Studi Optimasi Konsentrasi Parafin Terhadap Pertumbuhan Acetobacter Xylinum Dalam Memproduksi Selulosa Bakteri
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Selulosa
Selulosa merupakan polimer yang paling melimpah di alam. Nama selulosa
diciptakan oleh Anselme Payen, seorang ahli kimia fisika dan matematika
Perancis pada tahun 1838. Selulosa adalah bahan utama dari tanaman berkayu,
yang memiliki keragaman aplikasi yang berkisar dari perumahan ke kertas dan
tekstil. Dapat dikatakan, selulosa adalah salah satu senyawa kimia yang paling
berpengaruh dalam sejarah budaya manusia. Biasanya selulosa disertai berbagai
zat lain, seperti lignin, di dinding sel tumbuhan matriks. Dalam spesis tertentu,
seperti kapas, selulosa terdapat dalam bentuk murni tanpa bahan tambahan dan
dalam beberapa kasus, seperti alga Valonia, selulosa hampir benar-benar dalam
bentuk kristal (Kontturi, 2005).
Selulosa merupakan substrat berserat yang terdapat pada struktur tanaman.
Setiap molekul selulosa yang besar terdiri dari unit β-D-Glukosa yang saling
berikatan membentuk rantai panjang dengan ikatan β-1,4 (McMurry, 1992).
Panjang dari molekul selulosa asli adalah 5000 nm sesuai dengan rantai dengan
sekitar 10.000 unit glukopiranosa. Molekul selulosa linear bersatu dengan adanya
gaya Van der Walls dan ikatan hidrogen intra dan intermolekul (Gardner, 2008).
Isomer β tidak membentuk gulungan seperti isomer α, tetapi selaras dalam baris
paralel oleh ikatan hidrogen diantara kelompok hidroksil pada rantai yang
berdekatan. Hal ini menyebabkan selulosa tidak dapat larut dalam air. Ini
memberikan struktur kaku ke dinding sel kayu dan serat yang lebih tahan terhadap
hidrolisis dari pada pati (Timberlake, 2008). Struktur selulosa dapat dilihat pada
Gambar 2.1:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Struktur Selulosa (Gortner, 1938)
Sifat-sifat selulosa terdiri dari sifat fisika dan sifat kimia. Selulosa dengan
rantai panjang mempunyai sifat fisik yang lebih kuat, lebih tahan lama terhadap
degradasi yang disebabkan oleh pengaruh panas, bahan kimia maupun pengaruh
biologis. Sifat fisika dari selulosa yang penting adalah panjang, lebar dan tebal
molekulnya. Sifat fisik lain dari selulosa adalah:
1. Dapat terdegradasi oleh hidrolisa, oksidasi, fotokimia maupun secara
mekanis sehingga berat molekulnya menurun
2. Tidak larut dalam air maupun pelarut organik, tetapi sebagian larut dalam
larutan alkali
3. Dalam keadaan kering, selulosa bersifat higroskopis, keras dan rapuh. Bila
selulosa cukup banyak mengandung air maka akan bersifat lunak. Jadi
fungsi air disini adalah sebagai pelunak.
4. Selulosa dalam kristal mempunyai kekuatan lebih baik jika dibandingkan
dengan bentuk amorfnya (Fengel, 1995).
Polisakarida adalah makromolekul biologi yang terdapat luas di alam.
Polisakarida dapat dibedakan berdasarkan morfologinya sebagai berikut:
polisakarida intraseluler terletak di dalam, atau sebagai bagian pada membran
sitoplasma; dinding sel polisakarida ekstraseluler terletak diluar dinding sel.
Polisakarida ekstraseluler terdapat dalam dua bentuk yaitu: kotoran yang hilang ,
tidak menyatu dengan sel dan lengket untuk pertumbuhan bakteri pada medium
padat atau meningkatkan viskositas dalam medium cair; dan mikrokapsul atau
kapsul, yang menyatu dengan dinding sel. Mereka memiliki bentuk yang nyata
dan berdiri sendiri, yang hanya pelan-pelan diekstraksi dalam air atau garam. Oleh
karena itu memungkinkan untuk memisahkan kapsul terpisah dan mikrokapsul
dari kotoran yang hilang dengan teknik sentrifugasi.
Universitas Sumatera Utara
Eksopolisakarida adalah polisakarida rantai panjang yang terdiri dari
satuan cabang berulang dari gula atau gula derivatif, terutama glukosa, galaktosa
dan rhamnosa dalam rasio yang berbeda. Polisakarida ini diklasifikasikan menjadi
dua kelompok yaitu homopolisakarida (selulosa, dekstran, mutan, pullulan,
curdlan), dan heteropolisakarida (gella, xanthan). Homopolisakarida terdiri dari
satuan berulang dari hanya satu jenis monosakarida (D-glukosa atau D-fruktosa).
Sedangkan heteropolisakarida dari beberapa
bentuk oligosakarida,
yang
mengandung 3-8 residu, yang dihasilkan oleh berbagai mikroorganisme (Chawla,
dkk. 2009).
2.1.1 Selulosa Bakteri
Selulosa bakteri adalah sejenis polisakarida mikroba yang dihasilkan melalui
fermentasi air kelapa menggunakan Acetobacter xylinum yang berupa benangbenang yang bersama-sama dengan polisakarida membentuk jalinan yang terdiri
dari serat selulosa yang dihasilkan oleh strain xylinum, subspesias β dari
Acetobacter aceti, bakteri nonpatogen. Selulosa bakteri mempunyai struktur kimia
yang sama seperti selulosa yang berasal dari tumbuhan dan merupakan
polisakarida berantai lurus yang tersusun oleh molekul D-glukosa melalui ikatan
β-1,4 (Holmes, 2004). Adapun Foto serat selulosa bakteri dapat dilihat pada
Gambar 2.2 :
Gambar 2.2 Foto serat Selulosa bakteri ( Xin, 2008)
Universitas Sumatera Utara
Meskipun selulosa bakteri mempunyai struktur kimia yang sama seperti
selulosa dari tumbuhan, tetapi selulosa bakteri tersusun oleh serat-serat selulosa
yang lebih baik dari selulosa tumbuhan. Setiap serat-serat tunggal dari selulosa
bakteri mempunyai diameter 50 nm, dan selulosa bakteri terdapat dalam bentuk
kumpulan serat-serat tunggal yang berdiameter sekitar 0,1-0,2 nm. Panjang
seratnya tidak dapat ditentukan karena kumpulan serat-serat tunggal selulosa
saling melilit satu sama lain membentuk struktur jaringan (Philips dan William,
2000).
Serat selulosa sekitar 100 kali lebih tipis daripada selulosa tanaman, yang
membuatnya menjadi bahan yang sangat berpori. Selulosa bakteri dengan struktur
jaringan pita yang unik memiliki dimensi pita kira-kira 3-4 nm untuk ketebalan
dan 7-130 nm untuk lebar. Jaringan pita ini dibentuk dari rantai agregat menjadi
sub-fibril, dimana lebarnya sekitar 1,5 nm, dan kemudian sub-fibril tersebut
dikristalisasi membentuk bundel yang merupakan bentuk sementara dari struktur
pita (Bielecki, dkk., 2000; Jonas, 1998; Yamanaka, dkk., 2000).
Menurut Krystinowich dan Bielecki (2000), selulosa mempunyai beberapa
keunggulan antara lain : kemurnian tinggi, derajat kristalinitas tinggi, mempunyai
kerapatan antara 300 dan 900 kg/m3, kekuatan tarik tinggi, elastis dan
terbiodegradasi (Krystinowich, 2000). Selulosa bakteri lebih cocok untuk
memproduksi membran audio berkualitas tinggi, kertas berkualitas tinggi, fuelcell, industri makanan, material medis seperti obat-obatan, dressing luka,
kosmetik, dan tekstil (Czaja, dkk., 2008: Zhou, dkk., 2007).
Selulosa bakteri merupakan polimer alam yang sifatnya mirip dengan
hidrogel yang diperoleh dari polimer sintetik; sebagai contoh selulosa bakteri
menunjukkan kandungan air yang tinggi (98 – 99%), daya serap cairan yang baik,
bersifat non-alergenik dan dapat disterilisasi tanpa mempengaruhi karakteristik
dari bahan tersebut. Karena karakteristiknya yang mirip seperti kulit manusia,
maka selulosa bakteri dapat digunakan sebagai pengganti kulit untuk merawat
luka bakar yang serius (Ciechanska ,2004).
