Potensi Budidaya Tanaman Markisa Sebagai Objek Agrowisata Di Berastagi Kabupaten Karo

(1)

POTENSI BUDIDAYA TANAMAN MARKISA SEBAGAI OBJEK

AGROWISATA DI BERASTAGI KABUPATEN KARO

KERTAS KARYA

OLEH

QISTHINA NISFUDZA

102204008

PROGRAM STUDI D-III PARIWISATA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

POTENSI BUDIDAYA TANAMAN MARKISA SEBAGAI OBJEK

AGROWISATA DI BERASTAGI KABUPATEN KARO

OLEH

QISTHINA NISFUDZA

102204008

Dosen Pembimbing,

Dosen Pembaca,

Drs. Gustanto, M.Hum

NIP. 19630805 198903 1 004

NIP. 19600711 198903 2 011

Dra. Nur Cahaya Bangun, M.Si


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Kertas Karya

: POTENSI BUDIDAYA TANAMAN

MARKISA SEBAGAI OBJEK

AGROWISATA DI BERASTAGI

KABUPATEN KARO

Oleh

: QISTHINA NISFUDZA

NIM

: 102204008

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dekan,

NIP. 19511013 197603 1 001

Dr. Syahron Lubis, M.A

PROGRAM STUDI D-III PARIWISATA

Ketua,

NIP. 19640821 199802 2 001

Arwina Sufika, S.E., M.Si.


(4)

ABSTRAK

Kertas karya yang berjudul “Potensi Budidaya Tanaman Markisa Sebagai Objek Agrowisata di Berastagi Kabupaten Karo” ini mendeskripsikan tentang keberadaan perkebunan markisa yang dapat menjadi potensi pariwisata. Masalah yang akan dibicarakan dalam kertas karya ini adalah untuk melihat dan mendeskripsikan upaya petani dalam mengembangkan budidaya tanaman markisa sebagai objek agrowisata di Kabupaten Karo. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Data diperoleh melalui wawancara dengan para petani markisa. Dalam kertas karya ini diuraikan teori-teori kepariwisataan secara acuan dan agrowisata secara khusus. Hasil penelitian disimpulkan bahwa para petani dapat mengembangkan lahan pertaniannya menggunakan metode agrowisata agar lebih menguntungkan dari segi ekonomi. Dengan memberikan keleluasaan bagi para pengunjung untuk dapat langsung melihat dan memetik buahnya akan memberikan rasa puas para pengunjung serta memberikan dampak yang baik juga terhadap perkembangan pariwisata yang ada di Kabupaten Karo.


(5)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Alasan Pemilihan Judul

Indonesia merupakan negara agraris yang terkenal akan kekayaan sumberdaya alam dan tanahnya yang subur. Banyak hal yang dapat dimanfaatkan untuk memperoleh manfaat langsung berupa keuntungan ekonomi dengan seluruh efek gandanya, tanpa merusak lingkungan baik fisik maupun non-fisik yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat menuju sasaran kualitas hidup yang lebih baik.

Era otonomi daerah yang diatur pemerintah menetapkan bahwa masing-masing daerah diharapkan dapat menggali sumberdaya alam dan semua potensi yang diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Agrowisata merupakan salah satu segmen pariwisata yang dapat dikembangkan dengan memanfaatkan usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata. Masing-masing daerah bisa menyajikan atraksi agrowisata dengan keunikannya sendiri.

Kawasan Berastagi di Kabupaten Karo, sejak dulu hingga sekarang merupakan salah satu sentral pertanian dan perkebunan. Sejauh mata memandang terlebih dari ketinggian, yang terlihat hanya hijauan tanaman markisa, jeruk, strawberry, kol, wartel, kentang, dan sayuran lainnya. Hasil pertanian dan perkebunan rakyat Berastagi sejak lama telah menjadi merek dagang daerah ini.


(6)

Pasar lokal menjadi tujuan utama penjualan produk pertanian, salah satunya adalah melalui agrowisata. Rangkaian pertanian dari budidaya sampai pascapanen dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi kegiatan agrowisata. Besarnya keinginan masyarakat terutama wisatawan lokal yang datang untuk memetik buah markisa ataupun buah-buah lainnya serta panen sayur langsung di kebun merupakan peluang pasar agrowisata yang sangat baik bagi daerah ini, terutama untuk komoditi markisa, seperti halnya yang sejak lama dikembangkan oleh para pengelola wisata dan pemilik kebun strawberry di Lembang, Jawa Barat. Jika wisata kebun dengan konsep memetik sendiri ini dikembangkan, jelas akan memberi nilai tambah bagi para petani selain itu Berastagi akan semakin popular di masyarakat karena memiliki paket wisata khas. Harga jual produk pertanian di lokasi agrowisata bisa lebih tinggi, sebab pengunjung berani membayar lebih daripada harga jual petani kepada pedagang pasar. Hal ini karena kesan dan kepuasan tersendiri yang diperoleh pengunjung dari memetik buah langsung dari pohonnya di kebun. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk meneliti dengan judul Potensi Budidaya Tanaman Markisa Sebagai Objek Agrowisata di Berastagi Kabupaten Karo sebagai sebuah kertas karya.

1.2 Batasan Masalah

Untuk membatasi permasalahan agar tetap fokus dan tidak menyimpang maka penulis membatasi permasalahan penelitian ini pada: Bagaimana upaya petani dalam mengembangkan Budidaya Tanaman Markisa Sebagai Objek Agrowisata di Berastagi Kabupaten Karo.


(7)

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian kertas karya ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan upaya petani dalam mengembangkan Tanaman Markisa sebagai Objek Agrowisata di Berastagi Kabupaten Karo.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan akan dapat merubah wawasan masyarakat, bahwasannya masyarakat Karo dapat merubah pertanian markisa sebagai salah satu objek wisata di Tanah Karo.

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan penulis untuk memudahkan penelitian antara lain :

1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Pengumpulan data/teori dengan membaca buku-buku perkuliahan dan bahan yang ada berkaitan dengan kepariwisataan, serta yang berhungan dengan masalah yang dibahas.

2. Penelitian Lapangan (Field Research)

Pengumpulan data objek itu sendiri dengan langsung melakukan observasi dan interview di lapangan.


(8)

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan penelitian ini adalah : BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang Alasan Pemilihan Judul, Pembatasan Masalah, Tujuan Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB II : TINJAUAN TEORITIS KEPARIWISATAAN

Bab ini menguraikan definisi Pariwisata, Agrowisata, Objek Wisata dan Daya Tarik Wisata, Industri Pariwisata, dan Hubungan Pariwisata dengan Pertanian.

BAB III : GAMBARAN UMUM DAN POTENSI WISATA DI KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO

Menguraikan tentang Letak Geografis, Topografi, Batas Administratif Berastagi, serta Mata Pencaharian Masyarakat di Berastagi dan Potensi Objek & Daya Tarik Wisata Berastagi.

BAB IV : POTENSI BUDIDAYA TANAMAN MARKISA SEBAGAI OBJEK AGROWISATA DI BERASTAGI KABUPATEN KARO

Sejarah Tanaman Markisa, Jenis-jenis Markisa, cara Budidaya Tanaman Markisa, kondisi Kebun Markisa, Upaya Pengembangan, dan Kendala yang dihadapi.

BAB V : PENUTUP

Dalam bab ini penulis menguraikan kesimpulan dan saran DAFTAR PUSTAKA


(9)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS KEPARIWISATAAN

2.1 Pengertian Pariwisata

Pada hakikatnya berpariwisata adalah suatu proses bepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain di luar tempat tinggalnya. Dorongan kepergiannya adalah karena berbagai kepentingan, baik karena kepentingan ekonomi, sosial, kebudayaan. Politik, agama, kesehatan maupun kepentingan lain seperti karena sekedar ingin tahu, menambah pengalaman atau pun untuk belajar.

Berikut penulis akan mendeskripsikan beberapa defenisi pariwisata yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Schulard dalam Yoeti (1996:144), pariwisata adalah sejumlah kegiatan terutama yang ada kaitannya dengan perekonomian secara langsung berhubungan dengan masuknya orang-orang asing melalui lalu lintas di suatu negara tertentu, kota maupun daerah.

Menurut Wahab dalam Yoeti (1996:112), “pariwisata adalah keseluruhan dari gejala-gejala yang ditimbulkan dari perjalanan dan pendiaman orang-orang asing serta penyediaan tempat tinggal sementara, asalkan orang asing tersebut tidak tinggal menetap dan tidak memperoleh pengahasilan dari aktivitas yang bersifat sementara”.

Menurut Wahab dalam Yoeti (1982:107), “A proposeful human activity that serve as a link between people either with in some one country or beyond the geographical limits or state. It involves the temporary displacement of people to other region, country, for the satisfaction of vired needs other than exciting a renumareted


(10)

function”. “Pariwisata adalah salah satu aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapat pelayanan secara bergantian diantara orang-orang dalam suatu negara itu sendiri atau di luar negeri (meliputi pendiaman orang-orang dari daerah lain) untuk mencari kepuasan yang beraneka ragam dan berbeda dengan apa yang dialaminya dimana ia memeperoleh pekerjaan tetap”.

Menurut Fleuler dalam Yoeti (1983:120), pariwisata dalam arti modern adalah fenomena dari zaman sekarang yang pada umumnya didasarkan atas kebutuhan, kesehatan dan pergantian hawa. Sedangkan pada khusunya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas masyarakat manusia sebagai hasil dari perkembangan perniagaan, industri, perdagangan, serta penyempurnaan dari alat-alat pengangkutan.

Kepariwisataan (tourism) diartikan sebagai suatu kegiatan usaha melayani serta memenuhi keinginan dan kebutuhan orang yang sedang melakukan perjalanan (traveller). Sebagaimana diketahui bahwa pengertian kepariwisataan dapat diketahui melalui apa yang dikeluarkan oleh pemerintah ataupun Tap MPR No.1 dan No.2 tahun 1960 bahwa kepariwisataan dalam dunia modern pada hakekatnya adalah suatu cara untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani setelah beberapa waktu bekerja serta mempunyai modal untuk melihat-lihat daerah lain ataupun negara lain. Menghabiskan sebagian uangnya untuk mencari kesenangan, kepuasan, ketenangan, kesan yang mendalam di tempat-tempat wisata yang menarik dan unik demi mencari kepuasan tersendiri baik tiap orang.

Wujudnya berupa penyediaan dan pelayanan sejumlah fasilitas promosi, perencanaan perjalanan, transportasi dan penyediaan daerah tujuan wisata yang


(11)

menarik dan menyenangkan. Termasuk didalamnya fasilitas yang dibutuhkan untuk menginap, istirahat, makan dan minum serta rekreasi.

