Evaluasi Kantong Lumpur DI.Aek Sigeaon Pada Bendung Aek Sigeaon Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bangunan Utama
Bangunan utama merupakan suatu bangunan yang direncanakan di
sepanjang sungai atau aliran air untuk membelokkan aliran air ke dalam
jaringan irigasi agar dapat dipakai untuk keperluan irigasi. Bangunan utama
biasanya dilengkapi dengan kantong lumpur agar bisa mengurangi kandungan
sedimen yang berlebihan serta memungkinkan untuk mengukur air yang
masuk.
Bangunan-bangunan utama terdiri dari:
a.
Bangunan pengelak yang berfungsi membelokkan air sungai ke jaringan
irigasi, dengan jalan menaikkan muka air di sungai.
b.
Bangunan pengambilan bisa disebut pintu air. Air irigasi dibelokkan
melalui bangunan ini dari sungai.
c.
Bangunan pembilas berfungsi untuk mencegah masuknya bahan irigasi
kasar ke dalam jaringan saluran irigasi.
d.
Kantong lumpur yang akan kita bahas.
e.
Bangunan pengaturan sungai untuk menjaga agar bangunan tetap
berfungsi dengan baik.
f.
Bangunan pelengkap.
2.2.
Kantong Lumpur
Kantong lumpur merupakan pembesaran potongan melintang saluran
hingga panjang tertentu agar dapat mengurangi kecepatan aliran dan memberi
kesempatan kepada sedimen yang masuk ke intake untuk mengendap.
(Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan Utama
KP – 02, 2010:208).
Untuk mencegah tumbuhnya vegetasi dan menghindari fraksi pasir,
baik berupa angkutan sedimen layang maupun sedimen dasar yang berasal
dari sungai melalui intake mengalir ke saluran primer yang mungkin masih
Universitas Sumatera Utara
mengalir ke saluran sekunder, tersier dan sawah serta agar partikel-partikel
yang lebih besar tidak langsung mengendap di hilir pengambilan, maka
direncanakan suatu bangunan pelengkap yang dikenal dengan kantong
lumpur.
Bagian dasar dari saluran biasanya diperdalam atau diperlebar untuk
penampungan endapan sedimen dan selalu dibersihkan dalam jangka waktu
tertentu. Tampungan ini dibersihkan tiap jangka waktu tertentu (kurang lebih
sekali seminggu atau setengah bulan) dengan cara membilas sedimennya
kembali ke sungai dengan aliran terkonsentrasi yang berkecepatan tinggi.
Sebaiknya posisi kantong lumpur terhadap saluran pembilas dan saluran
induk saling berhubungan, dimana saluran pembilas merupakan kelanjutan
dari kantong lumpur dan saluran induk/primer mulai dari samping kantong
salu
prim ran
er
lumpur (lihat Gambar 2.1) dan denah kantong lumpur (lihat Gambar 2.2).
pintu pengambilan
B
.
pembilas
kantong lumpur
L
saluran
pembilas
.
peralihan
garis sedimentasi maksimum
pembilas
tampungan sedimen
Gambar 2.1 Tata letak kantong lumpur
*Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Standar Perencanaan Irigasi, KP –
02 Jakarta Badan penerbit P.U., 1986.
Universitas Sumatera Utara
tanggul banjir
pengambilan
bukit
bendung
kolam olak
gai
sun
pembilas
an
an kan
r
lu r
sa ime
pr
ng lu
mpu
r
konstruksi
lindungan
sungai
- bronjong
- krib
k anto
kantong lumpur
pembilas
saluran
pembilas
atan
an
lur r kiri
sa
me
p ri
jemb
Gambar 2.2 Denah kantong lumpur
*Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Standar Perencanaan Irigasi, KP –
02 Jakarta Badan penerbit P.U., 1986.
Universitas Sumatera Utara
Bangunan kantong lumpur terdiri dari:
a.
Kantong lumpur
Bentuk penampang melintang kantong lumpur dapat berbentuk persegi
panjang maupun trapesium. Ukurannya harus sedemikian rupa, sehingga
dapat menampung pasir ataupun lumpur yang diendapkan.
Volume kantong ini tergantung pada dua faktor disamping faktor fasilitas
lokasi yang tersedia, yaitu:
1) Banyaknya sedimen yang diendapkan.
2) Interval pembilasan bahan endapan.
b.
Profil basah bebas
Ukuran profil basah bebas harus mempunyai luas dan panjang ke hilir
yang cukup, sehingga pada akhir bangunan kantong lumpur, konsentrasi
pasir/ lumpur serendah mungkin sesuai dengan konsentrasi yang
dikehendaki.
Dalam perencanaan kantong lumpur, selain memperhatikan efisiensi
pengendapan juga harus memperhatikan efisiensi pembilasan, yang mana
sangat dipengaruhi oleh penentuan pada dasar kantong.
Penentuan dasar kantong lumpur tergantung pada kedua faktor di bawah
ini:
1.
Kemiringan dasar kantong lumpur
Kemiringan dasar kantong harus direncanakan sedemikian rupa,
sehingga pada saat pembilasan mendapat tegangan geser minimum
untuk menghanyutkan endapan di kantong lumpur.
2.
Perbedaan elevasi
Perbedaan elevasi pada ambang intake dengan dasar saluran
pembuangan hilir bangunan bilas atau dasar sungai tempat saluran
pembilas tersebut bermuara.
Disamping itu ada pula hal – hal yang harus diperhatikan, yaitu:
-
Diusahakan kecepatan aliran merata, agar terjadi pemerataan
sedimen yang mengendap.
-
Kecepatan aliran di kantong lumpur harus sedemikian rupa agar
sedimen yang mengendap tidak tergerus.
Universitas Sumatera Utara
-
Kecepatan aliran tidak boleh kurang dari 0,30 m/detik untuk
mencegah tumbuhnya vegetasi atau tumbuhan air. (Standar
Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan
Utama, KP - 02, 2010:215).
2.3. Sedimen
Perencanaan kantong lumpur bergantung kepada tersedianya data-data
yang memadai mengenai sedimen di sungai. Adapun data-data yang
diperlukan adalah:
a. Pembagian butir
b. Penyebaran ke arah vertikal
c. Sedimen layang
d. Sedimen dasar
e. Volume
Jika tidak ada data yang tersedia, ada beberapa harga praktis yang bisa
dipakai untuk bangunan utama berukuran kecil. Dalam hal ini volume bahan
layang yang harus diendapkan diandaikan 0,50 0/00 (permil) dari volume air
yang mengalir melalui kantong. Ukuran butir yang harus diendapkan
bergantung kepada kapasitas angkutan sedimen di jaringan saluran
selebihnya. Dianjurkan bahwa sebagian besar (60 – 70%) dari pasir halus
terendapkan partikel-partikel dengan diameter di atas 0,06 – 0,07 mm.
2.4. Pengujian Sampel
Setelah mendapatkan sampel sedimen maka kita melakukan pengujian
laboratorium. Adapun pengujian yang dilakukan antara lain:
a. Uji berat jenis tanah (specific gravity test)
b. Analisa saringan (grain size analysis)
c. Kecepatan jatuh partikel (fall velocity)
Universitas Sumatera Utara
2.4.1. Uji Berat Jenis Tanah (Specific Gravity Test)
Berat jenis adalah angka perbandingan antara berat isi butir tanah dan
berat isi air suling pada temperatur dan volume yang sama. Berat jenis
tanah ini kemudian kita gunakan untuk menentukan sampel tanah yang
diuji tersebut termasuk pada jenis tanah tertentu.
Prosedur test pada percobaan ini adalah sebagai berikut:
a. Siapkan sampel tanah yang akan diuji.
b. Keringkan benda uji dalam oven pada temperatur 110°C ± 5°C (230°C ±
9°F) selama 24 jam, setelah itu dinginkan dan kemudian saring dengan
saringan no.40 (untuk sampel tanah disturbed).
c. Cuci piknometer atau dengan air suling, kemudian dikeringkan dan
selanjutnya timbang (W1 gram)
d. Masukkan benda uji ke dalam piknometer, kemudian timbang (W2).
e. Tambahkan air suling ke dalam piknometer yang berisi benda uji,
sehingga piknometer terisi duapertiganya.
f. Panaskan piknometer yang berisi rendaman benda uji dengan hati-hati
selama 10 menit atau lebih sehingga udara dalam benda uji ke luar
seluruhnya. Untuk mempercepat proses pengeluaran udara, piknometer
dapat dimiringkan sekali-kali.
g. Rendamlah piknometer dalam bak perendam, sampai temperaturnya tetap.
Tambahkan air suling secukupnya sampai leher piknometer. Keringkan
bagian luarnya, lalu timbang (W3 gram)
h. Ukur temperatur isi piknometer atau botol ukur, untuk mendapatkan faktor
koreksi (K) yang dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Daftar faktor koreksi terhadap suhu:
Temp.
