Kandungan Gizi dan Indeks Glikemik Bolu Kukus yang Terbuat Dari Tepung Ubi Jalar dan Rumput Laut

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Ubi Jalar ( Ipomoea Batatas L )
Ubi jalar atau ketela rambat atau “sweet potato” diduga berasal dari

Benua Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal
tanaman ubi jalar adalah Selandia baru, Polinesia, dan Amerika bagian tengah.
Nikolai Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet, menyatakan daerah
sentrum primer asal tanaman ubi jalar adalah Amerika Tengah. Ubi jalar mulai
menyebar ke seluruh dunia, terutama negara – negara beriklim tropika pada abad
ke-16. Orang – orang spanyol menyebarkan ubi jalar ke kawasan Asia, terutama
Filipina, Jepang, dan Indonesia (Setyawan, 2015).
Di wilayah Asia kontributor utama di dominasi oleh negara – negara
seperti Cina, Indonesia, Vietnam, India, Jepang, dan Filipina. Negara Cina selama
kurun 2008 – 2012 selalu mendominasi kontribusi pasokan ubi jalar bagi wilayah
Asia dengan rata – rata produksi per tahunnya mencapai 75.489.600 ton atau
menyumbang sekitar 90,82 persen dari rata – rata produksi wilayah Asia, yang
diikuti oleh negara Indonesia pada posisi dua dengan rata – rata produksi per
tahun 2.132.322 ton (2,57 persen terhadap rata – rata produksi Asia)

(FAOSTAT, 2013)
Menurut Suprapti (2003), tanaman ubi jalar memiliki ciri – ciri sebagai
berikut :
1. Susunan tubuh utama terdiri atas batang, daun, bunga, buah, biji, dan umbi
2. Batang tanaman berbentuk bulat, tidak berkayu, dan berbuku – buku
3. Tipe pertumbuhan tegak dan merambat atau menjalar

8

Universitas Sumatera Utara

9

4. Panjang batang tipe tegak : 1 m – 2 m, sedangkan tipe merambat : 2 m –
3m

Gambar 2.1 Ubi Jalar (Ipomoea batatas L)
Menurut Juanda dan Cahyono (2000), berdasarkan warna ubi jalar
dibedakan menjadi beberapa golongan sebagai berikut :
1. Ubi jalar putih, yakni jenis ubi jalar yang dagingnya berwarna putih

2. Ubi jalar kuning, yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi
berwarna kuning, kuning muda, atau kekuning – kuningan
3. Ubi jalar orange, yakni ubi jalar dengan warna daging berwarna orange
4. Ubi jalar ungu, yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging yang berwarna
ungu hingga ungu muda
Ada beberapa produk yang dapat diolah dari umbi ubi jalar, yaitu gaplek
ubi jalar, tepung ubi jalar, keripiki ubi jalar, french fries ubi jalar, kue ubi jalar
( dodol, cookies, dan cheese stick ), dan manisan kering ubi jalar. Jika produk di
atas diolah secara baik, kemungkinan besar banyak masyarakat akan menyukainya
karena harganya cukup murah dan rasanya cukup enak (Hasbullah, 2010).

Universitas Sumatera Utara

10

Umbinya dimakan setelah direbus atau dibakar atau diolah lebih lanjut
untuk bahan industri tepung alkohol, sari karotin, bahkan perekat atau sirup. Zat
patinya merupakan salah satu bahan dalam pembuatan tekstil atau kertas. Daun
bersama batang mudanya digunakan untuk sayuran. Juga dipakai sebagai bahan
makanan ternak. Di Indonesia tanaman ubi jalar sangat disenangi oleh petani

karena mudah pengelolaannya dan tahan terhadap kekeringan, di samping itu
dapat tumbuh pada berbagai macam tanah (Setyawan, 2015).
2.1.1

Kandungan Gizi Ubi Jalar
Keistimewaan tanaman ubi jalar yaitu sebagai salah satu tanaman

penghasil karbohidrat yang keempat setelah padi. Ubi jalar dalam hal kandungan
gizinya mempunyai keistimewaan terutama pada kandungan betakaroten yang
cukup tinggi dibandingkan dengan jenis tanaman pangan lainnya, yaitu mencapai
7100 lU, terutama pada varietas ubi jalar yang warna daging ubinya jingga
kemerah – merahan (Setyawan, 2015).
Menurut American Heart Association, ubi jalar adalah salah satu
makanan yang kaya akan kalium. Kalium memiliki peran yang sangat penting
dalam menjaga tekanan darah. Selain itu, kalium juga berperan dalam
pengendalian otot dan fungsi serat. Rata – rata orang dewasa membutuhkan
asupan kalium sebanyak 4.700 miligram setiap harinya, dan satu buah ubi manis
ukuran besar mengandung 300 miligram kalium, bahkan lebih (Setyawan, 2015).
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Mary Ann Lila dan Mary
Grace dari North Carolina State’s Plants for Human Health Institute menemukan

bahwa ubi jalar adalah makanan pokok urutan keenam di dunia. Ubi jalar

Universitas Sumatera Utara

11

mengandung karbohidrat, protein, lemak, asam fenolat, vitamin, serat, beta
karoten, dan antosianin. Betakaroten dalam tubuh akan diubah menjadi vitamin A
yang baik untuk kesehatan mata. Ubi jalar mengandung tiga jenis phytochemical
yaitu asam fenolat, karatenoid dan antosianin (hanya dalam ubi ungu)
(Waspada Online, 2015).
Menurut Hidayat dan Napitupulu (2015), bagian yang dimanfaatkan dari
ubi jalar adalah bagian umbi dan daunnya. Kandungannya adalah Vitamin A, C,
E, betakaroten, magnesium, kalium, dan kaya oksidan. Bisa mencegah atau
mengurangi risiko diabetes melitus, jantung, kanker usus, sembelit, kanker,
radang jantung, dan nyeri sendi arthitis. Konsentrasi betakaroten yang tinggi serta
fosfor sangat baik bagi kesehatan mata dan kardiovaskular.
Menurut sebuah artikel yang diterbitkan oleh North Carolina Sweet
Potato Commission, dari 58 jenis sayuran yang diteliti, ditemukan fakta bahwa
ubi jalar merupakan makanan yang terbaik di daftar tersebut. Sayuran yang