Menurut UU No.9 Bab I Pasal 1 tahun 1990 tentang kepariwisataan menyatakan bahwa : Kepariwisataan adalah segala kegiatan dan urusan yang ada kaitannya dengan perencanaan, pengaturan, pelaksanaan dan pengawasan pariwisata baik yang dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta dan masyarakat.

Menurut Yoety dalam bukunya Pengantar Pariwisata (1990:109) yang menyatakan bahwa dalam pengertian kepariwisataan terdapat berbagai faktor yang mau tidak mau harus ada dalam bahasan suatu definisi pariwisata. Faktor-faktor yang dimaksud adalah :

• Perjalanan itu dilaksanakan untuk sementara waktu.

• Perjalanan itu dilakukan dari suatu tempat ke tempat lainnya.

• Perjalanan itu, walau apapun bentuknya selalu dikaitkan dengan pertamasyaan atau rekreasi.

• Orang yang melakukan perjalanan tersebut tidak mencari nafkah ditempat yang dikunjungi dan semata-mata sebagai konsumen ditempat tersebut. Berdasar faktor-faktor tersebut diatas, maka Yoety memberikan definisi pariwisata sebagai berikut: Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah ditempat yang dikunjungi tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna bertamasya dan rekreasi atau memenuhi keinginan yang beraneka ragam.


(12)

Sumatera Utara merupakan pintu masuknya wisatawan asing ke Indonesia, ini disebabkan karena banyaknya objek wisata yang menarik untuk dikunjungi. Untuk meningkatkan arus wisata yang lebih tinggi maka Gubernur Sumatera Utara melaui SK No. 355/XIV/GSU tanggal 2 Agustus 1971 pengertian kepariwisataan sebagai berikut:

“Kepariwisataan adalah lalu lintas manusia dan bahwasannya dengan tujuan perjalanannya untuk keperluan rekreasi, hiburan, kesehatan, pendidikan, agama, olahraga, perdagangan, kekeluargaan, pertemuan-pertemuan, dan kunjungan mengibah oleh warga sendiri maupun warga asing dengan maksud tidak menetap. Jadi pengertian ini telah memuat perjalanan dengan maksud dan alasan tertentu dalam banyak hal karena alasan urusan peristiwa-peristiwa penting dan kepergian dari tempat tinggal tetap hanyalah untuk sementara waktu saja dengan ketentuan bahwa perjalanan tersebut selain keperluan dinas, maka harus dikaitkan dengan perjalanan untuk bersenang-senang di tempat yang dikunjunginya”.

2.2 Pengertian Agrowisata

Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata. Tujuannya adalah untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha dibidang pertanian. Melalui pengembangan agrowisata yang menonjolkan budaya lokal dalam memanfaatkan lahan, pendapatan petani dapat ditingkatkan selaras dengan pelestarian sumber daya lahan, serta memelihara budaya maupun teknologi lokal yang umumnya telah sesuai dengan kondisi lingkungan alaminya.


(13)

Agrowisata menurut Haeruman (1989) dalam Afriana (2010) didefinisikan sebagai suatu kegiatan pengembangan wisata yang berkaitan dengan kegiatan perdesaan dan pertanian yang mampu meningkatkan nilai tambah kegiatan pertanian dan kesejahteraan pedesaan. Dan agrotourism sebagai berwisata ke daerah pertanian yang meliputi pertanian rakyat, perkebunan, kehutanan dan perikanan, dengan tujuan untuk menikmati hasil produksinya maupun menikmati ekosistem serta lingkungan sekitar.

Berdasarkan Surat Keputusan bersama Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi sekaligus Menteri Pertanian No.KM.47/PW.DOW/MPPT-89 dan No.204/KPTS/HK/050/4/1989, agrowisata sebagai bagian dari objek wisata diartikan sebagai suatu bentuk kegiatan yang memanfaatkan usaha agro sebagai obyek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengelaman rekreasi, dan hubungan usaha di bidang pertanian (Ferdiansyah, 2012).

Menurut Tirtawinata dan Fachruddin (1996) dalam Ferdiansyah (2012), terdapat lima jenis agrowisata yaitu:

1). Kebun Raya

Kebun raya merupakan tempat yang dibuat dan dipelihara sedemikian rupa sehingga berfungsi sebagai kebun botani untuk kepentingan ilmiah dan pelestarian. Indonesia memiliki beberapa kebun raya, salah satu contohnya yang paling dikenal adalah Kebun Raya Bogor.

2) Agrowisata Perkebunan

Perkebunan sebagai sumber daya wisata mempunyai daya tarik yang khas, baik berkenaan dengan lokasi perkebunan tersebut maupun tanaman itu sendiri.


(14)

Tanaman perkebunan merupakan tanaman tahunan yang memiliki karakteristik dan teknik budidaya tertentu. Jarak tanam yang teratur dan hamparan tanaman yang terbentang luas memberikan pemandangan yang indah. Salah satu contoh agrowisata perkebunan yaitu perkebunan Rancabali yang terletak 55 km di selatan Bandung. 3) Agrowisata Tanaman Pangan dan Hortikultura

Jenis agrowisata yang termasuk dalam agrowisata tanaman pangan dan hortikultura, yaitu:

1. Agrowisata Tanaman Pangan

Pada beberapa daerah di pulau Jawa, tanaman padi banyak ditanam di daerah yang berbukit-bukit untuk menghindari terjadinya erosi. Teknik penanaman padi seperti ini selain bermanfaat untuk mencegah erosi, juga memberikan pemandangan yang sangat indah. Barisan tanaman atau petak-petak sawah yang terpelihara baik dapat dinikmati tanpa adanya kompensasi atau bayaran. Pemandangan gratis ini tentunya dapat merupakan bagian tambahan atau sisipan dalam paket wisata untuk meningkatkan apresiasi wisatawan terhadap budidaya agraris. Beberapa lokasi penanaman padi kini telah menjadi obyek wisata, di antaranya yang berlokasi di Bali.

2. Agrowisata Sayuran dan Bunga

Lahan yang ditanami sayuran dan tanaman hias pada umumnya dapat memberikan pemandangan yang indah dan menyegarkan bagi para wisatawan. Daerah hortikultura yang ada di Indonesia saat ini telah banyak yang menjadi obyek wisata, misalnya Cipanas (Jawa Barat) dan Berastagi (Sumatera Utara). Kondisi alam di daerah Cipanas memang sangat potensial untuk tanaman hortikultura, terutama sayuran dan tanaman hias. Berbeda dengan sayuran sebagai tanaman pangan,


(15)

tanaman berbunga tampaknya lebih memiliki daya tarik untuk dikembangkan sebagai obyek agrowisata.

3. Agrowisata Buah

Indonesia memiliki berbagai macam jenis buah-buahan yang bisa menghasilkan buah sepanjang tahun dan ada juga jenis buah-buahan yang bersifat musiman. Kesenangan untuk memetik buah sendiri atau sekedar melihat buah-buahan secara langsung merupakan hal yang ditawarkan pada agrowisata buah. Sehingga dapat memberikan pengalaman tidak terlupakan bagi para wisatawan. Adapun contoh agrowisata buah yang telah berkembang di Indonesia antara lain Taman Buah Mekarsari dan Kebun Apel Batu Malang.

4) Agrowisata Perikanan

Indonesia memiliki areal perairan yang sangat luas, berupa perairan darat maupun perairan laut. Sehingga pengembangan agrowisata perikanan memiliki potensi yang sangat baik di Indonesia. Saat ini bentuk agrowisata yang telah dikembangkan antara lain agrowisata yang menawarkan kegiatan budidaya dan pengolahannya kepada wisatawan, kolam pemancingan, Oceanarium (Sea World), dan Akuarium Air Tawar ( Taman Mini Indonesia Indah).

5) Agrowisata Peternakan

Di Indonesia terdapat berbagai jenis hewan ternak, seperti sapi, kuda, domba, dan kambing. Selain itu, juga terdapat berbagai jenis unggas, seperti itik, ayam, dan berbagai jenis burung. Ruang lingkup usaha ternak yang dapat dijadikan obyek agrowisata yakni teknik budidaya dan pengelolaannya; hasil produksinya berupa telur, susu, daging, atau kulit; maupun keindahan dari hewan tersebut seperti bentuk


(16)

fisik, warna tubuh, dan suaranya. Salah satu lokasi agrowisata yang memiliki obyek pemeliharaan berupa unggas yaitu Burung yang berlokasi di Mini Indonesia Indah.

Agrowisata pada prinsipnya merupakan kegiatan industri yang mengharapkan kedatangan konsumen (wisatawan domestik maupun mancanegara) secara langsung di tempat wisata yang diselenggarakan. Aset yang penting untuk menarik kunjungan wisatawan adalah keaslian, keunikan, kenyamanan, dan keindahan alam. Oleh sebab itu, faktor kualitas lingkungan menjadi modal penting yang harus disediakan, terutama pada wilayah-wilayah yang dimanfaatkan untuk dijelajahi para wisatawan.

2.3 Manfaat Agrowisata

Pengembangan agrowisata sesuai dengan kapabilitas, tipologi, dan fungsi ekologis lahan akan berpengaruh langsung terhadap kelestarian sumber daya lahan dan pendapatan petani serta masyarakat sekitarnya. Kegiatan ini secara tidak langsung akan meningkatkan persepsi positif petani serta masyarakat sekitarnya akan arti pentingnya pelestarian sumber daya lahan pertanian.

Pengembangan agrowisata pada gilirannya akan menciptakan lapangan pekerjaan, karena usaha ini dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat pedesaan, sehingga dapat menahan atau mengurangi arus urbanisasi yang semakin meningkat saat ini. Manfaat yang dapat diperoleh dari agrowisata adalah melestarikan sumber daya alam, melestarikan teknologi lokal, dan meningkatkan pendapatan petani atau masyarakat sekitar lokasi wisata.

Menurut Tirtawinata dan Fachruddin (2006) dalam Ferdiansyah (2012) terdapat beberapa manfaat agrowisata, yaitu:


(17)

1) Meningkatkan Konservasi Lingkungan

Pengembangan dan pengelolaan agrowisata yang obyeknya benarbenar menyatu dengan lingkungan alamnya harus memperhatikan kelestraian lingkungan. Daerah agrowisata diharapkan memiliki nilai-nilai existence effect yang berguna bagi lingkungan. Beberapa kawasan agrowisata yang memiliki areal yang sangat luas yakni ratusan hingga ribuan hektar, akan mempengaruhi cuaca bahkan iklim di sekitarnya. Dengan banyaknya pepohonan, selain dapat menyerap kebisingan, juga dapat menjadikan udara segar dan nyaman. Keberadaan pepohonan juga memiliki fungsi hidrologis untuk menahan cadangan air.

