PENDIDIKAN SENI UNTUK SEKOLAH DASAR

PENDIDIKAN SENI UNTUK SEKOLAH DASAR
Oleh: Eny Kusumastuti
Rasional Pendidikan Seni
Mata pelajaran seni di masukkan ke dalam kurikulum sekolah bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan yang bersifat individual, sosial dan kultural yang tidak mampu
dilayani oleh mata pelajaran lain. Pendidikan seni memenuhi kebutuhan yang bersifat
individual karena melalui kegiatan berolah cipta seni dan berapresiasi terhadap nilai
keindahan yang merupakan inti sari pendidikan seni, anak mendapatkan pengalaman
individual yang memungkinkannya untuk berkembang menjadi manusia yang utuh,
mandiri dan bertanggung jawab. Melalui seni, anak memperoleh pengalaman estetis yang
berkaitan dengan elemen visual, bunyi, dan gerak. Pengalaman estetis ini disebut sebagai
sesuatau pengalaman yang khas dalam kehidupan. Manusia yang berpengalaman utuh
adalah mereka yang memiliki kematangan intelektual dan emosional sekaligus.
Pendidikan seni memenuhi kebutuhan yang bersifat sosial karena melalui seni, kita
berbagi rasa, keyakinan dan nilai. Karya seni merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari kehidupan. Kehidupan menjadi lebih menyenangkan dan bermakna berkat seni.
Pendidikan seni yang mengembangkan kemampuan anak untuk memberikan penilaian
kualitatif akan sangat bermanfaat kelak bagi anak dalam membuat keputusan-keputusan
untuk memperbaiki dimensi estetis dari kehidupan pribadi dan sosial seperti keputusan
untuk melestarikan lingkungan, menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman atau
menerima teman-teman baru yang diperlukan pada masa perubahan ipteks dan

kemasyarakatan yang serba amat cepat dewasa ini.
Pendidikan seni memenuhi kebutuhan yang bersifat kultural, karena seni merekam
nilai dan keyakinan yang dianut oleh penciptanya. Karya seni yang diciptakan anak pada
dasarnya merupakan cerminan dari nilai budaya yang dianutnya. Demikian pula
pengamatan dan pembahasan terhadap karya seni, menghantarkan pada timbulnya
pemahaman yang baik terhadap prestasi kultural umat manusia dari masa kini maupun dari
masa lampau.

2

Tujuan Pendidikan Seni
Dalam kaitannya dengan aspek pembelajaran, tujuan pendidikan seni diarahkan
untuk mengembangkan pengetahuan, kepekaan rasa dan keterampilan motorik anak.
Ketiga aspek tersebut tercermin pada rumusan tujuan pendidikan seni yang bersifat
generic. Setelah mengikuti program pendidikan seni di sekolah, anak diharapkan mampu
(sesuai dengan kapasitas dan tingkat perkembangannya) untuk:
(1) Memiliki pengetahuan tentang hakekat karya seni dan prosedur penciptaannya (baik
yang dihasilkan murid atau seniman profesional dari masa dan latar belakang
etnis/budaya).
(2) Memiliki kepekaan rasa yang memungkinkannya untuk mencerap nilai-nilai keindahan

yang ada di sekelilingnya serta membuat penilaian yang sensitif terhadap kualitas
artistik suatu karya seni.
(3) Memiliki keterampilan yang memungkinkannya untuk berekspresi melalui media rupa,
bunyi/suara, gerak atau lakon secara lancar atau menciptakan karya seni untuk
kehidupan pribadi dan sosialnya.
Fungsi Pendidikan Seni
Pendidikan seni berfungsi untuk kepentingan masyarakat sehingga fungsi seni
perlu dilestarikan. Fungsi seni dalam masyarakat meliputi: (1) fungsi agama yang bersifat
sakral dan simbolistis, (2) fungsi ekonomi yang mengutamakan kualitas artistik produk (3)
fungsi politik yang dipakai sebagai alat propaganda, penggalian jati diri, (4) fungsi
pendidikan yang merupakan media pencerdasan, dan (5) fungsi rekreasi yang merupakan
media penghiburan.
Keragaman fungsi seni dapat dikategorikan menjadi dua hal, yaitu (1) profesi seni
yang menghasilkan pendidikan seni sebagai sebuah profesi, (2) masyarakat yang
menghasilkan

pendidikan

seni


bersifat umum.