menjadi runner up setelah ubi jalar adalah wortel mentah. Ubi jalar merupakan
makanan dengan rasa manis yang bebas lemak dan mengandung 769 % dari nilai
harian Vitamin A dan 65 % kebutuhan vitamin C dalam satu porsi ( kurang lebih
satu cup ). Bahkan, makanan super ini juga mengandung 4 gram protein per porsi
(Setyawan, 2015 ).
Ubi jalar mengandung jumlah tinggi betakaroten, yaitu sebuah
antioksidan alami yang mampu membantu tubuh untuk meningkatkan pertahanan
yang kuat terhadap radikal bebas dan penyakit. Ubi jalar juga mengandung
vitamin C, Vitamin B dan fosfor dalam jumlah yang cukup tinggi. Ketiga

Universitas Sumatera Utara

12

kandungan dalam ubi jalar ini membuat ubi jalar menjadi sebuah makanan yang
mampu melawan infeksi (Setyawan, 2015).
Berat kering umbi adalah 16 – 40 % berat basah. Sebanyak 75 – 90% dari
berat kering adalah karbohidrat ( pati, gula, selulosa, hemiselulosa, dan pektin ).
Disamping karbohidrat, ubi jalar mengandung protein, lemak, dan mineral dapat
dilihat pada Tabel 2.1, sebagai berikut :

Tabel 2.1

Kandungan gizi dalam 100 gram ubi jalar

Jenis Ubi Jalar
Kandungan Zat
Gizi
Putih
Kuning
Energi ( kkal )
123
114
Protein ( gr )
1,80
0,80
Lemak ( gr )
0,70
0,50
Karbohidrat ( gr )
27,90

26,70
Kalsium ( mg )
30
51
Fosfor ( mg )
49
47
Zat Besi ( mg )
1
0,90
Vit A ( IU )
60
0
Vit B1 ( mg )
0,09
0,06
Vit C ( mg )
28,68
29,22
Betakaroten

260
2900
( mkg )
Antosianin ( mg )
0,06
4,56
Serat Kasar ( % )
0,90
1,40
Kadar Gula ( % )
0,40
0,30
Air ( % )
68,50
79,28
Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI ( 1993 )

Merah/Ungu
123
1,80

0,70
27,90
30
49
1
7700
0,09
21,43
9900
110,51
1,20
0,40
68,50

Di beberapa daerah tertentu, ubi jalar merupakan salah satu komoditi
bahan makanan pokok. Ubi jalar merupakan komoditi pangan penting di
Indonesia dan diusahakan penduduk mulai dari daerah dataran rendah sampai
dataran tinggi. Tanaman ini mampu beradaptasi di daerah yang kurang subur dan
kering. Ubi jalar dapat diolah menjadi berbagai bentuk atau macam produk
olahan.


Universitas Sumatera Utara

13

2.1.2

Ubi Jalar Ungu
Saat ini, pamor ubi jalar ungu atau dalam Bahasa Jawa sering disebut

teko ungu tengah naik daun. Dalam beberapa tahun terakhir permintaan pasar
akan produk ini semakin meningkat. Hal ini disebabkan selain karena warnanya
yang menarik, rasa yang enak, ubi ungu menjadi makanan sehat yang diincar oleh
orang – orang yang sangat memperhatikan kesehatan. Ubi jalar ungu mengandung
senyawa antosianin, yakni suatu pigmen yang memiliki manfaat sebagai
antioksidan, antibakteri, dan senyawa ini berfungsi untuk mencegah penyakit
kanker, jantung, dan stroke. Beberapa zat penting lain yang terkandung di dalam
ubi jalar ungu adalah vitamin A, vitamin C, vitamin B1, zat besi, kalsium, lemak,
protein, serat kasar, fosfor, dan riboflavin. Senyawa antosianin yang tinggi pada
umbi ini memiliki tingkatan kestabilan yang lebih tinggi jika dibandingkan

dengan umbi atau bahkan sumber makanan lain (Setyawan, 2015 ).

Gambar 2.2 Ubi Jalar Ungu
Ubi ungu diketahui memiliki kandungan betakaroten dalam jumlah yang
cukup banyak. Keistimewaan dari ubi jalar ungu inilah selama proses pengolahan
dengan cara direbus hingga matang, kadar betakaroten yang rusak hanya sekitar
10 % dari total keseluruhan. Apabila dimasak dengan cara digoreng atau

Universitas Sumatera Utara

14

dipanggang, kadar betakaroten yang terkandung dalam ubi ungu hanya rusak
sekitar 20%. Kerusakan paling banyak, yakni dengan jumlah 50% didapatkan
ketika dilakukan penjemuran hingga kering (Setyawan, 2015).
2.1.3

