Tingkat Kepatuhan Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Haji Medan

(1)

Lampiran 1. Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Assalamualaikum Wr Wb/Salam Sejahtera

Dengan Hormat,

Perkenalkan nama saya Dwi Lutiati, mahasiswa Farmasi Universitas Sumatera Utara yang sedang melakukan penelitian tentang “Tingkat Kepatuhan Pasien Hipertensi Rawat Jalan Dalam Penggunaan Obat Antihipertensi di RS Haji Medan yang Saudara/I/Bapak/Ibu kunjungi. Saya mohon kesediaan Saudara/I/Bapak/Ibu untuk menjawab beberapa pertanyaan mengenai kepatuhan penggunaan obat antihipertensi yang diresepkan dokter dan bagaimana pengetahuan Saudara/I/Bapak/Ibu mengenai penyakit hipertensi. Tujuan Penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tingkat kepatuhan dan pengetahuan pasien hipertensi dalam penggunaan obat di RS Haji. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah Hasil penelitian ini diharapkan dapat dilakukan upaya tindak lanjut untuk semakin meningkatkan kepatuhan pasien hipertensi di RS Haji Medan dalam menggunakan obat. Prosedur penelitian dilakukan dengan melakukan wawancara langsung kepada pasien hipertensi dan mengisikan hasil wawancara ke dalam lembar kuesioner kemudian dikumpulkan oleh peneliti.

Jika Saudara/I/Bapak/Ibu bersedia menjadi subjek penelitian, lembar persetujuan yang terlampir diisi, ditanda tangani dan dikembalikan. Perlu diketahui bahwa Partisipasi Bapak/Ibu/Sdra/Sdri bersifat sukarela dan tanpa paksaan. Setiap data yang ada dalam penelitian ini akan dirahasiakan dan digunakan untuk kepentingan penelitian. Untuk penelitian ini Bapak/Ibu/Sdra/Sdri tidak akan dikenakan biaya apapun. Atas partisipasi Saudara/I/Bapak/Ibu dalam penelitian ini, saya ucapkan terimakasih. Apabila Bapak/Ibu/Sdra/Sdri membutuhkan penjelasan lebih lanjut, maka dapat menghubungi saya di nomor 081225059384.

Medan, 16 Maret 2015 Peneliti (Dwi Lutiati)


(2)

Lampiran 2. Lembar persutujuan setelah penjelasan (Informed Consent) LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Umur : Jenis Kelamin : Alamat :

Menyatakan bersedia untuk menjadi subjek penelitian yang berjudul “ Tingkat Kepatuhan Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Rawat Jalan Di RS Haji Medan”, dan tidak akan menyatakan keberatan maupun tuntutan dibelakang hari.

Demikian pernyataan ini saya berikan dalam keadaan sadar/pikiran yang sehat dan tanpa paksaan apapun dari pihak manapun juga.

Medan, April 2015 Pembuat Pernyataan,


(3)

Lampiran 3. Kuesioner penelitian

KUESIONER PENELITIAN

TINGKAT KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN RAWAT JALAN

DI RS HAJI MEDAN

I. Kuesioner Data Demografi Pasien (Diisi oleh peneliti)

No. Responden: Hari/Tanggal/Jam: Petunjuk Pengisian:

Bapak/Ibu/Saudara/I diharapkan:

1. Menjawab setiap pertanyaan yang tersedia dengan memberikan tanda checklist (√) pada tempat yang tersedia.

2. Semua pernyataan harus dijawab.

3. Tiap satu pernyataan ini diiisi dengan satu jawaban.

4. Bila ada pernyataan yang kurang dimengerti dapat ditanyakan pada peneliti.

a. Usia: Tahun b. Jenis Kelamin: ( )Laki-laki ( )Perempuan c. Pendidikan:

( )Tidak tamat SD ( )SD

( )SMP

( )SMA/SMK/MA

( )Perguruan tinggi (medis/non medis) d. Pekerjaan:

( )Non formal ( )Formal e. Penghasilan: ( )<2.000.000

( )2.000.000-5.000.000 ( )>5.000.000

f. Status Pernikahan: ( )Tidak menikah ( )Menikah


(4)

g. Riwayat hipertensi keluarga: ( )Tidak ada

( )Ada

h. Kebiasaan merokok: ( )Tidak

( )Ya

i. Antihipertensi yang digunakan: ( )Kombinasi

( )Tunggal

j. Kebiasaan minum alcohol: ( )Ya

( )Tidak

k. Penyakit kronis lain yang diderita: i………

ii………... iii……….. iv………

l.Jenis obat antihipertensi yang digunakan: i………

ii……… iii………... iv………... m.Tekanan darah terakhir:


(5)

Lampiran 4. Kuesioner kepatuhan

II.Kuesioner Kepatuhan MMAS ( Morisky Medication Adherence Scale)

Pertanyaan

Jawaban Pasien Skor (Ya=1 /Tidak =0) Ya Tidak

1. Pernahkah Anda lupa minum obat antihipertensi? 2. Selain lupa, mungkin Anda tidak minum obat

antihipertensi karena alasan lain. Dalam 2 minggu terakhir, apakah Anda pernah tidak minum obat antihipertensi? Mengapa?

3. Pernahkah Anda mengurangi atau berhenti minum obat antihipertensi tanpa sepengetahuan dokter karena Anda merasa obat yang diberikan membuat keadaan Anda menjadi lebih buruk?

4. Pernahkah Anda lupa membawa obat antihipertensi ketika bepergian?

5. Apakah Anda masih meminum obat antihipertensi Anda kemarin?

6. Apakah Anda berhenti minum obat antihipertensi ketika Anda merasa gejala yang dialami telah teratasi?

7. Meminum obat antihipertensi setiap hari merupakan sesuatu ketidaknyamanan untuk beberapa orang. Apakah Anda merasa terganggu harus minum obat antihipertensi setiap hari?

8. Berapa sering Anda lupa minum obat antihipertensi? a. Tidak Pernah

b. Sesekali c. Kadang-kadang d. Biasanya e. Selalu Ket:

Selalu : 7 kali dalam seminggu

Biasanya : 4-6 kali dalam

seminggu

Kadang-kadang : 2-3 kali dalam

seminggu

Sesekali : 1 kali dalam seminggu

Tidak Pernah : tidak pernah lupa

A=0 B-E=1

Total Skor Skor>2 = rendah

1 atau 2 = sedang


(6)

Lampiran 5. Hasil Analisis Menggunakan Uji Chi Square

a. Tabel Hasil analisis hubungan usia pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya

Crosstab

Tingkatkepatuhan

Total

Rendah sedang tinggi

umur 40-50 Count 4 1 2 7

% within umur 57.10% 14.30% 28.60% 100.00% % within

tingkatkepatuhan

9.50% 3.30% 7.10% 7.00%

% of Total 4.00% 1.00% 2.00% 7.00%

51-60 Count 14 11 9 34

% within umur 41.20% 32.40% 26.50% 100.00% % within

tingkatkepatuhan

33.30% 36.70% 32.10% 34.00%

% of Total 14.00% 11.00% 9.00% 34.00%

61-70 Count 15 11 15 41

% within umur 36.60% 26.80% 36.60% 100.00% % within

tingkatkepatuhan

35.70% 36.70% 53.60% 41.00%

% of Total 15.00% 11.00% 15.00% 41.00%

71-80 Count 9 7 2 18

% within umur 50.00% 38.90% 11.10% 100.00% % within

tingkatkepatuhan

21.40% 23.30% 7.10% 18.00%

% of Total 9.00% 7.00% 2.00% 18.00%

Total Count 42 30 28 100

% within umur 42.00% 30.00% 28.00% 100.00% % within

tingkatkepatuhan

100.00% 100.00% 100.00% 100.00%

% of Total 42.00% 30.00% 28.00% 100.00%

Chi-Square Tests

Monte Carlo Sig. (2-sided)

90% Confidence Interval

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided) Sig.

Lower Bound

Upper Bound

Pearson Chi-Square 5.141a 6 .526 .539b .531 .547

Likelihood Ratio 5.655 6 .463 .513b .505 .521

Fisher's Exact Test 5.207 .526b .518 .534

Linear-by-Linear Association .099c 1 .753 .776b .770 .783

N of Valid Cases 100

a. 3 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.96. b. The standardized statistic is -.315.


(7)

b. Tabel hasil analisis hubungan jenis kelamin pasien rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya

tingkatkepatuhan

Total

rendah sedang tinggi

Jeniskelamin laki-laki Count 14 12 14 40

% within jeniskelamin

35.00% 30.00% 35.00% 100.00%

% within tingkatkepatuha n

33.30% 40.00% 50.00% 40.00%

% of Total 14.00% 12.00% 14.00% 40.00%

perempuan Count 28 18 14 60

% within jeniskelamin

46.70% 30.00% 23.30% 100.00%

% within tingkatkepatuha n

66.70% 60.00% 50.00% 60.00%

% of Total 28.00% 18.00% 14.00% 60.00%

Total Count 42 30 28 100

% within jeniskelamin

42.00% 30.00% 28.00% 100.00%

% within tingkatkepatuha n

100.00% 100.00% 100.00 %

100.00%

% of Total 42.00% 30.00% 28.00% 100.00%

Chi-Square Tests

Monte Carlo Sig. (2-sided) 90% Confidence Interval

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided) Sig.

Lower

Bound Upper Bound

Pearson Chi-Square 1.944a 2 .378 .380b .372 .388

Likelihood Ratio 1.938 2 .379 .380b .372 .388

Fisher's Exact Test 1.946 .380b .372 .388

Linear-by-Linear Association

1.901c 1 .168 .177b .171 .183

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.20. b. The standardized statistic is -1.379.


