Analisis Perwilayahan Komoditas Markisa (Passiflora edulis) di Kabupaten Karo

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pembangunan suatu wilayah dapat dilaksanakan dengan baik apabila modal
pembangunan yang dimiliki telah terpenuhi. Modal tersebut berwujud sumber
daya manusia, sumber daya alam dan sumber daya lainnya. Setiap daerah tentunya
tidaklah sama, karakterisistik dan kondisi fisik maupun sosialnya berbeda-beda.
Untuk itu diperlukan pemetaan potensi dan analisis mendalam sehingga seluruh
potensi yang ada dapat digali kemudian dikelola dan dimanfaatkan menjadi
sumber-sumber kekuatan modal pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat (Fuzian, 2013).
Demi meningkatkan daya saing suatu wilayah, perlu dilakukan identifikasi dan
analisis potensi wilayah tersebut, terutama berbasis keunggulan lokal. Hal ini
disebabkan karena setiap wilayah mempunyai potensi lokal yang spesifik yang
dapat membantu pengembangan ekonominya. Setiap wilayah juga dapat menarik
kegiatan bisnis, kehadiran pekerja dan lembaga yang menunjang dari potensi lokal
tersebut (Fuzian, 2013).
Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi di
bidang pertanian yang cukup tinggi. Topografinya yang bervariasi mulai dari
datar, landai, berombak, berbukit hingga bergunung menjadi tempat yang sesuai

untuk pertumbuhan berbagai jenis tanaman, seperti tanaman pangan, perkebunan,
dan hortikultura. Sumatera Utara juga terkenal sebagai penghasil komoditas buah-

1
Universitas Sumatera Utara

buahan; misalnya jeruk Berastagi, jambu Deli, pisang barangan, dan markisa yang
tidak hanya dikonsumsi secara lokal, namun juga diekspor.
Salah satu komoditas pertanian yang masih berpeluang untuk dikembangkan
sehingga menjadi penggerak perekonomian masyarakat adalah komoditas
hortikultura, terutama sayur-sayuran dan buah-buahan. Kedua komoditas tersebut
tergolong komoditas komersial bernilai ekonomi tinggi (high value commodity),
sehingga harus diproduksi secara efisien untuk dapat bersaing di pasar. Sumatera
Utara merupakan sentra produksi hortikultura terbesar ke-3 di Indonesia.
Sedangkan Kabupaten Karo sendiri merupakan sentra produksi hortikultura
terbesar bagi Sumatera Utara (Saptana, 2004). Berikut ini disajikan data Distribusi
Presentase PDRB yang menunjukkan besarnya kontribusi berbagai sektor
terhadap total PDRB Kabupaten Karo.
Tabel 1. Distribusi Presentase PDRB Kabupaten Karo Menurut Lapangan
Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010 (dalam persen)

Lapangan Usaha
2014
1. Pertanian
58,67
2. Pertambangan dan Penggalian
0,25
3. Industri
3,00
4. Listrik, gas, dan air minum
0,17
5. Bangunan
6,55
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
11,15
7. Pengangkutan dan Komunikasi
5,35
8. Sektor Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahan
4,45
9. Jasa-jasa
10,41

Sumber: Badan Pusat Statistik (Kabupaten Karo dalam Angka 2015)
Berdasarkan data statistik pada tabel di atas, diketahui bahwa sebesar 58,67%
sektor pertanian telah berkontribusi pada PDRB atau setengah dari nilai PDRB
disumbangkan dari sektor ini. Jika diklasifikasikan berdasarkan lapangan usaha,
sektor pertanian menduduki posisi tertinggi dibandingkan dengan delapan sektor