2) Meningkatkan Nilai Estetika dan Keindahan Alam

Lingkungan alam yang indah dan tertata apik tentu akan membuat orang terpesona. Keindahan visual dapat diperoleh dari topografi, jenis flora dan fauna, warna, dan arsitektur bangunan yang tersusun dalam suatu tata ruang yang serasi dengan alam. Oleh sebab itu setiap obyek agrowisata memiliki daya tarik tersendiri. 3) Memberikan Nilai Rekreasi

Sebagai obyek pariwisata, agrowisata tentunya tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan rekreasi. Kegiatan rekreasi di tengah alam yang indah dan nyaman memiliki nilai kepuasan tersendiri bagi para wisatawan. Oleh sebab itu pengelola agrowisata perlu membuat atau menyediakan fasilitas-fasilitas penunjang atau paket-paket acara yang dapat menimbulkan kegembiraan di tengah alam.


(18)

2.4 Objek dan Daya Tarik Wisata

Daya tarik wisata yang juga disebut objek wisata merupakan potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata antara lain:

1) Pengusahaan objek dan daya tarik wisata di kelompokkan kedalam: • Pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam

• Pengusahaan objek dan daya tarik wisata budaya • Pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus.

Dalam kedudukannya yang sangat menentukan itu maka daya tarik wisata harus dirancang dan dibangun/dikelola secara profesional sehingga dapat menarik wisatawan untuk datang untuk datang. Membangun suatu objek wisata harus dirancang sedemikian rupa berdasarkan kriteria tertentu.

2) Umumnya daya tarik suatu objek wisata berdasar pada:

• Adanya sumber daya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah, nyaman dan bersih.

• Adanya aksesibilitas yang tinggi untuk dapat mengunjunginya. • Adanya ciri khusus/spesifikasi yang bersifat langka.

• Adanya sarana/prasarana penunjang untuk melayani para wisatawan yang hadir.

• Objek wisata alam mempunyai daya tarik tinggi karena keindahan alam pegunungan, sungai, pantai, pasir, hutan, dan sebagainya.


(19)

• Objek wisata budaya mempunyai daya tarik tinggi karena memiliki nilai khusus dalam bentuk atraksi kesenian upacara-upacara adat, nilai luhur yang terkandung dalam suatu objek karya manusia pada masa lampau.

Pembangunan suatu objek wisata harus dirancang dengan bersumber pada potensi daya tarik yang memiliki objek tersebut dengan mengacu pada kriteria keberhasilan pengembangan yang meliputi berbagai kelayakan, yaitu:

1) Kelayakan Finansial

Studi kelayakan ini menyangkut perhitungan secara komersial dari pembangunan objek wisata tersebut. Perkiraan untung-rugi sudah harus diperkirakan dari awal. Berapa tenggang waktu yang dibutuhkan untuk kembali modal pun sudah harus diramalkan.

2) Kelayakan Sosial Ekonomi Regional

Studi kelayakan ini dilakukan untuk melihat apakah investasi yang ditanamkan untuk membangun suatu objek wisata juga akan memiliki dampak sosial ekonomi secara regional; dapat menciptakan lapangan kerja/berusaha, dapat meningkatkan penerimaan devisa, dapat meningkatkan penerimaan pada sektor yang lain seperti pajak, perindustrian, perdagangan, pertanian dan lain-lain. Dalam kaitannya dengan dengan hal ini pertimbangan tidak semata-mata komersial saja tetapi juga memperhatikan dampaknya secara lebih luas. Sebagai contoh, pembangunan kembali candi Borobudur tidak semata-mata mempertimbangkan soal pengembalian modal pembangunan candi melalui uang retribusi masuk candi, melainkan juga memperhatikan dampak yang ditimbulkannya, seperti jasa transportasi, jasa akomodasi, jasa restoran, industri kerajinan, pajak dan sebagainya.


(20)

2.5 Industri Pariwisata

Sektor industri pariwisata sebagai salah satu sektor yang diandalkan bagi penerimaan daerah maka pemerintah daerah dituntut untuk dapat menggali dan mengelola potensi pariwisata yang dimiliki sebagai usaha untuk mendapatkan sumber dana melalui terobosan-terobosan baru dalam upaya membiayai pengeluaran daerah. Terobosan dimaksud salah satunya adalah dengan peningkatan kualitas dan obyek-obyek kepariwisataan yang baru di daerah. Hal ini akan mendorong meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara, sehingga akan meningkatkan penerimaan daerah terutama retribusi obyek wisata dan juga akan mempengaruhi kegiatan perekonomian masyarakat sekitarnya, sehingga nantinya dapat membiayai penyelenggaraan pembangunan daerah.

Pengertian kata industri di sini bukanlah suatu tempat untuk mengubah bahan mentah menjadi bahan jadi. Namun pengertian kata industri di sini lebih cenderung memberikan pengertian industri pariwisata yang artinya kumpulan dari berbagai macam perusahaan yang secara bersama-sama menghasilkan barang dan jasa ( Goods and Service ) yang dibutuhkan wisatawan pada khususnya dan travel pada umumnya. Menurut Hunzieker dalam Yoeti (1994: 38), Industri Pariwisata adalah “Tourism enterprises are all business entities wich, by combining various means of production, provide goods and services of a specially tourist nature”. Maksudnya industri pariwisata adalah semua kegiatan usaha yang terdiri dari bermacam-macam kegiatan produksi barang dan jasa yang diperlukan para wisatawan.

Menurut Schmoll dalam Yoeti (1985:143), Industri pariwisata lebih cenderung berorientasi dengan menganalisa cara-cara melakukan pemasaran dan


(21)

promosi hasil produk industri pariwisata. Industri pariwisata bukanlah industri yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu industri yang terdiri dari serangkaian perusahaan yang menghasilkan jasa-jasa atau produk yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu tidak hanya dalam jasa yang dihasilkan tetapi juga dalam besarnya perusahaan, lokasi atau tempat kedudukan, letak secara geografis, fungsi, bentuk organisasi yang mengelola dan metode permasalahannya.

Industri Pariwisata adalah rangkuman dari berbagai bidang usaha yang secara bersama-sama menghasilkan produk-produk dan service yang secara langsung akan dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanan (Darmaji; 1996:154).

2.6 Hubungan Pariwisata dengan Pertanian

Pembangunan pariwisata di Indonesia maupun di manca negara menunjukkan kecenderungan terus meningkat dalam sepuluh tahun terakhir. Konsumsi jasa dalam bentuk komoditas wisata bagi sebagian masyarakat negara maju dan masyarakat Indonesia telah menjadi salah satu kebutuhan sebagai akibat meningkatnya pendapatan, aspirasi dan kesejahteraannya. Berkaitan dengan sektor pariwisata tersebut, World Tourism Organisation (WTO) mengungkapkan bahwa pada tahun-tahun belakangan ini dunia pariwisata cenderung mengalami pergeseran pada orientasi wisata.

Wisatawan berkeinginan untuk dapat terlibat dalam bentuk aktivitas diluar lapangan, kepedulian akan persoalan ekologi dan konservasi alam. Pernyataan tersebut membawa peluang bagi dunia pariwisata di Indonesia karena motivasi


(22)

kunjungan wisata di Indonesia baik asing maupun domestik sebagian adalah karena sumber daya alam khususnya pada agrowisata.

Dalam istilah sederhana, agritourism didefinisakan sebagai perpaduan antara pariwisata dan pertanian dimana pengunjung dapat mengunjungi kebun, peternakan atau kilang anggur untuk membeli produk, menikmati pertunjukan, mengambil bagian aktivitas, makan suatu makanan atau melewatkan malam bersama di suatu areal perkebunan atau taman.

Di Indonesia, Agrowisata didefinisikan sebagai sebuah bentuk kegiatan pariwisata yang memanfaatkan usaha agro (agribisnis) sebagai objek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman, rekreasi dan hubungan usaha di bidang pertanian. Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian sebagai objek wisata.

Tujuannya adalah untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha dibidang pertanian. Melalui pengembangan agrowisata yang menonjolkan budaya lokal dalam memanfaatkan lahan, diharapkan bisa meningkatkan pendapatan petani sambil melestarikan sumber daya lahan, serta memelihara budaya maupun teknologi lokal (indigenous knowledge) yang umumnya telah sesuai dengan kondisi lingkungan alaminya (Deptan, 2005).

Potensi objek wisata dapat dibedakan menjadi objek wisata alami dan buatan manusia. Objek wisata alami dapat berupa kondisi iklim, pemandangan alam, dan sumber air kesehatan. Objek wisata buatan manusia dapat berupa fasilitas peninggalan sejarah dan budidaya, dan taman-taman untuk rekreasi atau olah raga.


(23)

BAB III

GAMBARAN UMUM DAN POTENSI KEPARIWISATAAN

DI KABUPATEN KARO

3.1 Gambaran Umum Kabupaten Karo 3.1.1 Letak Geografis

Secara geografis Daerah Kabupaten Karo terletak antara 02o50’ s/d 03o19’ LU dan 97o55’ s/d 98 o38’ BT. Daerah Kabupaten Karo terletak di daerah dataran tinggi bukit barisan dengan total luas administrasi 2.127,25 km² atau 212.725 ha. Wilayah Kabupaten Karo berbatasan dengan:

• Kabupaten Langkat dan Deli Serdang dibagian Utara; • Kabupaten Simalungun dibagian Timur;

• Kabupaten Dairi dibagian Selatan; dan

• Propinsi Nangro Aceh Darusalam dibagian Barat.

Ibukota Kabupaten Karo adalah Kabanjahe yang terletak sekitar 76 km sebelah selatan kota Medan ibukota Provinsi Sumatera Utara.

3.1.2 Topografi

Ditinjau dari kondisi topografinya, wilayah kabupaten karo terletak didataran tinggi bukit barisan dengan elevasi terendah 140 m diatas permukaan laut dan yang tertinggi ialah 2.451 meter diatas permukaan laut (Gunung Sinabung). Daerah kabupaten karo yang berada di daerah dataran tinggi bukit barisan dengan kondisi


(24)

topografi yang berbukit dan bergelombang, maka diwilayah ini ditemui banyak lembah-lembah dan alur-alur sungai yang dalam dan lereng-lereng bukit yang curam/terjal. Sebagaian besar (90%) wilayah Kabupaten Karo berada pada ketinggian/elevasi +140 m s/d 1400 m diatas permukaan air laut. Pada wilayah Kabupaten Karo terdapat dua hulu daerah aliran sungai (DAS) yang besar yakni DAS sungai Wampu dan DAS sungai Lawe Alas.

3.1.3 Tipe Iklim

Tipe iklim daerah Kabupaten Karo menurut klasifikasi Oldeman dengan bulan basah lebih tiga bulan dan bulan kering berkisar 2-3 bulan atau menurut Koppen dengan curah hujan rata-rata di atas 1.000 mm/tahun dan merata sepanjang tahun. Curah hujan tahunan berkisar antara 1.000-4.000mm/tahun, dimana curah hujan terbesar terjadi pada bulan basah yaitu Agustus sampai dengan Januari dan Maret sampai dengan Mei.