Universitas Sumatera Utara
Jika suatu luka ingin disembuhkan dengan efektif, luka tersebut harus
dijaga agar tetap dalam kondisi yang basah. Penutup luka yang baik adalah kulit
dari pasien tersebut yang bersifat permeabel terhadap uap dan melindungi jaringan
tubuh bagian dalam terhadap cidera mekanis dan infeksi. Selulosa bakteri yang
disintesis oleh Acetobacter xylinum menunjukkan kinerja yang cukup baik untuk
dapat digunakan dalam penyembuhan luka (Hoenich, 2006).
Relatif tingginya biaya produksi selulosa dapat dibatasi pada bahan
tambahan produk serta bahan kimia khusus yang digunakan. Sedangkan
pengurangan biaya dalam fermentasi dapat membatasi dari biaya harga bahan
baku substrat selulosa bakteri. Akibatnya, Produksi selulosa bakteri selalu
memungkinkan lebih murah daripada sumber selulosa konversional. Untuk alasan
komersialisasi ini, keberhasilan penggunaan selulosa bakteri bergantung pada
ketepatan memilih aplikasi dimana kinerja yang unggul dapat memberikannya
nilai yang lebih tinggi (Chawla, dkk., 2008).
Sebagai salah satu sumber selulosa yang dihasilkan dalam skala ilmiah,
selulosa bakteri diproduksi secara ektraselular contohnya oleh Acetobacter
xylinum. Bakteri gram negatif Acetobacter xylinum merupakan contoh selulosa
sintesis dari bakteri prokariotik. Ini ditemukan sebagai lembaran gelatin pada
permukaan yang siap dibudidayakan didalam laboratorium sebagai sumber
selulosa murni (Aspinall, 1983). Di Jepang, matriks selulosa bakteri sebagai
limbah industri digunakan sebagai bahan pembuatan cuka tradisional (Ozawa,
dkk., 2006).
2.1.2 Aplikasi Selulosa Bakteri
Aplikasi selulosa bakteri yaitu dalam bidang sebagai berikut :
a. Aplikasi dalam bidang medis
Salah satu cara yang digunakan dalam proses cetak langsung tablet adalah
mikrokristal selulosa, karena mempunyai daya ikat tablet yang sangat baik dan
waktu hancur tablet relatif singkat. Mikrokristalin yang beredar di pasaran adalah
Universitas Sumatera Utara
produk impor yang mahal, sehingga berakibat pada mahalnya harga produk tablet
yang dihasilkan. Mikrokristalin selulosa adalah hasil olahan dari selulosa alami
yang dapat diperoleh dari berbagai sumber baik dari tumbuhan atau hasil
fermentasi. Nata de coco merupakan sumber selulosa yang diproduksi sebagai
hasil fermentasi Acetobacter xylinum dalam substrat air kelapa. Selulosa bakteri
identik dengan selulosa yang berasal dari tumbuhan. Untuk menghasilkan
mikrokristal selulosa dengan harga murah, maka dilakukan pemanfaatan nata de
coco menjadi mikrokristal selulosa untuk pembuatan tablet (Yanuar, 2003).
b. Aplikasi dalam makanan
Penambahan selulosa bakteri dalam jumlah yang sedikit akan memberikan
dispersi dan stabilisasi emulsi makanan yang baik. Selulosa bakteri dapat
berfungsi demikian karena struktur tiga dimensi dari serat selulosa dan kestabilan
terhadap perlakuan fisika dan kimia, seperti ketahanan terhadap panas, asam, dan
garam. Karakteristik-karakteristik dari selulosa bakteri ini dapat diaplikasikan
pada makanan sebagai stabilisasi dari bahan pengental, dispersi, suspensi, dan
emulsi. Adapun aplikasi selulosa bakteri dalam makanan yaitu sebagai berikut :
1) Penggunaan pada minuman
Selulosa bakteri mempunyai suatu fungsi yang khusus yaitu untuk
menstabilisasikan dispersi dari zat padat yang tidak larut, seperti pada
minuman coklat, minuman teh hijau dalam bentuk bubuk, minuman
berkalsium, dan sebagainya. Penambahan selulosa bakteri dalam jumlah
kecil dapat menimbulkan pengaruh yang baik tanpa meningkatkan
viskositasnya.
2) Sebagai makanan pencuci mulut
Selulosa bakteri sebagai makan pencuci mulut contohnya seperti nata de
coco.
3) Penggunan pada saus
Saus sering mempunyai konsentrasi garam yang sangat tinggi dan
menggunakan bahan pengental dalam jumlah terbatas, tetapi dispersi dari
materi padatnya kurang baik, viskositasnya juga tinggi. Selulosa bakteri
Universitas Sumatera Utara
dapat memperbaiki kestabilan dispersi dari zat padat yang tidak larut
tersebut dengan penambahan dalam jumlah yang sedikit (Philip dan
William, 2000).
2.2 Acetobacter
Sel Acetobacter sp. berbentuk elips atau tongkat yang melengkung. Kultur yang
masih muda merupakan bakteri gram negatif, sedangkan kultur yang sudah agak
tua merupakan bakteri dengan gram yang bervariasi. Acetobacter sp. merupakan
bakteri aerob yang memerlukan respirasi dalam metabolismenya. Acetobacter sp.
dapat mengoksidasi etanol menjadi asam asetat, juga dapat mengoksidasi asetat
dan laktat menjadi CO 2 dan H 2 O.
Berbagai spesies Acetobacter sp. dapat ditemukan pada buah-buahan dan
sayur-sayuran. Bakteri inilah yang menyebabkan pengasaman jus buah-buahan
(Banwart,1981).
Acetobacter sp. adalah bakteri yang digunakan untuk membuat cuka.
Dalam membuat cuka, gel seperti membran selalu ditemukan pada permukaan
larutan. Material ini berkembang menjadi selulosa. Selulosa ini berasal dari
bakteri yang dinamakan selulosa bakteri (Philip dan William, 2000).
2.2.1 Jenis - jenis Acetobacter
Adapun jenis-jenis bakteri Acetobacter adalah sebagai berikut :
a. Acetobacter acetii, ditemukan oleh Beijerinck pada tahun 1898. Bakteri
ini penting dalam produksi asam asetat, yang mengoksidasi alkohol
menjadi asam asetat. Banyak terdapat pada ragi tapai, yang menyebabkan
tapai yang melewati 2 hari fermentasi akan menjadi berasa asam.
Universitas Sumatera Utara
b. Acetobacter xylinum, bakteri ini digunakan dalam pembuatan nata de
coco. Acetobacter xylinum mampu mensintesis selulosa dari gula yang
dikonsumsi. Nata yang dihasilkan berupa pelikel yang mengambang
dipermukaan substrat. Bakteri ini juga terdapat pada produk kombuca
yaitu fermentasi dari teh.
c. Acetobacter suboxydans, bakteri ini dapat mengubah glukosa menjadi
asam askorbat ( vitamin C )
d. Acetobacter orleanensis, bakteri ini dapat mengubah etanol menjadi cuka.
e. Acetobacter indonesianensis, ditemukan pada tahun 2001. Bakteri ini
merupakan bakteri asli Indonesia.
f. Acetobacter cibinongensis, bakteri ini berasal dari daerah Cibinong.
g. Acetobacter syzygii, ditemukan pada tahun 2002. Bakteri ini berasal dari
buah sirsak
h. Acetobacter tropicalis, ditemukan pada tahun 2001. Bakteri ini berasal
dari daerah tropis.
i. Acetobacter bogoriensis, bakteri ini berasal dari daerah tropis.
2.2.2 Acetobacter xylinum
Bakteri yang dapat menghasilkan jumlah selulosa tertinggi dibandingkan bakteri
lain adalah Acetobacter xylinum. Acetobacter xylinum adalah bakteri gram negatif
yang mensintesis selulosa di masa sekarang glukosa. Acetobacter xylinum
biasanya dapat ditemukan pada dinding bioreaktor untuk produksi etanol dari
fermentasi ragi gula dan karbohidrat tanaman. Mereka juga dapat diisolasi dari
madu bunga, buah yang rusak, sari apel segar yang tidak dipasteurisasi dan bir
yang belum disterilkan. Acetobacter xylinum mensintesis selulosa dengan
sepenuhnya memanfaatkan monosakarida dari karbohidrat atau gula sederhana
seperti glukosa, fruktosa, sukrosa atau laktosa (Muhamed, 2010).
