Tema Sistem Pendidikan yang Memungkinkan

Tema: Sistem Pendidikan yang Memungkinkan Dihasilkannya Tenaga Pendidik dan
Tenaga Kependidikan yang Kompeten untuk Mempersiapkan Manusia Indonesia
Generasi 2045
PENDIDIKAN PROFESI GURU, PROBLEMATIKA, DAN ALTERNATIF
SOLUSI
Luthfiyah Nurlaela
Universitas Negeri Surabaya
Abstrak: Pendidikan Profesi Guru (PPG) pada saat ini sedang menjadi
perhatian banyak pihak, terutama para guru dan mahasiswa. PPG memang harus
disikapi dengan bijak. Produk kebijakan yang meliputi Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) dan Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD)
yang menjadi sebagian dari landasan yuridisnya memang memiliki kekuatan hukum.
Namun demikian, perkembangan di lapangan akhir-akhir ini menyangkut PPG perlu
dipertimbangkan agar berbagai gejolak yang terjadi bisa diantisipasi dan disikapi
dengan baik. Begitu banyak persoalan ikutan PPG, sehingga perlu dipikirkan beberapa
alternatif solusi, antara lain: 1) Pemerintah perlu melakukan pengkajian terhadap pasalpasal pada UU Sisdiknas dan UUGD yang membuka peluang bagi lulusan
nonkependidikan untuk mengikuti PPG; 2) LPTK perlu didorong untuk membuka
program studi baru sesuai dengan tuntutan perkembangan pendidikan di lapangan; 3)
PPG perlu dikawal dengan lebih serius oleh pihak yang berwenang, dalam hal ini
terutama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, khususnya Direktorat Pendidikan
Tinggi dan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Penjaminan Mutu

Pendidikan (BPSDM dan PMP); 4) Berbagai persoalan ikutan setelah pelaksanaan PPG
juga harus segera dipikirkan solusinya. Apakah para peserta PPG yang telah lulus akan
memiliki gelar tambahan seiring dengan sertifikat PPG yang telah mereka kantongi?
Bagaimana nasib mereka setelah lulus PPG, apakah ada prioritas bagi mereka untuk
menjadi pegawai negeri? dan 5) Mengingat kebutuhan guru setiap tahunnya terbatas,
maka pemerintah perlu membuat kebijakan yang membatasi penyelenggaraan LPTK.
A. Pendahuluan
Pendidikan Profesi Guru (PPG) pada saat ini sedang menjadi perhatian banyak
pihak, terutama para guru dan mahasiswa. Para guru mempertanyakan kapan PPG akan
diselenggarakan, apa persyaratannya, berapa biayanya, apakah berbeasiswa atau tidak,
apakah berasrama atau tidak, apakah mereka masih tetap bisa melaksanakan tugas
mengajar atau tidak selama mengikuti PPG, dan sebagainya. Mereka adalah guru-guru
muda, baik yang sudah pegawai negeri maupun yang masih sebagai guru tetap yayasan
(GTY) atau guru yang dipekerjakan (DPK), bahkan juga guru tidak tetap (GTT) atau

honorer. Kebanyakan dari mereka adalah guru-guru yang baru diangkat sebagai pegawai
negeri pada akhir tahun 2005 atau awal 2006 dan setelahnya, atau guru-guru muda yang
belum lama mengajar. Guru-guru tersebut tidak mempunyai peluang untuk mendapatkan
kuota sertifikasi melalui Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), yang
direncanakan akan berakhir pada tahun 2015.