Kebutuhan

perseorangan untuk

mengaktualisasikan dirinya secara psikologis perlu diberikan fasilitas yang memadai, yang
dapat dicapai melalui pendidikan seni. Justifikasi pendidikan seni di sekolah umum
terletak pada seni yang potensial untuk dimanfaatkan, yang tercermin pada tujuan: (1)
membentuk manusia ideal yang dicita-citakan masyarakat yaitu terampil, sadar budaya,
peka rasa kreatif, bugar dan elegan, (2) memenuhi kebutuhan aktualisasi diri. Jacques
Barzun (dalam Salam, 2005) mengatakan bahwa kita tidak perlu 18 alasan untuk

3

mendukung pendidikan seni di sekolah, tetapi satu alasan saja cukup yaitu seni adalah
bagian penting dari kebudayaan.
Pengalaman Belajar yang Relevan
Untuk mencapai tujuan pendidikan seni yang bersifat umum, sekolah menawarkan
pengalaman belajar yang relevan dengan minat dan kematangan intelektual, sosial dan

estetis murid. Tidak semua pengalaman-pengalaman ini akan mendapatkan penekanan
yang sama pada setiap jenjang pendidikan atau dengan tiap anak. Meski demikian,
pengalaman-pengalaman tersebut dianggap esensial dalam upaya menawarkan program
belajar seni yang komprehensif di sekolah. Berikut ini pengalaman-pengalaman belajar
seni yang dimaksud:
(1) Mengamati dan membahas berbagai benda alam yang memiliki kualitas keindahan
baik dari segi bentuk visual, gerak atau bunyi.
(2) Mengamati, membahas dan memberikan penilaian terhadap kualitas artistik karya
seni baik yang dihasilkan oleh anak maupun oleh seniman profesional.
(3) Membaca dan mendiskusikan berbagai aspek seni untuk menumbuhkan pemahaman
tentang hakekat seni.
(4) Mengkomunikasikan gagasan dalam wujud rupa, bunyi, gerak dan lakon.
(5) Melakukan eksperimentasi melalui media rupa, bunyi, gerak dan lakon untuk
menemukan berbagai kemungkinan artistik.
(6) Mengunjungi sanggar seni baik yang tradisional maupun modern untuk mengamatai
proses penciptaan karya seni dan sekaligus mencatat dan mendiskusikan pandangan
berkesenian sang seniman.
(7) Mempresentasikan gagasan, hasil eksperimen, atau karya seni yang dihasilkan.
(8) Menerapkan pengetahuan, kepekaan rasa, serta keterampilan berolah seni dalam
berbagai pribadi dan sosial.

Pengalaman belajar seni tersebut di atas, dapat dikelompokkan atas 3 bagian yakni
pengalaman pengkajian seni yang diwarnai oleh upaya untuk mendapatkan dan
menerapkan pengetahuan mengenai seni, pengalaman apresiasi seni yang menekankan
pada kegiatan penghayatan atau pemberian penilaian terhadap gejala keindahan, dan
kelompok

pengalaman

studio

keterampilan prikomotorik.

yang

menekankan

pada

pemberian


pengalaman

4

Berbagai Persoalan dalam pengembangan Kurikulum Pendidikan Seni
Berbagai

persoalan

yang

dihadapi

oleh

pengembang

dalammupaya

mengembangkan kurikulum pendidikan seni untuk sekolah, adalah:

(1) Karena

sifatnya

yang

formal,

maka

sekolah

mengalami

kesulitan

dalam

mengakomodasi model emerging curiculum yang digandrungi oleh kubu pendekatan
ilmiah. Penjadwalan secara formal dan terstruktur di sekolah tampaknya telah

