Analisis Perwilayahan Komoditas Markisa (Passiflora edulis) di Kabupaten Karo

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Perwilayahan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia perwilayahan merupakan hal-hal yang
berhubungan dengan wilayah. Artinya, membagi wilayah atau permukaan bumi
menjadi lebih sempit untuk tujuan tertentu dan mengandung sifat keseragaman,
mempunyai ciri atau karakteristik, dan dapat dibedakan dengan yang lain.
Menurut Tarigan (2012), ada beberapa cara untuk menetapkan suatu
perwilayahan. Perwilayahan adalah membagi suatu wilayah yang luas, misalnya
wilayah suatu negara ke dalam beberapa wilayah kecil dalam satu kesatuan. Suatu
perwilayahan dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembentukan wilayah itu
sendiri. Dasar dari perwilayahan dapat dibedakan sebagai berikut.
1. Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan.
2. Berdasarkan kesamaan kondisi (homogeneity), yang paling umum adalah
kesamaan kondisi fisik.
3. Berdasarkan ruang lingkup pengaruh ekonomi.
4. Berdasarkan wilayah perencanaan atau program.
Potensi ekonomi daerah adalah kemampuan ekonomi suatu daerah yang mungkin
dan layak dikembangkan sehingga akan terus berkembang menjadi sumber
penghidupan rakyat setempat. Perkembangan tersebut dapat mendorong

perekonomian daerah secara keseluruhan dan berkesinambungan. Setiap wilayah
perlu mengetahui sektor/komoditi apa yang memiliki potensi besar dan dapat

7
Universitas Sumatera Utara

dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor
tersebut memiliki keunggulan untuk dikembangkan (Samuelson, 1997).
Pemerintah daerah perlu menentukan sektor dan komoditi apa saja yang
diperkirakan bisa tumbuh cepat di wilayah tertentu. Sektor dan komoditi tersebut
haruslah basis dan memiliki potensi untuk dipasarkan keluar wilayah tersebut atau
jika memungkinkan diekspor dimasa yang akan datang (Tarigan, 2005).
Merencanakan suatu pembangunan dan pengembangan wilayah (kota, kabupaten
atau antar kota dan kabupaten) tidaklah mudah. Perencanaan wilayah mencakup
pada berbagai segi kehidupan yang komprehensif dan satu sama lain saling
bersentuhan, yang semuanya bermuara pada upaya meningkatkan kehidupan
masyarakat (Miraza, 2005).
2.1.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator penting
untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu wilayah dalam suatu periode tertentu,

baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada
dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha
dalam suatu daerah tertentu atau jumlah nilai barang dan jasa akhir yang
dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi pada suatu daerah (Bank Indonesia, 2016).
PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa
yang dihitung menggunakan harga pada tahun berjalan, sedangkan PDRB atas
dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang
dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun
dasar. PDRB menurut harga berlaku digunakan untuk mengetahui kemampuan

8
Universitas Sumatera Utara

sumberdaya ekonomi, pergeseran, dan struktur ekonomi suatu daerah. PDRB
konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun
ke tahun atau pertumbuhan ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh faktor harga.
Menurut Bank Indonesia (2016), klasifikasi PDRB dilihat dari lapangan usaha
dikelompokkan ke dalam 9 sektor ekonomi sesuai dengan International Standard
Industrial Classification of All Economic Activities (ISIC) yaitu sebagai berikut:
1. Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

2. Sektor Pertambangan dan Penggalian
3. Sektor Industri Pengolahan
4. Setor Listrik, Gas, dan Air Bersih
5. Sektor Konstruksi
6. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran
7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
8. Sektor Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahan
9. Jasa-jasa
2.1.3 Tanaman Buah-buahan
Tanaman buah adalah tanaman yang menghasilkan buah yang dikonsumsi dalam
keadaan segar, baik sebagai buah meja atau bahan terolah dan secara umum tidak
tahan disimpan lama. Banyak jenis buah-buahan tropis dihasilkan di berbagai
wilayah Indonesia, namun buah-buahan tersebut kebanyakan membanjiri pasar
lokal hanya pada saat panen raya (Sunarjono, 2000).
Terdapat dua kelompok buah-buahan sesuai dengan persyaratan hidupnya, yaitu
kelompok buah-buahan subtropis dan kelompok buah-buahan tropis. Pola