Acetobacter xylinum telah diterapkan sebagai contoh mikroorganisme
untuk dasar pembelajaran dan terapan pada selulosa. Hal ini merupakan sumber
umumnya dari selulosa bakteri karena
kemampuannya untuk menghasilkan
tingkat polimer yang relatif tinggi dari berbagai sumber karbon dan nitrogen.
Universitas Sumatera Utara
Acetobacter xylinum adalah berbentuk batang, aerobik, bakteri Gram-negatif yang
menghasilkan selulosa dalam bentuk ekstraseluler terjalin pita sebagai bagian dari
metabolit primer. bakteri ini tumbuh dan menghasilkan selulosa dari berbagai
substrat dan tanpa aktivitas selulosa (Chawla, dkk., 2009).
Acetobacter xylinum dapat dibedakan dengan spesies yang lain karena
sifatnya yang bila ditumbuhkan pada medium yang kaya komponen gula, bakteri
ini dapat memecah komponen gula dan mampu membentuk suatu polisakarida
yang dikenal dengan selulosa ekstraseluler. Dalam medium cair, Acetobacter
xylinum mampu membentuk suatu lapisan yang dapat mencapai ketebalan
beberapa sentimeter. Bakteri terperangkap dalam benang – benang yang
dibuatnya. Untuk menghasilkan massa yang kokoh, kenyal, tebal, putih, dan
tembus pandang perlu diperhatikan suhu fermentasi (inkubasi), komposisi
medium dan pH medium. Adapun gambar bakteri selulosa dapat di lihat pada
Gambar 2. 3 :
Gambar 2.3 Bakteri Acetobakter xylinum (Biamenta, 2011)
Klasifikasi ilmiah dari Acetobacter xylinum :
Kerajaan
: Bacteria
Filum
: Proteobacteria
Kelas
: Alpha Proteobacteria
Ordo
: Rhodospirilia
Famili
: Pseudomonadaceae
Genus
: Acetobacter
Spesies
: Acetobacter xylinum (Moss, 1995)
Universitas Sumatera Utara
Bakteri Acetobacter sering ditemukan dalam hubungan simbiosis dengan
berbagai tanaman seperti tebu dan kopi. Acetobacter xylinum adalah bakteri gram
negatif, aerobik yang telah lama menjadi model organisme untuk studi selulosa
bakteri. Sebuah sel bakteri Acetobakter xylinum tunggal mampu melakukan
polimerisasi molekul glukosa 200.000 per detik menjadi rantai β-1,4-glukosa yang
kemudian dieksresikan ke dalam medium disekitarnya membentuk ikatan pita
mikroserat menyerupai lebar dan struktur rata-rata serat tanaman dan alga.
Serat yang terbentuk di dalam membran dengan sintesis selulosa dan
hasilnya dikeluarkan dari baris 50-80 pori-pori seperti lembaran sepanjang sumbu
longitudinal sel. Pembentukan ini menghasilkan matriks selulosa yang
mengambang pada permukaan. Sehingga diperkirakan Acetobakter xylinum
adalah sebuah bakteri aerob obligat, yang tumbuh dengan adanya oksigen yang
tinggi pada permukaan medium (Muthukumarasamy, 2001).
2.3 Pembuatan Nata
Defenisi nata adalah suatu zat yang menyerupai gel, tidak larut dalam air dan
terbentuk pada permukaan media fermentasi. Nata de coco adalah jenis nata
dengan media fermentasi dari air kelapa. Nata de coco dibuat dengan
memanfaatkan air kelapa untuk difermentasikan secara aerob dengan bantuan
mikroba (Hidayat, 2006). Nata merupakan suatu bahan makanan hasil fermentasi
oleh bakteri Acetobacter xylinum yang kaya akan selulosa, bersifat kenyal,
transparan, dan rasanya menyerupai kolang-kaling (Budiyanto, 2004).
Sumber glukosa merupakan faktor penting dalam proses fermentasi.
Bakteri untuk menghasilkan nata membutuhkan sumber glukosa bagi proses
metabolismenya. Glukosa akan masuk ke dalam sel yang dibutuhkan dalam
perkembang biakannya. Jumlah glukosa yang ditambahkan harus diperhatikan
sehingga mencukupi untuk metabolisme dan pembentukan pilikel nata (Hidayat,
2006). Tanpa penambahan gula, tekstur nata menjadi kurang tebal. Sebaliknya,
Universitas Sumatera Utara
penambahan gula yang terlalu banyak (konsentrasi gula terlalu pekat)
menyebabkan bakteri mengalami plasmolisis (kematian) (Warisno, 2009)
Selain glukosa, nitrogen juga merupakan faktor penting. Nitrogen
diperlukan untuk pertumbuhan sel dan pembentukan enzim. Kekurangan nitrogen
menyebabkan sel tumbuh dengan kurang baik dan menghambat pembentukan
enzim yang diperlukan, sehingga proses fermentasi dapat mengalami kegagalan
atau tidak sempurna (Hidayat, 2006). Zwelzeneur Ammonia (ZA) atau urea
mengandung nitrogen yang berguna untuk meningkatkan aktivitas atau sebagai
nutrisi Acetobacter xylinum. Keuntungannya adalah nata yang dihasilkan menjadi
lebih banyak dalam waktu yang singkat. Sebaliknya, tanpa penggunaan nitrogen
nata yang dihasilkan akan sedikit (Warisno, 2009).
Bakteri Acetobacter xylinum akan tumbuh optimum pada media yang
asam. Derajat keasaman yang dibutuhkan dalam pembuatan nata adalah 3-5. Pada
kedua sisi pH optimum, aktifitas enzim seringkali menurun dengan tajam. Suatu
perubahan kecil pada pH dapat menimbulkan perbedaan besar pada kecepatan
beberapa reaksi enzimatis yang amat penting bagi organisme (Budiyanto, 2004).
Jenis asam yang sering digunakan adalah asam asetat atau asam cuka.
Kelebihannya, harga lebih murah dan mudah didapatkan dibanding asam organik
lain. Jumlah penambahannya tergantung pada derajat keasaman media
sebelumnnya (Warisno, 2009).
Lama fermentasi yang digunakan dalam pembuatan nata ini pada
umumnya 2-4 minggu. Minggu ke-4 dari waktu fermentasi merupakan waktu
maksimal produksi nata. Tempat fermentasi sebaiknya tidak terbuat dari unsur
logam karena mudah korosif, disamping itu tempat fermentasi diupayakan tidak
mudah terkontaminasi, tidak terkena cahaya matahari, dan jauh dari sumber panas
dan harus berada dalam kondisi steril.
Temperatur ruang inkubasi harus diperhatikan karena berkaitan dengan
pertumbuhan bakteri sehingga dapat tumbuh dan berkembang baik secara optimal.
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya temperatur fermentasi untuk pembuatan nata adalah pada suhu
kamar (28oC). Jika suhu terlalu rendah nata yang dihasilkan kurang memuaskan.
Temperatur ruang yang terlalu tinggi akan menganggu pertumbuhan bakteri nata
yang akhirnya juga akan menghambat produksi nata.
Starter yang kurang baik akan menghasilkan nata yang kurang baik pula.
Sebaiknya digunakan starter yang berkualitas baik untuk mendapatkan nata
dengan kualitas baik. Starter yang yang berkualitas baik adalah starter yang tidak
terkontaminasi, dengan ketebalan nata yang sedang (tidak terlalu tebal dan tidak
terlalu tipis), dan berada pada lapisan atas permukaan media fermentasi.
Selain itu, dalam pembuatan nata juga harus diperhatikan bahwa selama
proses pembentukan nata berlangsung harus dihindari gerakan atau goncangan di
sekitar tempat fermentasi. Akibat adanya gerakan atau goncangan ini akan
menenggelamkan lapisan nata yang telah terbentuk
dan menyebabkan
terbentuknya lapisan nata yang baru yang terpisah dari nata yang pertama. Hal ini
menyebabkan ketebalan produksi nata tidak standar (Budiyanto, 2004).
2.4. Parafin
Minyak bumi terutama terdiri dari hidrokarbon dan sejumlah kecil sulfur,
nitrogen, oksigen dan hidrogen dalam bentuk senyawa organik. Hidrokarbon
dalam minyak bumi terutama dalam bentuk parafin, senyawa cincin aromatis dan
napthane (cincin jenuh dengan 5 atau 6 atom C dalam cincin).