2
Universitas Sumatera Utara

lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Karo perlu merencanakan
pengembangan wilayah yang sesuai dengan sektor potensialnya, yakni sektor
pertanian. Disamping sektor yang potensial, perencanaan suatu wilayah harus
sesuai dengan komoditas pertanian unggulannya.
Komoditas tanaman hortikultura yang merupakan komoditas unggulan di
Kabupaten Karo adalah buah-buahan, sayur-sayuran, dan bunga. Buah-buahan
yang unggul di Kabupaten Karo antara lain ialah jeruk, markisa, terong belanda,
dan tomat, sedangkan sayuran yang menjadi unggulan adalah kubis, wortel,
kentang, dan bawang prei (bawang daun) (Ginting, 2010).
Pengelolaan yang baik menciptakan komoditas hortikultura yang memiliki nilai
ekonomi yang tinggi, sehingga usaha agribisnis hortikultura dapat menjadi sumber

pendapatan bagi petani. Hal ini dapat dilihat dari nilai jual yang tinggi, keragaman
jenis, serta potensi serapan pasar baik pasar domestik maupun pasar internasional.
Masih besarnya peluang pasar komoditas hortikultura ini, harus segera direspon
dengan pengelolaan produksi yang tepat, baik dari jenis produk, kuantitas,
kualitas, maupun distribusinya (BPS, 2013).
Sejak lama Departemen Pertanian telah mengembangkan tanaman hortikultura,
baik sayur-sayuran maupun buah-buahan prioritas, dengan menggunakan pola
sentra. Komoditas tanaman buah-buahan yang bernilai ekonomi tinggi dan
berpeluang meningkatkan pendapatan petani salah satunya adalah markisa
(Pitojo dkk, 2010).
Buah markisa mempunyai prospek untuk dikembangkan di daerah yang memiliki
agroklimat yang sesuai untuk kehidupan tanaman markisa. Di Indonesia, wilayah

3
Universitas Sumatera Utara

sentra markisa (Passiflora edulis) yaitu Sumatera Utara, Manado, Ambon dan
sekitar Sulawesi. Untuk Sumatera Utara sendiri, komoditas markisa banyak di
produksi di Kabupaten Karo dan menjadi salah satu buah andalan. Hal ini karena
kabupaten tersebut mempunyai keadaan agroklimat yang sesuai untuk markisa.

Produksi berbagai macam buah-buahan di Kabupaten Karo termasuk tinggi,
termasuk di dalamnya adalah produksi markisa. Berikut ini adalah tabel yang
membuktikan bahwa markisa termasuk produk buah-buahan yang banyak
dihasilkan di Kabupaten Karo.
Tabel 2. Total Produksi Buah-buahan Tahun 2010-2014 di Kabupaten Karo
(satuan ton)
Buah-buahan
2010
2011
2012
2013
2014
Rata-rata
Jeruk
1.438.782 502.494 250.129 193.526 281.088 559.577,60
Pisang
2.714
6.916
4.594
6.048,7

6.087
4.613,34
2.581
4.695
1.160
4.014,4
2.694
Markisa
3.197,08
Durian
1.376
66
1.353
1.629,9
3.406
3.096,38
Alpukat
2.800
1.090
1.340 1.374,46

1.123
1.809,29
Mangga
0
1.193
668
715,5
546
988,70
Sawo
1.011
644
310
460,4
280
584,08
Duku
70
45
415

76,4
0
190,08
Rambutan
154
40
45
201,2
3
161,44
Nanas
64
190
143
131,4
261
138,28
Nangka
65
25

14
16
0
135,00
Salak
73
5
60
203,1
177
73,42
Pepaya
0
41
31
42,1
189
50,62
Manggis
0

10
36
12,5
0
47,10
Jambu Air
42
45
8
1,2
2
45,84
Jambu Biji
25
39
26
12,7
0
31,34
Sirsak

0
15
15
8,5
0
7,70
Belimbing
0
0
1
1,8
0
0,56
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo (data diolah)
Berdasarkan Tabel 2, markisa menduduki posisi ketiga dengan rata-rata produksi
tertinggi di Kabupaten Karo. Angka produksi ini cukup jauh perberbedaannya
dibandingkan dengan angka produksi jeruk dan pisang. Hal ini karena pada
dasarnya tidak semua lahan dapat digunakan untuk penanaman markisa,