9
Universitas Sumatera Utara


persebaran buah-buahan khususnya dan berbagai jenis tumbuhan umumnya
mengikuti pola persebaran iklim. Sebagian wilayah Indonesia tergolong beriklim
basah, sehingga berbagai jenis tumbuhan, termasuk buah-buahan, dapat tumbuh
subur di daerah ini.
Sunarjono (2000) menerangkan bahwa faktor iklim lain yang ikut menentukan
persebaran tanaman budi daya yaitu suhu udara (temperatur) yang biasanya
ditentukan oleh ketinggian tempat (elevasi). Ketinggian tempat itu dikelompokkan
menjadi:
1. Dataran rendah (0—800 m dpl, 25—35°C) beriklim basah. Jenis buah-buahan
yang dapat dibudidayakan yaitu durian, rambutan, manggis, duku, pisang,
pepaya, nanas, cempedak, nangka, alpukat, lengkeng, jeruk, jambu, sirsak,
srikaya, semangka, salak, sukun, belimbing, sawo, mundu, dan lain-lain.
2. Dataran rendah (0—800 m dpl, 25—35°C) beriklim kering. Jenis buah-buahan
yang dapat dibudidayakan yaitu anggur, mangga, mete, srikaya, jeruk siam,
jeruk besar.
3. Dataran tinggi (800—3.000 m dpl, 12—21°C) beriklim basah. Jenis buahbuahan yang dapat dibudidayakan yaitu alpukat, leci, markisa, pisang, dan
kiwi.
4. Dataran tinggi (800—3.000 m dplm 12—21°C) beriklim kering. Jenis buahbuahan yang dapat dibudidayakan yaitu apel, pir, persik, jeruk keprok, jeruk
manis, dan lain-lain.
2.1.4 Markisa

Tanaman markisa (Passiflora edulis) termasuk tanaman tingkat tinggi. Tanaman
merambat ini berbeda dengan tanaman merambat lainnya. Tanaman markisa
10
Universitas Sumatera Utara

menghendaki tempat yang terbuka untuk dapat menerima sinar matahari secara
penuh. Sifat tanaman tersebut sangat nyata jika ditanam dengan menggunakan
perambat tanaman keras. Tanaman markisa akan tumbuh dan berkembang di
bagian atas tanaman dan merugikan bagi tanaman perambat.
Di dalam Pitojo (2010), tanaman markisa di dalam taksonomi tumbuh sebagai
berikut.
Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas


: Diccotyledonae

Ordo

: Passiflorae

Famili

: Passifloraceae

Genus

: Passiflora

Spesies

: Passiflora edulis; Passiflora ligularis

Spesies markisa sebagai tanaman penghasil buah-buahan yang dibudidayakan di

Indonesia, antara lain markisa ungu, markisa kuning, markisa konyal, dan markisa
erbis. Sebagai tanaman komersial, markisa ungu banyak dibudidayakan di
Sulawesi Selatan (Kabupaten Gowa), dan di Sumatera Utara (Kabupaten Karo).
Selain itu, juga telah dilepas varietas Berastagi dengan surat keputusan Menteri
Pertanian No. 105/Kpts/TP/.240/3/2000 (Pitojo dkk, 2010).
Tanaman markisa yang dibudidayakan di Kabupaten Karo dapat hidup di tanah
yang gembur dan cukup mengandung humus, serta berdrainase baik karena
tanaman markisa tidak tahan genangan air. Genangan air memungkinkan
mendukung perkembangan penyakit busuk batang. Ketinggian tempat yang

11
Universitas Sumatera Utara

diinginkan adalah dataran tinggi antara 700—2.000 meter di atas permukaan laut.
Curah hujan yang cocok untuk pertumbuhan markisa adalah 2.000—3.000 mm
pertahun dengan suhu udara 18—25°C. Sedangkan untuk iklim, markisa hidup di
iklim basah (mengalami bulan basah 7-12 bulan dan mengalami bulan kering
kurang dari 5 bulan) (Pitojo dkk, 2010).
Pitojo dan kawan-kawan (2010) menerangkan beberapa hal tentang isu pada budi
daya tanaman markisa, yaitu:

