan Menteri Kesehatan dalam hal meresepkan obat generik.
2.4.5

Resep

2.4.5.1 Pengertian Resep
Menurut Depkes RI (2000), resep merupakan dokumen legal, sebagai sarana
komunikasi profesional dari dokter dan penyedia obat untuk memberikan obat kepada
pasien sesuai dengan kebutuhan medis yang ditentukan. Selanjutnya Jas (2005)
mengemukakan bahwa resep adalah permintaan tertulis dari dokter kepada apoteker
pengelola apotek untuk memberikan obat jadi atau meracik obat dalam bentuk
tertentu sesuai dengan keahliannya, takaran dan jumlah obat sesuai dengan yang
diminta, kemudian menyerahkannya kepada pasien.
2.4.5.2 Penulisan Resep
Penulisan resep artinya mengaplikasikan pengetahuan dokter dalam
memberikan obat kepada pasien melalui kertas resep sesuai dengan kebutuhan,
sekaligus permintaan secara tertulis kepada apoteker di apotek agar obat diberikan
sesuai permintaan. Pihak apoteker berkewajiban melayani secara cermat, memberi
informasi terutama yang menyangkut dengan penggunaan dan mengkoreksinya bila

Universitas Sumatera Utara

terjadi kesalahan dalam penulisan. Dengan demikian pemberian obat lebih rasional,
artinya tepat, aman, efektif dan ekonomis (Jas, 2005).
Berdasarkan Ridwan (2012) yang mengutip pendapat Yenis (1999), penulisan
resep yang rasional yang berarti penggunaan obat secara rasional, merupakan
komponen dari tujuan penggunaan obat yang tercantum dalam Kebijakan Obat
Nasional. Penggunaan obat secara rasional adalah pasien yang mendapatkan
pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dosis sesuai dengan kebutuhan
masing-masing individu, untuk periode waktu yang cukup dan dengan biaya yang
serendah-rendahnya.
Beberapa faktor yang memengaruhi penulisan resep (Daniel, 2001) :
1. Sistem Suplai Kesehatan (Health Supply System)
Faktor yang memengaruhi sistem meliputi suplai obat yang tidak dapat dipercaya,
jumlah obat yang terbatas/tidak mencukupi, obat-obat yang kadaluarsa dan
tersedianya obat-obat yang tidak tepat/tidak sesuai. Inefisiensi dalam sistem
tersebut menimbulkan ketidakpercayaan oleh dokter dan pasien.
2. Penulis Resep / Dokter (Prescriber)
Faktor internal dan eksternal memengaruhi dokter dalam menuliskan resep.
Pengetahuan dokter tentang obat dapat mempengaruhi penulisan resep obat,
dimana pengetahuan didapat dari pendidikan dasar yang membentuk sikap.
Kurangnya pendidikan berkelanjutan (Continuing education), keahlian untuk
mendapatkan informasi baru yang lebih banyak didapat dari sales obat bukan

Universitas Sumatera Utara

berdasarkan Evidence based mempengaruhi penulisan resep obat. Faktor eksternal
seperti jumlah pasien yang banyak, atau tekanan untuk menuliskan resep dari
pasien atau salesmen obat/pabrik obat serta peraturan rumah sakit yang terikat
dengan Permenkes (Formularium Rumah Sakit).
Faktor karakteristik dan kondisi kerja memengaruhi penulisan resep dokter per
individu. Dibedakan atas karakteristik dokter yang bersifat non professional seperti
umur, jenis kelamin, kepribadian (termasuk perilaku) dan karakteristik profesional
seperti pendidikan dan pengalaman kerja.
3. Farmasi (Dispenser)
Pemberian informasi mengenai obat khususnya kepada dokter mempengaruhi
penulisan resep, hal ini berkaitan dengan pendidikan. Informasi dapat diberikan
secara aktif melalui pelayanan informasi obat atau pasif misalnya melalui bulletin
atau newsletter. Peran farmasi juga terlihat mulai dari perencanaan, pengadaan dan
pendistribusian obat di rumah sakit.
4. Pasien/Masyarakat
Pengetahuan, kepercayaan pasien/masyarakat terhadap mutu dari suatu obat dapat
mempengaruhi pasien dalam menggunakan obat dan karena adanya interaksi pasien
dengan dokter juga akan memengaruhi dokter dalam menuliskan resep.
Industri Farmasi dikatakan mempunyai pengaruh yang kuat dalam penulisan
resep baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung
dilakukan dengan iklan seperti melalui kalender detailmen, eksibisi obat, sampel obat.

