Kandungan Gizi dan Indeks Glikemik Bolu Kukus yang Terbuat Dari Tepung Ubi Jalar dan Rumput Laut

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Masalah gizi adalah gangguan kesehatan dan kesejahteraan seseorang,

kelompok orang atau masyarakat sebagai akibat adanya ketidakseimbangan antara
asupan ( intake ) dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan pengaruh interaksi
penyakit ( infeksi ). Ketidakseimbangan ini dapat mengakibatkan gizi kurang
maupun gizi lebih ( Cakrawati & Mustika, 2012 ). Masalah gizi merupakan
masalah global yang terjadi di sebagian besar belahan dunia termasuk Indonesia.
Pada saat ini, Indonesia masih menghadapi masalah gizi ganda yaitu kurang dan
gizi lebih. Masalah gizi kurang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan,
kurangnya persediaan pangan, kurangnya higiene sanitasi lingkungan, kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan. Sebaliknya,
masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi lapisan masyarakat
tertentu disertai dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi, menu seimbang dan
kesehatan (Almatsier, 2009).
Berdasarkan laporan WHO ( 2012 ), sebanyak 2,8 juta orang meninggal
setiap tahunnya akibat penyakit obesitas dan diabetes. Menurut Hasil Riskesdas

tahun 2013 menunjukkan bahwa untuk prevalensi gizi lebih diperoleh sebesar
13,5 % dan obesitas sebesar 15,4 %. Berdasarkan laporan WHO, Indonesia
menempati urutan ke empat terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus
dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk sedangkan posisi urutan diatasnya
yaitu India, China, dan Amerika Serikat dan WHO memprediksi kenaikan jumlah

1

Universitas Sumatera Utara

2

penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3
juta pada tahun 2030.
Laporan

dari

Kementerian Kesehatan


Badan

Penelitian

dan

Pengembangan

Kesehatan

( RISKESDAS ) tahun 2013 menyebutkan terjadi

peningkatan prevalensi pada penderita Diabetes Melitus yang diperoleh
berdasarkan wawancara yaitu 1,1 % pada tahun 2007 menjadi 1,5 % pada tahun
2013 sedangkan prevalensi diabetes melitus berdasarkan diagnosis dokter atau
gejala pada tahun 2013 sebesar 2,1 % dengan prevalensi terdiagnosis dokter
tertinggi pada daerah Sulawesi Tengah ( 3,7% ), dan paling rendah pada daerah
Jawa Barat

( 0,5 % ).


Salah satu cara dalam penatalaksanaan permasalahan gizi lebih maupun
gizi kurang adalah dengan cara pengaturan makan atau diet yang dapat dilakukan
melalui jumlah dan jenis karbohidrat yang tepat dengan menggunakan konsep
Indeks glikemik. Menurut Rimbawan dan Siagian ( 2004 ), konsep indeks
glikemik ( IG ) menekankan pada pentingnya mengenal pangan ( karbohidrat )
berdasarkan kecepatannya menaikkan kadar glukosa darah setelah pangan tersebut
dikonsumsi. Memilih makanan dengan IG rendah secara tidak langsung berarti
mengonsumsi makanan yang beraneka ragam. Oleh karena itu, pengaturan diet
dan

pemilihan

makanan

dengan

konsep

IG


juga

mendukung

upaya

penganekaragaman
Konsep IG berguna untuk membina kesehatan, mencegah obesitas,
mengurangi risiko penyakit degeneratif dan memilih pangan untuk berolahraga.
Pangan yang memiliki IG rendah bermanfaat bagi orang yang sedang menurunkan

Universitas Sumatera Utara

3

berat badan dan bagi penyandang diabetes melitus agar dapat mengontrol kadar
glukosa darah sehingga tidak meningkat secara drastis. Pangan yang memiliki IG
tinggi bermanfaat untuk menunjang penampilan dan daya tahan diet
(Rimbawan & Siagian, 2004)

Semakin rendah penyerapan karbohidrat, semakin rendah kadar glukosa
darah. Kandungan serat yang tinggi dalam makanan akan mempunyai IG yang
rendah sehingga dapat memperpanjang pengosongan lambung yang dapat
menurunkan sekresi insulin dan kadar kolesterol total dalam tubuh. Salah satu
bahan pangan tinggi serat adalah ubi jalar. Ubi jalar memiliki berbagai varietas
dimana secara umum dibedakan menurut warna umbinya yaitu ubi jalar merah,
kuning, dan ungu. Kandungan karbohidrat utama ubi jalar adalah pati, yang terdiri
dari 30 -40% amilosa.Ubi jalar memiliki indeks glikemik (IG) rendah (48) jika
dibandingkan dengan sumber karbohidrat lainnya seperti beras (58), kentang (82),
jagung (57), dan oats (66) (Magee,2014). Konsumsi pangan tinggi serat, amilosa,
dan IG rendah mampu memperbaiki sensitivitas insulin, menurunkan laju
penyerapan glukosa, serta bermanfaat dalam pengendalian glukosa darah sehingga
dapat menurunkan risiko komplikasi pada penderita diabetes melitus.
Indonesia menempati posisi kedua di Asia dalam produksi ubi jalar
dengan rata – rata produksi per tahun 2.132.322 ton ( 2,57 persen terhadap rata –
rata produksi Asia ) ( FAOSTAT, 2013 ). Dalam sebuah penelitian yang
dilakukan oleh Mary Ann Lila dan Mary Grace dari North Carolina State’s Plants
for Human Health Institute menemukan bahwa ubi jalar adalah makanan pokok
urutan keenam di dunia (Magee, 2014). Ubi jalar mengandung karbohidrat,