Para mahasiswa, terutama mahasiswa program studi (prodi) kependidikan,
mempersoalkan aturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) yang
memungkinkan PPG bisa diikuti oleh semua mahasiswa lulusan kependidikan maupun
nonkependidikan. Bahkan mereka mengatakan, aturan ini ‘ngawur’ (Jawa Pos, 29
Agustus 2012). Aturan ini dinilai sangat tidak adil bagi lulusan LPTK (Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan). Empat tahun proses yang mereka lalui selama
pendidikan di LPTK, seperti tidak ada artinya, karena disandingkan dengan lulusan nonLPTK yang juga memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti PPG. Baik dari
lulusan LPTK maupun non-LPTK, sama-sama harus menempuh PPG selama 1 atau 2
semester (bergantung prodi PPG yang menjadi pilihanya), bila mereka ingin menjadi
guru. Rasa ketidakadilan itu juga muncul karena ternyata guru belum dianggap sebagai
profesi tertutup. Orang dengan latar belakang pendidikan apa pun, yang penting sarjana,
bisa menjadi guru. Tidak seperti profesi lain, misalnya advokat, pengacara, notaris, yang
hanya bisa dimasuki oleh mereka yang memiliki latar belakang pendidikan yang linier.
Dalih lain yang dikemukakan para mahasiswa juga kekhawatiran mereka akan
mutu guru ke depan. Bila lulusan non-LPTK juga bisa menjadi guru asal lulus PPG, apa
jadinya mutu pendidikan di masa depan? Banyak guru yang dihasilkan dengan cara
instan, yang tidak mengalami pendidikan dan pembentukan kemampuan sebagai guru
dengan cukup waktu; hanya melalui matrikulasi dan kemudian menempuh PPG. Padahal
untuk menjadi guru, proses pendidikan yang di dalamnya terjadi pembudayaan,
internalisasi, dan pembiasaan sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai guru,

sangatlah diperlukan.
PPG memang harus disikapi dengan bijak. Produk kebijakan yang meliputi
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) dan Undang-Undang Guru
dan Dosen (UUGD) yang menjadi sebagian dari landasan yuridisnya memang memiliki
kekuatan hukum. Namun demikian, perkembangan di lapangan akhir-akhir ini

menyangkut PPG perlu dipertimbangkan agar berbagai gejolak yang terjadi bisa
diantisipasi dan disikapi dengan baik.
B. Pembahasan
1. Rasional, Pengertian dan Tujuan PPG
Terbitnya UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PP No. 19/2005
tentang Standar Nasional Pendidikan, UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen, dan PP
No. 74/2008 tentang Guru, mengamanatkan (1) kualifikasi akademik guru minimum
adalah S-1 atau D-IV; dan (2) Guru harus memiliki sertifikat pendidik (Buku Panduan
PPG, 2009) .
Pasal 10 PP No. 74/2008 menyebutkan Sertifikat Pendidik bagi calon guru
dipenuhi sebelum yang bersangkutan diangkat menjadi guru. Sertifikasi pendidik sebagai
upaya peningkatan mutu guru dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan guru,
sehingga sertifikasi pendidik ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan
mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan.

Selanjutnya sertifikat pendidik diperoleh melalui Program Pendidikan Profesi
Guru seperti yang telah ditetapkan dalam Permendiknas No 8 Tahun 2009 tentang
Program PPG Pra Jabatan dan Permendiknas No 9 Tahun 2010 tentang Program PPG
Dalam Jabatan.
Sesuai pasal 1 ayat 2 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 8 Tahun
2009 tentang Pendidikan Profesi Guru bahwa program pendidikan profesi guru
prajabatan yang selanjutnya disebut program pendidikan profesi guru (PPG) adalah
program pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan lulusan S-1
kependidikan dan S-1/D-IV nonkependidikan yang memiliki bakat dan minat menjadi
guru agar menguasai kompetensi guru secara utuh sesuai dengan standar nasional
pendidikan sehingga dapat memperoleh sertifikat pendidik profesional pada pendidikan
anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Selanjutnya, Permendiknas Nomor 9 Tahun 2010 tentang Pendidikan Profesi
Guru bagi Guru dalam Jabatan, pasal 1 ayat 2, menyatakan bahwa program pendidikan
profesi guru (PPG) adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk

mempersiapkan guru agar menguasai kompetensi guru secara utuh sesuai dengan standar
nasional pendidikan sehingga dapat memperoleh sertifikat pendidik.
Mengacu pada pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, tujuan umum
program PPG adalah menghasilkan calon guru yang memiliki kemampuan mewujudkan