(8)

c. Tabel Hasil analisis hubungan pendidikan pasien rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya

Crosstab

tingkatkepatuhan

Total

rendah sedang tinggi

pendidikan tidak tamat SD

Count 1 1 0 2

% within pendidikan

50.00% 50.00% 0.00% 100.00%

% within tingkatkepatuhan

2.40% 3.30% 0.00% 2.00%

% of Total 1.00% 1.00% 0.00% 2.00%

SD Count 7 2 1 10

% within pendidikan

70.00% 20.00% 10.00% 100.00%

% within tingkatkepatuhan

16.70% 6.70% 3.60% 10.00%

% of Total 7.00% 2.00% 1.00% 10.00%

SMP Count 10 8 3 21

% within pendidikan

47.60% 38.10% 14.30% 100.00%

% within tingkatkepatuhan

23.80% 26.70% 10.70% 21.00%

% of Total 10.00% 8.00% 3.00% 21.00%

SMA/SMK/ MA

Count 19 13 14 46

% within pendidikan

41.30% 28.30% 30.40% 100.00%

% within tingkatkepatuhan

45.20% 43.30% 50.00% 46.00%

% of Total 19.00% 13.00% 14.00% 46.00% Perguruan

tinggi (medis/non medis)

Count 5 6 10 21

% within pendidikan

23.80% 28.60% 47.60% 100.00%

% within tingkatkepatuhan

11.90% 20.00% 35.70% 21.00%

% of Total 5.00% 6.00% 10.00% 21.00%

Total Count 42 30 28 100

% within pendidikan

42.00% 30.00% 28.00% 100.00%

% within tingkatkepatuhan

100.00% 100.00% 100.00 %

100.00%

% of Total 42.00% 30.00% 28.00% 100.00%

Chi-Square Tests

Monte Carlo Sig. (2-sided) 90% Confidence Interval

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided) Sig.

Lower Bound

Upper Bound

Pearson Chi-Square 10.946a 8 .205 .201b .194 .207

Likelihood Ratio 11.643 8 .168 .215b .208 .222

Fisher's Exact Test 10.423 .189b .182 .195

Linear-by-Linear Association

8.516c 1 .004 .004b .003 .004


(9)

a. 6 cells (40.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .56. b. The standardized statistic is 2.918.

d. Tabel hasil analisis hubungan pekerjaan pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya

Crosstab

tingkatkepatuhan

Total

rendah sedang tinggi

pekerjaan nonformal Count 27 22 7 56

% within pekerjaan

48.20% 39.30% 12.50% 100.00%

% within tingkatkepatuhan

64.30% 73.30% 25.00% 56.00%

% of Total 27.00% 22.00% 7.00% 56.00%

formal Count 15 8 21 44

% within pekerjaan

34.10% 18.20% 47.70% 100.00%

% within tingkatkepatuhan

35.70% 26.70% 75.00% 44.00%

% of Total 15.00% 8.00% 21.00% 44.00%

Total Count 42 30 28 100

% within pekerjaan

42.00% 30.00% 28.00% 100.00%

% within tingkatkepatuhan

100.00% 100.00% 100.00% 100.00%

% of Total 42.00% 30.00% 28.00% 100.00%

Chi-Square Tests

Monte Carlo Sig. (2-sided) 90% Confidence Interval

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided) Sig.

Lower Bound

Upper Bound

Pearson Chi-Square 15.749a 2 .000 .000b .000 .001

Likelihood Ratio 16.153 2 .000 .000b .000 .001

Fisher's Exact Test 15.635 .000b .000 .001

Linear-by-Linear Association

8.732c 1 .003 .003b .002 .004

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.20. b. Based on 10000 sampled tables with starting seed 2110151063.


(10)

e. Tabel hasil analisis hubungan penghasilan pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya

tingkatkepatuhan

Total

rendah sedang tinggi

penghasilan <2.000.000 Count 31 19 8 58

% within penghasilan

53.40% 32.80% 13.80% 100.00%

% within tingkatkepatuhan

73.80% 63.30% 28.60% 58.00%

% of Total 31.00% 19.00% 8.00% 58.00%

2.000.000-5.000.000

Count 11 8 18 37

% within penghasilan

29.70% 21.60% 48.60% 100.00%

% within tingkatkepatuhan

26.20% 26.70% 64.30% 37.00%

% of Total 11.00% 8.00% 18.00% 37.00%

>5.000.000 Count 0 3 2 5

% within penghasilan

0.00% 60.00% 40.00% 100.00%

% within tingkatkepatuhan

0.00% 10.00% 7.10% 5.00%

% of Total 0.00% 3.00% 2.00% 5.00%

Total Count 42 30 28 100

% within penghasilan

42.00% 30.00% 28.00% 100.00%

Chi-Square Tests

Monte Carlo Sig. (2-sided)

90% Confidence Interval

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided) Sig.

Lower Bound

Upper Bound

Pearson Chi-Square 17.821a 4 .001 .001b .000 .002

Likelihood Ratio 19.590 4 .001 .000b .000 .001

Fisher's Exact Test 17.724 .000b .000 .001

Linear-by-Linear Association 12.881c 1 .000 .000b .000 .000

N of Valid Cases 100

a. 3 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.40. b. The standardized statistic is 3.589.


(11)

f. Tabel Hasil analisis hubungan riwayat hipertensi keluarga pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya

Crosstab

tingkatkepatuhan

Total

rendah sedang tinggi

riwayat tidak ada Count 23 16 17 56

% within riwayat 41.10% 28.60% 30.40% 100.00% % within

tingkatkepatuhan

54.80% 53.30% 60.70% 56.00%

% of Total 23.00% 16.00% 17.00% 56.00%

ada Count 19 14 11 44

% within riwayat 43.20% 31.80% 25.00% 100.00% % within

tingkatkepatuhan

45.20% 46.70% 39.30% 44.00%

% of Total 19.00% 14.00% 11.00% 44.00%

Total Count 42 30 28 100

% within riwayat 42.00% 30.00% 28.00% 100.00% % within

tingkatkepatuhan

100.00% 100.00% 100.00% 100.00%

% of Total 42.00% 30.00% 28.00% 100.00%

Chi-Square Tests

Monte Carlo Sig. (2-sided)

90% Confidence Interval

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided) Sig.

Lower Bound

Upper Bound

Pearson Chi-Square .365a 2 .833 .871b .865 .876

Likelihood Ratio .367 2 .832 .845b .839 .850

Fisher's Exact Test .393 .871b .865 .876

Linear-by-Linear Association .200c 1 .655 .708b .700 .715

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.32. b. The standardized statistic is -.447.


(12)

g. Tabel hasil analisis rejimen pengobatan pasien hipertensi rawat jalan tingkat kepatuhannya

Crosstab

tingkatkepatuhan

Total

rendah sedang tinggi

obat kombinasi Count 25 20 15 60

% within obat 41.70% 33.30% 25.00% 100.00% % within

tingkatkepatuhan

59.50% 66.70% 53.60% 60.00%

% of Total 25.00% 20.00% 15.00% 60.00%

tunggal Count 17 10 13 40

% within obat 42.50% 25.00% 32.50% 100.00% % within

tingkatkepatuhan

40.50% 33.30% 46.40% 40.00%

% of Total 17.00% 10.00% 13.00% 40.00%

Total Count 42 30 28 100

% within obat 42.00% 30.00% 28.00% 100.00% % within

tingkatkepatuhan

100.00% 100.00% 100.00% 100.00%

% of Total 42.00% 30.00% 28.00% 100.00%

Chi-Square Tests

Monte Carlo Sig. (2-sided) 90% Confidence Interval

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Sig.

Lower

Bound Upper Bound

Pearson Chi-Square 1.042a 2 .594 .597b .589 .605

Likelihood Ratio 1.047 2 .592 .597b .589 .605

Fisher's Exact Test 1.054 .573b .565 .581

Linear-by-Linear Association

.155c 1 .694 .710b .703 .718

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.20. b. The standardized statistic is .394.


(13)

h. Tabel hasil analisis hubungan penyakit kronis lain yang diderita pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya

penylain * tingkatkepatuhan Crosstabulation

tingkatkepatuhan

Total

rendah sedang tinggi

penylain ada Count 16 18 22 56

% within penylain 28.60% 32.10% 39.30% 100.00% % within

tingkatkepatuhan

38.10% 60.00% 78.60% 56.00%

% of Total 16.00% 18.00% 22.00% 56.00%

tidak ada Count 26 12 6 44

% within penylain 59.10% 27.30% 13.60% 100.00% % within

tingkatkepatuhan

61.90% 40.00% 21.40% 44.00%

% of Total 26.00% 12.00% 6.00% 44.00%

Total Count 42 30 28 100

% within penylain 42.00% 30.00% 28.00% 100.00% % within

tingkatkepatuhan

100.00% 100.00% 100.00% 100.00%

% of Total 42.00% 30.00% 28.00% 100.00%

Monte Carlo Sig. (2-sided)

90% Confidence Interval

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided) Sig.

Lower Bound

Upper Bound

Pearson Chi-Square 11.449a 2 .003 .003b .002 .004

Likelihood Ratio 11.888 2 .003 .003b .002 .004

Fisher's Exact Test 11.492 .003b .002 .004

Linear-by-Linear Association 11.311c 1 .001 .001b .000 .001

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.32. b. The standardized statistic is -3.363.


(14)

i. Tabel hasil analisis hubungan tingkat kepatuhan dengan tekanan darah terkontrol

tingkatkepatuhan * tekanandarah Crosstabulation

tekanandarah Total terkontrol tidak terkontrol tingkatkepat uhan

rendah Count 16 26 42

% within tingkatkepatuhan

38.10% 61.90% 100.00%

% within tekanandarah

30.20% 55.30% 42.00%

% of Total 16.00% 26.00% 42.00%

sedang Count 18 12 30

% within tingkatkepatuhan

60.00% 40.00% 100.00%

% within tekanandarah

34.00% 25.50% 30.00%

% of Total 18.00% 12.00% 30.00%

tinggi Count 19 9 28

% within tingkatkepatuhan

67.90% 32.10% 100.00%

% within tekanandarah

35.80% 19.10% 28.00%

% of Total 19.00% 9.00% 28.00%

Total Count 53 47 100

% within tingkatkepatuhan

53.00% 47.00% 100.00%

% within tekanandarah

100.00% 100.00% 100.00%

% of Total 53.00% 47.00% 100.00%

Chi-Square Tests

Monte Carlo Sig. (2-sided) 90% Confidence Interval

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided) Sig.

Lower Bound

Upper Bound

Pearson Chi-Square 6.817a 2 .033 .037b .033 .040

Likelihood Ratio 6.903 2 .032 .037b .033 .040

Fisher's Exact Test 6.725 .037b .033 .040

Linear-by-Linear Association

6.342c 1 .012 .016b .014 .018

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.16. b. The standardized statistic is -2.518.


(15)

(16)

(17)

(18)

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. (2002). Cegah Hipertensi dengan Pola Hidup Sehat. Diakses dari (http://www. Depkes.go.id).

Brunner dan Suddarth. (2001). Buku ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 2. Jakarta: EGC.

Burnier, M., Schneider, M.P., Chiolero, A., Stubi, C.L., Brunner, H.R. (2001). Electronic compliance monitoring in resistant hypertension: the basis for rational therapeutic decisions. Journal of Hypertension.

