Bahasa dalam Konteks Masyarakat Global

Bahasa dalam Konteks Masyarakat Global
Oleh Apep Munajat
(Penulis adalah Pengurus Pergunu, PGMI, dan aktif mengajar di MTsN 2 Cianjur)
Tidak terasa bahasa Indonesia sudah berusia 89 tahun sejak dilahirkan sebagai
bahasa nasional pada tanggal 28 Oktober 1928 seperti yang tercantum pada butir ketiga
Sumpah pemuda, yaitu Menjungjung Tinggi Bahasa Persatuan Bahasa Indonesia. Dari
sinilah tonggak perkembangan bahasa Indonesia dimulai.
Sejarah telah memilih bahasa melayu menjadi induk yang melahirkan bahasa
Indonesia. Terpilihnya bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia bukan tanpa alasan yang
jelas. Sejak abad VII bahasa Melayu sudah menjadi linguaprangka (perhubungan) dan
menjadi bahasa tuturan dalam kalangan terbatas pada masyarakat di seluruh wilayah
Nusantara dan Asia. Susunan bahasa Melayu yang tidak mengenal Undak-usuk bahasa
seperti halnya bahasa Sunda menyebabkan mudah untuk digunakan dan tidak dikenal
strata, kasta, atau kedudukan penutur menjadi salah satu alasan terpilihnya bahasa melayu
menjadi bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia sifatnya terbuka dan dinamis, karakteristiknya yang alamiah
menjadikan bahasa Indonesia lentur, pleksibel, dan mampu mengimbangi perkembangan
zaman. Tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi sehari-hari sebagai bahasa populer,
bahasa Indonesia berkembang pesat dalam bahasa Ilmu Pengetahuan, teknologi, seni, dan
agama. Sebagai bahasa Indonesia yang populer muncul secara dinamis di kalangan para
pemakai bahasa dalam strata usia yang berbeda. Perkembangan bahasa Indonesia dalam

konteks IPTEK digunakan dalam ragam karya ilmiah dan sebagai pengantar resmi dalam
dunia pendidikan.
Kenyataannya masyarakat global (global society) dewasa ini telah menjadikan
bahasa sebagai alat penyampaian berbagai maksud dan tujuan dalam komunikasi yang
dinamis. Seperti halnya bahasa tuturan yang digunakan oleh para remaja memiliki
karakteristik yang unik jika dibandingkan dengan bahasa yang digunakan oleh orang
dewasa. Begitu pula bahasa yang digunakan pada kalangan tertentu menunjukkan
karakteristik yang berbeda, misalnya ragam bahasa yang digunakan di kalangan
profesional akan memiliki bentuk tuturan yang berbeda karena jenis kosa kata yang
dipergunakannya lebih banyak untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (bahasa ilmiah) yang memang jarang digunakan oleh masyarakat penutur biasa.

Begitu pula perkembangan dunia gawai (gadget) menambah perbendaharaan kata
semakin kaya. Banyak istilah yang muncul sebagai akibat dari perkembangan teknologi
informasi ini. Istilah-istilah baru untuk penamaan perangkat dan cara pengoprasian alat
teknologi ini berkembang dengan cepat. Peristilahan tersebut muncul dari negara-negara
asal perangkat tersebut diproduksi seperti negara-negara Eropa, Amerika, Cina, Jepang,
Singapura, dsb.
Kosa kata yang diserap tersebut berkembang dengan deras sehingga dibutuhkan
proses naturalisasi (pengindonesiaan) agar sesuai dengan tata aturan bahasa Indonesia

yang baik dan benar. Proses naturalisasi bahasa asing menjadi bahasa Indonesia melalui
tiga cara yaitu melalui translasi (penerjemahan) , adopsi( pemungutan bahasa secara utuh),
dan adaptasi (penyesuaian). Ketiga proses tersebut secara bersamaan menyeleksi dan
menentukan padanan kata yang berkembang di kalangan masyarakat pemakai bahasa.
Berikut ini beberapa istilah teknologi informasi yang sudah mengalami proses naturalisasi
melalui ketiga cara yang telah disebutkan di atas di antaranya adalah online=daring, of
line= luring, e-mail = pos-el, selfie = swafoto, gadget = gawai, website = laman, download
= unduh, upload = unggah, link = tautan, eror = galat, network = jejaring, hotspot = area
bersinyal, database = basis data, sms = sistem maklumat singkat, copy paste = salin rekat,
dsb. Padanan kata tersebut termasuk istilah baku yang harus digunakan dalam berbagai
tuturan atau tulisan baik tulisan populer maupun ilmiah.
Penulis mengamati, ternyata masyarakat lebih suka memilih bahasa asal sebagai
tuturan populer