Proses Pengolahan Tepung Ubi Jalar Ungu
Di Indonesia, pemanfaatan ubi jalar masih terbatas untuk bahan pangan

dan sedikit untuk bahan baku industri pangan. Umur simpan ubi jalar yang
terbatas jugga menjadi kendala dalam pengolahannya. Namun saat ini telah ada
upaya untuk mengolah ubi jalar menjadi tepung untuk lebih memperpanjang umur
simpannya. Penggunaan tepung ubi jalar dan produk olahannya masih terbatas
pada penelitian. Berdasarkan hasil penelitian, tepung ubi jalar dapat dimanfaatkan
menjadi bermacam – macam produk pangan seperti roti, mie, biskuit, dan lain –
lain. Tepung ubi jalar berpotensi sebagai pengganti tepung terigu terutama karena
bahan bakunya banyak terdapat di Indonesia dan rasanya manis sehingga dapat
mengurangi penggunaan gula dalam pengolahannya (Aini, 2004).
Tepung ubi jalar mempunyai banyak kelebihan antara lain : 1) lebih
luwes untuk pengembangan produk pangan dan nilai gizi, 2) lebih tahan disimpan
sehingga penting sebagai penyedia bahan baku industri dan harga lebih stabil, 3)
memberi nilai tambah pendapatan produsen dan menciptakan industri pedesaan
serta meningkatkan mutu produk (Herlyanto&Winarto, 1999).
Pengolahan ubi jalar menjadi tepung hanya memerlukan teknologi yang
sederhana. Caranya ubi jalar dikupas kemudian dicuci bersih selanjutnya dipotong
tipis – tipis atau disawut dengan pisau atau alat pemotong lainnya. Chips
kemudian dijemur di bawah sinar matahari atau menggunakan alat pengering

Universitas Sumatera Utara

15

dengan suhu maksimum 60°C selama 18 jam kemudian digiling. Tepung bisa
dimasukkan kantung plastik atau toples kaleng tertutup rapat yang tahan disimpan
dalam waktu enam bulan. Untuk menghasilkan tepung berkualitas baik, sawut
atau irisan umbi sebelum dijemut atau dikeringkan direndam terlebih dahulu
dalam larutan natrium meta bisulfit (Heriyanto et al, 2001).
Garis besar proses pengolahan tepung ubi jalar dapat dilihat pada gambar berikut :
Ubi jalar ungu segar

Dibersihkan atau dikupas

Pengecilan ukuran

Dikeringkan dengan suhu 50°C selama 5 jam dengan
menggunakan oven

Penggilingan dan pengayakan selama 45 menit

Tepung ubi jalar ungu
Gambar 2.3 Proses Pengolahan Tepung Ubi Jalar Ungu
Bagi pembuatan kue – kue kering ( cookies ), tepung ubi jalar juga dapat
digunakan sebagai bahan baku. Penggunaan tepung ubi jalar sebagai bahan baku
pembuatan kue bisa mencapai 100 persen. Pada pembuatan cake dan cookies,
penggunaan ubi jalar bisa mengurangi kebutuhan gula sampai 20 persen.

Universitas Sumatera Utara

16

2.2

Rumput Laut ( Glacilaria sp. )
Rumput laut atau seaweeds yang dalam dunia ilmu pengetahuan dikenal

dengan istilah alga atau ganggang merupakan tanaman tingkat rendah yang tidak
memiliki perbedaan susunan kerangka seperti akar, batang, dan daun. Tanaman
ini hidup secara fitobentos (menancap dan melekat di dasar laut dan karang) dan
banyak tumbuh di sepanjang pantai dari daerah pasang surut sampai sedalam
tembusan sinar matahari. Bahkan, di perairan jernih daerah tropis atau subtropis,
rumput laut dapat tumbuh di kedalaman sampai 400 meter (Astawan, 2004).

Gambar 2.4 Eucheuma Cottonii

Rumput laut mempunyai bentuk seperti krokot. Namun tumbuhan ini
tumbuh di dalam air laut. Bila mendapat tempat untuk merambat, rumput laut
akan berkembang secara cepat. Rumput laut telah berkembang menjadi tanaman
industri. Tanaman ini banyak dikembangkan di seluruh Indonesia. Penanaman
rumput laut menggunakan tali sebagai tempat mengikat dan merambat rumput laut
(Soeryoko, 2013).
Rumput laut sudah dikenal oleh masyarakat Cina sekitar tahun 2700 SM
sebagai bahan sayuran dan obat – obatan. Tahun 65 SM bangsa Romawi telah

Universitas Sumatera Utara

17

menggunakan rumput laut sebagai bahan baku kosmetik. Teknologi pemanfaatan
rumput laut terus berkembang seiring dengan kemajuan bidang teknologi pangan.
Spanyol, Prancis, dan Inggris menggunakan rumput laut sebagai bahan baku
pembuatan gelas, sedangkan Irlandia, Norwegia, dan Skotlandia mengolahnya
menjadi puput tanaman (Astawan, 2004).
Rumput laut memiliki kemampuan menghasilkan senyawa fungsional,
terutama polisakarida yaitu agar – agar, karaginan, dan alginat. Berdasarkan
kemampuan tersebut, rumput laut dikelompokkan menjadi 3, yaitu agarofit
sebagai penghasil agar – agar, karaginofit sebagai penghasil karaginan, dan
alginofit sebagai penghasil alginat. Agarofit dan karaginofit dikenal pula sebagai
rumput laut merah ( Rhodophyceae ), sedangkan alginofit dikenal sebagai rumput
laut cokelat ( Phaeophyceae). Jenis agarofit potensial di antaranya adalah
Gacilaria spp, Gelidium spp, dan Gelidiella spp. Jenis karaginofit potensial
diantaranya dari marga Eucheuma. Sementara itu, alginofit potensial di antaranya
Sargassum spp dan Turbinaria spp (Wibowo,dkk. 2014).
Produksi rumput laut nasional selama 5 tahun terakhir telah meningkat
dengan pesat. Dalam kurun waktu 2007 – 2013, produksi rumput laut hasil
budidaya di Indonesia mengalami kenaikan rata – rata sebesar 112,94 %. Pada
tahun 2007, produksi rumput laut hasil budidaya Indonesia hanya mencapai
1.766.197 ton dan mengalami peningkatan sangat signifikan sampai tahun 2013
yaitu sebesar 9.298.474 ton. Sementara itu, produksi rumput laut Indonesia
ditargetkan mencapai 10 juta ton pada tahun 2014 (Wibowo,dkk. 2014).

