Pengaruh Karakteristik Individu dan Motivasi terhadap Kepatuhan Dokter dalam Menulis Resep Obat Generik pada Pasien Umum Rawat Jalan di Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2013

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak azasi manusia dan setiap penduduk berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai dengan kebutuhannya tanpa
memandang kemampuannya membayar. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa kesehatan merupakan hak asasi
manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan
cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk itu pemerintah bersifat
wajib menyelenggarakan pemenuhan hak dasar perlindungan kesehatan masyarakat
dalam meningkatkan status kesehatannya melalui institusi penyelenggara pelayaanan
kesehatan.
Salah satu institusi penyelenggara pelayanaan kesehatan adalah rumah sakit.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
menyatakan bahwa rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yaitu pelayanan
kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Selanjutnya, hampir seluruh kegiatan
pelayanan kesehatan di rumah sakit tidak terlepas dari pelayanan obat-obatan.


Universitas Sumatera Utara

Obat merupakan salah satu komponen yang tak tergantikan dalam pelayanan
kesehatan dan merupakan komponen terbesar dalam pembiayaan kesehatan yaitu
mencapai hingga 70 % (Kemenkes RI, 2010). Dalam pelayanan kesehatan,
ketersediaan obat dalam jenis yang lengkap, jumlah yang cukup, terjamin khasiatnya,
aman, efektif dan bermutu, dengan harga terjangkau adalah sasaran yang harus
dicapai.
Penggunaan obat yang rasional merupakan persyaratan yang harus diikuti
dalam pemberian pengobatan. Menurut WHO (1985) penggunaan obat dikatakan
rasional bila pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode
waktu yang cukup dan dengan harga atau biaya yang paling murah bagi pasien.
Dalam hal peresepan obat oleh dokter, masih ditemukan peresepan obat yang tidak
rasional seperti peresepan obat tanpa indikasi yang jelas, penentuan dosis, cara dan
lama pemberian yang keliru, serta peresepan obat yang mahal. Hal ini merupakan
masalah yang harus mendapatkan perhatian yang lebih serius dalam pelayanan
kesehatan karena dapat menimbulkan dampak negatif bagi pasien yang dapat berupa
dampak klinik (efek samping dan resistensi kuman) dan juga dampak ekonomi (biaya
tidak terjangkau) (Kemenkes RI, 2011).
Untuk melakukan monitoring dan evaluasi penggunaan obat rasional, WHO

menyusun indikator yang menjadi acuan dalam melakukan pengukuran capaian
keberhasilan upaya dalam meningkatkan penggunaan obat yang rasional. Salah satu

Universitas Sumatera Utara

indikator tersebut adalah indikator peresepan yaitu persentase peresepan obat dengan
nama generik (Kemenkes RI, 2011).
Obat umumnya di produksi dan dipasarkan dengan menggunakan merk
dagang (brand name) yaitu nama yang menjadi milik produsen obat yang
bersangkutan. Disamping itu obat dapat pula di produksi dengan nama generik yaitu
obat yang menggunakan nama sesuai dengan nama zat berkhasiat yang
dikandungnya, yang dapat digunakan oleh setiap produsen yang memproduksi obat
tersebut. Obat generik dikenal dari logonya yang menjadi ciri khasnya dikenal
sebagai Obat Generik Berlogo (OGB). OGB yang lebih umum disebut obat generik
saja memiliki harga lebih rendah dari pada harga obat dengan merk dagang untuk
jenis dan efek pengobatan yang sama, karena kemasannya yang sederhana dan tidak
di promosikan. Walaupun harganya murah, mutu obat generik terjamin, pengawasan
mutu dilakukan secara ketat pada industri yang memproduksinya dengan menerapkan
Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB).
Untuk


lebih

meningkatkan

dan

memeratakan

pelayanan

kesehatan,

pemerintah Indonesia meluncurkan Program Obat Generik sejak tahun 1989 yang
tujuannnya memudahkan akses masyarakat terhadap obat yang mutunya terjamin
dengan harga terjangkau. Selanjutnya pemerintah melalui Menteri Kesehatan
Republik Indonesia memutuskan, menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan
(Permenkes) Republik Indonesia Nomor HK. 02.02/MENKES/068/I/2010 tentang
Kewajiban Menggunakan Obat Generik Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan


Universitas Sumatera Utara

Pemerintah. Permenkes tersebut mewajibkan dokter yang bertugas di fasilitas
pelayanan kesehatan pemerintah menulis resep obat generik bagi semua pasien sesuai
indikasi medis.
Selanjutnya, setelah dikeluarkannya peraturan tersebut dokter diharapkan
mematuhi peraturan dan meresepkan obat generik agar semua lapisan masyarakat
dapat memenuhi kebutuhan obat dengan harga terjangkau dan mutu terjamin serta
dapat memperbaiki derajat kesehatan masyarakat.
Rumah Sakit Haji Medan merupakan salah satu rumah sakit kelas B yang
berada di Kota Medan milik Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dan merupakan
salah satu rumah sakit rujukan. Rumah Sakit Haji Medan memiliki 16 Staf Medis
Fungsional (SMF), 34 orang dokter tetap, 91 orang dokter tidak tetap, serta jumlah
rata-rata kunjungan rawat jalan pasien umum berjumlah 487 kunjungan perbulan dan
167 kasus perbulan untuk jumlah rata-rata kunjungan rawat inap pasien umum.
Fenomena yang sering terjadi menyangkut pelayanan obat di Rumah Sakit
Haji Medan adalah dalam hal penulisan resep obat generik oleh dokter yang masih
rendah seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1.1, sehingga pasien harus mengeluarkan
uang lebih untuk membeli obat karena obat yang diresepkan bukan obat generik yang
harganya lebih mahal dibandingkan obat generik. Penyebab rendahnya peresepan