Minyak bumi berdasarkan komposisinya dibagi menjadi parafin basa dan
aspal basa mentah, serta senyawa yang memiliki sifat diantara keduanya. Parafin
basa mentah mengandung sejumlah parafin (alkana), rantai lurus atau bercabang.
Aspal basa mentah mengandung sejumlah senyawa dengan berat molekul tinggi,
non volatil yang dapat terpisah dengan pelarut menjadi fraksi dalam bentuk resin
dan aspal (Satterfild, 1980).
Parafin adalah suatu senyawa hidrokarbon rantai panjang dengan rumus
molekul C n H 2n +2. Parafin mempunyai titik didih ± 204 °C dan titik leleh sekitar
46-68 °C. Jumlah atom karbon per molekul dalam parafin sekitar 20-36 atom.
Universitas Sumatera Utara
Berat molekul yang dimiliki oleh parafin antara 350-420 gram/mol. Parafin tidak
hanya terdiri dari rantai lurus hidrokarbon saja, tetapi juga terdapat suatu cabang
atau bahkan struktur lingkar dalam rangkaian hidrokarbonnya. Adapun Stuktur
Parafin dapat dilihat pada Gambar 2.4 :
Gambar 2.4 Struktur Kerangka Beberapa Parafin ( Othmer, 1997 )
Parafin adalah bahan utama pembuatan lilin yang berasal dari residu
minyak bumi. Bahan berbentuk padat ini paling tidak ada dua jenis, yakni lokal
dan impor. Parafin impor yang banyak beredar di pasaran adalah yang berasal dari
Cina. Parafin lokal dicirikan dengan warnanya yang putih kekuningan. Sementara
itu, parafin impor relatif putih bening. Parafin lokal lebih lembek dibandingkan
dengan parafin impor. Parafin impor umumnya lebih mahal dibandingkan dengan
parafin lokal. Lilin yang dibuat dari bahan parafin murni memiliki karakter
lembek, berbintik, dan tidak putih bersih (Murhananto, 2010).
2.5 Rekayasa Jaringan
Rekayasa jaringan adalah regenerasi jaringan dalam tubuh yang melibatkan sel,
mediator biologis, seperti faktor pertumbuhan matriks sintetik atau biologis yang
dapat ditanamkan ke dalam tubuh pasien untuk menghasilkan jaringan
tertentu. Rekayasa jaringan adalah bidang multidisiplin menggunakan prinsip
biologis dan teknik rekayasa untuk meningkatkan bahan pengganti yang dapat
memperbaiki dan memelihara fungsi jaringan tulang. Ini melibatkan penggunaan
polimer sintetis dalam rangka memfasilitasi proses regenerasi jaringan. Polimer
Universitas Sumatera Utara
ini kemudian akan diserap dan digantikan oleh jaringan alami dan fisiologis
(Vitriana, 2010).
Tubuh manusia secara alami dapat memperbaiki dirinya sendiri sampai
batas
waktu:
misalnya,
terpotong,
bergeser,
dan
patah
tulang
dapat
disembuhkan. Perbaikan medis yang lebih luas dari bagian tubuh yang rusak
biasanya terbatas pada transplantasi jaringan dan donor dari organ. Ada banyak
orang yang membutuhkan transplantasi daripada adanya donor. Teknik jaringan
sangat menjanjikan untuk memperluas pilihan memperbaiki jaringan yang sakit
dan organ yang rusak.
Rekayasa jaringan membantu tubuh untuk penyembuhan diri sendiri
melalui proses pengaktifan struktur yang menyediakan scaffold untuk mendukung
pertumbuhan jaringan baru. Dalam suatu cerita, scaffold dan faktor pertumbuhan
yang ditanamkan pada luka cedera pasien. Pergantian jaringan dapat tumbuh di
luar pasien dan kemudian ditransplantasikan.
Contoh produk rekayasa jaringan yang telah disetujui untuk digunakan
pada pasien meliputi: Dermagraft, yang digunakan untuk mengobati ulur pada
kaki diabetik, carticel, yang digunakan untuk memperbaiki tulang rawan lutut
yang rusak, dan transcyte, yang merupakan pengganti kulit sementara bagi korban
luka bakar (Seidman, 2010).
2.6 Scaffold
Scaffold merupakan salah satu bagian penting dalam rekayasa jaringan. (
Backdahl, dkk., 2008). Berbagai jenis scaffold telah dikembangkan untuk terapi
kerusakan tulang rawan sendi, tetapi masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan. Untuk mengisi defek atau rongga pada tulang rawan, scaffold yang
konversial kurang cocok dipakai karena relatif tidak larut dan menyatu dengan
tulang rawan. Scaffold yang biasa digunakan sampai sekarang berbentuk tiga
dimensi sehingga biasanya implantasinya kurang baik pada tulang rawan
(Yusbida, 2013).
Universitas Sumatera Utara
Scaffold harus sesuai dengan defek anatomi tiga dimensi. Syarat dari
scaffold yaitu scaffold harus menguatkan regenerasi jaringan melalui pengiriman
biofaktor, scaffold memiliki pori dari diameter 300 – 1200 µm adalah efisien
dalam penyokong migrasi sel, proliferasi sel dan transfor faktor pertumbuhan.
Diameter porositas yang lebih kecil adalah tidak efisien sementara diameter yang
lebih besar dapat mempengaruhi sifat mekanik scaffold (Alit’s, 2012).
2.7 FTIR ( Fourier transform infrared spectroscopy )
Spektroskopi IR merupakan suatu metode analisis yang dipakai untuk
karakteristik bahan polimer dan analisa gugus fungsi, dengan cara menentukan
dan merekam hasil spektra residu dengan serapan energi oleh molekul organik
dalam daerah sinar infra merah. Daerah infra merah didefenisikan sebagai daerah
yang memiliki panjang gelombang 1 – 500 nm. Setiap gugus dalam molekul
umumnya mempunyai karakteristik sendiri, sehingga spektroskopi IR dapat
digunakan untuk mendeteksi gugus yang spesifik pada polimer. Intensitas pita
serapan merupakan ukuran konsentrasi gugus yang khas yang dimiliki oleh
polimer (Steven, 2001).
Bagian pokok dari spektroskopi IR adalah sumber cahaya inframerah,
monokromator dan detektor. Cahaya dari sumber dilewatkan melalui cuplikan,
dipecah menjadi frekuensi-frekuensi individunya dalam monokromator dan
intensitas relatif dari frekuensi individu diukur oleh detektor (Sasrtohamidjojo,
1985).
2.8 SEM (Scanning Electron Microscope)
Skaning electron mikroskopi (SEM) merupakan alat yang dapat membentuk
bayangan permukaan. Struktur permukaan suatu benda yang akan diuji dapat
dipelajari dengan mikroskopi elektron pancaran karena jauh lebih mudah
Universitas Sumatera Utara
dipelajari struktur permukaannya secara langsung. Pada dasarnya, SEM
menggunakan sinyal yang dihasilkan electron dan dipantulkan atau berkas sinar
elektron sekunder.
SEM menggunakan prinsip skanning yaitu berkas electron diarahkan pada
titik permukaan spesimen. Gerakan elektron diarahkan dari satu titik ke titik lain
pada permukaan spesimen. Jika seberkas sinar elektron ditembakkan pada
permukaan spesimen maka sebagian dari elektron itu akan dipantulkan kembali
dan sebagian lagi diteruskan. Jika permukaan spesimen tidak merata, banyak
lekukan, lipatan atau lubang-lubang, maka tiap bagian permukaan itu akan
memantulkan elektron dengan jumlah dan arah yang berbeda dan kemudian akan
ditangkap oleh detektor dan akan diteruskan ke sistem layar. Hasil yang diperoleh
merupakan gambaran yang jelas dari permukaan spesimen dalam bentuk tiga
dimensi.
Dalam penelitian morfologi permukaan dengan menggunakan SEM
pemakaannya terbatas, tetapi memberikan informasi yang bermanfaat mengenai
topologi permukaan dengan resolusi berkisa 1000 Å. Aplikasi-aplikasi yang khas
mencakup penelitian dispersi-dispersi pigmen dalam cat, pelepukan atau
peretakan koting, batas-batas fasa dalam struktur sel busa-busa polimer, dan
kerusakan pada bahan perekat. SEM berharga dalam mengevaluasi pada
penanaman (implant) bedah polimerik bereaksi baik dengan lingkungan bagian
tubuh (Stevens, 2001).