Chayanee. (2014). Tingkat Kepatuhan Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit X pada Tahun 2014. Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hal. 1-8. Corwin, dan Elizabeth, J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Coylewright, M., Reckelhoff, J.F., dan Ouyang, P. (2008). Menopause and Hypertension An Age-old Debate. The Department Of Medicine, Johns Hopkins University School Of Medicine, Baltimore, Md; and Physiology and Biophysics, University Of Mississippi Medical Center, Jackson. Hal. 952-959.

Depkes RI. (2006). Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Dipiro, T.J., Talbert,L.R., Yee, C.G., Matzke, R.G., Wells, G.B., dan Posey, M.L. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. Edisi Ketujuh. New York: Mc Graw Hills Company. Hal. 141-142.

Fatmah, A., Ignacio, C., Xiang, Y. (2015). Factors Affecting Treatment Compliance among Hypertension Patients In Arab Saudi. Ummul Qura University, Makkah, Arab Saudi. American Journal of Medicine and Medical Sciences. 5(4):181-189.

Fauci, S.A., Kasper, L.D., Longo, L.D., Braunwald, E., Hauser, L.S., Jameson, L.J., dan Loscalzo, J. (2008). Harrison's Principles of Internal Medicine. Edisi ketujuh belas. New York: Mc Graw Hills Company. Hal. 1403.

Fleischhacker, W.W., Hofer, A., dan Hummer, M. (2007). Managing Schizoprenia: The Compliance Challenge. Edisi Kedua. Innsbruck: University of Innsburk. Hal. 5-19.

Guyton, A.C. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi Kesebelas. Jakarta: EGC Kedokteran. Hal. 172, 233-234.


(20)

Hairunisa. (2014). Hubungan Tingkat Kepatuhan Minum Obat dan Diet dengan Tekanan Darah Terkontrol pada Penderita Hipertensi Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Perumnas 1 Kecamatan Pontianak Barat. Fakultas Kedokteran Universitas Tanjung Pura Pontianak. Hal. 7-15. Hashmi, S.K., Afridi, M.B., Abbas, K., Sajwani, RA., Saleheen, D., Frossard, P.M., Ishaq, M., Ambreen, A., Ahmad, U. (2007). Factor associated with adherence to antihypertensive treatment in Pakistan. Plos one, 2 (3):e280.

Irmalita. (2003). Bagaimana Meningkatkan Kepatuhan Paien. Jakarta: FK-UI. Hal. 16-18.

James, A.P., Suzanne, O., Barry, L., William, C., Cheryl, D., Joel, H., Daniel, T., Michael, L., Thomas, D., Olugbeng, O., Sidney, C., Smith, J., Laura, P., Scetkey., Sandra, J.T., Raymond, R., Townsend., Jackson, T., Wright, J., Andrew, S.N., dan Eduardo, O. (2014). Evidence-Based Guidline for the Management of High Blood Pressure in Adults Report From the Panel Members Appointed to the Eight Joint National Committee (JNC 8). Lowa: American Medical Association. Hal. 1-14. Jaya, N. (2009). Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kepatuhan pasien dalam minum obat antihipertensi di puskesmas pamulang kota tangerang selatan propinsi banten tahun 2009. Dipetik 6 November 2012 : http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_digital/Nandang%20 Tisna.pdf.

Jeffery, M.D. (2008). Hypertension Guidelines: Revisiting The JNC 7 Recommendations. The Journal of Lancaster General Hospital. 3(3): 91-93. Kaplan, N.M. (2001). Treatment of Hypertension in General Practice. USA: Departement of Internal Medicine University of Texas.

Kusumawardani, N. (2005). Hubungan antara tanggapan pasien dengan kepatuhan pasien terhadap pencegahan sekunder hipertensi di kelurahan

Abadijaya Depok Jawa Barat. Diakses dari

(http://www.bmf.litbang.depkes.go.id), pada tanggal 5 September 2015.

Lameshow, S., dan David, W.H. (1997). Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan (Terjemahan). Yogyakarta: Gadjahmada University Press.

Mostafa, E.M., dan Ragaa, E.M. (2013). Adherence in Egyptian Patients with Schizoprhenia: The Role of Insight, Medication Beliefs, and Spiritually. The Arab Journal of Psychiatry. 24(1): 63-64.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Hal. 26, 37-38.

Nafrialdi. (2011). Farmakologi dan Terapi:Antihipertensi. Edisi Kelima. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK-UI. Hal. 341-343.


(21)

Osterberg., L., Blashke, T., (2005). Adherence to edication. The New England Journal of Medecine. Hal. 97, 353-487.

Ragot, S., Sosner, P., Bouch, G., Guillemain, J., dan Herpin, D. (2005). Appraisal of the knowledge of hypertensive patients and assessment of the role of the pharmacists in the management of hypertension:results of a regional survey. Journal of Human Hypertension.

Saepudin, Padmasari, S., Hidayanti, P., dan Endang, S., (2013). Kepatuhan Penggunaan Obat pada Pasien Hipertensi di Puskesmas. Jurnal Farmasi Indonesia. Vol.6. No.4. Hal. 246-253.

Santrock, J. (2002). Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup. Jakarta. Erlangga. Hal. 26-27.

Susalit, E., Kapojos, E.J., Lubis, H.R. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Hipertensi Primer, Jilid II, Edisi Ketiga. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 453-461. WHO. (2003). International Society of Hypertension (ISH) Statement on

Management of Hypertension. Journal of Hypertension. 21:1983-1992 WHO. (2013). High Blood Pressure, Global and Regional Overview. Dalam World Health Day 2013. On Line diakses tanggal 07 april 2015.

Xi Tan, D., Patel, I., Chang, J. (2014). Review of the four item Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-4) and eight item Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8). Samford University, McWhorter School of Pharmacy Dept. of Pharmaceutical, Social & Administrative Sciences.Insight. 5(3):1-4.


(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei deskriptif dengan rancangan potong lintang (cross-sectional), yaitu pengumpulan data yang mana variabel bebas dan variabel terikat dilakukan secara bersama-sama atau sekaligus (Notoatmodjo, 2010). Pengumpulan data diperoleh melalui catatan rekam medik pasien dan pembagian kuesioner demografi pasien, serta kuesioner MMAS (Morisky Medication Adherence Scale) untuk mengetahui kepatuhan pasien hipertensi rawat jalan dalam mengkonsumsi obat antihipertensi.

3.2 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien hipertensi rawat jalan di RS Haji Medan. Populasi yang diambil harus memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.

Kriteria inklusinya adalah sebagai berikut: a. Pasien berusia >18 tahun

b. Pasien hipertensi rawat jalan yang telah didiagnosa ≥6 bulan.

c. Pasien yang bisa kooperatif dan mampu memberikan informasi.

Kriteria eksklusi merupakan keadaan yang menyebabkan subjek tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian. Adapun kriteria eksklusi yang dimaksud adalah:


(23)

a. Pasien yang tidak menjawab kuesioner secara lengkap. b. Pasien yang menolak untuk mengikuti penelitian.

3.3 Sampel

Pengambilan subjek penelitian adalah non probability sampling dengan teknik consecutive sampling, yaitu pasien yang memenuhi kriteria inklusi dimasukkan ke dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah pasien terpenuhi (Notoatmodjo, 2010). Pengambilan besar sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus (Lameshow, 1997):

n= Z21-a/2 P(1-P) d2

keterangan: n = Jumlah sampel minimal Z1-a/2 = Derajat Kemaknaan

P = Proporsi Pasien

D = Tingkat presisi / deviasi

Dengan persen kepercayaan yang diinginkan 90%; Z1-a/2 = 1,645; P=0,5; d = 0,1 Maka diperoleh besar sampel minimal :

n= 1,6452x 0,5 (1-0,5) = 67,65  68 orang 0,12

Jadi, jumlah sampel minimal adalah 68 orang. Namun demikian, pasien yang ikut serta dalam penelitian ini berjumlah 100 orang.

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian


(24)

3.5 Definisi Operasional

a. Tingkat kepatuhan pasien hipertensi dalam menggunakan obat merupakan suatu kondisi responden untuk melaksanakan terapi obat sesuai yang telah diinstruksikan kepadanya. Tingkat kepatuhan dikategorikan dalam 3 kelompok yaitu: kategori rendah, bila skor >2; kategori sedang, bila skor 1-2; kategori tinggi, bila skor 0.

b. Usia adalah adalah total lama waktu sejak tanggal kelahiran hingga saat dilakukan pemeriksaan dalam penelitian.

c. Jenis kelamin adalah perbedaan gender responden yang dibedakan atas perempuan dan laki-laki.

d. Riwayat pendidikan adalah pengalaman mengikuti pendidikan formal berdasarkan ijazah terakhir. Pendidikan dibagi atas : tidak tamat SD, SD, SMP, SMA/SMK/MA, Perguruan tinggi (medis/nonmedis).

e. Pekerjaan adalah aktivitas sehari-hari yang dilakukan untuk menghasilkan uang terbagi atas pekerjaan nonformal (responden yang pekerjaannya tidak terikat dengan instansi tertentu dan jam kerja yang tertentu), dan pekerjaan formal (responden yang pekerjaannya terikat dengan instansi tertentu dan jam kerja tertentu).

f. Penghasilan adalah penghasilan responden yang dihitung perbulan. Penghasilan dibagi dalam 3 kelompok yaitu: <2.000.000, 2000.000-5.000.000, >5.000.000.

g. Riwayat hipertensi keluarga adalah data riwayat hipertensi dalam keluarga diperoleh dari kuesioner. Keluarga yang dimaksud yaitu antara lain: orang tua, saudara kandung, nenek, dan kakek.


(25)

h. Kebiasaan merokok adalah perilaku atau kebiasaan menghisap rokok dan atau pernah merokok (pertama kali merokok sampai berhenti merokok hingga pengisian kuesioner) dalam sehari-hari.

i. Antihipertensi yang digunakan adalah jenis obat antihipertensi yang diberikan oleh dokter meliputi tunggal atau kombinasi.

j. Kebiasaan minum alkohol adalah perilaku atau kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan atau pernah mengkonsumsi alkohol (pertama kali minum sampai berhenti minum hingga pengisian kuesioner) dalam sehari-hari.

k. Penyakit kronis lain yang diderita adalah penyakit kronis selain penyakit hipertensi yang diderita oleh pasien sehingga mempengaruhi terapi pengobatannya.

l. Jenis obat antihipertensi yang digunakan adalah jenis obat yang diberikan oleh dokter dalam terapi pasien hipertensi.