obat generik di Rumah Sakit Haji Medan diduga terkait dengan rendahnya motivasi
dokter dalam menulis resep obat generik, dan hal ini memengaruhi kepatuhan dokter
dalam menulis resep obat generik.

Universitas Sumatera Utara

Peran manajemen rumah sakit dalam hal pemberian penghargaan (reward)
dan sanksi (punishment) juga belum ada guna menyikapi rendahnya peresepan obat
generik di Rumah Sakit Haji Medan. Pedoman yang mengatur sistem pemberian
insentif dan penghargaan bagi para dokter yang menulis resep obat generik juga
belum tersedia.
Penyebab lainnya diduga adanya peran dari detailer (sales) obat sebagai dutaduta farmasi yang sangat intens, sabar dan tak kenal lelah mendekati dokter untuk
meresepkan obat sesuai dengan produk obat yang ditawarkan oleh detailer tersebut.
Bukan menjadi rahasia lagi bahwa dokter juga mendapatkan imbalan atau bonus
dibalik peresepan obat yang ditawarkan oleh detailer tersebut (Iwan, 2010). Hal ini
bisa mengakibatkan harga obat semakin mahal karena harus menanggung biaya atas
imbalan atau bonus tersebut dan juga biaya promosi obat yang cukup besar, serta
pada akhirnya pasien yang menjadi dirugikan.
Dari survei pendahuluan yang dilakukan dengan cara mengambil secara acak
sejumlah resep pada pasien umum dan menghitung persentase (%) jumlah obat

generik yang ditulis dalam resep, dengan target yang ingin dicapai oleh Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia adalah sebesar 80-90%, diperoleh data
peresepan obat generik pada pasien umum yang dilayani pada bulan Juli sampai
dengan September 2012 adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1.1. Peresepan Obat Generik pada Pasien Umum yang Dilayani pada
Bulan Juli s/d September 2012

No Bulan Pelayanan Obat Generik
(2012)
Rawat Inap (%)
1
2
3

Juli
Agustus
September


51,93
43,72
53,25

Obat Generik
Rawat Jalan (%)
40,17
41,21
42,16

Target
Kemenkes (%)

80 - 90

Selain itu, hasil survei pendahuluan melalui wawancara dengan Kepala
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan pada bulan November 2012 menunjukan
bahwa ada keluhan pasien sehubungan dengan pelayanan obat-obatan yaitu adanya
obat-obatan yang diresepkan oleh dokter untuk pasien umum yang tidak tersedia

seluruhnya di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan, sehingga terkesan obat di
Instalasi Farmasi tidak lengkap. Hal yang menyebabkan ketidaksesuaian antara resep
dengan ketersediaan obat generik di Instalasi Farmasi diduga terkait perilaku dokter
yang menuliskan resep bukan obat generik sehingga tidak semua item obat tersedia di
Instalasi Farmasi.
Upaya yang dilakukan di Rumah Sakit Haji Medan terkait dengan peresepan
obat generik adalah dengan melakukan sosialisasi penggunaan obat generik untuk
pelayanan kesehatan, namun kepatuhan dokter dalam menulis resep obat generik
sebagaimana yang terlihat dalam Tabel 1.1 masih rendah. Hal tersebut yang
mendorong penulis ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh
motivasi terhadap kepatuhan dokter dalam menulis resep obat generik pada pasien
umum rawat jalan di Rumah Sakit Haji Medan. Pada penelitian ini, peneliti juga

Universitas Sumatera Utara

menganalisis apakah karakteristik individu dilihat dari usia, jenis kelamin, lama kerja
dan pendidikan dapat memengaruhi kepatuhan dokter dalam menulis resep obat
generik pada pasien umum rawat jalan di Rumah Sakit Haji Medan.
Menurut Kelman yang dikutip dalam Sarwono (1997) perubahan sikap dan
perilaku individu dimulai dengan tahap kepatuhan, identifikasi, kemudian baru