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Selulosa
Selulosa merupakan polimer yang paling melimpah di alam. Nama selulosa
diciptakan oleh Anselme Payen, seorang ahli kimia fisika dan matematika
Perancis pada tahun 1838. Selulosa adalah bahan utama dari tanaman berkayu,
yang memiliki keragaman aplikasi yang berkisar dari perumahan ke kertas dan
tekstil. Dapat dikatakan, selulosa adalah salah satu senyawa kimia yang paling
berpengaruh dalam sejarah budaya manusia. Biasanya selulosa disertai berbagai
zat lain, seperti lignin, di dinding sel tumbuhan matriks. Dalam spesis tertentu,
seperti kapas, selulosa terdapat dalam bentuk murni tanpa bahan tambahan dan
dalam beberapa kasus, seperti alga Valonia, selulosa hampir benar-benar dalam
bentuk kristal (Kontturi, 2005).
Selulosa merupakan substrat berserat yang terdapat pada struktur tanaman.
Setiap molekul selulosa yang besar terdiri dari unit β-D-Glukosa yang saling
berikatan membentuk rantai panjang dengan ikatan β-1,4 (McMurry, 1992).
Panjang dari molekul selulosa asli adalah 5000 nm sesuai dengan rantai dengan
sekitar 10.000 unit glukopiranosa. Molekul selulosa linear bersatu dengan adanya
gaya Van der Walls dan ikatan hidrogen intra dan intermolekul (Gardner, 2008).
Isomer β tidak membentuk gulungan seperti isomer α, tetapi selaras dalam baris
paralel oleh ikatan hidrogen diantara kelompok hidroksil pada rantai yang
berdekatan. Hal ini menyebabkan selulosa tidak dapat larut dalam air. Ini
memberikan struktur kaku ke dinding sel kayu dan serat yang lebih tahan terhadap
hidrolisis dari pada pati (Timberlake, 2008). Struktur selulosa dapat dilihat pada
Gambar 2.1:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Struktur Selulosa (Gortner, 1938)
Sifat-sifat selulosa terdiri dari sifat fisika dan sifat kimia. Selulosa dengan
rantai panjang mempunyai sifat fisik yang lebih kuat, lebih tahan lama terhadap
degradasi yang disebabkan oleh pengaruh panas, bahan kimia maupun pengaruh
biologis. Sifat fisika dari selulosa yang penting adalah panjang, lebar dan tebal
molekulnya. Sifat fisik lain dari selulosa adalah:
1. Dapat terdegradasi oleh hidrolisa, oksidasi, fotokimia maupun secara
mekanis sehingga berat molekulnya menurun
2. Tidak larut dalam air maupun pelarut organik, tetapi sebagian larut dalam
larutan alkali
3. Dalam keadaan kering, selulosa bersifat higroskopis, keras dan rapuh. Bila
selulosa cukup banyak mengandung air maka akan bersifat lunak. Jadi
fungsi air disini adalah sebagai pelunak.
4. Selulosa dalam kristal mempunyai kekuatan lebih baik jika dibandingkan
dengan bentuk amorfnya (Fengel, 1995).
Polisakarida adalah makromolekul biologi yang terdapat luas di alam.
Polisakarida dapat dibedakan berdasarkan morfologinya sebagai berikut:
polisakarida intraseluler terletak di dalam, atau sebagai bagian pada membran
sitoplasma; dinding sel polisakarida ekstraseluler terletak diluar dinding sel.
Polisakarida ekstraseluler terdapat dalam dua bentuk yaitu: kotoran yang hilang ,
tidak menyatu dengan sel dan lengket untuk pertumbuhan bakteri pada medium
padat atau meningkatkan viskositas dalam medium cair; dan mikrokapsul atau
kapsul, yang menyatu dengan dinding sel. Mereka memiliki bentuk yang nyata
dan berdiri sendiri, yang hanya pelan-pelan diekstraksi dalam air atau garam. Oleh
karena itu memungkinkan untuk memisahkan kapsul terpisah dan mikrokapsul
dari kotoran yang hilang dengan teknik sentrifugasi.
Universitas Sumatera Utara
Eksopolisakarida adalah polisakarida rantai panjang yang terdiri dari
satuan cabang berulang dari gula atau gula derivatif, terutama glukosa, galaktosa
dan rhamnosa dalam rasio yang berbeda. Polisakarida ini diklasifikasikan menjadi
dua kelompok yaitu homopolisakarida (selulosa, dekstran, mutan, pullulan,
curdlan), dan heteropolisakarida (gella, xanthan). Homopolisakarida terdiri dari
satuan berulang dari hanya satu jenis monosakarida (D-glukosa atau D-fruktosa).
Sedangkan heteropolisakarida dari beberapa
bentuk oligosakarida,
yang
mengandung 3-8 residu, yang dihasilkan oleh berbagai mikroorganisme (Chawla,
dkk. 2009).
2.1.1 Selulosa Bakteri
Selulosa bakteri adalah sejenis polisakarida mikroba yang dihasilkan melalui
fermentasi air kelapa menggunakan Acetobacter xylinum yang berupa benangbenang yang bersama-sama dengan polisakarida membentuk jalinan yang terdiri
dari serat selulosa yang dihasilkan oleh strain xylinum, subspesias β dari
Acetobacter aceti, bakteri nonpatogen. Selulosa bakteri mempunyai struktur kimia
yang sama seperti selulosa yang berasal dari tumbuhan dan merupakan
polisakarida berantai lurus yang tersusun oleh molekul D-glukosa melalui ikatan
β-1,4 (Holmes, 2004). Adapun Foto serat selulosa bakteri dapat dilihat pada
Gambar 2.2 :
Gambar 2.2 Foto serat Selulosa bakteri ( Xin, 2008)
Universitas Sumatera Utara
Meskipun selulosa bakteri mempunyai struktur kimia yang sama seperti
selulosa dari tumbuhan, tetapi selulosa bakteri tersusun oleh serat-serat selulosa
yang lebih baik dari selulosa tumbuhan. Setiap serat-serat tunggal dari selulosa
bakteri mempunyai diameter 50 nm, dan selulosa bakteri terdapat dalam bentuk
kumpulan serat-serat tunggal yang berdiameter sekitar 0,1-0,2 nm. Panjang
seratnya tidak dapat ditentukan karena kumpulan serat-serat tunggal selulosa
saling melilit satu sama lain membentuk struktur jaringan (Philips dan William,
2000).
Serat selulosa sekitar 100 kali lebih tipis daripada selulosa tanaman, yang
membuatnya menjadi bahan yang sangat berpori. Selulosa bakteri dengan struktur
jaringan pita yang unik memiliki dimensi pita kira-kira 3-4 nm untuk ketebalan
dan 7-130 nm untuk lebar. Jaringan pita ini dibentuk dari rantai agregat menjadi
sub-fibril, dimana lebarnya sekitar 1,5 nm, dan kemudian sub-fibril tersebut
dikristalisasi membentuk bundel yang merupakan bentuk sementara dari struktur
pita (Bielecki, dkk., 2000; Jonas, 1998; Yamanaka, dkk., 2000).
Menurut Krystinowich dan Bielecki (2000), selulosa mempunyai beberapa
keunggulan antara lain : kemurnian tinggi, derajat kristalinitas tinggi, mempunyai
kerapatan antara 300 dan 900 kg/m3, kekuatan tarik tinggi, elastis dan
terbiodegradasi (Krystinowich, 2000). Selulosa bakteri lebih cocok untuk
memproduksi membran audio berkualitas tinggi, kertas berkualitas tinggi, fuelcell, industri makanan, material medis seperti obat-obatan, dressing luka,
kosmetik, dan tekstil (Czaja, dkk., 2008: Zhou, dkk., 2007).
Selulosa bakteri merupakan polimer alam yang sifatnya mirip dengan
hidrogel yang diperoleh dari polimer sintetik; sebagai contoh selulosa bakteri
menunjukkan kandungan air yang tinggi (98 – 99%), daya serap cairan yang baik,
bersifat non-alergenik dan dapat disterilisasi tanpa mempengaruhi karakteristik
dari bahan tersebut. Karena karakteristiknya yang mirip seperti kulit manusia,
maka selulosa bakteri dapat digunakan sebagai pengganti kulit untuk merawat
luka bakar yang serius (Ciechanska ,2004).