Universitas Sumatera Utara

18

Dalam industri makanan, rumput laut lebih banyak digunakan untuk
memperbaiki tekstur karena sifatnya sebagai stabilizer, emulsifier, thickening,
filling untuk pie, pembuatan jelly, dan campuran pengalengan daging&ikan
(Rachmat,1999). Dalam penelitian Wibowo (2013), rumput laut dimanfaatkan
dalam pembuatan serbuk minuman instan. Sedangkan dalam Hasan (2014),
rumput laut digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kue semprong.
2.2.1

Kandungan Gizi Rumput Laut
Komposisi gizi rumput laut sangat bervariasi bergantung pada spesies,

tempat tumbuh, dan musim. Kandungan utama rumput laut segar adalah air yang
mencapai 80 – 90 %, sedangkan kadar protein dan lemak sangat kecil. Walaupun
kadar lemak pada rumput laut sangat rendah, tetapi susunan asam lemaknya
sangat penting bagi kesehatan. Lemak rumput laut mengandung asam lemak
omega-3 dan omega-6 dalam jumlah yang cukup tinggi. Kedua asam lemak ini
merupakan asam lemak yang penting bagi tubuh terutama sebagai pembentuk
membran jaringan otak, syaraf, retina mata, plasma darah, dan organ reproduksi.
Dalam 100 gram rumput laut kering mengandung asam lemak omega-3 antara 128
– 1.629 mg dan asam lemak omega-6 berkisar antara 188 – 1.704 mg
(Astawan, 2004).
Menurut Soeryoko (2015), rumput laut memiliki kandungan kimia yaitu
kalori, protein, lemak, karbohidrat, serat, abu, kalsium, fosfor, besi, sodium,
potassium, tiamin, riboflavin, dan niasin. Rumput laut juga digunakan sebagai
antikkanker, antioksidan, mencegah sakit jantung, dan penurun berat badan.

Universitas Sumatera Utara

19

Sumber gizi rumput laut mengandung karbohidrat ( gula atau vegetable
gum), protein, sedikit lemak dan abu yang sebagian besar merupakan senyawa
natrium dan kalium. Vegetable gum yang dikandungnya merupakan senyawa
kabohidrat yang banyak mengandung selulosa dan hemilulosa yang tidak dapat
dicerna seluruhnya oleh enzim dalam tubuh sehingga dapat menjadi makanan diet
dengan sedikit kalori (Suwandi,dkk. 2002).
Komposisi zat gizi rumput laut dapat dilihat pada tabel 2.2:
Tabel 2.2

Komposisi Zat Gizi Rumput Laut

Komposisi
Protein ( %)
Lemak ( % )
Abu ( % )
Serat pangan tidak larut (g/100g)
Serat pangan larut (g/100g)
Mineral ZN ( mg/g)
Mineral Mg (mg/g)
Mineral Ca (mg/g)
Mineral K (mg/g)
Mineral Na (mg/g)

Jumlah
0,7
0,2
3
58
10
0
2
2
87
11

Sumber : Santoso,dkk.(2006)
Rumput laut mengandung berbagai jenis mineral makro dan mikro dalam
perbandingan yang baik untuk nutrisi. Winarno (1990) menyatakan bahwa
kandungan gizi terpenting dari rumput laut terletak pada traceelement.
Sumbangan gizi yang cukup bermakna dari rumput laut, terutama jenis merah dan
cokelat adalah kandungan mineral ( traceelement ), seperti K, Ca, P, Na, Fe, dan
yodium.
Salah satu manfaat serat bagi penderita diabetes melitus yaitu menjaga
kadar gula darah tetap stabil. Umumnya makanan yang kaya akan serat

Universitas Sumatera Utara

20

mengandung kabohidrat kompleks. Karbohidrat jenis ini membutuhkan waktu
yang lambat untuk diserap ke dalam sistem tubuh. Proses penyerapan karbohidrat
yang lambat ini dapat menghindari terjadinya peningkatan drastis pada kadar gula
darah, sehingga kadar gula darah di dalam tubuh relatif terjaga dan stabil
(Sitiatava Rizema, 2013).
Komponen serat pada rumput laut memiliki pengaruh positif terhadap
kesehatan, seperti

: membantu memperlancar pencernaan, menghambat

pertumbuhan sel kanker, membantu menurunkan kadar kolesterol, dan membantu
memperlambat proses penuaan pada kulit
2.2.2

Pengelompokkan Rumput Laut
Berdasarkan kandungan pigmennya, rumput laut dikelompokkan ke

dalam empat kelas, yaitu :
1) Rhodophyceae ( ganggang merah )
2) Phaeophyceae ( ganggang cokelat )
3) Chlorophyceae ( ganggang hijau )
4) Cyanophyceae ( ganggang biru ) (Anggadiredja dkk, 2006 )
2.2.3

Proses Pengolahan Tepung Rumput Laut
Pengolahan rumput laut menjadi tepung akan membuat produk ini

menjadi tahan lama dan penganekaragaman dalam pengolahan makanannya.
Menurut Afriwanti (2008), proses pengolahan tepung rumput laut adalah :
1. Penyortiran
Memilih rumput laut yang bagus dan tidak rusak yang akan dipakai
sebagai bahan dasar untuk pembuatan tepung