tujuan pendidikan nasional, yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Tujuan khusus program PPG adalah untuk menghasilkan guru profesional yang
memiliki kompetensi dalam merencanakan, melaksanakan, dan menilai pembelajaran;
menindaklanjuti hasil penilaian, melakukan pembimbingan, dan pelatihan peserta didik
serta melakukan penelitian, dan mampu mengembangkan profesionalitas secara
berkelanjutan (Permendiknas Nomor 9 Tahun 2010, pasal 2).
2. Jalan Panjang Berliku PPG
PPG sebenarnya sudah dipersiapkan sejak lama. Paling tidak sejak tahun
2008/2009, tim PPG Pusat dari Dikti sudah melakukan berbagai kegiatan, mulai
menyusun naskah akademik, buku panduan, dan merancang kurikulum. Pada saat itu,
fokus persiapan selain untuk PPG Prajab, juga untuk PPG dalam Jabatan (PPG Daljab).
PPG Daljab direncanakan untuk segera dilaksanakan dengan salah satu misi
mempercepat penuntasan sertifikasi guru. Mempertimbangkan jumlah guru yang belum
tersertifikasi dan target penuntasan sertifikasi guru pada tahun 2015, diprediksi target
tersebut tidak akan tercapai bila hanya mengandalkan jalur portofolio dan PLPG
(Pendidikan dan Latihan Profesi Guru).
Maka pada tahun yang sama, dipaculah LPTK negeri maupun swasta untuk

menyusun proposal penyelenggaraaan PPG. Berbagai komponen yang harus ada dalam
proposal antara lain adalah izin penyelenggaraan prodi yang dikeluarkan oleh Dikti, bukti
akreditasi prodi (minimal harus terakreditasi B), rancangan kurikulum PPG yang
diusulkan, SDM (minimal 2 doktor dan 4 magister), rasio jumlah dosen dan mahasiswa,
dan sebagainya, termasuk sarana prasarana dan keberadaan Unit PPL serta jaringan
kemitraan dengan sekolah. Visitasi dalam rangka verifikasi lapangan pada semua prodi

yang mengajukan proposal dilakukan pada menjelang akhir tahun 2009, dengan
melibatkan asesor dosen-dosen LPTK yang dinilai berkompeten dan memang sudah
terlibat sejak awal penyiapan program PPG. Serangkaian workshop penyusunan Buku
Pedoman PPG, Kurikulum PPG, dan Perangkat Workshop dan Asesmen, juga
dilaksanakan, baik secara lokal oleh masing-masing LPTK maupun secara nasional
dengan Dikti sebagai penyelenggaranya.
Berdasarkan hasil penilaian proposal dan visitasi, maka diterbitkanlah Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional (Kepmendiknas) Nomer 126/P/2010 tentang LPTK
Penyelenggara PPG dalam Jabatan. Ada sebanyak 56 LPTK negeri dan swasta di seluruh
Indonesia yang dinilai layak sebagai penyelenggara PPG Daljab. Dalam kepmendiknas
tersebut juga sudah ada penetapan kuota untuk peserta PPG tahun 2010, 2011, dan 2012,
yaitu sejumlah 13020 peserta/tahun.
Menanggapi kepmendiknas tersebut, maka semua LPTK yang telah ditetapkan

sebagai penyelenggara PPG berbenah. Dikti juga mengucurkan sejumlah dana pada
LPTK untuk revitalisasi PPG. Dana tersebut dialokasikan untuk penyiapan kurikulum,
perangkat pembelajaran, pengadaan buku-buku referensi, dan sistem penjaminan mutu
PPG. Setiap prodi juga menyusun Buku Pedoman PPG Daljab dengan memanfaatkan
dana tersebut. Sosialisasi PPG Daljab dilakukan dengan memanfaatkan berbagai media
dan forum, baik melalui website masing-masing LPTK, mengirimkan pemberitahuan
kepada dinas pendidikan kabupaten/kota dan bahkan langsung ke sekolah-sekolah, juga
mengundang kepala dinas dan guru-guru khusus dalam rangka sosialisasi PPG, dan
sebagainya.
Pada saat itu, Dikti mengalokasikan juga sejumlah dana untuk membantu biaya
pendidikan peserta, yang jumlah nominalnya telah dihitung dan disepakati bersama-sama
dengan LPTK Penyelenggara PPG.