Universitas Sumatera Utara
Jika suatu luka ingin disembuhkan dengan efektif, luka tersebut harus
dijaga agar tetap dalam kondisi yang basah. Penutup luka yang baik adalah kulit
dari pasien tersebut yang bersifat permeabel terhadap uap dan melindungi jaringan
tubuh bagian dalam terhadap cidera mekanis dan infeksi. Selulosa bakteri yang
disintesis oleh Acetobacter xylinum menunjukkan kinerja yang cukup baik untuk
dapat digunakan dalam penyembuhan luka (Hoenich, 2006).
Relatif tingginya biaya produksi selulosa dapat dibatasi pada bahan
tambahan produk serta bahan kimia khusus yang digunakan. Sedangkan
pengurangan biaya dalam fermentasi dapat membatasi dari biaya harga bahan
baku substrat selulosa bakteri. Akibatnya, Produksi selulosa bakteri selalu
memungkinkan lebih murah daripada sumber selulosa konversional. Untuk alasan
komersialisasi ini, keberhasilan penggunaan selulosa bakteri bergantung pada
ketepatan memilih aplikasi dimana kinerja yang unggul dapat memberikannya
nilai yang lebih tinggi (Chawla, dkk., 2008).
Sebagai salah satu sumber selulosa yang dihasilkan dalam skala ilmiah,
selulosa bakteri diproduksi secara ektraselular contohnya oleh Acetobacter
xylinum. Bakteri gram negatif Acetobacter xylinum merupakan contoh selulosa
sintesis dari bakteri prokariotik. Ini ditemukan sebagai lembaran gelatin pada
permukaan yang siap dibudidayakan didalam laboratorium sebagai sumber
selulosa murni (Aspinall, 1983). Di Jepang, matriks selulosa bakteri sebagai
limbah industri digunakan sebagai bahan pembuatan cuka tradisional (Ozawa,
dkk., 2006).
2.1.2 Aplikasi Selulosa Bakteri
Aplikasi selulosa bakteri yaitu dalam bidang sebagai berikut :
a. Aplikasi dalam bidang medis
Salah satu cara yang digunakan dalam proses cetak langsung tablet adalah
mikrokristal selulosa, karena mempunyai daya ikat tablet yang sangat baik dan
waktu hancur tablet relatif singkat. Mikrokristalin yang beredar di pasaran adalah
Universitas Sumatera Utara
produk impor yang mahal, sehingga berakibat pada mahalnya harga produk tablet
yang dihasilkan. Mikrokristalin selulosa adalah hasil olahan dari selulosa alami
yang dapat diperoleh dari berbagai sumber baik dari tumbuhan atau hasil
fermentasi. Nata de coco merupakan sumber selulosa yang diproduksi sebagai
hasil fermentasi Acetobacter xylinum dalam substrat air kelapa. Selulosa bakteri
identik dengan selulosa yang berasal dari tumbuhan. Untuk menghasilkan
mikrokristal selulosa dengan harga murah, maka dilakukan pemanfaatan nata de
coco menjadi mikrokristal selulosa untuk pembuatan tablet (Yanuar, 2003).
b. Aplikasi dalam makanan
Penambahan selulosa bakteri dalam jumlah yang sedikit akan memberikan
dispersi dan stabilisasi emulsi makanan yang baik. Selulosa bakteri dapat
berfungsi demikian karena struktur tiga dimensi dari serat selulosa dan kestabilan
terhadap perlakuan fisika dan kimia, seperti ketahanan terhadap panas, asam, dan
garam. Karakteristik-karakteristik dari selulosa bakteri ini dapat diaplikasikan
pada makanan sebagai stabilisasi dari bahan pengental, dispersi, suspensi, dan
emulsi. Adapun aplikasi selulosa bakteri dalam makanan yaitu sebagai berikut :
1) Penggunaan pada minuman
Selulosa bakteri mempunyai suatu fungsi yang khusus yaitu untuk
menstabilisasikan dispersi dari zat padat yang tidak larut, seperti pada
minuman coklat, minuman teh hijau dalam bentuk bubuk, minuman
berkalsium, dan sebagainya. Penambahan selulosa bakteri dalam jumlah
kecil dapat menimbulkan pengaruh yang baik tanpa meningkatkan
viskositasnya.
2) Sebagai makanan pencuci mulut
Selulosa bakteri sebagai makan pencuci mulut contohnya seperti nata de
coco.
3) Penggunan pada saus
Saus sering mempunyai konsentrasi garam yang sangat tinggi dan
menggunakan bahan pengental dalam jumlah terbatas, tetapi dispersi dari
materi padatnya kurang baik, viskositasnya juga tinggi. Selulosa bakteri
Universitas Sumatera Utara
dapat memperbaiki kestabilan dispersi dari zat padat yang tidak larut
tersebut dengan penambahan dalam jumlah yang sedikit (Philip dan
William, 2000).
2.2 Acetobacter
Sel Acetobacter sp. berbentuk elips atau tongkat yang melengkung. Kultur yang
masih muda merupakan bakteri gram negatif, sedangkan kultur yang sudah agak
tua merupakan bakteri dengan gram yang bervariasi. Acetobacter sp. merupakan
bakteri aerob yang memerlukan respirasi dalam metabolismenya. Acetobacter sp.
dapat mengoksidasi etanol menjadi asam asetat, juga dapat mengoksidasi asetat
dan laktat menjadi CO 2 dan H 2 O.
Berbagai spesies Acetobacter sp. dapat ditemukan pada buah-buahan dan
sayur-sayuran. Bakteri inilah yang menyebabkan pengasaman jus buah-buahan
(Banwart,1981).
Acetobacter sp. adalah bakteri yang digunakan untuk membuat cuka.
Dalam membuat cuka, gel seperti membran selalu ditemukan pada permukaan
larutan. Material ini berkembang menjadi selulosa. Selulosa ini berasal dari
bakteri yang dinamakan selulosa bakteri (Philip dan William, 2000).
2.2.1 Jenis - jenis Acetobacter
Adapun jenis-jenis bakteri Acetobacter adalah sebagai berikut :
a. Acetobacter acetii, ditemukan oleh Beijerinck pada tahun 1898. Bakteri
ini penting dalam produksi asam asetat, yang mengoksidasi alkohol
menjadi asam asetat. Banyak terdapat pada ragi tapai, yang menyebabkan
tapai yang melewati 2 hari fermentasi akan menjadi berasa asam.
Universitas Sumatera Utara
b. Acetobacter xylinum, bakteri ini digunakan dalam pembuatan nata de
coco. Acetobacter xylinum mampu mensintesis selulosa dari gula yang
dikonsumsi. Nata yang dihasilkan berupa pelikel yang mengambang
dipermukaan substrat. Bakteri ini juga terdapat pada produk kombuca
yaitu fermentasi dari teh.
c. Acetobacter suboxydans, bakteri ini dapat mengubah glukosa menjadi
asam askorbat ( vitamin C )
d. Acetobacter orleanensis, bakteri ini dapat mengubah etanol menjadi cuka.
e. Acetobacter indonesianensis, ditemukan pada tahun 2001. Bakteri ini
merupakan bakteri asli Indonesia.
f. Acetobacter cibinongensis, bakteri ini berasal dari daerah Cibinong.
g. Acetobacter syzygii, ditemukan pada tahun 2002. Bakteri ini berasal dari
buah sirsak
h. Acetobacter tropicalis, ditemukan pada tahun 2001. Bakteri ini berasal
dari daerah tropis.
i. Acetobacter bogoriensis, bakteri ini berasal dari daerah tropis.
2.2.2 Acetobacter xylinum
Bakteri yang dapat menghasilkan jumlah selulosa tertinggi dibandingkan bakteri
lain adalah Acetobacter xylinum. Acetobacter xylinum adalah bakteri gram negatif
yang mensintesis selulosa di masa sekarang glukosa. Acetobacter xylinum
biasanya dapat ditemukan pada dinding bioreaktor untuk produksi etanol dari
fermentasi ragi gula dan karbohidrat tanaman. Mereka juga dapat diisolasi dari
madu bunga, buah yang rusak, sari apel segar yang tidak dipasteurisasi dan bir
yang belum disterilkan. Acetobacter xylinum mensintesis selulosa dengan
sepenuhnya memanfaatkan monosakarida dari karbohidrat atau gula sederhana
seperti glukosa, fruktosa, sukrosa atau laktosa (Muhamed, 2010).