Universitas Sumatera Utara

4

protein, lemak, asam fenolat, vitamin, serat, beta karoten, dan antosianin.
Berdasarkan Direktorat Gizi Depkes RI (1993), diantara jenis – jenis ubi jalar, ubi
jalar ungu lebih unggul kandungan gizinya dalam hal fosfor (49 mg ), vitamin A
(7700 IU), betakaroten (9900 mkg ), antosianin (110, 51 mg), dan protein
(180 gr).
Ubi jalar ungu merupakan salah satu jenis umbi – umbian yang memiliki
aktivitas antioksidan. Selain memiliki IG yang rendah, ubi jalar ungu baik
dikonsumsi penderita diabetes karena tingginya kandungan antioksidan. Penelitian
menyebutkan bahwa senyawa antosianin di dalam ubi jalar ungu memiliki
kemampuan sebagai antidiabetes, yaitu dapat menurunkan gula darah,
menghambat produksi radikal bebas, meningkatkan sekresi insulin, dan mencegah
resistensi insulin ( Jawi et al, 2008 ). Senyawa antioksidan lainnya yang
dikandung didalam ubi jalar ungu selain antosianin adalah Vitamin A dan
betakaroten.
Penelitian yang pernah dilakukan Verdayanti ( 2009 ) mengemukakan
bahwa bahan aktif antidiabetes dapat berupa zat – zat seperti asam askorbat, fiber,

betakaroten, riboflavin, tiamin dan niasin. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Sedarnawati Yasni dan Sri Widowati ( 2010 ) yang mengemukakan bahwa terjadi
penurunan kadar glukosa darah sekitar 66% pada tikus diabetes yang diberikan
cookies dimana bahan bakunya adalah pati ubi jalar ungu.
Pemanfaatan ubi jalar yang pernah dilakukan adalah pati ubi jalar. Pati
ubi jalar dapat digunakan dalam pembuatan pudding, industry bakery, pengental
saus, dan yang lainnya.

Penggunaan tepung ubi jalar sebagai bahan baku

Universitas Sumatera Utara

5

pembuatan kue bisa mencapai 100 persen. Pada pembuatan cake dan cookies,
penggunaan ubi jalar bisa mengurangi kebutuhan gula sampai 20 persen (Aini,
2004). Tidak hanya dapat dimanfaatkan dalam bentuk pati, namun ubi jalar juga
dapat dimanfaatkan menjadi keripik ubi jalar dan es krim.
Bolu kukus adalah merupakan jenis makanan populer. Rasanya yang
manis dan bentuknya yang beragam menjadikannya digemari oleh masyarakat.

Pada perkembangannya, banyak variasi bolu kukus yang menggunakan bahan
baku selain tepung terigu. Kondisi ini dapat menjadi sarana untuk mengurangi
ketergantungan terhadap tepung terigu. Bahan lain yang dapat digunakan sebagai
pengganti tepung terigu adalah tepung ubi jalar ungu. Kandungan karbohidrat
tepung ubi jalar ungu sekitar 83,81 % , serat (4,72%) dan protein (2,79%)
(Djami, 2007).
Untuk memperkaya kandungan serat dalam kue kukus ini, dalam proses
pembuatannnya ditambahkan tepung rumput laut. Dalam kurun waktu 2007 –
2013, produksi rumput laut hasil budidaya di Indonesia mengalami kenaikan rata
– rata sebesar 112,94 %. Kandungan serat makanan tidak larut dalam rumput laut
sebanyak 58, 6 % dan kandungan serat makanan larut 10,7 % sehingga total serat
makanan sebanyak 69,3% ( Santoso et al, 2003). Tidak hanya kandungan seratnya
yang unggul namun rumput laut mengandung asam lemak omega – 3 dan omega –
6 dalam jumlah yang cukup tinggi. Dalam 100 gram rumput laut kering
mengandung asam lemak omega – 3 berkisar 128 – 1.629 mg dan asam lemak
omega -6 berkisar 188 -1.704 mg (Winarno, 1990).

Universitas Sumatera Utara

6


Selain ditinjau dari total produksi dan kandungan gizi rumput laut,
Menurut laporan penelitian Ratnawati (2012), nilai IG nasi dengan penambahan
tepung agar – agar (94,1) lebih rendah dibandingkan nilai IG nasi putih (110,8).
Komposisi bahan kue kukus ini adalah tepung ubi jalar 50%, tepung
terigu 47,5%, dan tepung rumput laut 2,5%, telur, gula , TBM, dan soda kue.
Berdasarkan uji organoleptik dalam penelitian Hasan (2014) bahwa presentase
penggunaan tepung rumput laut maksimum adalah 7,5% dan apabila persentase
tersebut ditambah maka tekstur kue akan menjadi lebih lembek.
1.2

Perumusan Masalah
Masalah yang ada dalam penelitian ini adalah bagaimana indeks glikemik

dan kandungan gizi kue kukus yang berbahan dasar tepung ubi jalar ungu dan
tepung rumput laut
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui tingkat indeks glikemik dan kandungan karbohidrat, kadar
protein, kadar lemak, kadar betakaroten dan kadar serat kasar kue kukus yang
terbuat dari tepung ubi jalar ungu dan tepung rumput laut sebagai makanan.

1.4

Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan atau petunjuk bagi produsen maupun pengolah
makanan dalam memproduksi makanan bagi penderita diabetes melitus
2. Menambah pengetahuan masyarakat mengenai ubi jalar dan rumput laut
sebagai makanan yang sehat dan bergizi

Universitas Sumatera Utara

7

3. Menambah wawasan kepada penulis dalam aplikasi keilmuan mengenai
pemanfaatan ubi jalar dan rumput laut dalam pengolahan makanan
4. Sebagai bahan pendukung, informasi, dan pengembangan bagi penelitian
selanjutnya

Universitas Sumatera Utara