Faktor – Faktor yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pasien HIV AIDS Dalam Menjalani Terapi Antiretroviral di Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2016

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune
Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan masalah kesehatan global yang
menjadi perbincangan masyarakat di seluruh dunia dewasa ini. Masalah
HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan yang mengancam Indonesia dan
banyak negara di seluruh dunia. Salah satu isu penyakit menular yang terus
hangat dibahas dalam masa sekarang ini adalah penyakit HIV/AIDS (Human
Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome). Negara
Indonesia dinyatakan berada pada posisi nomor tiga sedunia untuk jumlah
penderitanya, dan Indonesia juga menjadi negara dengan persebaran
HIV/AIDS tercepat di dunia. Dalam target Millennium Development Goals
(MDGs) 2015 Indonesia harus mampu memerangi HIV/AIDS, malaria dan
penyakit menular lainnya.
Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah HIV/AIDS. HIV
adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia lalu
menimbulkan AIDS. AIDS adalah kumpulan gejala penyakit yang disebabkan
oleh virus HIV yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Menurunnya

kekebalan tubuh mengakibatkan penderita sangat mudah terkena berbagai
penyakit infeksi (infeksi oportunistik) yang sering berakibat fatal (Kemenkes
RI, 2014).
Kasus infeksi HIV/AIDS di Indonesia telah dilaporkan secara resmi
sejak tahun 1987 (pada seorang turis Belanda yang sedang berlibur di Bali)
dan kasus HIV/AIDS yang dilaporkan ke Kementerian Kesehatan terus
1
Universitas Sumatera Utara

2

meningkat dari tahun ke tahun yaitu sebanyak 179.775 kasus HIV dan
AIDS di Indonesia hingga 31 maret 2015 dengan rincian HIV positif sebanyak
167.350 kasus dan AIDS sebanyak 66.855 kasus (Kemenkes RI, 2014).
Data hingga akhir tahun 2005 pandemik HIV/AIDS telah membunuh
hampir 30 juta orang. Lebih dari 40 juta Orang hidup dengan HIV/AIDS
(ODHA) dan sedikitnya terdapat penambahan 14.000 orang terinfeksi tiap
harinya. Jika tidak diterapi, diperkirakan 3 juta akan mati tiap tahunnya akibat
HIV/AIDS (DEPKES RI, 2006). Sementara, menurut data Kemenkes RI
(2016) kasus AIDS sampai September 2015 sejumlah 68.917 kasus.

Laporan United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) pada
tahun 2013 untuk HIV/AIDS di kawasan Asia dan Pasifik menyatakan
Indonesia sebagai salah satu negara di kawasan Asia dengan peningkatan
infeksi baru HIV/AIDS. Antara tahun 2001 dan 2012 infeksi baru HIV/AIDS
di Indonesia meningkat 2,6 kali. Perkiraan jumlah kasus HIV/AIDS di
Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan China (UNAIDS, 2013).
Data dari Kementerian Kesehatan RI tahun 2014, sejak tahun 2005
sampai September 2014 di Indonesia terdapat kasus HIV sebanyak 184.929
yang diperoleh dari laporan layanan konseling dan tes HIV. Jumlah kumulatif
kasus HIV tertinggi yaitu di DKI Jakarta (38.464 kasus), diikuti Jawa Timur
(24.104 kasus), Papua (20.147 kasus), Jawa Barat (17.075 kasus), dan Jawa
Tengah (12.267 kasus) (Kemenkes RI, 2014).
Untuk Propinsi Sumatera Utara dilaporkan sampai dengan September
2014 sebanyak 9.219 kasus HIV dan sebanyak 1.573 kasus AIDS dimana
Propinsi Sumatera Utara berada di urutan keenam (dalam hal jumlah kasus