Acetobacter xylinum telah diterapkan sebagai contoh mikroorganisme
untuk dasar pembelajaran dan terapan pada selulosa. Hal ini merupakan sumber
umumnya dari selulosa bakteri karena
kemampuannya untuk menghasilkan
tingkat polimer yang relatif tinggi dari berbagai sumber karbon dan nitrogen.
Universitas Sumatera Utara
Acetobacter xylinum adalah berbentuk batang, aerobik, bakteri Gram-negatif yang
menghasilkan selulosa dalam bentuk ekstraseluler terjalin pita sebagai bagian dari
metabolit primer. bakteri ini tumbuh dan menghasilkan selulosa dari berbagai
substrat dan tanpa aktivitas selulosa (Chawla, dkk., 2009).
Acetobacter xylinum dapat dibedakan dengan spesies yang lain karena
sifatnya yang bila ditumbuhkan pada medium yang kaya komponen gula, bakteri
ini dapat memecah komponen gula dan mampu membentuk suatu polisakarida
yang dikenal dengan selulosa ekstraseluler. Dalam medium cair, Acetobacter
xylinum mampu membentuk suatu lapisan yang dapat mencapai ketebalan
beberapa sentimeter. Bakteri terperangkap dalam benang – benang yang
dibuatnya. Untuk menghasilkan massa yang kokoh, kenyal, tebal, putih, dan
tembus pandang perlu diperhatikan suhu fermentasi (inkubasi), komposisi
medium dan pH medium. Adapun gambar bakteri selulosa dapat di lihat pada
Gambar 2. 3 :
Gambar 2.3 Bakteri Acetobakter xylinum (Biamenta, 2011)
Klasifikasi ilmiah dari Acetobacter xylinum :
Kerajaan
: Bacteria
Filum
: Proteobacteria
Kelas
: Alpha Proteobacteria
Ordo
: Rhodospirilia
Famili
: Pseudomonadaceae
Genus
: Acetobacter
Spesies
: Acetobacter xylinum (Moss, 1995)
Universitas Sumatera Utara
Bakteri Acetobacter sering ditemukan dalam hubungan simbiosis dengan
berbagai tanaman seperti tebu dan kopi. Acetobacter xylinum adalah bakteri gram
negatif, aerobik yang telah lama menjadi model organisme untuk studi selulosa
bakteri. Sebuah sel bakteri Acetobakter xylinum tunggal mampu melakukan
polimerisasi molekul glukosa 200.000 per detik menjadi rantai β-1,4-glukosa yang
kemudian dieksresikan ke dalam medium disekitarnya membentuk ikatan pita
mikroserat menyerupai lebar dan struktur rata-rata serat tanaman dan alga.
Serat yang terbentuk di dalam membran dengan sintesis selulosa dan
hasilnya dikeluarkan dari baris 50-80 pori-pori seperti lembaran sepanjang sumbu
longitudinal sel. Pembentukan ini menghasilkan matriks selulosa yang
mengambang pada permukaan. Sehingga diperkirakan Acetobakter xylinum
adalah sebuah bakteri aerob obligat, yang tumbuh dengan adanya oksigen yang
tinggi pada permukaan medium (Muthukumarasamy, 2001).
2.3 Pembuatan Nata
Defenisi nata adalah suatu zat yang menyerupai gel, tidak larut dalam air dan
terbentuk pada permukaan media fermentasi. Nata de coco adalah jenis nata
dengan media fermentasi dari air kelapa. Nata de coco dibuat dengan
memanfaatkan air kelapa untuk difermentasikan secara aerob dengan bantuan
mikroba (Hidayat, 2006). Nata merupakan suatu bahan makanan hasil fermentasi
oleh bakteri Acetobacter xylinum yang kaya akan selulosa, bersifat kenyal,
transparan, dan rasanya menyerupai kolang-kaling (Budiyanto, 2004).
Sumber glukosa merupakan faktor penting dalam proses fermentasi.
Bakteri untuk menghasilkan nata membutuhkan sumber glukosa bagi proses
metabolismenya. Glukosa akan masuk ke dalam sel yang dibutuhkan dalam
perkembang biakannya. Jumlah glukosa yang ditambahkan harus diperhatikan
sehingga mencukupi untuk metabolisme dan pembentukan pilikel nata (Hidayat,
2006). Tanpa penambahan gula, tekstur nata menjadi kurang tebal. Sebaliknya,
Universitas Sumatera Utara
penambahan gula yang terlalu banyak (konsentrasi gula terlalu pekat)
menyebabkan bakteri mengalami plasmolisis (kematian) (Warisno, 2009)
Selain glukosa, nitrogen juga merupakan faktor penting. Nitrogen
diperlukan untuk pertumbuhan sel dan pembentukan enzim. Kekurangan nitrogen
menyebabkan sel tumbuh dengan kurang baik dan menghambat pembentukan
enzim yang diperlukan, sehingga proses fermentasi dapat mengalami kegagalan
atau tidak sempurna (Hidayat, 2006). Zwelzeneur Ammonia (ZA) atau urea
mengandung nitrogen yang berguna untuk meningkatkan aktivitas atau sebagai
nutrisi Acetobacter xylinum. Keuntungannya adalah nata yang dihasilkan menjadi
lebih banyak dalam waktu yang singkat. Sebaliknya, tanpa penggunaan nitrogen
nata yang dihasilkan akan sedikit (Warisno, 2009).
Bakteri Acetobacter xylinum akan tumbuh optimum pada media yang
asam. Derajat keasaman yang dibutuhkan dalam pembuatan nata adalah 3-5. Pada
kedua sisi pH optimum, aktifitas enzim seringkali menurun dengan tajam. Suatu
perubahan kecil pada pH dapat menimbulkan perbedaan besar pada kecepatan
beberapa reaksi enzimatis yang amat penting bagi organisme (Budiyanto, 2004).
Jenis asam yang sering digunakan adalah asam asetat atau asam cuka.
Kelebihannya, harga lebih murah dan mudah didapatkan dibanding asam organik
lain. Jumlah penambahannya tergantung pada derajat keasaman media
sebelumnnya (Warisno, 2009).
Lama fermentasi yang digunakan dalam pembuatan nata ini pada
umumnya 2-4 minggu. Minggu ke-4 dari waktu fermentasi merupakan waktu
maksimal produksi nata. Tempat fermentasi sebaiknya tidak terbuat dari unsur
logam karena mudah korosif, disamping itu tempat fermentasi diupayakan tidak
mudah terkontaminasi, tidak terkena cahaya matahari, dan jauh dari sumber panas
dan harus berada dalam kondisi steril.
Temperatur ruang inkubasi harus diperhatikan karena berkaitan dengan
pertumbuhan bakteri sehingga dapat tumbuh dan berkembang baik secara optimal.
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya temperatur fermentasi untuk pembuatan nata adalah pada suhu
kamar (28oC). Jika suhu terlalu rendah nata yang dihasilkan kurang memuaskan.
Temperatur ruang yang terlalu tinggi akan menganggu pertumbuhan bakteri nata
yang akhirnya juga akan menghambat produksi nata.
Starter yang kurang baik akan menghasilkan nata yang kurang baik pula.
Sebaiknya digunakan starter yang berkualitas baik untuk mendapatkan nata
dengan kualitas baik. Starter yang yang berkualitas baik adalah starter yang tidak
terkontaminasi, dengan ketebalan nata yang sedang (tidak terlalu tebal dan tidak
terlalu tipis), dan berada pada lapisan atas permukaan media fermentasi.
Selain itu, dalam pembuatan nata juga harus diperhatikan bahwa selama
proses pembentukan nata berlangsung harus dihindari gerakan atau goncangan di
sekitar tempat fermentasi. Akibat adanya gerakan atau goncangan ini akan
menenggelamkan lapisan nata yang telah terbentuk
dan menyebabkan
terbentuknya lapisan nata yang baru yang terpisah dari nata yang pertama. Hal ini
menyebabkan ketebalan produksi nata tidak standar (Budiyanto, 2004).
2.4. Parafin
Minyak bumi terutama terdiri dari hidrokarbon dan sejumlah kecil sulfur,
nitrogen, oksigen dan hidrogen dalam bentuk senyawa organik. Hidrokarbon
dalam minyak bumi terutama dalam bentuk parafin, senyawa cincin aromatis dan
napthane (cincin jenuh dengan 5 atau 6 atom C dalam cincin).