3.1.4 Kependudukan

Hasil Sensus tahun 2000 Penduduk Kabupaten Karo berjumlah 283.713 jiwa. Pada tahun 2011 sebesar 354.242 yang mendiami wilayah seluas 2.127,25 Km². Kepadatan penduduk diperkirakan sebesar 166,53 jiwa/ Km². Komposisi penduduk berdasarkan agama yang dianut memperlihatkan bahwa penganut agama nasrani merupakan yang terbanyak baru disusul oleh pemeluk agama Islam dan agama lainnya. Ditinjau dari segi etnis, penduduk Kabupaten Karo mayoritas adalah suku


(25)

Karo, sedangkan suku lainnya seperti suku Batak Toba/Tapanuli, Jawa, Simalungun, dan suku lainnya hanya sedikit jumlahnya (dibawah 5%) (Pemkab Karo, 2013).

3.1.5 Wilayah Administrasi Pemerintahan Kabupaten Karo

Berikut adalah tabel yang memperlihatkan Wilayah Administrasi Pemerintahan di Kabupaten Karo:

Tabel 3.1 Wilayah Administrasi Pemkab Karo

No Kecamatan Desa/

Kelurahan

Luas Wilayah (Km²)

Jumlah Penduduk

1 KABANJAHE 13 44,65 63.918

2 BERASTAGI 10 30,5 42.939

3 BARUSJAHE 19 128,04 22.304

4 TIGAPANAH 26 186,84 29.593

5 MEREK 19 125,51 18.223

6 MUNTE 22 125,64 19.870

7 JUHAR 25 218,56 13.368

8 TIGABINANGA 20 160,38 20.086

9 LAUBALENG 15 252,6 17.879

10 MARDINGDING 12 267,11 17.222

11 PAYUNG 8 47,24 10.938

12 SIMPANG EMPAT 17 93,48 19.192

13 KUTABULUH 16 195,7 10.685


(26)

15 MERDEKA 9 44,17 13.434

16 NAMAN TERAN 14 87,82 12.916

17 TIGANDERKET 17 86,76 13.301

Jumlah 2010 269 2127,25 354.242

Sumber : Pemkab Karo Dalam Angka 2012

Dari tabel diatas, terlihat bahwa Pemerintah Kabupaten Karo memiliki 17 Kecamatan dengan jumlah Desa/Kelurahan mencapai 269. Dengan luas wilayah sekitar 2127,25 Km2 dan jumlah penduduk 354.242 Kabupaten Karo memiliki potensi yang cukup besar pada sumberdaya manusianya. Rata-rata hampir setangah lebih masyarakat Kabupaten Karo bertani. Secara otomatis maka potensi perkembangan budidaya tanaman markisa di daerah ini sangat menjanjikan menjadi agrowisata.

3.2 Sejarah Perkembangan Kabupaten Karo

Tanah Karo terbentuk sebagai Kabupaten Daerah Tingkat II setelah melalui proses yang sangat panjang dan dalam perjalanan sejarahnya Kabupaten ini telah mengalami perubahan mulai dari zaman penjajahan Belanda, zaman penjajahan Jepang hingga zaman kemerdekaan. Sebelum kedatangan penjajahan Belanda diawal abad XX di daerah dataran tinggi Karo, di kawasan itu hanya terdapat kampung (Kuta), yang terdiri dari satu atau lebih “kesain” (bagian dari kampung). Tiap-tiap kesain diperintah oleh seorang “Pengulu”.

Menurut Tambun dalam bukunya “Adat Istiadat Karo”, Balai Pustaka 1952, arti dari pengulu adalah seseorang dari marga tertentu dibantu oleh 2 orang


(27)

anggotanya dari kelompok “Anak Beru” dan “Senina”. Mereka ini disebut dengan istilah “Telu si Dalanen” atau tiga sejalanan menjadi satu badan administrasi/pemerintahan dalam lingkungannya. Anggota ini secara turun menurun dianggap sebagai “Pembentuk Kesain”, sedang kekuasaan mereka adalah pemerintahan kaum keluarga.

Di atas kekuasaan penghulu kesain, diakui pula kekuasaan kepala kampung asli (Perbapaan) yang menjadi kepala dari sekumpulan kampung yang asalnya dari kampung asli itu. Kumpulan kampung itu dinamai Urung. Pimpinannya disebut dengan Bapa Urung atau biasa juga disebut Raja Urung. Urung artinya satu kelompok kampung dimana semua pendirinya masih dalam satu marga atau dalam satu garis keturunan.

Menurut Tambun ada beberapa sistem atau cara penggantian perbapaan atau Raja Urung atau juga Pengulu di zaman itu, yaitu dengan memperhatikan hasil keputusan “runggun (permusyawaratan)” kaum kerabat berdasarkan kepada 2 (dua) dasar yakni:

1) Dasar Adat “Sintua-Singuda” yang dicalonkan. Yang pertama-tama berhak menjadi Perbapaan adalah anak tertua. Namun kalau ia berhalanagan atau karena sebab yang lain, yang paling berhak di antara saudara-saudaranya adalah jatuh kepada anak yang termuda. Dari semua calon Perbapaan maka siapa yang terkemuka atau siapa yang kuat mendapatkan dukungan, misalnya siapa yang mempunyai banyak Anak Beru dan Senina, besar kemungkinan jabatan Perbapaan/Raja Urung atau Pengulu, akan jatuh kepadanya. Jadi dengan demikian, kedudukan Perbapaan, yang disebutkan di atas harus jatuh


(28)

kepada yang tertua atau yang termuda, tidaklah sepenuhnya dijalankan secara baik waktu itu. Banyak contoh terjadi dalam hal pergantian Perbapaan seperti itu, antara lain ke daerah Perbapaan Lima Senina. Lebih-lebih kejadian seperti itu terjadi setelah di daerah itu berkuasa kaum penjajah Belanda di permulaan abad XX (1907). Belanda melakukan “intervensi” dalam hal penentuan siapa yang diangap pantas sebagai Perbapaan dari kalangan keluarga yang memerintah, walaupun ada juga selalu berdasarkan adat.

2) Dasar “Bere-bere”, yakni menurut keturunan dari pihak Ibu. Hanya dari keturunan ibu/kemberahen tertentu saja yang pertama-tama berhak menjadi Perbapaan. Namun setelah kedatangan perjajahan Belanda sistem atau dasar “Bere-bere” ini dihapuskan.

Penduduk asli yang mendiami wilayah Kabupaten Karo disebut Suku Bangsa Karo. Suku Bangsa Karo ini mempunyai adat istiadat yang sampai saat ini terpelihara dengan baik dan sangat mengikat bagi Suku Bangsa Karo sendiri. Suku ini terdiri dari 5 (lima) Merga, Tutur Siwaluh, dan Rakut Sitelu.

3.3 Gambaran Umum Kecamatan Berastagi

Kecamatan Berastagi merupakan salah satu dari 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten Karo dengan ibu kota Kecamatan Berastagi. Jarak tempuh ke Kabanjahe adalah 11 Km dan 65 Km ke kota Medan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan Berastagi dengan luas 3.050 Ha, berada pada ketinggian rata-rata 1.375 m diatas permukaan laut dengan temperatur di antara190C sampai dengan 260C dengan kelembaban udara berkisar 79%, dengan batas-batas sebagai berikut:


(29)

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tigapanah/Dolat Rakyat • Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kabanjahe

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Simpang Empat/ Kecamatan Merdeka.

Kecamatan Berastagi sebagai salah satu wilayah pemerintahan yang terdiri dari 6 (enam) Desa dan 4 (empat) Kelurahan yang dimukimin oleh penduduk Kecamatan Berastagi dengan jumlah penduduk 44.765 dengan jumlah kepala keluarga 10.919 mayoritas penduduknya adalah Suku Karo 75% dan selebihnya suku Batak Toba, Nias, Jawa, Aceh, Simalungun, Keturuanan Cina, Pakpak Dairi dan lain-lain.

Topografi Kecamatan Berastagi datar sampai dengan berombak 65%, berombak sampai dengan berbukit 22%, berbukit sampai dengan bergunung 13% dengan tingkat kesuburan tanahnya sedang sampai dengan tinggi didukung lagi dengan curah hujan rata-rata 2.100 sampai dengan 3.200 mm pertahun.

3.4 Sejarah dan Mata Pencaharian Masyarakat Kecamatan Berastagi

Kecamatan Berastagi yang dulunya merupakan bagian dari Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Daerah Tingkat II Karo, dalam rangka pemekaran Kecamatan di Kabupaten Karo maka Kecamatan Kabanjahe di bagi menjadi dua wilayah yaitu Kecamatan Kabanjahe dan Kecamatan Berastagi. Perwakilan Kecamatan Berastagi dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera


(30)

Utara Nomor: 138/217/K/1984 yang tertanggal 21 Mei 1984 yang merupakan pemekaran Kecamatan Kabanjahe.

Mata pencaharian penduduk adalah bertani, meskipun ada klasifikasi Pegawai Negeri, Pengusaha, Pedagang, dan Buruh tani serta Karyawan Swasta. Hasil pertanian yang menonjol adalah sayur-mayur, buah-buahan, bunga-bungaan dan palawija lainnya. Disamping itu penduduk juga mempunyai pekerjaan sambilan yaitu memelihara ternak ayam, lembu, kerbau, kambing serta kolam ikan untuk penambahan pendapatan.

3.5. Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Kecamatan Berastagi

Kecamatan Berastagi memiliki luas wilayah 3.050 Ha yang secara administratif terdiri dari empat Kelurahan dan enam Desa.

Tabel 3.2 Luas Wilayah Berdasarkan Desa/Kelurahan Kecamatan Berastagi No Desa/Kelurahan Luas Wilayah (Ha) Rasio Terhadap

Total Luas Wilayah (%)

1 Gurusinga 600 19,67

2 Raya 500 16,38

3 Rumah Berastagi

350 11,48

4 Sempajaya 490 16,06

5 Lau Gumba 160 5,25

6 Doulu 350 5,25

7 Gundaling I 200 6,56

8 Gundaling ii 200 6,56

9 Tambak Lau Mulgap I


(31)

10 Tambak Lau Mulgap II

100 3,28

Jumlah 3.050 100,00

Sumber data: Kantor Kecamatan Berastagi

Jumlah penduduk Kecamatan Berastagi dari tahun ketahun mengalami peningkatan. Jumlah penduduk Kecamatan Berastagi pada tahun 2010 tercatat 40.600 jiwa dan jumlah Kepala Keluarga 10.730 kepala keluarga, dan berdasarkan hasil data penduduk menurut sensus penduduk tahun 2010 yang dilaksanakan pada bulan Juni 2010 dan disesuaikan pada laporan kependudukan pada bulan Maret 2011, jumlah penduduk tercatat 44.765 jiwa dan jumlah Kepala Keluarga 10.919 Kepala Keluarga.