mengakomodasi pandangan kubu pendekatan disiplin dan dalam keadaan tertentu juga
kubu pendekatan multikultural.
(2) Salah satu kenyataan yang senantiasa dihadapi oleh pengembang kurikulum sekolah
umum adalah terbatasnya waktu yang dapat digunakan untuk mengakomodasi
pengalaman belajar yang dianggap penting untuk diberikan kepada anak. Karena guru
di kelaslah yang paling mengetahui keadaan yang sesungguhnya maka seyogyanya
pengembang kurikulum menyerahkan hal ini kepada guru untuk mengaturnya.
(3) Karena Kurikulum pendidikan seni di sekolah umum dimaksudkan untuk semua murid
dengan segala perbedaan individualnya dalam hal kebutuhan, sikap bakat, dan tempo
belajar, maka pengembang kurikulum perlu menawarkan program yang bersifat
fleksibel yakni dapat dimodifikasi untuk memenuhi kebutuhan individual anak dalam
kelas.
(4) Pengembang kurikulum dihadapkan pada persoalan mengenai mana yang lebih penting
”memberikan pengalaman yang luas dan bervariasi atau pengalaman yang terbatas tapi
dalam”.
(5) Khusus untuk pengembang kurikulum pendidikan seni di sekolah dasar, persoalan
yang cukup menantang yang dihadapi oleh pengembang kurikulum adalah bagaimana
merancang program yang dapat diimplementasikan oleh guru kelas yang nota bene
kurang memperoleh pelatihan khusus dalam berbagai kegiatan praktik/studio.
(6) Pengembangan kurikulum yang bersifat sentralistik, apalagi bila berskala nasional

dapat mengabaikan pengalaman-pengalaman belajar yang bermuatan lokal yang pada
gilirannya akan menjauhkan anak dari lingkungan sehari-harinya.
Mengapa Pendidikan Seni Penting?
Pendidikan merupakan keterpaduan antara etika, iptek dan seni. Ketiga bidang ini
salaing melakukan aksi dan interaksi seperti mata rantai yang tidak terputus, sehingga

5

perlu adanya keseimbangan antara ketiga bidang tersebut. Di dalam pendidikan perlu
mencakup tiga hal, yaitu (1) transdisiplin, (2) sistemik, (3) trilogi pendidikan yang
meliputi basic science, budi pekerti dan tradisi baca tulis.
Pendidikan sekolah harus mempunyai keseimbangan, sistematis-sistemik dan
mempunyai pendekatan kompetensi. Di dalam pendidikan yang memakai pendekatan
kompetensi mempunyai masalah-masalah yang perlu dijawab, yaitu (1) apa tantangan
guru, (2) usaha apa yang dapat disiapkan dalam menghadapi kurikulum berbasis
kompetensi. Usaha yang dapat dilakukan oleh guru didalam menghadapi kurikulum
berbasis kompetensi adalah memusatkan pada pengembangan semua kompetensi peserta
didik yang dilakukan secara optimal dan membantu peserta didik tidak hanya masuk
kawasan pengetahuan, tetapi sampai pada penerapan pengetahuan melalui pembelajaran.
Kompetensi peserta didik meliputi (1) ability (kecakapan), (2) skill (keterampilan), dan (3)

knowledge (pengetahuan). Kurikulum lama lebih berfokus pada apa yang perlu
disampaikan pada proses belajar mengajar. Sementara itu, kurikulum berbasis kompetensi,
meliputi:
(1) Apa

yang

perlu

dilakukan,

mendorong

mengembangkannya,

menerapkan,

menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari yang biasa disebut dengan life skill.
(2) Student oriented (berorientasi pada siswa)
(3) Guru berperan untuk mengenalkan dan mempraktekkan kebaruan dalam KBM/KMB

yang didukung pihak penyelenggara.
(4) Guru dituntut lebih kreatif dengan mengajak peserta didik untuk bereksplorasi (perlu
sarana dan prasarana).
(5) Guru berperan sebagai rekan peserta didik.
Di dalam pendidikan perlu pendidikan yang ”cura personalis” yaitu guru
memperhatikan murid secara pribadi dalam relasi hangat antara guru dan siswa yang
dilakukan dengan cara mengaktifkan, mengkreatifkan dan memotivasi peserta didik. Guru
perlu memperhatikan keunikan setiap peserta didik, sehingga paradigma guru sebagai
satu-satunya sumber ilmu perlu dirombak total.
Keunikan Pendidikan Seni
1. Pengalaman Estetik Esensial dalam Pendidikan Seni