Namun kepastian tentang dana tersebut tidak

kunjung datang sampai akhir tahun 2010. Maka berbagai kegiatan persiapan yang telah
dilakukan LPTK seperti tak berarti, meskipun optimisme tetap ada, bahwa PPG akan
dilaksanakan tahun 2011. Puluhan pertanyaan seputar kapan pendaftaran PPG, apa
persyaratannya, kapan dilaksanakan, dan seterusnya terlontar dari berbagai pihak,
terutama guru-guru. Namun yang bisa dijawab oleh LPTK adalah bahwa PPG yang

sedianya akan dilaksanakan pada tahun 2010 itu ditunda, mungkin dimulai tahun 2011.

Pada tahun 2011, terbitlah Kepmendiknas Nomer 052/P/2011 tentang Perubahan
atas Kepmendiknas Nomer 126/P/2010 tentang LPTK Penyelenggaran PPG Dalam
Jabatan. Tidak ada yang berbeda dari kepmen tersebut, kecuali tahun untuk kuota PPG
Daljab, yaitu untuk tahun 2011, 2012, dan 2013. Jumlah LPTK Penyelenggara PPG
daljab dan jumlah kuota peserta sama dengan kepmen sebelumnya.
Dengan semangat baru, LPTK kembali melakukan berbagai kegiatan persiapan
dan sosialisasi. Pada saat itu diinformasikan bahwa PPG Daljab mungkin akan
dilaksanakan pada Maret 2011.Ternyata sampai pada akhir Maret, belum juga ada
kepastian, begitu juga pada bulan-bulan selanjutnya. Hingga pada minggu kedua Agustus,
Dikti mengumumkan adanya perekrutan PPG Daljab, yang pendaftarannya secara online
melalui SIM-PPG pada laman http://ksg.dikti.go.id/ppg. Bahkan pada saat itu pun,
kepastian tentang beasiswa PPG belum ada kejelasan, namun LPTK didorong untuk
membuka pendaftaran. Beberapa LPTK menyambut himbauan itu dengan bersemangat,
mereka gencar melakukan sosialisasi agar banyak guru yang mendaftarkan diri. Sebagian
LPTK menanggapi dengan setengah hati, melakukan sosialisasi dan rekrutmen dengan
semangat yang biasa-biasa saja. Pendaftaran itu dibuka sampai minggu kedua November,
dan seleksi administrasi serta seleksi akademik dilaksanakan pada minggu-minggu
berikutnya. Pelaksanaan PPG Daljab direncanakan pada minggu pertama Desember 2011.

Pada saat itu, Dikti juga meluncurkan program yang lain, yaitu SM-3T (Sarjana
mendidik di Daerah Terdepan, tertinggal, dan Terluar), program S1 KKT (S1
Kependidikan dengan Kewenangan Tambahan), program PPGT (Pendidikan Profesi Guru
Terintegrasi), dan beberapa program yang lain. Program yang diluncurkan menjelang
penghujung tahun. Konon, karena dana yang digunakan adalah dana APBN-P, sehingga
kepastian cairnya selalu menjelang tahun anggaran tutup. Maka hampir semua LPTK
yang ‘ketiban sampur’ untuk melaksanakan program itu benar-benar ‘kepontal-pontal’.
Hanya beberapa LPTK yang akhirnya bisa melaksanakan PPG Daljab, dengan menarik
lebih dulu biaya pendidikan dari peserta PPG, dan biaya itu dijanjikan akan dikembalikan
bila beasiswa dari Dikti telah cair.
Tahun 2012 memberi harapan baru untuk penyelenggaraan PPG Daljab. Kabar
terbaru menginformasikan bahwa dana PPG di-DIPA-kan ke LPMP melalui Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDM-