3.6 Instrumen Penelitian 3.6.1 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian yaitu data primer berupa hasil kuesioner dan wawancara singkat yang dilakukan secara langsung pada pasien penderita hipertensi, dan juga data dari rekam medik pasien untuk melihat riwayat penggunaan obat di Rumah Sakit Haji Medan.

3.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui pembagian kuesioner yang akan diisi oleh responden penderita hipertensi disertai dengan wawancara singkat. Responden tersebut diketahui menderita hipertensi melalui data rekam medik yang ada di


(26)

Rumah Sakit Haji Medan. Jawaban kuesioner yang telah diisi oleh responden ditabulasikan hasilnya dan setiap faktor ketidakpatuhan dianalisis hingga diperoleh prevalensi setiap faktor ketidakpatuhan tersebut dengan kepatuhan responden dalam melaksanakan terapi obat.

3.7 Metode MMAS-8

Kuesioner MMAS-8 (Morisky Medication Adherence Scale) adalah instrumen skala kepatuhan pengobatan yang dikeluarkan oleh Dr. Morisky dan rekan-rekannya pada tahun 2008. Kuesioner ini merupakan perkembangan dari kuesioner MMAS-4 yang diterbitkan pada tahun 1986, dimana pada kuesioner MMAS-4 terdapat 4 item yang memiliki kategori respon dikotomis yaitu ya atau tidak. Pada kusioner MMAS-8 terdapat tujuh item dengan kategori respon dikotomis ya atau tidak, dan 1 item dengan lima titik respon Likert. Dibandingkan dengan MMAS-4, kuesioner MMAS-8 memiliki empat item tambahan yang berusaha untuk mengidentifikasi dan mengatasi keadaan atau situasi yang terkait dengan kepatuhan, serta memiliki sifat psikometrik jauh lebih baik: sensitivitas dan spesifisitas berturut-turut 93% dan 53%.

Skor penilaian MMAS-8 dibagi menjadi 3 kategori, yaitu kepatuhan rendah dengan nilai lebih dari 2, kepatuhan sedang dengan nilai 1-2, dan kepatuhan tinggi dengan nilai 0. Kuesioner MMAS-8 adalah alat penilaian dari WHO yang sudah divalidasi dan sering digunakan untuk menilai kepatuhan pengobatan pasien dengan penyakit kronik, seperti diabetes mellitus. Nilai MMAS-8 yang tinggi menunjukkan tingkat kepatuhan pasien terhadap pengobatan rendah (Xi Tan, dkk., 2014).


(27)

3.8 Analisis Data

Pengolahan dan analisis statistik dari data yang diperoleh dilakukan secara komputerisasi dengan menggunakan alat bantu program Statistical Package for Social Sciences (SPSS) yaitu:

a. Analisis univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2010). Gambaran masing-masing variabel meliputi usia, jenis kelamin, riwayat pendidikan, pekerjaan, penghasilan, riwayat hipertensi keluarga, kebiasaan merokok, regimen pengobatan, kebiasaan minum alkohol, penyakit kronis lain yang diderita, dan jenis antihipertensi yang digunakan untuk mengetahui gambaran tentang kepatuhan pasien dalam penggunaan obat antihipertensi. Analisis yang akan dilihat adalah berupa distribusi frekuensi dari semua variabel yang hasil analisisnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

b. Analisis bivariat

Apabila telah dilakukan analisis univariat hasilnya akan diketahui karakteristik atau distribusi setiap variabel dan dapat dilanjutkan analisis bivariat (Notoatmodjo, 2010). Analisis ini melihat hubungan antara kedua variabel dengan menggunakan uji chi-square, dalam uji ini ditentukan tingkat kepercayaan 90% dengan nilai ( )=0,1. Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif. Data kuantitatif akan disajikan dalam bentuk tabel sedangkan data kualitatif disajikan dalam bentuk uraian.


(28)

3.9 Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

a. Meminta surat permohonan ke Dekan Fakultas Farmasi USU untuk dapat melakukan penelitian di Rumah Sakit Haji Medan.

b. Mengirim surat permohonan izin tersebut ke Rumah Sakit Haji Medan untuk mendapatkan izin melakukan penelitian.

c. Meminta persetujuan Komisi Etik tentang pelaksanaan penelitian bidang kesehatan ke Fakultas Kedokteran USU.

d. Mengumpulkan data berupa kuesioner dan rekam medik pasien hipertensi rawat jalan selama bulan April 2015.

e. Menganalisis data dan informasi yang diperoleh sehingga didapatkan kesimpulan dan menyajikannya secara deskriptif dalam bentuk tabel.


(29)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini telah dilakukan di Rumah Sakit Umum Haji Medan yang dimulai pada bulan April 2015 dalam jangka waktu selama 1 bulan. Data diambil dari rekam medik pasien penderita hipertensi dan hasil kuesioner demografi pasien serta kuesioner MMAS (Morisky Medication Adherence Scale) untuk menilai tingkat kepatuhan penggunaan obat antihipertensi. Jumlah pasien yang dimasukkan untuk memenuhi kriteria inklusi adalah sebanyak 100 orang. Adapun karakteristik yang dinilai untuk mengetahui hubungannya dengan tingkat kepatuhan yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, penghasilan, riwayat hipertensi keluarga, regimen pengobatan yang dipakai, dan riwayat penyakit kronis lain.

4.1 Data Demografi

Data demografi pasien terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, riwayat hipertensi keluarga, kebiasaan merokok, regimen pengobatan, kebiasaan minum alkohol, dan penyakit kronis lain yang diderita. Sebelum mengetahui hubungan antara demografi pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya dalam mengkonsumsi obat antihipertensi, sebaiknya mengetahui gambaran tentang demografi pasien terlebih dahulu (Tabel 4.1).


(30)

Tabel 4.1 Data demografi pasien hipertensi rawat jalan di RS Haji Medan

Demografi Pasien n orang Persentase (%)

Usia

a. 40-50 tahun b. 51-60 tahun c. 61-70 tahun d. 71-80 tahun

7 34 41 18 7 34 41 18

Total 100 100

Jenis kelamin a. Laki-laki b. Perempuan 40 60 40 60

Total 100 100

Pendidikan

a. Tidak tamat SD b. SD

c. SMP

d. SMA/SMK/MA e. Perguruan tinggi

(medis/nonmedis) 2 10 21 46 21 2 10 21 46 21

Total 100 100

Pekerjaan a. Formal b. Nonformal 44 56 44 56

Total 100 100

Penghasilan a. <2.000.000 b. 2.000.000-5.000.000 c. >5.000.000 58 37 5 58 37 5

Total 100 100

Riwayat hipertensi keluarga

a. Tidak ada b. Ada

56 44

56 44

Total 100 100

Kebiasaan merokok a. Tidak b. Ya 71 29 71 29

Total 100 100

Regimen pengobatan a. Kombinasi b. Tunggal 60 40 60 40

Total 100 100

Kebiasaan minum alkohol a. Tidak b. Ya 89 11 89 11


(31)

Tabel 4.1 (Lanjutan)

Total 100 100

Penyakit kronis lain yang diderita

a. Tidak ada b. Ada

44 56

44 56

Total 100 100

Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan frekuensi pasien hipertensi rawat jalan yang terbanyak pada kelompok usia 61-70 tahun sebanyak 41 orang (41%), pasien dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 60 orang (60%), pendidikan SMA/SMK/MA sebanyak 46 orang (46%), pekerjaan nonformal sebanyak 56 orang (56%), penghasilan <2.000.000 sebanyak 58 orang (58%), tidak memiliki riwayat hipertensi keluarga sebanyak 56 orang (56%), tidak memiliki kebiasaan merokok sebanyak 71 orang (71%), regimen pengobatan kombinasi sebanyak 60 orang (60%), tidak memiliki kebiasaan minum alkohol sebanyak 89 orang (89%), dan memiliki penyakit kronis lain yang diderita sebanyak 56 orang (56%).

Tabel di atas dapat menggambarkan bahwa pasien yang mengalami hipertensi lebih banyak wanita daripada laki-laki. Hal ini dikarenakan bahwa wanita lebih rentan mengalami hipertensi akibat pengaruh hormon yang dimilikinya. Pada dasarnya, seiring dengan bertambahnya usia wanita terutama 25 tahun keatas akan mengalami peningkatan produksi hormon seksual. Namun, ketika mendekati usia 40 tahun maka kemampuan produksi hormon tersebut akan semakin berkurang. Ini disebut dengan masa menopause (masa terhentinya siklus menstruasi). Wanita dalam masa menopause memiliki tekanan darah sistolik lebih besar daripada laki-laki dengan usia yang sama. Menopause dihubungkan dengan pengurangan kadar estradiol dan penurunan perbandingan rasio estrogen dan testosterone. Hal ini


(32)

mengakibatkan disfungsi endothelial dan menambah indeks masa tubuh yang menyebabkan kenaikan pada aktivasi saraf simpatetik yang kerap kali terjadi pada wanita yang mengalami menopause. Aktivasi saraf simpatetik ini akan mengeluarkan sekresi renin dan angiotensin II. Disfungsi endotelial ini akhirnya meningkatkan kesensitifan terhadap garam dan kenaikan endotelin. Tidak hanya itu, kenaikan angiotensin dan endotelin dapat menyebabkan stress oksidatif yang akhirnya berujung pada hipertensi (Coylewright, dkk., 2008).

Pada penelitian ini didapatkan mayoritas pasien hipertensi berusia 61-70 tahun. Resiko hipertensi semakin meningkat dengan bertambahnya usia, karena semakin tua usia maka pembuluh darah akan berkurang elastisitasnya sehingga pembuluh darah cenderung menyempit akibatnya tekanan darah akan meningkat. Selain itu, reflex baroreseptor mulai berkurang pada usia lanjut, dimana baroreseptor ini sangat peka terhadap peregangan atau perubahan dinding pembuluh darah akibat perubahan tekanan arteria dan berperan dalam pengaturan tekanan darah (Khomsan A, 2005 dalam Chayanee, 2014).

Berdasarkan Tabel 4.1 di atas mayoritas pasien hipertensi memiliki tingkat pendidikan sedang (SMA/SMK/MA) yaitu sebanyak 46 orang (46%). Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan dan pengetahuan seseorang dalam menerapkan prilaku hidup sehat, terutama dalam mencegah terjadinya penyakit hipertensi. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi kemampuan seseorang dalam menjaga dan mengatur pola hidupnya agar tetap sehat dan terhindar dari penyakit. Demikian juga sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka semakin rendah juga kemampuan seseorang dalam menjaga dan mengatur pola hidupnya, sehingga mudah terkena penyakit.