K
(°C)
18
1.0016
19
1.0014
20
1.0012
21
1.0010
22
1.0007
23
1.0005
Universitas Sumatera Utara
24
1.0003
25
1.0000
26
0.9997
27
0.9995
28
0.9992
29
0.9989
30
0.9986
31
0.9983
Sumber: Modul Penuntun Praktikum Lab. Mekanika Tanah USU
i. Kosongkan dan bersihkan piknometer yang akan digunakan.
j. Untuk sampel tanah undisturbed, sampel tanah dalam piknometer jangan
dibuang. Sampel tanah tersebut dimasukkan ke dalam cawan, lalu
dikeringkan di oven untuk mengetahui berat keringnya.
k. Isi piknometer dengan air suling yang temperatur sama, kemudian
keringkan dan timbang (W4 gram). Dari hasil perhitungan Tabel 2.3 dapat
diketahui jenis tanah jika dilihat pada Tabel 2.2
Perhitungan
Gs =
W 2 W1
(W 4'W 1) (W 3 W 2)
....................................(2.1)
Dimana :
Gs
W1
W2
W3
W4
W4’
= Berat jenis tanah
= Berat piknometer kosong
= Berat piknometer + sampel tanah kering
= Berat piknometer + sampel tanah + air suling
= Berat piknometer + air suling
= W4 x faktor koreksi suhu (K)
Tabel 2.2 Klasifikasi Jenis Tanah :
Jenis Tanah
Berat Jenis (GS)
Kerikil
2.65 – 2.68
Pasir
2.65 – 2.68
Lanau organik
2.62 – 2.68
Lanau non organik
2.58 – 2.66
Lempung organik
2.65 – 2.68
Lempung non organik
2.68 – 2.72
Sumber: Modul Penuntun Praktikum Lab. Mekanika Tanah USU
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3. Berat Jenis Partikel Sedimen
No. Percobaan
I
II
No. Piknometer
1
2
a.
Berat Piknometer (W1)
41.02
37.42
b.
Berat Piknometer + Tanah (W2)
70.02
70.42
c.
Berat Tanah (W2-W1)
29.00
33.00
d.
Berat Piknometer + Tanah + Air (W3)
91.73
92.31
e.
Berat Piknometer + Air Sebelum
73.65
71.75
Koreksi (W4)
f.
Temeratur (ToC)
27.00
27.00
g.
Faktor Koreksi
0.9995
0.9995
h.
Berat Piknometer + Air Setelah
73.61
71.71
Koreksi (W4’)
i.
Isi Tanah (W2 – W1 + W4 – W3)
10.88
12.44
Berat Jenis
2.6647
2.6527
Berat Jenis rata-rata
2.6527
Sumber: Pengujian di Laboratorium Mekanika Tanah USU
Maka jenis tanah berdasarkan hasil laboratorium 2,6527 adalah pasir.
2.4.2. Analisa Saringan (Grain Size Analysis)
Sifat-sifat jenis tanah tertentu banyak tergantung pada ukurannya.
Besarnya butiran juga merupakan dasar untuk klasifikasi atau pemberian
nama pada macam tanah.
Prosedur percobaan
a. Tanah yang diperiksa, dipanaskan dalam oven dengan suhu (100 ± 5)°C
selama 24 jam.
b. Apabila kondisi tanah bergumpal-gumpal, maka tanah tersebut ditumbuk
terlebih dahulu dengan menggunakan palu karet sehingga menjadi butiranbutiran yang lepas dengan tidak mengakibatkan hancurnya butiran tanah
tersebut.
c. Tanah diaduk merata, kemudian dibagi dengan alat pemisah sampel.
d. Contoh tanah tersebut ditimbang beratnya.
Universitas Sumatera Utara
e. Susun saringan dari yang terbesar sampai pan, yaitu n0.10 ; no.20 ; no.40 ;
no.80 ; no.100 ; no.200 dan pan
f. Masukkan sampel tanah ke dalam susunan saringan tersebut dan disaring
g. Tanah yang terletak pada masing-masing saringan ditimbang.
h. Tanah yang lewat saringan no.10 adalah tanah / sample untuk percobaan
hydrometer (kecuali pan)
Perhitungan
Perhitungan berat benda uji tertahan pada masing-masing saringan :
Jumlah Berat Tertahan
� 100%...........(2.2)
% Berat Tertahan
=
% Berat Lolos
= 100% - % Berat Tertahan...............(2.3)
Berat tanah semula
Kesimpulan
Fraksi kasar yang tertahan pada saringan ukuran 3 inchi, 1 inchi,
3
4
inchi, dan 1 2 inchi
Fraksi sedang adalah yang tertahan pada saringan no.4 dan no.8
Sedangkan yang tertahan pada saringan no.10, 20, 40, 80, 100 dan
200 termasuk fraksi halus.
Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 2.4 dan Gambar 2.3
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Hubungan antara lolos saringan dan diameter butir
Tabel 2.4. Hasil grafik lolos saringan dan diameter butir
Diameter
Hasil Grafik
D60
0.23
D20
0.12
D10
0.081
Sumber: Pengujian di Laboratorium Mekanika Tanah USU
2.4.3. Kecepatan Jatuh Partikel (Fall Velocity)
Tujuan percobaan ini untuk mengetahui kecepatan jatuh partikel
sediment.
Prosedur percobaan
a. Isilah tabung dengan zat cair bersih
b. Jatuhkan benda uji dari atas tabung sampai mencapai dasar tabung
c. Dengan stopwatch, hitung dan catatlah waktu yang ditempuh benda uji itu
mulai dari tanda start sampai ke tanda lintasan akhir
d. Ulangi eksperimen sebanyak tiga kali. Sehingga hasilnya dapat kita lihat
pada Tabel 2.5 di bawah ini
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5. Kecepatan jatuh partikel
Percobaa
n
Waktu
Sampel
Jatuh
I
II
III
0.0052 m/det
0.0053 m/det
0.0052 m/det
Rata-rata = 0.00523 m/det
Sumber: Pengujian di Laboratorium Mekanika Tanah USU
Dari grafik Hubungan antara diameter saringan dan kecepatan endap untuk air
tenang diperoleh 0.082 mm
2.5.
Kondisi-Kondisi Batas
2.5.1. Bangunan Pengambilan
Yang pertama-tama mencegah masuknya sedimen ke dalam
saluran irigasi adalah pengambilan dan pembilas, dan oleh karena itu
pengambilan yang direncanakan dengan baik dapat mengurangi biaya
pembuatan kantong lumpur yang mahal.
Penyebaran sedimen ke arah vertikal memberikan ancar-ancar
diambilnya beberapa langkah perencanaan untuk membangun sebuah
pengambilan yang dapat berfungsi dengan baik.
Partikel-partikel yang lebih halus di sungai diangkut dalam bentuk
sedimen layang dan tersebar merata di seluruh kedalaman aliran.
Semakin besar dan berat partikel yang terangkut, semakin partikelpartikel itu terkonsentrasi ke dasar sungai, bahan-bahan yang terbesar
diangkut sebagai sedimen dasar. Gambar di bawah ini memberikan
ilustrasi mengenai sebaran sedimen ke arah vertikal di dua sungai (a) dan
(b) ; pada awal (c) dan ujung (d) kantong lumpur (lihat Gambar 2.4).
Universitas Sumatera Utara
awal kantong lumpur
a
1.00
2.00
3.00
0
kedalaman air dalam m
kedalaman air dalam m
sungai ngasinan
0
0
C
1.00
2.00
0
0.40 0.80 1.20 1.60 2.00 2.40
konsentrasi sedimen dalam kg/m³
ujung kantong lumpur
0
b
1.00
2.00
3.00
0
kedalaman air dalam m
kedalaman air dalam m
sungai brantas
0.40 0.80 1.20 1.60 2.00 2.40
konsentrasi sedimen dalam kg/m³
0
d
1.00
2.00
0
0.40 0.80 1.20 1.60 2.00 2.40
konsentrasi sedimen dalam kg/m³
0.40 0.80 1.20 1.60 2.00 2.40
konsentrasi sedimen dalam kg/m³
0.07 mm
0.14 mm < 0.32 mm
0.07 mm < 0.14 mm
0.32 mm < 0.75 mm
Gambar 2.4 Konsentrasi sedimen ke arah vertikal
*Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Standar Perencanaan Irigasi, KP –
02 Jakarta Badan penerbit P.U., 1986
Dari gambar tersebut, jelas bahwa perencanaan pengambilan juga
dimaksudkan untuk mencegah masuknya lapisan air yang lebih rendah,
yang banyak bermuatan partikel-partikel kasar.
a. Jaringan Saluran
Jaringan saluran direncanakan untuk membuat kapasitas angkutan
sedimen konstan atau makin bertambah di arah hilir. Dengan kata lain,
sedimen yang memasuki jaringan saluran akan diangkut lewat jaringan
tersebut ke sawah-sawah. Dalam kaitan dengan perencanaan kantong
lumpur, ini berarti bahwa kapasitas angkutan sedimen pada bagian awal
dari saluran primer penting artinya untuk ukuran partikel yang akan
Universitas Sumatera Utara
diendapkan. Biasanya ukuran partikel ini diambil Ø 0,06 – 0,07 mm guna
memperkecil kemiringan saluran primer.
Bila kemiringan saluran primer serta kapasitas angkutan jaringan
selebihnya dapat direncanakann lebih besar, maka tidak perlu menambah
ukuran minimum partikel yang diendapkan. Umumnya hal ini akan
menghasilkan kantong lumpur yang lebih murah, karena dapat dibuat
lebih pendek.
b. Topografi
Keadaan topografi tepi sungai maupun kemiringan sungai itu
sendiri
akan sangat
berpengaruh terhadap
kelayakan ekonomis
pembuatan kantong lumpur.