PMP), artinya tidak lagi melalui Dikti seperti tahun-tahun sebelumnya. Maka LPTK-pun
kembali berbenah dengan semangat tinggi. Di Jawa Timur, LPTK Penyelenggaran PPG
sebanyak 8 perguruan tinggi (Unesa, UM, Unej, UNIPA, Unmuh Malang, Unisma
Malang, IKIP PGRI Madiun, dan Universitas Nusantara PGRI Kediri). Kedelapan
perguruan tinggi tersebut menghimpun diri, berunding di bawah koordinasi LPMP Jawa
Timur, dan membentuk Forum Pelaksana PPG Jawa Timur. Berbagai kesepakatan

diperoleh dalam pertemuan pada pertengahan Januari 2012 tersebut, termasuk penetapan
beasiswa untuk setiap peserta PPG. Direncakan pendaftaran PPG akan dimulai pada
Februari-Maret 2012.
Namun, setelah menunggu dengan penuh harapan, tiba-tiba Kepala LPMP
menginformasikan bahwa dana yang sedianya untuk penyelenggaraan PPG Daljab
dialihkan untuk pelaksanaan UKA (Uji Kompetensi Awal). Padahal, sebagaimana pada
tahun-tahun sebelumnya, semua LPTK telah melakukan persiapan dan sosialisasi
sedemikian rupa, dengan memberikan keyakinan bahwa PPG Daljab akan segera
dilaksanakan. Apa boleh buat. Maka untuk yang kesekian kalinya, LPTK, lagi-lagi, harus
menjawab puluhan bahkan ratusan pertanyaan tentang penyelenggaraan PPG dengan satu
kata kunci: ditunda.
Sejak tahun 2011, Dikti meluncurkan program Maju Bersama Mencerdaskan
Indonesia, salah satunya adalah program SM-3T. Program SM-3T ditujukan kepada para
Sarjana Pendidikan yang belum bertugas sebagai guru, untuk ditugaskan selama satu
tahun pada daerah 3T. Program SM-3T dimaksudkan untuk membantu mengatasi
kekurangan guru, sekaligus mempersiapkan calon guru profesional yang tangguh,
mandiri, dan memiliki sikap peduli terhadap sesama, serta memiliki jiwa untuk
mencerdaskan anak bangsa.

Program ini merupakan Program Pengabdian Sarjana


Pendidikan untuk berpartisipasi dalam percepatan pembangunan pendidikan di daerah 3T
selama satu tahun sebagai penyiapan pendidik profesional yang akan dilanjutkan dengan
Program Pendidikan Profesi Guru.
SM-3T seperti mengobati luka kecewa karena ‘gagal’nya PPG Daljab yang sudah
‘digadang-gadang’ bertahun-tahun. Lepas dari apakah ini merupakan program tiruan dari
‘Indonesia Mengajar’-nya Anis Baswedan, harus diakui bahwa program SM-3T memberi
kemanfaatan yang luar biasa, tidak hanya bagi pemerintah daerah 3T yang memang