6

Keunikan pendidikan seni itu terletak pada kekhasan seni itu sendiri. Pengalaman
estetik merupakan intisari dari seni maka pendidikan seni tanpa melibatkan pengalaman
estetik bukanlah pendidikan seni dalam arti yang sesungguhnya. Karena itu, pengalaman
estetik pulalah yang membedakan pendidikan seni dengan pendidikan bidang studi
lainnya. Dalam pendidikan seni, pengalaman estetik adalah sesuatu yang esensial, sedang
dalam pendidikan studi yang lain, pengalaman estetik (kalaulah pengalaman tersebut
dihadirkan) hanyalah sekedar alat bantu untuk mencapai atau menegaskan tujuan tertentu
yang utama dalam bidang studi tersebut.
Pengalaman estetik dimaksudkan untuk menggambarkan sejenis pengalaman yang
spesial karena terjadinya sentuhan dengan gejala keindahan (bagaimanapun gejala
keindahan itu dimaknai). Pengalaman ini muncul bila kualitas keindahan tersebut dikenali
atau disadari. Seseorang merasakan pengalaman estetik dalam kurun waktu tertentu saat
jiwanya menyatu dalam menikmati, mengimajinasikan atau mengekspresikan keindahan.
2. Keunikan Pendidikan Seni Melekat pada Upaya Pengembangan Potensi Pengalaman
Estetik
Keunikan seni tercermin pada upaya pengembangan potensi pengalaman estetik
yang diberikan. Upaya pengembangan tersebut dilakukan melalui penciptaan (creation),
pelakonan (performance), penanggapan (respone). Penciptaan biasanya dipandang sebagai
proses menghasilkan sesuatu yang baru. Penciptaan merupakan suatu yang hakiki dalam
pemberian pengalaman estetik di sekolah. Proses penciptaan dalam dunia seni menuntut
keterlibatan intelektual, emosional, dan fisik secara penuh agar mampu dilahirkan sesuatu
ciptaan yang orisinal/kreatif. Dengan penciptaan, tersirat adanya kebebasan bagi seseorang
dalam menemukan beragam cara atau pendekatan pemecahan masalah. Itulah sebabnya
mengapa proses penciptaan karya seni tidak mengikuti langkah yang serba pasti dan
beraturan. Dalam dunia pendidikan, seorang anak yang menciptakan sesuatu yang baru
bagi dirinya (meskipun temuannya tersebut bukanlah hal baru karena telah ditemukan oleh
orang lain) dapat disebut sebagai kegiatan kreatif.
Pelakonan merupakan cara lain bagi seseorang untuk mengaktualisasikan dirinya.
Perbedaannya dengan kegiatan penciptaan adalah: pada pelakonan, seseorang mengulangi
sebuah ciptaan yang telah ada sebelumnya sebagaimana yang dilakukan pemain teater,
penari, penyanyi atau pemusik. Meskipun hanya menghadirkan kembali suatu penciptaan,

7

pelakonan dipandang sebagai kegiatan yang kreatif. Alasannya karena seorang pemain
teater, penyanyi atau pemain musik tidak begitu saja mengikuti skenario, pedoman, atau
notasi lagu yang ada tetapi secara bebas memberikan penafsiran sendiri sehingga mampu
melahirkan karya yang unik. Kegiatan pelakonan menjadi salah satu adpek penting dalam
pendidikan seni untuk mengembangkan potensi pengalaman estetik anak.
Bila pada kreasi dan pelakonan seseorang secara aktif menghasilkan atau
mempertunjukkan sesuatu, dan karena itu ia berperan sebagai seniman, maka pada
penanggapan, seseorang berperan sebagai pengamat atau penonton. Di sini, faktor
kepekaan rasa dalam mencerap rangsang keindahan menjadi aspek utama yang dibina.
Kepekaan rasa keindahan seorang anak akan menjadikannya bersikap apresiatif terhadap
nilai keindahan.
Berkah Karena Keunikannya
Pendidikan seni menarik karena perhatian para filosof dan pendidik karena
keunikannya. Mereka berupaya memanfaatkan keunikan tersebut untuk mencapai tujuan
yang dihasilkannya yaitu manusia ideal yang dicita-citakan. Pemanfaatan ini membuahkan
berkah, yaitu dijadikannya pendidikan seni sebagai bagian penting dalam upaya
pendidikan, khususnya dalam sistem persekolahan. Dalam konteks pendidikan modern,
pemanfaatan pendidikan seni terutama dimaksudkan untuk mengembangkan potensi anak
secara alamiah agar ia dapat tumbuh dengan wajar, sehat dan penuh daya cipta.
Studi tentang anak menunjukkan bahwa mengekspresikan diri secara estetik
melalui media gerak, suara/bunyi, atau rupa(visual) merupakan sesuatu yang alamiah pada
diri anak sejak usia dini dan berkembang sejalan degan perkembangan fisik dan jiwanya.
Hasil studi ini kemudian menyadarkan pendidik bahwa pendidikan seni merupakan suatu
media yang amat efektif untuk mengembangkan kepribadian anak karena potensi untuk itu
telah dimiliki oleh anak. Tidak mengherankan bila kemudian pendidikan seni menjadi
bagian penting dari kurikulum pendidikan modern. Pendidikan seni yang mendorong anak
untuk berekspresi, dipandang memiliki nilai pembersihan jiwa (katarsis), dan karena itu
bersifat terapi yang dapat memberi sumbangan bagi kenyamanan dan ketentraman jiwa.
Menurut Eisner dan Ecker, pendidikan seni penting bukan hanya karena ia
mengambangkan kekreatifan dalam seni tetapi juga karena ia mengembangkan kekreatifan
secara umum. Untuk itulah, pendidikan seni sangat memprioritaskan aspek proses dalam