Universitas Sumatera Utara

3


kumulatif HIV/AIDS yang dilaporkan ke Kementerian Kesehatan) setelah
DKI Jakarta, Jawa Timur, Papua, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Prevalensi
kasus AIDS di Sumatera Utara sebesar 12,12 per 100.000 penduduk
berdasarkan provinsi yang menempati urutan ke–17 dari 33 provinsi di seluruh
Indonesia (Kemenkes RI, 2014).
Provinsi Sumatera Utara berdasarkan data dari KPA Sumatera Utara
tahun 2016 tercatat hingga bulan Desember 2015, data kumulatif kasus HIV
dan AIDS berjumlah 7.736, dengan rincian 3.127 untuk kasus HIV dan 4.609
untuk kasus AIDS. Sedangkan untuk jumlah kumulatif HIV dan AIDS
berdasarkan Kabupaten/Kota terbanyak adalah Kota Medan yaitu 1.756
penderita HIV dan 2.641 penderita AIDS. Menurut jenis kelamin jumlah
kumulatif HIV dan AIDS terbanyak adalah laki-laki sebanyak 2.329 penderita
HIV dan sebanyak 3.581 penderita AIDS. Kelompok umur penderita
terbanyak umur 30-39 tahun dimana 1.261 penderita HIV dan 1.857 penderita
AIDS. Faktor resiko penderita HIV dan AIDS terbanyak terinfeksi melalui
Heteroseksual sebanyak 2.355 penderitaHIV dan 3.677 penderita AIDS (KPA
SUMUT, 2016).
Infeksi HIV di Indonesia sudah merupakan masalah kesehatan yang
memerlukan perhatian akibat pertambahan jumlah penderita HIV/AIDS yang
semakin meroket. Hal ini menjadi tanggung jawab pemerintah dalam

penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia. Penanggulangan HIV/AIDS di
Indonesia tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 21 Tahun 2013. Adapun kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS

Universitas Sumatera Utara

4

terdiri atas promosi kesehatan; pencegahan penularan HIV; pemeriksaan
diagnosis HIV; pengobatan, perawatan, dan dukungan (PDP); dan rehabilitasi
(Permenkes, 2013).
Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia telah diupayakan melalui
berbagai macam kebijakan dan program komprehensif. Empat pilar
penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia semuanya menuju pada paradigma
zero new infection, zero AIDS-related death dan zero discrimination meliputi
pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan, mitigasi dampak, dan
persiapan lingkungan yang kondusif (Kemenkes RI, 2011).
Salah satu pilar yang menjadi kunci keberhasilan penanggulangan
HIV/AIDS adalah perawatan, dukungan dan pengobatan (PDP) dengan
pemberian terapi antiretroviral. Kepedulian pemerintah Indonesia terhadap

kondisi epidemi HIV/AIDS ditunjukkan melalui peningkatan jumlah layanan
PDP (perawatan, dukungan dan pengobatan) sampai tahun 2014 yaitu 454
terdiri dari 324 rumah sakit rujukan PDP dan 130 satelit (Kemenkes RI, 2014).
Penemuan obat Antiretroviral (ARV) pada tahun 1996 mendorong
suatu revolusi dalam perawatan ODHA di negara maju. Pengobatan ARV
terbukti berperan dalam pencegahan penularan HIV, karena obat ARV
memiliki mekanisme kerja mencegah replikasi virus yang secara bertahap
menurunkan jumlah virus HIV dalam darah. Menurut pedoman terapi ARV
tahun 2011, syarat penderita HIV/AIDS dapat memulai terapi ARV atau Anti
Retroviral Teraphy (ART) sebelum jumlah CD4 < 350 sel/mm³ (Kemenkes RI,
2011).

Universitas Sumatera Utara

5

Meskipun belum mampu menyembuhkan, ARV bekerja melawan
infeksi dengan cara memperlambat reproduksi virus HIV dalam tubuh dan
menambah tantangan dalam hal efek samping serta resistensi kronis terhadap
obat namun secara dramatis menunjukkan penurunan angka kematian dan

kesakitan, peningkatan kualitas hidup ODHA, dan meningkatkan harapan
masyarakat sehingga saat ini HIV/AIDS dapat diterima sebagai penyakit yang
menakutkan (Depkes, 2007).
Tentunya kondisi ini akan sangat menunjang program pengobatan
ARV sehingga insiden HIV/AIDS dapat diturunkan. Infeksi HIV dapat
dikendalikan dengan pengobatan Antiretroviral (ARV) yang berfungsi
mengurangi viral load atau jumlah virus dalam tubuh penderita. Dari Laporan
Situasi Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sampai dengan September
2011 tercatat jumlah ODHA yanng mendapatkan terapi ARV sebanyak 22.843
dari 33 provinsi dan 300 kab/kota dengan rasio laki-laki dan perempuan 3 : 1
dan persentase tertinggi pada kelompok usia 20-29 tahun (Kemenkes RI,
2011).
Sedangkan dari Hasil Laporan Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI sampai dengan september 2014, jumlah kumulatif ODHA yang
masuk Perawatan sebanyak 153.887, memenuhi syarat untuk ARV sebanyak
108.060 (70,22%), sementara yang tidak memenuhi syarat untuk ARV
sebanyak 45.827 (29,78%). Dari keseluruhan ODHA yang memenuhi syarat
untuk ARV, sebanyak 84.030 (77,76%) sudah pernah menerima ARV
sebelumnya (pasien lama) dan 24.030 (22,24%) belum pernah menerima ARV
sebelumnnya (pasien baru). Untuk ODHA yang sudah pernah menerima ARV