kondisi pendidikannya sangat memprihatinkan; namun juga bagi para sarjana pengabdi
tersebut. Berbagai tantangan dalam bidang pendidikan dan kemasyarakatan yang harus
dihadapi oleh para sarjana, dalam segala keterbatasan sarana prasarana, daya dukung
masyarakat dan sekolah yang sangat rendah, di antara perbedaan latar belakang kultur
dan agama; menjadikan mata mereka terbuka lebar, kepedulian dan ketangkasan terasah,
dan kemampuan memecahkan masalah semakin terbangun. Bekal sebagai guru
profesional benar-benar mereka peroleh secara langsung, nyata, seringkali harus
‘berdarah-darah’, dan semuanya mereka hayati sebagai bagian dari proses menuju citacita sebagai guru yang profesional.
Melihat begitu besar manfaat SM-3T dalam rangka mengembangkan guru yang
profesional, maka sejak tahun 2012 ini, Dikti mengeluarkan kebijakan bahwa perekrutan
peserta PPG Prajab adalah melalui SM-3T (Pedoman Pelaksanaan Program SM-3T),
2012). Program tersebut sementara ini hanya untuk lulusan prodi pendidikan dengan
berbagai persyaratan yang harus dipenuhi, antara lain IPK; lulus tes administrasi, tes
akademik, dan tes wawancara; dan berbagai persyaratan lain, termasuk pengalaman
keorganisasian selama menjadi mahasiswa.
Kebijakan ini tentu saja menjaga ‘kredibilitas’ LPTK. Bahwa profesi sebagai guru
seharusnyalah diemban oleh mereka yang memang dari awal sudah dipersiapkan sebagai
guru. Sebagaimana profesi-profesi yang lain; dokter, pengacara, notaris, akuntan, dan
sebagainya, yang tidak setiap orang bisa memasukinya. Bahwa PPG merupakan upaya
pemerintah untuk ‘memuliakan’ profesi guru. Bahwa pendidikan yang ditempuh selama
empat tahun masa kuliah adalah pendidikan akademik, dan untuk menjadi guru,
seseorang harus menempuh pendidikan profesi (PPG). Sama halnya sarjana akuntansi
yang tidak bisa secara otomatis menjadi akuntan, sarjana hukum yang tidak bisa secara
langsung disebut pengacara, notaris, dan sebagainya; melainkan mereka harus menempuh
pendidikan profesi lebih dulu.
Namun di sisi lain, kebijakan yang memungkinkan peserta PPG bisa berasal dari
sarjana nonpendidikan, seolah bertentangan dengan upaya ‘pemuliaan’ guru itu sendiri.
Memang ada perbedaan persyaratan antara sarjana pendidikan dan nonpendidikan dalam
mengikuti PPG Prajab. Sarjana nonkependidikan harus menempuh matrikulasi bidang
kependidikan sebelum mengikuti PPG, sedangkan sarjana pendidikan tidak dikenakan

persyaratan tersebut. Selebihnya sama. Kurikulum, masa pendidikan, proses pendidikan,
dan sebagainya, tidak ada perbedaan.
Pertanyaannya: bagaimana mungkin proses panjang selama sekitar delapan
semester menempuh pendidikan disejajarkan hanya dengan paling lama satu semester
kegiatan matrikulasi? Bukankah proses membentuk kompetensi guru yang profesional itu
memerlukan waktu yang panjang, dan oleh sebab itu sudah harus dimulai sejak awal
semester dalam delapan semester tersebut? Tidak sekedar lulus beberapa matakuliah
matrikulasi dan bisa melakukan praktek mengajar secara instan? Lantas apa gunanya
LPTK bila pada akhirnya siapa pun bisa menjadi guru, hanya dengan menempuh
pendidikan profesi selama satu atau dua semester?
Dalam Naskah Akademik PPG sendiri dinyatakan, kompetensi guru merupakan
sesuatu yang utuh, sehingga proses pembentukannya tidak bisa dilakukan secara instan,
karena guru merupakan profesi yang akan menghadapi individu-individu, yakni pribadi
unik yang mempunyai potensi untuk tumbuh dan berkembang. Tuntutan untuk
menghasilkan guru yang profesional mengharuskan LPTK penyelenggara memiliki visi
yang jelas dengan dilandasi prinsip good governance dan memiliki kapasitas yang
menjamin keprofesionalan lulusannya. Dengan demikian, kualitas input menjadi sangat
penting untuk menegakkan prinsip good governance, selain kualitas SDM, sarana
prasarana, dan sebagainya. Namun dengan kebijakan terkait dengan input PPG seperti
saat ini, mungkinkah?
Di sisi lain, kita harus menyadari bahwa saat ini di Indonesia terdapat lebih 200
LPTK negeri dan swasta dalam berbagai bentuk dan tersebar di seluruh Indonesia, yang
pemetaannya belum sepenuhnya dilakukan secara baik. Terjadi disparitas kualitas,
rentangan kualitas LPTK-LPTK tersebut sangat lebar, ditambah lagi sebarannya yang
tidak merata. PPG merupakan salah satu jalan keluar untuk mengendalikan mutu guru
yang dihasilkan dari semua LPTK tersebut.
Lebih jauh, perkembangan bidang-bidang pengetahuan dan keahlian yang cukup
pesat juga menuntut tersedianya tenaga guru yang kompeten pada bidangnya. Masih
banyak bidang-bidang di mana guru-gurunya belum dihasilkan oleh LPTK. Beberapa
contohnya adalah pada bidang kejuruan, misalnya pertanian, peternakan, perkapalan,
perhotelan dan pariwisata, dan sebagainya; sampai saat ini belum ada satu pun LPTK