8

belajar karena dianggap penting dalam mengembangkan kemampuan berfikir kreatif.
Peran pendidikan seni semakin diapresiasi sejalan dengan temuan penelitian yang
mengungkap misteri fungsi belahan otak kanan-kiri manusia. Belahan otak kanan manusia
secara khusus berfungsi untuk kegiatan yang bersifat intuitif, ekspresif, komunikstif, dan
kreatif. Sedangkan belahan otak kiri berkaitan dengan kegiatan berfikir secara rasional,
berhitung, membaca dan menulis. Berdasarkan temuan tersebut, maka pendidikan seni
tidak hanya penting dalam kaitannya dengan pengembangan kekreatifan, tetapi juga
penting dalam upaya menyeimbangkan belahan otak kanan dan otak kiri manusia.
Berkah Yang Kurang Berkah
Dengan dimasukkannya pendidikan seni ke dalam kurikulum sekolah, di satu sisi
mendatangkan berkah, di sisi lain menjadi kurang berkah. Banyak faktor yang amat
berpengaruh yaitu upaya penentu kebijakan pendidikan untuk menyeragamkan cara
pandang dan bertindak praktisi pendidikan di lapangan, dan lemahnya komitmen terhadap
pendidikan seni.
1. Kekurangberkahan Karena Upaya Penyeragaman
Salah satu ciri yang menonjol dari sistem pendidikan di Indonesia adalah adanya
upaya penyeragaman cara pandang dan bertindak para praktisi pendidikan yang dilakukan
oleh penentu kebijakan pendidikan di tingkat pusat. Upaya penyeragaman itu terlihat pada
penataran-penataran semisal P3G, P2LPTK, dan AA, yang dilakukan oleh pemerintah bagi
guru dan dosen perguruan tinggi kependidikan dengan materi standar yang dikembangkan
oleh pakar pendidikan berdasarkan visi yang sejalan keinginan pemerintah. Karena yang
ditatar guru dan dosen, sang penyebar ilmu, maka dampaknya sangatlah kolosal. Materi
yang ditatarkan segera menyebar luas dan menjadi ilmu yang dipersepsikan oleh calon
guru sebagai lise (intisari) dari teori kependidikan sehingga diyakini secara fanatik.
Kefanatikan itu terutama terlihat pada guru yang kurang berpeluang untuk memperlajari
teori kependidikan selain yang diajarkan di kelas.
Dalam pemerintahan yang sentralistik akan memudahkan pemerintah untuk
mengontrol dan menetapkan standar pendidikan nasional. Justru hal ini menyebabkan
lahirnya dampak pengiring yang tidak bersahabat dengan pendidikan seni. Guru seni tidak
lagi bergairah untuk berimprovisasi menampilkan sesuatu yang baru, segar, dan khas, yang
seyogyanya mempribadi pada seorang guru seni, kurang terlihat. Bila guru seni sudah

9

kehilangan

gairah

untuk

mengimajinasikan

keserbamungkinan,

bagaimana

bisa

menghadirkan program pembelajaran seni yang mampu menebarkan berkah kekreatifan
dan kegairahan hidup?
Penyeragaman yang dilakukan oleh penentu kebijakan pendidikan tentu saja
memiliki dasar. Kebijakan atau metode yang disebarkan pastilah berpijak pada suatu
filosofi kependidikan yang diyakini. Persoalannya adalah tidak ada filosofi yang serba
melingkupi dan menjawab semua persoalan. Ketika sebuah filosofi diimlementasikan,
apalagi dalam skala luas, maka ketika itu pula mencuat persoalan relevansi dan
kesesuaian. Dalam konteks inilah, pendidikan seni diperhadapkan dengan kebijakan
pendidikan yang berpijak pada filosofi atau teori pendidikan generik yang tidak selalu
paes dengan keunikan pendidikan seni.
2. Kekurangberkahan Karena Lemahnya Komitmen
Komitmen untuk melaksanakan pendidikan seni amatlah rendah, disebabkan
karena kurang dipahaminya pendidikan seni serta lemahnya kegiatan advokasi untuk
memperkenalkannya.