1. Tidak semua lahan direspon untuk penanaman markisa, walaupun markisa
memiliki toleransi cukup luas terhadap kesesuaian lahan;
2. Masih terbatasnya ketersediaan varietas unggul markisa yang telah dilepas
oleh pemerintah;
3. Masih terbatasnya ketersediaan bibit unggul markisa yang telah bersertifikat,
di daerah pengembangan;
4. Minat masyarakat untuk bertanam markisa relatif masih terbatas, dan
memerlukan dukungan informasi.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Teori Pengembangan Wilayah
Definisi pengembangan wilayah saat ini secara fundamental harus dirubah.
Pengembangan tidak lagi hanya sebagai

penghormatan terhadap masalah

memodernisasikan masyarakat yang tradisional, tidak lagi semata sebagai
duplikasi intensifikasi energi dan sumberdaya alam, pembangunan yang terpisah
dari pembangunan masyarakat. Pembangunan haruslah mengakui dan melibatkan
keadaan lokal, menumbuhkan potensi perkembangan yang ada dan dibangkitkan


12
Universitas Sumatera Utara

secara internal, kontribusi institusi dan pengetahuan lokal. Keadaan ini harus
inheren secara erat dengan keberlanjutan pembangunan (Saraswati, 2005).
Untuk kondisi saat ini, dimensi lokasi tidak hanya terkait dengan masalah
ruang (space), jarak (distance), dan waktu (time), tetapi juga dimensi geografis
(topografi, hidrologi) dan lansekap ekonomi (economic landscape) sebagai
variabel tambahan yang signifikan dalam kerangka teori pembangunan. Bahkan
beberapa lokasi yang memiliki keunggulan komparatif seringkali diasosiasikan
sebagai suatu keunggulan alamiah, misalnya iklim, tanah, air, dan kondisi
topografi cenderung melibatkan masukan faktor produksi, kelembagaan dan
kenikmatan yang diinginkan untuk mendukung kenyamanan iklim berinvestasi
(Barlowe, 1986).
Konsep pengembangan wilayah berbeda dengan konsep pembangunan sektoral,
karena pengembangan wilayah sangat berorientasi pada isu (permasalahan) pokok
wilayah yang saling terkait, bertujuan untuk mengembangkan sektor tertentu.
Walaupun kedua konsep tersebut berbeda namun dalam orientasi keduanya saling
melengkapi, dalam arti bahwa pengembangan wilayah tidak mungkin terwujud
tanpa adanya pembangunan sektoral. Sebaliknya, pembangunan sektoral tanpa

berorientasi pada pengembangan wilayah akan berujung pada tidak optimalnya
pembangunan sektor itu sendiri. Bahkan hal ini bisa menciptakan konflik
kepentingan antar sektor, yang pada gilirannya akan terjadi kontra produktif
dengan pengembangan wilayah. Dengan demikian, pengembangan wilayah
seyogyanya menjadi acuan (referensi) bagi pembangunan sektoral (Zaini, 2007).

13
Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Teori Basis Ekonomi
Faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan
langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan
industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan
bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan
peluang kerja. Asumsi ini memberikan pengertian bahwa suatu daerah akan
mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut dapat memenangkan
persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga dapat
menghasilkan ekspor (Harry, 2015).
Menurut Glasson dalam Harry (2015), konsep dasar basis ekonomi membagi
perekonomian menjadi dua sektor, yaitu:

1. Sektor basis, yaitu sektor yang mengekspor barang dan jasa ke tempat di luar
batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan atas masukan barang dan
jasa mereka kepada masyarakat yang datang dari luar perbatasan
perekonomian masyarakat yang bersangkutan.
2. Sektor bukan basis, yaitu sektor yang menjadikan barang-barang yang
dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas perekonomian
masyarakat bersangkutan. Sektor disini tidak mengekspor barang-barang.
Ruang lingkup mereka dan daerah pasar terutama adalah bersifat lokal.
Bertambahnya kegiatan basis di suatu daerah akan menambah arus pendapatan ke
dalam daerah yang bersangkutan sehingga menambah permintaan terhadap barang
dan jasa yang dihasilkan, akibatnya akan menambah volume kegiatan yang bukan
basis. Sebaliknya semakin berkurangnya kegiatan basis akan menurunkan