Tabel 3.3 Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah Tangga dan Kepadatan Penduduk Menurut Desa/Kelurahan

No Desa/Kelurahan Jumlah Rumah Tangga Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2)

1 Gurusinga 987 5.022 8,37

2 Raya 1.269 5.517 11,03

3 Rumah Berastagi 1.936 8.407 24,02

4 Sempajaya 1.471 6.600 13,47

5 Lau Gumba 352 1.407 8,79

6 Doulu 497 1.728 4,94

7 Gundaling I 1.862 6.453 32,27

8 Gundaling II 1.136 4.182 20,91

9 Tambak Lau Mulgap I


(32)

10 Tambak Lau Mulgap II

796 2.918 28,18

Tahun 2011 10.919 44.765 13,97

Tahun 2010 10.730 40.600 13,31

Perubahan 189 4.165 -

Sumber data: Kantor Kecamatan Berastagi

3.6 Potensi Objek dan Daya Tarik Wisata di Berastagi Kabupaten Karo

Kabupaten Karo adalah salah satu dari ketujuh belas Kabupaten di Sumatera Utara yang memiliki potensi kepariwisataan yang cukup berpotensi dan banyak. Daerah ini berhawa sejuk yang dikelilingi oleh Bukit Barisan dan memiliki pemandangan yang sangat menarik untuk dinikmati bagi turis asing maupun domestik. Di kabupaten Karo terdapat dua gunung berapi yang masih aktif yaitu Gunung Sibayak dan Gunung Sinabung yang banyak dikunjungi oleh para turis lokal maupun mancanegara.

Salah satu potensi kepariwisataan yang dimiliki oleh Kabupaten Karo adalah Berastagi. Berastagi merupakan tujuan wisata utama di Tanah Karo yang terletak di ketinggian sekitar 4.594 kaki dari permukaan laut dikelilingi barisan gunung-gunung, memiliki udara yang sejuk dari hamparan perladangan pertaniannya yang indah, luas, hijau. Berastagi merupakan daerah tujuan wisata yang memiliki fasilitas lengkap di Tanah Karo, seperti hotel berbintang, restoran, golf, dan lain-lain. Berastagi juga dikenal dengan julukan kota “Markisa dan Jeruk Manis”.

Dari kota “Markisa dan Jeruk” Berastagi, para pengunjung akan menikmati pemandangan yang indah ke arah pegunungan yang masih aktif yaitu Gunung


(33)

Sibayak dan Gunung Sinabung. Untuk mendaki Gunung Sibayak yang indah itu diperlukan waktu 3 sampai 4 jam perjalanan untuk melihat kekayaan alam di dalamnya baik flora maupun faunanya. Selain buah-buahan, Berastagi juga dikenal sebagai penghasil berbagai sayur-sayuran, buah-buahan dan bunga-bunga. Di kota ini sering dilaksanakan beberapa kegiatan-kegiatan kepariwisataan seperti: “Pesta Bunga & Buah” dan festival kebudayaan “Pesta Menjuah-juah” yang diadakan setiap tahunnya.

Pesta buah dan bunga dilaksanakan pada Bulan Maret setiap tahunnya. Pada festival ini kita dapat melihat beraneka ragam bunga dan buah dipamerkan yang dihasilkan dari setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Karo. Serta pakaian tradisional Karo juga dipertunjukkan pada pestival ini. Kegiatan-kegiatan lain yang sering dilakukan oleh wisatawan adalah hiking, fishing, dan refreshing. Pada hari Minggu kota Berastagi padat dikunjungi oleh wisatawan nusantara terutama dari kota Medan yang ingin berakhir Minggu di kota ini. Biasanya mereka melakukan kegiatan shopping (bunga, buah dan sayuran).

Secara umum objek dan daya tarik wisata sebagai salah satu potensi kepariwisataan Kabupaten Karo dibagi atas tiga bahagian besar, yaitu:

1) Objek dan daya tarik Wisata Alam, seperti Objek wisata Bukit Gundaling, Air Terjun Sikulikep, Air Terjun Sipiso-piso, Air Panas Lau Debuk-debuk, Gunung Sinabung, Gunung Sipiso-piso, Danau Lau kawar, Tahura Bukit Barisan, Goa Ling-ling, dan Goa Ling-lahar.


(34)

2) Objek dan daya tarik Wisata Budaya, seperti wisata Rumah Adat Tradisional Karo, Pesta Menjuah-juah Karo, Pesta Buah dan Bunga, wisata Puntungan Meriam Putri Hijau, dan wisata Guro-guro Aron.

3) Objek dan daya tarik Agrowisata, seperti Kebun Jeruk, Kebun Bunga, Penyemaian dan Pengolahan Holtikutura, Kebun Kol, Kebun Asparagus serta Kebun Markisa yang semuanya berjenis kebun Objek Wisata.


(35)

BAB IV

POTENSI BUDIDAYA TANAMAN MARKISA SEBAGAI OBJEK

AGROWISATA DI BERASTAGI KABUPATEN KARO

4.1 Sejarah Tanaman Markisa

Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai berbagai macam komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan di dalam negeri maupun untuk diekspor ke luar negeri. Salah satu tanaman yang memiliki potensi besar adalah tanaman hortikultura. Sumbangan yang diberikan komoditas hortikultura pada pendapatan nasional di sektor pertanian cukup besar yaitu sekitar 13% dari pendapatan nasional (BPS, 1998).

Buah-buahan termasuk dalam kelompok hortikultura. Buah-buahan tropis khususnya dari Indonesia sudah banyak dikenal di dunia. Buah-buahan tropis yang banyak diperdagangkan di pasaran dunia antara lain mangga, manggis, markisa, alpukat, rambutan, pepaya, belimbing, jeruk, durian, kelengkeng, duku, nangka dan pisang. Buah-buahan walaupun tidak merupakan bahan pangan primer, tetapi buah-buahan banyak dibutuhkan oleh penduduk dunia. Dari semua jenis buah-buah-buahan tersebut buah markisa adalah salah satu jenis buah yang memiliki aroma yang khas dan menarik. Buah markisa berasal dari Amerika latin yang kemudian menyebar ke daerah-daerah tropis di Indonesia.

Tanaman markisa mempunyai sejarah dan spesifikasi taksonomi tersendiri, termasuk keragaman jenis dan varietas unggul yang dianjurkan untuk di budidayakan.


(36)

Markisa mula-mula disebut passion fruit. Konon, nama tersebut diberikan oleh seorang paderi Katolik pada tahun 1500-an. Passion berarti “penderitaan dan kematian”, yang menunjuk pada personifikasi bunga markisa sebagai simbol penderitaan dan kematian karena memiliki bentuk kepala putik mirip dengan tanda salib lambang penderitaan Yesus.

Menurut sejarah, tanaman markisa berasal dari daerah tropis Amerika Selatan, tepatnya di daerah Brasil, Venezuela, Kolumbia, dan Peru. Nikolai Ivanovich Vavilov, ahli botani Soviet, memastikan bahwa sentral utama asal tanaman markisa adalah daerah Amerika Selatan, terutama Peru, Ekuador, dan Bolivia. Buah markisa pertama kali dikenal di tempat asalnya adalah markisa kuning dan markisa ungu.

Dalam perkembangan selanjutnya, tanaman markisa menyebar dari Amerika Selatan ke berbagai negara melalui orang-orang Spanyol. Di Eropa, markisa mulai dikenal pada abad XVII. Pasa mulanya, pengusahaan tanaman markisa di Eropa dilakukan dalam rumah kaca sebagai tanaman hias. Pada akhir abad XIX, markisa mulai dikenal dan ditanam di Afrika Selatan, Hawai, dan Selandia Baru. Selanjutnya, pada pertengahan abad XX, tanaman markisa menyebar ke Kenya, Sri Lanka, dan Fiji. Tanaman markisa yang masuk ke Indonesia berasal dari Peru, mula-mula masuk ke Manado, Ambon, Sulawesi, dan akhirnya ke pula-pulau lain di seluruh wilayah Nusantara.

Daerah produsen utama markisa di dunia adalah Brasil, Venezuela, Afrika Selatan, Sri Lanka, Australia, Papua Nugini, Fiji, Hawai, Taiwan, dan Kenya. Negara-negara tersebut memasok sekitar 80%-90% kebutuhan markisa dunia. Areal tanaman markisa di dunia diperkirakan mencapai 10.000 ha, antara lain di Australia


(37)

lebih kurang 3.000 ha. Daerah pengembangan tanaman markisa makin meluas ke berbagai negara tropis dan subtropis, antara lain Selandia Baru, Malaysia, Israel, Kongo, Peru, Kolumbia, dan Indonesia.

Di Indonesia, markisa banyak ditanam di daerah dataran tinggi Gowa, Malino, Sulawesi Selatan (markisa ungu), Sumatera Utara (markisa ungu), Sumatera Barat (markisa kuning, konyal), dan Jawa Barat. Nama lain dari buah markisa kuning yaitu buah susu, passion fruit (Inggris), lilikoi (Hawaii), Golden passion fruit (Australia), Saowaros (Thailand), Maracuja peroba (Brazil), Pasionaria (Filipina), dan Yellow granadilla (Afrika Selatan).

Buah markisa banyak dikonsumsi oleh masyarakat dalam keadaan segar maupun dalam bentuk olahan lainnya, karena markisa banyak mengandung vitamin dan nutrisi lainnya yang sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Markisa kaya akan vitamin-vitamin B yang menenangkan dan potassium yang merilekskan sistem saraf. Di Negara Amerika Selatan secara tradisional mengkonsumsi markisa sebelum tidur bisa membantu tidur.

4.2 Jenis-jenis Markisa

Di antara jenis dan spesies markisa yang sudah dikenal oleh para ahli botani, terdapat empat jenis markisa yang dibudidayakan secara komersial yaitu:

1) Markisa Ungu (Passiflora edulis var. edulis)

Markisa ungu juga disebut sebagai siuh atau markisa asam. Nama internasional untuk markisa ungu adalah purple passion fruit. Markisa jenis ini


(38)

banyak diusahakan di Kabupaten Gowa (Sulawesi Selatan) dan Kabupaten Karo (Sumatera Utara). Jenis markisa ungu mempunyai ciri-ciri morfologi sebagai berikut:

• Batang tanaman halus terkulai, agak berkayu, berumur panjang, dan bersifat merambat atau menjalar.