Universitas Sumatera Utara

21

2. Pencucian
Dilakukan pencucian rumput laut dalam wadah berisi air, kemudian
kembali dicuci dengan air mengalir sampai bersih, pencucian ini berfungsi
untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada rumput laut
3. Perendaman
Rumput laut yang sudah disortir kemudian direndam dengan air beras
untuk menghilangkan bau karang selama satu hari
4. Pengecilan ukuran
Pengecilan ukuran dengan menggunakan alat grinder atau blender
Pengecilan ukuran rumput laut bertujuan untuk mempermudah dalam
pengeringan
5. Pengeringan
Pengeringan merupakan metode mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan sehingga kadar air
seimbang dengan kondisi udara normal atau kadar air setimpal dengan
aktivitas air yang aman dari kerusakan mikrobiologi, enzim, dan kimiawi.
Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air bahan sampai
dimana

perkembangan mikroorganisme

yang dapat

menyebabkan

pembusukan terhenti, demikian juga perubahan – perubahan akibat
kegiatan enzim, menjadikan bahan tidak mudah rusak sehingga
mempunyai daya awet yang lebih lama dan memudahkan pengolahan
lanjutan. Pengeringan dilakukan di oven pada suhu 60 - 70° selama 2 hari
6. Penghalusan / Penepungan

Universitas Sumatera Utara

22

Rumput laut kering diggiling atau dihaluskan dengan menggunakan
blender hingga menjadi bubuk halus
7. Pengayakan
Pengayakan merupakan tahap untuk memisahkan butiran kasar dan butiran
halus. Untuk mendapatkan tepung halus menggunakan ayakan ukuran 60
mesh
2.3

Bolu Kukus
Pada umumnya bolu adalah kue berbahan dasar tepung biasanya

menggunakan tepung terigu, gula dan telur. Kue bolu umumnya dimatangkan
dengan 2 cara dipanggang di dalam oven dan dikukus. Faktor keberhasilan dalam
pembuatan bolu kukus adalah dalam cara mengocok adonan dan mengukus
adonan, misalnya mengocoknya terlalu lama atau terlalu sebentar ataupun
pengukusannya tidak sempurna bisa membuat bolu kukus tidak jadi (bantat).
Bahan dasar untuk pembuatan bolu kukus dibagi dalam 2 jenis. Pertama
jenis bahan yang membentuk susunan bolu kukus adalah tepung, telur, dan susu.
Kedua adalah jenis bahan yang menjadikan bolu kukus empuk yaitu gula dan air
soda
a.

Telur
Telur merupakan salah satu bahan pangan yang paling lengkap gizinya.

Selain itu, bahan pangan ini juga bersifat serba guna karena dapat dimanfaatkan
untuk berbagai keperluan. Komposisinya terdiri dari 11% kulit telur, 58% putih
telur, dan 31% kuning telur. Kandungan gizi terdiri dari protein 6,3 gram,

Universitas Sumatera Utara

23

karbohidrat 0,6 gram, lemak 5 gram, vitamin dan mineral di dalam 50 gram telur
(Sudaryani, 2003).
Telur dan tepung membentuk suatu kerangka pada bolu kukus. Telur juga
akan memberi cairan, aroma, rasa, nilai gizi, dan warna pada kue. Telur juga dapat
melembabkan kue. Sebelum digunakan telur harus dikocok terlebih dahulu sampai
bagus dan kaku. Lechitin pada kuning telur mempunyai daya pengemulsi,
sedangkan lutein dapat memberi warna pada hasil akhir produk.
b.

Gula Pasir
Fungsinya memberi rasa manis, memberi warna pada kulit kue,

membantu mengempukkan kue, melembapkan kue, dan melemaskan adonan.
Untuk membuat bolu kukus, jenis gula yang digunakan bisa macam-macam.
Namun untuk hasil terbaik sebaiknya gunakan gula yang halus butirannya agar
susunan bolu kukus rata dan empuk
c.

Bahan Pelembut (SP)
Berfungsi untuk melembutkan tekstur bolu kukus dan membuat adonan

lebih menyatu. Kandungan SP adalah gula ester. Esternya adalah asam lemak
seperti asam steart, palmitic, dan oleic. Penggunaan SP lebih direkomendasikan
dalam pembuatan bolu kukus, karena hasil pengocokan adonan bisa lebih stabil,
sehingga hasilnya lebih maksimal
d.

Tepung terigu
Tepung terigu adalah tepung atau bubuk halus yang berasal dari bulir

gandum yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan bolu

Universitas Sumatera Utara

24

Menurut Ferawati (2014), berikut resep dasar dalam pembuatan bolu
kukus ubi jalar :
1. 200 gram tepung terigu
2. 5 butir telur ayam
3. 250 gram gula pasir
4. 1 sdt vanili
5. 180 ml susu cair / 100 susu kental manis
6. 1 sdt emulsifier
7. ½ sdt baking powder
Kemudian selebihnya dilengkapi oleh perisa dan pewarna sesuai dengan
rasa yang ingin dicampur.
2.4

Indeks Glikemik
Konsep IG pertama – tama dikembangkan tahun 1981 oleh Dr. David

Jenkins, seorang professor gizi pada Universitas Toronto, Kanada, untuk
membantu menentukan pangan yang paling baik bagi penderita diabetes. Pada
masa itu, diet bagi penderita diabetes didasarkan pada sistem porsi karbohidrat.
Konsep ini menganggap bahwa semua pangan berkarbohidrat menghasilkan
pengaruh

yang

sama

terhadap

kadar

gula

darah

(Rimbawan dan Albiner Siagian, 2004).
IG adalah suatu angka yang menyatakan berapa banyak gula darah jika
naik setelah memakan makanan tertentu yang mengandung karbohidrat ).
Makanan – makanan tinggi indeks, seperti roti putih dan nasi putih, memberi
dorongan cepat pada gula darah yang juga dengan cepat memudar, membuat kita