menjadi internalisasi. Mula-mula individu mematuhi anjuran atau instruksi petugas
tanpa kerelaan untuk melakukan tindakan tersebut dan seringkali karena ingin
menghindari hukuman atau sanksi jika tidak patuh, atau memperoleh imbalan yang
dijanjikan jika mematuhi anjuran tersebut. Tahap ini disebut tahap kepatuhan.
Biasanya perubahan yang terjadi dalam tahap ini bersifat sementara, artinya bahwa
tindakan itu dilakukan selama masih ada pengawasan petugas. Tetapi begitu
pengawasan itu mengendur atau hilang, perilaku itupun ditinggalkan. Salah satu
aspek yang turut menentukan perilaku individu dalam hal ini kepatuhan adalah
motivasi.
Herzberg dalam Hasibuan (2005), mengemukakan bahwa motivasi terdiri dari
2 (dua) faktor meliputi Faktor Intrinsik yaitu: tanggung jawab, prestasi yang diraih,
pengakuan orang lain, pekerjaan itu sendiri, kemungkinan pengembangan, dan
kemajuan. Sedangkan Faktor Ektstrinsik meliputi: gaji, keamanan dan keselamatan
kerja, kondisi kerja, hubungan kerja, prosedur perusahaan dan status.
Hasil penelitian Maricella (2010) tentang Tingkat Kepatuhan Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah dalam Meresepkan Obat Generik di

Universitas Sumatera Utara

Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan diperoleh hasil bahwa tingkat kepatuhan

peresepan obat generik oleh dokter di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan
tergolong dalam kategori kurang patuh yaitu peresepan obat generik kurang dari 50%.
Hasil penelitian lain oleh Hastuti (2005) tentang Analisis Faktor Motivasi
yang Berpengaruh Terhadap Kepatuhan Dokter Spesialis Dalam Penulisan Resep
Sesuai Formularium di Instalasi Rawat Jalan RSUD Kota Semarang diperoleh hasil
bahwa variabel yang berhubungan dengan kepatuhan dokter spesialis dalam menulis
resep sesuai formularium adalah insentif penulisan resep, kebebasan memberi usulan
tentang ketersediaan obat, kebebasan memberikan kritik, mematuhi peraturan
pekerjaan dan sanksi peraturan.
Sementara hasil penelitian Alwi (2002) tentang Analisis Kepatuhan Dokter
Menulis Resep Berdasarkan Formularium Di Rumah Sakit Dokter Mohammad
Hoesin (RSMH) Palembang Pada Tahun 2002 mengungkapkan bahwa faktor-faktor
dominan yang mempengaruhi kepatuhan dokter menulis resep berdasarkan
Formularium RSMH Palembang adalah sikap, jenis kelamin, peran detailer, tingkat
pendidikan, peran Komite Medik dan motivasi.
Penelitian lain oleh Daniel (2001) tentang Faktor-Faktor Perilaku Dokter yang
Berhubungan Dengan Penulisan Resep Obat Dengan Nama Generik Pada Pasien
Rawat Jalan

di Rumah


Sakit

Umum Pusat

(RSUP)

Fatmawati Jakarta

mengungkapkan bahwa faktor perilaku dokter yang berhubungan secara bermakna

Universitas Sumatera Utara

dengan penulisan resep dengan nama generik adalah sikap terhadap program obat
generik dan lama kerja di RSUP Fatmawati.
Berdasarkan hasil penelitian Surjanto (2001) mengenai beban biaya yang
timbul akibat ketidakpatuhan pemberian obat generik pada pasien rawat inap di
Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin Bandung menunjukkan bahwa beban biaya
tambahan yang harus ditanggung pasien atau keluarga pasien karena ketidakpatuhan
pemberian obat generik secara financial mencapai Rp. 10.600.000 atau 55,46 % dari
belanja obat pasien atau dengan estimasi sekitar Rp. 600.000 per pasien rawat inap.
Berdasarkan paparan di atas, maka perlu dikaji apakah karakteristik individu
dan motivasi dapat berpengaruh terhadap kepatuhan dokter dalam menulis resep obat
generik pada pasien umum rawat jalan di Rumah Sakit Haji Medan.

1.2 Permasalahan
Berdasarkan

uraian

pada

latar

belakang

diatas,

maka

dirumuskan

permasalahan sebagai berikut : Apakah ada pengaruh karakteristik individu dan
motivasi terhadap kepatuhan dokter dalam menulis resep obat generik pada pasien
umum rawat jalan di Rumah Sakit Haji Medan.

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh karakteristik
individu dan motivasi terhadap kepatuhan dokter dalam menulis resep obat generik
pada pasien umum rawat jalan di Rumah Sakit Haji Medan.

Universitas Sumatera Utara

1.4 Hipotesis
Terdapat pengaruh karakteristik individu dan motivasi terhadap kepatuhan
dokter dalam menulis resep obat generik pada pasien umum rawat jalan di Rumah
Sakit Haji Medan.

1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1.

Rumah Sakit
Penelitian ini dapat memberikan masukan dalam rangka pengambilan keputusan

untuk menentukan Kebijakan sistem pelayanan obat rumah sakit serta memperhatikan
dampaknya bagi peningkatan pelayanan pasien.
2.

Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan

karakteristik individu, motivasi dan kepatuhan dokter dalam menulis resep obat
generik dalam pelayanan kesehatan.
3.

Bagi Peneliti
Mendapat pengalaman dan wawasan yang menunjang aplikasi nyata ilmu

Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

Universitas Sumatera Utara