• Tanaman mampu berbuah lebat; pembuahan berlangsung dua kali setahun. • Buah muda berwarna hijau, sedangkan buah tua atau masak berwarna ungu

gelap sampai cokelat tua.

• Kulit buah agak tipis, namun cukup kuat sehingga tahan terhadap kerusakan selama pengangkutan.

• Buah berbentuk bulat agak lonjong atau oval, berdiameter antara 5,0-5,5 cm, dan berasa asam dengan aroma wangi yang kuat sehingga cocok dibuat sirup atau jus.

2) Markisa Kuning (Passiflora edulis var. Flavicarpa Degener)

Markisa kuning disebut juga buah rola atau yellow passion fruit. Markisa jenis ini merupakan hasil mutasi dari bentuk markisa ungu. Jenis markisa ini banyak dibudidayakan secara komersial di Kuba, Puerto Riko, Suriname, Venezuela, Kolumbia, Haiti, dan Brasil. Di Indonesia, markisa kuning banyak ditanam di Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Persilangan (hibrid) antara markisa ungu (yang beraroma kuat) dan markisa kuning (yang memiliki kadar sari buah tinggi) menghasilkan hibrida baru yang unggul, yaitu Hibrid E-23. Saat ini Hibrid E-23 dikembangkan dalam skala perkebunan di Queensland, Australia, dan Hawai. Adapun karakteristik markisa kuning adalah sebagai berikut:


(39)

• Buah muda berwarna hijau, sedangkan buah tua berwarna kuning berbintik-bintik putih.

• Buah berukuran sebesar bola tenis, berdiameter 5-6 cm, dan beraroma sangat kuat.

• Rasa buah asam dengan jus berwarna kuning sehingga cocok dibuat jus atau sirop.

3) Konyal (Passiflora liqularis Juss)

Konyal banyak ditanam di daerah Lembang (Jawa Barat) sehingga populer disebut markisa konyal Lembang. Varietas ini mempunyai karakteristik morfologi sebagai berikut:

• Batang tanaman agak halus, sedikit berkayu, berumur panjang, dan bersifat menjalar.

• Buah berbentuk oval sampai bulat lonjong, berukuran panjang 5-7 cm. • Buah muda berwarna ungu, sedangkan buah tua berwarna kuning tua.

• Biji keras, berjumlah banyak, dan berwarna cokelat kekuningan. Selaput biji mengandung cairan yang manis sehingga dapat dikonsumsi sebagai buah segar.

4) Erbis (Passiflora quadranularis Simson)

Markisa erbis mudah dirambatkan pada para-para sehingga banyak ditanam di pekarangan. Ciri khas markisa erbis yang membedakannya dengan jenis markisa yang lain adalah sebagai berikut:


(40)

• Batang dan cabang tanaman berukuran besar, berbentuk segi empat, dan bersifat merambat atau menjalar.

• Bunga berukuran besar dengan bentuk dan warna yang indah serta beraroma harum.

• Buah berukuran besar (mencapai 2,5 kg/buah) dan berbentuk bulat sampai lonjong dengan panjang 20-25 cm.

• Kulit buah tipis, berwarna hijau kekuning-kuningan.

• Daging buah tebal (± 4 cm) dan enak dikonsumsi dengan ditambah sirop dan es.

• Biji berbentuk gepeng, diliputi oleh selaput yang mengandung cairan berasa asam.

4.3 Cara Budidaya Tanaman Markisa 1. Perbanyakan dengan Biji

Tanaman markisa biasanya tumbuh dari biji. Untuk memperoleh bibit yang baik dari biji, diperlukan buah yang matang dipohon dengan cirri-ciri kulit buah berwarna keungu-unguan atau kira-kira 75 % ungu (jenis passiflora edulis Sims), berwarna kekuning-kuningan atau kira-kira 60 % kuning untuk jenis P. Flavicarva. Buah tersebut dipetik langsung dari pohon kemudian disimpan selama satu atau dua minggu sampai buak berkerikut dan matang sempurna sebelum bijinya dikeluarkan. Bila biji segera disemaikan, maka akan berkecambah Selma 2-3 minggu. Bila lendir yang meletak pada biji dibersihkan dan disimpan akan menurunkan daya kecambah.


(41)

Persemaian dapat dilakukan pada bak-bak pesemian atau bedengan, tergantung kebutuhan. Bak semai dapat terbuat dari kayu atau bak plastik. Bedengan dengan lebar 1 m, panjangnya disesuaikan dengan kebutuhan. Media pesemaian dapat berupa campuran pasir/sekam + pupuk kandang + tanah dengan perbandingan 1 : 1 : 1. Pada media pesemaian dibuat larikan-larikan kecil berjarak + 7-10 cm. Jarak semai di dalam larikan diusahakan tidak terlalu rapat (3-4 cm). Tempat pesemaian diberi naungan untuk melindungi bibit dari sinar matahari dan hujan yng berlebihan. Pada umur 4 minggu setelah semai, bibit disapih atau dipindahkan kekantong plastik hitam polibag berukuran 10 x 15 cm yang berisi media pupuk kandang dan tanah dengan perbandingan 2 : 1. Pada tiap polibag ditanam 1 bibit. Bibit tersebut ditempatkan ditempat teduh dan disiram setiap hari.

2. Perbanyakan dengan Grafting

Selain dengan biji, markisa juga dapat diperbanyak dengan cara, grafting atau stek. Bagian tanaman yang akan dijadikan stek baiknya diambil dari tanaman yang


(42)

cukup tua dan berkayu, ruasnya 3-4. Bibit dari stek yang berakar siap ditanam pada umur 90 hari. Pengakaran stek dapat dipercepat dengan perlakuan hormon. Penyambungan memegang peranan penting terutama dalam melestarikan spesies-spesies hibrida dan mengurangi kerusakan karena serangan nematode dan penyakit. Mata tunas (entries) diambil dari cabang yang sehat, sebaiknya dari tanaman yang sudah tua. Diameter entries disesuaikan dengan diameter batang bawah. Cara penyambungannya dapat dengan sambungan celah atau sambungan samping.

3. Pemilihan Kebun

Kebun yang akan ditanami markisa hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan agroekologi varietas yang akan ditanam. Letaknya dipilih yang strategis, mudah dijangkau, pengangkutan sarana produksi dapat dilakukan dengan mudah, dekat dengan pasar, tenaga kerja didaerah tersebut cukup tersedia, dan dekat dengan sumber air. Kalau kondisi ini terpenuhi, maka biaya produksi dapat ditekan.

4. Penyiapan Lahan

Lahan yang akan ditanami markisa, terlebih dahulu dibersihkan dari tanaman pengganggu atau gulam. Pada lahan yang kelerengannya >15 %, pembersihan gulam perlu dilakukan secara hati- hati karena peluang terjadinya erosi cukup tinggi. Pengolahan tanah sebaiknya dilakukan mengikuti garis contour dan dilakukan seminimal mungkin. Pada tempat- tempat tertentu dibuat teras dan sebaiknya diatasnya dapat ditanami tanaman penguat teras atau pecan ternak seperti rumput gajah, rumput raja , gamal, yang sekaligus dapat mencegah erosi.


(43)

5. Jarak Tanam

Setelah tanaman pengganggu dibersihkan, selanjutnya dibuat lubang tanam dengan jarak 3 x 3m atau 2 x 4m , atau 3 x 5m tergantung pola tanam nya. Bila akan dilakukan penanaman tanaman sela diantara tanaman markisa maka sebaiknnya dipakai jarak tanam renggang, misalnya 3 x 4m, 3 x 5m. Bila markisa ditanam secara monokultur, maka dipakai jarak tanam rapat, misalnya 2 x 3m. lubang tanam dibuat mengikuti garis contour (tanah berlereng). Jarak tanam yang digunakan adalah 2 x 5m, yaitu 2 m jarak antara baris tanaman dan 5 m jarak antar tanaman. Dengan demikian jumlah tanamannya adalah 1.000 pohon per ha. Tanah digali dengan ukuran 50 x 40 x 40 cm tanah bagian atas dicampur dengan pupuk kandang ± 20kg, kemudian dimasukkan kedalam lubang kembali dan dibiarkan selama beberapa hari.

Penanaman sebaiknnya dilakukan pada musim hujan untuk menghindari terjadinya stress karena kekurangan air. Selama tanaman masih muda (0-7) bulan, pada setiap pohon diberi kayu dan diikat dengan tali rafiah pada kayu terebut. Penyiraman disesuaikan dengan keadaan cuaca.

6. Pengairan

Pada musim kemarau, tanaman perlu diairi sehingga tanaman tetap dapat berbuah. Pada lahan dengan pengairan teknis pengairan dapat dilakukan dengan penggenangan sampai kira- kira mencapai kapasitas lapang, dilakukan sekali seminggu. Sedang pada lahan yang tidak tersedia pengairan teknis, pengairan dapat dilakukan dengan membuat tempa- tempat penampungan air, seperti kolam, drum, kemudian diambil dengan ember dengan volume penyiraman 5-7 liter per pohon, dilakukan dua kali seminggu.


(44)

7. Pemupukan

Agar produktivitas tanaman markisa dapat dipertahankan (jumlah dan kualitas), diperlukan hara tambahan, baik melalui tanah maupun lewat daun. Karena dalam 2 sampai 3 tahun, produktivitas tanaman akan menurun bila tidak dilakukan suplai hara. Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam memupuk tanaman markisa adalah :

• Umur dan fase pertumbuhan tanaman

• Kesuburan tanah yang akan dipupuk dalam hal ini diperlukan data hasil analisis tanah pada lokasi penanaman. Kedua faktor tersebut akan menentukan tingkat efektifitas pemupukan, karena terkait dengan jenis, jumlah, cara dan waktu pemberian pupuk. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman markisa memerlukan pupuk organik dan anorganik (buatan). Pupuk Kandang 10 kg / pohon 2 minggu sebelum tanam dicampur dengan tanah saat menggali lubang tanam. NPK (15:15:15) 1.000 g/ pohon 3 kali setahun (selang 4 bulan) diberikan melingkari lubang tanaman ± 20 cm dari pohon. Urea 500 g /pohon 2 kali setahun (awal dan akhir musim hujan) diberikan dalam larikan ± 15 cm dari pohon. TSP 400 g / pohon 2 kali setahun (awal dan akhir musim hujan) diberikan dalam larikan ± 15 cm dari pohon. KCL 300 g/ pohon 2 kali setahun (awal dan akhir musim hujan) diberikan dalam larikan ± 15 cm dari pohon. Pupuk Kandang 50-75 kg / pohon awal musim hujan disebarkan dekat pohon.