Universitas Sumatera Utara

25

merasa lapar lagi. Makanan – makanan rendah indeks glikemiknya, seperti
gandum, ubi jalar, dan kacang polong membuat kita merasa kenyang lebih lama
karena mereka membuat kadar gula darah meningkat lebih lambat (Magee, 2014).
IG menyatakan pada kita seberapa cepat karbohidrat tertentu dalam
makanan membuat gula darah meningkat. Banyak faktor yang membantu kita
menentukan reaksi glikemik tubuh pada makanan tertentu, termasuk :
1. Bentuk tubuh, seperti sebuah apel vs saus apel : Maklumat makanan
cenderung memberi mereka indeks atau muatan glikemik lebih tinggi
2. Kematangan : makin matang/masak, makin tinggi IG yang ada
3. Serat : makin tinggi serat, makin rendah indeks atau muatan glikemik
4. Keasaman : makin asam rasa makanan, makin rendah indeks atau
muatan glikemiknya
5. Proses makanan : makin diproses atau diperhalus makanan itu, pada
umumnya makin tinggi muatan atau indeks glikemiknya.
6. Apakah protein dan lemak juga dimakan bersama makanan itu :
kehadiran protein dan lemak dalam jumlah besar akan mengurangi
indeks atau muatan glikemiknya (Magee, 2014)
Menurut FAO ( 1998 ), IG didefinisikan sebagai luas area di bawah
kurva respon glukosa darah dari 50 gram karbohidrat dari makanan uji yang
dinyatakan sebagai persen terhadap 50 gram karbohidrat dari makanan standar
yang diambil dari bunjek yang sama. Pada awalnya, pangan karbohidrat yang
digunakan sebagai pangan standar untuk mengukur IG adalah glukosa murni

Universitas Sumatera Utara

26

dengan IG sebesar 100, akantetapi saat ini pangan standar yang sering digunakan
adalah roti putih (Jenkins,dkk. 2002).
Menurut Sarwono W (2002) dalam Adya (2011), IG adalah tingkatan
pangan menurut efeknya terhadap kadar gula darah. Dengan kata lain IG adalah
respon glukosa darah terhadap makanan dibandingkan dengan respon glukosa
darah terhadap glukosa murni. IG berguna untuk menentukan respon glukosa
darah terhadap jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. IG bahan makanan
berbeda – beda tergantung pada fisiologi, bukan pada kandungan bahan makanan.
Konsep IG disusun untuk semua orang yaitu orang yang sehat, penderita
obesitas, penderita diabetes dan atlet. IG membantu penderita diabetes dalam
menentukan jenis pangan karbohidrat yang dapat mengendalikan kadar glukosa
darah. Dengan mengetahui IG pangan, penderita diabetes dapat memilih makanan
yang tidak menaikkan kadar glukosa darah secara drastis sehingga kadar glukosa
darah dapat dikontrol pada tingkat yang aman (Rimbawan & Siagian, 2004).
IG menunjukkan jenis karbohidrat yang terkandung dalam makanan,
bukan jumlah karbohidrat. Peningkatan kadar gula darah dipengaruhi oleh dua
faktor, yaitu jumlah dan jenis karbohidrat yang dikonsumsi. Pada sebagian besar
orang, kadar glukosa darah lebih dipengaruhi oleh jumlah karbohidrat yang
dikonsumsi. Namun jenis karbohidrat juga berpengaruh terhadap gula darah. Jadi
strategi yang optimal adalah mengontrol kedua aspek tersebut yaitu jumlah dan
jenis karbohidrat yang dikonsumsi.
IG dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu, IG tinggi, sedang,
dan rendah seperti pada tabel 2.3 berikut :

Universitas Sumatera Utara

27

Tabel 2.3 Kategori Indeks Glikemik
Kategori Indek
Nilai Indeks Glikemik
Glikemik
1
Tinggi
>70 %
2
Sedang
55 – 70%
3
Rendah
< 55 %
Sumber : Miller,dkk (1996) dalam Rimbawan & Siagian (2004)
No

2.4.1

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Indeks Glikemik Pangan
Menurut Foster-Powell, dkk (2002) dalam Sundari (2014) jenis pangan

yang sama dapat memiliki IG yang berbeda. Hal ini dikarenakan oleh perbedaan
metode pengujian yang dilakukan dan juga karakter fisik dan kimia dari makanan.
Dua makanan yang sama mungkin memiliki bahan yang berbeda atau mungkin
telah diproses dengan metode yang berbeda, sehingga terdapat perbedaan yang
signifikan dalam jumlah karbohidrat dan nilai IG-nya. Dua merek yang berbeda
dari jenis yang sama dari makanan, seperti kue polos, mungkin rasanya terlihat
hampir sama, tapi perbedaan jenis tepung yang digunakan, kadar air, dan waktu
memasak dapat mengakibatkan perbedaan derajat pati gelatinisasi dan akibatnya
nilai IG-nya berbeda. Perbedaan dalam metode pengujian meliputi penggunaan
berbagai jenis sampel darah (kapiler atau vena), periode waktu percobaan yang
berbeda, dan bagian - bagian yang berbeda dari makanan (50g dari total bukan
dari karbohidrat yang tersedia).
Berbagai faktor dapat menyebabkan perbedaan indeks glikemik pangan
yang satu dengan pangan yang lain. Menurut Rimbawan dan Siagian (2004),
beberapa faktor yang memengaruhi IG pangan adalah cara pengolahan (tingkat
gelatinisasi pati dan ukuran partikel), perbandingan amilosa dengan amilopektin,

Universitas Sumatera Utara

28

tingkat keasaman dan daya osmotik, kadar serat, kadar lemak dan protein, serta
kadar anti-gizi pangan.
a.