Kantong
lumpur
dan
bangunan-bangunan
pelengkapnya
memerlukan banyak ruang yang tidak selalu tersedia. Oleh karena itu,
kemungkinan penempatannya harus ikut dipertimbangkan dalam
pemilihan lokasi bangunan utama. Kemiringan sungai harus curam untuk
menciptakan kehilangan tinggi energi yang diperlukan untuk pembilasan
di sepanjang kantong lumpur. Tinggi energi dapat diciptakan dengan cara
menambah elevasi mercu, tapi hal ini jelas akan memperbesar biaya
pembuatan bangunan.
2.6.
Dasar-Dasar Perencanaan Dimensi Kantong Lumpur
2.6.1. Volume Kantong Lumpur
Dalam menentukan banyaknya angkutan sedimen dasar yang
masuk kejaringan melalui intake, merupakan hal yang sangat sulit untuk
menentukan dengan tepat. Karena hal ini sangat tergantung pada
konstruski intake itu sendiri. Apabila intake dilengkapi dengan ambang
penahan sedimen yang cukup tinggi atau kantong sedimen yang
memadai, maka angkutan sedimen dasar yang masuk ke jaringan irigasi
melalui intake dapat dianggap kecil dan dapat pula diabaikan.
Universitas Sumatera Utara
Jika angkutan sedimen dasar yang masuk ke jaringan irigasi
diabaikan, maka dalam perencanaan volume di jaringan irigasi, cukup
memperhitungkan banyaknya angkutan sedimen layang yang masuk ke
jaringan irigasi tersebut.
Ada beberapa cara dalam perhitungan konsentrasi sedimen pada
aliran yang masuk kejaringan irigasi, antara lain:
a. Perhitungan dengan cara langsung
Yang
dimaksud
perhitungan
dengan
cara
langsung
adalah
perhitungan yang dilakukan dengan pengukuran angkutan sedimen
secara langsung di lapangan, yang di ukur keadaan debit sungai
sepanjang tahun.
b. Perhitungan dengan cara asumsi
Banyaknya sedimen yang terbawa oleh aliran masuk dapat ditentukan
dari:
1) Pengukuran langsung di lapangan.
2) Rumus angkutan sedimen yang cocok ( Einstein – Brown,
Meyer – Peter Mueller), atau kalau tidak ada data yang andal.
c. Kantong lumpur yang ada di lokasi lain yang sejenis. Sebagai
perkiraan kasar yang masih harus dicek ketepatannya, jumlah bahan
dalam aliran masuk yang akan diendapkan adalah 0,50 0/00.
Jadi rumus volume kantong lumpur yang diasumsikan adalah sebagai
berikut:
V = 0,0005 × Q × ∆T………………….....................(2.4)
(Disain Note SID Peningkatan Sistem
Jaringan Irigasi DI.Aek Sigeaon Dinas
Pengelolaan Sumber Daya Air, 2011:25)
Dimana: V = Volume kantong lumpur yang diperlukan (m3)
Q = Besarnya debit perencanaan saluran (m3/detik)
∆T = Jangka waktu pembilasan (detik)
Universitas Sumatera Utara
2.6.2. Panjang dan Lebar Kantong Lumpur
Dimensi-dimensi L (panjang) dan B (lebar) kantong lumpur dapat
diturunkan dari gambar 5. Partikel yang masuk ke kolam pada A, dengan
kecepatan endap partikel (w) dan kecepatan air (v) harus mencapai dasar
pada C. Ini berakibat bahwa, partikel selama waktu (H/w) yang
diperlukan untuk mencapai dasar, akan berjalan (berpindah) secara
horizontal sepanjang jarak L dalam waktu L/v (lihat Gambar 2.5).
A v
v
w
H
H
w
C
B
L
Gambar 2.5 Skema kantong lumpur
H
Jadi:
w
=
Dimana:
L
v
, dengan v =
�
��
................................(2.5)
H = Kedalaman aliran saluran (m)
W = Kecepatan endapan partikel sedimen (m/detik)
L = Panjang kantong lumpur (m)
v = Kecepatan aliran air (m/detik)
Q = Debit saluran (m3/detik)
B = Lebar kantong lumpur (m)
Persamaan di atas menghasilkan:
H
w
=
H=
L
Q
× H × B.........................................................(2.6)
L ×W
Q
× H × B....................................................(2.7)
Universitas Sumatera Utara
H
H ×B
= L×
L×B =
Q
W
w
Q
sehingga,........................................(2.8)
………………............................ .........(2.9)
(Standar Perencanaan Irigasi
Kriteria Perencanaan Bagian
Bangunan Utama KP – 02,2010:213)
Karena sangat sederhana, rumus ini dapat dipakai untuk membuat
perkiraan awal dimensi-dimensi tersebut. Untuk perencanaan yang lebih
detail, harus dipakai faktor koreksi guna menyelaraskan faktor-faktor
yang mengganggu, seperti :
-
Turbulensi air
-
Pengendapan yang terhalang
-
Bahan layang sangat banyak
Dimensi kantong lumpur sebaiknya sesuai dengan kaidah bahwa L/B > 8,
untuk mencegah agar aliran tidak “meander” di dalam kantong lumpur.
(Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan
Utama KP – 02, 2010:214).
Apabila topografi tidak memungkinkan diturutinya kaidah ini, maka
kantong lumpur harus dibagi-bagi ke arah memanjang dengan dindingdinding pemisah (devider wall) untuk mencapai perbandingan antara L
dan B ini.
Universitas Sumatera Utara
2.6.3. Kemiringan Dasar Saluran (I)
a. Kemiringan Energi di Kantong Lumpur Selama Eksploitasi Normal
(In)
Dalam menentukan kemiringan kantong lumpur, kecepatan
aliran kantong lumpur pada waktu pengaliran diambil dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a) Kecepatan aliran hendaknya cukup rendah sehingga partikel yang
telah mengendap tidak menghambur lagi.
b) Untuk mencegah turbulensi yang dapat mengganggu proses
pengendapan.
c) Kecepatan hendaknya tersebar merata sehingga sedimentasi juga
dapat tersebar merata di dalam kantong lumpur.
d) Kecepatan tidak boleh kurang dari 0,30 m/detik untuk mencegah
tumbuhnya vegetasi.
e) Transisi dari saluran ke kantong lumpur dan sebaliknya harus
mulus untuk mencegah terjadinya turbulensi.
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka kecepatan aliran pada
kantong lumpur selama eksploitasi normal ditetapkan v = 0,30 m/detik
sehingga kemiringan dasar saluran pada kantong lumpur (i) pada saat
eksploitasi normal dapat kita lihat pada Gambar 2.6 di bawah ini.
h
I Saluran
ds
Gambar 2.6 Kemiringan kantong lumpur
Universitas Sumatera Utara
Untuk menentukan kemiringan energi di kantong lumpur selama
eksploitasi normal, maka digunakan rumus Strickler sebagai berikut:
½
Vn = Ks × Rn2/3 × In
In =
(
)
Vn
Ks × Rn 2/3
sehingga,.....................(2.10)
................................(2.11)
Jika debit normal pengambilan adalah Qn, maka:
Qn = Vn × An .................................(2.12)
Dimana: Vn = Kecepatan rata-rata selama ekspolitasi normal (m/detik)
In
= Kemiringan energi selama ekspolitasi normal
Ks = Koefisien kekasaran Strickler (lihatTabel2.6)
Rn = Jari-jari hidrolis selama eksploitasi normal (m)
Qn = Kebutuhan pengambilan rencana (m3/detik)
An = Luas basah eksploitasi normal (m2)
b. Kemiringan Energi Di Kantong Lumpur Selama Pembilasan (Ib)
dengan Kolam Dalam Keadaan Kosong
Untuk menentukan kemiringan energi selama pembilasan dengan
kolam dalam keadaan kosong, maka digunakan rumus Strickler sebagai
berikut:
Vb = Ks × Rb2/3 × Ib
Ib =
(
½
Vb
Ks × Rb 2/3
)
sehingga,........................(2.13)
...................................(2.14)
Jika debit pembilasan adalah Qb, maka:
Qb = Vb × Ab..................................(2.15)
Dimana:
Vb = Kecepatan rata-rata selama pembilasan (m/detik)
Ib = Kemiringan energi selama pembilasan
Ks = Koefisien kekasaran Strickler (lihat Tabel2.6)
Universitas Sumatera Utara
Rb = Jari-jari hidrolis selama pembilasan (m)
Qb = Debit untuk membilas (m3/detik)
Qb = 1,2 × Qn
Ab = Luas basah selama pembilasan (m2)
Tabel 2.6. Koefisien Kekasaran Strickler menurut Subarkah
(1980:45)
Saluran
Lama dengan dinding-dinding sangat
Ks
≥ 36
kasar
Lama dengan dinding-dinding kasar
38
Drainase yang akan diberi tanggul dan
40
saluran tersier
Draenase baru tanpa tanggul-tanggul
43,5
Primer dan sekunder dengan aliran
45 - 47,50
kurang dari 7,5 m3/detik
Terpelihara baik dengan debit lebih
50
dari 10 m3/detik
Dengan pasangan batu kosongan
50
Dengan dinding pasangan batu belah
60
yang baik dan beton tidak
dihaluskan
Dengan dinding halus, dinding kayu
90
Untuk keperluan perhitungan pendahuluan, kecepatan rata-rata
yang diperlukan selama pembilasan dapat diandaikan sebagai berikut:
1) 1,0 m/detik untuk pasir halus
2) 1,50 m/detik untuk pasir kasar
Universitas Sumatera Utara
3) 2,0 m/detik untuk kerikil dan pasir kasar
Jika kecepatan selama pembilasan semakin tinggi, maka operasi
pembilasan menjadi semakin cepat. Namun demikian agar pembilasan
dapat dilakukan dengan baik, maka kecepatan aliran harus dijaga agar
tetap subkritis atau Fr < 1.