Universitas Sumatera Utara

6

sebelumnya (pasien lama) terbagi lagi menjadi lima kategori yaitu sebanyak
14.547 (17,31%) sudah meninggal, 45.631 (54,30%) masih menerima ARV,
15.046 (17,91%) Lost Follow Up (LFU), 6839 (8,14%) rujuk keluar dan 1.967
(2,34%) stop. Dari data yang diperoleh dapat ditarik kesimpulan bahwa angka
Lost Follow Up dan stop memiliki persentasi yang cukup tinggi dalam upaya
perawatan HIV dengan terapi Antiretroviral di Indonesia (Kemenkes RI,
2014).
Salah satu usaha yang dapat membantu ODHA adalah perawatan dan
layanan dalam bentuk cakupan pengobatan, tetapi hal ini masih belum
terlaksana secara maksimal. Faktor‐faktor yang berpengaruh terhadap cakupan
pengobatan antara lain rendahnya deteksi dini diagnosis HIV, pasien yang
layak mendapat pengobatan menurut pedoman nasional belum siap untuk
menerima pengobatan karena masalah psikososial (tidak siap untuk berobat
seumur hidup), masalah transportasi (rumah jauh), dukungan keluarga, pasien
masuk sudah dalam taraf terminal. Faktor eksternal lain yang berpengaruh

besar adalah upaya penjangkauan terhadap ODHA masih belum optimal
karena masih ada stigma diskriminasi sehingga penemuan kasus secara dini
belum optimal. Melalui pelayanan kesehatan penemuan kasus HIV ini
diharapkan dapat di deteksi sedini mungkin, oleh karena itu diperlukan
pelayanan khusus yang dapat membantu para ODHA mudah dalam mengakses
pengobatan tanpa stigma (Ditjen PP & PL 2014).
Terapi ARV merupakan terapi yang dijalankan ODHA dengan
mengonsumsi obat seumur hidup mereka. Untuk menekan penggandaan
(replikasi) virus di dalam darah, tingkat obat antiretroviral (ARV) harus selalu

Universitas Sumatera Utara

7

di atas tingkat tertentu. Pengobatan ARV memiliki keunikan yang perlu
diperhatikan yaitu tuntutan akan kepatuhan (adherence) pada pengobatan
ARV yang sangat tinggi (>95%) guna menghindari resistensi virus terhadap
obat ARV dan kegagalan terapi (Kemenkes RI, 2012).
Cara terbaik untuk mencegah pengembangan resistensi adalah dengan
kepatuhan terhadap terapi. Kepatuhan atau adherance adalah istilah yang

menggambarkan penggunaan terapi antiretroviral (ART) yang harus sesuai
dengan petunjuk pada resep yang diberikan petugas kesehatan bagi pasien. Ini
mencakup kedisiplinan dan ketepatan waktu minum obat. Prevalensi
kepatuhan berobat antiretroviral di negara berkembang termasuk Indonesia
masih rendah yaitu berada di bawah 95% sekitar 45%-70% (Wasti dan
Sharada, 2012).
Meskipun upaya untuk menekan laju kematian akibat AIDS dapat
dikendalikan namun penemuan baru infeksi HIV dan kasus AIDS masih terus
bertambah dan merupakan tantangan dalam menurunkan kasus kesakitan dan
kematian akibat HIV di Indonesia, sehingga pemerintah membuat keputusan
baru untuk menambah jumlah rumah sakit rujukan bagi ODHA yang tertera
pada

Keputusan

Menteri

451/MENKES/SK/IV/2012

Kesehatan

yaitu

Republik

sebanyak

358

Indonesia
Rumah

Sakit

Nomor
yang

memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien dengan HIV dan AIDS di
Indonesia, Sumatera Utara terdapat sebanyak 18 rumah sakit rujukan untuk
perawatan dan pengobatan bagi ODHA. Dari 18 rumah sakit tersebut, 5
diantaranya berada di Kota Medan yaitu RSUP. H. Adam Malik, RSU. Dr.