(33)

4.2 Penggunaan obat antihipertensi

Pemilihan obat pada penderita hipertensi tergantung pada derajat meningkatnya tekanan darah dan keberadaan compelling indications. Kebanyakan penderita hipertensi tahap 1 sebaiknya diberi terapi awal dengan diuretik tiazid. Penderita hipertensi tahap 2 pada umumnya diberikan terapi kombinasi, salah satu obatnya adalah diuretik tiazid kecuali bila terdapat kontraindikasi. Penggunaan obat antihipertensi pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit Haji Medan dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Jenis obat antihipertensi yang diperoleh pasien rawat jalan di Rumah Sakit Haji Medan

Regimen

pengobatan Jenis obat Jumlah Total

Tunggal CCB

- Amlodipin - Nifedipin 20 (20%) 5 (5%) 25 (25%) ARB - Valsartan - Telmisartan - Irbesartan 11 (11%) 1 (1%) 1 (1%) 13 (13%) ACE inhibitor

- Captopril 1 (1%) 1 (1%)

β-blocker selektif

- Bisoprolol 1 (1%) 1 (1%)

Total 40 (40%) 40 (40%)

Kombinasi 2 obat CCB-ARB

- Amlodipin-Telmisartan - Amlodipin-Valsartan - Amlodipin-Irbesartan - Amlodipin-Candesartan - Nifedipin-Irbesartan - Nifedipin-Telmisartan - Nifedipin-Candesartan 10 (10%) 14 (14%) 8 (8%) 4 (4%) 2 (2%) 6 (6%) 1 (1%) 45 (45%)


(34)

Tabel 4.2 (Lanjutan)

CCB-ACE inhibitor

- Amlodipin-Captopril 1 (1%) 1 (1%) CCB-Diuretik tiazid

- Amlodipin-HCT 2 (2%) 2 (2%)

CCB-Diuretik kuat

- Amlodipin-Furosemid 1 (1%) 1 (1%)

CCB-β blocker selektif

- Nifedipin-Bisoprolol 1 (1%) 1 (1%)

ARB-β blocker selektif

- Valsartan-Bisoprolol 1 (1%) 1 (1%)

Total 51 (51%) 51 (51%)

Kombinasi 3 obat CCB-ARB-β blocker selektif - Nifedipin-Telmisartan-Bisoprolol - Nifedipin-Irbesartan-Bisoprolol - Amlodipin-Telmisartan-Bisoprolol 1 (1%) 3 (3%) 2 (2%) 6 (6%) CCB-ARB-Diuretik tiazid

- Amlodipin-Valsartan-HCT 1 (1%) 1 (1%)

Total 7 (7%) 7 (7%)

Kombinasi 4 obat CCB-ARB-β blocker selektif -Diuretik kuat

- Amlodipin-Telmisartan-Bisoprolol-Furosemid

1 (1%) 1 (1%) CCB-ARB-β blocker selektif

-Diuretik tiazid

- Diltiazem-Valsartan-Bisoprolol-HCT

1 (1%) 1 (1%)

Total 2 (2%) 2 (2%)

Berdasarkan kategori pengobatan dapat dilihat bahwa pengobatan dengan antihipertensi kombinasi 2 obat yaitu golongan CCB (Calcium Channel Blocker) dan ARB (Angiotensin Reseptor Bloker) lebih banyak digunakan daripada antihipertensi tunggal dan kombinasi lainnya. Pengobatan dengan antihipertensi kombinasi 2 obat yaitu golongan Calcium Channel Blocker dan Angiotensin Reseptor Bloker sebanyak 45 orang (45%). Sedangkan jenis obat yang paling banyak dikonsumsi adalah amlodipin sebanyak 20 orang (20%).


(35)

Sebagian besar pasien hipertensi rawat jalan di Rumah Sakit Haji Medan mendapatkan regimen pengobatan kombinasi, hal ini dikarenakan pasien merupakan pasien rawat jalan yang sudah cukup lama berobat dan memiliki riwayat penyakit lain seperti diabetes, ginjal, dan gangguan jantung. Sehingga untuk tetap mengontrol tekanan darah pasien maka dipilih regimen terapi menggunakan antihipertensi kombinasi untuk mencapai target tekanan darah yang diinginkan.

Menurut JNC 7 (2003) pengobatan lini pertama untuk pasien hipertensi tanpa adanya komplikasi penyakit adalah menggunakan diuretik tiazida atau ACEI, ARB, CCB, atau kombinasi. Sedangkan pengobatan lini pertama untuk pasien hipertensi yang disertai adanya komplikasi penyakit maka menggunakan kombinasi 2 obat, biasanya diuretik tiazid dengan ACEI, ARB, atau CCB (Dipiro, et al., 2008).

Menurut JNC 8 (2014) target penurunan tekanan darah pada setiap pasien hipertensi berbeda-beda berdasarkan adanya komplikasi penyakit dan ras penderita hipertensi. Pada pasien yang memiliki komplikasi penyakit seperti diabetes, penyakit ginjal kronis maka target tekanan darah yang harus dicapai adalah <140/90 (James, et al., 2014).

4.3 Kepatuhan Pasien Hipertensi

Tingkat kepatuhan pasien hipertensi dalam menggunakan obat sangat mempengaruhi keberhasilan pengontrolan tekanan darah. Apabila tingkat kepatuhan rendah, maka tujuan dari terapi sulit tercapai. Sebagian besar pasien hipertensi rawat jalan memiliki tingkat kepatuhan yang rendah.


(36)

Berdasarkan analisis data yang dilakukan maka diperoleh bahwa pasien dengan tingkat kepatuhan kategori tinggi sebanyak 28 orang (28%), kategori sedang sebanyak 30 orang (30%), dan dalam kategori rendah sebanyak 42 orang (42%). Hasil ini memberi gambaran bahwa tingkat kepatuhan pasien hipertensi rawat jalan di Rumah Sakit Haji Medan dalam penggunaan obat antihipertensi tergolong rendah, sehingga hal ini memungkinkan untuk terjadi gagalnya keberhasilan terapi pasien. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi pasien hipertensi rawat jalan berdasarkan nilai kepatuhan

Kategori Jumlah (n) Persentase (%)

a. Patuh tinggi b. Patuh sedang c. Patuh rendah

28 30 42

28 30 42

Total 100 100

Faktor yang menjadi penyebab rendahnya tingkat kepatuhan pasien hipertensi dalam mengkonsumsi obat yaitu daya ingat yang mulai berkurang atau lupa dalam mengkonsumsi obat antihipertensi akibat kesibukan bekerja atau akibat dari usia yang semakin tua. Penyebab lain yang diungkapakan oleh pasien yaitu sebagian pasien menghentikan pengobatan apabila gejala yang dialami mulai hilang atau merasa sudah sehat, dan juga efek samping yang ditimbulkan dari obat antihipertensi yang membuat pasien merasa tidak nyaman sehingga pasien memutuskan untuk berhenti minum obat tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan tenaga kesehatan.


(37)

4.4 Hubungan karakteristik pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya dalam mengkonsumsi obat antihipertensi

Hasil analisis ini menunjukkan ada tidaknya hubungan antara setiap karakteristik pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya dalam mengkonsumsi obat antihipertensi. Untuk mengetahuinya dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi square. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hasil analisis hubungan karakteristik pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhan

Kategori

Jumlah atau Persentase (%)

p Value Patuh Tinggi Patuh Sedang Patuh Rendah 1. Usia a. 40-50 b. 51-60 c. 61-70 d. 71-80 2 (28,6) 9 (26,5) 15 (36,6) 2 (11,1) 1 (14,3) 11 (32,4) 11 (26,8) 7 (38,9) 4 (57,1) 14 (41,2) 15 (36,6) 9 (50,0) 0,541 2. Jenis Kelamin

a. Laki-laki b. Perempuan 14 (35,0) 14 (23,3) 12 (30,0) 18 (30,0) 14 (35,0) 28 (46,7) 0,380 3. Pendidikan

a. Tidak tamat SD b. SD

c. SMP

d. SMA/SMK/MA e. Perguruan Tinggi

0 1(10,0) 3 (14,3) 14 (30,4) 10 (47,6) 1 (50) 2 (20) 8 (38,1) 13 (28,3) 6 (28,6) 1 (50,0) 7 (70,0) 10 (47,6) 19 (41,3) 5 (23,8) 0,199 4. pekerjaan a. Nonformal b. Formal 7 (12,5) 21 (47,7) 22 (39,3) 8 (18,2) 27 (48,2) 15 (34,1) 0,00 5. Penghasilan a. <2.000.000 b. 2.000.000-5.000.000 c. >5.000.000 8 (13,8) 18 (48,6) 2 (40,0) 19 (32,8) 8 (21,6) 3 (60,0) 31 (53,4) 11 (28,7) 0 (0) 0,001 6. Riwayat Hipertensi

Keluarga a. Tidak ada b. Ada 17 (30,4) 11 (25,0) 16 (28,6) 14 (31,8) 23 (41,1) 19 (43,2) 0,874 7. Regimen Pengobatan

a. Kombinasi b. Tunggal 13 (22,8) 15 (34,9) 19 (33,3) 11 (25,6) 25 (43,9) 17 (39,5) 0,415


(38)

Tabel 4.4 (Lanjutan) 8. Penyakit Kronis Lain

a. Tidak ada b. Ada

6 (13,6) 22 (39,3)

12 (27,3) 18 (32,1)

26 (59,1) 16 (28,6)

0,03

a. Hubungan usia dengan tingkat kepatuhan

Berdasarkan Tabel 4.4 didapatkan bahwa pada usia 40-50 tahun sebagian besar pasien memiliki kepatuhan yang rendah yaitu 4 orang (57,1%), pada usia 51-60 tahun sebagian besar pasien juga memiliki tingkat kepatuhan yang rendah yaitu 14 orang (41,2%), pada usia 61-70 tahun pasien memiliki tingkat kepatuhan yang rendah dan tinggi dengan nilai yang seimbang yaitu masing-masing 15 orang (36,6%), dan pada usia 71-80 tahun pasien memiliki tingkat kepatuhan yang rendah yaitu 9 orang (50%).

Tingkat kepatuhan tertinggi sebesar 36,6% didapat pada pasien dengan rentang usia 61-70 tahun, hal ini dikarenakan pasien dengan rentang usia tersebut sudah berpengalaman dalam berbagai gejala atau kondisi klinis akibat hipertensi, sehingga mereka cenderung untuk patuh dalam pengobatan agar terhindar dari komplikasi penyakit.