Fr =
Dimana :
v
gh
...................................(2.16)
v = Kecepatan aliran dalam kantong lumpur (m/detik)
g = Percepatan gravitasi, g = 9,8 m/detik2
h = Tinggi endapan sedimen (m)
Kecepatan aliran selama pembilasan dibuat sedemikian tinggi
untuk dapat menggeser atau menggerakkan partikel-partikel yang
mengendap. Namun demikian kecepatan haruslah di bawah kecepatan
superkritis, karena kecepatan superkritis dapat mengurangi efektifitas
proses pembilasan.
Untuk bahan endapan pasir kasar dengan Ø 0,06 – 0,07 mm
ditetapkan kecepatan aliran di kantong lumpur pada saat pembilasan
adalah 1,50 m/detik.
Kantong lumpur dipisah dua dengan sebuah dinding penguras untuk
efisiensi pembilasan dan kontinuitas pemberian air selama masa
pembilasan.
2.6.4. Kecepatan Endapan (Settling Velocity)
Pada umumnya ada dua cara yang dapat ditempuh dalam
menentukan kecepatan endapan, yaitu:
a) Kecepatan endap (w) dapat di baca dari Gambar 2.7.
b) Percobaan tabung pengendap (settling tube experiment).
Universitas Sumatera Utara
Cara untuk menentukan kecepatan endap dengan percobaan tabung
pengendap (menggunakan contoh partikel dari lapangan) merupakan
cara yang paling baik dibandingkan cara yang di atas. Hal ini
disebabkan karena dengan percobaan lebih mencerminkan kondisi
setempat.
Untuk menentukan kecepatan endap (w), biasanya berhubungan
F. B
=
F.B 0.3
= 0.7
F. B
F.B= 0.9
= 1.0
dengan keadaan suhu di Indonesia dipakai suhu rata-rata 200C.
Ps = 2650 kg/m ³
Pw = 1000 kg/m ³
F.B = faktor bentuk = C a.b
(F.B = 0.7 untuk pasir alamiah)
c kecil ; a besar ; b sedang
a tiga sumbu yang saling
tegak lurus
Red = butir bilangan
Reynolds = w.do/U
6.00
4.00
2.00
10
8
6
4
2
= 10
00
10.00
8.00
1
R ed
1.00
0.80
0.60
R ed
R ed
= 0.
1
= 10
R ed
0.04
R ed
= 0.
001
0.06
R ed
= 0.
01
0.10
0.08
R ed
diameter ayak do dalam mm
0.20
= 10
0
=1
0.40
0.02
0°
t=
0°
° 2 0°
10 °
4
30
0.2
0.4 0.6
2
1
4
6 8
10
20
40 60
0.2 0.4 0.6 1
100 mm/dt = 0.1 m/dt
2
4
kecepatan endap w dalam mm/dt-m/dt
Gambar 2.7 Hubungan antara diameter saringan dan kecepatan endap
untuk air tenang
*Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Standar Perencanaan Irigasi, KP –
02 Jakarta Badan penerbit P.U., 1986.
Universitas Sumatera Utara
2.6.5. Pembilasan Kantong Lumpur
Selain faktor pengendapan partikel, dalam perencanaan dimensi
kantong lumpur juga harus pula dipertimbangkan faktor pembilasan,
yaitu pembersihan atau pembuangan endapan sedimen dari tampungan
kantong.
Jarak waktu atau interval pembilasan kantong lumpur tergantung pada
eksploitasi jaringan irigasi.
Banyaknya sedimen yang diendapkan, luas tampungan dan
tersedianya debit air sungai yang dibutuhkan untuk pembilasan. Untuk
tujuan-tujuan perencanaan biasanya diambil interval 1 (satu) atau 2 (dua)
minggu.
Cara pembilasan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
pembilasan secara hidrolis dan secara manual/mekanis. Pembilasan
secara hidrolis lebih praktis dan ekonomis dibandingkan cara
manual/mekanis.
Cara manual/mekanis dipakai jika secara hidrolis tidak mungkin
dilakukan.
a. Pembilasan Secara Hidrolis
Pembilasan secara hidrolis membutuhkan kemiringan energi
(beda tinggi muka air) dan debit yang memadai pada kantong guna
menggerus atau menggelontor sedimen yang terendap.
Kemiringan dasar kantong dan debit pembilasan hendaknya
didasarkan pada besarnya tegangan geser yang diperlukan yang akan
dipakai untuk menggerus sedimen yang terendap. Tegangan geser
yang diperlihatkan tergantung pada tipe sedimen yang bisa berupa:
1) Pasir lepas
Dalam hal ini parameter yang terpenting adalah ukuran butiran
sedimen.
Universitas Sumatera Utara
2) Partikel-partikel pasir, lanau dan lempung dengan kohesi
tertentu.
Jika bahan yang mengendap terdiri dari pasir lepas, maka untuk
menentukan besarnya tegangan geser yang diperlukan dapat
dipakai grafik Shield (lihat Gambar 2.8). Besarnya tegangan
geser dan kecepatan geser untuk diameter pasir terbesar yang
akan dibilas sebaiknya dipilih di atas harga kritis. Dalam gambar
2.8 ini ditunjukkan dengan kata bergerak (movement).
1.0
0.8
100
80
0.6
0.5
0.4
60
50
40
c
0.3
d
r:
BERGERAK
0.2
30
20
d
r ::
U.c
10
8
0.10
0.08
cr = 800d
d > 4.10
-3
6
5
4
0.03
3
0.02
2
TIDAK BERGERAK
U.cr
1.0
0.8
0.003
0.002
S
S
LD
E
I
H
0.6
0.5
0.4
cr
cr dalam
=
0.006
0.005
0.004
N/m
2
0.01
0.008
u.cr
U
g( )
C
dalam m/dt
0.06
0.05
0.04
0.3
0.2
Ps = 2.650 kg/m 3
0.001
0.01
0.1
2 3 4 5 6 8 0.1
d dalam milimeter
2
3 4 5 6 8 1.0
2
3 4 5 6 8 10
2
3 4 5 6 8100
Gambar 2.8 Tegangan geser kritis dan kecepatan geser kritis sebagai fungsi
ukuran butiran untuk �s = 2650 kg/m3 (pasir)
*Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Standar Perencanaan Irigasi, KP –
02 Jakarta Badan penerbit P.U., 1986.
Universitas Sumatera Utara
Jika bahan yang mengendap adalah bahan-bahan kohesif, maka
untuk menentukan besarnya gaya geser dapat dipakai grafik
yang diturunkan dari USBR oleh Lane (lihat Gambar 2.9).
10
8
data - ussr
(ref.11,LANE 1955)
6
5
4
3
l em
pun
g
2
pa
si
ra
1.0
lepas
n
(k
ad
ar
pa
s
ta
na
h
0.6
0.3
n
ng
ku
ru
s
padat
%)
50
pasir non-kohesit
5
3
Dimana:
....................................................(2.19)
v*= Kecepatan geser (m/detik), v* = (ghI)0,5
g = Percepatan gravitasi), g = 9,8 m/detik2
h = Kedalaman air (m)
I = Kemiringan energi
w = Kecepatan endap sedimen (m/detik)
Untuk keadaan ini sebaiknya dicek untuk dua kondisi yang
berbeda, yaitu:
a) Untuk kondisi kantong lumpur dalam keadaaan kosong
b) Untuk kondisi kantong lumpur dalam keadaaan penuh
b. Efisiensi Pembilasan
Efisiensi pembilasan tergantung pada dua hal, yaitu:
1) Terbentuknya gaya geser yang memadai pada permukaan
sedimen yang telah mengendap. Untuk keadaan ini di cek dengan
grafik Shield (lihat Gambar 2.8).
Material bergerak bila τ0 > τcr
τ0 = ρw × g × Rb × Ib .......................................(2.20)
Universitas Sumatera Utara
Dimana: τ0 = Tegangan geser dasar (N/m2)
ρw = Kerapatan jenis air, ρw = 1000 kg/m3
g = Percepatan gravitasi, g = 9,8 m/detik2
Rb = Jari-jari hidrolis selama pembilasan (m)
Ib = Kemiringan energi selama pembilasan
2) Kecepatan yang cukup untuk menjaga agar bahan tetap dalam
keadaan suspensi sesudah pembilasan. Untuk keadaan ini dapat
dicek dengan kriteria dari Shinohara Tsubaki.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bangunan Utama
Bangunan utama merupakan suatu bangunan yang direncanakan di
sepanjang sungai atau aliran air untuk membelokkan aliran air ke dalam
jaringan irigasi agar dapat dipakai untuk keperluan irigasi. Bangunan utama
biasanya dilengkapi dengan kantong lumpur agar bisa mengurangi kandungan
sedimen yang berlebihan serta memungkinkan untuk mengukur air yang
masuk.