(45)

8. Pembuatan Para-Para

Tanaman markisa merupakan tanaman merambat. Oleh karena itu untuk memperoleh produksi yang optimal, diperlukan rambatan (para- para) yang sesuai. Para- para ini dapat dibuat dari bambu atau kawat dengan menggunakan sistem T. Pada pertanam dipekarangan, sebaiknya ramabatan dibuat dengan sistem para- para. Ukurannya disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk pertanaman skala luas, tiang rambatan sebaiknya dipakai tiang- tiang dari kayu yang tahan terhadap hujan dan tidak disukai rayap atau dapat pula dipakai kayu hidup seperti gamal/glirisida. Tinggi tiang ± 2,5 m dan ditanam di dalam tanah sedalam 50 cm.jarak antara satu tiang dengan tiang berikutnya 3-5 m.

9. Pemangkasan

Pemangkasan pada tanaman markisa memegang peranan penting karena dengan pemangkasan produktivitas tanaman dapat ditingkatkan. Pemangkasan hendaknya dipilih pada waktu pertumbuhan baru terlihat atau keluar tunas pada pucuk baru. Selanjutnya setelah buah dipungut, pemangkasan dilakukan pula untuk membuang cabang- cabang yang mati dan daun- daun yang kering. Pemotongan cabang yang panjang perlu pula dilakukan, terutama untuk meransang keluarnya cabang buah lebih banyak. Cabang yang dibiarkan tumbuh adalah 4 cabang utama. Pemangkasan ini dimaksudkan agar tanaman markisa dapat berbunga dan berbuah secara terus- menerus.

10. Pola Tanam

Meskipun dapat ditanam secara monokultur, akan tetapi lebih menguntungkan dilakukan penanaman dengan cara tumpang sari antara markisa dengan tanaman


(46)

sayuran. Beberapa jenis tanaman sayuran yang cocok diusahakan diantara tanaman markisa adalah tomat, kentang, kubis, buncis, brokoli, dengan R/C ratio masing- masing secara berturut- turut 1,26 : 1,21 : 1,44 : 1,47 : dan 1,44.

11. Panen

Panen dilakukan setelah buah berumur 120-140 hari sejak bunga muncul atau 85-95 setelah bunga mekar (p. edulis sims). Indikator yang dapat dipakai untuk menentukan tingkat ketuaan buah adalah warna kulit buah telah berubah dari hijau ungu menjadi kuning (passiflora vlaficarva). Buah muda yang berwarna hijau muda berubah menjadi hijau kekuning-kuningan. Selain dengan warna kulit buah, saat panen yang tepat dapat ditandai dengan mengerutnya tangkai buah dan keluarnya warna yang khas.

4.4 Upaya Pengembangan Tanaman Markisa sebagai Objek Agrowisata

Kabupaten karo merupakan salah satu daerah tujuan wisata di Sumatera Utara yang memiliki potensi tidak kalah baik dengan daerah tujuan wisata lainnya di Indonesia. Dengan dilakukannya pengembangan buah markisa di kabupaten karo, akan memberikan dampak positif bagi pariwisata di kabupaten karo, dimana tidak hanya untuk melihat potensi tanamannya, tetapi dapat sekalian menikmati pariwisatanya. Hal ini menyebabkan keduanya saling menguntungkan, sehingga potensi pengembangan buah markisa ini membuat pariwisita di kabupaten karo juga semakin meningkat.

Adapun daya tarik agrowisata yang dapat dikembangkan baik berupa proses budidaya, penangan pasca panen, pengelohan hasil, penyajian/transaksi hasil produksi


(47)

maupun pemasaran hasil dari komoditas pertanian yang meliputi tanaman pangan dan holtikultura, perkebunan, perternakan, perikanan dan kehutanan. Dalam pengembangan agrowisata memiliki beberapa fungsi yang meliputi :

1) Sebagai pusat informasi setempat untuk mengetahui, mengenal, memahami dan menghayati peristiwa kehidupan dan peri kehidupan suatu kelompok. 2) Sebagai pusat promosi pariwisata setempat atau pariwisata regional karena

sarana dan fasilitas dapat didayagunakan untuk penampilan kegiatan sosial ekonomi dan sosial budaya suatu kelompok masyarakat.

3) Sebagai pemusatan kegiatan suatu kegiatan kelompok masyarakat yang dapat diarahkan dan mewakili semua sektor kehidupan bersama yang dibutuhkan kelompok tersebut.

4) Sebagai arena yang dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya aspirasi seni dan budaya masyarakat setempat, yang dikaitkan dengan budaya pertanian yang mereka lakukan secara turun menurun.

5) Sebagai salah satu usaha untuk melestarikan mempertahankan kelestarian beberapa varietas tanaman yang bersifat khas.

Luas tanam kebun markisa di Kabupaten karo mencapai 144,89 ha dengan luas panen 134,28 ha. Adapun daerah pengahasil tanaman markisa ialah: Payung, Simpang Empat Naman Teran, Kabanjahe, Berastagi, Tiga Panah, Dolat Rakyat, Merek dan Barus Jahe. Dalam wawancara kepada petani Desa Aji Julu yang bercocok tanam buah markisa bahwa harga jual buah markisa di pasar tradisional mencapai Rp. 9000 - Rp. 10.000 per kg dengan durasi pemanenan satu minggu sekali.


(48)

Dalam hal ini jelas sangat berpotensi untuk meningkatkan perekonomian para petani dan juga menambah devisa Pemerintah Kabupaten. Dengan waktu pemanenan hanya seminggu sekali membuat produksi tanaman markisa lebih menguntungkan para petani. Selain itu, para petani juga bukan saja meningkatkan produksi saja melainkan juga menambah keternaran akan Kabupaten Karo dengan tanaman khas markisa.

Selain para petani, pemerintah sebaiknya juga ikut serta dalam pengembangan agrowisata khususnya Pemkab Karo agar memberi inovasi-inovasi terbaru dalam membuat lahan pertanian menjadi objek wisata yang banyak dikunjungi para wisatawan domestik maupun internasional. Pemeritah dapat mensosialisasikan bagaimana lahan pertanian dapat dibuat menjadi kawasan pariwisata seperti kebun markisa petik sendiri. Inovasi ini dapat memberikan wisatawan kebebasan untuk memetik sendiri buah markisa dari pohonnya agar memberikan nilai kepuasan tersendiri bagi wisatawan..

Menurut Rukmana (2010), pembangunan dan pengembangan agrowisata bagi dunia usaha dapat dilakukan oleh ketiga pelaku ekonomi yaitu Badan Usaha Milik Negara/Daerah, Perusahaan Nasional, Koperasi, dan Usaha Perorangan. Ketiga Pelaku ekonomi tersebut harus berdasarkan pola manajemen perusahaan penuh dengan modal yang rasional, sehingga ratio costbenefit dan return on invenstment pat diukur setiap tahun, sedangkan cara atau sistem pengelolaannya dapat dilakukan secara sendiri atau kerjasama (join venture), bagi hasil (sharing), dan lain-lain dengan prinsip saling menguntungkan.


(49)

Adapun tenaga kerja sebagai salah satu kunci keberhasilan pembangunan obyek agrowisata adalah kemampuan pengelola yang terdiri dari tenaga pembina, pelaksana, dan pemandu wisata. Untuk itu penyediaan tenaga managerial dan pemandu agrowisata yang progfesional sesuai dengan bidangnya mutlak diperlukan.

Pola pengelolaan agrowisata yang dikembangkan atau dibangun perlu dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat setempat dalam berbagai kegiatan yang menunjang usaha agrowisata. Dengan keikutsertaan masyarakat di dalam pengembangan agrowisata diharapkan dapat ditumbuhkembangkan interaksi positif dalam bentuk rasa ikut memiliki untuk menjaga eksistensi obyek. Peran serta masyarakat dapat dilakukan melalui:

1) Masyarakat desa yang memiliki lahan di dalam kawasan yang dibangun agar tetap dapat mengolah lahannya sehingga menunjang peningkatan hasil produk pertanian yang menjadi daya tarik agrowisata dan di sisi lain akan mendorong rasa memiliki dan tanggungjawab di dalam pengelolaan kawasan secara keseluruhan.

2) Melibatkan masyarakat desa setempat di dalam kegiatan perusahaan secara langsung sebagai tenaga kerja, baik untuk pertanian maupun untuk pelayanan wisata, pemandu dan lain-lain. Untuk itu pihak pengelola perlu melakukan langkah-langkah dan upaya utnuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tenaga kerja khusus yang berasal dari masyarakat.

3) Menyediakan fasilitas dan tempat penjualan hasil pertanian, kerajinan dan cendera mata bagi masyarakat desa di sekitar kawasan, sehingga dapat memperkenalkan khas setempat sekaligus untuk meningkatkan penghasilan.


(50)

Pada hakekatnya pengembangan agrowisata mempunyai tujuan ganda termasuk promosi produk pertanian Indonesia, meningkatkan volume penjualan, membantu meningkatkan perolehan devisa, membantu meningkatkan pendapatan petani nelayan dan masyarakat sekitar, disamping untuk meningkatkan jenis dan variasi produk pariwisata Indonesia. Objek agrowisata harus mencerminkan pola pertanian Indonesia baik tradisional ataupun modern guna memberikan daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Wisatawan. Di lokasi atau di sekitar lokasi dapat diadakan berbagai jenis atraksi/kegiatan pariwisata sesuai dengan potensi sumber daya pertanian dan kebudayaan setempat.

4.5 Kendala-kendala yang Dihadapi dalam Pengembangan Tanaman Markisa sebagai Objek Agrowisata

Sampai saat ini, berbagai obyek agrowisata yang potensial relatif belum banyak menarik pengunjung, antara lain karena terbatasnya sarana dan prasarana yang tersedia serta kurangnya promosi dan pemasaran kepada masyarakat luas baik di dalam maupun di luar negeri. Untuk itu perlu ditempuh suatu koordinasi promosi antara pengelola dengan berbagai pihak yang berkecimpung dalam bidang promosi dan pemasaran obyek-obyek agrowisata, baik instansi pemerintah maupun biro-biro perjalanan wisata. Hal ini mengingat agrowisata merupakan kegiatan yang tidak berdiri sendiri karena mempunyai lingkup yang luas dan keterkaitan dengan tugas serta wewenang berbagai instansi terkait seperti Departemen Pertanian, Departemen/Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, dan instansi terkait lainnya, kalangan usaha serta masyarakat pada umumnya.


(51)

Dalam perkembangan agrowisata, Tirtawinata dan Fachrudin (1999) mengungkapkan permasalahan dalam pengembangan dan pengelolaan sebuah agrowisata . Beberapa permasalahan tersebut yang masih relevan terhadap kondisi saat ini antara lain :

1) Kurangnya kesadaran pengunjung terhadap lingkungan

Kesadaran pengunjung terhadap lingkungan terutama di kawasan agrowisata sangat penting, karena tanpa adanya kesadaran pengunjung terhadap lingkungan, kelestarian sebuah agrowisata akan menjadi rusak.