Berdasarkan hasil uji statistik chi siquare didapatkan p value adalah 0,541 yang berarti lebih besar dari nilai α (0,1). Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan tingkat kepatuhan pasien hipertensi rawat jalan. Hal ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Hashmi, dkk., (2007), yang menyatakan bahwa usia merupakan variabel karakteristik yang mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien dalam menggunakan obat antihipertensi. Berdasarkan hasil penelitian Ardiansyah (2010 dalam Hairunisa 2014) tentang analisa faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan


(39)

penderita hipertensi di Rumah Sakit Adam Malik Medan menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan ketidakpatuhan penderita hipertensi. Pada hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa wawancara yang telah dilakukan pada pasien usia lanjut, umumnya mengaku sering lupa meminum obatnya karena kemampuan daya ingatnya mulai menurun yang diakibatkan terjadinya proses degeneratif susunan saraf pusat.

b. Hubungan Jenis Kelamin dengan tingkat kepatuhan

Berdasarkan Tabel 4.4 juga didapatkan bahwa pasien hipertensi rawat jalan dengan jenis kelamin laki-laki memiliki distribusi yang sama pada tingkat kepatuhan rendah dan tinggi yaitu 14 orang (35,0%), dan pasien dengan jenis kelamin perempuan sebagian besar memiliki tingkat kepatuhan yang rendah yaitu 28 orang (46,7%). Tingkat kepatuhan tertinggi sebesar 35% didapat pada pasien dengan jenis kelamin laki-laki. Tingkat kepatuhan laki-laki lebih tinggi dibanding wanita, hal tersebut dikarenakan sebagian dari mereka merupakan pensiunan yang sudah lama tidak bekerja, sehingga mereka cenderung rutin untuk melakukan pengobatan dan memiliki waktu yang efisien untuk lebih patuh dalam konsumsi obat antihipertensi. Namun hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Fleischhacker, dkk., (2007), yaitu wanita cenderung lebih patuh terhadap pengobatan dibandingkan pria, begitu juga wanita muda menunjukkan kepatuhan yang lebih baik dibandingkan wanita yang lebih tua. Laki-laki diketahui memiliki tingkat kepatuhan yang rendah dalam konsumsi obat antihipertensi dikarenakan efek samping dari sebagian obat yang mengakibatkan impotensi pada laki-laki. Hasil uji statistik chi square didapatkan p value adalah 0,380 yang berarti p value lebih besar dari nilai α (0,1). Hal ini memunjukkan bahwa tidak terdapat


(40)

hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat kepatuhan pasien rawat jalan dalam penggunaan obat antihipertensi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mostafa, dkk., (2013), yang menyatakan jenis kelamin bukan merupakan faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat pada penatalaksanaan regimen terapi.

c. Hubungan pendidikan dengan tingkat kepatuhan

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa pasien dengan tingkat pendidikan tidak tamat SD memiliki kepatuhan yang rendah dan sedang dengan nilai yang sama yaitu masing-masing 1 orang (50%), pada pendidikan tingkat SD sebagian besar pasien memiliki kepatuhan rendah yaitu 7 orang (70%), pada pendidikan tingkat SMP pasien memiliki kepatuhan rendah yaitu 10 orang (47,6%), pada tingkat pendidikan SMA pasien memiliki kepatuhan rendah yaitu 19 orang (41,3%), dan pada tingkat Perguruan Tinggi memiliki kepatuhan yang tinggi yaitu 10 orang (47,6%).

Tingkat kepatuhan tertinggi sebesar 47,6% didapat pada pasien dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi. Hal ini kemungkinan terkait dengan pengetahuan dan wawasan yang lebih baik dibanding dengan responden yang memiliki riwayat pendidikan lebih rendah. Pasien dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki kesadaran yang tinggi untuk patuh dan lebih mengetahui kondisi kesehatannya, pengetahuan yang lebih baik mengenai penyakit yang dideritanya dibanding pasien dengan pendidikan yang rendah. Hal serupa juga diungkapkan oleh Hairunisa (2014) yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, dimana semakin tinggi tingkat


(41)

pendidikan atau pengetahuan seseorang maka semakin mudah mereka menerima informasi tentang dunia kesehatan sehingga semakin patuh dalam berobat.

Hasil uji statistik chi square didapatkan p value adalah 0,199 yang berarti p value lebih besar dari nilai α (0,1). Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kepatuhan pasien rawat jalan. Hasil ini bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Saepudin, dkk., (2013), yang menyatakan bahwa responden yang memiliki riwayat pendidikan dengan tingkatan yang lebih tinggi cenderung untuk patuh dalam menggunakan obat antihipertensi.

d. Hubungan pekerjaan dengan tingkat kepatuhan

Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa pasien dengan kategori pekerjaan nonformal memiliki tingkat kepatuhan yang rendah yaitu 27 orang (48,2%), dan pasien dengan kategori pekerjaan formal memiliki tingkat kepatuhan tinggi yaitu 21 orang (47,7%). Sehingga disimpulkan bahwa pasien dengan pekerjaan formal memiliki tingkat kepatuhan yang lebih tinggi dibanding pasien dengan pekerjaan nonformal. Hal ini kemungkinan terkait dengan jam kerja yang lebih teratur. Pada pasien dengan pekerjaan formal memiliki jam kerja yang teratur sehingga mereka dapat memanajemen atau mengatur waktu terapi yang lebih efisien dan konsumsi obat yang lebih teratur.

Hasil uji statistik chi square didapatkan p value adalah 0,00 yang berarti p value

lebih kecil dari nilai α (0,1). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara pekerjaan dengan tingkat kepatuhan pasien hipertensi rawat jalan.


(42)

e. Hubungan penghasilan dengan tingkat kepatuhan

Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa pasien dengan penghasilan <2.000.000 perbulan memiliki tingkat kepatuhan rendah yaitu 31 orang (53,4%), penghasilan 2.000.000-5.000.000 perbulan memiliki tingkat kepatuhan tinggi yaitu 18 orang (48,6%), dan pasien dengan penghasilan >5.000.000 perbulan memiliki tingkat kepatuhan yang sedang yaitu 3 orang (60%). Tingkat kepatuhan tertinggi didapat pada pasien dengan penghasilan 2.000.000-5.000.000 perbulan. Sebagian besar pasien merupakan pasien dengan kemampuan ekonomi menengah ke bawah, sehingga pasien dengan penghasilan yang cukup tinggi memiliki kepatuhan yang lebih baik terhadap pengobatan. Hal ini dikarenakan daya beli terhadap obat ataupun rejimen pengobatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan cenderung dipatuhi oleh pasien dengan penghasilan yang lebih tinggi.

Hasil uji statistik chi square didapatkan p value adalah 0,001 yang berarti p value lebih kecil dari nilai α (0,1). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penghasilan dengan tingkat kepatuhan pasien hipertensi rawat jalan dalam menggunakan obat antihipertensi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Paramore, et al., (2011 dalam Fatmah 2015) yang menyatakan bahwa penghasilan mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien hipertensi dalam mengkonsumsi obat. Hal ini dikarenakan biaya obat yang mahal mengakibatkan kesulitan bagi pasien untuk dapat membelinya, sehingga pasien menghentikan pengobatan dan kontrol tekanan darah menjadi buruk.


(43)

f. Hubungan riwayat hipertensi keluarga dengan tingkat kepatuhan

Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa pasien yang memiliki riwayat hipertensi keluarga memiliki tingkat kepatuhan rendah yaitu 23 orang (41,1%), dan pasien tanpa riwayat hipertensi keluarga memiliki tingkat kepatuhan yang juga rendah yaitu 19 orang (43,2%). Pada umumnya pasien dengan tingkat kepatuhan yang tinggi dipengaruhi oleh adanya riwayat hipertensi keluarga, karena pasien dapat belajar dari pengalaman yang dialami oleh anggota keluarganya, dan pasien tersebut tahu akan resiko yang lebih tinggi apabila tidak patuh. Adanya riwayat hipertensi keluarga biasanya cenderung membuat pasien takut akan penyakitnya, sehingga pasien memiliki kesadaran yang tinggi untuk patuh dalam konsumsi obat.

Hasil uji statistik chi square didapatkan bahwa p value adalah 0,874 yang berarti p value lebih besar dari nilai α (0,1). Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat hipertensi keluarga dengan tingkat kepatuhan pasien hipertensi rawat jalan.

g. Hubungan rejimen pengobatan yang digunakan dengan tingkat kepatuhan

Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa pasien yang mendapatkan regimen pengobatan kombinasi sebagian besar memiliki kepatuhan rendah yaitu 25 orang (43,9%), dan pasien dengan regimen pengobatan tunggal memiliki kepatuhan rendah yaitu 17 orang (39,5%). Tingkat kepatuhan tertinggi sebesar 34,9% didapat pada pasien dengan rejimen pengobatan tunggal. Rejimen pengobatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien hipertensi dalam konsumsi obat. Pasien cenderung lebih patuh dan bersedia mengkonsumsi obat dengan rejimen pengobatan yang lebih sederhana,


(44)

dikarenakan lebih mudah dan cepat dalam menggunakan obat, dan lebih rendahnya gejala efek samping yang dirasakan oleh pasien, dan pasien cenderung lebih percaya akan efektivitas obat tunggal dalam menurunkan tekanan darah dibanding dengan rejimen pengobatan yang kompleks. Ketidakpatuhan tersebut dapat meningkat jika pengobatan yang diberikan tidak praktis, misalnya dengan beberapa kali dosis pemberian per hari. Bahkan ada suatu penelitian yang dilakukan terhadap pasien penderita hipertensi yang menyebutkan bahwa pasien sering lupa meminum obatnya di akhir pekan, kemudian meningkatkan dosis obat sebelum kontrol ke dokter dan sering kali tidak teratur meminum obatnya (Irmalita, 2003).