Bangunan-bangunan utama terdiri dari:
a.
Bangunan pengelak yang berfungsi membelokkan air sungai ke jaringan
irigasi, dengan jalan menaikkan muka air di sungai.
b.
Bangunan pengambilan bisa disebut pintu air. Air irigasi dibelokkan
melalui bangunan ini dari sungai.
c.
Bangunan pembilas berfungsi untuk mencegah masuknya bahan irigasi
kasar ke dalam jaringan saluran irigasi.
d.
Kantong lumpur yang akan kita bahas.
e.
Bangunan pengaturan sungai untuk menjaga agar bangunan tetap
berfungsi dengan baik.
f.
Bangunan pelengkap.
2.2.
Kantong Lumpur
Kantong lumpur merupakan pembesaran potongan melintang saluran
hingga panjang tertentu agar dapat mengurangi kecepatan aliran dan memberi
kesempatan kepada sedimen yang masuk ke intake untuk mengendap.
(Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan Utama
KP – 02, 2010:208).
Untuk mencegah tumbuhnya vegetasi dan menghindari fraksi pasir,
baik berupa angkutan sedimen layang maupun sedimen dasar yang berasal
dari sungai melalui intake mengalir ke saluran primer yang mungkin masih
Universitas Sumatera Utara
mengalir ke saluran sekunder, tersier dan sawah serta agar partikel-partikel
yang lebih besar tidak langsung mengendap di hilir pengambilan, maka
direncanakan suatu bangunan pelengkap yang dikenal dengan kantong
lumpur.
Bagian dasar dari saluran biasanya diperdalam atau diperlebar untuk
penampungan endapan sedimen dan selalu dibersihkan dalam jangka waktu
tertentu. Tampungan ini dibersihkan tiap jangka waktu tertentu (kurang lebih
sekali seminggu atau setengah bulan) dengan cara membilas sedimennya
kembali ke sungai dengan aliran terkonsentrasi yang berkecepatan tinggi.
Sebaiknya posisi kantong lumpur terhadap saluran pembilas dan saluran
induk saling berhubungan, dimana saluran pembilas merupakan kelanjutan
dari kantong lumpur dan saluran induk/primer mulai dari samping kantong
salu
prim ran
er
lumpur (lihat Gambar 2.1) dan denah kantong lumpur (lihat Gambar 2.2).
pintu pengambilan
B
.
pembilas
kantong lumpur
L
saluran
pembilas
.
peralihan
garis sedimentasi maksimum
pembilas
tampungan sedimen
Gambar 2.1 Tata letak kantong lumpur
*Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Standar Perencanaan Irigasi, KP –
02 Jakarta Badan penerbit P.U., 1986.
Universitas Sumatera Utara
tanggul banjir
pengambilan
bukit
bendung
kolam olak
gai
sun
pembilas
an
an kan
r
lu r
sa ime
pr
ng lu
mpu
r
konstruksi
lindungan
sungai
- bronjong
- krib
k anto
kantong lumpur
pembilas
saluran
pembilas
atan
an
lur r kiri
sa
me
p ri
jemb
Gambar 2.2 Denah kantong lumpur
*Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Standar Perencanaan Irigasi, KP –
02 Jakarta Badan penerbit P.U., 1986.
Universitas Sumatera Utara
Bangunan kantong lumpur terdiri dari:
a.
Kantong lumpur
Bentuk penampang melintang kantong lumpur dapat berbentuk persegi
panjang maupun trapesium. Ukurannya harus sedemikian rupa, sehingga
dapat menampung pasir ataupun lumpur yang diendapkan.
Volume kantong ini tergantung pada dua faktor disamping faktor fasilitas
lokasi yang tersedia, yaitu:
1) Banyaknya sedimen yang diendapkan.
2) Interval pembilasan bahan endapan.
b.
Profil basah bebas
Ukuran profil basah bebas harus mempunyai luas dan panjang ke hilir
yang cukup, sehingga pada akhir bangunan kantong lumpur, konsentrasi
pasir/ lumpur serendah mungkin sesuai dengan konsentrasi yang
dikehendaki.
Dalam perencanaan kantong lumpur, selain memperhatikan efisiensi
pengendapan juga harus memperhatikan efisiensi pembilasan, yang mana
sangat dipengaruhi oleh penentuan pada dasar kantong.
Penentuan dasar kantong lumpur tergantung pada kedua faktor di bawah
ini:
1.
Kemiringan dasar kantong lumpur
Kemiringan dasar kantong harus direncanakan sedemikian rupa,
sehingga pada saat pembilasan mendapat tegangan geser minimum
untuk menghanyutkan endapan di kantong lumpur.
2.
Perbedaan elevasi
Perbedaan elevasi pada ambang intake dengan dasar saluran
pembuangan hilir bangunan bilas atau dasar sungai tempat saluran
pembilas tersebut bermuara.
Disamping itu ada pula hal – hal yang harus diperhatikan, yaitu:
-
Diusahakan kecepatan aliran merata, agar terjadi pemerataan
sedimen yang mengendap.
-
Kecepatan aliran di kantong lumpur harus sedemikian rupa agar
sedimen yang mengendap tidak tergerus.
Universitas Sumatera Utara
-
Kecepatan aliran tidak boleh kurang dari 0,30 m/detik untuk
mencegah tumbuhnya vegetasi atau tumbuhan air. (Standar
Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan
Utama, KP - 02, 2010:215).
2.3. Sedimen
Perencanaan kantong lumpur bergantung kepada tersedianya data-data
yang memadai mengenai sedimen di sungai. Adapun data-data yang
diperlukan adalah:
a. Pembagian butir
b. Penyebaran ke arah vertikal
c. Sedimen layang
d. Sedimen dasar
e. Volume
Jika tidak ada data yang tersedia, ada beberapa harga praktis yang bisa
dipakai untuk bangunan utama berukuran kecil. Dalam hal ini volume bahan
layang yang harus diendapkan diandaikan 0,50 0/00 (permil) dari volume air
yang mengalir melalui kantong. Ukuran butir yang harus diendapkan
bergantung kepada kapasitas angkutan sedimen di jaringan saluran
selebihnya. Dianjurkan bahwa sebagian besar (60 – 70%) dari pasir halus
terendapkan partikel-partikel dengan diameter di atas 0,06 – 0,07 mm.
2.4. Pengujian Sampel
Setelah mendapatkan sampel sedimen maka kita melakukan pengujian
laboratorium. Adapun pengujian yang dilakukan antara lain:
a. Uji berat jenis tanah (specific gravity test)
b. Analisa saringan (grain size analysis)
c. Kecepatan jatuh partikel (fall velocity)
Universitas Sumatera Utara
2.4.1. Uji Berat Jenis Tanah (Specific Gravity Test)
Berat jenis adalah angka perbandingan antara berat isi butir tanah dan
berat isi air suling pada temperatur dan volume yang sama. Berat jenis
tanah ini kemudian kita gunakan untuk menentukan sampel tanah yang
diuji tersebut termasuk pada jenis tanah tertentu.
Prosedur test pada percobaan ini adalah sebagai berikut:
a. Siapkan sampel tanah yang akan diuji.
b. Keringkan benda uji dalam oven pada temperatur 110°C ± 5°C (230°C ±
9°F) selama 24 jam, setelah itu dinginkan dan kemudian saring dengan
saringan no.40 (untuk sampel tanah disturbed).
c. Cuci piknometer atau dengan air suling, kemudian dikeringkan dan
selanjutnya timbang (W1 gram)
d. Masukkan benda uji ke dalam piknometer, kemudian timbang (W2).
e. Tambahkan air suling ke dalam piknometer yang berisi benda uji,
sehingga piknometer terisi duapertiganya.
f. Panaskan piknometer yang berisi rendaman benda uji dengan hati-hati
selama 10 menit atau lebih sehingga udara dalam benda uji ke luar
seluruhnya. Untuk mempercepat proses pengeluaran udara, piknometer
dapat dimiringkan sekali-kali.
g. Rendamlah piknometer dalam bak perendam, sampai temperaturnya tetap.
Tambahkan air suling secukupnya sampai leher piknometer. Keringkan
bagian luarnya, lalu timbang (W3 gram)
h. Ukur temperatur isi piknometer atau botol ukur, untuk mendapatkan faktor
koreksi (K) yang dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Daftar faktor koreksi terhadap suhu:
Temp.