yang menghasilkan guru-guru dalam bidang tersebut. Maka PPG menjadi salah satu jalan
keluar, di mana sarjana pada bidang-bidang tersebut dimungkinkan untuk menjadi guru,
mengisi kebutuhan dalam bidang-bidang yang relevan, dengan lebih dulu menempuh
PPG.
3. Alternatif Solusi
Berdasarkan uraian sebelumnya, perlu dipikirkan alternatif solusi untuk mengatasi
berbagai persoalan PPG. Beberapa alternatif solusi tersebut antara lain:
a.

Pemerintah perlu melakukan pengkajian terhadap pasal-pasal pada UU Sisdiknas
dan UUGD yang membuka peluang bagi lulusan nonkependidikan untuk mengikuti
PPG. Memang disadari, pada saat ini LPTK belum bisa memenuhi kebutuhan guru
dalam semua bidang di lapangan pendidikan. Banyak bidang-bidang yang belum
dihasilkan oleh LPTK sebagaimana disinggung di atas. Namun alangkah baiknya bila
untuk bidang-bidang yang sudah dihasilkan oleh LPTK, misalnya bidang IPA, bahasa,
IPS, dan sebagainya, peluang bagi sarjana nonkependidikan pada bidang tersebut
untuk mengikuti PPG tidak dibuka. PPG bagi sarjana nonkependidikan hanya dibuka
bila memang guru pada bidang-bidang tersebut belum dihasilkan oleh LPTK.

b.

LPTK perlu didorong untuk membuka program studi baru sesuai dengan tuntutan
perkembangan pendidikan di lapangan. Mengingat ada cukup banyak persyaratan
yang harus dipenuhi dalam mengajukan usulan pendirian program studi baru, salah
satunya adalah ketersediaan SDM dosen yang memiliki latar belakang pendidikan
yang linier/serumpun dengan prodi yang akan diusulkan (tentu saja untuk bidangbidang yang dicontohkan di atas, misalnya: pariwisata, perhotelan, pertanian,
perkapalan, dan sebagainya; persyaratan ini tidak mudah dipenuhi), maka perlu
strategi khusus dalam pengembangan SDM perguruan tinggi. Selain itu, kerjasama
dengan praktisi dalam bidang-bidang yang akan dikembangkan, juga menjadi
tuntutan mutlak. Dengan demikian diharapkan, ke depan, bidang apa pun ada LPTKnya. Guru bidang perkapalan dihasilkan oleh Prodi Pendidikan Teknik Perkapalan,
bidang perhotelan dihasilkan oleh Prodi Pendidikan Perhotelan, dan sebagainya.
Selama bidang-bidang tersebut tidak ada LPTK-nya, maka PPG mungkin akan tetap
menjadi jalan keluar terbaik. Setidaknya, para sarjana dari bidang nonkependidikan

(D-IV), telah dibekali pengetahuan, keterampilan, dan sikap, melalui PPG, sebelum
mereka berprofesi sebagai guru.
c.