Hasil uji statistik chi square didapatkan p value adalah 0,595 yang berarti p value lebih besar dari nilai α (0,1). Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara regimen pengobatan yang digunakan dengan tingkat kepatuhan pasien hipertensi rawat jalan. Hasil ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Saepudin, dkk., (2013), yang menyatakan bahwa responden yang mendapat regimen obat antihipertensi tunggal memiliki kecenderungan untuk patuh dibandingkan dengan responden yang mendapat regimen obat antihipertensi kombinasi. Hal ini dikarenakan lebih mudahnya dalam menggunakan obat antihipertensi tunggal dan juga kemungkinan lebih rendahnya resiko efek samping obat maupun resiko interaksi obat. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Iskedjian, et al., (2002 dalam Fatmah 2015) yang menyatakan bahwa pengobatan yang lebih kompleks cenderung membuat pasien malas dan takut akan efek samping dari obat tersebut, sehingga


(45)

regimen pengobatan sederhana lebih dipilih dan memiliki kepatuhan yang lebih besar.

h. Hubungan penyakit kronis lain yang diderita pasien dengan tingkat kepatuhann

Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa pasien hipertensi yang memiliki riwayat penyakit kronis selain hipertensi memiliki tingkat kepatuhan tinggi yaitu 22 orang (39,3%), dan pasien tanpa riwayat penyakit kronis lain memiliki kepatuhan yang rendah yaitu 26 orang (59,1%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat kepatuhan tertinggi sebesar 39,3% didapat pada pasien yang memiliki riwayat penyakit kronis lain. Hal ini dikarenakan pasien cenderung lebih takut terhadap masalah kesehatannya akibat penyakit yang sudah kompleks dan lebih beresiko terhadap kematian, sehingga meraka harus patuh terhadap pengobatan untuk mencegah terjadinya tingkat keparahan penyakit yang lebih tinggi dan hal-hal yang tidak diinginkan.

Hasil uji statistik chi square didapatkan p value adalah 0,03 yang berart p value lebih kecil dari nilai α (0,1). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit kronis lain yang diderita dengan tingkat kepatuhan pasien hipertensi rawat jalan. Sebagian besar penyakit kronis lain yang diderita pasien hipertensi adalah Diabetes Melitus, penyakit ginjal kronis, dan gangguan jantung. Ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Saepudin, dkk., (2013), yang menyatakan bahwa responden yang memiliki riwayat penyakit kronis lain juga memiliki tingkat kepatuhan yang lebih tinggi dibanding responden tanpa penyakit penyerta lainnya. Loeppke, et al., (2011 dalam Fatmah 2015) menyatakan bahwa pasien dengan hipertensi tingkat 2 dan diabetes cenderung patuh dalam konsumsi obat, hal ini dikarenakan pengalaman mereka


(46)

dengan beberapa gejala hipertensi dan kondisi co-morbid lain yang mengharuskan mereka mematuhi obat untuk meredakan gejala-gejala tersebut.

4.5 Hubungan tingkat kepatuhan dengan tekanan darah terkontrol

Hasil analisis ini menunjukkan ada atau tidaknya hubungan antara tingkat kepatuhan pasien hipertensi rawat jalan dalam mengkonsumsi obat antihipertensi dengan tekanan darah terkontrol. Untuk mengetahuinya dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi square. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Hasil analisis hubungan tingkat kepatuhan dengan tekanan darah terkontrol

Kepatuhan

Tekanan darah

P value Terkontrol (≤140/90) Tidak terkontrol

(>140/90) a. Patuh tinggi

b. Patuh sedang c. Patuh rendah

19 (67,9) 18 (60,0) 16 (38,1)

9 (32,1) 12 (40,0) 26 (61,9)

0,033

Berdasarkan Tabel 4.5 diketahui bahwa pasien hipertensi dengan tingkat kepatuhan tinggi mayoritas memiliki tekanan darah terkontrol (≤140/90) sebanyak 19 orang (67,9%), pasien dengan tingkat kepatuhan sedang mayoritas memiliki tekanan darah terkontrol (≤140/90) sebanyak 18 orang (60%), dan pasien dengan tingkat kepatuhan rendah mayoritas memiliki tekanan darah tidak terkontrol (>140/90) sebanyak 26 orang (61,9%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien dengan tingkat kepatuhan tinggi cenderung memiliki tekanan darah yang terkontrol (<140/90).

Hasil uji statistik chi square didapatkan p value adalah 0,033 yang berarti p value lebih kecil dari nilai α (0,1). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat


(47)

hubungan yang signifikan antara tingkat kepatuhan pasien hipertensi dengan target tekanan darah terkontrol (≤140/90). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hairunisa (2014), bahwa kepatuhan memiliki hubungan yang bermakna dengan tekanan darah terkontrol. Menurut Marshall, dkk., (2011 dalam Hairunisa 2014), kepatuhan 80% terhadap regimen obat antihipertensi dapat menurunkan tekanan darah ke tingkat normal dan kepatuhan ≤50% tidak efektif dan adekuat untuk menurunkan tekanan darah.


(48)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan:

a. mayoritas pasien hipertensi rawat jalan di Rumah Sakit Haji Medan memiliki kepatuhan yang rendah dalam penggunaan obat antihipertensi yaitu sebanyak 42 orang (42%).

b. berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan pasien hipertensi rawat jalan dipengaruhi oleh pekerjaan, penghasilan, dan adanya penyakit kronis lain yang diderita. Tetapi tingkat kepatuhan pasien tidak dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, pendidikan, riwayat hipertensi keluarga, dan regimen pengobatan.

c. tingkat kepatuhan pasien hipertensi rawat jalan memiliki hubungan yang signifikan dengan tekanan darah terkontrol.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, disarankan: a. Bagi tenaga kesehatan dan keluarga

Diharapkan tenaga kesehatan dapat bekerjasama dengan keluarga dalam proses pengontrolan kepatuhan penderita hipertensi dalam mengkonsumsi obat. Dengan memberikan konseling dan informasi kepada keluarga pasien mengenai pentingnya melakukan pengobatan secara reguler serta informasi mengenai penyakit komplikasi akibat hipertensi jika pasien tidak patuh dalam melaksanakan pengobatannya.


(49)

b. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini belum menemukan faktor apa saja yang mempengaruhi ketidakpatuhan pasien hipertensi rawat jalan dalam mengkonsumsi obat sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor ketidakpatuhan lain pada penggunaan obat.


(50)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tekanan Darah

Tekanan darah adalah kekuatan yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh. Tekanan darah dinyatakan dalam satuan millimeter air raksa (mm Hg). Secara umum tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer total (Guyton, 2007).

Tekanan darah (TD) = Curah Jantung (CJ) x Tahanan Perifer Total (TPT)

Berdasarkan rumus di atas dapat dilihat bahwa tekanan darah akan meningkat jika curah jantung dan tahanan perifer total meningkat (Guyton, 2007).

2.1.1 Sistem renin – angiotensin – aldosteron

Selain kemampuan ginjal untuk mengatur tekanan arteri melalui perubahan volune cairan ekstrasel, ginjal juga memiliki mekanisme yang kuat lainnya untuk mengatur tekanan. Mekanisme ini adalah sistem renin – angiotensin – aldosteron (Gambar 2.1) (Guyton, 2007).


(51)

Renin adalah suatu enzim protein yang dilepaskan oleh ginjal bila tekanan arteri turun sangat rendah. Kemudian, enzim ini meningkatkan tekanan arteri melalui beberapa cara, untuk membantu mengoreksi penurunan awal tekanan (Guyton, 2007).

Renin disintesis dan disimpan dalam bentuk tidak aktif yang disebut prorenin di dalam sel-sel jukstaglomerular (sel JG) di ginjal. Sel JG merupakan modifikasi dari sel-sel otot polos yang terletak di dinding arteriol aferen, tepatnya di proksimal glomeruli. Bila tekanan arteri turun, reaksi intrinsik di dalam ginjal menyebabkan banyak molekul prorenin di dalam sel JG terurai dan melepaskan renin. Sebagian besar renin memasuki aliran darah ginjal dan kemudian meninggalkan ginjal untuk bersirkulasi ke seluruh tubuh. Walaupun demikian, sejumlah kecil renin tetap berada dalam cairan lokal ginjal dan memicu beberapa fungsi intrarenal (Guyton, 2007).

Renin adalah suatu enzim dan bukan bahan vasoaktif. Renin bekerja secara enzimatik pada protein plasma lain, yaitu globulin yang disebut substrat renin (atau angiotensinogen), untuk melepaskan peptide asam amino-10, yaitu angiotensin I. Angiotensin I bersifat vasokonstriktor ringan dan tidak cukup merubah fungsional dan bermakna fungsi sirkulasi. Renin menetap dalam darah selama 30 menit sampai 1 jam dan terus membentuk angiotensin I yang lebih banyak dalam waktu tersebut (Guyton, 2007). Beberapa detik hingga beberapa menit setelah pembentukan angiotensin I, terdapat dua asam amino tambahan yang dipecah dari angiotensin I untuk membentuk angiotensin II peptide asam amino-8. Perubahan ini hampir seluruhnya terjadi di paru-paru, dikatalis oleh


(52)

suatu enzim yaitu Angiotensin Converting Enzim (ACE) yang terdapat di endothelium pembuluh paru (Guyton, 2007).

Angiotensin II adalah vasokonstriktor poten, dan juga akan mempengaruhi fungsi sirkulasi dengan cara lain. Walaupun begitu, angiotensin II menetap dalam darah hanya selama 1 atau 2 menit karena angiotensin II dengan cepat akan diinaktivasi oleh berbagai enzim darah dan jaringan yang secara bersama-sama disebut angiotensinase. Selama angiotensin II berada dalam darah, angiotensin II mempunyai dua pengaruh utama yang dapat meningkatkan tekanan darah arteri. Pengaruh yang pertama, yaitu vasokonstriksi pada berbagai daerah di tubuh. Vasokonstriksi terjadi terutama pada arteriol dan jauh lebih lemah di vena. Konstriksi pada arteriol akan meningkatkan tahanan perifer total, akibatnya tekanan darah arteri meningkat. Konstriksi ringan di vena juga terjadi dan akan meningkatkan aliran balik darah vena ke jantung, sehingga membantu pompa jantung untuk melawan kenaikan tekanan. Pengaruh yang kedua yang membuat angiotensin meningkatkan tekanan darah arteri adalah dengan menurunkan ekskresi garam dan air oleh ginjal. Hal ini perlahan-lahan akan meningkatkan volume cairan ekstrasel, sehingga meningkatkan tekanan darah arteri selama berjam-jam dan hari-hari berikutnya. Efek jangka panjang ini, bekerja melalui mekanisme volume cairan ekstrasel, bahkan lebih kuat daripada mekanisme vasokonstriktor akut dalam meningkatkan tekanan darah arteri (Guyton, 2007).


(53)

2.2 Hipertensi 2.2.1 Patofisiologi

Hipertensi merupakan penyakit heterogen dengan penyebab yang spesifik (hipertensi sekunder) atau mekanisme patofisiologi yang tidak diketahui penyebabnya (hipertensi primer atau esensial). Kasus hipertensi sekunder kurang dari 10% kasus, pada umumnya kasus tersebut disebabkan oleh penyakit ginjal kronik atau renovascular. Kondisi lain yang dapat menyebabkan hipertensi sekunder antara lain pheochromocytoma, syndrome Cushing, hipertiroid, hiperparatiroid, aldosteron primer, kehamilan, obstruktif sleep apnea, dan kerusakan aorta. Beberapa obat yang dapat meningkatkan tekanan darah adalah kortikosteroid, estrogen, AINS (Anti Inflamasi Non Steroid), amfetamine, sibutramin, siklosporin, tacrolimus, erythropoietin, dan venlafaxine. (Susalit, dkk., 2008).