K
(°C)
18
1.0016
19
1.0014
20
1.0012
21
1.0010
22
1.0007
23
1.0005
Universitas Sumatera Utara
24
1.0003
25
1.0000
26
0.9997
27
0.9995
28
0.9992
29
0.9989
30
0.9986
31
0.9983
Sumber: Modul Penuntun Praktikum Lab. Mekanika Tanah USU
i. Kosongkan dan bersihkan piknometer yang akan digunakan.
j. Untuk sampel tanah undisturbed, sampel tanah dalam piknometer jangan
dibuang. Sampel tanah tersebut dimasukkan ke dalam cawan, lalu
dikeringkan di oven untuk mengetahui berat keringnya.
k. Isi piknometer dengan air suling yang temperatur sama, kemudian
keringkan dan timbang (W4 gram). Dari hasil perhitungan Tabel 2.3 dapat
diketahui jenis tanah jika dilihat pada Tabel 2.2
Perhitungan
Gs =
W 2 W1
(W 4'W 1) (W 3 W 2)
....................................(2.1)
Dimana :
Gs
W1
W2
W3
W4
W4’
= Berat jenis tanah
= Berat piknometer kosong
= Berat piknometer + sampel tanah kering
= Berat piknometer + sampel tanah + air suling
= Berat piknometer + air suling
= W4 x faktor koreksi suhu (K)
Tabel 2.2 Klasifikasi Jenis Tanah :
Jenis Tanah
Berat Jenis (GS)
Kerikil
2.65 – 2.68
Pasir
2.65 – 2.68
Lanau organik
2.62 – 2.68
Lanau non organik
2.58 – 2.66
Lempung organik
2.65 – 2.68
Lempung non organik
2.68 – 2.72
Sumber: Modul Penuntun Praktikum Lab. Mekanika Tanah USU
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3. Berat Jenis Partikel Sedimen
No. Percobaan
I
II
No. Piknometer
1
2
a.
Berat Piknometer (W1)
41.02
37.42
b.
Berat Piknometer + Tanah (W2)
70.02
70.42
c.
Berat Tanah (W2-W1)
29.00
33.00
d.
Berat Piknometer + Tanah + Air (W3)
91.73
92.31
e.
Berat Piknometer + Air Sebelum
73.65
71.75
Koreksi (W4)
f.
Temeratur (ToC)
27.00
27.00
g.
Faktor Koreksi
0.9995
0.9995
h.
Berat Piknometer + Air Setelah
73.61
71.71
Koreksi (W4’)
i.
Isi Tanah (W2 – W1 + W4 – W3)
10.88
12.44
Berat Jenis
2.6647
2.6527
Berat Jenis rata-rata
2.6527
Sumber: Pengujian di Laboratorium Mekanika Tanah USU
Maka jenis tanah berdasarkan hasil laboratorium 2,6527 adalah pasir.
2.4.2. Analisa Saringan (Grain Size Analysis)
Sifat-sifat jenis tanah tertentu banyak tergantung pada ukurannya.
Besarnya butiran juga merupakan dasar untuk klasifikasi atau pemberian
nama pada macam tanah.
Prosedur percobaan
a. Tanah yang diperiksa, dipanaskan dalam oven dengan suhu (100 ± 5)°C
selama 24 jam.
b. Apabila kondisi tanah bergumpal-gumpal, maka tanah tersebut ditumbuk
terlebih dahulu dengan menggunakan palu karet sehingga menjadi butiranbutiran yang lepas dengan tidak mengakibatkan hancurnya butiran tanah
tersebut.
c. Tanah diaduk merata, kemudian dibagi dengan alat pemisah sampel.
d. Contoh tanah tersebut ditimbang beratnya.
Universitas Sumatera Utara
e. Susun saringan dari yang terbesar sampai pan, yaitu n0.10 ; no.20 ; no.40 ;
no.80 ; no.100 ; no.200 dan pan
f. Masukkan sampel tanah ke dalam susunan saringan tersebut dan disaring
g. Tanah yang terletak pada masing-masing saringan ditimbang.
h. Tanah yang lewat saringan no.10 adalah tanah / sample untuk percobaan
hydrometer (kecuali pan)
Perhitungan
Perhitungan berat benda uji tertahan pada masing-masing saringan :
Jumlah Berat Tertahan
� 100%...........(2.2)
% Berat Tertahan
=
% Berat Lolos
= 100% - % Berat Tertahan...............(2.3)
Berat tanah semula
Kesimpulan
Fraksi kasar yang tertahan pada saringan ukuran 3 inchi, 1 inchi,
3
4
inchi, dan 1 2 inchi
Fraksi sedang adalah yang tertahan pada saringan no.4 dan no.8
Sedangkan yang tertahan pada saringan no.10, 20, 40, 80, 100 dan
200 termasuk fraksi halus.
Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 2.4 dan Gambar 2.3
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Hubungan antara lolos saringan dan diameter butir
Tabel 2.4. Hasil grafik lolos saringan dan diameter butir
Diameter
Hasil Grafik
D60
0.23
D20
0.12
D10
0.081
Sumber: Pengujian di Laboratorium Mekanika Tanah USU
2.4.3. Kecepatan Jatuh Partikel (Fall Velocity)
Tujuan percobaan ini untuk mengetahui kecepatan jatuh partikel
sediment.
Prosedur percobaan
a. Isilah tabung dengan zat cair bersih
b. Jatuhkan benda uji dari atas tabung sampai mencapai dasar tabung
c. Dengan stopwatch, hitung dan catatlah waktu yang ditempuh benda uji itu
mulai dari tanda start sampai ke tanda lintasan akhir
d. Ulangi eksperimen sebanyak tiga kali. Sehingga hasilnya dapat kita lihat
pada Tabel 2.5 di bawah ini
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5. Kecepatan jatuh partikel
Percobaa
n
Waktu
Sampel
Jatuh
I
II
III
0.0052 m/det
0.0053 m/det
0.0052 m/det
Rata-rata = 0.00523 m/det
Sumber: Pengujian di Laboratorium Mekanika Tanah USU
Dari grafik Hubungan antara diameter saringan dan kecepatan endap untuk air
tenang diperoleh 0.082 mm
2.5.
Kondisi-Kondisi Batas
2.5.1. Bangunan Pengambilan
Yang pertama-tama mencegah masuknya sedimen ke dalam
saluran irigasi adalah pengambilan dan pembilas, dan oleh karena itu
pengambilan yang direncanakan dengan baik dapat mengurangi biaya
pembuatan kantong lumpur yang mahal.
Penyebaran sedimen ke arah vertikal memberikan ancar-ancar
diambilnya beberapa langkah perencanaan untuk membangun sebuah
pengambilan yang dapat berfungsi dengan baik.
Partikel-partikel yang lebih halus di sungai diangkut dalam bentuk
sedimen layang dan tersebar merata di seluruh kedalaman aliran.
Semakin besar dan berat partikel yang terangkut, semakin partikelpartikel itu terkonsentrasi ke dasar sungai, bahan-bahan yang terbesar
diangkut sebagai sedimen dasar. Gambar di bawah ini memberikan
ilustrasi mengenai sebaran sedimen ke arah vertikal di dua sungai (a) dan
(b) ; pada awal (c) dan ujung (d) kantong lumpur (lihat Gambar 2.4).
Universitas Sumatera Utara
awal kantong lumpur
a
1.00
2.00
3.00
0
kedalaman air dalam m
kedalaman air dalam m
sungai ngasinan
0
0
C
1.00
2.00
0
0.40 0.80 1.20 1.60 2.00 2.40
konsentrasi sedimen dalam kg/m³
ujung kantong lumpur
0
b
1.00
2.00
3.00
0
kedalaman air dalam m
kedalaman air dalam m
sungai brantas
0.40 0.80 1.20 1.60 2.00 2.40
konsentrasi sedimen dalam kg/m³
0
d
1.00
2.00
0
0.40 0.80 1.20 1.60 2.00 2.40
konsentrasi sedimen dalam kg/m³
0.40 0.80 1.20 1.60 2.00 2.40
konsentrasi sedimen dalam kg/m³
0.07 mm
0.14 mm < 0.32 mm
0.07 mm < 0.14 mm
0.32 mm < 0.75 mm
Gambar 2.4 Konsentrasi sedimen ke arah vertikal
*Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Standar Perencanaan Irigasi, KP –
02 Jakarta Badan penerbit P.U., 1986
Dari gambar tersebut, jelas bahwa perencanaan pengambilan juga
dimaksudkan untuk mencegah masuknya lapisan air yang lebih rendah,
yang banyak bermuatan partikel-partikel kasar.
a. Jaringan Saluran
Jaringan saluran direncanakan untuk membuat kapasitas angkutan
sedimen konstan atau makin bertambah di arah hilir. Dengan kata lain,
sedimen yang memasuki jaringan saluran akan diangkut lewat jaringan
tersebut ke sawah-sawah. Dalam kaitan dengan perencanaan kantong
lumpur, ini berarti bahwa kapasitas angkutan sedimen pada bagian awal
dari saluran primer penting artinya untuk ukuran partikel yang akan
Universitas Sumatera Utara
diendapkan. Biasanya ukuran partikel ini diambil Ø 0,06 – 0,07 mm guna
memperkecil kemiringan saluran primer.
Bila kemiringan saluran primer serta kapasitas angkutan jaringan
selebihnya dapat direncanakann lebih besar, maka tidak perlu menambah
ukuran minimum partikel yang diendapkan. Umumnya hal ini akan
menghasilkan kantong lumpur yang lebih murah, karena dapat dibuat
lebih pendek.
b. Topografi
Keadaan topografi tepi sungai maupun kemiringan sungai itu
sendiri
akan sangat
berpengaruh terhadap
kelayakan ekonomis
pembuatan kantong lumpur.