4
Universitas Sumatera Utara

ketersediaan varietas unggul dan bibit markisa yang bersertifikat juga masih
terbatas, serta kurangnya informasi yang menyebabkan minat petani rendah.
Untuk itu perlu diketahui wilayah yang tepat untuk mengembangkan markisa
demi meningkatkan angka produksinya. Berikut ini adalah tabel yang
menunjukkan wilayah produksi markisa di Kabupaten Karo.
Tabel 3. Produksi Komoditas Markisa Tiap Kecamatan di Kabupaten Karo
Produksi Tahun (ton)
No.
Kecamatan
Rata-rata
2010
2011
2012
2013
2014
1.
Mardinding
0
0
0
0
0
0
2.
Laubaleng
0
0
0
0
0
0
3.
Tigabinanga
0
0
0
0
0
0
4.
Juhar
0
0
0
0
0
0
5.
Munte
12
0
0
0
30
8,4
6.
Kutabuluh
0
0
0
0
0
0
7.
Payung
50
98
30
31,8
94
60,76
8.
Tiganderket
5
0
0
0
0
1
9.
Simpang Empat
74
162
24
60
52
74,4
10.
Naman Teran
1
10
4
4,4
0
3,88
11.
Merdeka
0
0
63
99
5
33,4
12.
Kabanjahe
32
98
44
14,8
19
41,56
13.
Berastagi
34
96
56
93,1
152
86,22
14.
Tigapanah
1.986 3.165
457 3.284 1.529 2.084,2
15.
Dolat Rayat
85
389
116
60,5
34
136,9
16.
Merek
15
12
15
17,8
85
28,96
17.
Barusjahe
287
629
351
349
694
462
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo
Dapat dilihat dari Tabel 3 bahwa terdapat 12 kecamatan dari 17 kecamatan di
Kabupaten Karo yang menghasilkan komoditas markisa. Namun dari 12
kecamatan tersebut perlu diketahui kecamatan basis markisa yang layak
dikembangkan, sehingga produksinya dapat ditingkatkan dan mempunyai daya
saing dibandingkan produk buah-buahan lainnya. Dengan tingginya ketersediaan
markisa maka akan mengundang lebih banyak permintaan ke wilayah basis,
sehingga pendapatan masyarakatpun akan meningkat.

5
Universitas Sumatera Utara

1.2 Identifikasi Masalah
1. Bagaimana pergeseran pertumbuhan sektor pertanian dibandingkan sektor
lainnya di Kabupaten Karo?
2. Apakah terdapat kecamatan basis komoditas markisa di Kabupaten Karo?
3. Bagaimana karateristik penyebaran komoditas markisa berdasarkan asas
lokalita di Kabupaten Karo?
4. Bagaimana karakteristik komoditas markisa berdasarkan asas spesialisasi di
Kabupaten Karo?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk menganalisis pergeseran pertumbuhan sektor pertanian dibandingkan
sektor lainnya di Kabupaten Karo.
2. Untuk menganalisis kecamatan basis komoditas markisa di Kabupaten Karo.
3. Untuk menganalisis karakteristik penyebaran komoditas markisa berdasarkan
asas lokalita di Kabupaten Karo.
4. Untuk menganalisis karakteristik komoditas markisa berdasarkan asas
spesialisasi di Kabupaten Karo.
1.4 Kegunaan Penulisan
1. Sebagai gambaran peluang bisnis bagi petani dan perusahaan serta investor
untuk memulai atau mengembangkan komoditi markisa di Kabupaten Karo.
2. Sebagai sumber informasi bagi pihak-pihak terkait terhadap pengembangan
komoditi unggulan serta dalam pengambilan kebijakan terkait pembangunan
wilayah di Kabupaten Karo.
3. Sebagai referensi dan bahan studi bagi peneliti selanjutnya dan bagi pihak
yang membutuhkan.
6
Universitas Sumatera Utara