dibandingkan padanannya dalam bahasa Indonesia karena bahasa

padanan terasa lebih ‘asing’. Di samping itu, penggunaan bahasa asing terasa dianggap
lebih keren dan memiliki daya tarik yang tinggi di dalam tuturan masyarakat. Pemakaian
bahasa asing tersebut tidak terbatas pada kalangan menengah ke atas saja tetapi juga
menengah ke bawah baik masyarakat berpendidikan rendah maupun masyarakat yang

berpendidikan tinggi.
Di kalangan remaja lain terdapat pula pola bahasa yang unik dan para pemakainya
hanya kalangan tertentu. Kita sebut saja bahasa prokem, bahasa gaul, atau bahasa alay
yang disampaikan melalui bahasa tuturan dan berkembang secara terbatas di kalangan para
remaja –walaupun sebagian kecil masyarakat dewasa pun kadang-kadang menyukai
pemakaian bahasa gaul ini.
Bahasa prokem yang tumbuh tersebut sebagai akibat hadirnya jejaring sosial yang
merebak deawsa ini sehingga menambah peran dalam perkembangan bahasa gaul para

remaja. Di antara jejaring sosial tersebut adalah facebook, Line, instagram, twitter,
pinterest, flickr, BBM, linkedln, whatsap, chat app, dsb. Kosa kata tersebut tumbuh dan
hilang dalam waktu yang sangat singkat. Hal ini disebabkan masyarakat penutur bahasa
gaul sangat cepat beradaptasi dengan perkembangan informasi.
Pemakai jejaring sosial berkomunikasi secara tulis dan lisan. Dari komunikasi tulis
muncul berbagai penomena kesalahan yang secara nyata tidak dapat dicegah. Kesalahan
tersebut sebagai akibat dari ingin cepat mengetik dan agar tercukupinya ruang (memori)
perangkat komunikasi sehingga muncullah penyingkatan bahasa dan pengubahan bahasa.
Uniknya bahasa tersebut sebagian besar diambil dari bahasa asing terutama bahasa Inggris.
Berikut beberapa contoh bahasa alay yang sedang berkembang di kalangan para remaja
dalam komunikasi jejaring sosial: otw =berangkat, btw=ngomong-ngomong, brw=teman,

gan, guys, kol, c=si,-x, donlot, ea, yap, y, cp, gx, cz, plis,woles, apdet, sotoy, cianx,mu/mu,
dsb.
Kenyataan di atas memang telah membentuk interferensi bahasa sehingga dalam
tuturan resmi atau tulisan-tulisan ilmiah dan tuturan populer kadang-kadang terselip katakata tersebut baik disengaja atau pun tidak. Hal ini menyebabkan kita semakin sulit untuk
berbahasa dengan baik dan benar. Tuntutan kita agar bahasa Indonesia terjaga dan tetap
menjadi kebanggaan bangsa Indonesia, bahasa Indonesia harus dipacu perkembngannya
terutama dalam penggunaan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan agama. Kita sebagai
masyarakat pemakai bahasa harus arip menyikapi perkembangan teknologi informasi dan
tetap menjaga bahasa sendiri dan bertutur dengan mempertimbangkan budaya kearifan
lokal. Upaya besar pemerintah terutama kalangan Balai Bahasa harus mampu
memberdayakan bahasa Indonesia sebagai bahasa terbuka dalam percaturan dunia
sehingga menjadi pertimbangan untuk dijadikan bahasa internasional. Masyarakat yang
dwibahasawan harus rela memilih dan memilah penggunaan bahasa secara cermat sesuai
dengan konteks yang dibutuhkan.

.