Pendidikan seni sering dipersepsikan sebagai sekedar kegiatan

rekreatif untuk menyegarkan anak setelah penat mengikuti mata pelajaran yang serius.
Kenyataan bahwa tidak tampaknya pengaruh yang segera terhadap diri anak setelah
mengikuti pendidikan seni, semakin memperkuat persepsi tersebut. Pendidikan seni efektif
untuk mengembangkan kepekaan rasa estetik dan kekreatifan tetapi bersifat jangka
panjang. Karena itu, dalam konteks jangka pendek, dinilai tidak efisien karena hasil yang
dicapainya tidak sebanding dengan waktu, biaya, dan tenaga yang digunakan. Karena
dianggap tidak efisien, pendidikan seni hanyalah bersifat pembelajaran kognitif yang
dilaksanakan di ruangan kelas reguler. Terlihat dengan jelas bahwa komitmen untuk
melaksanakan pendidikan seni di sini, terkalahkan oleh komitmen untuk mengurangi
ketidakefisien.
Advokasi untuk memperkenalkan pendidikan seni kepada masyarakat tidak
memadai. Hal ini disebabkan oleh karena pendidik seni yang diharapkan tampil sebagai
ujung tombak upaya advokasi kurang menunjukkan kegairahan untuk melakukannya.
Tidak adanya organisasi pendidikan seni yang efektif dan berwibawa menjadikan kegiatan
advokasi yang dilakukan bersifat aksidental. Organisasi guru yang ada sekarang ini lebih

10

asyik mengurusi dirinya sendiri sehingga kurang memberi perhatian pada hal yang besar
dan eksternal.
Memberkah Berkah
Dicantumkannya pendidikan seni pada kurikulum sekolah diharapkan berkah, oleh
karena itu, ada dua hal pokok yang harus diperhatikan, yaitu: apresiasi yang tulus terhadap
keunikan pendidikan seni dan komitmen yang kuat untuk menyukseskan pendidikan seni.
1. Apresiasi yang Tulus Terhadap Keunikan Pendidikan Seni
Pendidikan seni perlu diapresiasi dan diberi kemudahan. Apresiasi ini diwujudkan
dalam bentuk pemberian keleluasaan kepada guru seni untuk mengembangkan dan
melaksanakn program pembelajaran yang relevan, kreatif dan bermakna. Teori pendidikan
yang bersifat generik seyogyanya tidak begitu saja dipaksakan terhadap pendidikan seni.
Bagaimanapun pendidikan seni memiliki teori dan pendekatannya sendiri. Apresiasi
terhadap keunikan pendidikan seni seyogyanya juga diwujudkan dalam bentuk kesediaan
untuk memaknai ketidakefisienan pendidikan seni secara positif. Harus disadari, bahwa
aspek yang dikembangkan dalam pendidikan seni seperti ketajaman, kemampuan
imajinasi, keluwesan ekspresi, dan kehalusan koordinasi motorik, memerlukan waktu
dalam proses, pematangannya sehingga tidak semestinya diharapkan hasil yang segera
diamati. Ketidaksabaran dalam mendidik selama ini, karena ingin segera melihat hasil,
sehingga secara tidak sengaja menjadikan lulusan yang dihasilkan oleh sekolah miskin
imajinasi, mahal ekspresi, dan lemah karakter.
2. Komitmen yang Kuat untuk Menyukseskan Pendidikan Seni
Komitmen yang kuat dapat menyukseskan pendidikan seni. Komitmen yang kuat
tidak hanya ditunjukkan oleh sekolah dan guru, tetapi orang tua, tokoh budaya, lembaga
kesenian, masyarakt dan perusahaan. Sekolah yang pendidikan seninya kuat, umumnya
memiliki Dewan Sekolah yang amat mendukung pendidikan seni. Dukungan itu tercermin
pada

tercukupinya

personil,

kelayakan

fasilitas

belajar,

ketersediaan

program

pengembangan profesi guru, dan kemudahan guru dan murid menggunakan sumber yang
berada di luar sekolah.