Universitas Sumatera Utara

8

Pirngadi, RS. Bhayangkara, RS. Haji Medan, dan RS. Kesdam II Bukit
Barisan Medan (Kepmenkes RI, 2012).
Sejak penunjukkan tersebut RS Haji Medan menyediakan pelayanan
khusus bagi pasien yaitu Klinik Voluntary Counseling and Testing (VCT)
artinya konseling dan tes secara sukarela, Care support and treatment (CST)
artinya dukungan dalam pelayanan, perawatan dan pengobatan, hingga
konsultasi terkait infeksi opurtunistik. Data dari RS Haji Medan diketahui
jumlah kumulatif pasien yang dinyatakan positif HIV/AIDS mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun.
Dalam hasil laporan tahunan mulai dari Bulan Juli 2005 hingga
Februari 2016, jumlah penderita HIV/AIDS mencapai 539 orang. Jumlah
ODHA yang sedang menjalani terapi antiretroviral sampai bulan Februari
2016 sebanyak 214 orang antara lain 149 orang laki–laki dan 65 orang
perempuan, sebanyak 40 orang yang meninggal diantaranya 30 orang laki-laki
dan 10 orang perempuan, serta 9 orang tidak hadir (lost follow up).
Berdasarkan survey awal yang dilakukan kendala yang sering dihadapi
oleh petugas kesehatan dalam menangani ODHA yang menjalankan terapi
antiretroviral (ARV) di Rumah Sakit Haji antara lain masih adanya ODHA
yang terlambat minum obat dan lupa mengambil obat ke rumah sakit sesuai
jadwal yang telah ditentukan, banyak pasien mengeluh atas efek samping yang
diterima saat mengonsumsi obat dan bahkan tidak jarang ODHA merasa bosan
saat mengonsumsi obat. Dan kendala yang sering dihadapi beberapa pasien
HIV(+) saat melakukan survey awal, hal yang membuat mereka tidak patuh
menjalani terapi antiretroviral adalah jarak dari tempat tinggal dengan rumah

Universitas Sumatera Utara

9

sakit sangat jauh (luar kota), selain itu penderita atau pasien HIV(+) yang
bekerja tidak bisa meninggalkan pekerjaannya untuk mengambil obat
sehingga mereka teelambat untuk mengambil obat.
Beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa terdapat beberapa
faktor

yang

mendorong

ODHA

untuk

patuh

terhadap

pengobatan

antiretroviral. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Ramadhanianto, 2010)
mengungkapkan bahwa secara signifikan tingkat pengetahuan berhubungan
dengan kepatuhan berobat antiretroviral di Afrika. Sedangkan penelitian yang
di lakukan di Kabupaten Mimika mengungkapkan bahwa ada hubungan faktor
predisposisi

antara

lain

pekerjaan,

tingkat

pendidikan,

pengetahuan

pengobatan, riwayat ganti ARV dan riwayat efek samping obat. Faktor
layanan kesehatan yang berhubungan yaitu faktor jaminan kesehatan dan
layanan konseling. Faktor dukungan sosial yang berhubungan adalah
dukungan keluarga dan dukungan komunitas sebaya, dan yang memiliki
hubungan paling bermakna dengan Kepatuhan terapi ARV pada ODHA yaitu
tingkat pendidikan, pekerjaan, dan dukungan keluarga (Ubra, 2012).
Sedangkan penelitian Lumbanbatu (2012) yang dilakukan di Rumah
Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan telah diketahui bahwa ada hubungan antara
dukungan sosial terhadap kepatuhan ODHA dalam menjalani pengobatan
ARV serta ada hubungan antara pelayanan kesehatan terhadap persepsi
ODHA dalam menjalani pengobatan ARV.
Selain itu penelitian Safira (2014) di Klinik VCT RSUP H. Adam
Malik Medan menyatakan bahwa terdapat hubungan faktor pekerjaan,