Proses Pengolahan
Dewasa ini teknik pengolahan pangan menjadikan pangan tersedia dalam

bentuk, ukuran, dan rasa yang lebih enak. Perbedaan cara memasak dan mengolah
bahan makanan akan menyebabkan respon glukosa yang berbeda. Proses
pengilingan menyebabkan struktur pangan menjadi lebih halus sehingga pangan
tersebut mudah dicerna dan diserap. Penyerapan yang cepat mengakibatkan
timbulnya rasa lapar. Pangan yang mudah dicerna dan diserap menaikkan kadar
glukosa darah dengan cepat. Peningkatan kadar glukosa darah yang cepat dapat
memaksa pankreas agar mensekresikan insulin lebih banyak. Oleh Karena itu,
kadar glukosa darah yang tinggi dapat meningkatkan respon insulin (Osman, dkk,
2001 dalam Rimbawan & Siagian, 2004).
Proses pemasakan atau pemanasan akan menyebabkan terjadinya proses
gelatinisasi pada pati sehingga pati akan lebih mudah dicerna karena enzim
pencernaan pada usus mendapatkan tempat bekerja yang lebih luas. Berdasarkan
hal tersebut, proses pemasakan atau pemanasan dapat menyebabkan terjadinya
kenaikan IG pangan. Ukuran partikel juga mempangaruhi IG . Semakin kecil
ukuran partikel menyebabkan struktur pangan menjadi lebih halus sehingga
pangan tersebut mudah dicerna dan diserap didalam tubuh dan mengakibatkan
kadar gula darah naik dengan cepat (Rimbawan & Siagian 2004).
b.

Kadar Amilosa dan Amilopektin

Universitas Sumatera Utara

29

Penelitian terhadap pangan yang memiliki kadar amilosa dan amilopektin
berbeda menunjukkan bahwa kadar glukosa darah dan pengaruh insulin lebih
rendah setelah mengkonsumsi pangan berkadar amilosa tinggi daripada pangan
berkadar amilopektin tinggi. Makanan yang tinggi kandungan amilopektin dan
rendah amilosa pada zat tepungnya memiliki IG tinggi, karena molekul
amilopektin lebih besar, mudah terbuka, mudah tergelatinisasi, dan mudah
dicerna. Makanan dengan rasio perbandingan amilosa lebih tinggi dari
amilopektin memiliki indeks glikemik rendah karena lebih sulit tergelatinisasi dan
dicerna (Rusilanti, 2008)
c.

Kadar Gula dan Daya Osmotik Pangan
Jenis gula yang terdapat dalam pangan memengaruhi indeks glikmik

pangan tersebut. Menurut Rimbawan & Siagian (2004), pengaruh gula yang
secara alami terdapat dalam pangan (laktosa, sukrosa, glukosa dan fruktosa)
dalam berbagai proporsi, terhadap respon glukosa darah sangat sulit diprediksi.
Hal ini dikarenakan pengosongan lambung diperlambat oleh peningkatan
konsentrasi gula, apapun strukturnya
Sukrosa memiliki IG 65, hal ini dikarenakan disakarida terdiri dari satu
glukosa dan satu molekul fruktosa. Fruktosa diserap dan masuk ke dalam hati. Di
dalam hati, kebanyakan fruktosa diubah secara perlahan menjadi glukosa. Oleh
karena itu, respon glukosa darah terhadap fruktosa murni sangat kecil (IG=23).
Artinya, dengan mengkonsumsi sukrosa, kita hanya mengkonsumsi setengah
glukosa (Rusilanti, 2008).
d.

Kadar Serat Pangan

Universitas Sumatera Utara

30

Menurut Chandalia et al (2000), peningkatan konsumsi serat pangan,
terutama serat pangan larut dapat menurunkan kolesterol plasma, dan
meningkatkan kontrol glikemik. Serat pangan dapat meningkatkan control
glikemik dengan menurunkan atau menunda penyerapan karbohidrat. Lamanya
proses penyerapan mengakibatkan respon glukosa darah menjadi rendah
Keberadaan serat pangan memberikan pengaruh pada kadar gula darah.
Serat terlarut dapat menurunkan respon glikemik pangan secara nyata, sedangkan
serat kasar mempertebal kerapatan atau ketebalan campuran makanan dalam
saluran pencernaan. Hal ini memperlambat laju makanan pada saluran pencernaan
dan menghambat pergerakan enzim. Dengan demikian, proses pencernaan
menjadi

lambat,

sehingga

respon

glukosa

darah

lebih

rendah

(Rimbawan & Siagian, 2004).
e.

Kadar Lemak dan Protein Pangan
Pangan yang mengandung lemak dan protein tinggi cenderung

memperlambat laju pengosongan lambung, sehingga pencernaan makanan di usus
halus juga diperlambat. Oleh karena itu, pangan berkadar lemak tinggi
mempunyai IG lebih rendah daripada pangan sejenis yang berlemak rendah.
Walaupun demikian, kita tetap memerlukan makanan berkadar lemak rendah.
Pangan berkadar lemak tinggi, apapun jenisnya dan ber-IG rendah atau tinggi
harus dikonsumsi secara bijaksana (Rimbawan & Siagian, 2004).
f.

Kadar Anti – Zat Gizi
Beberapa pangan secara alamiah mengandung zat yang dapat

menyebabkan keracunan bila jumlahnya besar. Zat yang berpotensi menyebabkan

Universitas Sumatera Utara

31

efek merugikan terhadap status gizi disebut zat anti-gizi. Beberapa zat anti-gizi
tetap aktif walaupun sudah melalui proses pemasakan. Zat anti-gizi pada bijibijian dapat menghambat pencernaan karbohidrat di dalam usus halus. Akibatnya,
IG pangan menurun (Rimbawan & Siagian, 2004).
g.