Kantong
lumpur
dan
bangunan-bangunan
pelengkapnya
memerlukan banyak ruang yang tidak selalu tersedia. Oleh karena itu,
kemungkinan penempatannya harus ikut dipertimbangkan dalam
pemilihan lokasi bangunan utama. Kemiringan sungai harus curam untuk
menciptakan kehilangan tinggi energi yang diperlukan untuk pembilasan
di sepanjang kantong lumpur. Tinggi energi dapat diciptakan dengan cara
menambah elevasi mercu, tapi hal ini jelas akan memperbesar biaya
pembuatan bangunan.
2.6.
Dasar-Dasar Perencanaan Dimensi Kantong Lumpur
2.6.1. Volume Kantong Lumpur
Dalam menentukan banyaknya angkutan sedimen dasar yang
masuk kejaringan melalui intake, merupakan hal yang sangat sulit untuk
menentukan dengan tepat. Karena hal ini sangat tergantung pada
konstruski intake itu sendiri. Apabila intake dilengkapi dengan ambang
penahan sedimen yang cukup tinggi atau kantong sedimen yang
memadai, maka angkutan sedimen dasar yang masuk ke jaringan irigasi
melalui intake dapat dianggap kecil dan dapat pula diabaikan.
Universitas Sumatera Utara
Jika angkutan sedimen dasar yang masuk ke jaringan irigasi
diabaikan, maka dalam perencanaan volume di jaringan irigasi, cukup
memperhitungkan banyaknya angkutan sedimen layang yang masuk ke
jaringan irigasi tersebut.
Ada beberapa cara dalam perhitungan konsentrasi sedimen pada
aliran yang masuk kejaringan irigasi, antara lain:
a. Perhitungan dengan cara langsung
Yang
dimaksud
perhitungan
dengan
cara
langsung
adalah
perhitungan yang dilakukan dengan pengukuran angkutan sedimen
secara langsung di lapangan, yang di ukur keadaan debit sungai
sepanjang tahun.
b. Perhitungan dengan cara asumsi
Banyaknya sedimen yang terbawa oleh aliran masuk dapat ditentukan
dari:
1) Pengukuran langsung di lapangan.
2) Rumus angkutan sedimen yang cocok ( Einstein – Brown,
Meyer – Peter Mueller), atau kalau tidak ada data yang andal.
c. Kantong lumpur yang ada di lokasi lain yang sejenis. Sebagai
perkiraan kasar yang masih harus dicek ketepatannya, jumlah bahan
dalam aliran masuk yang akan diendapkan adalah 0,50 0/00.
Jadi rumus volume kantong lumpur yang diasumsikan adalah sebagai
berikut:
V = 0,0005 × Q × ∆T………………….....................(2.4)
(Disain Note SID Peningkatan Sistem
Jaringan Irigasi DI.Aek Sigeaon Dinas
Pengelolaan Sumber Daya Air, 2011:25)
Dimana: V = Volume kantong lumpur yang diperlukan (m3)
Q = Besarnya debit perencanaan saluran (m3/detik)
∆T = Jangka waktu pembilasan (detik)
Universitas Sumatera Utara
2.6.2. Panjang dan Lebar Kantong Lumpur
Dimensi-dimensi L (panjang) dan B (lebar) kantong lumpur dapat
diturunkan dari gambar 5. Partikel yang masuk ke kolam pada A, dengan
kecepatan endap partikel (w) dan kecepatan air (v) harus mencapai dasar
pada C. Ini berakibat bahwa, partikel selama waktu (H/w) yang
diperlukan untuk mencapai dasar, akan berjalan (berpindah) secara
horizontal sepanjang jarak L dalam waktu L/v (lihat Gambar 2.5).
A v
v
w
H
H
w
C
B
L
Gambar 2.5 Skema kantong lumpur
H
Jadi:
w
=
Dimana:
L
v
, dengan v =
�
��
................................(2.5)
H = Kedalaman aliran saluran (m)
W = Kecepatan endapan partikel sedimen (m/detik)
L = Panjang kantong lumpur (m)
v = Kecepatan aliran air (m/detik)
Q = Debit saluran (m3/detik)
B = Lebar kantong lumpur (m)
Persamaan di atas menghasilkan:
H
w
=
H=
L
Q
× H × B.........................................................(2.6)
L ×W
Q
× H × B....................................................(2.7)
Universitas Sumatera Utara
H
H ×B
= L×
L×B =
Q
W
w
Q
sehingga,........................................(2.8)
………………............................ .........(2.9)
(Standar Perencanaan Irigasi
Kriteria Perencanaan Bagian
Bangunan Utama KP – 02,2010:213)
Karena sangat sederhana, rumus ini dapat dipakai untuk membuat
perkiraan awal dimensi-dimensi tersebut. Untuk perencanaan yang lebih
detail, harus dipakai faktor koreksi guna menyelaraskan faktor-faktor
yang mengganggu, seperti :
-
Turbulensi air
-
Pengendapan yang terhalang
-
Bahan layang sangat banyak
Dimensi kantong lumpur sebaiknya sesuai dengan kaidah bahwa L/B > 8,
untuk mencegah agar aliran tidak “meander” di dalam kantong lumpur.
(Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan
Utama KP – 02, 2010:214).
Apabila topografi tidak memungkinkan diturutinya kaidah ini, maka
kantong lumpur harus dibagi-bagi ke arah memanjang dengan dindingdinding pemisah (devider wall) untuk mencapai perbandingan antara L
dan B ini.
Universitas Sumatera Utara
2.6.3. Kemiringan Dasar Saluran (I)
a. Kemiringan Energi di Kantong Lumpur Selama Eksploitasi Normal
(In)
Dalam menentukan kemiringan kantong lumpur, kecepatan
aliran kantong lumpur pada waktu pengaliran diambil dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a) Kecepatan aliran hendaknya cukup rendah sehingga partikel yang
telah mengendap tidak menghambur lagi.
b) Untuk mencegah turbulensi yang dapat mengganggu proses
pengendapan.
c) Kecepatan hendaknya tersebar merata sehingga sedimentasi juga
dapat tersebar merata di dalam kantong lumpur.
d) Kecepatan tidak boleh kurang dari 0,30 m/detik untuk mencegah
tumbuhnya vegetasi.
e) Transisi dari saluran ke kantong lumpur dan sebaliknya harus
mulus untuk mencegah terjadinya turbulensi.
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka kecepatan aliran pada
kantong lumpur selama eksploitasi normal ditetapkan v = 0,30 m/detik
sehingga kemiringan dasar saluran pada kantong lumpur (i) pada saat
eksploitasi normal dapat kita lihat pada Gambar 2.6 di bawah ini.
h
I Saluran
ds
Gambar 2.6 Kemiringan kantong lumpur
Universitas Sumatera Utara
Untuk menentukan kemiringan energi di kantong lumpur selama
eksploitasi normal, maka digunakan rumus Strickler sebagai berikut:
½
Vn = Ks × Rn2/3 × In
In =
(
)
Vn
Ks × Rn 2/3
sehingga,.....................(2.10)
................................(2.11)
Jika debit normal pengambilan adalah Qn, maka:
Qn = Vn × An .................................(2.12)
Dimana: Vn = Kecepatan rata-rata selama ekspolitasi normal (m/detik)
In
= Kemiringan energi selama ekspolitasi normal
Ks = Koefisien kekasaran Strickler (lihatTabel2.6)
Rn = Jari-jari hidrolis selama eksploitasi normal (m)
Qn = Kebutuhan pengambilan rencana (m3/detik)
An = Luas basah eksploitasi normal (m2)
b. Kemiringan Energi Di Kantong Lumpur Selama Pembilasan (Ib)
dengan Kolam Dalam Keadaan Kosong
Untuk menentukan kemiringan energi selama pembilasan dengan
kolam dalam keadaan kosong, maka digunakan rumus Strickler sebagai
berikut:
Vb = Ks × Rb2/3 × Ib
Ib =
(
½
Vb
Ks × Rb 2/3
)
sehingga,........................(2.13)
...................................(2.14)
Jika debit pembilasan adalah Qb, maka:
Qb = Vb × Ab..................................(2.15)
Dimana:
Vb = Kecepatan rata-rata selama pembilasan (m/detik)
Ib = Kemiringan energi selama pembilasan
Ks = Koefisien kekasaran Strickler (lihat Tabel2.6)
Universitas Sumatera Utara
Rb = Jari-jari hidrolis selama pembilasan (m)
Qb = Debit untuk membilas (m3/detik)
Qb = 1,2 × Qn
Ab = Luas basah selama pembilasan (m2)
Tabel 2.6. Koefisien Kekasaran Strickler menurut Subarkah
(1980:45)
Saluran
Lama dengan dinding-dinding sangat
Ks
≥ 36
kasar
Lama dengan dinding-dinding kasar
38
Drainase yang akan diberi tanggul dan
40
saluran tersier
Draenase baru tanpa tanggul-tanggul
43,5
Primer dan sekunder dengan aliran
45 - 47,50
kurang dari 7,5 m3/detik
Terpelihara baik dengan debit lebih
50
dari 10 m3/detik
Dengan pasangan batu kosongan
50
Dengan dinding pasangan batu belah
60
yang baik dan beton tidak
dihaluskan
Dengan dinding halus, dinding kayu
90
Untuk keperluan perhitungan pendahuluan, kecepatan rata-rata
yang diperlukan selama pembilasan dapat diandaikan sebagai berikut:
1) 1,0 m/detik untuk pasir halus
2) 1,50 m/detik untuk pasir kasar
Universitas Sumatera Utara
3) 2,0 m/detik untuk kerikil dan pasir kasar
Jika kecepatan selama pembilasan semakin tinggi, maka operasi
pembilasan menjadi semakin cepat. Namun demikian agar pembilasan
dapat dilakukan dengan baik, maka kecepatan aliran harus dijaga agar
tetap subkritis atau Fr < 1.