PPG perlu dikawal dengan lebih serius oleh pihak yang berwenang, dalam hal ini
terutama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, khususnya Direktorat Pendidikan
Tinggi dan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Penjaminan Mutu
Pendidikan (BPSDM dan PMP). Jalan panjang berliku yang telah dilalui PPG selama
ini menunjukkan betapa program ini seolah berjalan terseok-seok. Ketidaksinkronan
program antarlembaga yang seharusnya mengawal PPG menyebabkan PPG seperti
banyak program pemerintah yang lain, yang dinilai kurang didasarkan pada landasan
kebijakan yang kuat dan terkesan project-based.

d.

Berbagai persoalan ikutan setelah pelaksanaan PPG juga harus segera dipikirkan
solusinya. Apakah para peserta PPG yang telah lulus akan memiliki gelar tambahan
seiring dengan sertifikat PPG yang telah mereka kantongi? Bagaimana nasib mereka
setelah lulus PPG, apakah ada prioritas bagi mereka untuk menjadi pegawai negeri?

e.

Mengingat kebutuhan guru setiap tahunnya terbatas, maka pemerintah perlu
membuat kebijakan yang membatasi penyelenggaraan LPTK. Karena bila tidak,
jumlah lulusan LPTK yang setiap tahunnya jauh melampaui kebutuhan guru, justru
akan menjadi bumerang bagi LPTK dan pemerintah.

C. Penutup
Sesuai pasal 1 ayat 2 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 8 Tahun
2009 tentang Pendidikan Profesi Guru bahwa program pendidikan profesi guru
prajabatan yang selanjutnya disebut program pendidikan profesi guru (PPG) adalah
program pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan lulusan S-1
kependidikan dan S-1/D-IV nonkependidikan yang memiliki bakat dan minat menjadi
guru agar menguasai kompetensi guru secara utuh sesuai dengan standar nasional
pendidikan sehingga dapat memperoleh sertifikat pendidik profesional pada pendidikan
anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.Selanjutnya, Permendiknas
Nomor 9 Tahun 2010 tentang Pendidikan Profesi Guru bagi Guru dalam Jabatan, pasal 1
ayat 2, menyatakan bahwa program pendidikan profesi guru (PPG) adalah program
pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan guru agar menguasai kompetensi

guru secara utuh sesuai dengan standar nasional pendidikan sehingga dapat memperoleh
sertifikat pendidik.
Pemerintah perlu melakukan pengkajian terhadap pasal-pasal pada UU Sisdiknas
dan UUGD yang membuka peluang bagi lulusan nonkependidikan untuk mengikuti PPG.
LPTK perlu didorong untuk membuka program studi baru sesuai dengan tuntutan
perkembangan pendidikan di lapangan. PPG perlu dikawal dengan lebih serius oleh pihak
yang berwenang, dalam hal ini terutama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
khususnya Direktorat Pendidikan Tinggi dan Badan Pengembangan Sumber Daya
Manusia dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDM dan PMP). Berbagai persoalan
ikutan setelah pelaksanaan PPG juga harus segera dipikirkan solusinya. Mengingat
kebutuhan guru setiap tahunnya terbatas, maka pemerintah perlu membuat kebijakan
yang membatasi penyelenggaraan LPTK.
Referensi:
Nurlaela, Luthfiyah. 2012. Jalan Panjang Berliku Pendidikan Profesi Guru.
http://www.luthfiyah.com. Diakses 4 September 2012.
Tim Penyusun. 2012. Pedoman Pelaksanaan Program SM-3T. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Tim Penyusun. 2010. Panduan Pendidikan Profesi Guru. Edisi II. Jakarta: Kementerian
Pendidikan Nasional. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Tim Penyusun. 2008. Naskah Akademik Pendidikan Profesi Guru. Jakarta: Kementerian
Pendidikan Nasional. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Direktorat
Ketenagaan.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 8 Tahun 2009 tentang Program
Pendidikan Profesi Guru Pra-Ja-batan.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 9 Tahun 2010 tentang Program
Pendidikan Profesi Guru Bagi Guru Dalam Jabatan.