14
Universitas Sumatera Utara

permintaan terhadap yang masuk ke daerah yang bersangkutan. Dengan demikian
kegiatan basis mempunyai peran sebagai penggerak utama (Harry, 2015).
Aktivitas sektor basis adalah pertumbuhan sektor tersebut menentukan
pembangunan menyeluruh daerah itu, sedangkan aktivitas sektor non basis
merupakan sektor sekunder, artinya tergantung perkembangan yang terjadi dari
pembangunan yang menyeluruh. Teori basis ekonomi berupaya untuk menemukan
dan mengenali aktivitas basis dari suatu wilayah, kemudian meramalkan aktivitas
itu dan menganalisis dampak tambahan dari aktivitas ekspor tersebut. Konsep
kunci dari teori basis ekonomi adalah bahwa kegiatan ekspor merupakan mesin
pertumbuhan. Tumbuh tidaknya suatu wilayah ditentukan oleh bagaimana kinerja
wilayah itu terhadap permintaan akan barang dan jasa dari luar (Harry, 2015).
2.2.3 Teori Lokalita
Pembangunan ekonomi lokalita bersandar pada basis ekonomi lokalitas yang tidak
terlepas dari adanya pemanfaatan dan pemberdayaan sumberdaya lokal. Kegiatan
pemanfaatan dan pemberdayaan ini akan mempercepat terjadinya pembangunan
ekonomi lokal suatu wilayah. Teori ini menjelaskan tentang ada atau tidaknya
pemusatan suatu kegiatan di suatu wilayah, sehingga dapat diketahui apakah suatu
komoditas produksinya terpusat pada suatu wilayah atau tersebar di beberapa
wilayah (Lutfi, 2007).
Menurut Richardson dalam Lutfi (2007), dengan adanya pemusatan (aglomerasi)
ekonomi di suatu wilayah akan mendorong pertumbuhan ekonomi pada wilayah
tersebut karena terciptanya efisiensi produksi, sedangkan pada wilayah lain yang

15
Universitas Sumatera Utara

tidak mampu bersaing akan mengalami kemunduran dalam pertumbuhan
ekonominya.
2.2.3 Teori Spesialisasi
Salah satu bentuk kebijaksanaan pembangunan ekonomi daerah yang didasarkan
pada keuntungan kompetitif adalah pengembangan komoditas unggulan. Dalam
hal ini, pemerintah mendorong masing-masing wilayah untuk mengembangkan
satu atau dua komoditas utama yang mempunyai potensi besar. Melalui kebijakan
tersebut diharapkan masing-masing wilayah akan dapat mengembangkan
komoditas utama yang mempunyai daya saing tinggi. Peningkatan daya saing ini
tidak hanya penting dalam era otonomi daerah untuk menghadapi persaingan
sesama wilayah, tapi juga penting dalam menghadapi persaingan ditingkat global.
Jika memiliki daya saing yang kuat, maka pemasaran produk akan semakin
terjamin dan pengembangan ekonomi wilayah yang bersangkutan

secara

bertahap akan dapat ditingkatkan (Sjafrijal, 2008).
Spesialisasi memiliki kelebihan yaitu suatu wilayah akan bisa menjadi lebih fokus
pada satu macam kegiatan saja. Artinya, kesempatan wilayah tersebut untuk
meningkatkan daya saing akan jauh lebih besar. Spesialisasi mungkin cocok
dilakukan oleh wilayah yang dikenal sebagai penghasil suatu produk tertentu.
Wilayah tersebut hanya perlu fokus untuk meningkatkan kualitas, karena kualitas
mempengaruhi banyaknya permintaan. Meski begitu, tak bisa dipungkiri bahwa
spesialisasi juga memiliki kelemahan. Bila suatu ketika kondisi negara sedang
tidak stabil dan berakibat pada tidak stabilnya kondisi perekonomian wilayah
penganut spesialisasi, maka wilayah ini akan jatuh karena tidak ada produk lain
yang dihasilkan (Ariefiansyah, 2011).
16
Universitas Sumatera Utara