Suhu Pangan saat Dikonsumsi
Penelitian oleh Bahado Singh, Riley, Wheatley & Lowe (2011) dalam

Maulana (2012) menyatakan bahwa pemberian produk olahan ubi jalar dalam
keadaan dingin dapat memengaruhi struktur pati ubi jalar, yaitu proses
retrogradasi pati yang menyebabkan ikatan hydrogen pada pati mengalami
kristalisasi, sehingga terjadi proses melambatnya penyerapan dan daya cerna pati
pada tubuh yang mengakibatkan IG produk olahan cenderung lebih rendah
2.4.2

Pengukuran Indeks Glikemik Pangan
Beberapa pilihan metodologi harus dilakukan dalam pengukuran IG,

seperti metode pengambilan sampel darah, pemilihan dan pengulangan makanan
acuan, verifikasi kandungan karbohidrat yang tersedia dari makanan, jumlah dan
jenis subjek, dan perhitungan IAUC (Simila, 2012 dalam Sundari, 2014)
Pangan acuan yang digunakan untuk mengukur IG pangan adalah roti
putih atau glukosa murni. Pemberian pangan acuan dan pangan uji dalam
pengukuran IG dilakukan dalam waktu yang berbeda dengan subjek yang sama
untuk mengurangi efek keragaman respon glukosa darah dari hari ke hari. Untuk
mendapatkan respon rata-rata yang representatif untuk pangan acuan, dianjurkan
untuk melakukan pengukuran IG pangan acuan secara berulang untuk setiap
subjek. Dalam pengukuran IG, porsi makanan yang diuji harus mengandung 50g

Universitas Sumatera Utara

32

karbohidrat (FAO, 1998). Untuk mendapatkan nilai yang setara dengan 50g
karbohidrat dalam pangan acuan ataupun pangan uji perlu dilakukan pengujian
karbohidrat untuk memverifikasi kandungan karbohidrat yang terdapat dalam
pangan tersebut (FAO, 1998).
Perhitungan IAUC merupakan salah satu hal yang paling penting dalam
pengukuran nilai IG pangan. Sejumlah metode yang berbeda telah digunakan
untuk menghitung daerah di bawah kurva. Untuk sebagian besar data indeks
glikemik, area di bawah kurva telah dihitung sebagai daerah tambahan di bawah
kurva respon glukosa darah (IAUC), dengan mengabaikan daerah di bawah
konsentrasi puasa. Hal ini dapat dihitung secara geometris dengan menerapkan
aturan trapesium (FAO, 1998). Menurut Rimbawan & Siagian (2004), luas daerah
dibawah kurva dianggap menggambarkan jumlah total respon glikemik, tidak
hanya satu titik yang diberikan oleh puncak respon glukosa darah. Para ahli
statistik menganjurkan penggunaan luas area dibawah kurva sebagai angka yang
menggambarkan respon glukosa darah secara benar.
Monro dan Shaw (2008) dalam Sundari (2014) mengatakan bahwa
pengukuran nilai indeks glikemik pangan dapat menggunakan rumus sebagai
berikut:
IG =

IAUC Food
IAUC Glucose

x

Wt Glucose

x 100%

Wt Available Carbohydrate

Dimana Wt Glucose / Wt Available Carbohydrate = 50 gr / 50 gr = 1 dengan
demikian :

Universitas Sumatera Utara

33

IG =

IAUC Food

x 100 %

IAUC Glucose
Keterangan:
IG : Indeks Glikemik
IAUC food : Luas area dibawah kurva respon glukosa darah setelah 2 jam
terhadap pangan uji
IAUC glucose : Luas area dibawah kurva respon glukosa darah setelah 2 jam
terhadap glukosa murni (pangan acuan)
Wt : Berat (gr)
Menurut Miller,dkk, (1996) dalam Rimabawan & Siagian (2004),
prosedur penentuan IG pangan adalah sebagai berikut:
a. Pangan tunggal yang akan ditentukan indeks glikemiknya (mengandung 50
gram karbohidrat) diberikan kepada relawan yang telah menjalani puasa penuh
(kecuali air) selama ± 10 jam (sekitar pukul 22.00 sampai pukul 08.00 pagi
besoknya).
b. Selama dua jam pasca-pemberian (atau tiga jam bila relawan menderita
diabetes), sampel darah sebanyak 50 μL – finger-prick capillary blood samples
method – diambil setiap 15 menit pada jam pertama, kemudian 30 menit pada jam
kedua yaitu berturut-turut pada menit ke 0 (sebelum pemberian), 15, 30, 45, 60,
90, dan 120 untuk diukur kadar glukosanya. Kadar glukosa dapat diukur dengan
metode glucose oxidase peroxidase reagent.
c. Pada waktu yang berlainan, hal yang sama dilakukan dengan memberikan
pangan acuan (50gr glukosa murni atau white bread) diberikan kepada relawan.

Universitas Sumatera Utara

34

Hal ini dilakukan sebanyak dua kali (dilakukan pada hari lain, minimal tiga hari
setelah perlakuan pertama) untuk mengurangi efek keragaman respon gula darah
dari hari ke hari.
d. Kadar gula darah (pada setiap waktu pengambilan sampel) ditebar pada dua
sumbu waktu (x) dan kadar glukosa darah (y).
e. Indeks glikemik ditentukan dengan cara membandingkan luas daerah di bawah
kurva antara pangan yang diukur indeks glikemiknya dengan pangan acuan.

2.5

Kerangka Konsep Penelitian

Pemanfaatan tepung ubi jalar
dan tepung rumput laut
dalam pembuatan kue kukus

kandungan karbohidrat,
lemak, protein, betakaroten,
dan serat kasar) kue kukus

Nilai indeks glikemik kue
kukus
Gambar 2.5 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep diatas, tepung ubi jalar ungu dan tepung
rumput laut akan diolah menjadi kue kukus. Kue kukus tersebut yang akan diukur
IG-nya terlebih dahulu dianalisis profil gizinya yaitu karbohidrat, protein, lemak,
betakaroten, dan serat kasar. Setelah diketahui kandungan karbohidratnya,
relawan yang bersedia menjadi subjek penelitian diberikan kue kukus tersebut
yang mengandung 50 gram karbohidrat kemudian diukur nilai indeks glikemiknya
dengan melihat rata – rata kenaikan kadar glukosa darah pada menit ke 0 (sebelum
diberikan pangan uji), 15, 30, 45, 60, 90, 120 yang dibandingkan dengan pangan
acuan berupa roti putih atau white bread.

Universitas Sumatera Utara