Corwin (2001) menjelaskan bahwa hipertensi tergantung pada tiga variabel yaitu, laju jantung (heart rate), volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance (TPR). Peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi. Peningkatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan abnormal saraf simpatis pada nodus SA. Peningkatan laju denyut jantung kronik sering disertai hipertiroidisme, namun peningkatan laju denyut jantung biasanya dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup atau TPR, sehingga tidak menimbulkan hipertensi (Astawan, 2002).

Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi apabila terjadi peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat gangguan garam dan air yang berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron


(54)

maupun penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma akan menyebabkan volume diastolik akhir meningkat sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkatan preload (tahanan yang harus dihadapi saat darah dikeluarkan dari ventrikel) biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan darah sistolik (Astawan, 2002)

Peningkatan Total Peripheral Resistance (TPR) yang berlangsung lama dapat terjadi pada peningkatan saraf simpatis pada arteriol, atau responsivitas yang berlebihan dari arteriol terhadap rangsangan normal. Kedua hal tersebut dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah.

Peningkatan Total Peripheral Resistance (TPR) membuat jantung harus memompa secara lebih kuat dan dengan demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah melintas pembuluh darah yang menyempit. Hal ini disebut peningkatan afterload jantung dan biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik. Apabila peningkatan afterload berlangsung lama, maka ventrikel kiri mungkin mengalami hipertrofi (membesar), sehingga kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin meningkat dan ventrikel harus mampu memompa darah secara lebih keras lagi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung juga mulai tegang melebihi panjang normalnya yang pada akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup (Astawan, 2002).


(55)

2.2.2 Epidemiologi

Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular dimana penderita memiliki tekanan darah di atas normal. Penyakit ini diperkirakan telah menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5%, dan prevalensinya hampir sama besar di negara berkembang maupun di negara maju. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama penyebab gangguan jantung. Selain mengakibatkan gagal jantung, hipertensi dapat juga berakibat terjadinya gagal ginjal maupun penyakit serebrovaskular. Penyakit ini seringkali disebut silent killer karena tidak adanya gejala dan tanpa disadari penderita mengalami komplikasi pada organ-organ vital. Penyakit ini memerlukan biaya pengobatan yang tinggi dikarenakan alasan seringnya angka kunjungan ke dokter, perawatan di rumah sakit dan penggunaan obat jangka panjang (Depkes, RI., 2006).

Data WHO (2011) dari 50% penderita hipertensi yang diketahui hanya 25% yang mendapat pengobatan dan hanya 12,5% yang diobati dengan baik. Diperkirakan pada tahun 2025 kasus hipertensi terutama di negara berkembang akan mengalami peningkatan sekitar 80% dari 639 juta kasus di tahun 2000, menjadi 1,15 milyar kasus. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 melaporkan bahwa prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun keatas di Indonesia cukup tinggi yaitu mencapai 31,7% dimana penduduk yang mengetahui dirinya menderita hipertensi hanya 7,2% dan yang minum obat antihipertensi hanya 0,4%.

2.2.3 Klasifikasi Hipertensi

Menurut The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) tahun


(56)

2003, klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa (≥ 18 tahun) terbagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1 dan hipertensi derajat 2. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa menurut JNC 7 (2003) Klasifikasi TD TDS (mmHg) TDD (mmHg) Rekomendasi follow-up

Normal* <120 <80 Cek kembali dalam 2

tahun

Prehipertensi** 120-139 80-89 Cek kembali dalam 1 tahun

Hipertensi

tingkat1 140-159 90-99 Konfirmasi dalam 2 bulan

Hipertensi

tingkat 2 >160 >100

Evaluasi atau hubungi sumber pelayanan dalam 1 bulan. Untuk tekanan darah yang lebih tinggi (misal: 180/100 mmHg, evaluasi atau rawat segera atau dalam 1 minggu tergantung pada keadaan klinis dan komplikasi. Keterangan:

1. TD=Tekanan Darah, TDS= Tekanan Darah Sistolik, TDD= Tekanan Darah Diastolik.

2. Tanda * yaitu batas optimal untuk resiko penyakit kardiovaskuler. Namun, tekanan darah yang terlalu rendah juga dapat mengakibatkan masalah jantung dan membutuhkan bantuan dokter.

3. Tanda ** yaitu prehipertensi merupakan keadaan dimana tidak memerlukan medikasi, namun termasuk pada kelompok beresiko tinggi untuk menjadi hipertensi, penyakit jantung koroner dan stroke. Individu dengan prehipertensi tidak memerlukan medikasi, tetapi dianjurkan untuk modifikasi pola hidup sehat yang mencakup penurunan berat badan, mengurangi asupan garam, berhenti merokok dan membatasi minum alkohol (Jeffery, 2008).

2.2.3.1 Hipertensi Esensial

Hipertensial esensial atau hipertensi primer atau ideopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar patologi yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hiperetnsi esensial. Penyebabnya multifaktorial meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium,


(57)

kepekaan terhadap stres, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokonstriktor resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress emosi, obesitas, dan lain-lain (Nafrialdi, 2011).

2.2.3.2 Hipertensi Sekunder

Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah (lihat Tabel 2.2). Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Obat-obat ini dapat dilihat pada Tabel 2.2. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati/mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder.

Tabel 2.2 Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi

Penyakit Obat

 Penyakit ginjal kronis  Hiperaldosteronisme  Penyakit renovaskular  Sindrom Cushing  Pheochromocytoma  Koarktasi aorta

 Penyakit tiroid atau paratiroid

 Kortikosteroid, ACTH  Estrogen (biasanya pil KB

dengan kadar estrogen tinggi)  NSAID, cox-2 inhibitor  Fenilpropanolamine dan

analog

 Cyclosporin dan tacrolimus  Eritropoetin

 Sibutramin

 Antidepresan (terutama venlafaxine)

NSAID: non-steroid-anti-inflammatory-drug, ACTH: adrenokortikotropik hormone (Depkes, RI., 2006).


(1)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Kerangka Pikir Penelitian ... 4

1.3Perumusan Masalah ... 5

1.4Hipotesis ... 5

1.5Tujuan Penelitian ... 6

1.6Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1Tekanan Darah ... 7

2.1.1Sistem renin – angiotensin – aldosteron: peran nya dalam pengaturan tekanan dan hipertensi ... 7

2.2Hipertensi ... 10


(2)

2.2.2Epidemiologi ... 11

2.2.3Klasifikasi Hipertensi ... 12

2.2.3.1Hipertensi Esensial ... 13

2.2.3.2Hipertensi Sekunder ... 14

2.2.4Manifestasi Klinis ... 15

2.3Penatalaksanaan Hipertensi... 16

2.3.1 Terapi Nonfarmakologi ... 16

2.3.2 Terapi Farmakologi ... 16

2.4Obat Antihipertensi ... 22

2.4.1Diuretik... 22

2.4.2Penghambat Enzim Pengubah Angiotensin (ACEi)... 24

2.4.3Antagonis Kalsium ... 24

2.4.4Penghambat Reseptor Angiotensin (ARB) ... 25

2.4.5Penghambat Reseptor Beta (β blocker) ... 25

2.4.6Penghambat Reseptot Alfa ( blocker) ... 26

2.4.7Agonis 2 sentral ... 27

2.5Kepatuhan ... 27

2.5.1Pengertian Kepatuhan ... 27

2.5.2Faktor-faktor yang berkaitan dengan kepatuhan ... 28

2.5.3Metode pengukuran tingkat kepatuhan ... 30

2.5.4Metode meningkatkan tingkat kepatuhan ... 30

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

3.1Jenis Penelitian ... 32


(3)

3.3Sampel ... 33

3.4Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

3.5Definisi Operasional ... 34

3.6Instrumen Penelitian ... 35

3.6.1 Sumber Data ... 35

3.6.2 Teknik Pengumpulan Data ... 35

3.7Metode MMAS-8 ... 36

3.8Analisis Data ... 37

3.9Prosedur Penelitian ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

4.1Data Demografi ... 39

4.2Penggunaan Obat Antihipertensi ... 43

4.3Kepatuhan Pasien Hipertensi ... 45

4.4Hubungan Karakteristik Pasien Hipertensi Rawat Jalan dengan Tingkat Kepatuhannya dalam Mengkonsumsi Obat Antihipertensi ... 47

4.5Hubungan tingkat kepatuhan dengan tekanan darah terkontrol . 56 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

5.1Kesimpulan ... 58

5.2Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 60


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa menurut JNC 7 (2003)... 13 2.2 Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi ... 14 2.3 Perbandingan antara JNC 7(2003) dengan JNC 8 (2004) ... 21 4.1 Data demografi Pasien hipertensi rawat jalan di Rumah Sakit Haji

Medan ... 40 4.2 Jenis obat antihipertensi yang diterima pasien rawat jalan di Rumah

Sakit Haji Medan ... 43 4.3 Distribusi frekuensi pasien hipertensi rawat jalan berdasarkan nilai

kepatuhan ... 46 4.4 Hasil analisis hubungan karakteristik pasien hipertensi rawat jalan

dengan tingkat kepatuhan ... 47 4.5 Hasil analisis hubungan tingkat kepatuhan dengan tekanan darah


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka Pikir Penelitian ... 5

2.1 Patogenesis hipertensi ... 7

2.2 Algoritma pengobatan hipertensi menurut JNC 7 ... 17

2.3 Terapi hipertensi berdasarkan komplikasi penyakit ... 18


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian ... 63 2 Lembar persetujuan setelah penjelasan (informed consent) ... 64 3 Kuesioner tingkat kepatuhan penggunaan obat antihipertensi

pada pasien rawat jalan di RS Haji Medan ... 65

4 Kuesioner kepatuhan MMAS (Morisky Medication Adherence

Scale) ... 67 5 Hasil analisis menggunakan Uji Chi Square ... 68 6 Surat permohonan izin penelitian dari fakultas ... 77 7 Surat keterangan izin penelitian dari Rumah Sakit Haji Medan . 78 8 Surat keterangan selesai penelitian di Rumah Sakit Haji Medan 79 9 Surat Ethical Clirens ... 80