2.3 Penelitian Terdahulu
Zaini (2010), dalam hasil penelitiannya tentang penentuan komoditi basis
subsektor pangan dan hortikultura di Kabupaten Paser, dengan menggunakan
analisis LQ. Pada analisis LQ didapat bahwa ada beberapa komoditas basis di
beberapa kecamatan yaitu petai, sirsak, manggis, belimbing, melinjo, jeruk,
sukun, nangka, yang semuanya bisa dikembangkan di hampir semua kecamatan di
Kabupaten Paser.
Dalam hasil penelitian oleh Yulianti (2011) tentang penentuan prioritas komoditi
unggulan buah-buahan di Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara
dengan menggunakan aplikasi analisis LQ dan daya tarik—daya saing
menyimpulkan bahwa komoditas unggulan yang menjadi prioritas utama untuk
dikembangkan pada beberapa kecamatan adalah mangga, pepaya, jambu air,
rambutan, nangka dan duku/ langsat.
Dan dalam hasil penelitian Siagian (2013) tentang analisis perwilayah komoditi
kubis di Kabupaten Karo menggunakan analisis LQ menemukan bahwa terdapat 4
kecamatan yang rata-rata nilai koefisien LQ lebih besar dari satu (LQ > 1) dalam
data time series yang artinya 4 kecamatan tersebut wilayah basis sekaligus
penghasil komoditas unggulan kubis di Kabupaten Karo.
Dalam hasil penelitian oleh Susanti (2015) tentang analisis perwilayahan kopi di
Kabupaten Bondowoso mendapatkan bahwa ada 8 kecamatan dari 23 kecamatan
yang menjadi wilayah basis dari komoditas kopi. Dijelaskan bahwa Kabupaten
Bondowoso

memiliki

34,7 % kecamatan

yang merupakan

sektor basis

komoditas kopi dengan rata-rata nilai LQ sebesar 3,04.

17
Universitas Sumatera Utara

2.4 Kerangka Pemikiran
Kabupaten Karo merupakan kabupaten dengan sektor pertanian yang banyak
berkontribusi untuk PDRB. Perlu diketahui perubahan ekonomi untuk sektor
pertanian di Kabupaten Karo, apakah mengalami pertumbuhan atau mengalami
perlambatan pertumbuhan dibandingkan dengan sektor lainnya.
Tanaman buah-buahan dilihat dari produksinya merupakan bagian dari sektor
pertanian yang berpotensi. Potensi buah-buahan tersebut berbeda di tiap
kecamatan di Kabupaten Karo. Dalam penelitian ini akan dianalisis kecamatankecamatan yang menjadi basis produksi markisa. Penentuan wilayah basis
menggunakan analisis Location Quotient (LQ) dari kriteria kontribusi dan
menggunakan

analisis

Model

Rasio

Pertumbuhan

(MRP) dari

kriteria

pertumbuhan. Kemudian setelah ditentukan kecamatan-kecamatan yang menjadi
wilayah basis, maka dengan menggunakan skala Guttman akan dinalisis
kesesuaian agroklimat tiap kecamatan dengan agroklimat yang diinginkan
tanaman markisa.
Koefisien lokalita digunakan untuk menganalisis penyebaran produksi komoditas
markisa di Kabupaten Karo, apakah termasuk komoditas yang produksinya
menyebar di beberapa kecamatan atau memusat di satu kecamatan. Sedangkan
koefisien spesialisasi digunakan untuk mengetahui kekhususan suatu wilayah
terhadap komoditas markisa di Kabupaten Karo, apakah di satu kecamatan
terkhusus untuk komoditas markisa atau ada komoditas lain yang diproduksi.

18
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan uraian tersebut, diperoleh kerangka pemikiran sebagai berikut:

Pertumbuhan Sektor Pertanian di
Kabupaten Karo

Potensi Buah-buahan di Kabupaten Karo

ProduksiMarkisa

Penyebaran
Memusat

Menyebar

Penentuan Derah Basis
Daerah
Basis

Daerah
Non Basis

Kekhususan
Berspesialisasi

Tidak
Berspesialisasi

Skala Guttman
Kesesuaian agroklimat
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Analisis Perwilayahan Komoditas Markisa
Keterangan:
: Alur
: Hasil
2.5 Hipotesis Penelitian
1. Pergeseran pertumbuhan sektor pertanian lebih besar daripada sektor lainnya
di Kabupaten Karo.
2. Terdapat wilayah (kecamatan) basis komoditas markisa di Kabupaten Karo.
3. Produksi markisa memusat di kecamatan tertentu di Kabupaten Karo.
4. Kecamatan tertentu di Kabupaten Karo berspesialisasi pada produksi markisa.

19
Universitas Sumatera Utara