Universitas Sumatera Utara

10

kejenuhan, pengalaman stigma di layanan kesehatan dan jaminan kesehatan
dengan kepatuhan konsumsi obat ARV.
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas maka peneliti
tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai “Faktor- Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kepatuhan Pasien HIV/AIDS Dalam Menjalani Terapi
Antiretroviral (ART) di RS Haji Medan Tahun 2016.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, menjalani terapi ARV dengan
kepatuhan pasien HIV/AIDS mempunyai hubungan yang sangat erat. Jika
kondisi ini tidak dicari jalan keluarnya, maka dikhawatirkan akan
membawa dampak terhadap meningkatnya kasus kesakitan dan kematian
akibat AIDS. Rumusan masalah penelitian ini adalah belum diketahuinya
faktor – faktor yang berhubungan dengan kepatuhan penderita HIV/AIDS
dalam menjalani terapi ARV di RS Haji Medan tahun 2016.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
mengidentifikasi faktor – faktor yang berhubungan dengan kepatuhan
pasien HIV/AIDS dalam menjalani terapi antiretroviral di RS Haji Medan
tahun 2016.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitan ini adalah :

Universitas Sumatera Utara

11

1.

Diketahuinya proporsi tingkat kepatuhan dalam pengobatan ARV atau
Anti Retroviral Teraphy (ART) pada pasien HIV/AIDS di RS Haji
Medan.

2.

Diketahuinya hubungan antara faktor predisposisi (presdisposing
factor) pasien HIV, antara lain : pengetahuan pengobatan, persepsi
tentang pengobatan ARV, riwayat efek samping, pengalaman
stigma/cap buruk di layanan kesehatan dengan kepatuhan pasien
HIV/AIDS dalam menjalani terapi ARV.

3.

Diketahuinya hubungan antara faktor pendukung (enabling factor)
pasien HIV, antara lain : Akses layanan kesehatan dan pelayanan
konseling pengobatan dengan kepatuhan pasien HIV/AIDS dalam
menjalani terapi ARV.

4.

Diketahuinya hubungan antara faktor pendorong (reinforcing factor)
pasien HIV, antara lain : dukungan keluarga dan dukungan komunitas
sebaya dengan kepatuhan pasien HIV/AIDS dalam menjalani terapi
ARV.

5.

Diketahuinya faktor utama yang paling berhubungan dengan kepatuhan
pasien HIV/AIDS dalam menjalani terapi ARV serta besarnya
probabilitas kepatuhan dari faktor tersebut.

1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi dan masukan kepada unit
layanan kesehatan yang menyediakan pengobatan ARV bagi penderita
HIV/AIDS khususnya di RS Haji Medan.

Universitas Sumatera Utara

12

2. Dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan masukan kepada masyarakat
terutama keluarga maupun ODHA bersama kelompok sebaya/komunitas
dalam meningkatkan kepatuhan pasien HIV dalam menjalani terapi ARV.
3. Menambah referensi kepustakaan yang berhubungan dengan pengendalian
HIV dan AIDS secara khusus kepatuhan pengobatan ARV yang
merupakan bagian dari upaya peningkatan kualitas hidup ODHA juga
sebagai bahan dasar untuk penelitian lebih lebih lanjut.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kepatuhan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) dalam Menjalani Terapi Antiretroviral (ARV) di Puskesmas Teladan Kota Medan Tahun 2016

2 7 126

Faktor – Faktor yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pasien HIV/AIDS Dalam Menjalani Terapi Antiretroviral di Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2016

10 56 143

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kepatuhan Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) dalam Menjalani Terapi Antiretroviral (ARV) di Puskesmas Teladan Kota Medan Tahun 2016

0 0 17

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kepatuhan Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) dalam Menjalani Terapi Antiretroviral (ARV) di Puskesmas Teladan Kota Medan Tahun 2016

0 0 2

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kepatuhan Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) dalam Menjalani Terapi Antiretroviral (ARV) di Puskesmas Teladan Kota Medan Tahun 2016

0 0 8

Faktor – Faktor yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pasien HIV AIDS Dalam Menjalani Terapi Antiretroviral di Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2016

1 1 17

Faktor – Faktor yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pasien HIV AIDS Dalam Menjalani Terapi Antiretroviral di Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2016

0 0 2

Faktor – Faktor yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pasien HIV AIDS Dalam Menjalani Terapi Antiretroviral di Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2016

0 0 27

Faktor – Faktor yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pasien HIV AIDS Dalam Menjalani Terapi Antiretroviral di Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2016

1 2 3

Faktor – Faktor yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pasien HIV AIDS Dalam Menjalani Terapi Antiretroviral di Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2016

0 0 35