Minyak bumi berdasarkan komposisinya dibagi menjadi parafin basa dan
aspal basa mentah, serta senyawa yang memiliki sifat diantara keduanya. Parafin
basa mentah mengandung sejumlah parafin (alkana), rantai lurus atau bercabang.
Aspal basa mentah mengandung sejumlah senyawa dengan berat molekul tinggi,
non volatil yang dapat terpisah dengan pelarut menjadi fraksi dalam bentuk resin
dan aspal (Satterfild, 1980).
Parafin adalah suatu senyawa hidrokarbon rantai panjang dengan rumus
molekul C n H 2n +2. Parafin mempunyai titik didih ± 204 °C dan titik leleh sekitar
46-68 °C. Jumlah atom karbon per molekul dalam parafin sekitar 20-36 atom.
Universitas Sumatera Utara
Berat molekul yang dimiliki oleh parafin antara 350-420 gram/mol. Parafin tidak
hanya terdiri dari rantai lurus hidrokarbon saja, tetapi juga terdapat suatu cabang
atau bahkan struktur lingkar dalam rangkaian hidrokarbonnya. Adapun Stuktur
Parafin dapat dilihat pada Gambar 2.4 :
Gambar 2.4 Struktur Kerangka Beberapa Parafin ( Othmer, 1997 )
Parafin adalah bahan utama pembuatan lilin yang berasal dari residu
minyak bumi. Bahan berbentuk padat ini paling tidak ada dua jenis, yakni lokal
dan impor. Parafin impor yang banyak beredar di pasaran adalah yang berasal dari
Cina. Parafin lokal dicirikan dengan warnanya yang putih kekuningan. Sementara
itu, parafin impor relatif putih bening. Parafin lokal lebih lembek dibandingkan
dengan parafin impor. Parafin impor umumnya lebih mahal dibandingkan dengan
parafin lokal. Lilin yang dibuat dari bahan parafin murni memiliki karakter
lembek, berbintik, dan tidak putih bersih (Murhananto, 2010).
2.5 Rekayasa Jaringan
Rekayasa jaringan adalah regenerasi jaringan dalam tubuh yang melibatkan sel,
mediator biologis, seperti faktor pertumbuhan matriks sintetik atau biologis yang
dapat ditanamkan ke dalam tubuh pasien untuk menghasilkan jaringan
tertentu. Rekayasa jaringan adalah bidang multidisiplin menggunakan prinsip
biologis dan teknik rekayasa untuk meningkatkan bahan pengganti yang dapat
memperbaiki dan memelihara fungsi jaringan tulang. Ini melibatkan penggunaan
polimer sintetis dalam rangka memfasilitasi proses regenerasi jaringan. Polimer
Universitas Sumatera Utara
ini kemudian akan diserap dan digantikan oleh jaringan alami dan fisiologis
(Vitriana, 2010).
Tubuh manusia secara alami dapat memperbaiki dirinya sendiri sampai
batas
waktu:
misalnya,
terpotong,
bergeser,
dan
patah
tulang
dapat
disembuhkan. Perbaikan medis yang lebih luas dari bagian tubuh yang rusak
biasanya terbatas pada transplantasi jaringan dan donor dari organ. Ada banyak
orang yang membutuhkan transplantasi daripada adanya donor. Teknik jaringan
sangat menjanjikan untuk memperluas pilihan memperbaiki jaringan yang sakit
dan organ yang rusak.
Rekayasa jaringan membantu tubuh untuk penyembuhan diri sendiri
melalui proses pengaktifan struktur yang menyediakan scaffold untuk mendukung
pertumbuhan jaringan baru. Dalam suatu cerita, scaffold dan faktor pertumbuhan
yang ditanamkan pada luka cedera pasien. Pergantian jaringan dapat tumbuh di
luar pasien dan kemudian ditransplantasikan.
Contoh produk rekayasa jaringan yang telah disetujui untuk digunakan
pada pasien meliputi: Dermagraft, yang digunakan untuk mengobati ulur pada
kaki diabetik, carticel, yang digunakan untuk memperbaiki tulang rawan lutut
yang rusak, dan transcyte, yang merupakan pengganti kulit sementara bagi korban
luka bakar (Seidman, 2010).
2.6 Scaffold
Scaffold merupakan salah satu bagian penting dalam rekayasa jaringan. (
Backdahl, dkk., 2008). Berbagai jenis scaffold telah dikembangkan untuk terapi
kerusakan tulang rawan sendi, tetapi masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan. Untuk mengisi defek atau rongga pada tulang rawan, scaffold yang
konversial kurang cocok dipakai karena relatif tidak larut dan menyatu dengan
tulang rawan. Scaffold yang biasa digunakan sampai sekarang berbentuk tiga
dimensi sehingga biasanya implantasinya kurang baik pada tulang rawan
(Yusbida, 2013).
Universitas Sumatera Utara
Scaffold harus sesuai dengan defek anatomi tiga dimensi. Syarat dari
scaffold yaitu scaffold harus menguatkan regenerasi jaringan melalui pengiriman
biofaktor, scaffold memiliki pori dari diameter 300 – 1200 µm adalah efisien
dalam penyokong migrasi sel, proliferasi sel dan transfor faktor pertumbuhan.
Diameter porositas yang lebih kecil adalah tidak efisien sementara diameter yang
lebih besar dapat mempengaruhi sifat mekanik scaffold (Alit’s, 2012).
2.7 FTIR ( Fourier transform infrared spectroscopy )
Spektroskopi IR merupakan suatu metode analisis yang dipakai untuk
karakteristik bahan polimer dan analisa gugus fungsi, dengan cara menentukan
dan merekam hasil spektra residu dengan serapan energi oleh molekul organik
dalam daerah sinar infra merah. Daerah infra merah didefenisikan sebagai daerah
yang memiliki panjang gelombang 1 – 500 nm. Setiap gugus dalam molekul
umumnya mempunyai karakteristik sendiri, sehingga spektroskopi IR dapat
digunakan untuk mendeteksi gugus yang spesifik pada polimer. Intensitas pita
serapan merupakan ukuran konsentrasi gugus yang khas yang dimiliki oleh
polimer (Steven, 2001).
Bagian pokok dari spektroskopi IR adalah sumber cahaya inframerah,
monokromator dan detektor. Cahaya dari sumber dilewatkan melalui cuplikan,
dipecah menjadi frekuensi-frekuensi individunya dalam monokromator dan
intensitas relatif dari frekuensi individu diukur oleh detektor (Sasrtohamidjojo,
1985).
2.8 SEM (Scanning Electron Microscope)
Skaning electron mikroskopi (SEM) merupakan alat yang dapat membentuk
bayangan permukaan. Struktur permukaan suatu benda yang akan diuji dapat
dipelajari dengan mikroskopi elektron pancaran karena jauh lebih mudah
Universitas Sumatera Utara
dipelajari struktur permukaannya secara langsung. Pada dasarnya, SEM
menggunakan sinyal yang dihasilkan electron dan dipantulkan atau berkas sinar
elektron sekunder.
SEM menggunakan prinsip skanning yaitu berkas electron diarahkan pada
titik permukaan spesimen. Gerakan elektron diarahkan dari satu titik ke titik lain
pada permukaan spesimen. Jika seberkas sinar elektron ditembakkan pada
permukaan spesimen maka sebagian dari elektron itu akan dipantulkan kembali
dan sebagian lagi diteruskan. Jika permukaan spesimen tidak merata, banyak
lekukan, lipatan atau lubang-lubang, maka tiap bagian permukaan itu akan
memantulkan elektron dengan jumlah dan arah yang berbeda dan kemudian akan
ditangkap oleh detektor dan akan diteruskan ke sistem layar. Hasil yang diperoleh
merupakan gambaran yang jelas dari permukaan spesimen dalam bentuk tiga
dimensi.
Dalam penelitian morfologi permukaan dengan menggunakan SEM
pemakaannya terbatas, tetapi memberikan informasi yang bermanfaat mengenai
topologi permukaan dengan resolusi berkisa 1000 Å. Aplikasi-aplikasi yang khas
mencakup penelitian dispersi-dispersi pigmen dalam cat, pelepukan atau
peretakan koting, batas-batas fasa dalam struktur sel busa-busa polimer, dan
kerusakan pada bahan perekat. SEM berharga dalam mengevaluasi pada
penanaman (implant) bedah polimerik bereaksi baik dengan lingkungan bagian
tubuh (Stevens, 2001).
Universitas Sumatera Utara