11

Konsep Pendidikan Seni
Pendidikan Seni Berbasis Anak
Pendekatan ekspresi bebas bercirikan pemberian kesempatan bagi anak-anak untuk
menyatakan dirinya secara tidak terganggu melalui seni dalam kegiatan pembelajaran.
Konsep dasar pendekatan ekspresi bebas adalah seni anak hanya bisa diciptakan oleh anak,
sehingga anak harus diberi kebebasan untuk tumbuh kembang secara leluasa tanpa
gangguan dari orang dewasa. Dengan pendekatan ekspresi bebas ini, tugas guru adalah
memberikan pengalaman kepada anak yang dapat merangsang munculnya ekspresi pribadi
anak. Pendekatan ekspresi bebas yang digunakan guru adalah yang terarah, dengan cara
(1) bercerita atau berdialog untuk membangkitkan perhatian dan merangsang lahirnya
motif untuk dijadikan dasar dalam berkarya, (2) memberikan ank pengalaman kontak
langsung dengan alam secara sadar, (3) mendemonstrasikan proses penciptaan karya seni
yang akan diajarkan. Setelah termotivasi, anak diminta untuk mengekspresikan dirinya
secara bebas.
Pendidikan Seni Berbasis Disiplin
Pendidikan seni sebagai disiplin ilmu mempunyai pengertian bidang studi yang
mempunyai ciri (1) memiliki isi pengetahuan (body of knowledge), (2) adanya masyarakat
pakar yang mempelajari ilmu tersebut, (3) tersedianya metode kerja yang memfasilitasi
kegiatan eksplorasi dan penelitian. Pendidikan seni berbasis disiplin bertujuan
menawarkan program pembelajaran yang sistematik an berkelanjutan dalam empat bidang
yaitu penciptaan, penikmatan, pemahaman, dan penilaian. Keempat bidang tersebut
haruslah tercermin dalam kurikulum dan dilaksanakan secara terpadu.
Pendidikan Seni Berbasis Multikultural
Pendidikan seni multikultural adalah sebuah pendekatan pendidikan untuk
mempromosikan keragaman budaya melalui kegiatan penciptaan, penikmatan, dan
pembahasan keindahan visual. Dalam pendidikan seni berbasis multikultural, terdapat 3
model yaitu model pengenalan, model pengamalan, dan model perombakan.
Model pengenalan bertujuan untuk mengenalkan seni secara teoretis, apresiatif,
dan praktis dari berbagai kelompok suku, ras, agama, kelas sosial, jenis kelamin,
pandangan atau kondisi tertentu. Pengenalan dimaksudkan untuk memperluas wawasan

12

murid agar ia dapat memahami orang lain dan karya seni yang dianut oleh sang murid.
Pembelajaran dilaksanakan berupa kegiatan kurikuler atau ekstra kurikuler. Metode yang
digunakan adalah ceramah, dilengkapi media pandang dengar, diskusi, praktik studio, dan
studi lapangan.
Di sebut model pengamalan, karena model ini mengakui adanya keragaman dan
berusaha untuk mengamalkan ide persamaan dalam keragaman tersebut secara sistemik
dan sistematis dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajarannya dirancang
sedemikian rupa sehingga setiap murid yang berasal dari berbagai latar belakang suku, ras,
agama, kelas sosial, jenis kelamin, pandangan, dan kondisi tertentu, mendapatkan
kesempatan yang sama untuk belajar.
Pendidikan seni multikultural model perombakan merasa tidak puas dengan
sekedar mengamalkan gagasan keragaman budaya dan sosial karena kondisi dasar suku,
ras, agama, kondisi sosial, jenis kelamin, atau pandangan yang dianut. Karena
ketidakadilan ini, maka pendidik seharusnya mengagendakan perombakan struktur dan
pola hidup masyarakat dalam kurikulum dan kegiatan pembelajarannya.
DAFTAR PUSTAKA
Salam.2001.Kurikulum Pendidikan Seni Yang Esensil dan Realistis. Makalah. Jakarta:
Seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Seni 18-20 April 2001 di
Hotel Indonesia.
---------.2002.Paradigma Pendidikan Seni. Semarang. PPs. UNNES.
---------.2005.Paradigma dan Masalah Pendidikan Seni. Semarang: PPs. UNNES.
----------2005. Paradigma Pendidikan Seni Berbasis Anak, Disiplin dan Multikultural.
Semarang: PPs Unnes