Fr =
Dimana :
v
gh
...................................(2.16)
v = Kecepatan aliran dalam kantong lumpur (m/detik)
g = Percepatan gravitasi, g = 9,8 m/detik2
h = Tinggi endapan sedimen (m)
Kecepatan aliran selama pembilasan dibuat sedemikian tinggi
untuk dapat menggeser atau menggerakkan partikel-partikel yang
mengendap. Namun demikian kecepatan haruslah di bawah kecepatan
superkritis, karena kecepatan superkritis dapat mengurangi efektifitas
proses pembilasan.
Untuk bahan endapan pasir kasar dengan Ø 0,06 – 0,07 mm
ditetapkan kecepatan aliran di kantong lumpur pada saat pembilasan
adalah 1,50 m/detik.
Kantong lumpur dipisah dua dengan sebuah dinding penguras untuk
efisiensi pembilasan dan kontinuitas pemberian air selama masa
pembilasan.
2.6.4. Kecepatan Endapan (Settling Velocity)
Pada umumnya ada dua cara yang dapat ditempuh dalam
menentukan kecepatan endapan, yaitu:
a) Kecepatan endap (w) dapat di baca dari Gambar 2.7.
b) Percobaan tabung pengendap (settling tube experiment).
Universitas Sumatera Utara
Cara untuk menentukan kecepatan endap dengan percobaan tabung
pengendap (menggunakan contoh partikel dari lapangan) merupakan
cara yang paling baik dibandingkan cara yang di atas. Hal ini
disebabkan karena dengan percobaan lebih mencerminkan kondisi
setempat.
Untuk menentukan kecepatan endap (w), biasanya berhubungan
F. B
=
F.B 0.3
= 0.7
F. B
F.B= 0.9
= 1.0
dengan keadaan suhu di Indonesia dipakai suhu rata-rata 200C.
Ps = 2650 kg/m ³
Pw = 1000 kg/m ³
F.B = faktor bentuk = C a.b
(F.B = 0.7 untuk pasir alamiah)
c kecil ; a besar ; b sedang
a tiga sumbu yang saling
tegak lurus
Red = butir bilangan
Reynolds = w.do/U
6.00
4.00
2.00
10
8
6
4
2
= 10
00
10.00
8.00
1
R ed
1.00
0.80
0.60
R ed
R ed
= 0.
1
= 10
R ed
0.04
R ed
= 0.
001
0.06
R ed
= 0.
01
0.10
0.08
R ed
diameter ayak do dalam mm
0.20
= 10
0
=1
0.40
0.02
0°
t=
0°
° 2 0°
10 °
4
30
0.2
0.4 0.6
2
1
4
6 8
10
20
40 60
0.2 0.4 0.6 1
100 mm/dt = 0.1 m/dt
2
4
kecepatan endap w dalam mm/dt-m/dt
Gambar 2.7 Hubungan antara diameter saringan dan kecepatan endap
untuk air tenang
*Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Standar Perencanaan Irigasi, KP –
02 Jakarta Badan penerbit P.U., 1986.
Universitas Sumatera Utara
2.6.5. Pembilasan Kantong Lumpur
Selain faktor pengendapan partikel, dalam perencanaan dimensi
kantong lumpur juga harus pula dipertimbangkan faktor pembilasan,
yaitu pembersihan atau pembuangan endapan sedimen dari tampungan
kantong.
Jarak waktu atau interval pembilasan kantong lumpur tergantung pada
eksploitasi jaringan irigasi.
Banyaknya sedimen yang diendapkan, luas tampungan dan
tersedianya debit air sungai yang dibutuhkan untuk pembilasan. Untuk
tujuan-tujuan perencanaan biasanya diambil interval 1 (satu) atau 2 (dua)
minggu.
Cara pembilasan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
pembilasan secara hidrolis dan secara manual/mekanis. Pembilasan
secara hidrolis lebih praktis dan ekonomis dibandingkan cara
manual/mekanis.
Cara manual/mekanis dipakai jika secara hidrolis tidak mungkin
dilakukan.
a. Pembilasan Secara Hidrolis
Pembilasan secara hidrolis membutuhkan kemiringan energi
(beda tinggi muka air) dan debit yang memadai pada kantong guna
menggerus atau menggelontor sedimen yang terendap.
Kemiringan dasar kantong dan debit pembilasan hendaknya
didasarkan pada besarnya tegangan geser yang diperlukan yang akan
dipakai untuk menggerus sedimen yang terendap. Tegangan geser
yang diperlihatkan tergantung pada tipe sedimen yang bisa berupa:
1) Pasir lepas
Dalam hal ini parameter yang terpenting adalah ukuran butiran
sedimen.
Universitas Sumatera Utara
2) Partikel-partikel pasir, lanau dan lempung dengan kohesi
tertentu.
Jika bahan yang mengendap terdiri dari pasir lepas, maka untuk
menentukan besarnya tegangan geser yang diperlukan dapat
dipakai grafik Shield (lihat Gambar 2.8). Besarnya tegangan
geser dan kecepatan geser untuk diameter pasir terbesar yang
akan dibilas sebaiknya dipilih di atas harga kritis. Dalam gambar
2.8 ini ditunjukkan dengan kata bergerak (movement).
1.0
0.8
100
80
0.6
0.5
0.4
60
50
40
c
0.3
d
r:
BERGERAK
0.2
30
20
d
r ::
U.c
10
8
0.10
0.08
cr = 800d
d > 4.10
-3
6
5
4
0.03
3
0.02
2
TIDAK BERGERAK
U.cr
1.0
0.8
0.003
0.002
S
S
LD
E
I
H
0.6
0.5
0.4
cr
cr dalam
=
0.006
0.005
0.004
N/m
2
0.01
0.008
u.cr
U
g( )
C
dalam m/dt
0.06
0.05
0.04
0.3
0.2
Ps = 2.650 kg/m 3
0.001
0.01
0.1
2 3 4 5 6 8 0.1
d dalam milimeter
2
3 4 5 6 8 1.0
2
3 4 5 6 8 10
2
3 4 5 6 8100
Gambar 2.8 Tegangan geser kritis dan kecepatan geser kritis sebagai fungsi
ukuran butiran untuk �s = 2650 kg/m3 (pasir)
*Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Standar Perencanaan Irigasi, KP –
02 Jakarta Badan penerbit P.U., 1986.
Universitas Sumatera Utara
Jika bahan yang mengendap adalah bahan-bahan kohesif, maka
untuk menentukan besarnya gaya geser dapat dipakai grafik
yang diturunkan dari USBR oleh Lane (lihat Gambar 2.9).
10
8
data - ussr
(ref.11,LANE 1955)
6
5
4
3
l em
pun
g
2
pa
si
ra
1.0
lepas
n
(k
ad
ar
pa
s
ta
na
h
0.6
0.3
n
ng
ku
ru
s
padat
%)
50
pasir non-kohesit
5
3
Dimana:
....................................................(2.19)
v*= Kecepatan geser (m/detik), v* = (ghI)0,5
g = Percepatan gravitasi), g = 9,8 m/detik2
h = Kedalaman air (m)
I = Kemiringan energi
w = Kecepatan endap sedimen (m/detik)
Untuk keadaan ini sebaiknya dicek untuk dua kondisi yang
berbeda, yaitu:
a) Untuk kondisi kantong lumpur dalam keadaaan kosong
b) Untuk kondisi kantong lumpur dalam keadaaan penuh
b. Efisiensi Pembilasan
Efisiensi pembilasan tergantung pada dua hal, yaitu:
1) Terbentuknya gaya geser yang memadai pada permukaan
sedimen yang telah mengendap. Untuk keadaan ini di cek dengan
grafik Shield (lihat Gambar 2.8).
Material bergerak bila τ0 > τcr
τ0 = ρw × g × Rb × Ib .......................................(2.20)
Universitas Sumatera Utara
Dimana: τ0 = Tegangan geser dasar (N/m2)
ρw = Kerapatan jenis air, ρw = 1000 kg/m3
g = Percepatan gravitasi, g = 9,8 m/detik2
Rb = Jari-jari hidrolis selama pembilasan (m)
Ib = Kemiringan energi selama pembilasan
2) Kecepatan yang cukup untuk menjaga agar bahan tetap dalam
keadaan suspensi sesudah pembilasan. Untuk keadaan ini dapat
dicek dengan kriteria dari Shinohara Tsubaki.
Universitas Sumatera Utara