Universitas Sumatera Utara

Secara tidak langsung seperti bantuan penelitian medis, bantuan untuk jurnal ilmiah,
bantuan dan pengorganisasian pelatihan medis. Faktor-faktor yang disebutkan di atas
berbeda pengaruhnya untuk setiap dokter pada kondisi-kondisi tertentu dan bersifat
kompleks. Karena itu intervensi yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas
peresepan obat haruslah dimulai dengan mengerti terlebih dahulu pada masalah
perilaku.

2.5 Landasan Teori
Menurut Kelman dalam Sarwono (1997), perubahan sikap dan perilaku
individu dimulai dengan tahap kepatuhan, identifikasi, kemudian internalisasi. Salah
satu aspek yang turut menentukan perilaku individu dalam hal ini kepatuhan adalah
motivasi. Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang mau dan
rela mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau ketrampilan, tenaga dan
waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung
jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan
berbagai sasaran yang ditentukan (Siagian, 2003). Herzberg dalam Hasibuan (2005),
mengemukakan bahwa motivasi terdiri dari 2 (dua) faktor meliputi Faktor Intrinsik
yaitu : tanggung jawab, prestasi yang diraih, pengakuan orang lain, pekerjaan itu
sendiri, kemungkinan pengembangan, kemajuan. Sedangkan Faktor Ektstrinsik
meliputi : gaji, keamanan dan keselamatan kerja, kondisi kerja, hubungan kerja,
prosedur perusahaan dan status.

Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya, karakteristik individu merupakan faktor yang menggerakkan atau
memengaruhi perilaku individu meliputi Umur, Jenis kelamin, Lama kerja dan
Pendidikan (Gibson, 1996).
Kepatuhan dokter dalam menulis resep obat generik pada pasien umum rawat
jalan di Rumah Sakit Haji Medan mengacu kepada Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajiban
Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah.
Karakteristik Individu dan Motivasi


















Sikap dan Perilaku

Karakteristik Individu
Umur
Jenis Kelamin
Lama Kerja
Pendidikan
Motivasi
Intrinsik
Pekerjaan Itu Sendiri
Tanggung Jawab
Prestasi yang Diraih
Pengakuan Orang Lain
Kemungkinan Pengembangan
Kemajuan
Ekstrinsik
Prosedur Kerja
Imbalan
Kondisi Kerja
Hubungan Kerja
Keamanan dan Keselamatan
Kerja
Status





Kepatuhan
Identifikasi
Internalisasi

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Sumber : Kelman dalam Sarwono (1997), Herzberg dalam Hasibuan (2005), Luthans
(2003),dan Gibson (1996)

2.6 Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori di atas, maka kerangka konsep penelitian ini
adalah :
Variabel Independen (X)

Variabel Dependen (Y)

Karakteristik Individu
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Lama Kerja
4. Pendidikan

1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.

Motivasi
Intrinsik
Pekerjaan itu Sendiri
Tanggung Jawab
Prestasi yang Diraih
Pengakuan Orang Lain
Ekstrinsik
Prosedur Kerja
Imbalan
Kondisi Kerja
Hubungan Kerja

Kepatuhan Dokter
Menulis Resep Obat
Generik

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Dari gambar kerangka konsep di atas, dapat dilihat bahwa variabel
independen pada penelitian ini adalah Karakteristik Individu (umur, jenis kelamin,
lama kerja, pendidikan), motivasi terdiri dari motivasi intrinsik (Pekerjaan itu sendiri,
Tanggung jawab, Prestasi yang diraih, dan Pengakuan orang lain) dan motivasi
ekstrinsik (Prosedur kerja, Imbalan, Kondisi kerja, dan Hubungan kerja) sedangkan

Universitas Sumatera Utara

variabel dependennya adalah kepatuhan dokter dalam menulis resep obat generik
pada pasien umum rawat jalan di Rumah Sakit Haji Medan.

Universitas Sumatera Utara