2) Koordinasi antar sektor dan instansi terkait yang belum berkembang

Dalam pengembangan agrowisata diperlukan sebuah koordinasi yang baik dari semua sektor dan instansi terkait, yang meliputi pemerintah sebagai pembuat aturan, rakyat atau petani sebagai subjek, dan dunia usaha pariwisata sebagai penggerak ekonomi rakyat.

3) Belum adanya peraturan yang lengkap tentang agrowisata

Pemerintah indonesia belum mengeluarkan peraturan dan pengembangan yang lengkap mengenai kebijakan pengembangan agrowisata ke depan.

Di dalam melakukan pemasarannya perlu dilakukan pendekatan dengan berbagai pihak yang terkait secara terkoordinasi, mulai dari tingkat perencanaan, pengembangan, pengelolaan, pemasaran sampai dengan pengawasan dan pengendalian. Ditingkat perumusan kebijaksanaan dan pengendalian perlu ditingkatkan peranan panitia kerja agro pusat dan daerah sehingga pelaksanaannya sejalan dengan kebijaksanaan pengembangan sector pertanian dan pariwisata, baik dari aspek lokasi, kawasan kegiatan, maupun penyediaan sarana dan prasarana.


(52)

Gempuran para kapitalis kerap menghancurkan perekonomian petani kecil. Namun di satu sisi kualitas produksi pangan petani pun seringkali kalah bersaing dengan para penguasa pangan dunia. Petani sudah membuktikan bahwa pertanian organik bukan hanya meningkatkan pendapatan petani, tapi juga sebuah investasi besar produk pangan yang siap untuk dilaga dengan produk sejenis di tingkat nasional bahkan internasional.

Selain itu, para petani Desa Aji Julu Berastagi juga mengeluhkan akan hama dan penyakit yang menyerang tanaman markisa mereka. Dalam hal ini belum adanya respon yang aktif dari Pemerintah Kabupaten Karo dalam menanggulangi hama dan penyakit yang menyerang tanaman markisa para petani. Kemudian akses jalan menuju kebun tanaman markisa di Desa Aji Julu masih kurang memadai dengan tekstur jalan masih tanah.

4.6 Desa yang Berpotensi menjadi Perkebunan Agrowisata Tanaman Markisa

Potensi perkebunan tanaman markisa menjadi agrowisata sangatlah menjanjikan di Kabupaten Karo Sumatera Utara. Dengan luas tanam kebun markisa di Kabupaten karo mencapai 144,89 ha dengan luas panen 134,28 ha. Adapun daerah pengahasil tanaman markisa ialah: Payung, Simpang Empat Naman Teran, Kabanjahe, Berastagi, Tiga Panah, Dolat Rakyat, Merek dan Barus Jahe. Dalam wawancara kepada petani Desa Aji Julu yang bercocok tanam buah markisa bahwa harga jual buah markisa di pasar tradisional mencapai Rp. 9000 - Rp. 10.000 per kg dengan durasi pemanenan satu minggu sekali.


(53)

Selain daerah penghasil tanaman markisa tersebut, ada beberapa desa yang sangat berpotensi dikembangkan menjadi agrowisata tanaman markisa yaitu desa Aji Julu dan Gundaling. Desa ini memiliki potensi yang cukup besar dalam budidaya tanaman hortikultural termasuk tanaman markisa. Apabila pengembangan agrowisata tanaman markisa ini berjalan bukan tidak mungkin akan meningkatkan jumlah wisatawan baik domestik maupun internasioanl yang berkunjung ke Kabupaten Karo.

Dalam merencanakan pengembangan banyak hal-hal yang harus dibenahi di semua sektor-sektor baik sektor sumberdaya manusianya maupun sektor infrastruktur. Apabila semua sektor berjalan dengan baik, maka para petani-petani dapat berperan menjadikan kebun markisanya sebagai agrowisata dengan membuat paket wisata yang menarik dan menguntungkan dari segi ekonomi. Pelaku-pelaku pariwisata dapat membuat paket wisata yang membuat wisatawan ingin melakukan kegiatan wisata tersebut dengan membuat jadwal wisata (Itinerary). Contoh Itinerary yang dapat dibuat dalam menarik minat para wisatawan yaitu dengan membuat paket berwisata di kebun markisa Berastagi Kabupaten Karo, yaitu:

PUKUL (WAKTU) KEGIATAN

08.00 WIB Para wisatawan berkumpul di depan Hotel dan langsung menuju perkebunan markisa.

09.00 WIB Para wisatawan tiba di perkebunan markisa dan menikmati paronama yang ada di kebun markisa.


(54)

cara pembudidayaan tanaman hingga cara memanen atau memetik buah markisa. 12.00 WIB Makan siang.

13.00 WIB Para wisatawan akan dibawa

mengunjungi produksi rumahan minuman markisa yang ada di berastagi untuk melihat proses pembuatan minuman markisa.

15.00 WIB Para wisatawan akan diberi tahu bagaimana buah markisa dapat diolah menjadi makanan dan minuman yang lezat.

17.00 WIB Acara selesai para wisatawan kembali ke hotel.


(55)

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Potensi pengembangan budidaya tanaman markisa di Berastagi Kabupaten Karo akan memberikan dampak yang baik juga terhadap pariwisata yang ada di daerah tersebut. Sehingga banyak keuntungan yang diperoleh dari masyarakat Kabupaten Karo serta meningkatkan devisa dari masuknya wisatawan baik dalam maupun luar negeri dalam sektor agrowisata.

5.2 Saran

Para petani harus dapat mengembangkan sistem pengembangan budidaya markisa secara modern dengan cara berdiskusi dan belajar bersama untuk membuat usaha budidya markisa agar dapat menjadi sektor agrowisata yang digemari wisatawan domestik maupun internasional.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Afriana, R. 2010. Wisata Agro Buah dan Sayur. Universitas Sumatera Utara. Medan

Bank Indonesia. 2008. Budidaya Markisa. Jakarta

BPS (Badan Pusat Statistik). 1998. Pendapatan Sektor Pertanian. Jakarta: BPS Nasional.

Damardjati, R.S. 1973. Istilah-Istilah Dunia Pariwisata. Jakarta: Pradnya Paramita. Deptan (Departemen Pertanian). 2005. Agrowisata Meningkatkan Pendapatan

Petani. http:

Ferdiansyah. 2010. Analisis Kelayakan Finansial Perencanaan Agrowisata Markisa di Kecamatan Tombolo Kabupaten Povinsi Sulawesi Selatan. Institut Pertanian Bogor.

Pemkab Karo. 2013. Sejarah Perkembangan Kabupaten Karo. www.karokab.go.id Rukmana, R. 2010. Usaha Tani Markisa. Jakarta: Kanisius.

Surianta. 2011. Sifat Fisik Daya Simpan Buah Markisa Kuning (Passiflora flavicarpa) yang Dilapisin Kitosan. Institut Pertanian Bogor. http://repository.ipb.ac.id

Suwantoro, G. 1997. Dasar-Dasar Pariwisata. Yogyakarta: Andi.

Tirtawinata dan Fachrudin. 1999. Daya Tarik dan Pengelolaan Agrowisata. Jakarta: Penebar Swadaya.

Wijaya, H. 2010. Potensi Pengembangan Buah Stoberi di Kabupaten Karo. Universitas Sumatera Utara. Medan. http://repository.usu.ac.id

Yoeti, Oka. A. 1983. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa. Yoeti, Oka. A. 1990. Pengantar Pariwisata. Bandung: Angkasa.


(57)

LAMPIRAN


(58)

(59)

Gambar Proses Pembuatan Minuman Markisa Produksi Rumahan di Berastagi


(1)

cara pembudidayaan tanaman hingga cara memanen atau memetik buah markisa. 12.00 WIB Makan siang.

13.00 WIB Para wisatawan akan dibawa

mengunjungi produksi rumahan minuman markisa yang ada di berastagi untuk melihat proses pembuatan minuman markisa.

15.00 WIB Para wisatawan akan diberi tahu bagaimana buah markisa dapat diolah menjadi makanan dan minuman yang lezat.

17.00 WIB Acara selesai para wisatawan kembali ke hotel.


(2)

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Potensi pengembangan budidaya tanaman markisa di Berastagi Kabupaten Karo akan memberikan dampak yang baik juga terhadap pariwisata yang ada di daerah tersebut. Sehingga banyak keuntungan yang diperoleh dari masyarakat Kabupaten Karo serta meningkatkan devisa dari masuknya wisatawan baik dalam maupun luar negeri dalam sektor agrowisata.

5.2 Saran

Para petani harus dapat mengembangkan sistem pengembangan budidaya markisa secara modern dengan cara berdiskusi dan belajar bersama untuk membuat usaha budidya markisa agar dapat menjadi sektor agrowisata yang digemari wisatawan domestik maupun internasional.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Afriana, R. 2010. Wisata Agro Buah dan Sayur. Universitas Sumatera Utara. Medan

Bank Indonesia. 2008. Budidaya Markisa. Jakarta

BPS (Badan Pusat Statistik). 1998. Pendapatan Sektor Pertanian. Jakarta: BPS Nasional.

Damardjati, R.S. 1973. Istilah-Istilah Dunia Pariwisata. Jakarta: Pradnya Paramita. Deptan (Departemen Pertanian). 2005. Agrowisata Meningkatkan Pendapatan

Petani. http:

Ferdiansyah. 2010. Analisis Kelayakan Finansial Perencanaan Agrowisata Markisa di Kecamatan Tombolo Kabupaten Povinsi Sulawesi Selatan. Institut Pertanian Bogor.

Pemkab Karo. 2013. Sejarah Perkembangan Kabupaten Karo. www.karokab.go.id Rukmana, R. 2010. Usaha Tani Markisa. Jakarta: Kanisius.

Surianta. 2011. Sifat Fisik Daya Simpan Buah Markisa Kuning (Passiflora flavicarpa) yang Dilapisin Kitosan. Institut Pertanian Bogor. http://repository.ipb.ac.id

Suwantoro, G. 1997. Dasar-Dasar Pariwisata. Yogyakarta: Andi.

Tirtawinata dan Fachrudin. 1999. Daya Tarik dan Pengelolaan Agrowisata. Jakarta: Penebar Swadaya.

Wijaya, H. 2010. Potensi Pengembangan Buah Stoberi di Kabupaten Karo. Universitas Sumatera Utara. Medan. http://repository.usu.ac.id

Yoeti, Oka. A. 1983. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa. Yoeti, Oka. A. 1990. Pengantar Pariwisata. Bandung: Angkasa.


(4)

LAMPIRAN


(5)

(6)

Gambar Proses Pembuatan Minuman Markisa Produksi Rumahan di Berastagi